• Tidak ada hasil yang ditemukan

Presentasi Kasus Oligohidramnion

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Presentasi Kasus Oligohidramnion"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

OLIGOHIDRAMNION

OLIGOHIDRAMNION

Disusun Oleh: Disusun Oleh:

Dwi Endraningtias

Dwi Endraningtias

108103000025

108103000025

Pembimbing: Pembimbing:

dr. Jimmy R. Tambunan, Sp.OG

dr. Jimmy R. Tambunan, Sp.OG

Opponent: Opponent:

Arini Estetia Putri Arini Estetia Putri

M. Kartika Widianto M. Kartika Widianto

Hilda Fakhrani F. Hilda Fakhrani F.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RSUP FATMAWATI JAKARTA RSUP FATMAWATI JAKARTA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER  PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER  UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2013 2013

(2)
(3)

KATA PENGANTAR 

KATA PENGANTAR 

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan  berkat,

 berkat, rahmat rahmat dan dan anugerahNya anugerahNya kepada kepada saya saya sehingga sehingga dapat dapat menyelesaikanmenyelesaikan  presentasi

 presentasi kasus kasus dengan dengan juduljudul ““OligohidramnionOligohidramnion”” ini. Senantiasa kita ucapkanini. Senantiasa kita ucapkan  pula shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.

 pula shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW.

Adapun maksud penyusunan presentasi kasus ini adalah dalam rangka Adapun maksud penyusunan presentasi kasus ini adalah dalam rangka memenuhi salah satu tugas kepaniteraan

memenuhi salah satu tugas kepaniteraan klinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan diklinik Ilmu Kebidanan dan Kandungan di Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati periode 28 Januari 2013

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati periode 28 Januari 2013  –  –  5 April 2013.5 April 2013. Pada kesempatan ini pula, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: dr. Pada kesempatan ini pula, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: dr. Jimmy R. Tambunan, Sp.OG sebagai pembimbing dalam pembuatan kasus ini, Jimmy R. Tambunan, Sp.OG sebagai pembimbing dalam pembuatan kasus ini, serta semua pihak yang turut serta membantu baik dalam penyusunan kasus serta semua pihak yang turut serta membantu baik dalam penyusunan kasus maupun membimbing serta menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam maupun membimbing serta menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam  penyelesaian kasus ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

 penyelesaian kasus ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Presentasi kasus ini saya susun dengan segenap tenaga dan usaha, namun Presentasi kasus ini saya susun dengan segenap tenaga dan usaha, namun saya menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih banyak  saya menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih banyak  terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh sebab itu, saya sangat mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan presentasi kasus ini di masa yang akan saran dan kritik untuk menyempurnakan presentasi kasus ini di masa yang akan datang.

datang.

Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat baik bagi saya Akhir kata, semoga presentasi kasus ini dapat bermanfaat baik bagi saya sendiri, rekan-rekan saya di tingkat klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran UIN sendiri, rekan-rekan saya di tingkat klinik, pembaca, Fakultas Kedokteran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta semua pihak

Syarif Hidayatullah Jakarta, serta semua pihak yang membutuhkyang membutuhkan.an.

Jakarta, Maret 2013 Jakarta, Maret 2013

Penyusun Penyusun

(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Kata

Kata Pengantar ....Pengantar ... ... iiii

Daftar

Daftar Isi Isi ... ... iiiiii

Bab

Bab I I Pendahuluan Pendahuluan ... .. 11

Bab

Bab II II Tinjauan Tinjauan Pustaka ...Pustaka ... ... 33

Bab III

Bab III Ilustrasi Kasus Ilustrasi Kasus ... ... 2020

Bab

Bab IV IV Analisa KAnalisa Kasus asus ... ... 2929

Bab

Bab V V Penutup Penutup ... ... 3232

Daftar

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada keadaan normal, volume cairan amnion meningkat hingga sekitar 1 L atau sedikit lebih pada 36 minggu, tetapi setelah itu akan berkurang. Pada  postmatur, mungkin akan hanya tersisa 100 hingga 200 ml atau kurang. Pada  beberapa kasus yang jarang, volume cairan amnion mungkin turun jauh di bawah  batas normal dan kadang-kadang berkurang hingga hanya beberapa ml cairan kental. Berkurangnya volume cairan tersebut disebut oligohidramnion dan secara sonografis didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang.1

Penyebab keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum, oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya, berkurangnya volume cairan mungkin cukup sering ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm. Risiko  penekanan tali pusat dan pada gilirannya distres janin, meningkat akibat  berkurangnya cairan amnion pada semua persalinan, apalagi kehamilan  postmatur.1

Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Agenesis ginjal merupakan penyulit pada sekitar 1 dari 4000 kelahiran. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar  adrenal biasanya membesar dan menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada  pembentukan urin, dan terjadi oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian. Sebanyak 15% - 25% kasus yang dilaporkan berkaitan dengan anomali-anomali janin. Kebocoran kronis akibat adanya defek di membran dapat cukup  banyak mengurangi volume cairan, tetapi umumnya segera terjadi persalinan.

