• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Proteksi Gangguan Hubung Tanah Stator Generator 100% Dengan Metode Tegangan Harmonisa Ketiga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Proteksi Gangguan Hubung Tanah Stator Generator 100% Dengan Metode Tegangan Harmonisa Ketiga"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Proteksi Gangguan Hubung Tanah Stator Generator 100%

Dengan Metode Tegangan Harmonisa Ketiga

Iyan Herdiana (13202052)

Dosen Pembimbing: Dr. Ir. Mukmin Widyanto.

Sekolah Teknik Elektro & Informatika- Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

ABSTRAK: Gangguan hubung tanah stator generator

dapat menyebabkan kerusakan serius pada generator. Oleh karena itu, keseluruhan area belitan stator harus terlindungi dari gangguan ini. Karena metode proteksi konvensional tidak mampu mendeteksi gangguan yang terjadi di dekat titik netral, maka diperlukan metode yang mampu melindungi 100% belitan stator. Metode tegangan harmonisa ketiga yang dikombinasikan dengan metode konvensional, dapat melindungi 100% belitan stator. Metode ini bekerja dengan memanfaatkan tegangan harmonisa ketiga yang secara natural dihasilkan oleh generator. Prinsip kerjanya didasari oleh karakteristik tegangan harmonisa ketiga di netral dan di terminal saat gangguan terjadi. Saat lokasi gangguan berada di dekat netral, tegangan harmonisa ketiga di netral akan turun, sedangkan tegangan harmonisa ketiga di terminal akan meningkat.

Kata kunci : gangguan hubung-tanah stator, metode proteksi tegangan harmonisa ketiga, rele proteksi harmonisa ketiga

1. PENDAHULUAN

Gangguan yang terjadi pada generator, terutama pada belitan stator, dapat menghentikan operasi generator. Proses tersebut tentunya sangat merugikan perusahaan pembangkit, karena selain terhentinya operasi pembangkit yang berarti berkurangnya pemasukan, juga karena sangat mahalnya biaya memperbaiki generator yang rusak.

Mengingat pentingnya belitan stator pada generator tersebut, maka diperlukan suatu sistem proteksi yang dapat melindungi stator dari gangguan yang mungkin terjadi. Gangguan yang paling sering terjadi pada belitan stator ialah gangguan hubung tanah stator.

Tugas akhir ini berjudul “Studi Proteksi Gangguan Hubung Tanah Stator Generator 100%, Dengan Metode Tegangan Harmonisa Ketiga”. Pengertian 100% disini ialah keseluruhan belitan stator dari mulai titik netral sampai titik terminal. Titik nol persen ialah titik netral generator, sedangkan titik 100% ialah titik terminal generator.

Dengan menggunakan metode proteksi konvensional, daerah 0-5% dekat netral, tidak dapat terlindungi dari gangguan hubung tanah. Diharapkan dengan menggunakan proteksi metode tegangan harmonisa ketiga, 100% dari belitan

stator dapat terlindungi dari gangguan hubung tanah stator generator.

Sebagai objek penelitian, digunakan generator yang berada di PLTA Cirata milik PT Pembangkit Jawa Bali. Data-data dari generator PLTA Cirata tersebut, disimulasikan menggunakan program Matlab Simulink untuk melihat bagaimana dampak penggunaan metode tegangan harmonisa ketiga pada generator.

2. PRINSIP KERJA METODE PROTEKSI TEGANGAN HARMONIS KETIGA

Proteksi hubung tanah stator dengan menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga, bekerja dengan memanfaatkan keberadaan tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan secara natural oleh generator

