• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT-I RUU TENTANG APARATRUR SIPIL NEGARA KAMIS, 22 SEPTEMBER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT-I RUU TENTANG APARATRUR SIPIL NEGARA KAMIS, 22 SEPTEMBER"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT-I RUU TENTANG APARATRUR SIPIL NEGARA

KAMIS, 22 SEPTEMBER 2011 --- Tahun Sidang : 2011-2012 Masa Persidangan : I Rapat Ke : -- Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Rapat Kerja

Dengan : Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara & Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri (diwakili) dan Menteri Hukum dan HAM (diwakil)

Hari/Tanggal : Kamis, 22 September 2011 Pukul : 09.00 WIB - selesai

Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara/KK.III) Ketua Rapat : Dr. H. Chairuman Harahap,SH.,MH/Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Arini Wijayanti, SH.,MH/Kabag.Set Komisi II DPR RI Acara : 1. Pengesahan Mekanisme dan Jadwal Pembahasan;

2. Penjelasan DPR RI atas RUU tentang Aparatur Sipil Negara dan Penyampaian Pandangan & Pendapat Presiden/ Pemerintah terhadap RUU tentang Aparatur Sipil Negara Kehadiran : 32 dari 48 Anggota Komisi II DPR RI

16 orang izin

HADIR :

Dr. H. Chairuman Harahap, SH.,MH Ganjar Pranowo

Dr. Drs. H. Taufiq Effendi, MBA Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si Drs. H. Abdul Gafar Patappe H. Abdul Wahab Dalimunte, SH Khatibul Umam Wiranu, M.Hum Ignatius Mulyono

Drs. Ramadhan Pohan, MIS Dra. Gray Koes Moertiyah, M.Pd Paula Sinjal, SH

Ir. Nanang Samodra KA, M.Sc

Drs. Agun Gunandjar Sudarsa, Bc IP.,M.Si Hj. Nurokhmah Ahmad Hidayat Mus Drs. H. Murad U. Nasir, M.Si

Agustina Basik-Basik, S.Sos.,MM.,M.Pd

T. Gayus Lumbuun Alexander Litaay Dra. Eddy Mihati, M,Si

Budiman Sudjatmiko, M.Sc.,M.Phill Dr. Yasona H. Laoly, SH.,MH Zainun Ahmadi

Hermanto, SE.,MM Aus Hidayat Nur

Drs. H. Rusli Ridwan, M.Si Drs. H. Fauzan Syai e Drs. H. Nu man Abdul Hakim Dr. AW. Thalib, M.Si

Drs. H. Akhmad Muqowam Abdul Malik Haramain, M.Si Mestariany Habie, SH

Drs. H. Harun Al-Rasyid, M.Si

IZIN :

Drs. H. Djufri

Gede Pasek Suardika, SH.,MH Rusminiati, SH

Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM Nurul Arifin S.IP.,M.Si

Drs. Taufiq Hidayat, M.Si

Dr. Hj. Mariani Akib Baramuli, MM Arif Wibowo

H. Rahadi Zakaria, S.IP.,MH Drs. Almuzzamil Yusuf Agus Purnomo, S.IP TB. Soenmandjaja.SD

H. Chairul Naim, M.Anik, SH.,MH Dra. Hj. Ida Fauziyah

Miryam S. Haryani, SE.,M.Si Drs. Akbar Faizal, M.Si

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri

(2)

I. PENDAHULUAN

Rapat Kerja Komisi II DPR RI dalam rangka Pembicaraan Tingkat-I Pembicaraan Pendahuluan atas Rancangan Undang-Undang tentang Aparatur Sipil Negara dibuka pukul 10.15 WIB oleh Ketua Komisi II DPR RI, Yth. Dr. H. Chairuman Harahap, SH.,MH/F-PG

II. POKOK-POKOK PEMBICARAAN

PENJELASAN DPR RI ATAS RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA RUU tentang Aparatur Sipil Negara ini terdiri dari 15 (lima belas) Bab dan 134 (seratus tiga puluh empat) Pasal. Beberapa hal yang diatur dalam RUU tentang Aparatur Sipil Negara ini antara lain:

1. Judul RUU tentang Aparatur Sipil Negara didasarkan pertimbangan bahwa pegawai negeri sipil yang ada selama ini belum memiliki Undang-Undang profesi sebagaimana TNI, Polri, Guru, Jaksa, dan Hakim. Oleh karena itu, RUU ini lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai. Bila perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 jo Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 menerapkan manajemen kepegawaian yang menekankan hak dan kewajiban individual pegawai, maka RUU yang baru ini menuju pespektif baru yang menekankan pada manajemen pengembangan sumber daya manusia secara strategis (strategic human resource management) agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil negara unggulan selaras dengan dinamika perubahan misi aparatur sipil negara.

