• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ulat Api (Setothosea asigna)

Ulat api merupakan salah satu jenis ulat pemakan daun kelapa sawit yang paling sering menimbulkan kerugian besar di perkebunan-perkebunan kelapa sawit Indonesia. Jenis-jenis ulat api yang paling banyak ditemukan adalah Setothosea.

asigna, Setora nitens, Darna trima, Darna diducta, dan Darna bradleyi.

Sedangkan jenis yang jarang ditemukan adalah Thosea vestusea, Brithoseabisura, Susica malay, dan Birthamula chara. Ulat api yang paling

merusak di Indonesia adalah Setothosea asigna, Setora nitens, Darna trima, dan

Darna diducta (Susanto, dkk, 2010).

Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae Genus : Setothosea

Species : Setothosea asigna van Eecke 2.2. Siklus Hidup Ulat Api (Setothosea asigna)

2.1.1 Telur

Telur berwarna kuning, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur

diletakkan berderet 3-4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada bawah pelepah daun ke 6-17.Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan satu ekor ngengat betina mampu menghasilkan telur 300-400 butir, telur menetas 4-8 hari setelah diletakkan. Ulat yang bar menetas hidup berkelompok,

(2)

5

Gambar 2.2.1 Telur Setothosea asigna Sumber : Dokumentasi Pribadi 2.2.2 Larva

Larva yang baru menetas hidup berkelompok, mengikis jaringan daun dari permukaan daun dan meninggalkan epidermis permukaan bagian atas daun. Larva berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas (berbentuk pita yang menyerupai piramida) pada bagian punggungnya Selain itu pada bagian punggungnya dijumpai duri-duri yang kokoh. Selama perkembangannya ulat berganti kulit 7-8 kali dan mampu menghabiskan helai daun seluas 400 cm2 (Prawirosukarto, dkk, 2003).

Gambar 2.2.2 Larva Setothosea asigna Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.2.3 Pupa

Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, larva sebelum menjadi pupa menjatuhkan diri pada permukaan tanah

(3)

6

yang relaif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur ulat, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berbentuk 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm. Stadia pupa berlangsung selama ± 39,7 hari (Purba, dkk, 2005).

Gambar 2.2.3. Pupa Setothosea asigna Sumber : Dokumentasi Pribadi

2.2.4 Imago

Imago jantan dan betina masing-masing lebar rentangan sayapnya 41 mm dan 51 mm. Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda (Prawirosukarto, dkk, 2003).

Gambar 2.2.4 Imago Setothosea asigna Sumber : Pusat Penelitian Kelapa Sawit

(4)

7

2.3. Gejala Serangan Ulat Api (Setothosea asigna)

Gejala serangan yang disebabkan ulat api yakni helaian daun berlubang atau habis sama sekali sehinga hanya tinggal tulang daun saja. Gejala ini dimulai dari daun bagian bawah. Dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan daun sekitar 90%. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurunkan produksi sekitar 69% dan 27% pada tahun kedua (Fauzi, dkk, 2012).

Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja.Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm2 daun sawit per hari. Tingkat populasi 5-10 ulat per pelepah merupakan populasi kritis hama tersebut di lapangan dan harus segera diambil tindakan pengendalian (Lubis, 2008).

Ambang ekonomi dari hama ulat api untuk Setothosea asigna pada tanaman kelapa sawit rata-rata 5-10 ekor per pelepah untuk tanaman yang berumur tujuh tahun ke atas dan lima ekor larva untuk tanamman yang lebih muda (Kurnia, 2012). Gambar gejala serangan ulat apiSetothosea asigna pada tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada gambar 2.3. berikut.

Gambar 2.3 Gejala Serangan Ulat Api Setothosea asigna Sumber : Dokumentasi Pribadi

(5)

8 2.4 Metode Pengendalian

Tujuan utama tindakan pengendalian hama adalah bukan untuk membasmi hama, tetapi untuk menurunkan populasi hama sampai tingkat yang tidak merugikan.

2.4.1 Pengendalian Secara Biologis

Pemanfaatan musuh alami dapat dilakukan dengan cara melindungi, melestarikan dan membantu meningkatkan perkembang biakan musuh alami yang sudah ada didalam ekosistem pertanaan kelapa sawit.

Penggunaan inektisida nabati seperti insektisida yang berbahan aktif bakteri Bacillus thuringiensis atau pengendalian hama dengan virus (Sulistyo, 2012).

2.4.2 Pengendalian Secara Kimia

Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) degan menggunakan insektisida kimia jika tingkat populasi sudah sangat tinggi dan tidak dapat dilakukan dengan cara pengendalian alami (Lubis, 2008). Bahan kimia akan digunakan untuk mengendalikan hama bila pengendalian lain yang telah dilakukan terdahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman. Pengendalian UPDKS dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat. Ulat api dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektsida.