Tegangan keluaran dari generator tidak berupa murni sinusoidal, namun terdistorsi oleh komponen harmonisa. Dari semua komponen harmonisa yang dihasilkan, dapat ditemukan

harmonisa triplen (kelipatan tiga) seperti

harmonisa ke-3, 9, 15 dan seterusnya. Komponen

triplen tersebut muncul di semua fasa dan

memiliki besar dan sudut fasa yang sama, dimana kesamaan sudut fasa ini menyebabkan komponen

triplen tidak menjadi nol saat dijumlahkan setiap

fasanya. Oleh karena itu, komponen triplen

muncul di netral sebagai besaran urutan nol

(zero-sequence quantity). Tegangan harmonisa ketiga,

biasanya paling besar dibanding triplen lainnya. Dalam kondisi normal, karakteristik tegangan harmonisa ketiga pada belitan stator, diperlihatkan pada gambar 1 berikut

Gambar 1 Tegangan harmonisa ketiga di belitan stator pada kondisi operasi normal

(2)

Ketika gangguan hubung tanah muncul di dekat titik netral generator, tegangan harmonisa ketiga di titik terminal akan naik hingga sama dengan total harmonisa ketiga yang dihasilkan generator. Sementara tegangan harmonisa di titik netral, turun sampai mencapai angka nol. Hal ini diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2 Tegangan harmonisa ketiga saat terjadi gangguan di titik netral

Hal yang berlawanan muncul saat terjadi gangguan di titik terminal generator. Tegangan harmonisa ketiga di terminal, turun menjadi nol, sementara tegangan harmonisa ke-3 di titik netral meningkat hingga sebesar total semua tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan generator. Karakteristik ini diperlihatkan pada gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3 Tegangan Harmonisa ketiga saat terjadi gangguan di terminal

Fenomena-fenomena di atas menjelaskan karakteristik tegangan harmonisa ke-3 saat terjadi gangguan di titik netral, dan titik terminal. Hal yang sama juga berlaku saat gangguan terjadi di dekat titik netral, dan di dekat titik terminal. Dengan demikian, saat terjadi gangguan di dekat titik netral, tegangan harmonisa ketiga di netral mengecil, sementara di terminal akan membesar. Begitupun juga sebaliknya saat gangguan terjadi di dekat titik terminal.

Berdasarkan karakteristik di atas, dapat didesain tiga skema utama sistem proteksi menggunakan metode tegangan harmonisa ketiga, yaitu skema tegangan-kurang, skema tegangan-lebih, dan skema rasio tegangan. Pengklasifikasian skema-skema tersebut berdasarkan dimana tegangan akan diukur, apakah di terminal, di netral, atau di keduanya. Ketiga skema tersebut menggunakan rele yang disetel pada frekuensi harmonisa ketiga. Selain itu, dilibatkan juga rele standar tegangan-lebih yang disetel pada frekuensi fundamental.

2.1. Proteksi Tegangan-Kurang

Pada skema ini, akan diukur tegangan harmonisa ketiga di netral. Rele yang digunakan ialah rele tegangan-kurang (27H) yang disetel untuk mendeteksi tegangan harmonisa ketiga. Selain itu, terdapat juga rele tegangan lebih (59GN) yang disetel untuk mendeteksi frekuensi fundamental. Berdasarkan karakteristik tegangan harmonisa ketiga saat terjadi gangguan di netral, maka secara tiba-tiba, besar tegangan harmonisa ketiga di netral akan turun mendekati nol. Karena itulah, rele tegangan-kurang harmonisa ke tiga (27H) dipasang di netral untuk mendeteksi turunya tegangan harmonisa ketiga tersebut.

Dengan skema seperti ini, maka tedapat pembagian tugas bagi rele tegangan-lebih dan rele tegangan-kurang. Rele tegangan-lebih, ditugaskan untuk mendeteksi gangguan dari titik terminal sampai 90-95% belitan stator. Sedangkan rele tegangan kurang, hanya ditugaskan mendeteksi gangguan di daerah ujung-ujung dekat netral, atau 5-10% dari belitan stator. Dengan demikian 100% dari belitan stator terlindungi.

2.2. Proteksi Tegangan-Lebih

Pada skema ini, tegangan harmonisa ketiga, diukur pada terminal generator. Pada saat terjadi gangguan di daerah netral, maka besar tegangan harmonisa ketiga di daerah terminal, akan naik sampai maksimum tiga kali besar tegangan harmonisa ketiga saat kondisi normal.

