PENGARUH BENTUK PLAFON TERHADAP
WAKTU DENGUNG (REVERBERATION TIME)
Yunita A.Sabtalistia1
1Jurusan Arsitektur, Universitas Tarumanagara, Jl. Let. Jend S. Parman No.1 Jakarta 11440
Email: [email protected]
ABSTRAK
Waktu dengung merupakan salah satu parameter yang menentukan kualitas akustik suatu ruangan. Tinggi rendahnya waktu dengung dipengaruhi oleh volume ruangan, luas permukaan material yang terekspos, koefisien penyerapan bunyi material, dan frekuensi sumber bunyi. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh perubahan bentuk plafon terhadap waktu dengung. Sampel penelitian yang diambil adalah ruangan kelas 1 SMA di SMAK Penabur Summarecon Bekasi. Perubahan bentuk plafon disimulasikan ke dalam Ecotect v 5.20 sehingga dapat diketahui waktu dengungnya. Bentuk plafon yang disimulasikan adalah plafon datar, lengkung, busur, miring ke atas, miring ke bawah, sudut, dan eksisting. Waktu dengung optimal untuk ruangan kelas dalam penelitian ini berkisar 0.59-0.61 detik. Dengan menggunakan plafon lengkung maka dicapai waktu dengung terbaik (0,83 detik) sedangkan waktu dengung terburuk jika menggunakan plafon busur (1,27 detik).
Kata kunci: kelas, plafon, waktu dengung
1. PENDAHULUAN
Dengung (reverberation) adalah keadaan yang berlangsung terus menerus dan bersambung pada suara akibat dari pemantulan berkali-kali antara permukaan dalam ruangan (McMullan, 2007:224). Penerima menerima bunyi langsung dan bunyi yang dipantulkan oleh permukaan dalam ruangan (Gambar 1a). Bunyi akan kehilangan energinya akibat pemantulan bunyi yang besarnya tergantung pada bentuk dan sifat penyerapan dari bidang permukaan. Pengurangan kerapatan energi bunyi akibat pemantulan bunyi tersebut merupakan fenomena waktu dengung.
Gambar 1. (a) Pemantulan Bunyi pada Ruangan dan (b) Grafik Reverberation Time (Mcmullan, 2007:224 dan 225)
Reverberation Time (RT) adalah waktu yang dibutuhkan suatu level bunyi tertentu untuk
meluruhkan bunyi sampai 60 dB atau waktu yang dibutuhkan bunyi sampai tidak terdengar lagi setelah bunyi itu dimatikan, dihitung dalam detik (Gambar 1b) (Templeton, 1997:53). Waktu untuk meluruhkan bunyi tergantung pada luas area yang terekspos, koefisien penyerapan bunyi pada permukaan, jarak antara berbagai permukaan dalam ruangan, dan frekuensi dari sumber bunyi (McMullan, 2007:225). Ruangan untuk keperluan berbicara seperti ruangan kelas
membutuhkan waktu dengung yang pendek untuk memperjelas isi pembicaraan. Jika waktu dengungnya terlalu lama, isi pembicaraan menjadi tidak jelas.
Waktu dengung perlu diperhitungkan pada frekuensi rendah, sedang, dan tinggi (125-4000 Hz) karena koefisien penyerap bunyi pada material (α) bervariasi pada berbagai frekuensi (Cavanaugh dkk, 1999:22). Frekuensi menengah (500 dan 1000 Hz) adalah frekuensi yang paling baik untuk diperhitungkan karena mempunyai nilai kritis lebih rendah daripada frekuensi lainnya (Cavanaugh dkk, 1999:22). Selain itu pada frekuensi menengah mampu mencapai kondisi dengar yang optimal (Campanella, 1995). Pada penelitian ini, frekuensi 500 Hz dipilih karena merupakan salah satu frekuensi menengah (mid-band frequency) yang paling sesuai dengan frekuensi pembicaraan. Reverberation Time dapat dihitung dengan Persamaan 1 (Sabine) dan Persamaan 2 (Norris – Eyring) sebagai berikut (Templeton, 1997:144):
RT60= 0.161 V/Sα̅ (1) RT60 = 0.16 𝑉 −𝑆 log(1 − 𝛼̅ ) (2) α̅ =∑ Si αi n i=1 ∑n Si i=1 (3) dengan:
RT60 : Waktu dengung (Reverberation Time) (detik)
V : Volume ruangan (m³)
α : Koefisien penyerapan (absorbsi) bunyi
α̅ : Nilai rata-rata koefisien absorbsi bunyi pada seluruh luas area yang terekspos S : Luas area permukaan yang terekspos (m²)
Reverberation Time (RT) juga dapat dihitung dengan persamaan Norris-Eyring (Persamaan 2).
