• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Ulat Api Setothosea asigna

S. asigna merupakan salah satu jenis ulat api terpenting pada tanaman

kelapa sawit di Indonesia. Ulat api ini merupakan salah satu hama yang dapat menyebabkan kerusakan berat serta sangat merugikan di indonesia (Susanto, dkk, 2012).

Disebut ulat api karena punggungnya berbulu kasar kaku dan beracun. Racunnya keluar dari bulu kasar tersebut berupa cairan yang jika terkena tangan terasa gatal dan panas (Fauzi, 2012).

Ulat S. asigna berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak khas di bagian punggungnya dan dilengkapi duri-duri yang kokoh. Ulat instar terakhir berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. stadia ulat ini berlangsung 49-51 hari (Fauzi, 2012).

Klasifikasi ulat api (Setothosea asigna)sebagai berikut : Phylum : Arthopoda

Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family :Limacodidae Genus : Setothosea

Spesies : Setothosea asigna Van eacke

2.2 Siklus Hidup

Siklus hidup S. asigna lebih 3 bulan yakni masa penetasan telur 6-8 hari, stadia ulat berlangsung 50 hari dan masa pupa 40 hari (Lubis, 2008).

(2)

7 Tabel 2.1 Siklus Hidup S. asigna

(Susanto dan Agus, 2012). 2.2.1 Telur S. asigna

Gambar 2.2.1 Telur Ulat Api (Setothosea asigna) Sumber : Dokumentasi Pribadi

Telur berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat berukuan tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3-4 baris sejajar pada permukaan daun bagian bawah, biasanya pada pelepah daun ke-6 dan ke-17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir dan seekor ngengat betina mampu menghasilkan telursebanyak 300-400 butir. Telur menetas 4-8 hari setelah diletakkan (Susanto, dkk, 2012).

2.2.2 Larva S. asigna

Gambar 2.2.2 Larva Ulat Api (Setothosea asigna) Sumber: Dokumen Pribadi

(3)

8

Larva yang baru menetas, hidupnya secara berkelompok, memakan bagian permukaan bawah daun. Larva instar 2 - 3 memakan bagian helaian daun mulai dari ujung ke arah bagian pangkal daun. Selama perkembangannya larva mengalami pergantian instar sebanyak 7-8 kali atau 8-9 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm2 (Susanto, dkk, 2012). Larva berwarna hijau kekuningan dengan duri-duri yang kokoh di bagian punggung dan bercak bersambung sepanjang punggung, berwarna coklat sampai ungu keabu-abuan dan putih. Warna larva dapat berubah-ubah sesuai dengan instarnya, semakin tua umurnya akan menjadi semakin gelap. Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm, sedangkan apabila sampai instar ke-8 ukurannya sedikit lebih kecil. Menjelang berpupa, ulat menjatuhkan diri ke tanah. Stadia larva ini berlangsung selama 49 - 50,3 hari (Susanto, dkk, 2012).

2.2.3 Pupa S. asigna

Gambar 2.2.3 Pupa Ulat Api (Setothosea asigna) Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pupa berada di dalam kokon yang terbuat dari campuran air liur ulat dan tanah, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap, terdapat di bagian tanah yang relative gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit. Pupa jantan dan betina masing-masing berukuran berlangsung selamakurang lebih 39,7 hari (Susanto, dkk, 2012).

(4)

9

2.2.4 Ngengat S. asigna

Gambar 2.2.4 Ngengat Ulat Api (Setothosea asigna) Sumber: Dokumentasi Pribadi

Lebar rentangan sayap serangga dewasa (ngengat) jantan dan betina masing-masing 41 mm dan 51 mm. Sayap depannya berwarna coklat kemerahan dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda (Susanto, dkk, 2012).

2.3 Gejala Serangan dan Kriteria Serangan

2.3.1 Gejala Serangan

Gambar 2.3.1 Gejala Serangan Setothosea asigna Sumber : Adi, 2015

Serangan S. asigna di lapangan umumnya mengakitbatkan daun kelapa sawit habis dengan sangat cepat dan berbentuk seperti melidi. Tanaman tidak dapat menghasilkan tandan selama 2-3 tahun jika serangan yang

(5)

10

terjadi sangat berat. Umumnya gejala serangan dimulai dari daun bagian bawah hingga akhirnya helaian daun berlubang habis dan bagian yang tersisa hanya tulang daun saja. Ulat ini sangat rakus, mampu mengkonsumsi 300-500 cm2 daun sawit selama instar (Sulistyo, 2010).

2.3.2 Kriteria Serangan

Kriteria serangan digunakan untuk mengetahui tingkat serangan dari hama dan juga untuk menentukan tindakan pengendalian yang harus dilakukan untuk menurunkan tingkat serangan (Lubis, 2008).

