• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

3 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna)

Ulat ini di sebut ulat api karena jika bulunya mengenai kulit akan menyebabkan rasa panas yang luar biasa. Ulat ini termasuk ke dalam ulat yang rakus, karena memakan semua jenis tanaman seperti kelapa sawit, kelapa, jeruk, teh, kopi, dan tanaman lainnya. Di areal budidaya ulat ini di temukan dengan berbagai macam warna antara lain hijau kekuningan, kuning orange atau merah orange. Pada tubuhnya sering terdapat bercak bercak warna seperti hitam, kuning dan merah. Dengan warna yang sedemikian ulat ini kelihatan cantik walaupun sebenarnya sedikit berbahaya. (Sastrosayono, 2003). Kingdom : Animalia Filium : Arthopoda Kelas : Insecta Ordo : Lepidoptera Famil : Limacodidae Genus : Setothosea Spesies : Setothosea asigna

2.2 Siklus Hidup Hama Ulat Api ( Setothosea asigna)

Setothosea asigna memiliki warna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang unik dipunggungnya. Panjang larva 30-36mm dan lebarnya 14 mm. telur diletakan berderet 3-4 baris pada permukaan bawah daun. Stadia larva berlangsung selama 50 hari dan terbagi menjadi 7-9 instar Untuk stadia kepompong selama 35-40 hari. Seekor ngengat betina mampu bertelur sebanyak 300-400 butir telur dan akan menetas setelah 4-8 hari setelah diletakkan (Sudharto, 1990).

(2)

4

Ulat api jenis Setothosea asigna merupakan salah satu jenis ulat api yang dapat menyebabkan kerusakan yang sangat serius. Hal ini disebabkan karena siklus hidup yang panjang, produksi telur yang tinggi dan daya konsumsi daun yang banyak. Siklus hidup Setothosea asigna antara 86-109 hari, dan pada musim kering yang panjang siklus hidupnya sedikit lebih pendek. Berikut diuraikan biologi masing-masing stadia.

2.2.1 Telur

Telur di letakkan berderet 3-4 baris sejajar pada permukaan daun bagian bawah, biasanya pada pelepah daun ke-6 dan ke-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir, dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak 300-400 butir. Telur menetas 4-8 hari setelah diletakkan (Sulistyo, dkk, 2010).

Gambar 2.1 Telur Ulat Api (Setothosea asigna) (Perdiansyah; PTPN III Tanah Raja 2018) 2.2.2 Larva

Larva instar 2-3 memakan helaian daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Selama perkembangannya larva mengalami pergantian instar sebanyak 7-8 kali atau 8-9 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400cm². Warna larva dapat berubah-ubah sesuai dengan instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap. larva instar terakhir (instar ke 9) beukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila sampai instar ke-8 ukurannya sedikit lebih

(3)

5

kecil. Menjelang berpupa, ulat menjatuhkan diri ke tanah. Stadia larva ini berlangsung selama 49-50 hari. Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah. Berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat di bagian tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan betina masing-masing berukuran berlangsung selama ±39,7 hari (Susanto dkk, 2012)

Gambar Ulat api S.asigna dapat dilihat padagambar 2.3 berikut :

Gambar 2.2 Ulat api S.asigna Sumber: Dokumentasi Pribadi 2.2.3 Pupa

Pupa S. asigna berada didalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat di bagian tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Dengan demikian perkembangan dari telur sampai menjadi ngengat berkisar antara 92,7-98 hari, tetapi pada keadaan kurang menguntungkan dapat mencapai 115 hari.

(4)

6

Pupa S. asigna dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut :

Gambar 2.3 : Pupa S.asigna Sumber: Susanto 2012

2.2.4 Imago

Betina dan jantan masing-masing lebar rentangan sayapnya 51 mm dan 41 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda. Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan (Sulistyo dkk, 2010).

Siklus hidup masing-masing ulat api bebeda. S. asigna mempunyai siklus hidup 106-138 hari. Sedangkan S. nitens memiliki siklus hidup yang lebih pendek dari S. asigna yaitu 42 hari (Hartley, 1979 dalam Susanto, 2012).

(5)

7

Imago S. asigna dapat dilihat pada gambar 2.5 berikut :

Imago Jantan Imago Betina Gambar 2.5 Imago S. asigna

Sumber: Susanto, 2012

Siklus hidup ulat api S. asigna dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut :

Stadia Lama (hari) Keterangan

Telur 6 Jumlah telur

300-400 butir

Larva 50 Terdiri dari 9

instar, konsumsi daun 300-500 cm²

Pupa 40 Habitat di tanah

Imago 7 Jantan lebih kecil

dari betina

Total 103 Tergantung pada

lokasi dan

lingkungan

(6)

8

2.3 Gejala dan Kerusakan hama ulat api (Seotothosea asigna)

Serangan yang disebabkan Seotothosea asigna di lapangan umumnya mengakibatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang terjadi sangat berat umumnya serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm² daun sawit per hari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian (Lubis U, 2008).

