6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Lymantria marginata Wlk. (Lepidoptera:Lymantriidae) Menurut Bisby (2007), ulat bulu L. marginata diklasifikasikan ke dalam kelompok takson serangga sebagai berikut:
Domain : Eukaryota Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Branch : Protostonia Infrakingdom : Ecdysozoa Superfilum : Panarthopoda Filum : Arthropoda Subfilum : Mandibulata Infrafilum : Atelocerata Superklas : Panhexapoda Epiklas : Hexapoda Klas : Insekta Subklas : Dicondylia Infraklas : Pterygota Cohort : Myoglossata Superordo : Amphiesmenoptera Ordo :Lepidoptera
Subordo : Glossata
Infraordo : Heteroneura
Superfamili : Noctuoidea
Famili : Lymantriidae
Genus : Lymantria
Spesies : Lymantria marginata Walker
2.2 Daerah Persebaran dan Tanaman Inang
L. marginata sebelumnya sudah ada di Probolinggo pada tahun 1936 tetapi tidak banyak menimbulkan kerugian secara ekonomi (Rauf, 2011). Singh (1991) melaporkan bahwa L. marginata telah menjadi hama serius pada tanaman mangga pada tahun 1983-1985, salah satunya yang terjadi di India pada tahun 1983. Lymantria marginata, pada tahun 2003 dilaporkan juga menyerang tanaman mangga pada beberapa daerah di Thailand. Penyebaran L. marginata meliputi Indonesia (Jawa), Malaysia, Thailand, dan Vietnam sedangkan menurut Pouge & Schaefer (2007), penyebaran L. marginata meliputi wilayah Indonesia, India, Myanmar, Tibet dan China.
L. marginata dikenal sebagai hama potensial berbagai tanaman buah-buahan di daerah tropis. Tanaman inang L. marginata adalah mangga (Mangifera indica L.), lengkeng (Litchi chinensis Sonn.), durian (Durio zibethinus), dan delima (Punica granatum L.) (Pouge & Schaefer, 2007).
2.3 Biologi
Ulat bulu merupakan fase pradewasa dari Ordo Lepidoptera, superfamili Noctoidea dan beberapa famili lain seperti Limacodidae (ulat api), Lymantriidae, Notodontidae, Zigaenidae, Drepanidae, Eupterotidae, Saturnidae, Artiidae dan Megaloptidae (Kalshoven, 1981). Superfamili Noctuidae merupakan superfamili terbesar dari ordo Lepidoptera, dengan jumlah spesies kira-kira 2700. Salah satu spesies dari superfamili Noctuidea adalah L. marginata dengan famili Lymantriidae (Supartha, 2011).
L. marginata merupakan serangga dengan tipe perkembangan metamorfosis sempurna, yang perkembangannya meliputi telur, larva, pupa dan imago (Pouge & Schaefer, 2007). Perkembangan telur, larva dan periode kepompong masing-masing berkisar 7-15, 25-56 dan 8-25 hari (Suputa, 2011).
Telur L. marginata berwarna keabuan dan akan berubah warna menjadi kehitaman (Pouge & Schaefer, 2007), sedangkan menurut Suputa (2011) warna telur dari L. marginata adalah merah kecoklatan serta berbentuk oval yang diletakkan di kulit atau di celah-celah atau lubang pohon.
Larva L. marginata melalui 7 instar yang diliat dari banyaknya setae yang ada pada bagian-bagian caput larva (Tabel 1) (Singh, 1991).
Tabel 1. Perbedaan Jumlah Setae Tiap Instar pada Bagian Caput L. marginata Bagian Setae Instar I II III IV V VI VII Vertikal 3 3 3 3 3 3 3 Clypeal 2 2 2 2 2 2 2 Gena 1 1 1 1 1 1 1 Posterdorsal 2 17 27 29 32 29 30 Lateral 1 2 2 3 2 3 3 Adfrontal 2 2 7 6 7 6 6 Frontal 1 3 5 7 6 9 10 Anterodorsal 3 14 28 27 23 25 26 Ocellar 3 5 12 11 9 10 11 Subocellar 3 5 7 9 8 9 10 Total 21 54 94 98 93 97 102
Deskripsi larva instar akhir adalah berwarna coklat debu, kapsul kepala berwarna putih dengan pola tak beraturan berwarna coklat kemerah-merahan, terdapat setae berwarna putih dan stemmata berwarna hitam. Pada bagian protoraks terdapat beberapa helai rambut panjang berwarna hitam. Setiap ruas tubuhnya terdapat verruca berwarna biru (Gambar 2.1) agak menyala berbentuk elips pada bagian protoraks dan bulat pada bagian ruas tubuh yang lain, serta verruca berwarna biru tersebut ditumbuhi setae berwarna hitam. Pada dua ruas bagian ventral toraks berwarna hitam dan pada ruas abdomen ke 4-5 terdapat pola
berwarna putih menyerupai bentuk berlian (Gambar 2.2), larva dewasa berwarna abu-abu dan panjangnya 4,5 cm (Suputa, 2011).
