• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN DIREKTORAT JENDERAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN DIREKTORAT JENDERAL"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

1

RENCANA STRATEGIS

SEKRETARIAT

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

TAHUN 2015-2019

DIREKTORAT JENDERAL

(2)

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-NYA sehingga Rencana Strategis (Renstra) Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 ini dapat terselesaikan dengan baik. Secara umum, Renstra ini disusun sebagai panduan dan pedoman dalam merumuskan perencanaan kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya yang meliputi koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran serta kerjasama di bidang perkebunan; pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan; evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan serta pemberian layanan rekomendasi bidang perkebunan, pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen. Perkebunan serta pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Direktur Jenderal Perkebunan.

Adanya perubahan organisasi Kementerian Pertanian sesuai amanat Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2015 yang ditindaklanjuti dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian berimplikasi terhadap bertambahnya fungsi pengolahan dan pemasaran. Selain itu dengan adanya restrukturisasi program K/L melalui penyempurnaan output/outcome yang lebih terukur dalam kerangka arsitektur anggaran berbasis kinerja dan pendekatan konsep arsitektur dan informasi kinerja (ADIK) akan berpengaruh terhadap penetapan Visi, Misi, Tujuan, Arah Kebijakan, Strategi, Sasaran Strategis, Program dan Indikatornya serta Kegiatan dan Indikatornya pada Direktorat Jenderal Perkebunan dan unit kerja

(3)

3 eselon 2 lingkup Ditjen. Perkebunan termasuk Sekretariat Ditjen. Perkebunan. Maka kedepan Renstra ini akan segera dimutakhirkan untuk mengakomodir penyesuaian organisasi baru lingkup Ditjen. Perkebunan.

Berkaitan dengan hal tersebut, dalam perencanaan jangka menengah periode 3 tahun 2015-2019 perlu dilakukan sejumlah penyesuaian terhadap Rencana Strategis Sekretariat Ditjen. Perkebunan agar pelaksanaan kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya lebih optimal dalam mendukung pencapaian sasaran program dan kegiatan dalam RPJMN 2015-2019 sesuai dengan agenda prioritas NAWACITA yang diimplementasikan kedalam pencapaian 6 sasaran strategis Kementerian Pertanian 2015-2019 serta pencapaian kegiatan Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 dalam dokumen Rencana Strategisnya.

Rencana Strategis Sekretariat Ditjen. Perkebunan 2015-2019 ini tidak akan berarti banyak tanpa disertai implementasi yang tuntas disertai dengan kerjasama dan koordinasi yang sinergis dari berbagai pihak terkait. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi secara aktif dalam penyusunan dokumen Rencana Strategis ini. Semoga ALLAH SWT senantiasa memberikan kekuatan dan kemudahan untuk melaksanakan segala sesuatu yang direncanakan dalam dokumen ini.

Jakarta, Desember 2015 Sekretaris Ditjen. Perkebunan,

Ir. Irmijati R. Nurbahar, M.Sc Nip. 19591023 198503 2 001

(4)

4

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………. i

DAFTAR ISI ………. iii

DAFTAR TABEL ………. vi

DAFTAR LAMPIRAN ………. vii

1. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Kondisi Umum Sekterariat Ditjen. Perkebunan tahun 2010-2014 ………. 8

1.1.1. Perkembangan Pegawai ……… 8

1.1.2. Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2010-2014 ………. 10

1.1.3. Perkembangan Program, Kegiatan dan Anggaran Ditjen. Perkebunan tahun 2010-2014 ………. 10

1.1.4. Koordinasi Penyelesaian Kasus Kerugian Negara ………. 17

1.1.5. Pengembalian Kredit ………. 18

1.1.6. Laporan Keuangan ………. 20

1.1.7. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) ………. 21

1.1.8. Realisasi Keuangan ………. 28

1.2. Peluang dan Tantangan ………. 30

1.2.1. Peluang ………. 30

1.2.2. Tantangan ………. 45

2. VISI, MISI DAN TUJUAN SEKRETARIAT DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019 ………. 59

2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 ………. 59

2.2. Visi Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 ………. 60

2.3. Misi Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 ………. 61 2.4. Tujuan Sekretariat Ditjen.

(5)

5 Perkebunan tahun 2015-2019 ………. 62

3. ARAH KEBIJAKAN, SASARAN DAN STRATEGI SEKRETARIAT DITJEN.

PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019 ………. 67

3.1. Arah Kebijakan Sekretariat Ditjen.

Perkebunan tahun 2015-2019 ………. 67 3.2. Sasaran Kegiatan dan Indikator

Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun

2015-2019 ………. 73

3.3. Strategi Pengembangan Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun

2015-2019 ………. 74

3.3.1. Strategi Umum ………. 74 3.3.2. Strategi Khusus ………. 79

4. KEGIATAN, KELUARAN (OUTPUT) DAN KOMPONEN KEGIATAN SEKRETARIAT

DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019 ………. 82

4.1. Program Ditjen. Perkebunan Tahun

2015-2019 ………. 82

4.2. Kegiatan Ditjen. Perkebunan Tahun 2015-2019 Dalam Ruang Lingkup Dukungan Manajemen dan

Dukungan Teknis Lainnya ………. 83 4.3. Keluaran (Output) dan Komponen

Kegiatan Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019

sesuai Tupoksi ………. 85

4.3.1. Pembinaan dan Pelayanan

Perencanaan ………. 85

4.3.2. Pembinaan dan Pelayanan Keuangan dan

Perlengkapan ………. 85

4.3.3. Pembinaan dan Pelayanan

Umum ………. 86

4.3.4. Pembinaan dan Pelayanan Evaluasi dan Layanan

Rekomendasi ………. 86

(6)

6 Manajemen dan Teknis

Lainnya ………. 87

4.4. Sasaran Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Sekretariat Ditjen. Perkebunan

tahun 2015-2019 ………. 87

4.5. Proyeksi Pendanaan Kegiatan Sekretariat Ditjen. Perkebunan

tahun 2015-2019 ………. 88

5. MEKANISME STRATEGIS SEKRETARIAT

DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019 ………. 89

5.1. Mekanisme Perencanaan ………. 89 5.2. Monitoring, Evaluasi, Pengawasan

dan Pengendalian ………. 90

5.2.1. Pengendalian dan

Pengawasan ………. 90

5.2.2. Pemantauan dan Evaluasi ………. 91

(7)

7

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

Tabel 1 Perkembangan Pegawai Berdasarkan Golongan dan Pendidikan sampai dengan

tahun 2015 ……….. 9

Tabel 2 Alokasi Penyediaan Dana APBN untuk Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan

Berkelanjutan tahun 2010-2014 ……… 14 Tabel 3 Perkembangan Penyelesaian

Kerugian Negara sampai dengan

tahun 2015 ……… 18

Tabel 4 Rincian Pengembalian Kredit Proyek Pembangunan Perkebunan sampai dengan

tahun 2015 ……… 19

Tabel 5 Perbandingan Realisasi Keuangan Direktorat Jenderal Perkebunan dengan

Kementerian Pertanian tahun

2010-2014 ……… 29

Tabel 6 Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019

……… 74 Tabel 7 Perkembangan Proyeksi

Penyediaan Pendanaan Kegiatan Dukungan Manajemen dan

(8)

8

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hal

Lampiran 1 Struktur Organisasi Sekretariat Ditjen.

Perkebunan ……….. 96

Lampiran 2 Matriks Penentuan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)

Sekretariat Ditjen. Perkebunan berbasis Penentuan ADIK (Arsitektur

dan Informasi Kinerja) ……… 97 Lampiran 3 Matriks Kinerja dan

Pendanaan Sekretariat Ditjen. Perkebunan tahun

(9)

9

S

eiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi serta perubahan dalam tatanan nilai, politik, perekonomian dan lingkungan hidup, perkebunan dituntut untuk menerapkan sistem pembangunan yang cerdas dan inovatif agar sub sektor ini dapat tetap berada pada posisi dan perannya selama 5 tahun kedepan. Sistem pembangunan dimaksud selain dapat mengantisipasi perubahan lingkungan strategis global dan domestik, juga dapat mempengaruhi seluruh aspek kehidupan yang membawa perubahan penting disegala bidang. Pergeseran peran pemerintah yang semula dominan dalam pembangunan berubah menjadi fasilitator, stimulator, promotor dan regulator mengarahkan agar semua pemangku kepentingan yang terkait dapat bergerak dan berfungsi secara optimal dalam pembangunan.

