• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA PENYUSUNAN RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA PENYUSUNAN RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN SINGKAT

RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM

PANJA PENYUSUNAN RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria) --- Tahun Sidang : 2011-2012

Masa Persidangan : IV

Rapat Ke : --

Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum Sifat Rapat : Terbuka

Hari/Tanggal : Rabu/26 September 2012 Waktu : Pukul 14.00 WIB - Selesai

Tempat : Ruang Rapat Komisi II DPR RI (Gd. Nusantara / KK III)

Acara : Mendapatkan masukan terkait dengan Penyusunan dan Rumusan RUU tentang Pertanahan.

Ketua Rapat : Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si/Wakil Ketua Komisi II DPR RI Sekretaris Rapat : Dra. Hani Yuliasih/Kabag.Set Komisi II DPR RI

Hadir : A. Pakar

1. Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH,M.CL.,M.PA 2. Dr. Kurnia Warman.,SH.,M.Hum

B. 14 dari 25 Anggota Panja Penyusunan RUU Pertanahan Komisi II DPR RI

I. PENDAHULUAN

1. Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi II DPR RI pada hari Rabu tanggal 26 September 2012 dibuka pukul 15.10 WIB yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Yth. Drs. Abdul Hakam Naja, M.Si dan dinyatakan terbuka untuk umum.

2. Ketua Rapat menyampaikan agenda Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Pakar Pertanahan (Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH.,M.CL.M.PA dan Dr. Kurnia Warman, SH.,M.Hum) serta Tim Penyusunan RUU Pertanahan Setjen DPR RI pada hari ini yakni untuk mendapatkan masukan terkait dengan Penyusunan dan Rumusan RUU tentang Pertanahan.

3. Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono menyampaikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut:

a. Menanyakan pasal–pasal manakah dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang masih dipertahankan dalam Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUUP) dengan disertai alasannya. Pasal – pasal mana dalam UUPA yang diganti, jika ada, disertai alasannya. Hal – hal yang belum diatur dalam UUPA dan

ditambahkan dalam RUUP, agar disertai alasannya. Tanpa ketegasan akan hal– hal ini, akan sulit merekonstruksi RUUP ketika disandingkan dengan UUPA.

Karena sifat RUUP yang sektoral, tampaknya sulit mengatasi tumpang tindih peraturan sektoral terkait dengan masalah pertanahan, tanpa adanya satu UU yang bersifat lex generalis.

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

(2)

b. Pengertian asas Pemisahan Horisontal (PH)

Penjelasan/uraian dalam Naskah Akademik (NA) belum tuntas karena: dalam pengertian asas PH pemilikan terhadap tanah tidak serta merta/otomatis meliputi pemilikan terhadap bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, kecuali, jika bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut merupakan milik dari si empunya tanah. Dengan perkataan lain, dalam situasi/kondisi seperti ini maka pemilik tanah juga memiliki bangunan dan sebagainya itu.

c. Mengenai landasan filosofis, sosiologis dan yuridis Landasan Filosofis

Tidak tepat menjadikan Tap MPR No. IX/MPR/2001 sebagai landasan hukum penyusunan UUP yang bersifat sektoral.(lihat catatan untuk Bab I)

Masih perlu dilengkapi dengan uraian terkait dengan alasan bahwa penyusunan RUUP telah mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum sesuai dengan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

Landasan Sosiologis

Masih perlu ditambahkan fakta empiris permasalahan yang dihadapi dan kebutuhan masyarakat dan negara yang ditampung dalam RUUP.

