LAPORAN KEGIATAN SEBAGAI NARASUMBER WEBINAR BPK PENABUR
4-5 AGUSTUS 2020
1. Saya selaku dosen STFT Jakarta bidang Studi Pendidikan Kristiani diundang untuk memberi pemaparan dalam acara seminar karakter yang diselenggarakan oleh BPK Penabur Jakarta pada tanggal 4-5 Agustus 2020. Seminar ini diperuntukkan untuk seluruh guru BPK Penabur mulai dari jenjang TKK – SMA. Pelaksanaan seminar untuk guru-guru jenjang TKK dan SD berlangsung pada hari Selasa 4 Agustus 2020 dan seminar untuk guru-guru SMP dan SMA berlangsung pada hari Rabu 5 Agustus 2020. Seminar yang berlangsung pada kedua hari ini dilaksanakan melalui aplikasi zoom dan disiarkan secara langsung via kanal Youtube BPK Penabur Jakarta. Berikut adalah tautan link untuk kegiatan pada dua hari tersebut:
https://www.youtube.com/watch?v=G_HKCs64zYA&t=2766s dan https://www.youtube.com/watch?v=QYD7MaqcsLc&t=1016s
2. Tema pemaparan pada seminar ini adalah “Refleksi Kristiani dalam Pembelajaran Jarak Jauh.” Materi ini berbicara tentang peran refleksi kristiani dalam desain pembelajaran untuk semua mata pelajaran, mulai dari jenjang TK – SMA. Beberapa pokok pemikiran yang saya uraikan dalam materi ini, antara lain: penjelasan tentang pengertian refleksi dan pembelajaran reflektif, tujuan dan manfaat serta posisi refleksi dalam proses pembelajaran, dan bentuk-bentuk refleksi dalam proses pembelajaran. Bentuk-bentuk refleksi kreatif ini saya dasarkan pada pemikiran Sara Little, yang membuat lima kategori ragam mengajar, yaitu: ragam pemrosesan informasi, ragam interaksi kelompok, ragam komunikasi tidak langsung, ragam pengembangan diri, dan ragam aksi-refleksi. Kelima ragam ini akan sangat menolong dalam mendesain model-model refleksi yang sesuai dengan kebutuhan materi pembelajaran dan juga kemampuan dari naradidik.
3. Pada saat kegiatan ini berlangsung ada sekitar 300 orang yang mengikutinya via zoom dan 500-an orang yang mengikuti via kanal Youtube. Pemaparan dan diskusi berlangsung selama 2 jam (16.00 – 18.00 WIB) yang difasilitasi oleh moderator dan berlangsung dengan baik. Sampai bulan Februari 2021 jumlah yang menonton via kanalYoutube
untuk seminar tanggal 4 Agustus adalah sebanyak 3. 557 orang dan seminar pada tanggal 5 Agustus sebanyak sekitar 3. 316 orang.