Skema ini terdiri dari rele standar tegangan-lebih 59GN yang dipasang di netral pada frekuensi fundamental, dan rele tegangan lebih 59T yang dipasang di terminal pada frekuensi harmonisa ketiga.

Sama seperti pada skema tegangan-kurang, terdapat pembagian tugas kepada dua rele tersebut (59GN dan 59T). Rele 59GN bertugas untuk melindungi 90-95% belitan, sedangkan rele 59T walaupun dipasang di terminal, tetapi berfungsi untuk melindungi 5-10% belitan dekat netral.

2.3. Rasio Tegangan Harmonisa ke-3

Skema ini mengkombinasikan dua skema sebelumnya. Tegangan harmonisa ketiga selain diukur di netral juga diukur di terminal. Gangguan hubung tanah dekat netral akan menyebabkan terganggunya distribusi harmonisa ketiga, baik di terminal dan di netral. Rasio tegangan harmonisa ketiga di netral dan di terminal akan berubah dan menyebabkan rele beroperasi.

Keunggulan skema ini dibanding dua skema sebelumnya, yaitu kemampuan untuk tetap beroperasi walaupun tegangan harmonisa ketiga

(3)

amplitudonya sangat kecil saat beban ringan, ataupun saat eksitasi belum mencapai 100%.

3. RANGKAIAN EKIVALEN TEGANGAN HARMONISA KETIGA

3.1. Kondisi Normal

Rangkaian ekivalen untuk kondisi normal dibuat berdasarkan asumsi berikut :

- tegangan harmonisa ketiga, terdistribusi secara seragam sepanjang permukaan belitan stator, dan akan direpresentasikan sebagai sumber tegangan AC. Besarnya tergantung dari kondisi beban (tanpa-beban, penuh, beban-ringan), dengan fasa yang sama, dan frekuensi 150 hZ

- Kapasitansi generator terdistribusi secara seragam dan konstan sepanjang belitan stator

dan akan dimodelkan sebagai dua kapasitor (Cg)

diketanahkan, setengahnya dipasang sebelum sumber AC harmonisa ke-3, dan setengahnya dipasang setelah sumber AC

- Induktansi seri dari belitan, diabaikan. Hal ini mengacu pada pengukuran dan perhitungan yang dilakukan oleh ABB di Vasteras, swedia, dimana hasilnya menunjukan bahwa induktansi untuk harmonisa ke-3 dapat diabaikan.

Rangkaian ekivalen yang dibangun berdasarkan asumsi-asumsi di atas, diperlihatkan pada gambar di bawah ini.

Gambar 4. Rangkaian ekivalen pada kondisi normal (tanpa gangguan)

E3 = Tegangan harmonisa ke-3 yang dihasilkan

generator

Cg = Kapasitansi ke tanah dari belitan stator (per fasa)

Cp = Total penjumlahan paralel semua kapasitansi eksternal dari sistem, dilihat dari sisi generator Rn = Resistor pentanahan

3.2. Kondisi Gangguan

Untuk kondisi gangguan, rangkaian ekivalennya dibuat berdasarkan asumsi khusus untuk fasa yang mengalami gangguan saja. Sedangkan fasa yang tidak mengalami gangguan, besarannya sama seperti rangkaian ekivalen pada kondisi normal. Berikut asumsi untuk fasa yang mengalami gangguan :

- Tegangan harmonisa ketiga yang dihasilkan generator, dimodelkan sebagai dua sumber AC, satu disimpan di antara netral dan titik gangguan

(E3n), dan satunya lagi dipasang di antara titik

gangguan dan terminal (E3t).

- Kapasitansi ke tanah dari generator, direpresentasikan sebagai dua kapasitor untuk setiap satu sumber AC. Dua kapasitor dipasang sebelum titik gangguan, dan dua kapasitor lainnya dipasang setelah titik gangguan.

- Sumber AC dan kapasitansi, merupakan fungsi jarak gangguan dari titik netral ke titik gangguan.

