• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi pada dasarnya merupakan usaha masyarakat secara keseluruhan dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental yang sudah terbiasa dan lembaga-lembaga nasional termasuk pula percepatan atau akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut. Artinya adalah indikator pembangunan ekonomi adalah pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan masalah kemiskinan. (Todaro, 2000).

Pemerataan yang dimaksud adalah hasil-hasil pembangunan dapat diterima disemua sektor dan untuk seluruh lapisan masyarakat. Namun demikian seringkali dibanyak negara berkembang termasuk di wilayah kabupaten/ kota di Indonesia menghadapai ketidakmerataan (disparity) hasil pembangunan itu sendiri sehingga menjadi dilema dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi. Hubungan antara disapritas regional dan tingkat pembangunan ekonomi pada tahap awal pembangunan, disparitas regional menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. (Kuncoro, 2004)

Tingkat pembangunan yang lebih tinggi akan semakin memperkuat dampak sebar (spread effect) dan cenderung menghambat arus ketimpangan regional. Hal ini akan menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi

(2)

kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diarahkan untuk mengurangi ketimpangan regional lebih lanjut.

Dalam mengukur tingkat ketimpangan (disparitas) suatu wilayah, telah banyak teori dan model yang dibuat dan dikembangkan, diantaranya adalah yang dipergunakan oleh Jeffrey G. Williamson dengan modelnya yang dikenal dengan Indeks Williamson. Indeks Williamson dapat memberikan gambaran yang lebih baik tentang perkembangan masing-masing daerah dari segi pemerataan pembangunan yang diamati (Safrizal, 1997).

Dari hasil penghitungan dengan model Indeks Williamson dalam Gambar 1.1 berikut disajikan tingkat ketimpangan (disparitas) dari masing-masing kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara tahun 2013.

Sumber : Hasil Olahan Penulis

Gambar 1.1. Ketimpangan Regional Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013

0.05 63 0.07 86 0.03 70 0.09 18 0.05 38 0.01 21 0.03 03 0.02 86 0.06 43 0.02 46 0.00 25 0.03 59 0.05 00 0.08 16 0.04 16 0.03 21 0.00 13 0.03 08 0.00 30 0.00 62 0.00 75 0.01 20 0.36 01 0.01 42 0.05 89 0.10000 0.20000 0.30000 0.40000 Indeks Kab/kota

(3)

Dari gambar 1.1 terlihat bahwa tingkat disparitas tertinggi di kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara tahun 2013 adalah berada di kota Medan dengan nilai sebesar 0,3601 sedangkan tingkat disparitas terendah berada di kabupaten Samosir dengan nilai 0,0013. Hal ini menunjukkan masih tingginya ketimpangan (disparitas) diantara kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara.

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya ketimpangan antara wilayah, diantaranya adalah pertumbuhan ekonomi dan aglomerasi. Secara teori pada tahap awal pembangunan ketimpangan regional akan menjadi lebih besar dan pembangunan terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu (aglomerasi), dan pada tahap lebih matang dilihat dari pertumbuhan ekonomi tampak adanya keseimbangan antar daerah dimana disparitas berkurang dengan signifikan. (Richarson, 1997).

Indikator lainnya dalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi. Pada prinsipnya pertumbuhan ekonomi harus dirasakan oleh semua wilayah. Hal ini terjadi jika pertumbuhan ekonomi disertai dengan kecilnya kesenjangan ekonomi regional.

Pertumbuhan ekonomi secara umum diartikan sebagai peningkatan dalam kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi suatu barang-barang dan jasa. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan output perkapita. Secara sederhana, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu perubahan tingkat kegiatan ekonomi yang berlangsung dari tahun ke tahun. (Nangan, 2001).

(4)

Sumber : BPS Propinsi Sumut

Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Tahun 1999-2013

Dari gambar 1.2 di atas dapat terlihat bahwa perkembangan laju pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari perubahan PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menunjukkan dari tahun ke tahun mengalami fluktuasi. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan penurunan. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara diawal tahun 1999 menunjukkan angka sebesar 2,32 persen. Rendahnya pertumbuhan ini disebabkan di tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang melanda dunia dan berimbas pada perekonomian nasional serta regional khususnya di Sumatera Utara.

Namun demikian, perekonomian Sumatera Utara kembali bangkit hingga mencapai 6,01 persen di tahun 2013 meskipun mengalami penurunan dibandingkan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 6,22 persen. Meskipun terjadi penurunan, perekonomian Sumatera Utara secara rata-rata dari tahun 1999 hingga tahun 2013 terus menunjukkan arah peningkatan. Hal ini

2.32 4.43 3.98 4.56 4.81 5.74 5.48 6.20 6.90 6.39 5.07 6.42 6.63 6.22 6.01 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Persen Tahun

(5)

berdampak positif bagi perkembangan perekonomian Sumatera Utara pada tahun-tahun berikutnya.