Pada serangan yang sporadik dapat dilakukan dengan infuse atau injeksi batang. Insektisida yang diapakai bersifat sistemik yang dimasukkan melalui batang ataupun akar (Lubis,2008).

(6)

9 2.4.3 Pengendalian Secara Mekanis

Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan cara manual (handpicking) larva stadia berukuran sedang sampai besar untuk tanaman <5 tahun seperti kepompong. Pengendalian mekanis dengan fruit trap dan light trup. 2.4.4 Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

Pengendalian hama terpadu dapat diartikan sebagai penggabung beberapa teknik pengendalian hama ulat api yang diharapkan dapat mengatasi permasalahan tersebut.

Dalam sistem PHT, pengenalan terhadap jenis dan biologi hama sasaran diperlukan sebagai dasar penyusun taktik pengendalian dengan hasil monitoring populasi, dan hanya dilakukan apabila populsai hama tersebut melampaui tingkat populasi kritis yang ditentukan, serta mengutamakan pelestarian dan pemanfaatan musuh alami yang ada di dalam ekosistem kelapa sawit. Penggunaan insektisida kimia sintetik diupayakan sebagai pilihan terakhir, dan sedapat mungkin dipilih jenis insektisida serta teknik aplikasi yang paling aman bagi lingkungan, khususnya untuk kelangsungan hidup serangga parasitoid dan predator dari hama sasaran.

(7)

10 2.5 Kemangi (Ocimum sanctum L.)

2.5.1 Klasifikasi Kemangi

Gambar Pribadi 2.5.1 Tanaman Kemangi Sumber Dokumentasi Pribadi

Klasifikasi : Tumbuhan Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Tubiflorae Family : Lamiaceae Genus : Ocimum

Spesies : Ocimum Sanctum L.

Berbagai varietas kemangi telah banyak dikenal di dunia dan biasanya diseleksi didasarkan pada aroma dan warna tanaman. Tanaman ini berasal

(8)

11

dari daerah tropis Asia dan kepulauan di daerah Pasifik.Pertama kali ditemukan dan diolah di India. Kini, tanaman ini tersebar luas di Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Selatan. Secara komersial banyak dibudidayakan di Eropa bagian Selatan, Mesir, Maroko, Indonesia, dan California. Di indonesia, tanaman kemangi banyak 28 ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, dan Maluku. Namun, banyak dibudidayakan di daerah Jawa Barat untuk dicari kandungan minyak atsirinya.

Kemangi adalah tumbuhan yang hidup secara liar dan berbau harum. Tanaman ini tumbuh dengan baik dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kemangi sangat sensitif terhadap iklim dingin, dapat berkembang dengan sangat baik jika mendapat sinar matahari yang melimpah dan membutuhkan iklim yang panas dan kering.Untuk perbanyakan tanaman kemangi dapat diperbanyak dengan biji (Kurniasih, 2014).

Tanaman kemangi memiliki batang yang tegak dengan tinggi antara 0,3– 0,6m. Batang berwarna hijau dan setelah tua berwarna kecoklatan, pada batang juga terdapat bulu halus. Daun dan tangkai tanaman ini berwarna hijau, letak daun berhadapan, panjang daun antara 0,5 – 2 cm, daun berbentuk bulat telur dan ujungnya meruncing, tampak menggelombang, pada sebelah menyebelah ibu tulang daun terdapat 3 – 6 tulang cabang, tepi daun sedikit bergerigi, terdapat bintik-bintik serupa kelenjar (Anonim, 2015).

Bunga semu terdiri dari 1 – 6 karangan bunga yang berkumpul menjadi satu tandan. Bunga terletak di bagian ujung batang, cabang, atau ranting. Panjang karangan bungan mencapai 25 cm dengan 20 kelompok bunga. Daun pelindung berbentuk elips atau bulat telur dengan panjang antara 0,5 – 1 cm. Kelopak bunga berwarna hijau, berambut, dan berada di sebelah dalam lebih rapat dan bergigi tak beraturan. Daun mahkota berwarna putih

(9)

12

dan berbibir dua (bibir atas bertaju 4 dan bibir bawah utuh).Tangkai kepala putik berwarna ungu, sedangkan tangkai kepala 29 sari dan tepung sari berwarna putih. Tangkai dan kelopak buah letaknya tegak, melekat pada sumbu dari karangan bunga. Biji berbentuk kecil, keras, dan memiliki warna kehitaman.

2.5.2 Kandungan Kemangi

Kandungan bahan kimia yang terdapat pada seluruh bagian dari tanaman kemangi adalah 1,8sineol, anethol, apigenin, stigmaasterol, triptofan,

tanin, sterol, dan broon (Elisa, 2011). Menurut penelitian yang dilakukan

oleh Medica dkk tahun 2004, daun kemangi memiliki kandungan bahan aktif yang dapat digunakan sebagai insektisida yaitu:

1. Flavonoid

Flavonoid dalam insektisida alami berfungsi sebagai racun pernapasan yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem pernafasan sehingga serangga tidak dapat bernafas dan akhirnya mati. Posisi tubuh larva yang berubah dari normal disebabkan oleh senyawa flavonoid akibat cara masuknya yang melalui siphon sehingga mengakibatkan kerusakan sehingga larva harus mensejajarkan posisinya dengan permukaan air untuk mempermudah dalam mengambil oksigen (Cania

et al, 2013).