4. Terlampir undangan dan materi tertulis yang saya presentasikan dalam seminar ini.
Jakarta, 13 Februari 2021
1 Seminar Karakter BPK PENABUR
Selasa-Rabu, 4-5 Agustus 2020
REFLEKSI KRISTIANI DALAM PEMBELAJARAN JARAK JAUH
(Oleh: Justitia Vox Dei Hattu)
Pengertian Refleksi dan Pembelajaran Reflektif
Refleksi adalah bagian integral dari proses pembelajaran. Itu sebabnya, jika waktu berefleksi dikelola dengan baik akan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa (termasuk guru). Berefleksi adalah salah satu model/metode pembelajaran yang mengsyaratkan proses berpikir kritis (dari level yang sangat sederhana sampai yang kompleks) dari nara didik terhadap situasi pembelajaran (dhi. materi dan juga interaksi antara siswa dan guru dan antara siswa dengan siswa) dalam proses pembelajaran.1Refleksi yang terjadi mencakup respons siswa terhadap apa yang baru saja
dipelajari, apa yang sudah diketahui, apa yang sementara dipikirkan yang kesemuanya dihubungkan (terhubung) dengan sejumlah pengalaman yang dimiliki oleh siswa sebelumnya. Proses berefleksi ini juga mencakup apa yang ingin dilakukan oleh siswa di waktu mendatang sebagai bentuk tindak lanjut dari apa yang diharapkan bisa diperbaiki atau dikembangkan dalam kehidupannya. Itu sebabnya, menurut T. G. Eugene, proses berefleksi setidaknya mencakup tiga komponen penting, yaitu: (1) alasan kritis (critical reason) mengapa sampai saya berpendapat demikian, (2) ingatan analitis (analytical memory) yang terkait dengan ketertarikan, pengalaman, dan asumsi-asumsi-asumsi yang sudah ada, dan (3) dan imajinasi kreatif (creative imagination) yang terkait dengan kemampuan untuk mengkreasikan masa depan, lebih dari sekadar hanya menerima apa yang diberikan.2
Dalam praktiknya, kemampuan berpikir termasuk berefleksi siswa-siswi berkembang dan diperkuat oleh pengalaman-pengalaman yang dialami oleh mereka. Melalui pengalaman, siswa-siswi mengenal sesuatu, menamainya, mengklasifikasikanya, dan bereaksi terhadapnya. Dari interaksi dan pengalaman yang tercipta inilah siswa-siswi mengonstruksi pengetahuannya. Pengalaman bisa tercipta melalui berbagai aktivitas, antara lain: bermain, membangun kemampuan diri, berelasi (berinteraksi) dengan yang lain, terlibat dalam berbagai aktivitas sehari-hari, termasuk pengalaman dalam proses belajar-mengajar.
1Nyayu Khodijah, “Reflective Learningsebagai Pendekatan Alternatif dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran dan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam,”Islamica6, no. 1 (September 2011): 184; Lih. juga 2011, 5; Lihat juga, Peter Jarvis, John Holford, dan Colin Griffin,The Theory and Practice of Learning
(London: Kogan, 1998), 207.
2 Selanjutnya, refleksi menolong siswa-siswi mengembangkan rasa ingin tahunya, belajar mengatasi tantangan yang dihadapi, dan menyesuaikan pada perubahan (diri maupun komunitas). Menurut Donna Matthews dan Joanne Foster, “Kebiasaan berpikir reflektif menyediakan titik berangkat yang baik bagi perkembangan karakter dan kebijaksanaan.”3
Itu berarti, jika kemampuan berefleksi siswa-siswi diolah dan dilatih dengan baik, maka ini bisa menjadi “wadah” yang baik untuk penanaman sejumlah karakter. Dengan berefleksi, siswa-siswi diajak untuk berdiam diri sejenak untuk berpikir, merasai dan memikirkan tindakan konkrit. Menurut Joanne Foster, “individu yang mengambil waktu sejenak untuk berpikir tentang tindakannya, sikap dan perilakunya, kata-katanya, serta perasaannya dan berbagai potensi konsekuensi yang bisa dihadapi adalah tipe orang yang mampu membuat keputusan dengan lebih tepat.”4
Dengan demikian, refleksi (atau: proses berefleksi) adalah “ruang” siswa mengekspresikan apa yang dia pelajari, apa yang dia ketahui, yang kesemuanya dihubungkan dengan pengalaman personal dan/atau komunal siswa. Itu sebabnya, refleksi bisa saja sejalan dengan apa yang diajarkan, tapi bisa juga berbeda karena pengalaman-pengalaman baik secara personal maupun komunal turut memengaruhi siswa-siswi dalam berefleksi. Oleh karena itu, menurut saya, guru perlu menyediakan “ruang” bagi suara-suara yang lain, yang bisa saja berbeda dari yang guru harapkan, sejauh tidak keluar dari tema yang dipelajari.