Terpajan inhibitor ACE juga dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.1

Etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of the membrane = PROM). Penyebab sekunder biasanya dikaitkan

(6)

dengan pecahnya membran ketuban, kehamilan post-term sehingga terjadinya  penurunan fungsi plasenta, gangguan pertumbuhan janin, penyakit kronis yang diderita ibu seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik.2

Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya separuh janin yang bertahan hidup. Sering terjadi persalinan prematur dan kematian neonatus. Oligohidramnion berkaitan dengan pelekatan antara amnion dan bagian-bagian janin serta dapat menyebabkan cacat serius termasuk amputasi. Selain itu, dengan tidak adanya cairan amnion, janin mengalami tekanan dari semua sisi dan menunjukkan penampilan yang aneh disertai cacat muskuloskeletal seperti jari tabuh. Hipoplasia paru juga dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion awitan dini dan terjadi pada sekitar 15% janin oligohidramnion yang teridentifikasi selama dua trimester pertama.1

Indeks cairan amnion yang kurang dari 5 cm setelah 34 minggu berkaitan dengan peningkatan risiko kelainan hasil akhir janin. Sebagai contoh, kehamilan dengan indeks cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar  mengalami deselerasi denyut jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres  janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang dari 7.1

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui faktor   penyebab terjadinya oligohidramnion, cara mendiagnosis, serta bagaimana cara  penanganan dalam kehamilan dan persalinan pada ibu yang mengandung janin

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi Kavum Amnion

Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur tetapi kuat. Bagian dalam selaput yang berhubungan dengan cairan merupakan jaringan sel kuboid yang asalnya ektoderm. Bagian luar dari selaput ialah jaringan mesenkim yang berasal dari mesoderm. Lapisan amnion ini berhubungan dengan korion leave. Lapisan dalam amnion merupakan mikrovili yang berfungsi mentransfer  cairan dan metabolik. Lapisan ini menghasilkan zat penghambat metalloproteinase-1. Sel mesenkim berfungsi menghasilkan kolagen sehingga selaput menjadi lentur dan kuat. Selaput amnion juga meliputi tali pusat, sebagian cairan akan berasal pula dari difusi pada tali pusat.2

Sejak awal kehamilan cairan amnion telah dibentuk. Cairan amnion merupakan pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang  pertumbuhan. Osmolalitas, kadar natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar pada serum ibu yang menandakan kadar di cairan amnion merupakan hasil difusi dari ibunya. Fungsi cairan amnion yang juga penting ialah menghambat  bakteri karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.2

(8)

Gambar 1. Embriologi Kavum Amnion

Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html

2.2 Cairan Amnion

Di dalam ruang yang diliputi oleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion, terdapat likuor amnii atau yang sering dis ebut “air ketuban”. Volume likuor amnii pada hamil cukup bulan adalah 1000 ml – 1500 ml, warnanya  putih, agak keruh, serta mempunyai bau yang khas (agak amis). Cairan ini memiliki pH 7,2 dan berat jenis 1,008 yang terdiri atas 98% air. Sisanya terdiri dari garam anorganik serta bahan organik dan bila diteliti benar, terdapat rambut lanugo (rambut halus yang berasal dari bayi), sel-sel epitel, dan verniks kaseosa (lemak yang meliputi kulit bayi). Protein ditemukan rata-rata 2.6% gram per liter, sebagian besar sebagai albumin.2

Gambar 2. Rasio Lesitin dan Sfingomielin

Sumber:Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta; PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Terdapat lesitin dan sfingomielin yang sangatlah penting untuk  mengetahui apakah janin memiliki paru yang sudah siap untuk berfungsi. Dengan  peningkatan kadar lesitin permukaan alveolus paru diliputi oleh zat yang

(9)

 bernapas. Untuk menilai hal ini, digunakan perbandingan antara lesitin dan sfingomielin.3

Pada saat persalinan warna cairan amnion ini terkadang menjadi agak  kehijauan karena sudah tercampur dengan mekonium (kotoran pertama yang dikeluarkan bayi dan mengandung empedu). Berat jenis likuor akan menurun  berdasarkan dengan tuanya umur kehamilan.3

Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion dihasilkan oleh transudasi cairan melalui amnion dan kulit janin. Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai menghasilkan urin yang masuk ke dalam rongga amnion. Urin janin secara cepat menjadi sumber utama produksi cairan amnion. Saat menjelang aterm, janin menghasilkan 800 ml  – 1000 ml urin. Paru janin menghasilkan sejumlah cairan ± 300 ml per hari saat aterm, namun sebagian besar ditelan sebelum masuk ruang amnion.3

ABSORBSI CAIRAN

Gambar 3. Proses Absorbsi Cairan Amnion

Sumber: http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/09/gangguan-volume-cairan-amnion.html Pada usia kehamilan < 8 minggu, cairan amnion transudatif direabsorbsi secara pasif. Pada usia kehamilan 8 minggu, janin mulai melakukan  proses menelan. Proses ini secara cepat akan menjadi mekanisme utama absorbsi cairan amnion. Menjelang aterm, melalui proses menelan terjadi absorbsi cairan sebesar  500 ml – 1000 ml per hari.3

(10)

Absorbsi cairan amnion dalam jumlah sedikit juga terjadi melalui selaput amnion dan masuk ke dalam aliran darah janin. Menjelang aterm, jalur ini melakukan absorbsi sebesar 250 ml. Sejumlah kecil cairan amnion melintasi membran amnion dan masuk ke aliran darah ibu sebesar 10 ml per hari pada usia kehamilan menjelang aterm.2

Pada usia kehamilan 34 minggu, volume cairan amnion mencapai maksmial (750 ml  –  800 ml) dan setelah itu akan menurun, sehingga pada usia kehamilan 40 minggu volume cairan amnion ± 600 ml. Dan melewati usia 40 minggu, jumlah cairan amnion akan terus menurun.2