Rangkaian ekivalennya diperlihatkan pada gambar 5 berikut.

Gambar 5. Rangkaian ekivalen kondisi saat gangguan

E3n, E3t = tegangan harmonisa ke-3 yang

dihasilkan belitan stator di antara titik netral ke titik gangguan K, dan di antara titik gangguan K ke titik terminal

Cg = kapasitansi ke tanah per fasa dari

belitan stator

Cp = total penjumlahan paralel semua

kapasitansi eksternal dari sistem, dilihat dari sisi generator

Cn,Ct = kapasitansi ke tanah per fasa dari belitan stator di antara titik netral ke titik gangguan K, dan di antara titik gangguan K ke titik terminal

Rn = resistansi pentanahan.

Besar E3n dan E3t merupakan fungsi jarak sebagai

berikut : 3 3 3 3 ) 1 ( K E E E K E t n × − = × =

Begitupun juga Ct dan Cn, merupakan fungsi jarak sebagai berikut :

(4)

stator t stator n C K C C K C × − = × = ) 1 (

dimana K merupakan jarak dari titik gangguan dari titik netral generator. K sebesar 0 s.d. 1.

4. HASIL SIMULASI & ANALISA

Simulasi dilakukan dengan memodelkan rangkaian ekivalen pada gambar 4 dan gambar 5. Data yang digunakan mengacu pada data generator PLTA Cirata dengan rated power = 140 MVA, 50 Hz, tegangan nominal = 16,5 kV, Cg = 0,128 µF/phase, Cp =0,55 µF/phase, dan Rn = 952,63 Ohm.

Hasil simulasi pada kondisi normal, memperlihatkan besar tegangan harmonisa ketiga di netral dan terminal sebagai berikut :

E3 (V) V3n (V) V3t (V) Tanpa beban 165 131 ∠-151,31° 80.389 ∠-51,47° Beban penuh 330 262 ∠-151,31° 160.78 ∠-51,47° Beban ringan 95 75.426 ∠-151,31° 46.284 ∠-51,47° Tabel 1. Hasil Simulasi Kondisi Normal

Simulasi pada kondisi gangguan, dilakukan dengan merubah-rubah impedansi gangguan Rf, dan kondisi beban. Simulasi gangguan dilakukan untuk skema kurang, skema tegangan-lebih, dan skema rasio tegangan.

4. 1. Skema Tegangan-Kurang

Hasil yang didapat, diperlihatkan pada gambar di bawah.

Vn kondisi Beban Ringan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Lokasi Gangguan (K) Vn Rf = 1 Rf = 100 Rf = 1k Rf = 5k Rf = 10k Rf = 100k

Gambar 6. Grafik Tegangan Harmonisa ketiga di netral kondisi beban ringan

Saat resistansi gangguan rendah, terlihat bahwa ketika gangguan terjadi di netral, tegangannya turun sampai mendekati nol. Hal sebaliknya terjadi saat gangguan terjadi di terminal, tegangan harmonisa ketiga meningkat mendekati tegangan

harmonisa yang dihasilkan generator pada kondisi normal, yaitu 95 V. Besar tegangan harmonisa ketiga pada resistansi rendah, hampir menyerupai bentuk linier terhadap jarak gangguan. Hasil ini sesuai dengan karakteristik tegangan harmonisa ketiga pada gambar 2 dan gambar 3.

Jika resistansi gangguan ditingkatkan, maka tegangan harmonisa ketiga di netral akan semakin konstan berada di kisaran 40 -50 Volt. Semakin besar resistansi gangguan, maka grafik yang didapat akan semakin berbeda dengan karakteristik tegangan harmonisa ketiga di netral. Grafik yang sama juga tergambar saat kondisi beban penuh, dan kondisi tanpa beban, seperti pada grafik di bawah ini.

