• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Air

Saat ini, masalah utama yang dihadapi oleh sumber daya air meliputi kuantitas air yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus- menerus meningkat dan kualitas air untuk keperluan domestik yang semakin menurun. Kegiatan industri, domestik, dan kegiatan lain berdampak negatif terhadap sumber daya air, antara lain menyebabkan penurunan kualitas air. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan, kerusakan, dan bahaya bagi semua makhluk hidup yang bergantung pada sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan dan perlindungan sumber daya air secara seksama.

Indonesia telah memiliki Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001 tentang klasifikasi dan kriteria mutu air, yang mengelompokkan mutu air menjadi empat kelas yaitu :

1. Kelas satu : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(2)

2. Kelas dua : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/ sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3. Kelas tiga : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk membudidayakan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4. Kelas empat : air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/sda/PP82-2001PengelolaanKualitasAir.pdf)

2.1.1. Dampak Pencemaran Air

Pencemaran air dapat menyebabkan berkurangnya keanekaragaman atau punahnya populasi organisme perairan seperti benthos, perifiton, dan plankton. Dengan menurunnya atau punahnya organisme tersebut maka sistem ekologis perairan dapat terganggu.

Sistem ekologis perairan (ekosistem) mempunyai kemampuan untuk memurnikan kembali lingkungan yang telah tercemar sejauh beban pencemaran masih berada dalam batas daya dukung lingkungan yang bersangkutan.

(3)

Apabila beban pencemaran melebihi daya dukung lingkungannya maka kemampuan itu tidak dapat dipergunakan lagi. Pencemaran air selain menyebabkan dampak lingkungan yang buruk, seperti menimbulkan bau, menurunnya keanekaragaman, dan mengganggu estetika juga berdampak negatif bagi kesehatan makhluk hidup, karena di dalam air yang tercemar selain mikroorganisme patogen, juga mengandung banyak komponen – komponen yang beracun (Nugroho, 2006).

2.1.2. Indikator Pencemaran Perairan

Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk keperluan, antara lain pengamatan fisika, kimia, dan biologis (Effendi, 2003).

Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi :

1. Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna, dan adanya perubahan warna, bau, dan rasa.

2. Pengamatan kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

3. Pengamatan secara biologis, pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen.

(4)

Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD), serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand,COD) (Irianto dan Machbub, 2003).

2.1.3. Parameter Kualitas Air

Untuk mengetahui apakah suatu perairan tercemar atau tidak, diperlukan tahap pengujian untuk menentukan tingkat pencemaran tersebut. Beberapa parameter uji kualitas air umumnya harus diketahui (Astri, 2006).

Adapun parameter kualitas air antara lain adalah : A. Parameter Fisika

a. Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air.

Hal ini erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi anatara suhu dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut :

1. jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. 2. kecepatan reaksi kimia meningkat.

(5)

4. jika batas suhu yang dimatikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati (Fardiaz, 1992).

b. Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid,TSS) dan Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid,TDS)

Fardiaz (1992) mengemukakan bahwa padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air. Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu, pengendapan dan pembusukan bahan- bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan.

Total padatan terlarut merupakan bahan- bahan terlarut dalam air yang tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran 0,45 µm. Padatan ini terdiri dari senyawa- senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral, dan garam- garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion- ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, detergen, dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian.

(6)

B. Parameter Kimia

a. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen,DO)

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam mg/L (ppm).

Oksigen bebas dalam air dapat berkurang bila dalam air terdapat kotoran/ limbah organik yang degradable. Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen bebas dalam air habis/ sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembangnya adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992).

Ibrahim (1982) mengemukakan bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari >20 ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air bergantung juga pada aktivitas fotosintesis organisme di dalam air.

Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam, umumnya < 2 ppm.

Kalau kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu, diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji, 1995).

(7)

b. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5)

Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis (KOB)

adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses- proses mikrobiologi yang benar- benar terjadi di dalam air.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk atau industri, dan untuk mendesain sistem- sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organis adalah peristiwa alamiah, kalau suatu badan air dicemari oleh zat organis, bakteri dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air selama proses oksidasi tersebut yang bisa mengakibatkan kematian ikan- ikan dalam air dan keadaan menjadi anaerobik dan dapat menimbulkan bau busuk pada air tersebut (Alaerts, 1987).

BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 20˚C. Nilai BOD yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30 ppm (Mahida,1986).

