• Tidak ada hasil yang ditemukan

Alkil Halida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Alkil Halida"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK

Percobaan 5

ALKIL HALIDA

Reaksi Substitusi Nukleofilik

Nama : Alzrin Aulyna

NIM : 13012031

Kelompok : 2 (grup shift Rabu pukul 13.00) Tanggal Praktikum : 26 Februari 2014

Tanggal Pengumpulan : 5 Maret 2014

Asisten : Putra Perdana Hatta Pafirla (10511079)

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2014

(2)

2 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)

PERCOBAAN 05

I. Judul Percobaan

: Alkil Halida (Reaksi Subtitusi Nukleofilik)

II. Tujuan Percobaan

:

 Menentukan pengaruh struktur terhadap kereaktifan terhadap reaksi SN1 dan SN2

 Menetukan pengaruh pelarut terhadap kereaktifan terjadinya reaksi SN1

III. Teori Dasar

:

Reaksi substitusi adalah suatu reaksi penggantian gugus fungsional pada senyawa kimia tertentu dengan gugus fungsional yang lain. Dalam kimia organik, terdapat dua reaksi substitusi yang banyak digunakan. Bila reaksi substitusi melibatkan nukleofil, maka reaksi disebut substitusi nukleofilik (SN), dimana S menyatakan substitusi dan N menyatakan nukleofilik. Substitusi

nukleofilik terjadi ketika reagen yang berperan adalah suatu nukleofil. Nukleofil adalah molekul yang dapat menyumbangkan sepasang elektron membentuk ikatan kimia dalam reaksi. Suatu nukleofil bereaksi dengan zat alifatik pada reaksi substitusi nukleofilik alifatik. Reaksi substitusi ini dapat melalui dua macam mekanisme, yaitu SN1 dan SN2. Suatu alkil halida, R-X (dengan X =

halogen), bertindak sebagai reaktan atau ‘substrat’ di dalam hampir semua reaksi substitusi nukleofilik. Reaksi substitusi alkil halida dengan nukleofil dapat terjadi oleh suatu jalur SN1 atau

jalur SN2. Ketika zat yang bereaksi merupakan senyawa aromatik, maka reaksi yang terjadi

disebut dengan reaksi substitusi nukleofilik aromatik. Turunan asam karboksilat bereaksi dengan nukleofil dalam substitusi asil nukleofilik.

Dalam mekanisme SN1, ikatan C-halogen yang pertama kali putus, dan menghasilkan suatu

karbokation, yang kemudian bereaksi dengan suatu pelarut yang bersifat nukleofilik untuk membentuk ikatan baru. Fokus dari mekanisme ini adalah pada tahap pertama, yaitu pembentukan suatu karbokation dan ion halida,sehingga rekasi SN1 disebut sebagai reaksi

solvolisis. Semakin tersubstitusi suatu karbokation, maka semakin stabil karbokation tersebut (mengarah pada semakin cepatnya reaksi bila karbokationnya semakin banyak tersubstitusi). Pelarut yang baik digunakan pada reaksi SN1 adalah pelarut dengan sifat polarisasi dielektrik yang

tinggi untuk menstabilkan ion-ion yang terbentuk sehingga mengurangi energi yang dibutuhkan untuk membentuk ion-ion tersebut. Proses SN2 merupakan suatu reaksi penggantian gugus fungsi

dalam senyawa, oleh suatu nukleofil, Nu:-, yang mendekati substrat dari arah yang berlawanan dengan ikatan C-Y, seiring dengan lepasnya anion Y-. Laju reaksi SN2 meningkat dengan

(3)

3 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)

dan –CN dan I- (merupakan nukleofil yang kuat). Mekanisme reaksi lebih menyukai apabila substrat memiliki struktur terbuka dan tak terhalangi dari serangan nukleofil. Rintangan yang meningkat di sekitar karbon yang terhalogenasi mengurangi laju reaksi SN2. Sehingga, secara

progresif, urutan kereaktifan substrat yang makin berkurang terhadap mekanisme reaksi SN2

adalah alkil halida 10, 20 dan lalu 30. Pelarut yang digunakan pada reaksi SN2 adalah pelarut yang

bersifat aprotik.

IV. Prinsip Percobaan

:

Pada percobaan ini digunakan 4 senyawa alkil halida yang memiliki perbedaan dalam struktur senyawanya, yaitu letak alkil halida dalam tersebut. Senyawa yang akan diuji tersebut adalah 1-klorobutana yang merupakan alkil halida primer (halida terikat pada C primer), 2-klorobutana yang merupakan alkil halida sekunder (halida terikat pada C sekunder), ters-butilklorida yang merupakan alkil halida tersier (halida terikat pada C tersier), dan 2-bromobenzena yang merupakan alkil halida dengan gugus alkil merupakan senyawa siklik aromatik benzena. Pemilihan zat-zat tersebut ditujukan untuk mengetahui kereaktifan setiap zat dengan berbagai letak gugus halida untuk membentuk reaksi substitusi yang akan terjadi, SN1

atau SN2.

