• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi EYM Model Pada Analisis Tahanan Lateral Sambungan Sistim Morisco-Mardjono: Sambungan Tiga Komponen Bambu Dengan Material Pengisi Rongga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Aplikasi EYM Model Pada Analisis Tahanan Lateral Sambungan Sistim Morisco-Mardjono: Sambungan Tiga Komponen Bambu Dengan Material Pengisi Rongga"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Aplikasi EYM Model Pada Analisis Tahanan Lateral Sambungan

Sistim Morisco-Mardjono: Sambungan Tiga Komponen Bambu

Dengan Material Pengisi Rongga

Ali Awaludin, Ph.D

Laboratorium Teknik Struktur

Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik, UGM (ali@tsipil.ugm.ac.id; ali.awaludin@ugm.ac.id)

ABSTRAK: Sambungan bambu dengan alat sambung baut pertama kali diperkenalkan oleh Morisco dan Mardjono pada tahun 1995. Mereka juga mengusulkan pengisian material kayu bulat atau mortar pada rongga bambu untuk meningkatkan kemampuan lateral sambungan. Pada makalah ini, sambungan tiga komponen bambu dengan alat sambung baut ulir dianalisis menggunakan European Yield Theory berdasarkan empat macam moda kegagalan sambungan. Dengan teori tersebut maka kekuatan lateral sambungan sistim Morisco-Mardjono yang dipengaruhi oleh data geometri sambungan, momen lentur leleh baut dan kuat tumpu bambu serta kuat tumpu material pengisi dapat dirumuskan.

Kata kunci: bambu, European Yield Theory, moda kegagalan, sambungan sistim Morisco-Mardjono

1 LATAR BELAKANG

Bambu telah banyak digunakan untuk berbagai macam konstruksi oleh masyarakat Indonesia, khususnya di daerah pedesaan. Hal ini dikarenakan bambu memiliki sifat-sifat menguntungkan antara lain: memiliki waktu pertumbuhan singkat (4 ~ 5 tahun), batangnya relatif lurus, dan ringan sehinga mudah diangkut. Di daerah pedesaan bambu mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Bambu dalam bentuk bulat sering digunakan untuk berbagai macam konstruksi seperti rumah dan jembatan (lihat Gambar 1). Konstruksi bambu juga banyak diminati khususnya disebabkan oleh nilai artistik dan sifatnya sebagai bahan alam ramah lingkungan. Selain itu, konstruksi bambu juga dapat dibuat secara cepat sehingga sangat cocok untuk bahan baku konstruksi shelter yang diperlukan pada kondisi tanggap darurat setelah terjadi bencana.

Untuk keperluan desain, maka informasi sifat-sifat fisik dan mekanik bambu sangatlah diperlukan. Sifat-sifat fisik dan mekanik bambu dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya: umur, jenis bambu, posisi ketinggian dalam batang, kadar air dan posisi radial dari luar sampai ke bagian dalam [1]. Bambu memiliki struktur berbentuk pipa dengan diameter dan ketebalan berkurang sejalan dengan panjangnya, dari pangkal hingga ujung. Batang bambu secara keseluruhan dipisahkan oleh nodia-nodia. Pada nodia, serat-serat bambu saling bertautan dan sebagian masuk diaprahma. Sebagai akibat dari diskontinuitas ini, bagian nodia

memiliki kekuatan tarik yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bagian internodia pada satu batang bambu [2]. Namun demikian pengaruh diskontinuitas serat pada nilai kuat tekan sangatlah kecil sehingga kekuatan tekan bambu bagian nodia dan internodia hampir sama.

(2)