Sub sektor perkebunan masih menjadi sub sektor penting dalam peningkatan perekonomian nasional. Peran strategis sub sektor perkebunan baik secara ekonomis, ekologis maupun sosial budaya ini digambarkan melalui kontribusinya dalam penyumbang PDB; nilai investasi yang tinggi dalam membangun perekonomian nasional; berkontribusi dalam menyeimbangkan neraca perdagangan komoditas pertanian nasional; sumber devisa negara dari komoditas ekspor; berkontribusi dalam peningkatan penerimaan negara dari cukai, pajak ekspor dan bea keluar; penyediaan bahan pangan dan bahan baku industri; penyerap tenaga kerja; sumber utama pendapatan masyarakat pedesaan, daerah perbatasan dan daerah tertinggal;

(10)

10 pengentasan kemiskinan; penyedia bahan bakar nabati dan bioenergy yang bersifat terbarukan, berperan dalam upaya penurunan emisi gas rumah kaca serta berkontribusi dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan mengikuti kaidah-kaidah konservasi. Sejalan dengan berbagai kontribusi sub sektor perkebunan tersebut maka segala bentuk usaha budidaya perkebunan harus mengedepankan keseimbangan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan alat/sarana prasarana input produksi melalui kegiatan penyelenggaraan perkebunan yang memenuhi kaidah pelestarian lingkungan hidup. Hal tersebut dijelaskan dalam Undang-Undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan. Undang-Undang nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan menyatakan bahwa perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budidaya, panen, pengolahan dan pemasaran terkait tanaman perkebunan. Dengan pengertian yang luas tersebut, penyelenggaraan perkebunan mengemban amanat dalam mendukung pembangunan nasional. Amanat tersebut mengharuskan penyelenggaraan perkebunan ditujukan untuk (1) meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat; (2) meningkatkan sumber devisa negara; (3) menyediakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha; (4) meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing dan pangsa pasar; (5) meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri; (6) memberikan perlindungan pada pelaku usaha perkebunan dan masyarakat; (7) mengelola dan mengembangkan sumber daya perkebunan secara optimal, bertanggung jawab dan lestari; dan (8) meningkatkan pemanfaatan jasa perkebunan.

(11)

11 Upaya-upaya yang dilakukan untuk memenuhi amanat penyelenggaraan perkebunan harus didasarkan pada asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, keberlanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, efisiensi-berkeadilan, kearifan lokal dan kelestarian lingkungan hidup. Sejarah panjang penyelenggaraan perkebunan di bumi nusantara yang mengedepankan asas-asas tersebut membuktikan bahwa amanat yang diemban dapat dilaksanakan dengan baik, tepat sasaran, berdaya dan berhasil guna bagi peningkatan kesejahteraan pekebun.

Amanat pembangunan nasional dalam 9 Agenda Prioritas NAWACITA yang wajib dilaksanakan Ditjen. Perkebunan dalam pengembangan perkebunan tahun 2015-2019 sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2015-2019 mencakup 2 agenda prioritas diantaranya 1) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional dengan sub agenda prioritas akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional melalui peningkatan agroindustri berbasis komoditas perkebunan; dan 2) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik dengan sub agenda peningkatan kedaulatan pangan. Arah kebijakan pembangunan nasional dalam dokumen RPJMN 2015-2019 diimplementasikan dalam 6 (enam) sasaran strategis Kementerian Pertanian. Sesuai tugas pokok dan fungsinya, Ditjen. Perkebunan bertanggungjawab dalam mendukung pencapaian 6 (enam) sasaran strategis tersebut.

Sasaran strategis Ditjen. Perkebunan tahun 2015-2019 yang selaras dengan kebijakan Kementerian Pertanian sebagaimana tertuang dalam Renstra Kementerian Pertanian tahun 2015-2019

(12)

12 adalah mendukung: 1) pemenuhan penyediaan bahan baku tebu dalam rangka peningkatan produksi gula nasional; 2) peningkatan diversifikasi pangan berbasis komoditas perkebunan yang difokuskan pada pengembangan komoditas sagu dalam rangka penganekaragaman pangan perkebunan, kegiatan integrasi tanaman perkebunan dan ternak, pengembangan kegiatan tumpang sari dengan komoditas tanaman pangan/ hortikultura/ perkebunan lainnya dan pemanfaatan tanaman sela ; 3) peningkatan komoditas perkebunan bernilai tambah dan berorientasi ekspor dalam mewujudkan daya saing sub sektor perkebunan yang difokuskan pada pengembangan produk segar dan olahan dari 16 komoditas unggulan perkebunan; 4) pemenuhan penyediaan bahan baku energy dan pengembangan fondasi sistem pertanian bio-industry dengan fokus pengembangan komoditas kelapa sawit baik melalui peningkatan produksi dan produktivitas maupun melalui kegiatan integrasi tanaman dan ternak serta penyediaan benih kemiri sunan; 5) akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik dengan menerapkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, supremasi hukum, keadilan, integritas/ komitmen, kejujuran, konsistensi dan bebas KKN di lingkungan organisasi Ditjen. Perkebunan; dan 6) peningkatan pendapatan keluarga pekebun yang merupakan resultan dari pencapaian sasaran strategis lainnya.

Berkaitan dengan tujuan dan fungsi pembangunan perkebunan nasional dalam RPJMN 2015-2019 tersebut akan dapat diwujudkan apabila pemerintah telah menerapkan prinsip-prinsip Good Governance (pengelolaan pemerintahan yang baik) dalam penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan masyarakat. Prinsip utama Good Governance adalah

(13)

13 akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency) dan partisipasi (participation). Untuk terwujudnya prinsip-prinsip

Good Governance tersebut, perlu didukung oleh adanya struktur

kelembagaan yang akomodatif, sumber daya aparatur yang profesional, serta ketatalaksanaan yang responsif dan adaptif sehingga koordinasi dan sinkronisasi menjadi hal yang sangat penting untuk dapat terlaksananya pembangunan perkebunan yang sinergi dan optimal. Karakteristik utama dalam penyelenggaraan Good Governance adalah penyelenggaraan pemerintah, pelayanan publik dan pembangunan yang tidak semata-mata bertumpu pada keputusan yang dibuat oleh pemerintah (Government), tetapi juga melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) baik yang ada di dalam maupun di luar birokrasi pemerintah.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 36 tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan dan Penerapan Standar Pelayanan menyatakan bahwa Pelayanan Publik merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administrative yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Ukuran keberhasilan penyelenggaraan pelayanan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Kepuasan penerima pelayanan dicapai apabila penerima pelayanan memperoleh pelayanan sesuai dengan yang dibutuhkan dan diharapkan (meeting the needs of customers) serta memenuhi pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau dan terukur, oleh karena itu setiap penyelenggara pelayanan secara berkala melakukan survey indeks kepuasan

(14)

14 masyarakat. Pelayanan prima harus memiliki prinsip sederhana, konsistensi, partisipatif, akuntabel, berkesinambungan, transparansi dan keadilan.

Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik bahwa setiap penyelenggara pelayanan publik baik yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung maupun tidak langsung wajib menyusun, menetapkan, dan menerapkan standar pelayanan sebagai tolak ukur dalam penyelenggaraan pelayanan di lingkungan masing-masing. Berkaitan dengan fungsi pelayanan publik tersebut maka berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Sekretariat Ditjen. Perkebunan memiliki tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan Ditjen. Perkebunan.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional, amanat Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian, Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 tentang RPJMN tahun 2015-2019, Peraturan Menteri Pertanian nomor 43 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Peraturan Menteri Pertanian nomor 19 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2015-2019, PermenPPN nomor 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategis K/L tahun 2015-2019, Rencana Strategis Ditjen.

(15)

15 Perkebunan tahun 2015-2019 serta peraturan perundangan terkait lainnya, maka disusun “RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2015-2019”.

