Ternak itik cukup populer di Indonesia, banyak clibudidayakan di daerah persawahan, daerah saluran irigasi, clan rawa-rawa . Peme liharaan dilakukan dengan sistem tradisional, bahkan ada yang cenderung berkembang ke arah sistem intensif sebagai akibat makin menyempitnya lahan untuk peternakan. Popu-Iasi ternak itik mencapai 28 .341 .000 ekor pada tahun 1995 (DITJENAK, 1996) . Produk utama dari ternak itik ini adalah telur, yang clikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan . Dan produk sampingannya adalah itik afkir yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daging .
Menurut beberapa penelitian, di beberapa daerah sentra peternakan itik yaitu Cirebon, Daerah Istimewa Yogyakarta, Bali, clan Klaten daging itik afkir dipasarkan dalam bentuk masakan dengan daya simpan maksimal dua Tabel 1 . Proporsu karkas clan bagian-bagian tubuh
Bagian tubuh
PENDAHULUAN
Tegal Magelang Turi
TRIYANTINI Balai Penelitian Temak PO Box 221, Ciawi-Bogor 16002
itik
"Kelompok" Itik Betina Afkir*)
hari, belum berupa hasil olahan/awetan (SETIYANTo et al., 1991 ; TRIYANTINI et al., 1987) . Hanya di daerah Hulu Sungai Utara (Amuntai) daging itik telah dipasarkan dalam bentuk yang diawetkan yaitu dendeng, namun bau clan rasanya yang khas menyebabkan dendeng itik ticlak disukai, ticlak seperti halnya dendeng sapi (SUNARLIM, 1984) .
Untuk lebih memaksimalkan pemanfaatan daging itik guna menunjang upaya diversifikasi pangan, maka telah dilakukan serangkaian penelitian tentang pengolahan dendeng itik.
POTENSI DAGING ITIK AFKIR
Istilah itik afkir yang climaksud adalah itik petelur atau itik jantan yang suclah kurang produktif atau itik jantan yang clipelihara untuk itik potong .
Itik Mucla**) Mojosari Bali Alabio Karawang
Sumber : *) ISKANDAR et al. (1993),**)TRIYANTINI et al. (1997)
. . . % . . . .. . . . Karkas 65,60 61,09 67,32 62,16 64,10 54,38 60,25 Dada 10,09 10,94 12,51 10-71 11,.94 10,40 18,27 Paha 10,28 11,65 13,58 11,33 12,65 9,58 27,29 Daging dada 6,80 7,91 8,89 7,38 8,74 7,83 6,89 Daging paha 7,63 9,39 10,44 8,63 9,20 7,29 16,37 Punggung 11,24 12,94 15,91 10,77 11,75 11,68 35,48 Sayap 6,06 7,78 8,83 6,27 7,34 6,16 16,58 Hati 3,68 3,48 3,99 2,79 3,01 2,88 3,62 Ampela 2,98 3,71 3,83 3,23 3,98 3,14 4,61 Usus 9,14 8,58 7,37 9,73 8,43 8,26 5,27 Kepala 5,89 6,53 7,15 4,90 6,14 5,60 8,04 Leher 4,08 6,05 6,90 4,71 4,95 3,83 6,42 Kaki 2,47 2,78 3,14 2,71 1,24 2,52 3,72 Kulit 13,57 13,17 10,20 15,57 11,29 19,11 11,54
Tabel 2. Kandungan zat gizi daging unggas
Sumber
*) TRIYANTINI
clan
SUGIARTO (1996) **) TRIYANTINIet al.
(1997)Persentase karkas itik afkir clan bagian-bagiannya menurut "bangsa" itik, telah dila-porkan, hasil seperti tercantum pada Tabel 1 .
Jika dilihat dari segi karkas yang dihasilkan, persentase karkas itik tua maupun muda (Tabel 1) seclikit lebih rendah dari persentase karkas ayam ras pedaging yaitu 67,29% (TRIYANTINI et al., 1997) . Peternak itik petelur pada umumnya mengafkir itik betina satu kelompok dalam wak-tu yang bersamaan. Hal ini dikarenakan umur clan masa produksinya relatif sama dalam satu kelompok. Pada tahun 1995 produksi daging itik secara nasional mencapai 19 .400 ton
(DITJENAK, 1996) . Jika itik dipasarkan dalam bentuk karkas utuh kurang disukai konsumen, karena bulu-bulu jarum yang tertinggal di dalam kulit mengakibatkan penampilannya kurang menarik. Sedangkan daging itik afkir mutunya rendah karena keempukaannya renclah clan aromanya kurang disukai .