Secara klinik cairan amnion akan dapat bermanfaat untuk deteksi dini kelainan kromosom dan kelainan DNA dari 12 minggu  –  20 minggu. Cairan amnion yang terlalu banyak disebut polihidramnion (> 2 Liter) yang mungkin  berkaitan dengan diabetes atau trisomi 18. Sebaliknya, cairan yang kurang disebut oligohidramnion yang berkaitan dengan kelainan ginjal janin, trisomi 21 atau 13, atau hipoksia janin. Oligohidramnion dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2 x 2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm. Setelah 38 minggu, volume akan berkurang, tetapi pada post-term oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.2

Gambar 4. Perubahan Volume Cairan Amnion Selama Kehamilan

(11)

2.3 Fungsi Cairan Amnion

Adapun fungsi cairan amnion adalah sebagai berikut:2

1. Sebagai pelindung bagi janin terhadap trauma dari luar 

2. Melindungi tali pusat dari tekanan

3. Memungkinkan pergerakan janin secara bebas sehingga mendukung  perkembangan sistem muskuloskeletal janin

4. Berperan dalam perkembangan paru janin

5. Melumasi kulit janin

6. Mencegah korioamnionitis pada ibu dan infeksi janin melalui sifat  bakteriostatik 

7. Membantu mengendalikan suhu tubuh janin

2.4 Pengukuran Volume Cairan Amnion

Pemeriksaan dengan ultrasonografi adalah metode akurat untuk  memperkirakan volume cairan amnion dibandingkan pengukuran tinggi fundus uteri. Penentuan AFI ( Amniotic Fluid Index) adalah metode semikuantitatif untuk  memperkirakan volume cairan amnion.6

Gambar 5. Pengukuran Cairan Amnion

(12)

Gambar 6. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran

Sumber:Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B. Saunders, Elsevier.

AFI adalah jumlah dari kantung amnion vertikal maksimum dalam cm  pada masing-masing empat kuadran uterus. AFI normal pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu: 5  –  20 cm. Mulai dari awal bulan kelima, janin menelan cairan amnionnya sendiri dan diperkirakan janin meminum cairan amnionnya 400 ml/hari yaitu sekitar separuh dari jumlah totalnya. Urin janin masuk ke dalam cairan amnion setiap hari pada bulan kelima, tetapi urin ini sebagian besar adalah air, karena plasenta saat itu berfungsi sebagai tempat pertukaran sisa-sisa metabolisme. Pada saat lahir, membran amniokorion membentuk gaya hidrostatik  yang akan membantu melebarkan saluran leher rahim.4

2.5 OLIGOHIDRAMNION

Pada keadaan normal, volume cairan amnion meningkat hingga sekitar 1L atau sedikit lebih pada 36 mingg, tetapi setelah itu akan berkurang. Pada  postmatur, mungkin akan hanya tersisa 100 hingga 200ml atau kurang. Volume cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml

(13)

 pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.1

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga mengalami oligohidramnion, karena jumlah cairan ketuban yangberkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu.5

Pada beberapa kasus yang jarang, volume cairan amnion mungkin turun  jauh di bawah batas normal dan kadang-kadang berkurang hingga hanya beberapa ml cairan kental. Berkurangnya volume cairan ini disebut oligohidramnion dan secara sonografis didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang. Penyebab keadaan ini belum diketahui secara pasti. Akan tetapi secara umum, oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya, berkurangnya volume cairan mungkin akan cukup sering ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm. Resiko penekanan tali pusat, dan distres janin meningkat akibat  berkurangnya cairan amnion pada semua persalinan, apalagi pada kehamilan  postmatur.1

DEFINISI

Oligohidramnion adalah suatu keadaan abnormal dimana volume cairan amnion kurang dari normal. Volume ketuban normal seharusnya mencapai 300-500 ml, tetapi pada kasus oligohidramnion volume air ketuban kurang dari normal. (Linda K.Brown dan V. Ruth Bennett) Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari 500 cc atau setengah liter.5

(14)

Pada suatu keadaan tertentu banyaknya air ketuban berkurang dari normal. Bila sampai kurang dari 500 cc maka akan disebut sebagai oligohidramnion. Biasanya cairannya kental, keruh, berwarna kuning kehijau-hijauan.3 Oligohidramnion merujuk pada jumlah cairan amnion yang lebih sedikit (kurang dari 400ml).4

Oligohidramnion adalah kondisi di mana cairan ketuban terlalu sedikit, yang didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) di bawah persentil 5. Volume cairan ketuban meningkat selama masa kehamilan, dengan volume sekitar 30 ml pada 10 minggu kehamilan dan puncaknya sekitar 1 L di 34-36 minggu kehamilan.6

EPIDEMIOLOGI

Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban yang terlalu sedikit. Oligohidramnion dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, tetapi pada umumnya sering terjadi pada trimester akhir masa kehamilan. Sekitar 12% wanita yang masa kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) mengalami oligohidramnion karena jumlah cairan ketuban yang  berkurang hampir setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan. Di Amerika Serikat, oligohidroamnion merupakan komplikasi pada 0.5%  –  5.5% kehamilan. Severe oligohidramnion terjadi pada 0.7% kehamilan.5

ETIOLOGI

Penyebab pasti oligohidroamnion belum diketahui sepenuhnya. Mayoritas wanita hamil yang mengalami oligohidramnion tidak diketahui pasti apa  penyebabnya. Penyebab oligohidramnion yang telah diketahui adalah cacat  bawaan janin dan bocornya kantung/membran cairan ketuban yang mengelilingi  janin dalam rahim. Sekitar 7% bayi yang mengalami oligohidramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang.7

(15)

Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Agenesis ginjal merupakan penyulit pada sekitar 1 dari 4000 kelahiran. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar  adrenal biasanya membesar dan menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada  pembentukan urin, dan terjadi oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian. Sebanyak 15% - 25% kasus yang dilaporkan berkaitan dengan anomali-anomali janin. Kebocoran kronis akibat adanya defek di membran dapat cukup  banyak mengurangi volume cairan, tetapi umumnya segera terjadi persalinan.