Rencana Strategis Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2015-2019 disusun berdasarkan analisis dan pencermatan lingkungan strategis atas potensi, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapi dalam peningkatan pelayanan kesekretariatan selama kurun waktu 2010-2014, serta berdasarkan identifikasi dan pencermatan akan peluang dan tantangan organisasi kesekretariatan pada periode 2015-2019 sehingga diharapkan akan memberi arah dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas dalam rangka pembangunan perkebunan pada periode kedepan. Berdasarkan fungsi organisasi dari Sekretarist Ditjen. Perkebunan maka, Renstra ini memberikan arah dukungan dan memfasilitasi koordinasi, penyusunan rencana dan program, anggaran serta kerjasama di bidang perkebunan; pengelolaan urusan keuangan dan perlengkapan; evaluasi dan penyempurnaan organisasi, tata laksana, pengelolaan urusan kepegawaian dan penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan serta pelaksanaan hubungan masyarakat dan informasi publik, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan serta pemberian layanan rekomendasi bidang perkebunan, pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Ditjen. Perkebunan serta pelaksanaan fungsi lain yang diberikan Direktur Jenderal Perkebunan.

(16)

16

1.1. Kondisi Umum Sekretariat Direktorat Jenderal

Perkebunan Tahun 2010-2014

Sesuai dengan tugas dan fungsi kesekretariatan dalam rangka melaksanakan pelayanan prima maka penerapan manajemen kualitas terpadu merupakan suatu keharusan. Manajemen kualitas diperlukan sebagai upaya meningkatkan kinerja secara terus menerus dengan menggunakan semua sumber daya manusia dan modal yang tersedia pada setiap level. Pencapaian sasaran pelayanan organisasi selama periode 2010-2014 tercermin dalam indikator berikut :

1.1.1. Perkembangan Pegawai

Sampai dengan tahun 2015 sebanyak 1.142 orang, terdiri dari PNS Ditjen. Perkebunan sebanyak 468 orang, PNS Pusat yang ditempatkan di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan sebanyak 274 orang, BBP2TP Surabaya sebanyak 179 orang, BBP2TP Ambon sebanyak 136 orang, dan Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak sebanyak 85 orang.

Tabel 1 memperlihatkan perkembangan pegawai sampai dengan 2015 berdasarkan golongan dan pendidikan. Dilihat dari penyebaran per golongan adalah sebagai berikut: jumlah pegawai golongan I sebanyak 7 orang, golongan II sebanyak 292 orang yang sebagian besar berlokasi di UPT Pusat, golongan III sebanyak 751 orang dan golongan IV sebanyak 92 orang. Adapun berdasarkan kualifikasi pendidikan, lulusan SD sebanyak 17 orang, SLTP sebanyak 14 orang, SMA/SLTA sebanyak 402 orang, Sarjana Muda/D3 sebanyak 63 orang, S1/D4 sebanyak 493 orang, S2 sebanyak 149 orang dan S3 sebanyak 4 orang.

(17)

17 Tabel 1. Perkembangan Pegawai Berdasarkan Golongan dan Pendidikan sampai dengan tahun 2015

Sumber: DItjen. Perkebunan, 2015

NO. UNIT KERJA GOLONGAN (ORANG) TINGKAT PENDIDIKAN (ORANG)

I II III IV Jumlah S3 S2 S1/ D4

D3 SLTA SLTP SD Jumlah 1. SEKRETARIAT DITJENBUN 1 38 127 20 186 2 33 55 10 68 7 11 186 2. DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM 0 3 46 9 58 1 15 25 3 13 1 0 58 3. DIREKTORAT TANAMAN TAHUNAN 0 5 44 9 58 0 13 27 4 14 0 0 58 4. DIREKTORAT TANAMAN REMPAH

DAN PENYEGAR

0 5 38 11 54 0 16 19 6 12 1 0 54 5. DIREKTORAT PASCAPANEN DAN

PEMBINAAN USAHA 0 8 39 8 55 0 13 18 5 19 0 0 55 6. DIREKTORAT PERLINDUNGAN PERKEBUNAN 0 10 39 8 57 0 17 17 4 17 0 2 57 7. BBP2TP MEDAN 3 86 175 10 274 1 14 151 7 97 2 2 274 8. BBP2TP SURABAYA 1 26 142 10 179 0 20 120 12 24 2 1 179 9. BBP2TP AMBON 1 77 56 2 136 0 5 38 6 86 1 0 136 10. BPTP PONTIANAK 1 34 45 5 85 0 3 23 6 52 0 1 85 JUMLAH 7 29 2 751 92 1.142 4 14 9 493 63 402 14 17 1.142

(18)

18

1.1.2. Organisasi dan Tatalaksana Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010-2014

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Perkebunan merupakan salah satu unit kerja Eselon I dengan susunan organisasi sebagai berikut:

a. Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan; b. Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar; c. Direktorat Tanaman Semusim;

d. Direktorat Tanaman Tahunan;

e. Direktorat Perlindungan Perkebunan;

f. Direktorat Pascapanen dan Pembinaan Usaha.

Berdasarkan Permentan tersebut, Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan terdiri dari :

a. Bagian Perencanaan;

b. Bagian Keuangan dan Perlengkapan; c. Bagian Umum;

d. Bagian Evaluasi dan Pelaporan; e. Kelompok Jabatan Fungsional.

1.1.3. Perkembangan Program, Kegiatan dan Anggaran Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010-2014

Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran bersama Menteri Keuangan nomor SE-1848/MK/2009 dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas nomor 0142/M.PPN/06/2009 tanggal 19 Juni 2009, setiap unit Eselon I mempunyai satu program yang

(19)

19 mencerminkan nama Eselon I yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian indikator kinerja unit Eselon I adalah outcome dan indikator kinerja unit Eselon II adalah output.

Sesuai hasil analisa terhadap potensi, permasalahan, peluang dan tantangan pembangunan perkebunan ditetapkan bahwa program pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perkebunan adalah: “PENINGKATAN PRODUKSI, PRODUKTIVITAS DAN MUTU

TANAMAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN”. Program ini

dimaksudkan untuk lebih meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim, tanaman tahunan dan tanaman rempah penyegar yang didukung oleh penanganan pascapanen dan pembinaan usaha serta dukungan pelaksanaan perlindungan perkebunan. Fokus kegiatan Ditjen. perkebunan tahun 2010-2014 meliputi:

1. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim;

2. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar;

3. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan;

4. Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha; 5. Dukungan Perlindungan Perkebunan;

(20)

20 7. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Medan;

8. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Surabaya;

9. Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP2TP Ambon.

Sedangkan dari 4 target sukses Kementerian Pertanian dalam membangun pertanian selama periode 2010-2014, Direktorat Jenderal Perkebunan mendukung pencapaian target tersebut melalui penjabaran program dan kegiatan yang mengacu pada: 1) Pencapaian Swasembada dan Swasembada Berkelanjutan

yaitu melalui pencapaian swasembada gula nasional tahun 2014 pada komoditi Tebu;

2) Peningkatan Diversifikasi Pangan dalam hal ini adalah kegiatan dalam rangka penganekaragaman komoditi pertanian untuk mencapai ketahanan pangan perkebunan dengan pangan lainnya seperti kegiatan integrasi kebun-ternak (contoh: Kelapa Sawit dan Sapi), sistem tumpang sari (tanaman pangan/hortikultura dan perkebunan) dan lain-lain.

3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor yaitu melalui fokus kegiatan diantaranya adalah :

a. Pengembangan komoditi ekspor yang terdiri dari komoditi Kelapa Sawit, Karet, Kopi, Kelapa, Kakao, Jambu Mete, Lada, Tembakau, Teh dan Nilam;

b. Revitalisasi perkebunan yang terdiri dari komoditi Kelapa Sawit, Karet dan Kakao;

c. Gerakan peningkatan produksi dan mutu Kakao nasional (Gernas Kakao);

(21)

21 d. Penyediaan bahan tanaman sumber Bahan Bakar Nabati/BBN (Bio-Energy) yang terdiri bdari komoditi Jarak Pagar, Kemiri Sunan, Kelapa dan Kelapa Sawit;

e. Pengembangan komoditas pemenuhan dalam negeri yang terdiri dari komoditi Kapas dan Cengkeh;

f. Dukungan pengembangan tanaman perkebunan berkelanjutan yang terdiri dari dukungan penanganan pascapanen dan pembinaan usaha, dukungan perlindungan perkebunan, dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya Direktorat Jenderal Perkebunan serta dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi tanaman perkebunan.