Tujuan dan Manfaat Refleksi
Ada beberapa tujuan yang mau dicapai dengan diintegrasikannya komponen refleksi dalam proses pembelajaran, terkhusus dalam pendidikan karakter. Saya menggunakan tiga
3Donna Matthews dan Joanne Foster,Beyond Intelligence: Secrets for Raising Happily Productive Kids (USA:House of Anansi Press, 2014), 236.
4Joanne Foster, “Reflective Habits of Mind and Kids,” https://www.creativitypost.com/article/reflective-habits-of-mind-and-kids (diakses 3 Agustus 2020).
REFLEKSI
3 dimensi pendidikan karakter yang diperkenalkan oleh Doni Koesoema, yakni oleh pikir, olah rasa dan olah raga:5
a. Olah pikir. Dari dimensi oleh pikir, proses berefleksi menolong siswa-siswi dalam beberapa hal: (a) membentuk pemahaman siswa-siswi secara utuh terhadap materi yang diberikan oleh guru; (b) membuka ruang bagi siswa-siswi untuk merestrukturisasi pemahamannya sehingga menghasilkan pemahaman-pemahaman baru yang lebih utuh; (c) menjadi tolak ukur bagi guru (dan juga siswa-siswi) untuk melihat melihat seberapa maksimal siswa-siswi memahami isi pembelajaran; dan (d) guru melihat perspektif lain, termasuk pengayaan siswa-siswi atas materi yang dipelajari.
b. Olah rasa. Proses berefleksi menolong siswa-siswi lebih menghayati dan merasakan situasi dan kondisi yang diperhadapkan kepadanya. Selain itu, refleksi juga membuka “ruang” bagi siswa-siswi untuk mengekspresikan dirinya.
c. Olah raga.Proses berefleksi mendorong siswa-siswi untuk menerapkan apa yang sudah dipelajari dalam tindakan nyata, secara perorangan mau berkelompok. Dalam konteks BPK PENABUR hal ini dihubungkan dengan sejumlah karakter yang mau diajarkan/ditumbuhkan dalam diri siswa-siswi.
Dengan menandaskan pada tiga dimensi penting ini, maka menurut saya proses pembelajaran seharusnya membuka “ruang” sebesar-besarnya bagi siswa-siswi untuk tidak hanya berpikir, tetapi juga mengalami dan merasakan berbagai hal dalam proses pembelajarannya, baik di dalam maupun di luar kelas.
Posisi Refleksi dalam Proses Pembelajaran
Jika mengacu pada desain kurikulum BPK PENABUR dengan empat model pembelajaran yang dikembangkan:problem based learning, project based learning, discovery learningdan
inquiry learning,maka didapati bahwa posisi dari refleksi tidak sama. Pada modelproblem based learning dan project based learning, posisi refleksi ada di dalam pembelajaran, sementara pada model discovery learning dan inquiry learning, refleksi ada pada bagian akhir. Khusus untuk jenjang Taman Kanak-kanak, proses refleksi tidak berada pada bagian tertentu, melainkan terintegrasi secara utuh dalam proses pembelajaran. Hal ini yang kemudian membedakan jenjang TKK dengan jenjang SD-SMA.
5Dalam ranah pendidikan karakter, pengembangan domain kognitif, afektif dan psikomotorik menolong orang untuk: (1)knowing the good –tahu tentang yang baik,(2)desiring/loving the good– berhasrat untuk melakukan yang baik,dan (3)doing the good– melakukan yang baik. Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat Doni Koesoema,Pendidikan Karakter: Utuh dan Menyeluruh(Yogyakarta: Kanisius, 2015), 157-158.
4
Bentuk-bentuk Refleksi dalam Proses Pembelajaran
Refleksi berpengaruh besar bagi kemampuan berpikir, pencapaian diri dan pengembangan kreativitas siswa-siswi. Aktivitas-aktivitas fisik sehari-hari yang dilakukan oleh siswa-siswi, seperti: berjalan, bersepeda, berkebun, membantu orang tua, juga bisa menolong mereka untuk berefleksi.