Pemanfaatan batang bambu bulat pada struktur kuda-kuda mengharuskan seorang perencana atau desainer meyambung beberapa batang bambu pada satu titik buhul atau joint. Secara tradisional, peyambungan beberapa batang bambu bulat dilakukan dengan sistim sambungan tali (tali ijuk). Seiring dengan pertambahan waktu sambungan tali bisa melemah ikatannya atau bahkan lepas karena aktifitas kembang-susut bambu yang diakibatkan oleh perubahan temperatur dan kelembaban lingkungan sekitar. Sistim sambungan bambu dengan menggunakan alat sambung baut besi mulai diperkenalkan pada tahun 1995 oleh Morisco dan Mardjono [3]. Selain menggunakan baut besi, mereka juga mengusulkan pengisian rongga bambu pada bagian sambungan dengan kayu atau mortar untuk meningkatkan kekuatan sambungan. Pelat besi kemudian ditambahkan di kedua sisi luar batang bambu berfungsi sebagai pelat peyambung. Teknik penyambungan ini dikenal dengan nama sambungan sistim Morisco-Mardjono dan dapat dilihat pada Gambar 2. Apabila dirasa perlu, pelat besi penyambung dapat digantikan dengan batang bambu sehingga membentuk sambungan seperti pada Gambar 3. Analisis kekuatan sambungan bambu perlu dikembangkan agar desain konstruksi bambu yang dihasilkan optimal.

Gambar 2. Sambungan bambu sistim Morisco-Mardjono [3]

Gambar 3. Contoh sambungan sistim Morisco-Mardjono [3] untuk tiga komponen bambu (sambungan dua bidang geser)

2 MODEL KEGAGALAN DAN TAHANAN LATERAL SAMBUNGAN

Tahanan atau kekuatan lateral sambungan bambu sistim Morisco-Mardjono dapat diprediksi dengan menerapkan European Yield Model (EYM) [4], yang dipergunakan secara luas untuk menghitung kekuatan sambungan kayu dengan alat sambung tipe pasak seperti baut, paku atau pasak kayu. Metode EYM pertama kali diusulkan oleh Johansen pada tahun 1949 berdasarkan prinsip mekanika dari keseimbangan gaya-gaya dalam yang bekerja pada sistim sambungan. Kegagalan sambungan dapat diartikan dengan gagalnya kuat tumpu bambu di bawah baut atau terbentuknya sendi plastis pada baut atau kombinasi dari keduanya. Untuk masing-masing bentuk kegagalan kemudian diperoleh satu persamaan tahanan lateral, dan kekuatan sambungan merupakan nilai tahanan lateral yang terkecil.

Pada makalah ini akan diuraikan secara detil persamaan tahanan lateral sambungan yang menghubungkan tiga komponen bambu beserta bentuk kegagalannya (yield mode). Beberapa asumsi yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1) ketebalan dinding bambu pada satu batang di bagian sambungan diasumsikan identik; 2) tidak terjadi kegagalan lekatan antara dinding bambu dengan material pengisi baik sebelum maupun sesudah tercapainya kekuatan tumpu komponen sambungan; dan 3) pemasangan baut dilakukan tanpa disertai gaya pengencangan atau pre-tension

force.

2.1. Moda Kegagalan Sambungan

Empat macam moda atau bentuk kegagalan sambungan tiga komponen bambu dapat dilihat pada Gambar 4. Bentuk kegagalan Is terjadi akibat

kegagalan tumpu komponen bambu samping beserta kayu pengisinya. Bentuk kegagalan yang disebabkan oleh kegagalan tumpu komponen bambu tengah beserta kayu pengisinya dinamakan moda kegagalan Im. Pada bentuk kegagalan Is dan

Im, alat sambung baut belum mengalami kegagalan

atau masih berperilaku elastik. Bentuk kegagalan IIIs disebabkan oleh kegagalan tumpu kayu

samping beserta kayu pengisinya dan disertai pula dengan satu sendi plastik pada alat sambung baut. Dan yang terakhir adalah bentuk kegagalan IV yang ditandai dengan terbentuknya dua sendi plastik atau lebih pada alat sambung baut.

Mortar

Kayu pengisi Resin

Baut Komponen bambu

samping

Komponen bambu utama

(3)

Gambar 4. Moda kegagalan sambungan tiga komponen beserta diagram distribusi tegangan tumpu pada bambu dan sendi plastik pada baut akibat gaya lateral Z

2.2. Tahanan Lateral Sambungan (Z) Moda kegagalan Is

2         1 Moda kegagalan Im

        2 Moda kegagalan IIIs

        3 dimana b2 diperoleh dengan dari persamaan

polinomial orde dua berikut: 0 0,75 2 3 2 1 1 2 3 4 2 2 1 2 3 8 Moda kegagalan IV        4 1 2 1 1 , 1 1 2 1 8

Pada persamaan diatas, feb dan few berturut-turut adalah kuat tumpu bambu dan material pengisi, d adalah diameter alat sambung baut, Myb adalah momen lentur leleh baut, R adalah rasio kuat tumpu bambu terhadap kuat tumpu material pengisi, tbm dan tbs berturut-turut adalah tebal bambu komponen utama dan samping, tws diameter dalam komponen bambu samping dan twb setengah diameter dalam komponen bambu utama.