Untuk mengetahui kereaktifan senyawa alkil halida dalam membentuk reaksi SN1 dilakukan suatu perlakuan yaitu dengan menambahkan larutan Perak Nitrat (AgNO3) dalam

etanol kedalam setiap senyawa alkil halida dalam tabung reaksi. Pada percobaan ini, etanol berfungsi sebagai pelarut. Etanol dipilih karena merupakan pelarut protik sehingga memiliki kemampuan melakukan ikatan hidrogen yang akan membuat kestabilan khusus untuk ion halida mulai dari saat terbentuknya ion. Pada tahap pertama dalam mekanisme Sn1 yaitu tahap pembentukan ion, sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut polar yaitu etanol yang digunakan pada percobaan ini. Selain itu, etanol dapat melarutkan substrat alkil halida. Penambahan AgNO3 bertujuan sebagai indikator terjadinya reaksi SN1. Saat AgNO3

ditambahkan maka ion Ag+ akan membentuk endapan dengan ion halida ketika ion tersebut mulai terpisah dari substratnya. Terbentuknya endapan inilah yang menjadi indikator terjadinya reaksi SN1. Waktu terjadinya pembentukan endapan ini digunakan indikator laju reaksi SN1 yang

terjadi Selain itu garam AgNO3 dipilih karena memiliki anion yang merupakan nukleofil yang

lemah yaitu NO3- sehingga tidak akan mampu bersaing dengan nukleofil halida yang bersifat kuat.

Jika anion yang digunakan adalah nukleofil yang lebih kuat daripada nukleofil yang digunakan maka reaksi SN2 dapat terjadi. Pada percobaan terdapat perlakuan untuk dilakukan pemanasan

(4)

4 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)

mempercepat laju reaksi yang terjadi sehingga dapat diidentifikasi substrat alkil halida yang tidak akan mengalami reaksi SN2 (tidak membentuk endapan meskipun telah dipanaskan) karena beberapa substrat akan membentuk reaksi SN2 dengan waktu yang cukup lama. Selain itu,

dilakukan pula percobaan dengan pelarut yang berbeda yaitu etanol:air = 1:1 untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kepolaran pelarut terhadap laju reaksi SN1. Pelarut etanol memiliki kepolaran yang lebih rendah dibandingkan campuran pelarut etanol:air =1:1.

Selain itu, untuk mengetahui pengaruh pelarut terhadap kereaktifan reaksi SN1 (solvolisis)

dilakukan percobaan dengan menggunakan beberapa campuran pelarut dengan komposisi yang berbeda-beda. Pelarut yang digunakan adalah etanol, metanol dan aseton. Prinsip percobaan ini adalah membandingkan laju solvolisis pelarut dalam reaksi SN1 berdasarkan fakta bahwa akan

terbentuk suatu asam kuat yang dilepaskan dalam reaksi tersebut. Untuk menentukan waktu ketika reaksi berlangsung selama selang waktu tertentu, sejumlah basa ditambahkan ke dalam campuran reaksi untuk menetralisasi sejumlah kecil fraksi asam yang dihasilkan. Basa yang digunakan adalah NaOH, namun dalam jumlah yang sedikit. Sehingga dengan penambahan indikator fenolftalein, dapat terlihat laju solvolisis yang terjadi. Pada percobaan, kedalam setiap campuran pelarut ditambahkan fenolftalein, maka larutan akan berwarna sedikit ungu disebabkan larutan bersifat basa (terdapat NaOH) yang kemudian akan ditambahkan substrat alkil halida (ters-butilklorida). Saat reaksi SN1 terjadi, maka campuran reaksi perlahan-lahan akan

semakin asam yang merupakan hasil reaksi SN1 yang membuat warna larutan menjadi bening.

Perbedaan waktu untuk mencapai warna larutan yang bening dapat menjadi indikator pelarut yang baik dalam proses SN1. Substrat ters-butilklorida dipilih karena merupakan alkil halida tersier

yang secara teori memiliki laju reaksi solvolisis yang tinggi sehingga mudah diamati. Pada percobaan dilakukan pemanasan pada penangas air dengan tujuan agar laju reaksi menjadi lebih cepat.