Landasan Yuridis

Perlu ditegaskan mengapa RUUP perlu disusun: untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum, atau keduanya. Mengapa perlu disusun, dalam kaitannya dengan UUPA: apakah masih relevan, perlu diubah/diganti (pasal-pasal mana saja dan mengapa), perlu ditambah (mengapa?)

d. Asas-asas dalam penyelenggara

Bagaimana kaitan asas-asas yang terdapat dalam RUUP dengan asas-asas dalam UUPA? Apakah asas-asas dalam UUPA masih dipertahankan, atau diganti/diperbaharui? Dalam NA yang dirumuskan adalah asas-asas dalam UUPA, sedangkan dalam RUUP asas–asasnya berbeda dengan asas–asas dalam UUPA.

e. Konsepsi Hukum Tanah Nasional (Pasal 5, Pasal 6).

Kata “konsepsi” juga janggal, karena ini adalah bahasa “teori” bukan bahasa peraturan perundang-undangan. Pasal – pasal ini perlu dipikir ulang karena selain membingungkan juga tidak jelas apa yang dimaksudkan.

f. Bab III: Hak Bangsa. Pasal 8: merupakan tambahan dari pasal yang mengatur hal yang sama dalam UUPA, namun hal ini justru membingungkan (Pasal 8 ayat (1).

Pasal 8 ayat (2) mengganti kata “rakyat“ dengan “bangsa”. Apakah Pasal 2 ayat (1) UUPA sudah saatnya ditinggalkan?

g. Bab IV: Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

Agar dipertimbangkan kembali, mana yang dapat di-copy paste dari Permenag/KaBPN No.5 Tahun 1999, dan apakah tambahan-tambahan pasal yang lain itu relevan dimuat disini?(Pasal 9 itu bahasa buku, bukan bahasa perUUan).

(3)

Permasalahan terkait fungsi Perda.

Dalam RUU ini Perda dikesankan sebagai penentu keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat (MHA) pada Pasal 9 ayat (4) dan (5). Jika hal ini benar, maka prinsip pengakuan, penghormatan dan perlindungan hak ulayat MHA yang dilindungi oleh berbagai konvensi internasional dan UUD Negara RI 1945, direduksi dalam RUUP.

Fungsi Perda adalah “mengukuhkan” keberadaan hak ulayat (declaratoir). Hak ulayat MHA, yang setelah diteliti memenuhi persyaratan Pasal 9 ayat (4) dikukuhkan keberadaannya dalam Perda.

h. Bab V: Hak Menguasai Negara dan Hak Pengelolaan Untuk NA

Uraiannya tidak komprehensif dan tidak up to date. Uraikan riwayat/sejarahnya, pergeseran sifatnya (publik–perdata–publik) disertai landasan hukumnya dan permasalahannya secara konseptual maupun praktikal.

Untuk RUU:

Apakah sudah dipertimbangkan secara matang perubahan-perubahan yang diperkenalkan dalam RUU (misal: definisi, tujuan, subyek, penyerahan bagian tanah HPL kepada pihak ke-3 dengan HGU, isi perjanjian.

i. Bab VI: Penatagunaan Tanah dan Pembaruan Pertanahan Penatagunaan tanah

Agar dipertimbangkan kembali pasal-pasal terkait penatagunaan tanah yang:

(1) Membingungkan, tidak fokus dan tidak dapat dipahami maknanya dan relevansinya dicantumkan dalam pasal - pasal yang bersangkutan;

(2) Tentukan pasal mana dalam PP No. 16 Tahun 2004 yang dapat dimuat dalam UUP.

Pembaruan Pertanahan

Apakah yang dimaksud dengan Pembaruan Pertanahan? (tidak ada pengertiannya dalam Pasal 1; yang lazim adalah Pembaruan Agraria) atau apakah yang dimaksud adalah Landreform?

Apakah relevansi perumusan Pasal 21?

Pasal 22 ayat (2).

Menggunakan istilah pencabutan hak atas tanah. Agar tidak menggunakan istilah yang telah baku dalam hukum pertanahan nasional (pencabutan hak atas tanah yang bersumber pada Pasal 18 UUPA, berbeda konotasinya).

Bagaimana menentukan jangka waktu 25 tahun? (apakah berdasarkan hasil penelitian, benchmarking dengan peraturan perundang-undangan negara lain, dan sebagainya?)