Terpajan inhibitor ACE juga dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion.1

Etiologi sekunder lainnya, misalnya pada ketuban pecah dini (premature rupture of the membrane = PROM). Penyebab sekunder biasanya dikaitkan dengan pecahnya membran ketuban, kehamilan post-term sehingga terjadinya  penurunan fungsi plasenta, gangguan pertumbuhan janin, penyakit kronis yang diderita ibu seperti hipertensi, diabetes mellitus, gangguan pembekuan darah, serta adanya penyakit autoimun seperti Lupus Eritematosus Sistemik.2

Masalah lain yang juga berhubungan dengan oligohidramnion adalah masalah karena pengobatan yang dilakukan untuk menangani tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan nama angiotensin-converting enxyme inhibitor  (contohnya captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohidramnion parah dan dapat menyebabkan kematian janin. Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan kehamilan untuk  memastikan bahwa tekanan darahnya dapat tetap terawasi baik dan pengobatan yang mereka gunakan aman diminum selama masa kehamilan.5

ABSORBSI KURANG atau KEHILANGAN CAIRAN MENINGKAT:

 Ketuban Pecah Dini (50% kasus oligohidramnion)

 PENURUNAN PRODUKSI AMNION:

 Kelainan kongenital ginjal (agenesis ginjal, displasia ginjal) dan paparan terhadap ACE inhibitor yang akan menurunkan output ginjal janin.

(16)

 Obstruksi orifisium uretra eksterna janin.

 Insufisiensi uteroplasenta (solusio plasenta, preeklampsia, sindroma  postmaturitas) menurunkan perfusi ginjal dan produksi urin.

 Infeksi kongenital  – Defek jantung janin –  NTD’s, sindroma twin to twin tranfusion, efek obat NSAID.

FAKTOR RESIKO OLIGOHIDRAMNION

Wanita dengan kondisi-kondisi di bawah ini memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi:1,2,5

1. Anomali kongenital (misalnya: agenesis ginjal, sindrom potter).

2. Retardasi pertumbuhan intra uterin.

3. Ketuban pecah dini (24-26 minggu).

DIAGNOSIS

Kecurigaan terjadinya oligohidramnion dari pemeriuksaan fisik adalah bila tinggi fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan atau dari usia kehamilan yang seharusnya. Pada pemeriksaan Ultrasonografi ditemukan:1,2

 Jumlah cairan amnion < 300 ml

 Ukuran kantung amnion vertikal ≥ 2 cm tidak ada  AFI < 95 persentile untuk usia kehamilan tertentu  Pada kehamilan aterm AFI < 5 cm

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang dapat terjadi adalah sebagai berikut:5

1) Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen. 2) Ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan janin.

(17)

4) Bunyi jantung janin sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar  lebih jelas.

5) Persalinan lebih lama daripada biasanya. 6) Pada saat his akan terasa sakit sekali.

7) Bila ketuban pecah, air ketuban yang keluar sedikit sekali bahkan tidak  ada yang keluar.

PATOFISOLOGI

Fisiologi normal

AFV (Amniotic Fluid Volume) meningkat secara bertahap pada kehamilan dengan volume sekitar 30 ml pada kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya sekitar 1L pada kehamilan 34-36 minggu. AFV menurun pada akhir trimester   pertama dengan volume sekitar 800 ml pada minggu ke-40. Berkurang lagi

menjadi 350 ml pada kehamilan 42 minggu dan 250 ml pada kehamilan 43 minggu. Tingkat penurunan sekitar 150 ml/minggu pada kehamilan 38-43 minggu. Mekanisme perubahan tingkat produksi AFV belum diketahui dengan  pasti meskipun diketahui berhubungan dengan aliran keluar-masuk cairan amnion  pada proses aktif. Cairan amnion mengalami sirkulasi dengan tingkat pertukaran

sekitar 3600 ml/jam.3,7

Faktor utama yang mempengaruhi AFV:

1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus

2. Pergerakan air dan larutan di dalam dan yang melintasi membran

(18)

Gambar 7. Amniotic Fluid Pathways

Patofisiologi

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan oligohidramnion adalah kelainan kongenital, PJT, ketuban pecah, kehamilan  post-term, insufisiensi  plasenta, dan obat-obatan (misalnya dari golongan antiprostaglandin). Kelainan kongenital yang paling sering adalah kelainan saluran kemih (kelainan ginjal  bilateral dan obstruksi uretra) dan kelainan kromosom (triploidi, trisomi 18 dan 13). Trisomi 21 jarang memberikan kelainan pada sauran kemih sehingga tidak  menimbulkan oligohidramnion. Insufisiensi plasenta oleh sebab apapun dapat menyebabkan hipoksia janin. Hipoksia janin yang berlangsung kronis akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadinya  penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang dan terjadi

oligohidramnion.2

Secara umum, oligohidramnion berhubungan dengan:

-

Ruptur membran amnion/Rupture of Amniotic Membranes (ROM)

-

Gangguan kongenital dari jaringan fungsional ginjal atau yang disebut

(19)

 Keadaan-keadaan yang mencegah pembentukan urin atau masuknya urin ke kantong amnion.