Persamaan 2 lebih cocok digunakan untuk koefisien absorbsi rata-rata dalam suatu ruangan lebih dari 0,1 atau ruangan yang sangat menyerap bunyi, seperti: ruang rekaman (Templeton,1997:143). Pada penelitian ini hanya menghitung waktu dengung dengan persamaan
Sabine (persamaan 1) karena ruangan kelas yang dijadikan sampel penelitian bukan merupakan
ruangan yang mempunyai daya serap bunyi yang tinggi.
Standard waktu dengung pada ruang kelas yang baik berkisar antara 0,6 - 0,8 detik pada frekuensi tengah (500 Hz) (Doelle, 1986:87). Nilai tersebut bergantung pada volume dengan kondisi ruang sedang dipakai beserta perabotnya (Doelle, 1986:87). Waktu dengung optimal juga dapat dapat dihitung dengan persamaaan sebagai berikut (McMullan, 2007:225).
t = r (0.0118 √V3 + 0.107) (4)
dengan:
t : Waktu dengung optimal (detik) V : Volume ruangan (m³)
menurunkan koefesien penyerapan beberapa material dalam suatu ruangan dapat meningkatkan nilai RT sehingga dapat memenuhi standard RT untuk ruangan kelas Audio Visual di Universitas Kristen Petra, Surabaya, Indonesia (Hedy dkk, 2011). Penelitian tersebut mengunakan program Autodesk Ecotect Analysis 2011 untuk menghitung nilai RT suatu ruangan. Pada kondisi eksisting (sebenarnya) nilai RT sebesar 0.19-0.24 detik. Standard RT yang dianjurkan agar terhindar dari gangguan akustik adalah sebesar 0.57-0.59 detik. Untuk meningkatkan nilai RT maka dinding partisi yang sebelumnya dari plasterboard diganti dengan plywood, kaca jendela yang sebelumnya menggunakan kaca double glass diganti dengan kaca single glass, dan lantai karpet diganti dengan lantai beton. Dengan mengganti elemen interior dengan material-material tersebut dapat meningkatkan nilai RT menjadi 0.56-0.58 detik. Nilai RT tersebut sudah masuk ke dalam standard RT yang dianjurkan.
Waktu dengung merupakan salah satu parameter akustik yang perlu dipertimbangkan dalam ruangan kelas karena jika waktu dengung terlalu lama maka suara guru di depan kelas menjadi tidak jelas sehingga mengganggu proses belajar-mengajar. Waktu dengung optimal dapat dicapai jika material permukaan pada dinding, lantai, kaca jendela, pintu, dan plafon diganti. Tidak hanya material yang bisa diganti, volume ruangan dan luas area permukaan yang terekspos juga dapat diganti untuk mencapai waktu dengung optimal. Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka penelitian ini mencoba melakukan perubahan bentuk plafon dalam ruangan kelas untuk mencapai waktu dengung optimal. Jika bentuk plafon diubah maka tidak hanya volume ruangan yang ikut berubah tetapi juga luas area permukaan plafon dan dinding juga ikut berubah. 2. EKSPERIMEN DENGAN MENGGUNAKAN ECOTECT V 5.20
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen dengan bantuan program Ecotect v5.20. Metode tersebut bertujuan mengetahui pengaruh perubahan model plafon terhadap waktu dengung di dalam ruangan kelas. Metode eksperimen biasanya lebih berfokus pada hubungan sebab-akibat (Groat dkk, 2002). Model plafon yang terdiri dari plafon datar, lengkung, busur, miring ke bawah, miring ke atas, sudut, dan eksisting menjadi penyebab sedangkan waktu dengung menjadi akibat. Dari model-model plafon tersebut akan ditemukan model plafon yang memberikan waktu dengung yang terbaik sampai yang terburuk. Waktu dengung yang terbaik adalah waktu dengung yang mempunyai selisih waktu paling kecil dengan waktu dengung optimal sedangkan waktu dengung yang terburuk adalah waktu dengung yang mempunyai selisih waktu paling besar dengan waktu dengung optimal.
3. SAMPEL PENELITIAN
Sampel penelitian ini adalah Ruangan kelas 1 SMA di SMAK Penabur Summarecon Bekasi yang berlokasi di Jalan Jl. Kyai H. Agus Salim No.25, Marga Mulya, Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat. Survai kelas 1 SMA dilakukan pada tanggal 13 April 2016 mulai pukul 10.45 sampai pukul 11.00.