Selain reaksi SN1, dilakukan pengujian juga terhadap kereaktifan SN2 dengan perlakuan

penambahan larutan larutan NaI 18% dalam aseton. Pada percobaan ini, aseton berfungsi sebagai pelarut dan NaI 18% sebagai nukleofil yang menyerang substrat alkil halida (I-) dan sebagai indikator terjadinya reaksi SN2. Pelarut aseton digunakan karena memiliki polarisasi

dielektrik yang rendah sehingga tidak disukai dalam reaksi solvolisis SN1. Aseton juga bersifat

aprotik sehingga tidak dapat membentuk ikatan hidrogen sehingga mempermudah mekanisme reaksi SN2 karena mencegah ion Iodida (sebagai nukleofil pada percobaan) dapat tersolvolisis

oleh pelarut sebelum reaksi terjadi. Ion Iodida dipilih sebagai nukleofil karena merupakan nukleofil yang kuat karena keelektronegatifannya yang relatif lebih rendah dibandingkan halida lain dan secara teori nukleofil yang kuat dibutukan dalam proses penggantian dalam reaksi SN2.

(5)

5 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031)

Kation Na+ sebagai pasangan I- digunakan sebagai indikator karena kelarutan NaI dalam aseton besar namun berbeda dengan NaBr dan NaCl yang kelarutannya sangat kecil sehingga akan membentuk endapan dalam aseton. Substrat alkil halida yang digunakan pada percobaan ini mengandung Cl dan Br, sehingga saat terjadi proses SN2, maka akan terbentuk ion yang lepas dari

substrat dan membentuk ikatan dengan Na sehingga terbentuklah endapan. Waktu terjadinya pembentukan endapan ini digunakan indikator laju reaksi SN2 yang terjadi. Pada percobaan ini

dilakukan pemanasan dalam penangas air jika tidak terjadi endapan dalam 5 menit dengan tujuan mempercepat laju reaksi yang terjadi sehingga dapat diidentifikasi substrat alkil halida yang tidak akan mengalami reaksi SN2 (tidak membentuk endapan meskipun teah dipanaskan) karena

beberapa substrat akan membentuk reaksi SN2 dengan waktu yang cukup lama.

V. Data Pengamatan :

A. Pengaruh struktur alkil halida terhadap kereaktifan reaksi SN1 dan SN2 a. Natrium Iodida dalam aseton

Zat + NaI dalam aseton T (sekon) ΔTt (0C) t ΔT

(sekon) (Akumulatif) 1-klorobutana Terbentuk endapan

putih di dinding tabung setelah

dipanaskan

300 35 660

2-klorobutana Tidak terjadi perubahan 300 35 600 ters-butilklorida Sebelum dipanaskan

berubah warna menjadi jingga (tanpa endapan) Setelah dipanaskan warna jingga menjadi lebih pekat (tanpa endapan)

300 35 606

2-bromobenzena Warna sedikit lebih pekat setelah dipanaskan

(6)

6 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031) b. Larutan Perak Nitrat dalam etanol

c. Larutan Perak Nitrat dalam etanol dan etanol:air =1:1

B. Pengaruh pelarut terhadap kereaktifan reaksi SN1 (Solvolisis)

Zat + AgNO3 dalam etanol t (sekon) ΔTt (˚C)

tΔT (sekon) (akumulatif) 1-klorobutana Warna menjadi keruh

(setelah dipanaskan)

300 35 660

2-klorobutana Warna menjadi keruh (setelah dipanaskan)

300 35 600

Ters-butilklorida Terbentuk endapan putih (tanpa dipanaskan)

12,99 (NA) (NA) 2-bromobenzena Tidak terjadi perubahan

setelah dipanskan

300 35 660

Zat + AgNO3 dalam etanol + AgNO3 dalam etanol:air =1:1 Pengamatan t (sekon) Pengamatan t (sekon) ters-butilklorida Bening, ada

endapan

252 Keruh, ada endapan

243

Perbandingan pelarut : air

50:50 60:40 70:30 mL pelarut 1,0 1,2 1,4 mL air 1,0 0,8 0,6 Pelarut Waktu Etanol 637,2 536,7 318,2 Metanol 177 437,3 493,8 Aseton - 1053,6 2995,2

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

11 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031) VII. Kesimpulan

 Urutan kereaktifan struktur alkil halida terhadap reaksi SN1 adalah alkil halida primer (paling reaktif), alkil halida sekunder, lalu alkil halida tersier (tidak reaktif membentuk SN1) sedangkan urutan kereaktifan struktur alkil halida terhadap reaksi SN2 adalah alkil halida tersier (paling reaktif), alkil halida sekunder dan alkil halida primer(tidak reaktif membentuk SN2) kemudian halida yang berada dalam benzena (pada percobaan bromobenzena) tidak reaktif untuk membentuk reaksi SN1 dan SN2 karena substitusi yang cenderung terjadi pada gugus aromatik adalah substitusi elektrofilik.