4) Peningkatan Kesejahteraan Petani yaitu mencakup semua program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan melalui 7 fokus kegiatan pembangunan perkebunan karena pada dasarnya program dan kegiatan pembangunan perkebunan yang dilaksanakan semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat petani/pekebun dalam rangka meningkatkan pendapatannya menuju kesejahteraan petani/pekebun. Tujuh fokus kegiatan tersebut diantaranya: A. Revitalisasi Perkebunan;

B. Swasembada Gula Nasional;

C. Penyediaan Bahan Tanaman Sumber Bahan Bakar Nabati (Bio-Energi);

D. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional; E. Pengembangan Komoditas Ekspor;

F. Pengembangan Komoditas Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri;

G. Dukungan Pengembangan Tanaman Perkebunan Berkelanjutan.

(22)

22 Alokasi anggaran untuk Direktorat Jenderal Perkebunan tahun 2010-2014 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Alokasi Penyediaan Dana APBN Untuk Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan Tahun 2010-2014

No. Kegiatan Alokasi Penyediaan Dana dari APBN

(milyar rupiah)

2010 2011 2012 2013 2014 1. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan

Mutu Tanaman Semusim

- 101,78 231,58 779,58 511,36

2. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan

- 78,05 218,89 209,87 173,97

3. Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar

- 1.503,55 728,03 354,23 325,71

4. Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha

- 3,62 25,19 36,14 37,08

5. Dukungan Perlindungan Perkebunan - 25,66 28,70 77,47 76,81

6. Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Ditjen. Perkebunan

- 194,86 183,42 134,49 129,09

7. Dukungan Pengujian dan Pengawasan Mutu Benih serta Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan (Surabaya, Medan, Ambon dan Pontianak)

- 73,99 72,95 181,03 66,60

8. Peningkatan Ketahanan Pangan 32,07 - - - -

9. Pengembangan Agribisnis 273,64 - - - -

10. Peningkatan Kesejahteraan Petani 78,18 - - - -

11. Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur Negara

0,0 - - - -

12. Penyelenggaraan Pemerintah yang Baik 70,28 - - - -

Jumlah 454,12 1.981,02 1.488,77 1.772,82 1.320,62

(23)

23 Dalam rangka melaksanakan pembangunan perkebunan tahun 2014 dengan program utama yaitu ”Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan Berkelanjutan” mendapat alokasi dana dari APBN semula sebesar Rp. 1.566.951.421.000,- namun berkurang akibat keluarnya Inpres nomor 4 tahun 2014 tentang penghematan dan pemotongan belanja Kementerian/Lembaga dalam rangka pelaksanaan APBN tahun 2014 menjadi Rp. 1.320.618.976.000,-. Dana tersebut untuk melaksanakan kegiatan utama pembangunan perkebunan yang tersebar di 93 satker yang meliputi 1 satker pusat, 4 satker UPT pusat, 32 satker Provinsi dan 56 satker Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian, tugas Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan adalah memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unit organisasi di Lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan. Tujuan dan sasaran yang hendak dicapai dalam periode 2010-2014 dirumuskan dalam formulir Rencana Strategis 2010-2014. Sedangkan sasaran utama yang ditetapkan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 antara lain:

1. Pelayanan perencanaan program, anggaran dan kerjasama dengan sasaran per tahun pada 32 provinsi;

2. Pelaksanaan pengelolaan administrasi keuangan dan aset dengan sasaran per tahun pada 32 provinsi;

3. Pelayanan organisasi, kepegawaian, humas, hukum dan administrasi perkantoran yang berkualitas dengan sasaran per tahun pada 32 provinsi;

(24)

24 4. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan penyedian data dan informasi yang berkualitas dengan sasaran per tahun pada 32 provinsi.

Kegiatan yang menjadi tanggungjawab Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan yang merupakan cerminan dari tugas pokok dan fungsi adalah Dukungan Manajemen dan Dukungan

Teknis lainnya yang dimaksudkan untuk memfasiltasi dan

memberikan dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas. Fokus kegiatan yang terkait dengan Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan adalah Dukungan Pengembangan

Tanaman Perkebunan Berkelanjutan. Fokus kegiatan tersebut

dilaksanakan dalam rangka mendukung peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan dengan dukungan penyediaan benih unggul dan sarana produksi, penanganan pasca panen dan pembinaan usaha, pengendalian organisme pengganggu tanaman, penanganan gangguan usaha perkebunan (GUP), adaptasi dan mitigasi dampak perubahan iklim serta pelayanan organisasi yang berkualitas.

Sesuai dengan restrukturisasi program dan kegiatan, indikator kinerja yang harus dipertanggungjawabkan oleh unit eselon II adalah output kegiatan. Output dan komponen kegiatan yang merupakan penjabaran dari kegiatan dukungan manajemen dan dukungan teknis lainnya adalah sebagai berikut:

1) Pelayanan Perencanaan Program, Anggaran dan Kerjasama yang berkualitas.

Komponen dari output ini terdiri dari:

a. Penyusunan program dan kegiatan pembangunan perkebunan.

b. Penyusunan anggaran pembangunan perkebunan. c. Fasilitasi perencanaan kerjasama teknis dan program.

(25)

25 2) Pelaksanaan Pengelolaan Administrasi Keuangan dan Aset

yang berkualitas.

Komponen dari output ini terdiri dari:

a. Pelayanan perbendaharaan dan pengendalian kredit eks proyekproyek perkebunan;

b. Pemantapan sistem akutansi dan verifikasi pelaksanaan anggaran;

c. Penata usahaan barang milik negara.

3) Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan dan Penyediaan Data dan Informasi yang berkualitas.

Komponen dari output ini terdiri dari:

a. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan anggaran pembangunan perkebunan;

b. Penyusunan/pemutahiran data dan informasi perkebunan; c. Tindak lanjut hasil pengawasan kegiatan pembangunan

perkebunan.

4) Pelayanan Organisasi, Tatalaksana, Kepegawaian, Humas, Hukum dan Administrasi Perkantoran yang berkualitas. Komponen dari output ini terdiri dari:

a. Penyusunan legislasi, advokasi bidang perkebunan dan penyelenggaraan hubungan masyarakat;

b. Penataan organisasi dan tatalaksana serta kepegawaian; c. Pelayanan administrasi perkantoran.

1.1.4. Koordinasi Penyelesaian Kasus Kerugian Negara

Kasus kerugian negara hasil temuan pemeriksa sebesar Rp. 6,56 milyar. Kerugian negara yang telah dapat diselesaikan sebesar Rp. 1,02 (7,79%). Sisa tunggakan masih besar yaitu sekitar Rp. 5,54 milyar karena pada umumnya disebabkan oleh para

(26)

26 pelaksana proyek sudah tidak diketahui keberadaannya atau sudah meninggal. Perkembangan penyelesaian kerugian negara sampai dengan tahun 2015 adalah seperti Tabel 3.

Tabel 3. Perkembangan Penyelesaian Kerugian Negara sampai dengan Tahun 2015

No. Uraian Posisi Tahun 2015

1. Kerugian negara 6.562.385.847,36

2. Penyelesaian 1.023.095.012,11

3. Sisa tunggakan 5.539.290.835,25

1.1.5. Pengembalian Kredit

Jumlah hutang petani peserta proyek sampai dengan akhir 2015 sebesar Rp. 740,86 milyar. Pengembalian kredit yang disetor ke perbankan sebesar Rp. 158,87 milyar dan sisa hutang sampai saat ini masih terhitung Rp. 581,99 milyar. Rincian untuk masing-masing proyek adalah seperti pada Tabel 4.

(27)

27 Tabel 4. Rincian Pengembalian Kredit Proyek Pembangunan Perkebunan Sampai dengan Tahun 2015

NO PROYEK KOMODITI

FISIK HUTANG PETANI

SISA HUTANG (RP.) % AREAL (HA) PETANI (KK) HUTANG (RP.) ANGSURAN (RP.) A. UPP SWADANA: 1.