Kristianto (2002) mengemukakan bahwa uji BOD mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah:

(8)

1. Dalam uji BOD (Biological Oxygen Demand) ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan- bahan organik atau bahan- bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga Intermediate Oxygen Demand.

2. Uji BOD (Biological Oxygen Demand) membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari.

3. Uji BOD (Biological Oxygen Demand) yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan ± 68% dari total BOD (Biological Oxygen Demand).

4. Uji BOD (Biological Oxygen Demand) tergantung dari adanya senyawa penghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD kurang teliti.

c. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand)

Effendi (2003) mengemukakan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan

H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling

baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan- bahan organik yang terdapat di dalam air.

(9)

Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa- senyawa organik tersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi, sehingga

menghasilkan nilai COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama.

Bahan- bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. 96% hasil uji COD yang selama 10 menit, kira- kira akan setara dengan hasil uji BOD selama lima hari (Kristianto, 2002).

2.2. Limbah

Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir-hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan bukan organik. Tinja, kencing, sisa-sisa sabun, sampah, sisa-sisa kain buruk dan pasir terdapat di dalam campuran larutan cairan encer ini, yang kelihatan kelam dan akan sedikit berbau selama masih segar (baru). Air cucian dari jalan dan atap rumah dan air tanah yang merembes ke dalam selokan-selokanyang jarang sekali mempunyai sambungan-sambungan yang kedap air memberi sumbangan yang berarti pada apa yang tersebut di atas ini dan kadarnya pun dapat dirobah selanjutnya dengan adanya sampah-sampah yang dihasilkan oleh perdagangan.

(10)

Pelimbahan itu banyak berbeda dalam kekuatan dan komposisinya dari suatu kota ke kota yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata dalam kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan mereka dan pakaian per kapita (Mahida, 1986).

2.2.1. Limbah Cair

Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam sistem prosesnya. Disamping itu, ada pula bahan baku yang mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Semua jenis perlakuan ini mengakibatkan buangan air. Pada beberapa pabrik tertentu, misalnya pabrik pengolahan kawat, seng, besi, baja, sebagian besar air dipergunakan untuk pendinginan mesin ataupun dapur pengecoran.

Air ini dipompa dan sumbernya lalu dilewatkan pada bagian-bagian yang membutuhkan pendinginan, kemudian dibuang. Oleh sebab itu, pada saluran pabrik terlihat air mengalir dalam volume yang cukup besar. Air ketel akan dibuang pada waktu-waktu tertentu setelah melalui pemeriksaan laboratorium, sebab air ini tidak memenuhi syarat lagi sebagai air ketel dan karenanya harus dibuang. Bersamaan dengan itu dibutuhkan pula sejumlah air untuk mencuci bagian dalam ketel. Pencucian lantai pabrik setiap hari untuk beberapa pabrik tertentu membutuhkan air dalam jumlah banyak.

(11)

Jumlah air terus- menerus diperlukan mencuci peralatan, lantai, dan lain-lain. Air dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel baik yang larut maupun mengendap. Bahan ini ada yang kasar dan halus. sering sekali air dari pabrik berwarna keruh dan temperaturnya tinggi.

Air yang mengandung senyawa kimia beracun dan berbahaya mempunyai sifat tersendiri. Air limbah yang telah tercemar memberikan ciri yang dapat diindetifikasi secara visual dapat diketahui dari kekeruhan, warna air, rasa, bau yang ditimbulkan dan indikasi lainnya.

Sedangkan identifikasi secara laboratorium, ditandai dengan perubahan sifat kimia air dimana air telah mengandung bahan kimia yang beracun dan berbahaya dalam konsentrasi yang melebihi batas dianjurkan. Jenis industri menghasilkan limbah cair diantaranya adalah industri- industri pulp dan rayon, pengolahan crumb rubber, minyak kelapa sawit, baja dan besi, minyak goreng, kertas, tekstil, kaus tiksoda, elektro planting, plywood, tepung tapioka, pengalengan, pencelupan dan pewarnaan. Jumlah limbah yang dikeluarkan masing- masing industri ini tergantung pada banyak produksi yang dihasilkan, serta jenis produksi (Perdana, 1992).

2.2.2. Sumber Limbah Cair

Sebagaimana telah dikemukakan, limbah cair bersumber dari aktivitas manusia (human sources) dan aktivitas alam (natural sources).