Dari segi sifat, bentuk-bentuk refleksi dalam proses pembelajaran bisa terjadi dalam beberapa kemungkinan: (1) Personal dan/atau komunal (berkelompok); dan (2) Tunggal (satu kali pada satu pertemuan) atau jamak (bisa untuk beberapa kali pertemuan/berseri).
Selanjutnya, model refleksi bisa bermacam-macam. Beragam model ini seharusnya bertumpu/didasarkan pada beberapa hal berikut ini: (1) kecerdasan majemuk yang dimiliki siswa-siswi (logis-matematis, verbal-linguistik, tubuh-kinestetis, visual-spasial, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis); (2) gaya belajar yang beragam yang dimiliki oleh siswa-siswi (visual, print, aural, interaktif,haptic,olfactory, dan kinestetis),6dan variasi
model/metode yang berfokus pada pemrosesan informasi, interaksi kelompok, komunikasi
tidak langsung, pengembangan diri pribadi dan aksi.7Tiga hal ini penting supaya guru tidak
terjebak pada model termasuk metode refleksi yang sama dari minggu ke minggu, namun guru, melalui proses refleksi, bisa menolong siswa-siswi mengembangkan dirinya secara maksimal sesuai dengan kemampuannya.
Itu sebabnya, prinsip-prinsip mendasar yang harus dipegang oleh guru dalam melakukan refleksi bersama siswa-siswi (dalam masa PJJ ini), antara lain:pertama, refleksi adalah “ruang” bagi siswa-siswi untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kedalaman berpikir, bukan sekadar ruang indoktrinasi. Di sini, penting sekali keterlibatan siswa-siswi untuk “menamakan” apa yang dia ketahui dan alami, dan bukan sekadar hanya mengikuti apa kata guru.8Kedua, proses refleksi harus “ramah terhadap siswa-siswi.” Bentuk
keramahan di sini mewujud dalam penggunaan beragam metode yang menstimulasi ragam kecerdasan dan gaya belajar siswa-siswi. Jika ini yang diutamakan, maka proses memanusiakan siswa-siswi terjadi secara maksimal. Ketiga, dalam konteks pembelajaran jarak jauh, refleksi bukan hanya untuk memenuhi sejumlah target (guru) sebagaimana dirumuskan dalam RPP dan beragam tuntutan yang lain, tetapi juga terkait dengan sampai sejauhmana siswa-siswi memahami apa yang dipelajari.
6Karen B. Tye,Basic of Christian Education(Danvers, MA: Chalice Press, 2000), 83-84.
7 Pengategorian kedalam lima ranah ini mengikuti pemikiran Sara Little sebagaimana diuraikan dalam bukunyaTo Set One’s Heart.Lih. Sara Little,To Set One’s Heart: Belief and Teaching in the Church(Atlanta: John Knox Press, 1983.
5 Berikut beberapa usulan konkrit bentuk-bentuk kreatif refleksi dalam proses pembelajaran siswa-siswi dengan mengikuti pengategorian lima ragam mengajar dari Sara Little:9
1. Ragam Pemrosesan Informasi
Kelompok ragam ini memberi penekanan pada segala bentuk kegiatan berpikir, seperti mengingat, mengelompokkan, menganalisis, dan menginterpretasi.