3 DATA PENGUJIAN SAMBUNGAN 3.1. Kuat Tumpu Bambu

Kuat tumpu bambu dipengaruhi oleh berat jenis bambu, kadar air, arah serat bambu dan diameter alat sambung baut. Awaludin dan Eratodi [5] melakukan pengujian kuat tumpu searah serat untuk dua jenis bambu yaitu Wulung (Gigantochloa atroviolacae; berat jenis 0,60) dan Legi (Gigantochloa atter; berat jenis 0,71) pada kadar air 12%. Pada pengujian kuat tumpu tersebut, mereka juga meneliti pengaruh jenis baut (baut polos 12 mm dan baut ulir 12,2 mm) serta pengaruh pembuatan separuh lubang penuntun pada benda uji bambu (untuk meletakkan alat sambung baut) terhadap nilai kuat tumpu bambu. Mereka melaporkan bahwa kuat tumpu bambu Legi lebih tinggi dari pada kuat tumpu bambu Wulung dan pengujian kuat tumpu dengan pembuatan separuh lubang penuntun lebih sesuai karena dapat memberikan nilai rasio kuat tumpu 5% off-set terhadap kuat tumpu maksimum mendekati angka satu. Untuk pengujian menggunakan baut ulir 12,2 mm, nilai kuat tumpu rerata untuk bambu Wulung dan bambu Legi

(4)

adalah berturut-turut sebesar 41,02 MPa dan 68,85 MPa.

Awaludin, dkk. [6] kemudian melanjutkan pengujian kuat tumpu bambu dengan menggunakan baut ulir dan dengan pembuatan lubang penuntun untuk baut diameter 15,6 mm serta beberapa jenis bambu lainnya (bambu Ori,

Bambusa arundinacea; bambu Petung, Dendrocalamus asper; dan bambu Gombong, Gigantochloa verticillata). Hasil pengujian untuk

tiga puluh tiga benda uji menunjukkan peningkatan nilai kuat tumpu seiring dengan peningkatan nilai berat jenis bambu. Nilai kuat tumpu bambu dapat diperkirakan berdasarkan persamaan berikut:

79,8 ,         5

yang memberikan nilai R2 sebesar 0,74. Pada persamaan tersebut, G adalah berat jenis bambu berdasarkan berat kering oven dan volume kering udara (kadar air 15%).

3.2. Kuat Tumpu Material Pengisi

Material pengisi rongga bambu dapat berupa kayu bulat atau mortar. Penempatan kayu bulat pada rongga internodia dapat dilakukan pada bagian ujung komponen bambu menggunakan perekat dengan terlebih dahulu mengasarkan permukaan dalam bambu. Sedangkan penempatan material mortar dapat dilakukan pada bagian ujung komponen bambu atau pada bagian diantara dua nodia dengan teknik injeksi melalui lubang bor buatan [7]. Kuat tumpu kayu pengisi dapat diprediksi dengan persamaan berikut yang disarankan oleh NDS [8]:

77,25 ,        6

dengan G adalah berat jenis kayu berdasarkan berat kering dan volume kering oven. Sedangkan kuat tumpu mortar diperoleh melalui pengujian kuat tekan kubus 50 x 50 x 50 mm3.

3.3. Momen Lentur Leleh Alat Sambung Baut Penentuan kuat lentur leleh baut dilakukan dengan metode lentur tiga titik [9]. Baut yang dipergunakan pada pengujian ini memiliki diameter 10 mm (diameter aktual, 9,65 mm) dan diameter 12 mm (diameter aktual, 11,6 mm) dengan jumlah benda uji masing-masing adalah tiga. Momen lentur leleh baut ditentukan dengan

metode 5% off-set terhadap kurva momen lentur-defleksi pengujian. Momen lentur leleh rerata diperoleh sebesar 54464 N-mm untuk baut 10 mm dan 93825 N-mm untuk baut 12 mm.