Sumber : BPS, Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2014

Gambar 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota Sumatera Utara Tahun 2013 (persen) 6.43 6.41 5.21 6.85 6.05 5.14 6.00 5.83 4.48 5.46 4.72 12.79 5.97 5.16 6.03 5.86 6.46 5.97 5.80 4.52 5.16 6.91 4.30 6.48 6.20 - 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 Nias Madina TapSel TapTeng TapUt TobaSa LBatu Asahan Simalungun Dairi Karo DSerdang Langkat NiSel HumbaHas PakpakB Samosir Sergai Sibolga TBalai PSiantar TTinggi Medan Binjai PSidempuan Persen Kab/kota

(6)

Dari data BPS, pertumbuhan ekonomi regional kabupaten/ kota di Sumatera Utara akan terlihat seberapa besar ketimpangan yang terjadi dari sisi perekonomian. Gambar 1.3 diatas menunjukkan pertumbuhan ekonomi regional kabupaten/ kota di Sumatera Utara yang relatif tinggi, namun pertumbuhan tersebut diiringi dengan ketimpangan antar wilayah yang semakin besar. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi ternyata seringkali menyebabkan bertambah lebarnya ketimpangan antar golongan masyarakat (yang kaya dan yang miskin) dan kesenjangan atau ketimpangan antar daerah (yang maju dan yang tertinggal). Ketimpangan yang makin tinggi antar golongan dan antar wilayah ini dapat memunculkan masalah kecemburuan sosial, kerawanan disintegrasi wilayah dan disparitas ekonomi yang makin lebar dan tajam.

Menurut Suryana (2000), ketimpangan pembangunan pada prinsipnya merupakan ketimpangan ekonomi yang mengandung makna kemiskinan dan kesenjangan. Agar ketimpangan dan perkembangan antar suatu daerah dengan daerah lain tidak menciptakan jurang yang semakin lebar, maka implikasi kebijaksanaan terhadap daur perkembangan dari pembangunan haruslah dirumuskan secara tepat William Easterly (2006) dalam salah satu studynya mengungkapkan bahwa tingkat ketimpangan (disparities) yang tinggi merupakan penghambat dari kemakmuran, tumbuhnya institusi yang berkualitas, dan berkembangnya pendidikan yang bermutu tinggi.

Ketimpangan pembangunan yang tinggi antara daerah di Sumatera Utara merupakan salah satu masalah yang harus diminimalisir bahkan dituntaskan oleh pemerintah mengingat tujuan utama dari usaha–usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setingi–tingginya, harus pula menghapus

(7)

atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan (disparitas) pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya ( Todaro, 2000 ).

Tingkat kemiskinan dan pengangguran yang tinggi di suatu wilayah merupakan akar permasalahan yang menyebabkan ketimpangan pembangunan antara wilayah di Sumatera Utara. Wilayah yang tidak memiliki sumber daya alam yang potensi serta sumber daya manusia yang tidak berkualitas akan menyebabkan perpindahan (urbanisasi) penduduk dari wilayah tersebut ke wilayah yang lebih menjanjikan kehidupan yang lebih baik.

Gambar 1.4. menyajikan tingkat kemiskinan dan pengangguran di kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara selama tahun 2013.

Sumber : BPS (2014)

Gambar 1.4. Tingkat Kemiskinan dan Pengangguran di Kabupaten/ Kota Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013

17.28 9.62 11.33 15.41 11.68 9.54 8.53 11.60 10.45 8.68 9.79 4.71 10.44 18.83 10.00 11.28 14.01 9.35 12.90 14.85 10.93 11.74 9.64 6.75 9.04 0.8 7 8.02 4.46 8.53 2.3 4 1.69 8.93 5.22 5.96 1.90 2.08 7.54 7.10 2. 79 0.30 3.57 1.12 6.13 10.07 8.9 8 6.61 7.36 10.01 6.83 6.80 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00 N ias Ma d in a Tap Se l Tap Te n g Ta p U t To b aS a LBat u As ah an Sim alu n gu n Dairi Karo DS erd an g La n gka t N iSe l H u m b aH as Pa kp ak B Sa m o sir Se rgai Sibo lg a TBalai PSian ta r TTin gg i Me d an Binj ai PSid e m p u an Persen Kab/Kota Kemiskinan Pengangguran