Ruangan kelas yang berada di lantai 6 ini digunakan sebagai ruang musik untuk sementara waktu. Setelah ruangan musik yang direncanakan sudah siap digunakan maka ruang kelas 1 SMA ini akan digunakan lagi sebagai ruangan kelas. Ruangan tersebut berukuran 8,15 x 9,05 meter dengan bukaan jendela pada sisi utara dan selatan (Gambar 2). Bentuk plafon dalam ruangan saat ini (plafon eksisting) adalah plafon datar dengan ketinggian 2,9 meter. Namun, pada area dekat jendela menggunakan plafon datar dengan ketinggian 2,7 meter dari atas lantai (Gambar 3 dan 4).
Gambar 2. Denah Ruangan Kelas yang Dijadikan Sampel Penelitian (Survai, April 2016)
Gambar 3. Kondisi Interior Ruangan Kelas (Survai,April 2016)
Gambar 4. Potongan A-A Ruangan Kelas dengan Model Plafon Datar (Plafon Eksisting) (Survai, April 2016) 905 105 130 115 115 115 117 223 815 Utara A A 290 270 905 384 140 130 114
Di dalam perhitungan waktu dengung, jenis material perlu diketahui karena mempengaruhi koefisien penyerapan (absorbsi) bunyi (α). Semakin keras suatu material maka nilai α akan semakin kecil dan menyebabkan semakin tinggi waktu dengungnya. Adapun spesifikasi material pada kondisi eksisting (kondisi yang ada saat ini) tertera pada tabel 1.
Tabel 1. Jenis Material dan Koefesien Absorbsi Bunyi (α) pada Sampel Penelitian
No Elemen Jenis Material Koefisien
Penyerapan (Absorbsi) Bunyi (α) 1 Lantai Lantai Beton lapis Keramik tebal 17,5 cm
(Concrete Floor Tiles Suspended)
0,02 2 Dinding Dinding Bata tebal 15 cm (Brick Plaster) 0,02 3 Plafon Plafond Gypsum dengan rangka besi Hollow
tebal 21 cm (Plaster Joists Suspended)
0,1 4 Jendela Jendela Kaca Bening dengan Kusen Aluminium
tebal 6 mm (Single Glazed Aluminium Frame)
0,03 5 Pintu Pintu Kayu tebal 4 cm (Solid Core Timber) 0,07
Eksperimen ini menggunakan Ecotect v5.20. Bentuk plafon divariasikan menjadi plafon datar, lengkung, busur, sudut, miring ke bawah, miring ke atas, dan eksisting (Gambar 5 dan 6). Data material yang dimasukkan ke dalam program Ecotect diasumsikan sama dengan kondisi eksisting. Jumlah penghuni diasumsikan 26 orang. Kondisi tersebut disesuaikan dengan kondisi ruangan kelas 1 SMAK Penabur Summarecon yang diisi oleh 25 murid dan 1 guru.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 5. Model Plafon yang Dieksperimen ke Dalam Ecotect: (a) Plafon Lengkung, (b) Plafon Busur, (c) Plafon Sudut, (d) Plafon Miring ke Bawah dan Miring ke Atas
(Eksperimen Penulis, 2016) 890 90 200 890 90 890 90 200 890 80
(a) (b) (c)
(d) (e) (f)
(g)
Gambar 6.Model Plafon yang Dieksperimen dalam Ecotect: (a) Plafon Datar, (b) Plafon Lengkung, (c) Plafon Busur, (d) Plafon Miring ke Bawah, (e) Plafon Miring ke Atas,
(f) Plafon Sudut, dan (g) Plafon Eksisting (Eksperimen Penulis, 2016)
4. PERBANDINGAN WAKTU DENGUNG PADA BERBAGAI BENTUK PLAFON Dengan mengubah bentuk plafon di dalam eksperimen maka akan mengubah volume ruangan, luas plafon, dan luas dinding sehingga waktu dengungnya juga ikut berubah. Berdasarkan perhitungan ecotect, kondisi eksisting mempunyai waktu dengung 0,91 detik. Standard waktu dengung untuk ruangan musik adalah 1,13 detik. Dengan demikian waktu dengung kondisi eksisting saat ini sudah hampir memenuhi standard waktu dengung jika ruangan kelas masih digunakan untuk ruangan musik. Namun, jika nanti ruangan kelas digunakan lagi seperti fungsi awalnya yaitu ruangan kelas maka waktu dengung kondisi saat ini tidak memenuhi standard karena waktu dengung optimal untuk pembicaraan adalah 0,59-0,61 detik (Gambar 7 dan tabel 2).