2. Saponin

Saponin dalam insektisida alami berfungsi sebagai racun perut yang masuk ke dalam tubuh serangga melalui celah, lubang, atau kulit pada tubuh serangga dan 31 langsung ke mulut serangga (Anita, 2009). Saponin bertindak sebagai racun perut yang dapat mempengaruhi larva, sehingga mengakibatkan kematian larva. Saponin sebagai racun

(10)

13

perut bekerja dengan cara merusak traktus digestivus. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan traktus digestivus larva, sehingga mengakibatkan dinding traktus digestivus menjadi korosif (Farida, 2006).

3. Tanin

Tanin merupakan antioksidan berjenis polifenol yang menyatu dan mudah teroksidasi menjadi asam tanat. Tanin merupakan antioksidan yang dapat mencegah efek radikal bebas yang merusak. Tanin menyebabkan beberapa tumbuhan maupun buah-buahan mempunyai rasa pahit. Tanin juga mudah teroksidasi melalui udara ataupun ketika terkena air panas (Nurheti, 2009: 105). Tanin sebagai larvasida bekerja dengan cara menekan konsumsi makanan, mengganggu proses pertumbuhan, dan kemampuan bertahan. Rasa pahit pada tanin dapat menghambat larva untuk tidak mau makan, sehingga mengakibatkan larva kelaparan dan perlahan-lahan akan mati (Yohana, 2010).

4. Triterpenoid

Triterpenoid merupakan insektisida alami bekerja dengan cara menghambat proses pertumbuhan serangga, menghambat proses ganti kulit pada serangga (moulting inhibition), sebagai penolak makan (antifeedancy), dan dapat mengakibatkan abnormalitas pada anatomi yang dapat mengakibatkan kematian pada serangga (Samsudin, 2011).

5. Minyak Atsiri

Tanaman kemangi juga memiliki kandungan bahan aktif yaitu minyak atsiri. Minyak dalam tanaman kemangi berkisar antara 0,08-0,38% dengan bahan aktif utama euganol

(11)

(1-hidroksi-2-metoksi-4-14

allilbenzena) sekitar 64% (Kurniasih, 2014). Euganol bersifat sebagai racun perut yang bekerja dengan cara mengganggu pencernaan serangga. Selain sebagai racun perut, euganol bekerja dengan cara menghambat reseptor perasa pada mulut larva yang dapat mengakibatkan larva gagal mendapat stimulus, sehingga larva tidak dapat mengenali makanannya yang dapat mengakibatkan larva kelaparan dan akhirnya mati (Elisa, 2011).

2.6. Metode Ekstraksi Maserasi

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk menarik atau mengambil senyawa yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan diekstraksi. Sampel yang telah dihaluskan direndam dalam suatu pelarut organik selama beberapa waktu (Ibrahim, dkk, 2013).

Menurut Koirewoa (2012), proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pelarut yang mengalir ke dalam sel dapat menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam dalam pelarut tersebut.

Gambar

Gambar 2.2.1 Telur Setothosea asigna  Sumber : Dokumentasi Pribadi  2 .2.2  Larva
Gambar 2.2.3. Pupa Setothosea asigna  Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 2.3 Gejala Serangan Ulat Api Setothosea asigna  Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar Pribadi 2.5.1 Tanaman Kemangi  Sumber Dokumentasi Pribadi

Referensi

Dokumen terkait

Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api ( Setothosea asigna ), ulat kantong ( Mahasena corbatti ) dan ulat bulu ( Dasychira inclusa ) merupakan hama yang

Serangan ulat ini biasanya mulai dari pelepah daun yang terletak di strata tengah dari tajuk kelapa sawit ke arah pelepah daun yang lebih muda atau lebih

Hama utama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM) adalah Ulat Pemakan Daun seperti ulat api, ulat kantung, dan ulat bulu yang secara signifikan akan

Diantara beberapa pengendalian kumbang tanduk di atas yang penggunaannya masih sering di gunakan sampai saat ini adalah insektisida kimia, hal ini terjadi karna

Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit yang dilaksanakan secara terpadu, yaitu mengkobinasikan cara manual atau mekanis, kimia dan hayati

Daun kelapa sawit terdiri atas kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian dan tulang anak daun, rachis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai

Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit yang dilaksanakan secara terpadu, yaitu mengkobinasikan cara manual atau mekanis, kimia dan hayati (mengefektifkan peran tanaman

Pengendalian OPT UPDKS UPDKS Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Kerugian yang ditimbulkan berupa penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan ± 27% pada tahun