Kriteria tingkat serangan ulat api S. asigna yaitu : a. Ringan : bila terdapat 10 ekor ulat api per pelepah b. Sedang : bila terdapat 5-10 ekor ulat api per pelepah c. Berat : bila terdapat >10 ekor ulat api per pelepah

Kerugian yang ditimbulkan S. asigna, yaitu menimbulkan penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan lebih kurang 27% pada tahun kedua setelah serangan. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dampak serangan ulat api yang tidak terkendali (Susanto, dkk. 2012).

2.4 Karakteristik Jamur C. militaris

Menurut Holliday, dkk. (2005 dalam Brahmana, 2010) jamur C. militaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Fungi Filum : Ascomycota Kelas : Ascomycetes Ordo : Claviceps Famili : Clavicipiceae Genus : Cordyceps

(6)

11

Cordyceps dikenal sebagai jamur entomopatogen yang membentuk badan

buah pada serangga inangnya dan dikenal 750 spesies dari jamur ini.C.

militaris merupakan entomopatogen khususnya pada larva dan pupa

Lepidoptera (Schgal dan Sagar, 2006 dalam Brahmana, 2010).

Gambar 2.4 Jamur Cordyseps militaris Sumber : Dokumentasi Pribadi

Ketika jamur Cordyceps menyerang suatu inang, miselium tersebut menginvasi dan akhirnya menggantikan jaringan inang, sementara tubuh buah yang memanjang (askokarp) mungkin akan berbentuk silinder, bercabang, atau bentuk yang kompleks. Askokarp ini terdapat banyak perithecia kecil berbentuk labu yang mengandung aski. Ini, pada gilirannya, mengandung askospora seperti benang, yang biasanya masuk ke fragmen dan mungkin infektif. Beberapa spesies dan mantan spesies Cordyceps mampu mempengaruhi perilaku serangga inang mereka: Ophiocordyceps unilateralis (sebelumnya Cordyceps unilateralis) menyebabkan semut ingin memanjat tanaman dan melekatkan dirinya di sana sebelum mereka mati. Ini memastikan parasit mendapatkan lingkungan pada suhu optimal dan kelembaban, dan distribusi maksimal spora dari tubuh buah yang bertunas dari serangga mati tersebut tercapai. Bekasnya telah ditemukan pada daun fosil yang menunjukkan kemampuan untuk memodifikasi perilaku inangnya berevolusi lebih dari 48 juta tahun yang lalu (wikipedia).

(7)

12

2.5 Kandungan Nutrisi Beras IR 64

Kandungan nutrisi beras merupakan sumber karbohidrat utama di dunia. Karbohidrat merupakan penyusun terbanyak dari serealia. Karbohidrat tersebut terdiri dari pati (bagian utama), pentosan, selulosa, hemiselulosa dan gula bebas. Di dalam beras pecah kulit terkandung 85-95 % pati, 2-2,5 % pentosan dan 0,6-1,1 % gula. Di Indonesia beras dipakai sebagai sumber kalori sebanyak 60-80%. Bagian gabah yang dapat dimakan adalah kariopsis yang terdiri dari 75% karbohidrat dan kadar air 14%. Bagian endosperm atau bagian gabah yang diperoleh setelah penggilingan yang kemudian disebut beras giling, mengandung 78% karbohidrat dan 7% protein. Penyusun-penyusun beras tersebut tidak tersebar merata pada seluruh bagian beras. Senyawa-senyawa bukan pati terutama terdapat pada bagian lapisan luar, yaitu pada aleuron dan lembaga (Juliano, 1984 dalam Haryadi 2006). Sebagian tersebar karbohidrat dalam beras ialah pati dan hanya sebagian kecil pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Antara 85% hingga 90% dari berat kering beras berupa pati. Kandungan pentosan berkisar 2,0-2,5% dan gula 0,6-1,4% dari berat beras pecah kulit. Dengan demikian jelaslah bahwa sifat fisikokimiawi beras teutama ditentukan oleh sifat-sifat patinya, karena penyusun utamanya adalah pati (Grist, 1986 dalam Haryadi 2006). Kandungan amilosa pada beras yang digunakan pada penelitian ini, yaitu varietas IR64 mencapai 24,1% (BBP, 2008).