Bentuk plafon yang mampu memperbaiki waktu dengung dari kondisi eksisting hanyalah plafon lengkung karena dapat menurunkan waktu dengung dari 0,91 detik menjadi 0,83 detik (Tabel 2). Sedangkan plafon-plafon lainnya justru meningkatkan waktu dengung lebih besar daripada waktu dengung kondisi eksisting karena mempunyai volume ruangan lebih besar daripada volume ruangan kondisi eksisting. Semakin besar volume ruangan maka semakin tinggi waktu dengungnya. Plafon lengkung juga mempunyai volume ruangan yang lebih besar daripada kondisi eksisting akan tetapi mempunyai luas plafon paling besar daripada plafon lainnya. Koefisien penyerapan bunyi (α) pada plafon mempunyai nilai cukup besar, yaitu: 0,1 sehingga cukup berpengaruh dalam menurunkan waktu dengung. Luas plafon lengkung yang paling besar tersebut mampu menurunkan waktu dengung sehingga waktu dengungnya paling mendekati waktu dengung optimal.
Gambar 7. Pengaruh Bentuk Plafon terhadap Waktu Dengung (Reverberation Time) (Eksperimen Penulis, 2016)
Secara berturut-turut bentuk plafon dari yang paling buruk sampai paling baik dari segi waktu dengung adalah plafon busur, sudut, datar (miring ke atas), miring ke bawah, eksisting, dan lengkung (Gambar 8). Plafon datar dan miring ke atas mempunyai selisih waktu dengung yang sama dengan waktu dengung optimalnya sehingga berada pada peringkat yang sama.
Tabel 2. Volume Ruangan, Luas Plafon, Luas Dinding, dan Waktu Dengung Ruangan Kelas pada Berbagai Bentuk Plafon
Plafon Volume (m³) Luas Plafon (m²) Luas Dinding (m²) RT (detik) RT Optimal untuk Pembicaraan RT Optimal untuk Musik Datar 245,54 70,51 193,339 1,15 0,61 1,17 Lengkung 238,57 75,031 175,673 0,83 0,61 1,16 Busur 226,89 73,108 108,515 1,27 0,6 1,15 Miring ke Bawah 219,85 72,176 112,949 1,02 0,6 1,15 Miring ke Atas 219,96 72,176 140,644 1,14 0,6 1,14 Sudut 235,7 73,665 117,964 1,24 0,61 1,16 Eksisting 203,16 72,8 184,416 0,91 0,59 1,13
Sumber: (Eksperimen Penulis, 2016)
Gambar 8. Peringkat Bentuk Plafon Berdasarkan Waktu Dengung
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4
Datar Lengkung Busur Miring ke Bawah Miring ke Atas Sudut Eksisting Wa k tu Deng un g ( Det ik ) Bentuk Plafon RT (detik) RT Optimal untuk Pembicaraan RT Optimal untuk Musik
(Eksperimen Penulis, 2016)
Jika ditinjau dari segi waktu dengung, semakin kecil volume suatu ruangan dan semakin besar luas permukaan yang mempunyai koefisien penyerapan bunyi (α) yang tinggi maka semakin baik pula waktu dengungnya karena semakin mendekati waktu dengung optimal yang hanya 0,59-0,61 detik untuk ruangan kelas. Dalam eksperimen penelitian ini, variabel yang diubah-ubah adalah bentuk plafon sedangkan jenis material tetap sama dengan kondisi eksisting sehingga perubahan waktu dengung ditentukan oleh volume ruangan, luas plafon, dan luas dinding. 5. KESIMPULAN
Jika ditinjau dari waktu dengung (reverberation time), plafon lengkung mempunyai waktu dengung terbaik dan plafon busur mempunyai waktu dengung terburuk di dalam ruang kelas 1 SMA di SMAK Penabur Summarecon, Bekasi. Semakin besar volume ruangan maka semakin tinggi pula waktu dengungnya. Semakin besar luas area permukaan yang mempunyai koefisien penyerapan bunyi (α) paling tinggi maka semakin rendah waktu dengungnya.
DAFTAR PUSTAKA
Campanella, A.J. (1995), “Preliminary Values of Clarity and Inteligibility for Small Auditoria,
Meeting and Teleconference Room”. The 129th meeting of ASA 1 June, Washington DC
Cavanaugh, W.J dan Wilkes, J.A. (1999), “Architectural Acoustics-Principles and Practice”. Edisi Pertama, John Wiley & Sons, Inc., Kanada
Doelle, L.L. (1986), “Akustika Lingkungan”, Erlangga, Bekasi
Groat, Linda dan David, Wang, (2002), “Architectural Research Methods”, Edisi kedua, John Wiley & Sons, Inc., United States of America
Hedy., Indrani,C., dan Cahyawati C. (2011), “Studi Penerapan Sistem Akustik pada Ruang Kuliah Audio Visual”, Dimensi Interior, Vol 9, hal 97-107
McMullan, Randall. (2007), Environmental Science in Building, Edisi Keenam, Palgrave Macmillanm, UK
Templeton Duncan. (1997), Acoustics Built Environment, Edisi Kedua, Architectural Press., Oxford