  Fetal urinary tract malformations, seperti renal agenesis, cystic dysplasia dan atresia uretra.

-

Reduksi kronis dari produksi urin fetus sehingga menyebabkan penurunan

 perfusi ginjal

 Sebagai konsekuensi dari hipoksemia yang menginduksi redistribusi cardiac output fetal.

 Pada growth-restricted fetuse, hipoksia kronis menyebabkan kebocoran aliran darah dari ginjal ke organ-organ vital lainnya.

 Anuria dan oliguria.

-

Post-term gestation

-

Penurunan efisiensi fungsi plasenta, namun belum diketahui secara pasti

-

Penurunan aliran darah dari ginjal fetus dan penurunan produksi urin fetus

Gambar 8. Patofisiologi Terjadinya Oligohidramnion

Sumber: Gabbe, Steven G. 2012. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies, 6th Ed. USA: W.B. Saunders, Elsevier.

(20)

PENATALAKSANAAN

Supaya volume cairan ketuban kembali normal, pada umumnya akan dianjurkan ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan makanan dengan asupan gizi berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah salah. Dan tidak benar bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga harus dioperasi atau  perabdominam. Bagaimanapun juga, persalinan perabdominam merupakan pilihan

terakhir pada kasus oligohidramnion.5

Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus menerus berlangsung, disarankan supaya persalinan dilakukan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran.1,7

Jika wanita mengalami oligohidramnion di saat-saat mendekati persalinan, dapat dilakukan tindakan memasukan larutan salin kedalam rahim. Infus cairan kristaloid untuk mengganti cairan amnion yang berkurang secara patologis sering digunakan selama persalinan untuk mencegah penekanan tali pusat.1

KOMPLIKASI

Oligohidramnion yang terjadi oleh sebab apapun akan berpengaruh buruk  kepada janin. Komplikasi yang sering terjadi adalah PJT, hipoplasia paru, deformitas pada wajah dan skelet, kompresi tali pusat dan aspirasi mekonium  pada masa intrapartum, dan kematian janin.2

Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan dengan adanya sindroma potter, dimana keadaan tersebut merupakan suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan  berhubungan dengan oligohidramnion. Oligohidroamnion menyebabkan bayi

(21)

tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim. Tekanan dari dinding rahim menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter). Selain itu karena ruang di dalam rahim sempit, maka anggota gerak tubuh akan menjadi abnormal atau mengalami kontraktur dan terpaku pada posisi abnormal. Oligohidroamnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru (hipoplasia paru) sehingga pada saat lahir paruu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada sindroma potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan baik karena kegagalan  pembentukan ginjal atau yang disebut agenesis ginjal bilateral ataupun karena  penyakit ginjal lainnya yang akan menyebabkan ginjal gagal berfungsi. Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan amnion sebagai urin dan dengan tidak  adanya cairan amnion menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma potter.2,5

Gejala sindrom Potter berupa:

1. 1Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,  pangkalhidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke  belakang)

2. Urin tidak terproduksi 3. Gawat pernafasan

Pulmonary hypoplasia

Oligohydrominios

Twisted skin (wrinkly skin)

Twisted face (Potter facies)

Extremities defects

(22)

Gambar 9. Sindroma Potter 

(23)

Hipoplasia paru

Hipoplasia paru dilaporkan berkaitan dengan oligohidramnion awitan dini dan terjadi pada sekitar 15% janin dengan oligohidramnion yang teridentifikasi selama dua trimester pertama. Pada kehamilan ini, terdapat beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan hipoplasia paru. Pertama, penekanan pada toraks dan pengembangan paru. Kedua, tidak adanya gerakan bernafas janin akan mengurangi aliran masuk cairan ke paru. Ketiga dan yang paling diterima mengusulkan bahwa pada keadaan oligohidramnion terjadi kegagalan menahan cairan amnion atau peningkatan aliran keluar disertai dengan gangguan  pertumbuhan dan perkembangan paru. Oleh karena itu, jumlah cairan amnion

yang dihirup oleh janin normal berperan penting dalam pertumbuhan paru.1

PROGNOSIS

Prognosis janin buruk pada oligohidramnion awitan dini dan hanya separuh janin yang bertahan hidup. Sering terjadi persalinan prematur dan kematian neonatus. Oligohidramnion berkaitan dengan pelekatan antara amnion dan bagian-bagian janin serta dapat menyebabkan cacat serius termasuk amputasi. Selain itu, dengan tidak adanya cairan amnion, janin mengalami tekanan dari semua sisi dan menunjukkan penampilan yang aneh disertai cacat muskuloskeletal seperti jari tabuh.1

Indeks cairan amnion yang kurang dari 5 cm setelah 34 minggu berkaitan dengan peningkatan risiko kelainan hasil akhir janin. Sebagai contoh, kehamilan dengan indeks cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar  mengalami deselerasi denyut jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres  janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang dari 7.1

(24)

BAB III

ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas Pasien

Identitas Pasien

 No. RM : 01218148

 Nama : Ny. Priantih Marulloh

Usia : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl. H. Saleh RT 06/RW 07 Cienere, Limo, Depok 

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : Tamat SMP

Status pernikahan : Menikah

Suami Pasien

 Nama : Tn, Marulloh

Usia : 38 tahun

Pekerjaan : Pegawai

(25)

3.2 Anamnesis

Autoanamnesis pada tanggal 19 Maret 2013, pk 14.45 WIB

3.2.1 Keluhan Utama

Pasien dirujuk dari puskesmas Cilandak karena anemia (Hb 8.8 g/dl).