Vn kondisi Beban Penuh

0 50 100 150 200 250 300 350 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Lokasi Gangguan (K) Vn Rf = 1 Rf = 100 Rf = 1k Rf = 5k Rf = 10k Rf = 100k

Gambar 7. Grafik Tegangan Harmonisa ketiga di netral kondisi beban penuh

Vn kondisi Tanpa Beban

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Lokasi Gangguan (K) Vn Rf = 1 Rf = 100 Rf = 1k Rf = 5k Rf = 10k Rf = 100k

Gambar 8. Grafik Tegangan Harmonisa ketiga di netral kondisi tanpa beban

Kurva ketiga grafik di atas sama. Yang membedakan ialah magnitude dari tegangan harmonisa ketiga di netral.

4. 2. Proteksi Tegangan-Lebih

Hasil simulasi pada beban penuh ini, diperlihatkan pada gambar 9 di bawah. Hasil yang didapat, hampir merupakan kebalikan dari hasil simulasi tegangan-kurang. Saat resistansi gangguan rendah, terlihat bahwa ketika gangguan terjadi di terminal, tegangannya turun sampai mendekati nol. Hal sebaliknya terjadi saat gangguan terjadi di netral, tegangan harmonisa ketiga meningkat mendekati tegangan harmonisa yang dihasilkan generator pada kondisi normal, yaitu 330 V.

(5)

Vt kondisi Beban Penuh 0 50 100 150 200 250 300 350 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Lokasi Gangguan (K) Vt Rf = 1 Rf = 100 Rf = 1k Rf = 5k Rf = 10k Rf = 100k

Gambar 9. Grafik Tegangan Harmonisa ketiga di terminal kondisi beban penuh

Seperti skema sebelumnya, besar tegangan harmonisa ketiga pada resistansi rendah, hampir menyerupai bentuk linier terhadap jarak gangguan. Hasil ini sesuai dengan karakteristik tegangan harmonisa ketiga pada gambar 2 dan gambar 3. Jika resistansi gangguan ditingkatkan, maka tegangan harmonisa ketiga di netral akan semakin konstan berada di kisaran 300 Volt. Semakin besar resistansi gangguan, maka grafik yang didapat akan semakin jauh berbeda dengan karakteristik tegangan harmonisa ketiga di netral.

Grafik yang sama (tetapi magnitude berbeda) juga tergambar saat kondisi beban ringan, dan kondisi tanpa beban, seperti pada grafik di bawah ini.

Vt kondisi Beban Ringan

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Lokasi Gangguan (K) Vt Rf = 1 Rf = 100 Rf = 1k Rf = 5k Rf = 10k Rf = 100k

Gambar 10. Grafik Tegangan Harmonisa ketiga di terminal kondisi beban ringan

Vt kondisi Tanpa Beban

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Lokasi Gangguan (K) Vt Rf = 1 Rf = 100 Rf = 1k Rf = 5k Rf = 10k Rf = 100k

Gambar 11. Grafik Tegangan Harmonisa ketiga di terminal kondisi tanpa beban

4.3. Proteksi Rasio Tegangan

Skema ini menggunakan perhitungan tegangan harmonisa ketiga baik di netral dan di terminal, lalu membandingkannya. Setidaknya, ada dua

skenario perhitungan rasio. Perhitungan pertama, membandingkan tegangan harmonisa ketiga di netral dan di terminal

| | | | 1 3 3 n t V V Rasio = | | | | | | t n n V V V Rasio 3 3 3 2 + =

Ketika melakukan perhitungan rasio ini untuk kondisi normal tanpa gangguan, hasilnya selalu sama untuk setiap kondisi beban. Rasio1 bernilai 0,48 sedangkan rasio2 bernilai 0,61. Saat terjadi gangguan, rasio1 akan meningkat, sedangkan rasio2 akan turun. Berdasarkan hal itulah maka skema rasio tegangan ini dapat dilakukan.