2. Jenis pegawai aparatur sipil negara terdiri dari PNS yang berstatus Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap Pemerintah yang diangkat dengan perjanjian kerja dalam jangka waktu paling singkat 12 (dua belas) bulan. 3. PNS memiliki tiga jenis jabatan yaitu Jabatan Administrasi, Jabatan

Fungsional, dan Jabatan Eksekutif Senior. Jabatan Administrasi dan Jabatan Fungsional merupakan jabatan yang sudah dikenal selama ini. Sedangkan Jabatan Eksekutif Senior merupakan jabatan yang selama ini dikenal dengan istilah Eselonisasi. Perubahan istilah bagi Jabatan Eksekutif Senior selain dimaksudkan untuk mempermudah masyarakat memahami pembagian jabatan dalam tubuh Aparatur Negara juga dimaksudkan untuk membedakan tanggung jawab antar jabatan beserta kualifikasinya.

4. Kedudukan aparatur sipil negara berada di pusat, daerah, dan luar negeri. Namun demikian, pegawai aparatur sipil negara merupakan satu kesatuan. Ketentuan ini diatur mengingat bahwa dalam kenyataannya saat ini, setelah pelaksanaan desentralisasi kepegawaian sejak Tahun 2000, isu putra daerah hampir terdapat di setiap daerah. Hal ini telah mempersempit ruang gerak birokrasi. Perkembangan birokrasi menjadi stagnan di daerah-daerah. Kondisi ini merupakan ancaman bagi kesatuan bangsa.

5. Terkait dengan netralitas pegawai aparatur sipil negara, RUU ini menekankan kembali bahwa pegawai harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik, serta dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain untuk menjauhkan birokrasi dari pengaruh partai politik, ketentuan ini juga dimaksudkan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan Aparatur Sipil Negara, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan kepadanya. Selain itu, dalam pembinaan karier pegawai aparatur sipil negara, khususnya di daerah dilakukan oleh pejabat berwenang yaitu pejabat karier tertinggi.

(3)

6. RUU ini mengatur mengenai Pegawai ASN yang mencalonkan dan diangkat dalam jabatan negara. Bagi jabatan negara yang tidak mensyaratkan keanggotaan dalam partai politik (misalnya sebagai Anggota KPU, Hakim MK, Hakim Agung), RUU ini menjamin Pegawai ASN tersebut dapat menduduki jabatannya dan status sebagai PNS. Namun, bagi jabatan yang mensyaratkan keanggotaan dalam partai politik (seperti Presiden/Wakil Presiden, MPR, DPR) Pegawai ASN tersebut tidak dapat diaktifkan kembali sebagai PNS. Namun, bukan berarti pada tahap pencalonan tidak harus mundur. Hal ini disampaikan sekaligus juga merupakan koreksi terhadap Pasal 106 ayat (3).

7. Kelembagaan dalam RUU ini diatur mengenai Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), yang merupakan sebuah lembaga yang mandiri dan bebas dari intervensi politik. Pembentukan KASN ini untuk merumuskan peraturan mengenai pelaksanaan standar, norma, prosedur, dan kebijakan mengenai aparatur sipil negara. Dengan kehadiran Komisi tersebut diharapkan dapat mewujudkan terciptanya aparatur sipil negara yang profesional, netral, dan sebagai perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia.

8. Terkait dengan manajemen aparatur sipil negara, pengadaan pegawai aparatur sipil negara dilakukan berdasarkan kebutuhan yang ditetapkan oleh Menteri yang dilakukan berdasarkan analisis keperluan pegawai. Dalam perkembangannya, setelah pelaksanaan desentralisasi kepegawaian sejak Tahun 2000, dari 497 (empat ratus sembilan puluh tujuh) Kabupaten/Kota dan 33 (tiga puluh tiga) Provinsi, hampir tidak ada yang melaksanakan manajemen kepegawaian dengan semangat seperti yang diharapkan, yaitu mengangkat pegawai yang jumlah, komposisi dan kualifikasinya sesuai dengan beban tugas dan fungsi daerah. Sebaliknya, setiap tahun formasi calon PNS yang diberikan kepada Kabupaten/Kota berjumlah 250 orang. Pada provinsi mungkin mencapai 2 (dua) kali jumlah tersebut. Hasil penelitian telah menunjukkan adanya praktek jual beli formasi pegawai antara oknum oknum otoritas kepegawaian di Pusat dengan para pimpinan daerah. Formasi yang diperoleh dengan modal Rp5 10 juta per pegawai tersebut kemudian dijual oleh Pejabat yang berwenang di daerah dengan harga berlipat lipat lebih mahal, berkisar antara Rp75 juta sampai dengan Rp150 juta tergantung dari jabatan. Praktek perdagangan calon pegawai ini selain bernilai sangat besar, sekitar Rp20 sampai 25 triliun per tahun, juga telah merusak sendi-sendi moralitas pegawai aparatur sipil Negara.