 Pelarut yang baik digunakan dalam reaksi SN1 adalah metanol:air=50:50, namun pelarut yang laju reaksinya meningkat seiring penambahan komposisi adalah etanol (70:30), lalu aseton(paling tidak baik) dilihat berdasarkan kepolarannya.

VIII. Daftar Pustaka

Lipeng Sun1, Kihyung Song2, and William L. Hase1,*(2002).” A SN2 Reaction That Avoids Its

Deep Potential Energy Minimum”. Journal of Science. Vol. 296 no. 5569 pp. 875-878. Kimia Organik [online], (http://www.ilmukimia.org/2013/04/kimia-organik.html, diakses

tanggal 28 Februari 2014)

Nucleophilic Aromatic Substituion, [online], http://highered.mcgrawhill.com/sites/dl/free/ 0073375624/825564/Nucleophilic_Aromatic_Substitution.pdf (diakses tanggal 1 Maret 2014 dari JOC-Journal of Organis Chemistry)

Perbedaan Mekanisme Reaksi Substitusi , [online], (http://www.ilmukimia.org /2013 /04/perbedaan -mekanisme-sn2-sn1-e1-dan-e2.html, diakses tanggal 28 Februari 2014 pukul 15.30)

Reaksi Substitusi, 2013, [online], (http://www.ilmukimia.org/2013/05/reaksi-substitusi.html, diakses tanggal 28 Februari 2014 pukul 15.00)

Solomons, T.W Graham and Craig B.Fryhle. 2011.Organic Chemistry Tenth Edition. New York : John Wiley and Sons. Halaman 234-243.

(12)

12 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031) Reaksi 1-klorobutana dengan NaI dan AgNO3( dalam

etanol)

Reaksi 2-klorobutana dengan NaI dan AgNO3( dalam etanol)

Reaksi tert-butilklorida dengan NaI dan AgNO3( dalam etanol)

Reaksi 2-bromobenzena dengan NaI dan AgNO3( dalam etanol)

Perbandingan pelarut AgNO3 dalam etanol dan etanol:air = 1:1

IX. Lampiran

(13)

13 | Laporan Praktikum Kimia Organik (13012031) B. Data Fisik dan Kimia

Mm(gram/mol) Titik didih (0C) Kerapatan (g/cm3) Sifat 1-klorobutana 92,57 78 0,89 Nonpolar, bercampur dengan metanol Ters-butilklorida 92,57 51 0,84 Nonpolar,cairan bening

Bromobenzena 157,01 156 1,459 Larut dalam

pelarut nonpolar

2-klorobutana 92,57 70 0,873 Sukar larut dalam

air,nonpolar

Aseton 58,08 56 - Tidak berwarna,

mudah terbakar

Perak nitrat 169,87 - 4,35 Larut dalam

etanol dan aseton

Etanol 46,07 78,4 0,789 Mudah menguap

NaOH 39,997 1388 2,13 Larut dalam

etanol dan larut dalam metanol (kecil)

1-bromobutana 137,02 103 1,2676 Nonpolar, bening,

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian, Siswa dalam kelompok membaca materi tentang senyawa karbon, kekhasan atom karbon, atom karbon primer, sekunder, dan tersier serta struktur dan tatanama

Denaturasi protein adalah kondisi di mana struktur sekunder, tersier maupun kuartener kondisi di mana struktur sekunder, tersier maupun kuartener dari suatu protein mengalami

 Mahasiswa mampu melakukan reaksi warna, reaksi kristalisasi dari golongan alkohol dan phenol..  Rumus alkohol primer, sekunder dan tersier..  Indeks bias: semakin banyak atom

(FOLIKEL PRIMORDIAL, PRIMER, SEKUNDER, DAN TERSIER).

Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa struktur perekonomian Kabupaten Wonosobo tahun 1999-2000 didominasi oleh sektor-sektor primer,sekunder dan tersier tetapi yang

Denaturasi protein terjadi karena adanya pengaruh asam, basa dan pemanasan yang dapat merubah struktur primer, sekunder, dan tersier dari protein,sehingga saat di

QUARTENER susunan kompleks yang terdiri dari dua atau lebih rantai polipeptida, yang setiap rantainya bersama dengan struktur primer, sekunder, dan tersier membentuk satu

Materi buku ini meliputi Panjang Ikatan dan Energi Ikatan, Momen dipol dan Efek Induksi, Efek Mesomeri dan Efek Sterik, Mekanisme Reaksi, Reaksi Penataan Ulang, Alkil Halida dan