Gambar 2.1. Kepala Ulat L. marginata Wlk. (Lepidoptera:Lymantriidae); tampak veruca berwarna biru tersebut ditumbuhi setae berwarna hitam.(Pembesaran 10 x)
Gambar 2.2. Ulat L. marginata Wlk.; tampak bentuk berlian putih yang merupakan salah satu ciri spesies tersebut. (Pembesaran 2 x)
Ulat bulu memiliki tubuh lunak yang bisa menumbuhkan bulu dengan cepat serta pada bagian kepala yang bertekstur keras dan memiliki rahang kuat
dan tajam untuk mengunyah daun, namun bagi ulat bulu dewasa, rahang mereka cenderung lebih lembut. Di balik rahang tersebut, ulat bulu memiliki fitur pemintal yang bisa memproduksi sutra (Habib, 2011).
Imago L. marginata menunjukkan dimorfisme seksual. Imago betina memiliki sayap depan putih dengan tambalan hitam, kemampuan memproduksi telur ulat bulu betina yang sangat banyak (kurang lebih 70-300 butir per betina) serta rentang sayap 52 mm, panjang tubuh 22 mm dan tipe antena pectinate 7 mm. Imago jantan memiliki sayap depan warna abu-abu kusam, rentang sayap 41 mm, tubuh warna abu-abu, panjang badan 15 mm (Suputa, 2011).
Sebagian besar imago aktif pada malam hari atau nocturnal. Umumnya serangga dewasa memiliki warna sayap yang tidak menarik. Pola warna pada sayap metathoraks biasanya tersembunyi di bawah mesothoraks, hal tersebut untuk menyesuaikan dengan warna kulit kayu dimana mereka biasanya beristirahat selama siang hari (Suputa, 2011).
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Serangga
Kehidupan serangga sangat erat hubungannya dengan keadaan lingkungan hidupnya. Banyak faktor yang mempengaruhi kehidupan serangga tersebut, baik faktor biotik maupun faktor abiotik. Faktor-faktor tersebut secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan perilaku (kopulasi, bertelur, aktivitas terbang dan lain-lain) (Tobing, 1996).
Faktor biotik meliputi makanan, penyakit (virus, bakteri dan jamur), serangan parasitoid dan predator. Sedangkan faktor abiotik meliputi iklim
terutama temperatur lingkungan (Suputa, 2011). Faktor-faktor biotik dan abiotik yang mempengaruhi kehidupan L. marginata adalah sebagai berikut:
1. Faktor biotik a. Makanan
Tersedianya makanan baik kualitas yang cocok maupun kuantitas yang cukup bagi serangga, sebagian besar akan menyebabkan meningkatnya populasi serangga dengan cepat sebaliknya apabila keadaan kekurangan makanan, maka populasi serangga menurun (Natawigena, 1990).
Kualitas makanan berkaitan dengan proses fisiologis yang akan memaksimalkan kelangsungan hidup serta hubungannya dalam proses berkembangbiak. Kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh larva, akan memperngaruhi pertumbuhannya yang meliputi berat badan, gerakan, kelangsungan hidup, fekunditas, umur dan kemampuan bersaing (Miller & Thomas, 1988).
Imago L. marginata menghisap cairan madu dan pada stadium larva ulat bulu tersebut memakan daun mangga. Daun mangga muda per 100 gr nya mengandung air 78.2%; protein 3.0%; lemak 0.4%; karbohidrat16.5%; serat 1.6%; mineral 1.9%; kalsium 29 mg/100 g; fosfor 72 mg; besi 6.2 mg; vitamin A (carotene) 1,490 I.U.; thiamine 0.04 mg; riboflavin 0.06 mg; niacin 2.2 mg; dan asam Ascorbic 53 mg/100g (Bisby, 2007).
b. Penyakit (virus, bakteri dan jamur).
Patogen adalah mikroorganisme yang menyebabkan penyakit pada serangga seperti virus, bakteri dan jamur (Natawigena, 1990). Salah satu virus yang dapat menyebabkan penyakit pada L. marginata adalah Nucleopolyhedrosis virus, bakteri yang menyebabkan penyakit seperti Bacillus thuringiensis dan jamur yang menyebabkan penyakit pada L. marginata adalah Beauveria bassiana (Suputa, 2011).
c. Predator dan Parasitoid
Predator yaitu binatang atau serangga yang memangsa binatang atau serangga lain. Istilah predatisme adalah suatu bentuk simbiosis dari dua individu yang salah satu diantara individu tersebut menyerang atau memakan individu lainnya untuk kepentingan hidupnya yang dapat dilakukan dengan berulang-ulang. Individu yang diserang disebut mangsa (Jumar, 2000). Kelompok predator yang umum ditemukan di lapang adalah tabuan, semut rangrang (Oecophylla semaragdina (F), Hemenoptera: Formicidae), lalat Asylidae, dan kumbang Coccinellidae (Supartha, 2011).