9. Pengisian Jabatan Eksekutif Senior pada jabatan struktural tertinggi kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga pemerintah nonkementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dilakukan melalui promosi dari PNS yang berasal dari seluruh Instansi dan Perwakilan. Khusus pengisian Jabatan Eksekutif Senior pada jabatan struktural tertinggi lembaga pemerintah nonkementerian, staf ahli, dan analis kebijakan dapat berasal dari Non-PNS yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Hal ini dimaksudkan agar pejabat yang menduduki jabatan adalah pejabat yang memiliki kompetensi di bidangnya.

10. Terkait dengan promosi, melalui RUU ini digagas bahwa yang berhak mendapat promosi adalah pegawai yang memiliki kompetensi, integritas, dan moralitas yang ditentukan. Melalui RUU ini juga digagas mutasi yang merupakan perpindahan tugas atau perpindahan lokasi dalam satu Instansi di Pusat, antar-Instansi Pusat, satu Instansi Daerah, antar-Instansi Daerah,

(4)

antar-Instansi Pusat dan Instansi Daerah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembiayaan mutasi dibebankan pada APBN. Hal ini dimaksudkan sebagai bagian dari upaya menjadikan Aparatur Sipil Negara sebagai perekat bangsa.

11. Gaji pegawai aparatur sipil negara dibebankan pada Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara. Selain gaji, pegawai aparatur sipil negara juga menerima tunjangan yang tidak boleh melebihi gaji dan juga jaminan sosial kepada PNS. (Ketentuan ini diharapkan disertai dengan kenaikan gaji pokok yang signifikan). 12. Usia pensiun bagi Pegawai Jabatan Administrasi adalah 58 (lima puluh

delapan) Tahun. Sedangkan usia pensiun bagi Pegawai Jabatan Fungsional disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Usia pensiun bagi Pejabat Eksekutif Senior adalah 60 (enam puluh) Tahun. 13. Pegawai aparatur sipil negara yang berstatus PNS merupakan anggota

Korps Pegawai ASN Republik Indonesia yang bersifat nonkedinasan untuk menyampaikan aspirasinya.

14. Pengenaan sanksi diberikan kepada setiap orang, aparatur sipil negara, anggota KASN, dan panitia seleksi yang melakukan pelanggaran terhadap larangan yang diatur dalam RUU ini.

PANDANGAN & PENDAPAT PRESIDEN/PEMERINTAH TERHADAP RUU TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA

Secara garis besar pada prinsipnya antara Pemerintah memiliki semangat dan komitmen yang sama tentang perlunya penyempurnaan sistem manajemen sumber daya manusia aparatur negara yang semakin lebih baik. Penyempurnaan sistem manajemen diarahkan dalam rangka mewujudkan sosok aparatur yang profesional, kompeten, netral, akuntabel, berintegritas tinggi, dan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat, yang dibangun berdasarkan pada sistem merit disertai dengan penerapan disiplin dan kode etik pegawai yang konsisten.

Perlu diupayakan untuk mencari solusi terhadap permasalahan kepegawaian aktual yang muncul menjadi isu nasional, upaya tersebut dilakukan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan kebijakan reformasi birokrasi guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

Pemerintah menyadari kondisi Pegawai Negeri Sipil menunjukkan kurang profesionalisme, kinerja rendah, kurang integritas dan disiplin, pelayanan yang lambat, hal tersebut disebabkan oleh kelemahan dari beberapa peraturan yang ada dan kelemahan pelaksanaan serta pengawasan dan belum ada sanksi yang jelas terutama bagi pelanggaran yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (Menteri, Pimpinan LPNK, Gubernur, Bupati/Walikota dan Lembaga Non Struktural).