(12)

1. Aktivitas Manusia

Aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair sangat beragam, sesuai dengan jenis kebutuhan hidup manusia yang sangat beragam pula. Beberapa jenis diantaranya adalah :

a. Aktivitas Bidang Rumah Tangga

Sangat banyak aktivitas bidang rumah tangga yang menghasilakan limbah cair antara lain mencuci pakaian, mencuci alat makan/ minum, memasak makanan dan minuman, mandi, mengepel lantai, mencuci kendaraan, penggunaan toilet, dan sebagainya.

b. Aktivitas Bidang Perkantoran

Aktivitas perkantoran pada umumnya merupakan kegiatan pelayanan masyarakat. Limbah cair dari sumber ini biasanya dihasilkan dari aktivitas kantin yang menyediakan makanan dan minuman bagi pegawai, aktivitas penggunaan toilet (kamar mandi, WC, wesatafel), aktivitas pencucian peralatan dan sebagainya.

c. Aktivitas Bidang Perdagangan

Kegiatan dalam bidang perdagangan yang menghasilkan limbah cair, yaitu pengepelan lantai gedung, pencucian alat makan dan minum di restoran, penggunaan toilet, pencucian pakaian, pencucian kendaraan, dan sebagainya.

(13)

d. Aktivitas Bidang Perindustrian

Aktivitas bidang perindustrian juga sangat bervariasi. Variasi kegiatan bidang perindustrian dipengaruhi anatara lain oleh faktor jenis bahan baku yang diolah/ diproses, jenis bahan jadi yang dihasilkan, kapasitas produksi, teknik/ jenis proses produksi yang diterapakan, kemampuan modal, jumlah karyawan, serta kebijakan manajemen industri.

e. Aktivitas Bidang Pertanian

Aktivitas bidang pertanian menghasilkan limbah cair karena digunakannya air untuk mengairi lahan pertanian. Peristiwa pengayaan nutrient yang berlebihan pada badan air yang dikenal dengan istilah euthrofikasi merupakan salah satu akibat dari pencemaran limbah cair pertanian.

f. Aktivitas Bidan Pelayanan Jasa

Karakteristik limbah cair dari kegitan pertanian, perdagangan, dan pelayanan jasa secara umum mempunyai kesamaan. Limbah cair kegitan ini dimasukkan ke dalam kelompok limbah cair domestik.

2. Aktivitas Alam

Hujan merupakan aktivitas alam yang menghasilkan limbah cair yang disebut larian (strom water runoff). Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan merembes ke dalam tanah (±30%) dan sebagian besar lainnya (±70%) akan mengaliri permukaan tanah menuju sungai, telaga atau tempat yang lebih rendah.

(14)

Air larian yang jumlahnya berlebihan sebagai akibat dari hujan yang turun dengan intensitas tinggi dalam waktu yang lama dapat menyebabkan saluran air hujan (strom

water) teraliri dalam jumlah yang berlebihan kapasitas, dan dapat menyebabkan

terjadinya banjir. Atas dasar itu, air hujan atau air larian perlu diperhitungkan dalam perencanaan sistem saluran limbah cair (Soeparman, 2001).

2.2.3. Pengolahan Air Limbah

Secara umum, pengolahan air limbah dapat dikelompokkan menjadi : 1. Pengolahan Awal/ pendahuluan (Preliminary Treatment)

Tujuan utama dari tahap ini adalah usaha untuk melindungi alat- alat yang ada pada instalasi pengolahan air limbah.

Pada tahap ini, dilakukan penyaringan, penghancuran, atau pemisahan air dari partikel- partikel yang dapat merusak alat- alat pengolahan air limbah , seperti pasir, sampah, plastik, dan lain- lain.

2. Pengolahan primer (Primary Treatment)

Tujuan pengolahan yang dilakukan pada tahap ini adalah menghilangkan partikel- partikel padat organik dan anorganik melalui proses fisika, yakni sedimentasi dan flotasi. Sehingga partikel padat akan mengendap sedangkan partikel lemak dan minyak akan berada di atas/ permukaan.

3. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)

Pada tahap ini air limbah diberi mikroorganisme dengan tujuan untuk menghancurkan atau menghilangkan material organik yang masih ada pada air limbah.