Parasitisme adalah bentuk simbiosis dari dua individu yang satu tinggal, berlindung atau makan di atau dari individu lainnya yang disebut inang, selama hidupnya atau sebagian dari masa hidupnya. Bagi parasitoid, inang adalah habitatnya sedangkan mangsa bagi predator bukan merupakan habitatnya. Kelompok parasitoid yang ditemukan di lapang adalah adalah tabuan Brahymeria sp. (Hymenoptera: Chalcidiidae), dan lalat Tachinidae (Supartha, 2011).
Parasitoid memerlukan individu inang bagi pertumbuhannya, apakah dalam jangka waktu sampai dewasa atau hanya sebagian dari stadia hidupnya, sedangkan predator memerlukan beberapa mangsa selama hidupnya. Predator pada umumnya lebih aktif dan mempunyai daur hidup yang lebih panjang, sedangkan parasitoid tidak banyak bergerak, agak menetap dan cenderung memiliki daur hidup yang pendek. Demikian pula ukuran tubuh predator lebih besar bila dibandingkan dengan mangsanya, sedangkan parasitoid pada umumnya memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil bila dibandingkan dengan inangnya (Natawigena, 1990).
Kepadatan populasi serangga hama atau herbivor tidak sinkron dengan kepadatan populasi musuh alaminya sehingga tanggap fungsional predator dan parasitoid dalam pengaturan populasinya mengalami penurunan. Berkurangnya jenis musuh alami di alam dan menurunnya populasi musuh-musuh alami efektif di lapang pada saat terjadinya peningkatan populasi hama menjadi faktor pemicu wabah bagi serangga hama atau herbivor di alam. Kasus wabah ulat bulu yang terjadi di Bali diduga kuat karena ketidaksinkronan antara populasi hama dan musuh alami sehingga musuh alami kurang berfungsi di alam akibat adanya tekanan faktor fisik seperti suhu, kelembaban nisbi udara dan curah hujan serta perilaku manusia yang kurang bersahabat terhadap keberadaan musuh alami tersebut (Supartha, 2011).
2. Faktor abiotik
Faktor iklim dapat mempengaruhi kelimpahan populasi serangga hama melalui hubungannya dengan musuh-musuh alami dan tanaman inangnya, sehingga secara potensial berpengaruh terhadap tingkat pengaturan populasinya di alam. Sebagaimana yang terjadi pada sinkroni hubungan antara serangga herbivor dengan tanaman inangnya yang dipengaruhi oleh perubahan cuaca, dapat juga terjadi dengan hubungan serangga herbivor dengan musuh-musuh alaminya (Supartha, 2011).
a. Temperatur
Setiap spesies serangga mempunyai kisaran suhu masing-masing dimana serangga dapat hidup, dan pada umunya kisaran suhu yang efektif adalah suhu optimum. Serangga memiliki kisaran suhu tertentu untuk kehidupannya. Diluar kisaran suhu tersebut serangga dapat mengalami kematian. Efek tersebut terlihat pada proses fisiologis serangga, dimana pada suhu tertentu aktivitas serangga tinggi dan akan berkurang (menurun) pada suhu yang lain. Umumnya kisaran suhu adalah 15ºC (suhu minimum), 25ºC suhu optimum dan 45ºC (suhu maksimum). Pada suhu yang optimum kemampuan serangga untuk menghasilkan keturunan besar dan kematian (mortalitas) sebelum batas umur rendah (Natawigena, 1990).
Wabah ulat bulu yang terjadi di Bali disebabkan oleh perubahan iklim terutama cuaca yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kelimpahan populasi ulat bulu di alam. Pengaruh langsung tersebut dipicu oleh suhu yang sesuai bagi pertumbuhan dan perkembangan serangga sebagai mahluk
berdarah dingin (poikilotermal). Ulat bulu merupakan hewan berdarah dingin (poikilotermal) artinya pertumbuhan dan perkembangannya tergantung dengan suhu. Meningkatnya suhu udara sampai batas ambang tertentu dapat memicu laju pertumbuhan dan perkembangan populasinya. Wabah itu dapat juga dipicu oleh pergantian tahun yang keadaan cuacanya lebih baik dan sesuai bagi pertumbuhan populasi serangga (Supartha, 2011).
b. Kelembaban
Air merupakan kebutuhan yang mutlak diperlukan bagi mahluk hidup termasuk serangga. Namun kebanyakan air, seperti banjir dan hujan lebat merupakan bahaya bagi kehidupan beberapa jenis serangga, termasuk juga berbagai jenis kupu-kupu yang sedang beterbangan, serta dapat menghanyutkan larva yang baru menetas (Natawigena, 1990).