(8)

Gambar 1.4 menunjukkan tingkat kemiskinan dan pengangguran di seluruh kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara tahun 2013 yang berfluktuatif antara daerah tersebut. Secara umum pola yang digambarkan adalah apabila tingkat kemiskinan tinggi akan diikuti oleh tingkat pengangguran yang tinggi pula. Tingkat kemiskinan yang tertinggi di tahun 2013 adalah Kabupaten Nias Selatan sebesar 18,83 persen dengan tingkat pengangguran sebesar 2,79 persen. Sedangkan tingkat kemiskinan yang terendah adalah Kabupaten Deli Serdang sebesar 4,71 persen dengan tingkat pengangguran sebesar 7,54 persen.

Disamping tingkat kemiskinan dan pengangguran, ketimpangan yang terjadi antara wilayah di kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara adalah disebabkan oleh persebaran sumber daya yang tidak merata dalam perekonomian regional antar daerah. Ketidakmerataan sumber daya ini tercermin pada konsentrasi kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tertentu saja. Daerah-daerah dimana konsentrasi ekonomi terjadi memperoleh manfaat disebut dengan ekonomi aglomerasi (agglomeration economies). (Safrizal, 1997).

Ekonomi aglomerasi merupakan eksternalitas yang dihasilkan dari kedekatan geografis dengan kegiatan ekonomi. Sebagai akibatnya daerah-daerah yang termasuk dalam aglomerasi pada umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan aglomerasi. Aglomerasi bukan saja menguntungkan produsen karena penghematan aglomerasi maupun urbanisasi, konsumen juga dapat meminimalisasi biaya opportunities dalam membandingkan jenis barang yang sama di tempat yang berbeda yang saling berdekatan.

(9)

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian-uraian tersebut, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut : Bagaimana pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan rasio penduduk miskin serta pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara yang teraglomerasi terhadap ketimpangan regional kabupaten/ kota di Sumatera Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran dan rasio penduduk miskin serta pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di propinsi Sumatera Utara yang teraglomerasi terhadap ketimpangan regional kabupaten/ kota di Sumatera Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Memberikan informasi sebagai bahan acuan kepada mereka yang akan meneliti dan sekaligus ikut memperkaya kepustakaan tentang aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi regional serta memberikan informasi bagi pengembangan ilmu ekonomi dan memberikan tambahan informasi kepada pemerintah dan pihak yang terkait dalam pengambilan kebijaksanaan khususnya mengenai pengelolaan aglomerasi dan pengaruhnya terhadap hubungan pertumbuhan dan ketimpangan regional di Sumatera Utara.

Gambar

Gambar 1.1. Ketimpangan Regional Kabupaten/ Kota  Propinsi Sumatera Utara Tahun 2013
Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara Tahun 1999-2013
Gambar 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota Sumatera Utara   Tahun 2013 (persen)   6.43   6.41   5.21    6.85   6.05   5.14   6.00   5.83   4.48   5.46   4.72    12.79   5.97   5.16   6.03   5.86   6.46   5.97   5.80   4.52   5.16   6.91   4.30   6.48
Gambar  1.4.  menyajikan  tingkat  kemiskinan  dan  pengangguran  di  kabupaten/ kota propinsi Sumatera Utara selama tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimana merencanakan dan merancang bangunan yang berfungsi sebagai kantor DPRD Sukoharjo sebagai wadah yang memiliki kesan terbuka lingkungan sekitar dalam hal

Besarnya pangsa pasar dan nilai ekspor neto yang dimiliki oleh Indonesia, posisi Indonesia yang menempati eksportir kopra terbesar pertama di dunia dan peran kopra, minyak

Produksi ikan payangka atau nike besar itu sendiri adalah sekitar 500 ton per tahun, maka gabungan produksi nike dan ikan payangka dapat mencapai sekitar 35% dari

Kejadian mendengkur lebih banyak terjadi pada premedikasi Midazolam intramuskuler karena Midazolam mempunyai kekuatan 2-5 kali lebih besar bila dibandingkan dengan diazepam dalam

Tujuan penelitian menjelaskan evaluasi sistem informasi akuntansi atas prosedur pengeluaran kas pada koperasi keluarga Besar PT Semen Padang. Penelitian ini

Pada masa Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga,

Surat muatan merupakan persetujuan antara sipengi- rim atau ekspeditur pada satu pihak dan pengangkut atau juragan perahu pada pihak lain dan surat itu memuat selain

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan dan motivasi terhadap kinerja karyawan divisi operasional PT Bumi Menara