3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien mengaku hamil 9 bulan. HPHT 10-06-2012, TP 17-03-2013 sesuai usia kehamilan 40 minggu. Pasien mengaku ANC rutin di  puskesmas setiap bulan. USG dilakukan 1x saat usia kehamilan 36 minggu, dikatakan keadaan janin baik. Keluhan dengan mulas (-), keluar air-air (-), keluar lendir darah 10 jam SMRS. Keputihan (+) sejak 1 minggu SMRS berwarna putih susu, berbau dan gatal namun sudah diobati dan keluhan membaik. Keluhan lemas, pusing, sakit kepala, pandangan kabur, sesak, dan nyeri dada disangkal oleh pasien. Gerak janin aktif (+), riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya (-). BAK dirasakan lebih sering, BAB normal. 4 hari SMRS pasien diperiksan di puskesmas Cilandak dan dikatakan Hb 8.8 g/dl kemudian  pasien dirujuk ke poli kebidanan RSUP Fatmawati, tidak dilakukan transfusi hanya perubahan diet kalori. Pasien mengaku selama kehamilan Hb berkisar 9-10 g/dl.

3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu

Hipertensi (-), DM (-), anemia (-), hepatitis (-), penyakit jantung (-), kelainan ginjal (-), asma (-), alergi makanan seafood (+), PMS (-).

3.2.4 Riwayat Operasi/Riwayat Rawat Inap

Pasien tidak pernah dioperasi dan dirawat di rumah sakit.

3.2.5 Riwayat Penyakit Keluarga

Hipertensi ), DM ), penyakit jantung ), kelainan ginjal ), asma (-), alergi (-).

(26)

3.2.6 Status Pernikahan

Pasien menikah 1x, usia pernikahan 11 tahun hingga saat ini.

3.2.7 Riwayat Menstruasi

Menarche di usia 13 tahun, siklus 28 hari, lamanya 4-5 hari, teratur, ganti pembalut 2-3x/hari. HPHT: 10-6-2012.

3.2.8 Riwayat Kehamilan

1. Tahun 2002, lahir spontan, bayi perempuan, BL 3000 gram, usia kehamilan 9 bulan, ditolong oleh bidan di RB, kondisi saat ini sehat.

2. Hamil ini.

3.2.9 Riwayat KB

Pasien menggunakan KB suntik setiap 3 bulan (dilakukan rutin selama 7 tahun terakhir).

3.2.10 Riwayat Asuhan Antenatal

Pasien rutin periksa kehamilan di puskesmas Cilandak setiap bulan, USG 1x dikatakan perkembangan janin baik.

3.3 Pemeriksaan Fisik  3.3.1 Status Generalis

Keadaan umum : Baik 

Kesadaraan : Compos mentis

Tanda Vital :

-

TD : 100/70 mmHg

-

 Nadi : 116 x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup

-

Pernapasan : 20 x/menit, reguler 

-

Suhu : 36.5 ºC

BB : 58 kg

(27)

IMT : 24.7 (Gizi baik)

Kepala : Normochepali

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)

Telinga : Normotia, serumen (+/+), sekret (-/-)

Tenggorokan : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1

Leher : Pembesaran KGB (-), kelenjar tiroid tidak teraba membesar 

Pemeriksaan Thorax

Paru : Suara napas vesikuler (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Jantung : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-).

Mammae : Simetris, retraksi puting (-/-), benjolan (-/-)

Abdomen : Perut membuncit sesuai usia kehamilan, striae gravidarun (+), BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien tidak teraba membesar 

Ekstremitas : Akral hangat, CRP < 3 detik, edema (-), atrofi otot (-)

Kulit : Tidak sianosis

3.3.2 Status Obstetri

TFU : 23cm, puka, HIS : (-), Kontraksi : Tidak ada, DJJ : 146 dpm

Inspeksi : v/u tenang, perdarahan (-)

(28)

VT : Portio kenyal, posterior, t 3cm,  (-), ketuban (-),

kepala H I-II

RT : Tidak dilakukan

3.4 Pemeriksaan Penunjang 3.4.1 Pemeriksaan USG

Kehamilan intra uterin, janin presentasi kepala tunggal hidup.

BPD: 9,5 mm/HC: 35,0 mm/AC: 34,1 mm/FL: 7,7 mm/ICA: 3,9/SDAU: 2,09

TBJ 3454 gr, plasenta berimplantasi di korpus depan, oligohidramnion berat, terdapat lilitan tali pusat di l eher.

Kesan: Janin tunggal hidup presentasi kepala, sesuai kehamilan 40 minggu, lilitan tali pusat 1x, oligohidramnion.

Saran: Terminasi kehamilan dan cari penyebab anemia.

3.4.2 Pemeriksaan CTG

Frekuensi dasar: 140 dpm; Variabilitas: 5-25 dpm; Akselerasi: (+); Deselerasi: (-); His: (+); Gerak Janin: (+).

(29)

Kesan: Reassuring.