Beberapa contoh yang bisa dikembangkan adalah:
a. Mereviewmateri pelajaran dan menyampaikan ide-ide baru. b. Analisis kritis.
c. Menulis satu kata kunci yang dipelajari dalam proses pmebelajaran, bisa secara manual dilakukan oleh siswa-siswi di tempat masing-masing pada lembar kertas tertentu, namun bisa juga melalui aplikasi mentimeter dan beberapa beberapa aplikasi lain yang sejenis.
d. Membuat “Kubus Refleksi” (atau: Buku Refleksi) dengan menuliskan kata kunci pada setiap sudut/lembar kertas yang tersedia, dengan mengacu pada beberapa kata kunci berikut ini: Hal yang saya INGAT, hal yang saya MENGERTI, hal yang saya TERAPKAN, dan hal yang saya EVALUASI.
e. Kartu Indeks, dengan menggunakan kartu/lembaran kosong dan siswa-siswi menuliskan apa yang mereka pikirkan dan rasakan pada saat pelajaran berlangsung.
2. Ragam Interaksi Kelompok
Memberi penekanan pada segala bentuk interaksi dalam kelompok dalam upaya untuk menjalin relasi antar anggota kelompok.
Beberapa contoh yang bisa dikembangkan adalah:
a. Closing Circles, yaitu menutup pelajaran dengan cara membentuk lingkaran dalam kelas, kemudian setiap siswa-siswi diminta menyatakan apa yang baru saja
9Usulan ini saya rangkum dari berbagai sumber: Joanne Foster, “Reflective Habits of Mind and Kids,” https://www.creativitypost.com/article/reflective-habits-of-mind-and-kids (diakses 3 Agustus 2020);Liz, “10 Unique and Creative Reflection Technique and Lessons for the Secondary Students,”
https://www.teachwriting.org/612th/2017/12/28/10-unique-and-creative-reflection-techniques-lessons-for-the-secondary-student (diakses 2 Agustus 2020); Khodijah, “Reflective Learning sebagai Pendekatan Alternatif ,”187; Stephanie Dowrick,Creative Journal Writting:The Art and Heart of Reflection(Australia: Allen and Unwin, 2007); Justitia Hattu, “Mindful Teaching:Mindfulnessdalam Konteks Pendidikan (Kristiani)” (kuliah umum Kala dan Kalam, STFT Jakarta, Jakarta, 18 Februari 2018).
6 mereka pelajari, apa yang belum mereka mengerti dari pelajaran tersebut, serta apa yang akan mereka lakukan kemudian guna menindaklanjuti apa yang telah mereka pelajari.
b. Scrapbooking terkait tema tertentu.
c. Blog Kelas yang memberi peluang bagi para siswa-siswi untuk memposting gambar dan/atau foto dari proyek yang dibuat dan bagaimana ia berefleksi melaluinya.
3. Ragam Komunikasi Tidak Langsung.
Memberi penekanan pemanfaatan karya seni untuk menjembatani keterbatasan dalam komunikasi verbal.
Beberapa contoh yang bisa dikembangkan adalah:
a. Menggunakan gambar/lukisan, baik yang disiapkan oleh guru maupun bisa dengan memanfaatkan fasilitas menggambar dizoom.
b. Mendengarkan musik. c. Menulis puisi.
d. Menulis syair lagu.
e. Membuat kerajinan tangan (sederhana). f. Menggambar sketsa tentang topik tertentu.
g. Talisman, yaitu membawa sebuah benda (lukisan, foto, hadiah usang, dll) yang punya cerita dan nilai tertentu bagi kita. Saat mempraktikkan aktivitas ini, para siswa-siswi diminta untuk menceritakan mengapa benda tersebut begitu berharga baginya.
4. Ragam Pengembangan Diri
Memberi penekanan pada upaya untuk menolong seseorang mengenal dirinya dengan baik.