Pasal 23 ayat (1):

“Negara wajib mendistribusikan tanah ...”

Apakah sanksinya jika negara belum/tidak memenuhi kewajibannya?

Mengapa tidak digunakan bahasa peraturan perundang-undangan terkait Landreform.

Yang dimaksudkan dengan hak atas tanah yang dapat dicabut dalam Pasal 22 ayat (2) itu pemilikan tanah pertanian atau non pertanian? Pemiliknya orang- perorangan atau Badan Hukum? Terkait Hak Milik atau semua jenis Hak atas tanah? Apakah bedanya dengan penelantaran tanah?

(4)

j. Bab VII: Pendaftaran Tanah PPAT:

Apakah alasannya memuat ketentuan tentang PPAT dalam Bab tentang Pendaftaran Tanah. Sebagian besar pasal-pasal merupakan copy paste dari PP No. 37 Tahun 1998.

k. Bab VIII Hak Atas Tanah

Pemahaman yang tidak tepat. Luasnya isi kewenangan hak atas tanah dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) menunjukan bahwa: (a) hal ini bertentangan dengan pengertian hak atas tanah sebagaimana dimuat dalam Pasal 4 ayat (2) UUPA; (2) tidak memahami secara utuh makna asas pemisahan horisontal.

Penentuan jangka waktu HGU, HGB dan HP (50 + 25 tahun);

(1) apakah sudah mempertimbangkan Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 terkait jangka waktu HGU, HGB dan HP dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal?;

(2) apakah dengan demikian sudah saatnya meninggalkan semangat UUPA terkait jangka waktu HGU, HGB dan HP?

l. Pengaturan Hak Guna Ruang Atas Tanah (HGRAT) dan Hak Guna Ruang Bawah Tanah (HGRBT).

Masing-masing hak terdiri dari satu macam hak saja, atau dapat terdiri dari berbagai macam hak?

Siapa subyeknya, bagaimana terjadinya, jangka waktunya, hak dan kewajiban pemegang haknya, isi kewenangannya, hapusnya?

m. Hak atas tanah yang lain

Apakah yang dimaksudkan dengan hak atas tanah yang lain sebagaimana diatur dalam Pasal 91 dan 92?

Bagaimana sikap RUUP terhadap hak-hak atas tanah yang bersifat sementara sebagaimana diatur dalam Pasal 53 UUPA?

n. Bab IX Penyelesaian Sengketa Pertanahan

Ketentuan tentang mediasi dalam Pasal 94 – 97 memuat tentang prosedur, apakah ini merupakan porsi UU? Terkait dengan prosedur mediasi sudah diatur dalam Keputusan Kepala BPN No. 34 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, khususnya Petunjuk Teknis No. 05/JUKNIS/D.V/2007 tentang Mekanisme Pelaksanaan Mediasi. Bagaimana jawaban RUUP tentang penyelesaian sengketa pertanahan yang bersifat lintas sektoral (diatur di pasal mana?)

4. Dr. Kurnia Warman, SH.,M.Hum menyampaikan beberapa hal diantaranya sebagai berikut : Terkait Naskah Akademis

a. Urgensi pengaturannya bila dihubungkan dengan kondisi pertanahan di Indonesia.

Jika banyak sengketa pertanahan, perlu ada studi untuk memastikan bahwa sengketa tersebut terjadi karena undang-undangnya yang salah, sehingga perlu dibentuk UU baru.

b. Bagaimana pandangan RUU ini terhadap UU 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)? Sebagai apa RUU ini bagi UUPA?