Hasil pemeriksaan OCT: (-)

3.4.3 Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL RUJUKAN

HEMATOLOGI Hemoglobin 11.0 11.7- 15.5 g/dl Hematokrit 33 33-45 % Lekosit 7.0 5-10 rb/ul Trombosit 267 150-440rb/ul Eritrosit 4.20 3.80-5.20 jt/ul VER  79.2 80-100 fl HER 26.1 26-34 pg KHER 33.0 32-36 g/dl RDW 18.8 11.5-14.5 %

(30)

HEMOSTASIS

APTT 23.3 27.4-39.3 detik 

Kontrol APTT 34.2 detik 

PT 12.4 11.3-14.7 detik 

Kontrol PT 13.7 detik 

INR 0.88

-DIABETES

Gula Darah Sewaktu 83 70-140 mg/dl

ELEKTROLIT

 Natrium Tidak diperiksa 135-147 mmol/l

Kalium Tidak diperiksa 3.10-5.10 mmol/l

Klorida Tidak diperiksa 95-108 mmol/l

HEPATITIS

HbsAg Tidak diperiksa

Anti HCV Tidak diperiksa

SERO IMUNOLOGI

Golongan Darah A/Rhesus (+)

URINALISA

Urobilinogen 0.2 < 1 E.U./dl

Protein Urine Negative Negative

Berat Jenis 1.025 1.005-1.030

Bilirubin Negative Negative

Keton Negative Negative

 Nitrit Negative Negative

 pH 6.0 4.8-7.4

Lekosit Negative Negative

Darah/HB Negative Negative

Glukosa Urin/Reduksi Negative Negative

Warna Yellow Yellow

Kejernihan Clear Clear 

SEDIMEN URIN

Epitel 1+

-Lekosit 1-2 0-5 /LPB

Eritrosit 1-2 0-2 /LPB

Silinder Negative Negative /LPK 

Kristal Negative Negative

(31)

Lain-Lain Negative Negative

3.5 Resume

 Ny. Priantih, usia 30 tahun, mengaku hamil 9 bulan. HPHT 10-06-2012, TP 17-03-2013 sesuai usia kehamilan 40 minggu. Pasien mengaku ANC rutin di puskesmas setiap bulan. USG dilakukan 1x saat usia kehamilan 36 minggu, dikatakan keadaan janin baik. Keluhan dengan mulas (-), keluar air-air (-), keluar lendir darah 10 jam SMRS. Keputihan (+) sejak 1 minggu SMRS berwarna putih susu, berbau dan gatal namun sudah diobati dan keluhan membaik. Keluhan lemas, pusing, sakit kepala,  pandangan kabur, sesak, dan nyeri dada disangkal oleh pasien. Gerak janin aktif (+), riwayat hipertensi dalam kehamilan sebelumnya (-). BAK  dirasakan lebih sering, BAB normal. 4 hari SMRS pasien diperiksan di  puskesmas Cilandak dan dikatakan Hb 8.8 g/dl kemudian pasien dirujuk 

ke poli kebidanan RSUP Fatmawati karena anemia, tidak dilakukan transfusi hanya perubahan diet kalori. Pasien mengaku selama kehamilan Hb berkisar 9-10 g/dl. Pasien menikah 1x hingga saat ini, mempunyai 1 orang anak hidup, riwayat KB suntik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan TFU: 23cm, puka, HIS: (-), kontraksi: tidak ada, DJJ: 146 dpm. Inspeksi: v/u tenang, perdarahan (-). Inspekulo: portio livid, oue tertutup, flx (-), flr (+). VT: portio kenyal,  posterior, t 3cm,  (-), ketuban (-), kepala H I-II. Pada pemeriksaan

 penunjang didapatkan hasil USG: janin tunggal hidup presentasi kepala, sesuai kehamilan 40 minggu, lilitan tali pusat 1x, oligohidramnion. CTG Reassuring. Hasil pemeriksaan OCT negative. Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 11.0 g/dl dan APTT 23.3 detik.

3.6 Diagnosis

Ibu: G2 P1 A0 Hamil 40 minggu JPKTH, oligohidramnion, serviks belum matang, belum inpartu.

(32)

3.7 Penatalaksanaan Rdx/

-

Observasi tanda vital (TD, N, RR, Suhu) per jam

-

Observasi HIS, DJJ per 30 menit

-

CTG

-

Cek DPL, UL, GDS, PT/APTT

Rth/ Terminasi kehamilan sesuai CTG:

-

CTG Reassuing: terminasi kehamilan pervaginam bila hasil

 pemeriksaan OCT (+) SC CITO

 pemeriksaan OCT (-) induksi misoprostol 4 x 2 mcg pv

-

CTG Non-Reassuring: terminasi kehamilan perabdominan  SC

CITO

Red/ Menjelaskan rencana di atas kepada keluarga pasien.

3.8 Prognosis

Prognosis ibu: ad bonam. Prognosis janin: ad bonam.

3.9 Hasil

Lahir spontan bayi laki-laki, berat lahir 3400 gram, panjang badan 51 cm, skor Apgar 9/10. Cairan ketuban berwarna keruh, jumlah sedikit. Lahir plasenta lengkap. Rupture grade II dilakukan perineorafi dan hemostasis. Alat Keluarga Berencana yang dipasang IUD Post Plasenta. Saat ini ibu dan bayi dalam keadaan baik di ruangan rawat gabung, sudah  pulang setelah 3 hari perawatan (19 Maret 2013 - 21 Maret 2013).