PRPTE Karet, Kopi, Kelapa, Coklat, Lada, Teh dan Kakao

105.814,68 114.178 29.329.509.878,00 13.214.039.531,83 16.115.470.346,17 54,95 2. P3SRSU Karet, Kelapa Sawit 7.915,75 3.150 1.570.045.980,00 1.137.609.407,83 432.436.572,17 27,54 3. P3RSB Karet 8.051,26 3.111 10.746.600.499,84 6.841.885.013,91 3.904.715.485,93 36,33 4. TCSDP Karet, Kelapa 204.372,94 198.131 379.346.267.194,33 98.451.652.607,63 280.894.614.586,70 74,05

JUMLAH I 326.154,63 318.470 420.992.423.552,17 119.645.186.561,20 301.347.236.990,97 71,58 II. UPP BLN:

5. TCSSP Karet, Teh, Jambu Mete

119.603,00 129.249 250.399.898.766,06 23.147.537.660,00 227.252.361.106,06 90,76 6. UFDP Karet, Jambu Mete 11.154,00 11.924 15.917.781.729,40 1.417.888.055,00 14.499.893.674,40 91,09 7. ISDP Kelapa Hibrida 10.010,00 10.010 18.830.376.137,00 512.759.686,00 18.317.616.451,00 97,28 8. EISCDP Jambu Mete 37.354,00 41.582 34.723.517.975,00 14.144.114.673,00 20.579.403.302,00 59,27

JUMLAH II 178.121,00 192.765 319.871.574.607,46 39.222.300.074,00 280.649.274.533,46 87,74 TOTAL

(Jumlah I + Jumlah II)

504.275,63 511.335,00 740.863.998.159,63 158.867.486.635,20 581.996.511.524,43 78,56 Sumber: Ditjen. Perkebunan, 2015.

(28)

28

1.1.6. Laporan Keuangan

Laporan keuangan lingkup Kementerian Pertanian mengalami peningkatan yang cukup berarti. Berdasarkan opini BPK atas laporan keuangan Kementerian Pertanian selama 2 tahun yaitu tahun 2006 dan 2007, diberikan opini Tidak Menyatakan Pendapat (disclaimer), kemudian tahun 2008, 2009, 2010, 2011, dan 2012 BPK-RI memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Tahun 2011 Laporan Keuangan Kementerian Pertanian memperoleh opini WDP yaitu pengecualian untuk aset tetap tidak diketemukan, belum dilakukan input hasil koreksi penilaian, serta inventarisasi atas aset yang dimanfaatkan PT. Riset Perkebunan Nusantara (RPN) belum dapat diakui sebagai Barang Milik Negara (BMN).

Tahun 2012 kembali memperoleh opini WDP dengan pengecualian Belanja Barang: Kegiatan Rehabilitasi Prasarana Pertanian Pasca Tsunami (RP3T) yang dibiayai dari Loan IDB-125 belum disajikan dalam neraca sebagai aset tetap, pengadaan bantuan sapi Bali dan sapi PO yang tidak terealisasi fisiknya namun pembayaran tetap dilakukan, transaksi persediaan bersaldo minus yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan, aset tetap yang belum dilakukan inventarisasi dan penilaian dan tanah seluas 32,10 juta m2, dan transaksi minus, perbedaan SAK dan SIMAK BMN, transaksi dalam SAK tidak ditemukan dalam SIMAK BMN yang belum dapat ditelusuri dan dijelaskan, dan Dana Skim Pelayanan Pembiayaan Pertanian tidak dilaksanakan penatausahaan dan pencatatan yang memadai.

Tahun 2013 Laporan Keuangan Kementerian Pertanian memperoleh peningkatan opini dari BPK-RI yang sebelumnya

(29)

29 Wajar Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) Dengan Paragraf Penjelasan, dengan catatan: 1) persediaan per 31 Desember 2013 senilai Rp. 1.512,89 miliar, dari jumlah tersebut diantaranya merupakan persediaan bahan baku Tiran sebesar Rp. 24,13 miliar yang sedang dalam proses inventarisasi fisik; dan 2) Aset Tak Berwujud per 31 Desember 2013 sebesar Rp. 66,33 miliar, nilai tersebut belum termasuk hak paten, hak cipta, merek, dan varietas dari hasil penelitian yang sedang dalam proses inventarisasi dan penilaian.

Untuk tahun 2014, BPK pada periode pemeriksaan atas Laporan Keuangan Kementerian Pertanian memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian – Dengan Paragraf Penjelasan (WTP-DPP). Penyebab opini ini yaitu masih terdapatnya persediaan MAK 526 yang belum ditindaklanjuti dengan Berita Acara Serah Terima Barang (BAST) oleh eselon 1 lingkup Kementerian Pertanian kepada satker daerah.

1.1.7. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)

Sebagai amanat dari Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah bahwa setiap instansi pemerintah perlu menerapkan suatu rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan atau pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran dan palaporan kinerja pada instansi pemerintah dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. SAKIP ini memuat 1) perencanaan kinerja (Renstra, Perjanjian Kinerja dan Rencana Kinerja Tahunan); 2) pengukuran kinerja (penetapan Indikator

(30)

30 Kinerja Program dan Indikator Kinerja Kegiatan; 3) pengelolaan data kinerja (baseline data, perbandingan realisasi kinerja tahun berjalan dengan target/ sasaran dalam Renstra); 4) pelaporan kinerja (Laporan Kinerja/LAKIN interim dan tahunan); dan 5) reviu dan evaluasi kinerja oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Capaian indikator meningkatnya kualitas SAKIP Kementerian Pertanian, antara lain diindikasikan bahwa SAKIP tahun 2010 yang dinilai pada tahun 2011 mendapatkan predikat “B” atau skor nilai 65,72 dari 82 Kementerian/Lembaga tingkat Pusat yang dievaluasi oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah tahun 2011 mendapat predikat “B” dengan skor nilai 70,19 (meningkat 4,47). Demikian pula tahun 2012, nilai evaluasi atas Akuntabiltas Kinerja Instansi Pemerintah mendapat predikat “B” dengan skor nilai 72,13 (meningkat 2,67). Hal ini merupakan trend yang terus meningkat dari tahun 2008 sampai dengan 2012. Untuk tahun 2013 pencapaian nilai SAKIP Kementerian Pertanian memperoleh nilai 71,03 dengan tingkat akuntabilitas kinerja “B”. Capaian yang sama terjadi pada tahun 2014 dengan nilai hasil evaluasi 71,03 dan tingkat akuntabilitas kinerja “B”. Sedangkan untuk tahun 2015, hasil evaluasi menunjukkan bahwa Kementerian Pertanian memperoleh nilai 72,17 atau predikat “BB” . Penilaian tersebut menunjukkan tingkat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran dibandingkan dengan capaian kinerjanya, kualitas pembangunan budaya kinerja birokrasi dan penyelenggaraan pemerintahan yang berorientasi pada hasil di Kementerian Pertanian sudah menunjukkan hasil yang baik.

(31)

31 Adapun beberapa rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk memperbaiki kekurangan dalam penerapan dan pelaporan Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian, antara lain:

1. Selain mempertimbangkan nilai kualitas penerapan (capaian) akuntabilitas kinerja Kementerian Pertanian saat ini (kualitas sistem dan dokumen pendukungnya), KemenPAN-RB juga menilai dan melihat kondisi terakhir, praktik dan hal-hal subtanstif yang telah diwujudkan dan dilakukan serta konsistensi dan keberlanjutan (sustainability) implementasinya;

2. Hasil evaluasi dan observasi dilapangan menunjukkan prosedur penganggaran belum sepenuhnya mengutamakan atau memprasyaratkan adanya kinerja terukur sebelum pengajuan kegiatan dan anggarannya. Pengesahan anggaran lebih mengacu kepada kesesuaian nama program dan kegiatan, kode rekening serta pagu anggaran yang tersedia, kurang menekankan atau menagih hasil atau outcome yang mungkin belum selesai (tertunggak). Praktik seperti ini tidak mendorong instansi pemerintah untuk menerapkan anggaran berbasis kinerja;

3. Mendorong diterapkannya anggaran berbasis kinerja dengan cara memastikan dan meminta seluruh unit kerja mempertanggungjawabkan kinerja atau hasilnya terlebih dahulu (termasuk janji atau outcome yang belum terwujud) sebelum mengajukan anggaran. Selain itu memastikan seluruh unit kerja dapat mengaitkan kinerja utama (indikator dan target) dengan penganggarannya.