Untuk memanfaatkan potensi daging itik afkir secara maksimal, perlu dilakukan usaha pengolahan seperti pada jenis daging yang lain agar diperoleh nilai tambah. Daging yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk olahan bagian paha clan dada yang proporsinya bervariasi antara 19,98 - 26,09% (Tabel 1) . Jika diasumsikan bahwa produksi daging itik itu dalam bentuk karkas, maka yang tersedia sebe-sar 4.468,79 ton sebagai bahan baku peng-olahan daging (clihitung berclasarkan data pada Tabel 1) .
Dari usaha pengolahan daging itik masih dapat diperoleh produk sampingan yang berupa
WARTAZOA Vol. 7 No. 1 Th. 1998
bagian-bagian karkas selain dada clan paha (Tabel 1) yang dapat dijual mentah atau sudah dalam bentuk masakan siap santap. Selain itu, bulu itik mempunyai nilai ekonomi tinggi karena dapat dipergunakan sebagai perlengkapan ticlur, jaket, untuk bahan kerajinan, lukisan, makanan ternak clan pupuk (RAHARJo et al., 1989) . Kulit itik yang sudah disamak clan bermutu baik, berpotensi sebagai bahan baku untuk barang-barang kerajinan antara lain tas, sepatu, ikat pinggang, dompet clan aneka asesoris (UNTARI
et al., 1990; LASMINI et al., 1995) .
Sebagai bahan pangan sumber protein hewani, daging itik afkir mempunyai kandungan protein tidak berbecla jauh dengan daging ayam (Tabel 2) .
Pada Tabel 2 terlihat bahwa kandungan lemak daging itik baik yang tua maupun muda lebih rendah dari kandungan lemak daging ayam ras ataupun ayam buras . Dengan memperhati-kan memperhati-kandungan lemaknya, diharapmemperhati-kan daging itik akan menjadi pilihan konsumen, setelah melalui proses pengolahan y4ng dapat mening-katkan rasa clan aroma daging, salah satunya adalah pengolahan menjadi dendeng .
TEKNIK PENGOLAHAN DENDENG ITIK Pengolahan daging itik afkir menjadi dendeng merupakan pilihan dari beberapa meto-de pengolahan daging . Hal ini didasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain bahan clan peralatan yang 'diperlukan sederhana, mudah diperolah serta muclah pula pengerjaannya.
Jenis daging A i r Protein Lemak
. . . .. . . .. . . %. . . .
Itik betina afkir *) 77,99 20,38 1,00
Itik muda **) 73,94 19,65 1,11
Ayam ras afkir *) 71,85 21,32 3,67
Ayam ras pedaging **) 72,11 21,16 2,02
Ayam buras **) 73,99 20,85 2,60
1 . Skema pembuatan dendeng
Daging tanpa lemak digiling kasar/dicincang/disayat tipis
Campurkan bumbu halus (simpan 1 malam)
Cetak tipis ± 3 mm
Keringkan kadar air < 12% 2. Rempah-rempah dan bumbu dasar
Untuk mengurangi aroma daging itik yang kurang disukai, dapat dilakukan dengan Tabel 3. Kandungan air, protein dan lemak dendeng
Keterangan
(1) ditambahkan jahe (2) ditambahkan kunyit (3) ditambahkan sereh (4) ditambahkan lengkuas Sumber :TRIYANTINI et al. 0992)
menambahkan rempah-rempah pada proses pengolahan dendeng itik. Penelitian yang telah dilakukan TRIYANTINI of a/. (1992) dengan menambahkan jahe, kunyit, sereh atau lengkuas sebanyak 2% dari berat daging pada pengolahan dendeng itik ternyata dapat mengurangi aroma daging itik yang kurang disukai. Bumbu dasar yang diperlukan untuk membuat dendeng itik terdiri dari garam 3%, gula merah 30%, ketumbar 2%, bawang putih 1,5%, bawang merah 3%, asam 1% dan asam sendawa 5% .
Dendeng itik yang dihasilkan (Tabel 3) ternyata belum memenuhi standar mutu I yang berlaku di Indonesia, yakni baru memenuhi standar mutu II (DEPARTEMEN PERDAGANGAN,
1983) .
Hasil uji preferensi menunjukkan bahwa dendeng itik dengan penambahan jahe, kunyit, sereh atau lengkuas masih kurang disukai dibanding dendeng sapi (Tabel 4), tetapi secara keseluruhan penambahan lengkuas memberikan hasil yang terbaik .