Beberapa contoh yang bisa dikembangkan adalah:
a. Mindfulness. Beberapa contohmindfulness, antara lain: (1)Zentangle; (2) Loving-kindness practice – Aktivitas ini bisa dilakukan dengan mengirimkan ucapan harapan dan berkat kepada diri sendiri maupun orang lain. Kita bisa melatih mengucapkan berikut ini: “Semoga saya (dia) terbebas dari rasa iri dan benci; Semoga saya (dia) dipenuhi sukacita, dll.” Dengan melakukan hal ini, kita melatih otak kita untuk berpikir positif;
7 b. Menulis surat kepada seseorang tentang topik tertentu atau tentang apa saja yang baru mereka pelajari. Isi surat bisa bersifat informatif, reflektif, maupun motivasi. c. Meditasi dengan/tanpa gambar atau objek tertentu, iringan musik, dan
sebagainya.
d. Menulis Jurnal. Menulis jurnal adalah waktu untuk “menghargai diri dan kehidupan yang dijalani.” Dalam penulisan jurnal, kita menyeimbangkan antara otak kiri dan otak kanan. Hawkins menegaskan, “Journal writing develops both your so-called right brain strengths (lateral problem solving, intuitive, creative, emotional) and your so-called left brain strengths (intellectual, sequential, rational, orderly).”10Dengan menulis jurnal, siswa-siswi memberikan kebebasan
kepada dirinya untuk “tahu tentang pikirannya, memilih nilai-nilai kehidupan yang dipegang dan dihidupi olehnya, serta melihat hal-hal apa saja yang menuntunnya dalam kehidupan selama ini.”11 Dalam menulis jurnal, berbagai
sensasi dalam diri dilibatkan secara maksimal: respons emosional dan sensual, kemampuan menganalisis, termasuk juga pengamatan langsung/tidak langsung.12
5. Ragam Aksi
Memberikan penekanan pada upaya mendorong seseorang atau sekelompok orang untuk mewujudkan dalam tindakan apa yang dipelajari.
Beberapa contoh yang bisa dikembangkan adalah:
a. Membuat Vlog dan berefleksi melaluinya. Siswa-siswi bisa juga memanfaatkan video yang sudah direkam dan dikirimkan ke guru.
b. Menuliskan daftar aksi konkrit.
Demikianlah beberapa hal yang bisa disampaikan. Semoga menolong para sahabat dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang pendidik dan pengajar Ὀ
10Dowrick,Creative Journal Writting, 27. 11Dowrick,Creative Journal Writting, 120. 12Dowrick,Creative Journal Writting,138.
8
Daftar Pustaka
Dowrick, Stephanie.Creative Journal Writting:The Art and Heart of Reflection.Australia: Allen and Unwin, 2007.
Foster, Joanne. “Reflective Habits of Mind and Kids.”
https://www.creativitypost.com/article/reflective-habits-of-mind-and-kids (diakses 3 Agustus 2020).
Hattu, Justitia. “Mindful Teaching:Mindfulnessdalam Konteks Pendidikan (Kristiani).” Kuliah Umum Kala dan Kalam, STFT Jakarta, Jakarta, 18 Februari 2018.
Iris V. Cully dan Kendig Brubaker Cully, peny.Harper’s Encyclopedia of Religious Education.
San Francisco: Harper and Row, 1990. S.v. “Action-Reflection (T.B. Eugene).
Jarvis, Peter, John Holford, dan Colin Griffin.The Theory and Practice of Learning.London: Kogan, 1998.
Khodijah, Nyayu. “Reflective Learningsebagai Pendekatan Alternatif dalam Meningkatkan Kualitas Pembelajaran dan Profesionalisme Guru Pendidikan Agama Islam.”Islamica
6, no. 1 (September 2011): 180-189.
Koesoema, Doni.Pendidikan Karakter: Utuh dan Menyeluruh.Yogyakarta: Kanisius, 2015. Little, Sara.To Set One’s Heart: Belief and Teaching in the Church.Atlanta: John Knox Press,
1983.
Liz. “10 Unique and Creative Reflection Technique and Lessons for the Secondary Students.”
https://www.teachwriting.org/612th/2017/12/28/10-unique-and-creative-reflection-techniques-lessons-for-the-secondary-student (diakses 2 Agustus 2020). Matthews, Donna dan Joanne Foster.Beyond Intelligence: Secrets for Raising Happily
Productive Kids.USA:House of Anansi Press, 2014.