(5)

Dengan judul tentang “Pertanahan”, maka RUU ini berpotensi mengganti atau setidaknya mengubah UUPA karena isi UUPA hampir seluruhnya tentang pertanahan: (NA hlm 21-24 belum menegaskan). Kalau tidak mengubah UUPA, hendaknya dipastikan bagaimana delegasi pengaturannya dalam UUPA.

c. Penyebab masalah pertanahan: Masalah pertanahan yang terjadi hari ini terjadi karena kelemahan UUPA kah atau justeru karena UU sektoral atau karena UUPA tidak sungguh-sungguh dilaksanakan oleh Pemerintah?

Pendirian ini hendaknya jelas dulu, supaya tindakan selanjutnya dalam pembentukan UU baru lebih tepat sasaran: hal ini belum terlihat dalam RUU ini:

Konsideran dan Penjelasan Umum, serta Ketentuan Peralihan dan Penutup.

d. Mengenai landasan filosofis, perlu penajaman lagi, sosiologis, fakta empris apa yang menjadi sasaran untuk diselesaikan?, landasan yuridis dasar hukum apa saja yang menjadi dasar dikeluarkannya RUU ini. Masuknya per-UU-an di bawah UU (bahkan sampai Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah) ke dalam landasan yuridis dirasa kurang pas

e. Materi muatan sangat luas dan detail. Bahkan sampai kepada hal-hal teknis tugas Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dengan rujukan peraturan teknis di Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Terkait RUU Pertanahan a. Konsideran Menimbang:

Pernyataan Huruf a dan b belum sejalan. Pada huruf a disebutkan “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya”, sementara pada Huruf b disebutkan “tanah” memiliki nilai...

Begitu juga pada Huruf c: melompat ke “hukum pertanahan mengalami perkembangan...” Diperlukan penegasan aspek filosofis dan sosiologis yang menggambarkan urgensi RUU ini.

Konsideran Mengingat:

Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 perlu dimasukkan karena terkait hak milik sebagai hak asasi. Tentang posisi TAP IX/2001 dan UUPA sudah sesuai namun perlu ditegas hubungan RUU ini dengan keduanya.

b. Pada bagian Ketentuan Umum

Penyebutan “Hukum Tanah” (angka 6) dan “Hukum Tanah Nasional” (angka 7) bisa menjadi masalah:

Hukum tanah merupakan penyebutan bidang kajian hukum secara akademik bukan penyebutan bidang pengaturan UU tertentu. RUU ini nanti hanya menjadi salah satu sumber hukum tanah tersebut. Jadi tidak perlu disebutkan pengertian hukum tanah dalam RUU ini. Sebagaimana disebutkan dalam angka 6 dan 7 ketentuan umum.

Begitu juga “Hukum Tanah Nasional”, tentu ada pula nanti “Hukum Tanah Lokal”

atau “Daerah”, “Regional” dst. Tidak perlu dan bisa menimbulkan masalah, sebagaimana penyebutan pada angka 8 ketentuan umum. Penyebutan perorangan dan badan hukum juga bermasalah bagi keberadaan masyarakat hukum adat, sebagaimana pengaturan pada angka 13.

Pengertian Hak Tanggungan: ...yang mengacu “dalam UU yang mengatur bidang agraria”... Bisa disebutkan “dengan UU” saja karena memang sudah UU 4/1996 tentang Hak Tanggungan (amanah Pasal 51 UUPA).

Istilah “sertifikat”: dapat diganti dengan “sertipikat”.

“Sertipikat” merupakan bukti hak (title) bukan bukti mengikuti kegiatan pelatihan (sertificate)

(6)

Penyebutan “Menteri”: perlu kejelasan Kementerian dimaksud, kalau tidak sebut saja “Badan Pertanahan Nasional” atau “Lembaga Pertanahan”. Pengertian- pengertian di Ketentuan Umum perlu dicermati lagi supaya tidak terjadi disharmoni per-UU-an.

c. Pasal 2 tentang Asas

Hendaknya sesuaikan dengan prinsip hukum agraria nasional yang terdapat di dalam penjelasan umum UUPA: 8 butir mulai dari asas kenasionalan s/d land use planning. Perlu penjelasan mengapa asas-asas ini yang dipakai dan bagaimana keterkaitannya satu sama lain.