Sebagai upaya meningkatkan preferensi dendeng itik afkir, dilakukan sedikit perubahan komposisi bumbu dasar yaitu : garam dapur 5%, gula merah 50%, ketumbar 2,5%, bawang merah 3%, bawang putih 2%, asam 2%, lengkuas 2,5% ; serta dagingnya disayat tipis atau dicincang kasar.
Protein - Lemak . . . % . . . . 28,14 6,59 27,88 7,76 27,25 8,94 29,78 7,64 23,63 4,77 30,00 (min) -25,00 (min) -Perlakuan A i r Dendeng itik (1) . . . . .15,55 Dendeng itik (2) 15,76 Dendeng itik (3) 13,85 Dendeng .itik (4)r 13,66 Dendeng sapi ." , 10,47
SII dendeng Sapi .Mutu I 12,00 (maks)
Tabel 4. Preferensi terhadap dendeng itik dengan penambahan jahe, kunyit, sereh atau lengkuas
Keterangan
(1) ditambahkan jahe, (2) ditambahkan kunyit, (3) ditambahkan sereh, (4) ditambahkan lengkuas " Angka numerik 1 - 4 yaitu tidak disukai, kurang disukai, disukai dan sangat disukai
" Nilai dengan superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Sumber : TRIYANTINI et al. (1992)
Tabel 5. Preferensi terhadap dendeng dengan berbagai pengolahan
Keterangan
Nilai dengan superskrip berbeda pada kolom yang sama (P<0,05)
I = daging dada disayat
II = daging dada dicincang + 2,5% lengkuas III = daging paha disayat
IV = daging paha dicincang + 2,5% lengkuas
V = daging dada + paha dicincang + 2,5% lengkuas VI = daging sapi dicincang
Sumber : TRIYANTINI et al. (1994)
Dengan merubah komposisi bumbu dasar dan mencincang daging, penampilan dendeng itik yang berasal dari daging bagian paha clan dada serta ditambah 2,5% lengkuas, ternyata tidak berbeda nyata dengan dendeng sapi . Demikian pula aroma, keempukan dan rasa dendeng . Perlakuan tersebut sama disukai dengan dendeng sapi (Tabel 5) .
WARTAZOA Vol. 7 No. 1 Th. 1998
menunjukkan perbedaan nyata
3. Teknik pengeringan dendeng
Teknik pengeringan dendeng akan menentukan lama pengeringan dan biaya produksi . Suatu penelitian yang mengamati cara pengeringan dendeng yakni antara yang dikeringkan dengan sinar matahari dan dioven dengan suhu 60°C tidak mendapatkan pengaruh Perlakuan Penampilan Aroma Skor Keempukan R a s a Dendeng itik (1) 2,90 2,70- 2,45bc 2,538 Dendeng itik (11) 2,85 2,65- 2,40" 2,80-Dendeng itik (111) 3,05 2,65" 3,008 2,708
Dendeng itik (IV) 2,90 2,608 2,858
2,65-Dendeng itik (V) 3,25 2, 90ab 2,75-` 2,90-b
Dendeng sapi (VI) 3,05 3,20" 2,85- 3,30"
Perlakuan Penambahan B a u Skor Keempukan R a s a Dendeng itik (1) 2,60- 2,458 2,358 2,208 Dendeng itik (2) 2,45- 2,25- 2,80b° 2,508
Dendeng itik (3) 2,60- 2,508 2,55-b 2,55a
Dendeng itik (4) 2,75- 2,608 2,458b
KESIMPULAN DAN SARAN
Daging itik afkir yang kurang disukai konsumen karena penampilan karkasnya kurang menarik, kandungan lemak pads kulit cukup tinggi, keempukannya rendah clan aromanya kurang disukai, masih clapat diolah menjadi dendeng yang mempunyai nilai tambah .
Dari beberapa tahap penelitian teknologi pengolahan dendeng itik afkir yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan rempah-rempah (lengkuas) pada bumbu dasar (garam, gula merah, ketumbar, bawang putih, bawang merah, asam) dapat meningkatkan preferensi. Mutu gizi dendeng itik afkir berdasarkan Sll untuk dendeng sapi termasuk mutu II yakni dengan kanclungan protein (minimal) 25% clan kadar air (maksimal) 12% .
Pembuatan dendeng itik clapat dikembangkan sebagai inclustri rumah tangga, selain masih perlu dilakukan analisis input output usaha clan pemasyarakatan produk. Disamping itu analisis ekonomi kulit, bulu clan bagian-bagian karkas selain dada clan paha sebagai produk sampingan .