Kerugian yang di timbulkan S. asigna, yaitu terjadi penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan ±27% pada tahun kedua setelah serangan, bahkan jika serangan berat, tanaman kelapa sawit tidak dapat di rubah selama 1-2 tahun berikutnya (Sipayung & Hutauruk, 1982 dalam Susanto, 2012).

Pengendalian hama dilakukan untuk menurunkan populasi hama sampai pada tingkat ambang batas sehingga tidak merugikan secara ekonomi dan tidak melampaui batas kritis.

2.3.1 Kriteria Serangan Hama Ulat Api

Kriteria serangan digunakan untuk mengetahui tingkat serangan dari hama dan juga untuk menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat serangan (Lubis U, 2008).

Kriteria tingkat serangan ulat api S. asigna yaitu: - Ringan : bila terdapat <5 ekor ulat api per pelepah - Sedang : bila terdapat 5 - 10 ekor ulat api per pelepah - Berat : bila terdapat >10 ekor ulat api per pelepah

(7)

9

Tingkat populasi kritis S. asigna dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut : Tabel 2.2 Tingkat populasi kritis S.asigna

NO Jenis UPDKS Populasi Kritis (Jumlah ulat/ pelepah daun kelapa sawit)

1 S. asigna 5-10

Sumber : Prawirasukarto, 1992. 2.4 Metode Pengendalian Hama Ulat Api

Beberapa cara yang dilakukan dalam pengendalian hama ulat api S. asigna : 2.4.1 Pengendalian Secara Mekanis

Pengutipan ulat dapat dilakukan pada tanaman muda umur 1 – 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 ha. Pengutipan ulat dapat dimulai pada pemeriksaan global, banyak ulat yang ditemukan 3 - 5 ekor/pelepah (Prawirosukarto, dkk. 2003 dalam Brahmana, 2010).

2.4.2 Pengendalian Secara Kimiawi

Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagian tindakan terakhir apabila terjadi ledakan populasi pada hamparan yang luas, dengan memilih jenis dan teknik aplikasi (infus akar, injeksi batang dan fogging atau pengabutan) (Prawirosukarto, dkk. 2003 dalam Brahmana, 2010).

2.4.3 Pengendalian Secara Hayati

Dalam pengendalian hama ulat api di perkebunan kelapa sawit. Pengendalian hayati ulat api pada kelapa sawit dapat menggunakan mikro organisme Entomopetogenetik, yaitu virus Nudaurelia, Multtriplenucleopoly hedrovirus (MNPV), dan cendawan Lecanicillium

lecanii. Virus Nurelia dan MNPV efektif untuk mengendalikan hama

(8)

10

untuk serangga. Jenis organisme entomopatogenik yang dapat digunakan adalah:

1. Virus ß Nudaurelia dan Multi Nucleo Polyhydro Virus (MNPV) Untuk mengendalikan ulat api tersebut.

2. Cendawan Lecanicillium lecanii efektif untuk mengendalikan hamaulat api

3. Dan musuh alami untuk ulat api S.asigna yaitu predator beuchantecona furcelleta (Hempiptera: Pentatomidae) dan Sycanus leucomesus (Hemiptera: Reduviidae).

2.4.4 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Pengendalian ulat api di dasarkan pada hasil atau semua yang telah dilakukan secara garis besar mengikuti konsep pengendalian hama terpadu (PHT) (Sulistyo dkk, 2010).

Penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap ulat api menunjukkan hasil yang baik dan diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut. Dalam sistem ini Pengenalan terhadap biologi hama sasaran di perlukan sebagai dasar penyusunan taktik pengendalian. Tindakan pengendalian hama dilaksanakan sesuai dengan hasil monitoring populasi. Dan hanya dilakukan apabila populasi hama tersebut melampaui padat populasi kritis yang ditentukan serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit (Prawirosukarto, 2002).

Monitoring populasi adalah langkah awal di dalam system pengendalian hama terpadu (PHT) terhadap UPDKS dan merupakan dasar untuk memutuskan perlu atau tidaknya dilakukan tindakan pengendalian. Dinamika populasi suatujenis hama adalah merupakan hasil interaksi antara hama dengan faktor-faktor lingkungan, baik

(9)

11

yang mendukung maupun menghambat perkembangannya. Diketahui bahwa pada awal kehadirannya,

populasi ulat api adalah berupa kelompok - kelompok kecil, kemudian akan membesar pada generasi berikutnya dan akhirnya kelompok hama tersebut akan saling menyatu dan memenuhi hamparan tanaman kelapa sawit yang luas (Susanto dkk, 2012).