d. Bab III Hukum Tanah Nasional Pasal 3 s/d Pasal 6

Pernyataan pasal-pasal ini tampaknya belum berupa atau belum berisi norma, melainkan asas dan penjelasan konsep. Penjelasan seperti ini bisa dimasukkan ke dalam penjelasan umum maupun penjelasan pasal demi pasal. Ketentuan ini juga berpotensi bertentangan dengan isi UUPA mengenai kedudukan hukum adat.

e. Bab III Hak Bangsa Pasal 7 dan Pasal 8

Perlu dipertimbangkan lagi apakah perlu disebutkan penyebutkan hak bangsa itu dicantumkan dalam RUU ini? Pengaturan di Pasal 1 UUPA dirasa sudah cukup untuk menyatakan keberadaannya.

f. Bab IV Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

Pernyataan Pasal 9 ayat (1) berpotensi bertentangan dengan Pasal 3 UUPA.

Berikutnya dirasa penguraian dari bagaimana cara memberikan pengakuan hak ulayat mirip dengan ketentuan Permen Agraria/Kepala BPN 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat

g. Hak Menguasai Negara dan Hak Pengelolaan Bab V Pasal 11-13

Perlu diharmoniskan dengan Pasal 2 UUPA. Pasal 2 ayat (2) UUPA telah menegaskan isi kewenangan hak menguasai negara. Berbeda dengan isi Pasal 11 RUU ini.

Berpotensi bertentang dengan UUPA. Khusus Pasal 12 RUU ini: tiba-tiba saja menyerahkan HMN ini kepada BPN, padahal sebelumnya BPN tidak disinggung- singgung. Perlu disesuaikan dengan Tupoksi BPN sebagai instansi pemerintah yang membantu Presiden dalam administrasi pertanahan, bukan sebagai penguasa tanah.

h. Penatagunaan Tanah dan Pembaharuan Pertanahan Bab VI Pasal 14 s/d Pasal 28

Perlu sistematika penormaan. Keberadaan BPN muncul lagi pada Pasal 20:

“Tugas, wewenang, dan tanggung jawab bidang penatagunaan tanah diberikan kepada Badan Pertanahan Nasional meskipun penatagunaan tanah dilaksanakan oleh pemerintah daerah”.

Bukankah kewenangan penatagunaan tanah itu terkait dengan perencanaan tanah ruang yang menghasilkan rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang merupakan Pemerintah dan Pemda?

(7)

Muncul pula istilah “pencabutan Hak atas tanah” pada Pasal 20, tetapi isinya bukan pencabutan tetapi sebagai penertiban tanah terlantar. Pencabutan hak atas tanah tidak bisa diatur dengan peraturan pemerintah (Pasal 20 ayat 3) RUU ini.

Pencabutan hak harus diatur dengan UU dan sudah ada UU 20/1961 i. Pendaftaran Tanah Bab VII

Pasal 29-Pasal 43:

Sejalan dengan isi PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kemungkinan pendaftaran tanah ulayat masyarakat hukum adat agaknya layak menjadi perhatian, jika RUU ini memang mengakui hak ulayat tersebut.

j. Hak Atas Tanah Bab VIII Pasal 44-Pasal 92

Sebagian besar isi RUU ini mengatur tentang Hak atas Tanah. Isinya berupa pengulangan dari UUPA dengan tambahan hak guna ruang atas tanah dan ruang bawah tanah

Bagaimana dengan hak sewa untuk bangunan? Tidak diatur dalam RUU Pertanahan ini.

k. Penyelesaian Sengketa Pertanahan Bab IX Pasal 93-98

Mediasi diwajibkan, penegasan lagi Posisi BPN sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa pertanahan. Perlu perhatian terhadap mediasi adat.