(33)

BAB IV

ANALISA KASUS

Berkurangnya volume cairan amnion disebut oligohidramnion dan secara sonografis didefinisikan sebagai indeks cairan amnion (AFI) 5 cm atau kurang.1 Pada pasien ini dengan kehamilan 40 minggu didapatkan indeks cairan amnion (ICA) 3,9 cm. Hal ini sudah termasuk ke dalam kriteria oligohidramnion. Pada  pemeriksaan fisik juga didapatkan TFU 23 cm yang sesuai dengan diagnosis terjadinya oligohidramnion yaitu bila tinggi fundus uteri lebih rendah dari yang diharapkan.

Oligohidramnion hampir selalu tampak jelas jika terdapat obstruksi saluran kemih janin atau agenesis ginjal. Pada sonografi tidak terlihat ginjal, dan kelenjar adrenal biasanya membesar dan menempati fosa ginjal. Tanpa ginjal, tidak ada pembentukan urin, dan terjadi oligohidramnion berat yang menyebabkan hipoplasia paru, kontraktur ekstremitas, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian.1 Pada hasil USG pasien ini didapatkan perkembangan janin dan gerak  napas janin dalam batas normal. Sehingga tidak ada kelainan pada janin seperti agenesis ginjal, hipoplasia paru ataupun kontraktur ekstremitas.

(34)

Prognosis pada ibu dan janin pada kasus ini adalah ad bonam, karena kehamilan sudah memasuki aterm dan perkembangan serta TBJ janin dalam keadaan normal yang mengindikasikan janin dapat adekuat untuk dilahirkan.  Namun, memang perlu dilakukan terminasi kehamilan segera karena kehamilan

dengan indeks cairan amnion intrapartum kurang dari 5 cm berisiko besar  mengalami deselerasi denyut jantung janin variabel, sesar atas indikasi distres  janin, dan skor Apgar 5 menit yang kurang dari 7.1

Terminasi kehamilan yang dilakukan pada kasus ini dengan cara  pervaginam karena hasil pemeriksaan CTG Reassuring dan pemeriksaan OCT (-). Pada pasien ini serviks belum matang dan belum ada tanda inpartu maka dilakukan induksi dengan Misoprostol (Cytotec) dengan pemberian secara intravagina dengan dosis 25 µg pada fornix posterior dan dapat diulang  pemberiannya setelah 6 jam bila masih belum terdapat kontraksi uterus. Bila dengan dosis 2 x 25 µg masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis 50 µg. Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4 x 50 µg (200 µg).

Dosis 50 µg sering menyebabkan :

Tachysystole uterin

 Mekonium dalam air ketuban

(35)

Pada bayi tidak didapatkan sindroma Potter seperti wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang melebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang), twisted skin/wrinkly skin, hipoplasia paru, defek ekstremitas, dan agenesis ginjal.1,2 Lahir spontan bayi laki-laki dengan berat lahir 3400 gram, panjang badan 51 cm, dan skor Apgar 9/10.

(36)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Oligohidramnion adalah suatu keadaan abnormal dimana volume cairan amnion kurang dari normal. Volume ketuban normal seharusnya mencapai 300 -500 ml, tetapi pada kasus oligohidramnion volume air ketuban kurang dari normal. Penyebab keadaan ini belum sepenuhnya dipahami. Secara umum, oligohidramnion yang terjadi pada awal kehamilan jarang dijumpai dan sering memiliki prognosis buruk. Sebaliknya, berkurangnya volume cairan mungkin cukup sering ditemukan pada kehamilan yang berlanjut melewati aterm. Resiko  penekanan tali pusat dan pada gilirannya distres janin, meningkat akibat  berkurangnya cairan amnion pada semua persalinan, apalagi kehamilan postmatur. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat oligohidramnion adalah agenesis ginjal, hipoplasia paru, defek muskuloskeletal, wajah tertekan yang khas, dan akhirnya kematian janin.

5.2 Saran

Ibu hamil disarankan untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan makanan dengan asupan gizi yang seimbang. Ibu hamil juga direkomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan lebih sering untuk  mengamati perkembangan janin dan apakah jumlah cairan ketuban terus  berkurang atau tidak. Jika indikasi berkurangnya cairan ketuban tersebut terus menerus berlangsung, disarankan agar ibu hamil segera ke dokter agar dilakukan terminasi kehamilan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah komplikasi selama persalinan dan kelahiran.

Gambar

Gambar 1. Embriologi Kavum Amnion
Gambar 3. Proses Absorbsi Cairan Amnion
Gambar 4. Perubahan Volume Cairan Amnion Selama Kehamilan
Gambar 5. Pengukuran Cairan Amnion
+5

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Kesimpulan : Dijumpai hubungan yang bermakna antara resistensi insulin dengan peningkatan jumlah cairan ketuban pada kehamilan 28-40 minggu.. Kata kunci : Resistensi insulin,

Populasi penelitian ini adalah semua ibu hamil dengan usia kehamilan ≥ 37 minggu, pada wanita ketuban pecah dini sebagai kelompok studi dan wanita.. yang tidak

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan

Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah, 70% kasus

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada

Ketuban pecah dini adalah keluarnya cairan berupa air dari vagina setelah kehamilan berusia 22 minggu sebelum proses persalinan berlangsung dan dapat terjadi pada kehamilan

Plasenta : Letak Plasenta normal Ketuban : Jumlah air ketuban berkurang A : Diagnosis : G3P2002 usia kehamilan 40 minggu janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala dengan

Ini berarti bayi yang lahir pada usia kehamilan 37 minggu tetapi memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram, tidak sesuai dengan masa kehamilannya.. Masalah ini muncul karena