4 CONTOH ANALISIS

Berikut adalah contoh analisis sambungan tiga komponen bambu bermaterial pengisi mortar (Gambar 3). Bambu yang digunakan adalah bambu Wulung (Gigantochloa atroviolacae), diameter baut ulir adalah 11,6 mm dan kuat tumpu mortar adalah 12,88 MPa. Data geometrik sambungan selengkapnya adalah: feb = 41,02 MPa, few = 12,88 MPa, R = 41,02/12,88 = 3,18 tbm, tbs = 9 mm tws = 66 mm twb = 33 mm d = 11,6 mm Myb = 93825 N-mm

Kekuatan sambungan per satu bidang geser: Moda kegagalan Is I 2 12,88 11,6 66 41,02 11,6 2 9 18,43 kN Moda kegagalan Im I 12,88x11,6x33 41,02x11,6x9 9,21 kN

Moda kegagalan IIIs

0,75; 2 3,18 9 1 3,18 9 66 74,33;C 3131 0,75 74,33 3131 0;  31,86 mm III  41,02x11,6x9 12,88x11,6x31,87 9,04 kN Moda kegagalan IV 1 3,18 9 1 3,18 9 2 3,18 1 9 9 8 93825 12,88 11,6 4317,5

(5)

1 2 3,18 1 9 1 3,18 9 4317,5 , 23,85 mm IV 41,02 11,6 9 12,88 11,6 23,85 7,85 kN

Dari ke-empat macam moda kegagalan yang dianalisis, dapat disimpulkan bahwa sambungan komponen tiga bambu yang ditinjau akan memberikan moda kegagalan IV dengan nilai tahanan lateral sebesar 8,1 kN per satu baut per satu bidang geser. Karena sambungan tiga komponen bambu memiliki dua bidang geser, maka tahanan lateral sambungan adalah 2 x 8,1 kN = 16,2 kN per satu baut.

Pengujian geser sambungan tiga komponen bambu bermaterial pengisi mortar akan dilakukan dalam waktu dekat untuk memverifikasi hasil analisis diatas. Perbandingan antara hasil analisis dan pengujian akan disajikan oleh penulis pada makalah selanjutnya.

Tabel 1. Tahanan lateral sambungan tiga komponen bambu dengan pengisi kayu bulat

(d = 11,6 mm; Myb = 93825 N-mm) Gb  Gw  ZIs  ZIm  ZIIIs  ZIV (kN) (kN) (kN) (kN) 0,60 0,30 27,74 13,87 12,68 9,23 0,35 30,70 15,35 13,71 9,44 0,40 33,65 16,83 14,73 9,62 0,45 36,61 18,31 15,73 9,78 0,50 39,57 19,78 16,73 9,92 0,55 42,53 21,26 17,72 10,05 0,60 45,48 22,74 18,70 10,17 0,65 48,44 24,22 19,69 10,27 0,70 51,40 25,70 20,67 10,37 Untuk sambungan dengan material pengisi kayu bulat nilai tahanan lateral (Z) selengkapnya disajikan pada Tabel 1 dan 2. Kuat tumpu bambu dan kayu pengisi dihitung berturut-turut menggunakan Persamaan (5) dan (6) sesuai data berat jenis (G). Data geometrik sambungan sama seperti pada contoh hitungan sebelumnya. Tahanan lateral ZIV menjadi tahanan lateral sambungan

karena merupakan nilai yang terkecil. Penggunaan kayu pengisi dengan berat jenis yang lebih tinggi menyebabkan peningkatan nilai tahanan lateral sambungan seperti terlihat pada Tabel 1 dan 2. Namun demikian, peningkatan tersebut relatif kecil karena moda kegagalan penentu adalah moda IV

yang kegagalannya lebih ditentukan oleh momen lentur leleh baut bukan kuat tumpu kayu pengisi. Tabel 2. Tahanan lateral sambungan tiga komponen bambu dengan pengisi kayu bulat