Adanya pengadilan pertanahan yang perlu kajian serius urgensi dan posisinya Apalagi dinyatakan pengaturannya dengan UU.

l. Ketentuan Penutup bab X Pasal 99

RUU ini langsung diakhiri dengan ketentuan penutup tanpa Ketentuan Peralihan.

Padahal sebagai RUU yang obyek pengaturannya sudah sangat banyak diatur oleh UU sebelumnya harus mengemukakan Ketentuan Peralihan. Agar diketahui posisi semua UU terkait terutama UUPA (UU 5/1960) dan UU 56/prp/1960.

II. KESIMPULAN

Setelah Ketua Rapat menyampaikan pengantar rapat dan memberikan kesempatan kepada Pimpinan dan Anggota Panja Penyusunan RUU Pertanahan Komisi II DPR RI untuk menyampaikan pendapat/pandangannya serta saran dapat disimpulkan bahwa masukan-masukan dari para pakar (Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH.,M.CL.M.PA dan Dr. Kurnia Warman, SH.,M.Hum) tersebut akan dijadikan masukan-masukan yang sangat berarti dalam rangka penyusunan RUU Pertanahan yang akan dilaksanakan Komisi II DPR RI.

Disepakati terhadap Draft dan Naskah Akademik RUU Pertanahan akan dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Membuat matriks perbandingan pendapat, saran dan masukan para pakar terkait dengan penyusunan RUU Pertanahan.

2. Membuat matriks perbandingan antara RUU Pertanahan dengan Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960. Adapun dari persandingan tersebut harus menggambarkan hal-hal apa saja yang menjadi substansi perubahan dan penyempurnaannya.

(8)

3. Membuat analisa tentang RUU Pertanahan dikaitkan dengan 12 undang-undang sektoral yang berkaitan dengan pertanahan. Dengan demikian RUU Pertanahan ini diharapkan menjembatani berbagai kepentingan sektoral sehingga tidak terjadi tumpang tindih regulasi di bidang pertanahan.

4. Menyempurnakan Draf Naskah Akademik dan Teks RUU Pertanahan sesuai dengan masukan dari para narasumber.

5. Mengadakan konsinyering antara Komisi II DPR RI dengan seluruh pakar yang disepakati sebagai Tim Pakar RUU Pertanahan untuk merumuskan kembali Draf Naskah Akademik dan Teks RUU Pertanahan.

III. PENUTUP

Rapat ditutup Pukul 17.15 WIB.

KETUA RAPAT,

DRS. ABDUL HAKAM NAJA, M.Si A-126

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah “kemampuan guru-guru SD gugus V Kecamatan Kubu dalam melakukan menyusun proposal PTK telah meningkat,

demikian potensi-potensi yang ada belum termanfaatkan dengan baik, yang malah sebaliknya terdapat berbagai masalah yang timbul mengakibatkan kerusakan ekosistem, salah satu

Dalam rangka perbaikan dan peningkatan layanan kepada client, maka gambaran umum sistem yang diusulkan yaitu dibuatnya suatu web support selain sebagai media

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, untuk mengetahui potensi usahatani padi bersertifikat organik maka tujuan penelitian ini adalah mengetahui pendapatan dan R/C

regresi, model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang.. 16 mempengaruhi permintaan wortel, tomat, dan brokoli organik adalah linier berganda. Faktor-faktor

Pedoman pemimpin ini akan mem- bantu Anda dalam menerapkan asas- asas yang bersifat ajaran yang akan menolong anggota membantu diri mereka sendiri dan orang lain untuk menjadi

Dalam  halaman‐halaman  berikut,  kita  akan  menyelidiki  sesuatu yang membedakan kita dari ciptaan lainnya, sesuatu  yang  kita  lakukan  berulang  kali 

Mes- kipun demikian, uskup dan para pemimpin lingkungan lainnya dapat berunding bersama untuk menentukan apakah anak yang berusia 12 tahun ini akan mendapat manfaat yang lebih