(32)

32 4. Praktik pengukuran kinerja pihak yang sudah menyepakati perjanjian atau kesepakatan kinerja, belum dikaitkan dengan sistem remunerasi atau pengakuan (reward and

recognition) sehingga berpotensi mengurangi makna dan

semangat pihak-pihak yang bersepakat. Selain itu perlunya monitoring, mengukur, menagih dan menyimpulkan kinerja sebagaimana disepakati di tiap tingkatan dan mengaitkan dengan penghargaan dan pengakuan atas capaian kinerja yang pantas;

5. Memastikan penyempurnaan Rencana Strategis Kementerian dan unit kerja mandiri yang lebih berkualitas, lebih terukur, menggambarkan kinerja (hasil kerja) jangka menengah yang terukur, layak untuk diperjanjikan dan dapat diketahui dan ditagih saat dibutuhkan. Selain itu, dokumen Renstra unit kerja harus dapat menginformasikan indikator kinerja tujuan dan indikator kinerja utama serta hubungan yang logis antara kegiatan-kegiatan dengan tujuan/sasaran yang akan dicapai;

6. Agar setiap penanggungjawab program melakukan evaluasi program dalam rangka memastikan tersedianya jawaban yang terukur atas keberhasilan program-program prioritas atau unggulan di Kementerian Pertanian. Penanggungjawab program harus memastikan keberhasilan maupun kekurangberhasilan suatu program secara nyata dan terukur, perubahan kondisi yang terjadi atau perubahan yang terjadi pada suatu target grup (kelompok) tertentu yang menjadi target perubahan;

7. Sebagai bagian dari penyelenggaraan pemerintahan yang baik, perlu direkomendasikan agar Kementerian Pertanian lebih transparan dengan memastikan diunggahnya dokumen

(33)

33 dan informasi yang berhak diketahui oleh public (Renstra, PK, IKU, LAKIN, dll) kedalam laman (website) resmi milik Kementerian Pertanian dan/atau milik unit kerja dan memastikan informasi yang disajikan bersifat terkini (updated);

8. Hasil evaluasi terhadap rumusan IKU/IKP/ IKK ditingkat unit kerja belum sepenuhnya memenuhi kriteria indikator yang baik, belum spesifik, tidak relevan dan kurang terukur sehingga mengganggu proses pengukuran dan simpulan capaian kinerja Kementerian dan unit kerja, selain itu kurangnya memanfaatkan IKU pada unit kerja dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran serta kurang menggambarkan efektivitas dan alasan keberadaan entitas IKU tersebut;

9. Meningkatkan kualitas penyajian informasi dalam LAKIP unit kerja, khususnya informasi evaluasi dalam bentuk analisis pencapaian sasaran strategis dan pembandingan data kinerja; selain itu kurangnya pemanfaatan informasi LAKIP di tingkat unit kerja untuk memperbaiki perencanaan, pelaksanaan program/kegiatan organisasi, dan untuk meningkatkan kinerja;

10. Unit-unit kerja di lingkungan Kementerian Pertanian menindaklanjuti hasil evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian untuk perbaikan perencanaan kinerja dan perbaikan penerapan manajemen kinerja; 11. Meningkatkan kapasitas SDM dalam bidang akuntabilitas

dan manajemen kinerja di seluruh jajaran Kementerian Pertanian untuk mempercepat terwujudnya pemerintahan yang berkinerja dan akuntabel.

(34)

34 12. Terus mendorong dan memfasilitasi upaya peningkatan kualitas penerapan sistem akuntabilitas kinerja di seluruh unit kerja baik dipusat maupun di daerah.

Berbagai rekomendasi atas pelaksanaan SAKIP Kementerian Pertanian tahun 2014-2015 yang diberikan oleh Kementerian PAN dan RB yang telah ditindaklanjuti, antara lain:

a. Kementerian Pertanian telah mencoba untuk menerapkan pembagian atau penjenjangan kinerja mulai dari pimpinan sampai kepada seluruh tingkat eselon 4 (cascading);

b. Menyempurnakan rumusan indikator kinerja IKU/IKP/IKK dalam PK unit Eselon 1 dan eselon 2 lingkup Kementerian Pertanian;

c. Memanfaatkan IKU/IKP/IKK pada unit kerja Eselon 1 dan unit kerja eselon 2 dalam dokumen-dokumen perencanaan dan penganggaran;

d. Untuk Laporan Kinerja (LAKIN) unit Eselon 1 telah menyajikan evaluasi dalam bentuk analisis dan perbandingan data kinerja;

e. Unit kerja Eselon 1 telah berupaya menindaklanjuti hasil evaluasi Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian; f. Telah melakukan perbaikan dalam penyusunan indikator

kinerja yang SMART dalam dokumen Renstra dan PK Tahun 2015 berbasis Arsitektur dan Informasi Kinerja (ADIK) yang terukur, relevan dan menggambarkan kekhasan, keunikan, keutamaan dan alasan keberadaan entitas mulai dari tingkat Menteri, eselon 1, 2, 3 dan 4.

Kondisi penilaian SAKIP Kementerian Pertanian yang dievaluasi oleh KemenPAN-RB merupakan pendorong dalam upaya-upaya

(35)

35 peningkatan sistem akuntabilitas kinerja di lingkungan Direktorat Jenderal Perkebunan yang akan dievaluasi oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian. Penilaian SAKIP tersebut dalam rangka mewujudkan Good Governance, sehingga semua unit kerja eselon 2 lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan harus membuat dan memastikan kinerja perencanaan dan capaian kinerja yang dilaporkan dalam LAKIP harus memenuhi indikator SMART.

Berdasarkan hasi evaluasi yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal, Kementerian Pertanian atas bobot dan skor yang ditetapkan dalam penilaian indikator evaluasi terhadap penerapan SAKIP yang meliputi evaluasi atas Renstra, RKT, sistem pengukuran kinerja, informasi atas LAKIP, dan indikator evaluasi akuntabilitas kinerja, menunjukkan hasil bahwa Ditjen. Perkebunan pada tahun 2010 memperoleh hasil penilaian SAKIP sebesar 78,68 (A) dengan predikat sangat baik. Untuk tahun 2011, hasil evaluasi SAKIP Ditjen. Perkebunan memperoleh nilai 77,79 (A) dengan predikat sangat baik. Tahun 2012, hasil evaluasi SAKIP Ditjen. Perkebunan cukup meningkat yang memperoleh nilai 78,00 (A) dengan predikat sangat baik. Tahun 2013, hasil evaluasi SAKIP Ditjen. Perkebunan juga meningkat dibandingkan tahun 2012 dengan nilai 79,68 (A) dengan predikat sangat baik, tetapi untuk tahun 2014, hasil evaluasi SAKIP Ditjen. Perkebunan mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013 dengan nilai 77,98 (A) dengan predikat sangat baik. Kondisi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan manajemen yang berbasis kinerja cukup sejalan sesuai dengan pelaksanaan reformasi birokrasi walaupun beberapa aspek masih perlu perbaikan khususnya aspek perencanaan dan capaian kinerjanya. Perlu dipahami bahwa hasil evaluasi akuntabilitas kinerja tersebut

(36)

36 merupakan pemicu dan pendorong untuk memperbaiki penerapan sistem AKIP pada unit kerja Eselon II masing-masing. Selanjutnya penilaian akuntabilitas kinerja Sekretariat Ditjen. Perkebunan yang diamanatkan peraturan perundang-undangan adalah berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian nomor: 49/Permentan/OT.140/8/ 2012 tanggal 15 Agustus 2012 tentang Indikator Kinerja Utama (IKU) Kementerian Pertanian, IKU Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan adalah jumlah provinsi yang memperoleh pelayanan dan pembinaan yang berkualitas dibidang perencanaan, keuangan, umum dan evaluasi serta pelaporan sebanyak 32 Provinsi.

Adapun sasaran strategis dalam penetapan kinerja Sekretariat Ditjen. Perkebunan sampai dengan tahun 2014 adalah terlaksananya pelayanan kesekretariatan dalam rangka menunjang pencapaian kinerja program peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan dengan target 32 provinsi untuk 93 satker. Realisasi fisiknya mencapai 100% dari target dalam bentuk dokumen (1) perencanaan, (2) evaluasi pelaksanaan kegiatan dan penyediaan data dan informasi, (3) pelayanan organisasi, kepegawaian, humas, hukum, administrasi perkantoran dan (4) pengelolaan administrasi keuangan dan aset.

1.1.8. Realisasi Keuangan

Selama periode 2010-2014, realisasi keuangan Direktorat Jenderal Perkebunan dan realisasi keuangan Kementerian Pertanian mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, sebagaimana tersaji pada Tabel 5.