Hasil simulasi menunjukan perubahan rasio1 dan rasio2 seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

Rasio1 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 2.80 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Lokasi Gangguan (K) R RF = 1 RF = 100 RF = 1k RF = 5k Rf = 10k RF = 100 k Gambar 12. | | | | 1 3 3 n t V V Rasio = Rasio2 0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Lokasi Gangguan (K) R RF = 1 RF = 100 RF = 1k RF = 5k Rf = 10k RF = 100 k Gambar 13. | | | | | | t n n V V V Rasio 3 3 3 2 + =

Kedua grafik di atas, bentuk dan nilainya sama untuk setiap kondisi beban. Terlihat pada grafik rasio1 bahwa pada saat terjadi gangguan, besar rasio 1 akan meningkat melebihi besar rasio1 pada kondisi normal. Namun pada resistansi gangguan rendah , hal ini hanya terjadi sampai ke sekitar 60-70% belitan stator saja.

Pada rasio2 hasil menunjukan sebaliknya. Rasio ketika terjadi gangguan, akan lebih kecil dibanding rasio pada kondisi normal (0,61). Hal ini berlaku untuk keseluruhan belitan stator pada resistansi gangguan tinggi. Pada resistansi gangguan rendah, hal ini hanya berlaku sampai sekitar 60% belitan stator dari titik netral.

(6)

4.4. Besaran Seting Rele Untuk Skema Proteksi

Dari hasil simulasi di atas, maka dapat ditentukan seting rele untuk skema proteksi tegangan-kurang, tegangan-lebih, dan rasio tegangan.

Pada skema tegangan kurang, nilai tegangan yang diseting haruslah lebih besar dari tegangan harmonisa ketiga di netral saat terjadi gangguan. Tetapi juga, tegangan seting tersebut harus lebih kecil dari tegangan minimum harmonisa ketiga di netral yang dihasilkan generator pada kondisi normal tanpa gangguan.

Hasil simulasi kondisi normal, memperlihatkan bahwa tegangan minimum di netral didapat pada kondisi beban-ringan, yaitu sebesar 74,426 Volt. Seperti yang disebutkan dalam paper Ramon Julian (2006), rele harmonisa ketiga dapat diatur pada seting pick-up range 5-10 V. Oleh karena itu, rele tegangan-kurang pada skema ini diset pada tegangan 64-70 Volt.

Sedangkan pada skema proteksi tegangan-lebih, seting tegangan harus lebih kecil dari tegangan harmonisa ketiga di terminal pada saat gangguan muncul. Namun seting tegangan harus lebih besar dari tegangan harmonisa ketiga maksimum di terminal yang dihasilkan generator pada kondisi normal tanpa gangguan.

Tegangan harmonisa ketiga di terminal maksimum, didapat pada kondisi beban penuh, sebesar 160,78 V. Sehingga pada skema ini, rele harmonisa ketiga seharusnya diseting pada tegangan 170-175 Volt. Namun saat kondisi beban ringan, besar tegangan harmonisa ketiga di netral, tidak akan mencapai angka ini. Sehingga, skema proteksi tegangan-lebih tidak layak dilakukan. Jika dilakukan, rele harus dapat membedakan kapan kondisi beban ringan, beban penuh, atau tanpa beban.

Skema terakhir ialah skema rasio tegangan. Kedua skema rasio tersebut, harus dapat membedakan mana saat terjadinya gangguan beresistansi tinggi dan kondisi dimana digunakan isolasi belitan dengan resistansi tinggi. Hal itu perlu dilakukan agar generator yang menggunakan isolasi stator resistansi tinggi, tidak membacanya sebagai gangguan. Untuk itu, pada rasio1, seting rele harus lebih tinggi dari kondisi gangguan beresistansi tinggi (5k, 10k, 100k), dan pada rasio2 seting rele harus lebih rendah dari saat kondisi gangguan beresistansi tinggi (5k, 10k, 100k).

Dengan demikian, rele diseting pada : 0 , 2 | | | | 1 3 3 > = n t V V Rasio

3

,

0

|

|

|

|

|

|

2

3 3 3

<

+

=

t n n

V

V

V

Rasio

Artinya pada rasio 1, rele akan mentrip jika rasio tegangan naik lebih besar dari 2,0, sedangkan pada rasio 2, rele akan mentrip jika rasio tegangan turun lebih kecil dari 0,3.