(d = 9,65 mm; Myb = 54464 N-mm) Gb Gw ZIs ZIm  ZIIIs ZIV (kN) (kN) (kN) (kN) 0,60 0,30 23,08 11,54 10,34 6,62 0,35 25,54 12,77 11,19 6,73 0,40 28,00 14,00 12,03 6,82 0,45 30,46 15,23 12,86 6,89 0,50 32,92 16,46 13,69 6,96 0,55 35,38 17,69 14,51 7,02 0,60 37,84 18,92 15,33 7,07 0,65 40,30 20,15 16,14 7,12 0,70 42,76 21,38 16,96 7,17 5 KESIMPULAN

Tulisan ini menyajikan aplikasi persamaan EYM untuk menganalisis tahanan lateral sambungan tiga komponen bambu Morisco-Mardjono. Empat persamaan kekuatan sambungan berdasarkan EYM dapat menghitung sesuai bentuk kegagalan yang akan terjadi. Kekuatan sambungan ditetapkan sebai nilai terkecil dari empat persamaan tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada IGL Bagus Eratodi yang telah menyediakan data pengujian momen lentur leleh baut ulir dan kepada Fakultas Teknik UGM yang telah memberikan dukungan finansial saat melakukan pengujian kuat tumpu bambu. Ucapan terimakasih yang terakhir penulis secara khusus sampaikan kepada Almarhum Prof. Morisco dan Almarhum Dr. Fitri Mardjono atas bimbingan dan kebersamaannya yang penulis nikmati beberapa tahun lamanya.

Daftar Pustaka

[1] Krisdianto, Sumarni G., Ismanto A., (2000). Sari hasil penelitian bambu, Himpunan Sari Hasil Penelitian Rotan dan Bambu, Pusat Penelitian Hasil Hutan, Bogor. [2] Awaludin A., Nugroho AA., (2000). Pilinan serat bambu

sebagai tulangan kolom dan balok beton, Kursus Singkat Teknologi Bahan Lokal dan Aplikasinya di Bidang Teknik Sipil, Pusat Antar Universitas, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

[3] Morisco, Mardjono F., (1995). Strength of filled bamboo joint, Prosiding the 5th International Bamboo Workshop

(6)

and 4th International Bamboo Congress, Juni 19-22, Bali.

[4] Johansen KW., (1949). Theory of timber connection, International Association of Bridge and Structural Engineering, Vol. 9, p. 249-262.

[5] Awaludin A, Eratodi IGLB., (2011). Kuat tumpu bambu, Prosiding the 1st Indonesian Structural Engineering and Material Symposium, November 17-18, Bandung. [6] Awaludin A, Satyarno I, Eratodi IGLB., (2012). Kuat

tumpu bambu sejajar serat, Prosiding the 2nd Annual Engineering Seminar, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Februari 16, Yogyakarta.

[7] Morisco, (1999). Rekayasa bambu, Nafiri Offset, Yogyakarta.

[8] American Society of Civil Engineers, (1997). National Design and Specification for Timber Construction of US, American Society of Civil Engineers, New York.

[9] American Standard for Testing Materials, (2008). ASTM F1585-03, Standard test method for Determining bending yield moment of nails.

Gambar

Gambar 1. Konstruksi bambu bulat (©Morisco-Marjono)
Gambar 2. Sambungan bambu sistim Morisco-Mardjono [3]
Gambar 4. Moda kegagalan sambungan tiga komponen  beserta diagram distribusi tegangan tumpu pada bambu dan  sendi plastik pada baut akibat gaya lateral Z

Referensi

Dokumen terkait

 Judul diketik dengan huruf besar (kapital), maksimal 15 kata dan hendaknya menarik, ekspresif, mudah dipahami, sesuai dan tepat dengan masalah yang ditulis dan

Virus hepatitis C paling berbahaya dibandingkan dengan virus hepatitis lainnya, karena 80% penderita terinfeksi bisa menjadi infeksi yang menahun dan bisa

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah lembar penilaian LKS, lembar keterampilan berpikir kritis dan angket respon siswaData diperoleh dari hasil

1) Jepang ingin menaklukkan daerah Cina maka pada 1894-1895 Jepang menyerang Cina dan terjadi perang yang dimenangkan Jepang dengan berhasil

• Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa.. • dapat timbul pada berbagai

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada semua pemangku kepentingan yang telah berproses bersama dan mendukung tersusunnya Rencana Aksi Daerah-Pengurangan

Berdasarkan hasil analisis data dengan analisis jalur dalam pengujian hipotesis mengenai pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, Pendapatan