Dari berbagai kelemahan tersebut, faktor penyebab terjadinya permasalahan tersebut antara lain:

1. Pengaturan manajemen PNS terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain (UU tentang Pemerintahan Daerah, UU tentang Dosen & Guru, UU tentang Kejaksaan, UU tentang Peradilan Umum, dan lain-lain) sering menimbulkan ketidaksinkronan sehingga menyulitkan bagi pembinaan PNS secara nasional.

2. Belum seluruh materi pokok yang diatur dalam UU tentang Pokok-Pokok Kepegawaian dan UU tentang Pemerintahan Daerah dibuat pengaturan

(5)

secara atau lebih rinci dan jelas dalam peraturan pelaksanaannya (PP, Perpres, dan lain-lain).

3. Masih banyak terjadi ketidakkonsistenan terhadap implementasi/pelaksanaan berbagai peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian terutama dalam proses rekrutmen, penilaian kinerja pegawai, pengangkatan dan penempatan dalam jabatan, diklat dan usaha-usaha mempolitisasi birokrasi terutama di daerah.

4. Kelemahan sistem pengawasan terhadap implementasi berbagai peraturan perundang-undangan dibidang kepegawaian, karena ketidakjelasan pengaturan perundang-undangan dibidang kepegawaian, karena ketidakjelasan pengaturan kewenangan untuk pengambilan keputusan.

Pemerintah berpendapat bahwa upaya untuk melakukan pembaharuan terhadap sistem manajemen sumber daya manusia aparatur sebaiknya tidak mengganti UU Kepegawaian yang ada tetapi cukup dilakukan perubahan untuk lebih memperkuat manajemen kepegawaian yang profesional dan mampu menjadi perekat NKRI, dengan memperhatikan pokok-pokok pikirin yang ada di dalam RUU Aparatur Sipil Negara.

III. KESIMPULAN/PENUTUP

Setelah Ketua Rapat menyampaikan pengantar rapat dan memberikan kesempatan kepada Perwakilan Pimpinan Komisi II DPR RI menyampaikan Penjelasan DPR RI serta Pemerintah menyampaikan pandangan & pendapat atas RUU tentang Aparatur Sipil Negara. Terhadap Mekanisme dan Jadwal Pembahasan setuju disepakati dengan melihat perkembangan selama pembahasan. Terhadap Penjelasan DPR RI dan Pandangan/Pendapat Pemerintah akan dijadikan bahan masukan untuk pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) antara Pemerintah dan Komisi II DPR RI serta disetujui pembahasannya dilanjutkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Rapat ditutup pukul 11.45 WIB.

Jakarta, 22 SEPTEMBER 2011 PIMPINAN KOMISI II DPR RI

KETUA,

H. CHAIRUMAN HARAHAP, SH, MH A-178

Referensi

Dokumen terkait

Terima kasih. Assalaamu'alaikum Warrahmatullaahi Wabarakatuh. Setelah kita mendengar 3 masukan paling tidak ya Pak ya Pak Ketua, satu dari Kementerian Dalam Negeri, lalu yang

Agar tidak menggunakan istilah yang telah baku dalam hukum pertanahan nasional (pencabutan hak atas tanah yang bersumber pada Pasal 18 UUPA, berbeda konotasinya)?. Bagaimana

- Pembicaraan Tingkat I diawali dengan Rapat Kerja bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Hukum dan HAM pada 25 November 2010 dengan agenda: penjelasan DPR atas RUU,

Kendaraan umum (public transportation), yaitu sarana transportasi yang digunakan untuk bersama (orang banyak), kepentingan bersama, mendapat pelayanan yang sama, mempunyai arah

PEMERINTAH (WAMEN KEMENPAN RB RI): Terima kasih Pak Pimpinan. Jadi memang Jabatan Eksekutif Senior ini di beberapa negara dibentuk dengan satu tujuan, ada perlakuan yang berbeda,

0 artinya anda tidak suka dan 10 anda SANGAT SUKA dan angka diantaranya (2 – 8 atau 9) menunjukkan level seberapa tinggi anda bergairah dengan aktivitas itu. Pilih mana saja

Dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak atau terdapat hubungan yang bermakna diantara kedua variabel “prematur merupakan faktor risiko gangguan fungsi pendengaran pada

Bank Sinarmas adalah perusahaan yang bergerak dibidang jasa keuangan yang melayani masyarakat dalam mengelolah keuangan. Oleh karena itu sudah selayaknya pihak perusahaan