Penggunaan skema proteksi rasio tegangan terlihat lebih baik digunakan, karena besaran rasio tegangan tidak dipengaruhi oleh kondisi beban generator. Sedangkan pada skema tegangan-kurang dan skema tegangan-lebih, besar tegangan yang diukur saat terjadi gangguan, akan berubah tergantung kondisi beban generator.

5. KESIMPULAN

• Proteksi dengan metoda tegangan harmonisa ketiga, yang dipasang dengan proteksi konvensional dapat melindungi keseluruhan belitan stator.

• Pada saat terjadi gangguan di dekat netral, maka tegangan harmonisa ketiga di netral akan turun dan tegangan harmonisa ketiga di terminal akan meningkat. Sebaliknya, saat terjadi gangguan di dekat terminal, tegangan harmonisa ketiga di netral akan meningkat, sedangkan di terminal akan turun.

• Semakin tinggi resistansi gangguan, maka karakteristik tegangan harmonisa ketiga, semakin tidak tergantung dari lokasi gangguan. • Skema tegangan-lebih, tidak layak untuk

diterapkan karena tidak didapatnya seting tegangan yang memenuhi kriteria.

• Dibanding skema tegangan-kurang, skema rasio-tegangan lebih baik untuk diterapkan, karena tidak tergantung pada kondisi beban generator.

REFERENSI

1. Julian A. Ramon ; Garcia Garcia, Ferran , 100% Stator Ground Protection : A Comparison of Two Methods. Dept. of Industrial Electrical Engineering and Automation Lund Institute of Technology. Spain, 2006.

2. Pope, J.W. A Comparison of 100% Stator

Ground Fault Protection Schemes for Generator Stator Windings, IEEE Transactions on Power

Apparatus and Systems, Vol.PAS-103, No.4, April 1984, pp.832-840. USA, 1984.

3. Blackburn, J.Lewis, Protective Relaying : Principles and Applications 2nd Edition. Marcel Dekker Inc, USA, 1997

4. Yin, X.G. et al, Adaptive Ground Fault Protection Schemes For Turbo-Generator Based on Third Harmonic Voltages. IEEE (1990).

Gambar

Gambar 1 Tegangan harmonisa ketiga di belitan stator  pada kondisi operasi normal
Gambar 3 Tegangan Harmonisa ketiga saat terjadi  gangguan di terminal
Tabel 1. Hasil Simulasi Kondisi Normal
Gambar 9. Grafik Tegangan Harmonisa ketiga di  terminal kondisi beban penuh

Referensi

Dokumen terkait

Modul ini menjelaskan tentang Menyuntikan hormon yang meliputi pemberokan induk, identifikasi teknik penyuntikan, penyiapan hormon dalam spuit injection,

perkotaan, yaitu, suatu sistem yang ditandai dengan konsolidasi optimal dari muatan dari shippers dan carriers yang bebeda dalam kendaraan pengiriman yang sama dan koordinasi

In one area of the Vintons’ survey, just south and east of Derre Center, Lolo speakers showed a remarkably high understanding of Chuwabu 2 (Vinton 1999:15, 19).. An explanation of

4.11 Menyusun teks instruksi (instruction), tanda atau rambu (short notice), tanda peringatan (warning/caution), lisan dan tulis, sangat pendek dan sederhana, dengan

Sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 tahun 2011 tentang Pajak Air Permukaan, Wajib Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan adalah

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan terhadap 150 responden, diperoleh gambaran tentang persepsi pasien terhadap kualitas pelayanan rawat jalan di UPT

Rumah Sakit, meliputi kemampuan untuk melakukan tindakan a) seksio sesaria, b) Histerektomi, c) Reparasi Ruptura Uteri, Cedera Kandung/saluran Kemih, d)

Untuk dapat berkembang dan mampu terlibat dalam masyarakat manusia tidak dapat terlepas dari bantuan serta pertolongan orang lain. Hidup bermasyarakat adalah saling membutuhkan