DEPARTEMEN PERDAGANGAN . 1993 . Keputusan Menteri Perd n No: 303/KP/V11/83. Tanggal, 30 Juli 1983:
s
Nng Standar Mutu Barang-Barang Perdagangan partemen Perdagangan . yang nyata terhadap mutu gizi clan preferensi dendeng (TRIYANTINI et al., 1995) .Keuntungan dari pengeringan dendeng itik dengan oven adalah waktu yang lebih singkat, serta tidak tergantung sinar matahari . Sebagai patokan dapat clikatakan bahwa pengeringan dendeng sudah cukup apabila kadar air kurang dari 12% .
DAFTAR PUSTAKA
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN . 1996 . BUku Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.
ISKANDAR, S; DESMAYATI, Z; T. ANTAWIDJAJA; T. MURTISARI clan A. LASMINI. 1993 . Perbandingan produk berbagai jenis itik betina afkir clan entok. Ilmu Dan Peternakan Vo. 7 (1) No. 1 . Hal. 20-24.
LASMINI, A; P. SETIADI; ABUBAKAR clan TRIYANTINI . 1995. Teknologi pengolahan hasil ternak itik.
ternak itik melalui penurunan kadar lemak daging clan kulit itik mentah pra penyamakan. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 1994/1995 . Ternak Unggas Dan Aneka Ternak. Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. Hal . 423-428 .
RAHARDJO, Y.C. ; T. ANTAWIDJAJA ; A. R. SETIOKO; S. SASTRODIHARDJO ; S. PRAWIRODIGJO ; U. WIJAYA; W. DIRDJOPRATONO; T. SARTIKA ; clan D. GULTOM. 1989. Laporan Survey Potensi Bulu Unggas Air Di Jawa Dan Bali . Balai Penelitian Ternak, Bogor. SETIYANTO, H; TRIYANTINI ; ABUBAKAR; clan CELLY H.S.
1991 . Pengolahan daging itik afkir di Kabupaten Klaten. Proc. Seminar Nasional Usaha Peningkatan Produktifitas Peternakan Dan Perikanan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang . Hal 520-526 .
SUNARLIM, R. 1994. Evaluasi uji kesukaan telur clan dendeng itik yang diperoleh dari Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Wartazoa Vol. 1 . No.
3 th. 1984. Hal . 34-46 .
TRIYANTINI; ROSWITA, S. clan ABUBAKAR. 1987. Pemanfaatan daging itik petelur afkir di D.I.Y . clan Bali . Bull. Fakultas Peternakan. U .G.M. Th . XI. No .1 . Hal . 32-34.
TRIYANTINI ; H . SETIYANTO; N. CAHYADI clan SUGIARTO . 1992. Dendeng sebagai alternatif dalam upaya penganekaragaman pengolahan daging itik. Pros. Agro-Industri Peternakan Di Pedesaan. Balai Penelitian Ternak . Puslitbang Peternakan. Bogor. Hal. 448-455 .
TRIYANTINI ; A. LASMINI; H. SETIYANTo clan P. SETIADI. 1994. Evaluasi teknik pembuatan dendeng itik alabio. Majalah Ilmiah Universitas Semarang .
Edisi Khusus. Juni 1994. Hal . 278-282.
TRIYANTINI; A. LASMINI; H . SETIYANTO clan SUGIARTO . 1995 . Analisis usaha pengolahan dendeng itik. Media Edisi Khusus. Juli 1995. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang . Hal. 557-562 .
TRIYANTINI clan SUGIARTO . 1996 . Pengaruh bahan pengempuk terhadap mutu gizi daging itik clan ayam tua. 1996. Disampaikan pada Seminar Nasional Kiat Usaha Peternakan. Fakultas Peternakan Unsoed . Purwokerto .
TRIYANTINI; ABUBAKAR; I.A .K . BINTANG clan T. ANTAWIDJAJA. 1997. Studi komperatif preferensi, mutu clan gizi beberapa jenis daging unggas. Jurnal . Ilmu Ternak Dan Veteriner. Vol.2. No.3 . Puslitbang Peternakan. Bogor.
UNTARI, S; B. OETOJO ; dan WILOETO, D. 1990 .
Penelitian pendahuluan mutu kulit jadi dari kulit itik lokal. Proc. Temu Tugas Pengembangan Usaha Ternak Itik Di Jawa Tengah, Sub. Balai
Penelitian Ternak Klepu . Hal 133-136.