(8)

13 Tabel 2.2 Nilai Gizi Beras per 100 gr

No. Komposisi Kimia 370 kkal (1530 kj)

1. Karbohidrat 79 gr 2. Gula 0,12 gr 3. Serat Diet 1,3 gr 4. Lemak 0,66 gr 5. Protein 7,13 gr 6. Kadar Air 11,62 gr 7. Tiamina (Vit. B1) 0,070 mg 8. Riboflavin (Vit. B2) 0,049 mg 9. Niasin (Vit. B3) 1,6 mg 10. Asid Pantotenik (B5) 1,014 mg 11. Vitamin B6 0,164 mg 12. Folik Asid (Vit. B9) 8 µg 13. Ferum 0,80 mg 14. Fosforus 115 mg 15. Kalium 115 mg 16. Kalsium 28 mg 17. Magnesium 25 mg 18. Seng 1,09 mg Sumber : Anonim, 2009.

2.6 Metode Pengendalian Hama Ulat Api (S. asigna) 2.6.1 Sensus Hama

Terdapat dua tahap dalam melakukan sensus dan monitoring hama ulat pemakan daun. Pertama disebut pengamatan global (global telling) yakni dengan mengambil sampel sebanyak 1 pohon/ha secara acak sistematis. Kegiatan ini dilakukan rutin setiap bulan. Jika pada tanaman sampel tersebut dijumpai adanya serangan hama, maka sesnsus ditingkatkan menjadi pengamatan efektif (effective telling) dengan jumlah tanaman sampel menjadi 5 pohon/ha. Pengamatan efektif dilakukan setiap minggu untuk mengetahui popolasi hama riil ulat di lapangan (Sutanto, dkk. 2015).

(9)

14

2.6.2 Pengendalian Secara Mekanik

Pengendalian hama ulat api dapat dilakukan secara mekanik dengan pengutipan semua stadia hama, seperti telur, ulat, pupa/kepompong maupun ngengat/kupu-kupu (Sutanto, dkk. 2015).

2.6.3 Pengendalian secara Biologis

Pemanfaatan musuh alami dapat dilakukan dengan cara melindungi, melestarikan, dan membantu meningkatkan perkembangbiakan musuh alami yang sudah ada di dalam ekosistem pertanaman kelapa sawit. Penggunaan insektisida biologis seperti insektisida yang berbahan aktif bakteri Bacillus thuringiensis atau pengendalian hama dengan virus dan Jamur Cordyceps militaris (Sulistyo, 2012).

2.6.4 Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit (UPDKS) dengan menggunakan insektisida kimia jika tingkat populasi sudah sangat tinggi dan tidak dapat dilakukan dengan cara pengendalian alami (Lubis, 2008). Bahan kimia akan digunakan untuk mengendalikan hama bilamana pengendalian lain yang telah dilakukan terdahulu tidak mampu menurunkan populasi hama yang sedang menyerang tanaman. Pengendalian UPDKS dengan menggunakan insektisida kimia merupakan cara umum yang dilakukan di perkebunan kelapa sawit untuk mengatasi ledakan populasi ulat. Ulat api dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida. Pada serangan yang sporadis dapat dilakukan dengan infus atau injeksi batang. Insektisida yang dipakai bersifat sistemik yang dimasukkan melalui batang ataupun akar (Lubis, 2008).

Gambar

Gambar 2.2.1 Telur Ulat Api (Setothosea asigna)  Sumber : Dokumentasi Pribadi
Gambar 2.2.3 Pupa Ulat Api (Setothosea asigna)  Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 2.2.4 Ngengat Ulat Api (Setothosea asigna)  Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 2.4 Jamur Cordyseps militaris  Sumber : Dokumentasi Pribadi

Referensi

Dokumen terkait

Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api ( Setothosea asigna ), ulat kantong ( Mahasena corbatti ) dan ulat bulu ( Dasychira inclusa ) merupakan hama yang

Serangan ulat ini biasanya mulai dari pelepah daun yang terletak di strata tengah dari tajuk kelapa sawit ke arah pelepah daun yang lebih muda atau lebih

Hama utama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit menghasilkan (TM) adalah Ulat Pemakan Daun seperti ulat api, ulat kantung, dan ulat bulu yang secara signifikan akan

Diantara beberapa pengendalian kumbang tanduk di atas yang penggunaannya masih sering di gunakan sampai saat ini adalah insektisida kimia, hal ini terjadi karna

Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit yang dilaksanakan secara terpadu, yaitu mengkobinasikan cara manual atau mekanis, kimia dan hayati

Daun kelapa sawit terdiri atas kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian dan tulang anak daun, rachis yang merupakan tempat anak daun melekat, tangkai

Pengendalian gulma pada perkebunan kelapa sawit yang dilaksanakan secara terpadu, yaitu mengkobinasikan cara manual atau mekanis, kimia dan hayati (mengefektifkan peran tanaman

Pengendalian OPT UPDKS UPDKS Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit Kerugian yang ditimbulkan berupa penurunan produksi sampai 69% pada tahun pertama setelah serangan dan ± 27% pada tahun