(15)

Tiga buah pendekatan yang umumnya digunakan pada tahap ini adalah fixed film, suspended film, dan lagon sistem.

4. Pengolahan Akhir (Final Treatment)

Fokus dari pengolahan akhir (Final Treatment) adalah menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit yang ada apada air. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahakan khlorin ataupun dengan menggunakan sinar ultraviolet.

5. Pengolahan Lanjutan (Advanced Treatment)

Pengolahan lanjutan diperlukan untuk membuat komposisi air limbah sesuai dengan yangn dikehendaki. Misalnyauntuk menghilangkan kandungan fosfor ataupun amonia dari air limbah (Sunu, 2001).

2.3. COD (Chemical Oxygen Demand)

Chemical Oxygen Demand (COD) atau Kebutuhan Oksigen Kimia (KOK) adalah

jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang

ada dalam 1 L sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber

oksigen (Oxidizing Agent). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi kan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. Analisa COD berbeda dengan analisa BOD namun perbandingan antara COD dengan BOD dapat ditetapkan.

(16)

Jenis air BOD5 /COD

Air buangan domestik (penduduk) Air buangan domestik setelah pengendapan primer

Air buangan domestik setelah pengolahan secara biologis Air sungai 0,40-0,60 0,60 0,20 0,10 Sumber : Alaerts,1984

Angka perbandingan yang lebih rendah dari yang seharusnya, misalnya untuk air buangan penduduk (domestik) < 0,20, menunjukkan adanya zat-zat yang bersifat racun bagi mikroorganisme. Tidak semua zat-zat organis dalam air buangan maupun air permukaan dapat dioksidasikan melalui tes COD atau BOD.

2.3.1. Prinsip Analisa

Sebagian besar zat organis melalui tes COD ini dioksidasi oleh larutan K2Cr2O7

dalam keadaan asam yang mendidih (reaksi 1) :

CaHbOc + Cr2O72- +H+ Δ E CO2 + H2O + Cr3+ (1)

Ag2SO4

(Zat organis) (kuning) (hijau)

Selama reaksi yang berlangsung ± 2 jam ini, uap direfluks dengan alat kondensor agar zat organis volatil tidak lenyap keluar. Perak sulfat Ag2SO4 ditambahkan sebagai

(17)

Sedang merkuri sulfat ditambahkan untuk menghilangkan gangguan klorida yang pada umumnya ada di dalam air buangan. Untuk memastikan bahwa hampir semua zat organis habis teroksidasi maka zat pengoksidasi K2Cr2O7 masih harus terisa

sesudah direfluks. K2Cr2O7 yang tersisa di dalam larutan tersebut digunakan untuk

menentukan brp oksigen yang telah terpakai. Sisa K2Cr2O7 tersebut ditentukan melalu

titrasi ferro amonium sulfat (FAS), dimana reaksi yang berlangsung adalah sebagai berikut :

6Fe2+ + Cr2O72- + 14H2+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O (2)

Warna larutan air lingkungan yang mengandung bahan buangan organik sebelum reaksi oksidasi adalah kuning. Setelah reaksi oksidasi selesai maka akan berubah menjadi hijau. Indikator Ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi yaitu disaat warna hijau- biru larutan berubah menjadi coklat-merah. Sisa K2Cr2O7 dalam larutan blanko adalah K2Cr2O7 awal, karena diharapkan blanko tidak

mengandung zat organis yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7 (Alaetrs, 1987).

Jumlah oksigen yang diperlukan untuk reaksi oksidasi terhadapa bahan buangan organik sama dengan jumlah kalium bikromat yang dipakai pada reaksi oksidasi, berarti makin banyak oksigen yang diperlukan. Ini berarti bahwa air lingkungan makin banyak tercemar oleh bahan buangan organik (Wardhana, 1995).

(18)

2.3.2. Gangguan tes COD

Gangguan dalam tes COD adalah :

1. Kadar klorida (Cl-) sampai 2000 mg/L di dalam sampel dapat mengganggu bekerjanya katalisator Ag2SO4, dan pada keadaan tertentu turut teroksidasi oleh

kromat, sesuai dengan reaksi di bawah :

6Cl- + Cr2O7 + 14 H+ 3Cl2 + 2Cr3+ + 7H2O

Gangguan ini dihilangkan dengan penambahan merkuri sulfat (Hg2SO4) pada

sampel, sebelum penambahan reagen lainnya. Ion merkuri bergabung dengan ion klorida membentuk merkuri klorida (HgCl2) ,sesuai reaksi dibawah :

Hg2+ + 2Cl- HgCl2

Dengan adanya ion Hg2+ ini, konsentrasi ion Cl- menjadi sangat kecil dan tidak mengganggu oksidasi zat organis dalam tes COD.