(37)

37 Tabel 5. Perbandingan Realisasi Keuangan Direktorat Jenderal Perkebunan dengan Kementerian Pertanian

Tahun 2010-2014

TAHUN INDIKATOR KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

2010 Target 8.953.204.951.000 454.116.000.000 Realisasi 8.028.487.939.000 406.219.000.000 % 89,67 89,45 2011 Target 17.627.605.330.000 1.975.106.000.000 Realisasi 15.984.931.702.090 1.648.041.000.000 % 90,68 83,44 2012 Target 19.667.874.192.000 1.464.443.000.000 Realisasi 17.719.613.508.000 1.386.164.000.000 % 90,09 94,65 2013 Target 17.928.730.779.000 1.709.421.000.000 Realisasi 15.857.112.302.970 1.431.312.000.000 % 88,45 83,73 2014 Target 14.238.721.451.000 1.320.619.000.000 Realisasi 13.251.063.953.000 1.162.842.000.000 % 93,06 88,05

(38)

38 Dalam pelaksanaan serapan anggaran baik anggaran Kementerian Pertanian maupun anggaran Ditjen. Perkebunan, masih terdapat beberapa hal yang perlu menjadi perhatian untuk perbaikan ke depan, seperti:

1. Terdapat kegiatan mengalami gagal lelang serta tidak memungkinkan lagi revisi anggaran;

2. Adanya kebijakan penghematan anggaran dan perubahan kode mata anggaran yang membutuhkan waktu proses revisi sehingga berdampak terhadap realisasi anggaran; 3. Terlambatnya pelaksanaan lelang karena keterbatasan Unit

Layanan Pengadaan (ULP) di daerah;

4. Penghematan biaya pada rapat-rapat/pertemuan, akomodasi, perjalanan dinas, dan belanja perkantoran; 5. Belum optimalnya pelaksanaan kegiatan dan serapan

anggaran pada Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dilaksanakan oleh Satker Daerah akibat persoalan teknis lainnya seperti keterlambatan penetapan CPCL, masalah ketersediaan benih dan saprodi, SDM, dan lain-lain.

1.2. Peluang dan Tantangan

1.2.1. Peluang

Beberapa peluang Sekretariat Direktorat Jenderal Perkebunan yang masih dapat dikembangkan dan dioptimalkan dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi meliputi (a) Norma, Standar, Prosedur, Kriteria, Pedoman Umum, Pedoman Teknis, Regulasi dan Kebijakan; (b) Sumber daya insani, (c) Tersedianya unit kelembagaan pelaksana teknis perkebunan, (d) Sistem informasi manajemen dan teknis lainnya, (e) Momentum Gerakan

(39)

39 Desentralisasi Pemerintahan, (f) Partisipasi masyarakat pekebun, (g) Dinamika tata kelola dan reformasi birokrasi, dan (h) Tersedianya anggaran dan permodalan.

A. Norma, Standar, Prosedur, Kriteria, Pedoman Umum, Pedoman Teknis, Regulasi dan Kebijakan

Pelaksanaan pembangunan perkebunan telah mempunyai landasan hukum yang kuat berupa Undang-undang Nomor 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan Peraturan Perundang-undangan turunannya, Undang-Undang Nomor 39 tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Perundang-undangan turunannya yang didukung dengan Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2015 tentang Kementerian Pertanian dan

Peraturan Menteri Pertanian nomor

43/Permentan/OT.010/8/2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian. Landasan hukum tersebut merupakan salah satu potensi yang bisa digali dalam mengembangkan perkebunan secara menyeluruh dan terpadu. Landasan-landasan hukum lainnya yang mendukung kinerja Ditjen. Perkebunan secara umum dan Sekretariat Ditjen. Perkebunan secara khusus adalah:

1. Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

2. Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN);

3. Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;

4. Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

(40)

40 5. Undang-Undang nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah;

6. Peraturan Presiden nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi tahun 2010-2025;

7. Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;

8. Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019; 9. Peraturan Presiden nomor 45 tahun 2015 tentang

Kementerian Pertanian;

10. Instruksi Presiden RI nomor 3 tahun 2003 tentang e-government;

11. Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional; 12. Peraturan Pemerintah RI nomor 38 tahun 2007 tentang

Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota; 13. Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPI);

14. Peraturan Pemerintah nomor 46 tahun 2011 tentang Penilaian Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil;

15. Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 2012 tentang Makna Bekerja dan Nilai-Nilai Kementerian Pertanian;

16. Permen PPN/Kepala Bappenas nomor 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan dan Penelaahan Renstra K/L tahun 2015-2019;

17. PermenPAN-RB nomor 1 tahun 2012 tentang Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB);

(41)

41 18. Peraturan Menteri Pertanian nomor 08/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBP2TP Surabaya;

19. Peraturan Menteri Pertanian nomor 09/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBP2TP Medan;

20. Peraturan Menteri Pertanian nomor 10/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BBP2TP Ambon;

21. Peraturan Menteri Pertanian nomor 11/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja BPTP Pontianak;

22. Peraturan Menteri Pertanian nomor 23 tahun 2009 tentang Pedoman Umum SPI;

23. Peraturan Menteri Pertanian nomor 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian;

24. Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang Jenis Komoditas Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura; 25. Keputusan Menteri Pertanian nomor 3599 tahun 2009

tentang Perubahan Lampiran Keputusan Menteri Pertanian nomor 511 Tahun 2006 tentang Jenis Komoditas Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura; 26. Keputusan Menteri Pertanian nomor

46/Kpts/PD.300/1/2015 tentang Penetapan Kawasan Perkebunan Nasional;

Agar kegiatan pembangunan perkebunan lebih praktis dan mudah dilaksanakan serta tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku perlu didukung dengan pedoman

(42)

42 umum/teknis dan standar biaya yang diperlukan. Pedoman umum/teknis yang tersedia seperti pedoman perencanaan program dan anggaran, pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal, pembakuan statistik perkebunan dan buku saku, pelaksanaan program dan anggaran (Renja dan RKA-KL), satuan biaya pengembangan perkebunan, pedoman teknis kegiatan budidaya dan pedoman lainnya masih dapat diperluas dan berpotensi untuk lebih didayagunakan.

B. Sumber Daya Insani

Sebagaimana amanat dari dokumen Strategi Induk Pembanguan Pertanian (SIPP) 2013-2045 bahwa pilar penopang yang ditekankan untuk mewujudkan kokohnya fondasi sistem pertanian bio-industry berkelanjutan adalah pengembangan sumber daya insani berkualitas, modal sosial dan modal politik. SDI Indonesia begitu melimpah dan diproyeksikan akan terus bertambah. SDI ini dapat menjadi salah satu keunggulan kompetitif perkebunan Indonesia yang merupakan pelaksana penggerak proses produksi dan pengembangan rantai nilai. Pengembangan SDI perkebunan harus memperhatikan beberapa hal agar mampu meningkatkan daya saing di tataran Internasional diantaranya: 1) pendidikan dan kemampuan/skills; 2) keberadaan usia SDI yang produktif; 3) adopsi inovasi dan teknologi; 4) kreativitas; 5) peluang pelatihan, penelitian, pemberdayaan dan pendidikan; 6) migrasi tenagakerja ke sektor lain; 7) ketimpangan pendapatan dan sosial ekonomi lainnya; 8) sosial budaya dan karakteristik SDI perkebunan; 9) ketersediaan

(43)

43 sarana prasarana kerja dan lingkungan kerja; dan 10) aksesibilitas, konektivitas dan minat.