Untuk memperjelas tentang system pengendalian hama terpadu (PHT) dapat dilihat pada gambar 2.6 berikut :

Tidak

(10)

12

2.5 Karakteristik Cendwan Lecanicillium lecani

Lecanicillium lecanii pertama kali ditemukan pada tahun 1898 oleh

Zimmermann dengan nama Cephalosporium lecanii. Berdasarkan studi kisaran inang tahun 1939, berubah nama menjadi Verticillium lecanii. Berdasarkan pengamatan morfologi dan analisis molekuler cendawan tersebut hingga saat ini diberi nama Lecanicillium lecanii. Berikut :

klasifikasi menurut (Zare & Gams, 2001) adalah sebagai berikut:

Kingdom :Fungi Phylum :Ascomycota Subphylum :Pezizomycotina Class :Sordariomycetes Order :Hypocreales Family :Clavicipitaceae Genus :Lecanicillium

Spesies :Lecanicillium lecanii

Karakteristik L. lecanii adalah koloni cendawan berwarna putih pucat dengan diameter 4,0-7,3 cm setelah 20 hari inokulasi pada media PDA (Potato

dextrose agar) Menurut Shinde et al. (2010),

koloni cendawan L. lecanii berwarna putih (Gambar a), berukuran 3,3 x 2,8 cm, tumbuh pada suhu 23 °C. Konidiofor berbentuk seperti fialid (whorls) seperti huruf V, setiap konidiofor memproduksi 5-10 konidia yang terbungkus dalam kantong lendir (Aiuchi et al., 2007). Bentuk konidia berupa silinder hingga elips, terdiri dari satu sel, tidak berwarna (hialin), berukuran 1,9-2,2 x 5,0-6,1 μm (Feng et al., 2002). Hifa tidak berwarna (hialin) dengan diameter 2,8 μm (Gambar b).

(11)

13

A B C

Gambar 2.7 Koloni (a) dan mikroskopis (b,c) cendawan L. lecanii (40 x) pada media PDA

Sumber :Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar 2.6 Gejala Serangan Lecanicillium lecanii

Lecanicillum lecanii menginfeksi inangnya dengan dua cara yaitu secara

mekanik dan enzim hidrolitik untuk dapat menembus integumen serangga dan dinding sel cendawan patogen (Goettel et al., 2008).

Umumnya cendawan entomopatogen L. lecanii menginfeksi inang dengan konidia membentuk tabung kecambah untuk menembus kutikula, atau berkecambah di atas permukaan kutikula. Tabung kecambah yang terbentuk akan berkembang membentuk apresorium yang berfungsi untuk menempelkan organ infektif pada permukaan inang. Tabung kecambah yang terbentuk dengan cepat dan memiliki ukuran yang besar diduga akan semakin besar pula peluang inang dapat dipenetrasi oleh cendawan karena permukaan inang lebih cepat dihidrolisis oleh enzim yang dihasilkan oleh cendawan (Prayoga, 2009).

Menurut Gindin et al., (2000), aktivitas serangga yang terinfeksi Cendawan entomopatogen mengalami penurunan bahkan nafsu makan juga berhenti karena sistem syaraf serangga terganggu. Syaraf serangga memegang peranan sangat penting dalam mengatur semua proses aktivitas, serangga yang mengalami gangguan sistem syarafnya akan mengacaukan semua perilaku termasuk dalam memenuhi kebutuhan makan. hari mati, tubuh serangga

(12)

14

mengeras karena semua jaringan dan cairan dalam tubuh serangga habis oleh cendawan tersebut, menjadi hitam dan kaku lalu secara perlahan diselimuti oleh miselium.

Gambar

Gambar 2.1 Telur Ulat Api (Setothosea asigna)  (Perdiansyah; PTPN III Tanah Raja 2018)  2.2.2 Larva
Gambar 2.3 : Pupa S.asigna  Sumber: Susanto 2012
Gambar 2.7 Koloni (a) dan mikroskopis (b,c) cendawan L. lecanii (40 x)  pada media PDA

Referensi

Dokumen terkait

Ulat tanah merupakan hama penting tanaman sayuran muda seperti kubis, petsai, tomat, dan cabai. Tanaman inang lainnya adalah tembakau, jagung, dan kacang-kacangan. ipsilon

Secara umum diketahui bahwa serangga hama yang biasa menyerang tanaman kacang panjang adalah lalat kacang (Agromyza phaseoli), ulat tanah (Agrotis ipsilon), ulat

Pengendalian ulat dengan cara mengutip dapat di lakukan pada tanaman muda umur 1 sampai dengan 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 Haa. Pengutipan ulat

Pengendalian ulat dengan cara mengutip dapat di lakukan pada tanaman muda umur 1 sampai dengan 3 tahun, apabila luas areal yang mengalami serangan mencapai 25 Ha.. Pengutipan ulat

Untuk menghasilkan generasi berikutnya, kromosom baru yang disebut offspring, dibentuk baik melalui penyatuan dua kromosom dari generasi awal menggunakan operator perkawinan silang

Kasus wabah ulat bulu yang terjadi di Bali diduga kuat karena ketidaksinkronan antara populasi hama dan musuh alami sehingga musuh alami kurang berfungsi di

Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) degan menggunakan insektisida kimia jika tingkat populasi sudah sangat tinggi dan tidak dapat dilakukan dengan

3.4.7 Peletakkan Hama Ulat Api (Setothosea asigna) di Bibit Main Nursery Larva ulat api (Setothosea asigna) diletakkan didaun bibit kelapa sawit main nursery dengan jumlah