2. Nitrit (NO2-) juga teroksidasi menjadi Nitrat (NO3-)

1 mg NO2 - 1,1 mg COD. Kalau konsentrasi NO2-N > 2 mg/L, maka harus ada

penambahan 10 mg asam sulfamat per mg NO2-N baik dalam sampel maupun

dalam blanko.

2.3.3. Keuntungan tes COD dibandingkan dengan tes BOD

Analisa COD hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, sedangkan analisa BOD5

(19)

Untuk menganalisa COD antara 50 sampai 800 mg/L, tidak dibutuhkan pengenceran sampel sedang pada umumnya analisa BOD selalu membutuhkan pengenceran. Ketelitian dan ketepatan (reproducibility ) tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi dari tes BOD.

Gangguan dari zat yang bersifat racun terhadap mikroorganisme pada tes BOD, tidak menjadi soal pada tes COD (Alaerts,1987).

Selain itu, Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi dari pada uji BOD karena bahan- bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sebgai contoh, selulosa sering tidak terukur melalui uji BOD karena sukar dioksidasi melalui reaksi biokimia, tetapi dapat terukur melalui uji COD (Fardiaz, 1992 ).

2.3.4. Kekurangan tes COD dibandingakan dengan tes BOD

Tes COD hanya merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi kimia yang menirukan oksidasi biologis (yang sebenarnya terjadi di alam), sehingga merupakan suatu pendekatan saja.

Karena hal tersebut, maka tes COD tidak dapat membedakan antara zat-zat yang sebenarnya teroksidasi (inert) dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis (Alaerts, 1987).

(20)

Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat (kalium bikromat/ K2Cr2O7) dalam suasana asam.

Dengan menggunakan kalium bikromat sebagai oksidator , diperkirakan sekitar 95%- 100% bahan organik dapat dioksidasi (Effendi, 2003).

2.4. Gula Rafinasi (Refined Sugar)

Gula rafinasi merupakan gula yang diproduksi dari bahan baku gula Kristal mentah

(Raw Sugar) melalui proses rafinasi untuk memenuhi kebutuhan industri makanan

dan minuman serta kebutuhan dibidang farmasi. Kata rafinasi diambil dari kata

refinery artinya menyuling, menyaring dan membersihkan.

2.4.1. Tahapan Gula Rafinasi

Gula sukrosa yang diproduksi melalui tahapan pengolahan gula kristal mentah yang meliputi:

a. Afinasi adalah Proses pencucian gula kristal mentah yang telah dicampur dengan air atau sirup dalam mixer, kemudian menggunakan mesin sentrifugal untuk menghilangkan lapisan tetes yang ada dipermukaan kristal.

b. Pelarutan kembali (Remelting) adalah proses pelarutan gula Kristal mentah yang telah di afinasi menjadi sirup.

c. Klarifikasi adalah proses pemurnian sirup dengan cara karbonatasi, fosfatasi atau proses lainnya.

(21)

d. Filtrasi adalah proses penyaringan sirup hasil klarifikasi menggunakan penyaring bertekanan untuk menjernihkan sirup dari endapan atau partikel lainnya.

e. Dekolorisasi adalah proses pemucatan warna sirup hasil filtrasi dengan penukar ion, karbon aktif atau bahan penyerap lainnya.

f. Kristalisasi adalah proses pengkristalan sukrosa dalam sirup dengan cara penguapan dan pemberian bibit (seed) sehingga menghasilkan campurank kristal sukrosa dan larutan induk.

g. Fugalisasi adalah proses pemisahan kristal sukrosa dari campuran kristal sukrosa dan larutan induk dalam masakan dengan menggunakan mesin sentrifugal.

h. Pengeringan dan pendinginan adalah proses pengeringan kandungan air dalam kristal sukrosa dengan menggunakan pengering gula (sugar drier) dilanjutkan dengan pendingingan (SNI 3140 . 2 : 2011).