Potensi sumber daya insani (SDI) di lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan sebanyak 1.142 orang yang berkualifikasi pendidikan dari tingkat SD sampai jenjang Doctoral merupakan keunggulan tersendiri. Disamping pendidikan formal, sebagian besar pegawai telah mengikuti diklat penjenjangan/diklat prajabatan/diklat PIM, pelatihan teknis dan non teknis, serta beberapa pegawai sedang mengikuti tugas belajar baik di dalam maupun di luar negeri, yang diharapkan semuanya akan mendukung kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan. Peningkatan kualitas, moral dan etos kerja petugas, lingkungan kerja yang kondusif, penerapan sistem karir yang terprogram dan transparan dalam rangka mewujudkan petugas yang profesional, pengembangan kemampuan dan sikap prakarsa yang proaktif dalam mewujudkan pelayanan prima merupakan arah organisasi yang hendak dicapai. Disamping itu untuk menunjang pelaksanaan tugas pokok dan fungsi UPT, telah diangkat jabatan Fungsional PBT (Pengawas Benih Tanaman) dan POPT (Pengendali Organisme Penggangu Tanaman) sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di daerah, selain itu terdapat jabatan fungsional lain dalam mendukung kualitas dan kinerja SDI perkebunan dalam bidang perencanaan, data informasi statistik, dan lain-lain, sedangkan dalam melaksanakan fungsi pengawasan di lapangan telah dididik dan diangkat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

(44)

44

C. Tersedianya Unit Kelembagaan Pelaksana Teknis

Perkebunan

Tersedianya unit kelembagaan pelaksana teknis perkebunan di seluruh Indonesia membuktikan bahwa dalam bidang penelitian, inovasi dan teknologi, Indonesia memiliki peluang untuk berkembang. Dalam rangka memfasilitasi terlaksananya pengawasan dan pengujian mutu benih, penerapan teknologi proteksi tanaman dan memberikan dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas sebagai rujukan daerah telah dibentuk 4 unit pelayanan teknis (UPT) pusat yang meliputi Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Medan, Surabaya dan Ambon serta Balai Proteksi Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak.

Dukungan pengujian, pengawasan mutu benih dan penerapan teknologi proteksi tanaman perkebunan BBP2TP dimaksudkan untuk memfasilitasi terlaksananya pengawasan dan pengujian mutu benih, penerapan teknologi proteksi tanaman dan memberikan dukungan pelayanan organisasi yang berkualitas sebagai rujukan UPTD. Untuk bidang Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak (BPTP Pontianak) memiliki tugas dalam melaksanakan analisis teknis dan pengembangan proteksi tanaman perkebunan dalam identifikasi dan penanganan OPT Tanaman Perkebunan, pengembangan teknologi agens hayati OPT Perkebunan, eksplorasi dan inventarisasi musuh alami OPT Perkebunan, pengembangan teknologi proteksi perkebunan yang berorientasi pada implementasi pengendalian hama terpadu, pemanfaatan pestisida nabati serta pengelolaan data, informasi dan analisis teknis dalam bidang proteksi tanaman perkebunan. Kedepan, agar pelayanan teknis kepada masyarakat

(45)

45 lebih optimal dengan sebaran yang semakin luas maka jumlah dan fungsi UPT sangat berpotensi untuk ditingkatkan dan penyesuaian wilayah binaannya.

Selain itu, pelaku usaha utama dibidang perkebunan meliputi perusahaan perkebunan besar, koperasi, asosiasi petani, asosiasi eksportir dan pekebun. Jika situasi untuk berinvestasi dapat dibangun secara lebih kondusif dan harga komoditi perkebunan dapat dipertahankan, maka peran masing-masing pelaku usaha dapat ditingkatkan dalam rangka mendukung pengembangan perkebunan.

D. Sistem Informasi Manajemen dan Teknis Lainnya

Semakin berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi (TIK) menjadikan batas antar daerah maupun antar negara semakin kecil dan jelas. Akses terhadap data dan informasi serta penyebarannya sangat mudah dilaksanakan dan cepat tersebar kepada masyarakat yang membutuhkannya. Perangkat teknologi informatika yang telah dikelola Direktorat Jenderal Perkebunan adalah website, Sistem Informasi Manajemen Pegawai (SIMPEG), Sistem Akuntansi Instansi (SAI), Sistem Monitoring dan Evaluasi (Simonev) serta Sistem Informasi Pengadaan Barang dan Jasa (SIRUP) merupakan teknologi informasi. Selain informasi yang disajikan dalam bentuk softcopy/maya, informasi juga disajikan dalam bentuk hardcopy/fisik seperti buku statistik perkebunan, majalah media perkebunan, ruang display, pusat informasi perkebunan, rencana strategis dan lainnya. Teknologi informasi dan komunikasi Direktorat Jenderal Perkebunan tersebut sangat berpotensi untuk dikembangkan dalam rangka implementasi Instruksi Presiden RI (Inpres) nomor 3 tahun 2003 tentang

(46)

e-46 government dan seiring dengan kemajuan dan perkembangan teknologi informasi.

Selain informasi manajemen, pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan dilaksanakan dengan prinsip sinergi antara pola top down policy dan bottom up planning melalui aplikasi e-proposal. Dengan pola ini sangat diharapkan bahwa kegiatan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan nasional, potensi, kebutuhan dan kesiapan daerah sebagai pelaksananya. Mekanisme pengajuan usulan kegiatan dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi yaitu mewajibkan K/L membangun dan mengembangkan sistem elektronik pemerintah (e-goverment) dengan rencana aksi antara lain pelaksanaan office, planning, budgetting,

e-procurement, e-performance dan e-audit. Implementasi

pelaksanaan e-planning dalam rangka mengefektifkan dan mengefisienkan pengajuan usulan kegiatan dari daerah adalah dalam bentuk e-proposal (elektronik proposal).

Sebagai amanat dari Peraturan Presiden nomor 29 tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah bahwa setiap instansi pemerintah perlu menerapkan suatu rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan atau pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran dan palaporan kinerja pada instansi pemerintah dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah. SAKIP ini memuat 1) perencanaan kinerja (Renstra, Perjanjian Kinerja dan Rencana Kinerja Tahunan); 2) pengukuran kinerja (penetapan Indikator Kinerja Program dan Indikator Kinerja Kegiatan; 3) pengelolaan data kinerja (baseline data, perbandingan realisasi kinerja tahun

(47)

47 berjalan dengan target/ sasaran dalam Renstra); 4) pelaporan kinerja (Laporan Kinerja/LAKIN interim dan tahunan); dan 5) reviu dan evaluasi kinerja oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

E. Momentum Gerakan Desentralisasi Pemerintahan

Pemanfaatan momentum gerakan desentralisasi pemerintahan dan partisipasi masyarakat dapat menjadi peluang besar bagi pembangunan perkebunan apabila diarahkan untuk pengembangan sistem politik perkebunan yang digerakkan oleh/dan berorientasi pada pekebun/petani kecil.

Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 2000, telah terjadi beberapa perubahan penting yang berkaitan dengan peran pemerintah pusat dan daerah. Peran pemerintah yang sebelumnya sangat dominan, saat ini berubah menjadi fasilitator, stimulator atau promotor pembangunan pertanian/ perkebunan. Pembangunan pertanian/ perkebunan pada era otonomi daerah lebih mengandalkan kreativitas rakyat/ masyarakat pekebun di setiap daerah. Selain itu, proses perumusan kebijakan juga berubah dari pola top down dan sentralistik menjadi pola bottom up dan desentralistik. Perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan perkebunan lebih banyak dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah pusat menangani aspek-aspek pembangunan pertanian/ perkebunan yang tidak efektif dan efisien bila ditangani oleh pemerintah daerah.

Gambar

Tabel  Hal
Tabel 2.   Alokasi  Penyediaan  Dana  APBN  Untuk  Program  Peningkatan    Produksi,  Produktivitas  dan  Mutu  Tanaman Perkebunan Berkelanjutan Tahun 2010-2014
Tabel 7.   Perkembangan  Proyeksi  Penyediaan  Pendanaan  Kegiatan  Dukungan  Manajemen  dan  Dukungan  Teknis Lainnya

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan belajar mengajar sangat diperlukannya interaksi antara guru dan murid yang memiliki tujuan. Agar tujuan ini dapat tercapai sesuai dengan target dari guru

Dan untuk Propinsi Kepulauan Riau tidak dilakukan pengambilan sampel serum postvaksinasi tapi karena tujuan surveilan dilakukan untuk membuktikan bahwa daerah

Kedua : Deskripsi tugas pendidik dan tenaga kependidikan pada Satuan SMP Negeri 1 Kramat meliputi: Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Kepala Tata Usaha (KTU),

DATA WAJIB LHKASN SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN.

Dalam rencana strategis Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup Tahun 2015-2019 bahwa untuk mendukung pencapaian sasaran strategis KLHK, Sekretariat Jenderal

Dari data yang telah diolah dan diukur dengan menggunakan proksi discretionary accruals untuk menghitung estimasi akrual tidak normal yang dimiliki oleh suatu

Direktur Keuangan dan Sumber Daya Manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c yang selanjutnya disebut Direktur Keuangan dan SDM mempunyai tugas

Selama Undang-undang mengenai hak milik sebagai tersebut dalam pasal 50 ayat (1) belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan- ketentuan hukum adat setempat