2.4.2. Limbah Proses Gula Rafinasi

Secara garis besar limbah dari proses pembuatan gula rafinasi dibagi menjadi 3 yaitu limbah padat, gas dan cair.

A. Limbah Padat a. Blotong

Limbah pada industri gula rafinasi disebut dengan blotong. Blotong merupakan hasil pengepresan mud liquor dan filter mud.

(22)

Mud liquor/ filter mud dipisahkan antara cairan dan padatannya menggunakan

mesin filter press.

Bagian padatan hasil pengepresan inilah yang disebut dengan blotong. Sementara ini, pengelolaan blotong dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk dan sebagai tanah urukan.

b. Batu dan endapan kapur

Limbah ini dihasilkan dari stasiun pembuatan lime milk (susu kapur).

Batu yang dimaksud adalah batu yang tercampur dengan kapur dalam karung. Batu yang terbawa dipisahkan dari kapur pada proses pemisahan (sortasi). Hal ini dilakukan agar kapur yang diolah benar-benar bersih dan tidak terdapat bahan yang mengganggu proses. Sedangkan endapan kapur adalah endapan sisa pengolahan susu kapur (Ca(OH)2). Penanganan limbah ini sama halnya dengan

dengan pengelolaan blotong yaitu digunakan sebagai bahan pembuat pupuk dan sebagai tanah urukan.

B. Limbah Gas

Limbah gas berasal dari sisa pembakaran MFO pada boiler dan gas buangan dari karbonator. Jumlah limbah gas yang dihasilkan tergolong sedikit sehingga tidak menimbulkan polusi udara. Hal ini dikarenakan gas CO2 yang biasanya dibuang

sebagai limbah gas digunakan untuk membantu proses produksi. Oleh karena itu, CO2 yang dibuang hanya sebagian kecil saja.

(23)

Sarana pembuangan gas berupa cerobong yang dilengkapi dengan filter untuk memisahkan kotoran dan gas buangan. Melalui filter ini, harapannya gas yang dibuang ke udara sudah bersih sehingga tidak mencemari udara.

C. Limbah Cair

a. Sisa proses produksi

Limbah cair proses produksi filter mud/ mud liquor yang tidak tertampung lagi dalam tangki merupakan cairan yang mengandung kotoran sehingga berwarna coklat seperti lumpur. Disisi lain cairan ini masih mengandung gula cukup tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan. Seharusnya seluruh larutan filter mud diolah pada filter press. Namun, karena jumlah mesin filter press hanya satu maka kapasitas mesin ini tidak mencukupi untuk memproses seluruh filter mud. Oleh karena itu sebagian larutan dibuang pada saat tangki penuh untuk menghindari kebanjran pada area produksi.

b. Bahan kimia

Bahan kimia yang dimaksud adalah bahan sisa hasil analisa laboratorium. Bahan kimia merupakan bahan yang mudah bereaksi satu dengan yang lain. Oleh karena itu, untuk menghindari hal- hal yang membahayakan saluran pembuangan zat kimia sebaiknya dipisahkan dari saluran pembuangan air.

Referensi

Dokumen terkait

Individu dengan locus of control eksternal akan menganggap bahwa sesuatu yang dialaminya adalah takdir yang memang harus terjadi pada dirinya sehingga individu akan cenderung pasrah

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, kelimpahan rahmat dan karunia Nya sehingga dapat menyelesaukan tesis tentang “ Pengaruh Kompensasi dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana efektivitas pelaksanaan program pelayanan sosial anak korban bencana oleh yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) di

Dalam setiap pelayanan di Bank Darah mulai dari pengambilan sempel darah sampai dengan pemberian darah kepada pasien dilakukan pencatatan..

Beberapa unit sosial terhubungkan secara horizontal karena individu secara simultan merupakan anggota unit yang berbeda, juga karena unit-unit tersebut saling

Berdasarkan distribusi responden terhadap asupan zat besi menunjukan bahwa responden dengan asupan zat besi kurang memiliki distribusi tertinggi pada penelitian ini yaitu

yang ulet dan getas ketika mengalami gaya tarik sampai terjadi patah dapat dilihat. pada gambar di bawah

Tabel 4.9 Data Jenis dan Jumlah Cacat pada Kesalahan Ukuran 51 Tabel 4.10 Data Jenis dan Jumlah Cacat pada Kerusakan Bahan 52 Tabel 4.11 Data Jenis dan Jumlah Cacat