• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit merupakan tanaman hutan yang di budidayakan sehingga tanaman ini memiliki daya adaptasi dan respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup, kultur teknis, ataupun perlakuan yang diberikan.

Seperti tanaman budidaya lainnya maka kelapa sawit membutuhkan kondisi tumbuh yang baik agar potensi produksinya dapat dikeluarkan secara optimal.

Akan tetapi faktor iklim dan tanah merupakan faktor fisik yang paling utama disamping faktor lainnya seperti genetis, biotis, kultur teknis ataupun perlakuan yang diberikan (Lubis, 2008).

Minyak kelapa sawit merupakan salah satu minyak nabati yang dikonsumsi oleh masyarakat dunia selain minyak kelapa, minyak kedelai, minyak zaitun, inyak biji lobak, minyak biji kapas, minyak biji bunga matahari, minyak jagung, minyak wijen, dan minyak kacang tanah. Berdasarkan kegunaannya, minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan utama untuk prduk-produk kebutuhan pokok masyarakat, seperti minyak goreng, margarin, deterjen, sabun, kosmetik dan obat-obatan (Andoko dan Widodoro, 2013).

Komoditas minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati paling murah karena ketersediannya juga realtif mudah. Kelapa sawit mempunyai produktifitas lebih tinggi dibandingkan penghasil minyak nabati lainnya sehingga harga produksi menjadi lebih ringan. Masa produksi kelapa sawit yang cukup panjang yaitu 25 tahun, turut mempengaruhi ringannya biaya produksi yang dikeluarkan oleh pengusaha. Tanaman kelapa sawit juga paling tahan terhadap hama dan penyakit dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelebihan lain minyak kelapa sawit adalah rendahnya kolestrol dan tinggi kandungan karotennya (Pardamean, 2014).

(2)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kelapa Sawit (E. guineensis Jacq)

Kelapa sawit berasal dari bahasa yunani Elaeis berasal dari Elaion yang berarti minyak. Guineensis berasal dari Guinea (pantai barat Afrika), Jacq berasal dari nama Botanist Amerika Jacquin.

Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah : Division : Tracheophyta

Subdivisi : Pteropsida

Kelas : Angiospermeae

Subkelas : Monocotyledoneae

Ordo : Cocodeae

Famili : Palmae

Subfamili : Cocodieae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq (Lubis, 2008).

2.2 Hama S. asigna

Dalam budidaya kelapa sawit banyak faktor yang menjadi pembatas peningkatan produksi kelapa sawit, salah satunya adalah Ulat Pemakan Daun Kelapa Sawit menjadi salah satu bagian yang paling sering terserang hama salah satunya adalah hama pemakan daun. Hama pemakan daun sangat merugikan karena daun merupakan tempat untuk melakukan proses fotosintesis bagi tanaman kelapa sawit. Jika daun rusak, maka dapat mengganggu keberlangsungan proses fotosintesis yang berdampak pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman kelapa sawit tersebut. Salah satu hama pemakan daun kelapa sawit yang paling rakus adalah S. asigna (Adi, 2015).

Setothosea asigna terdiri atas beberapa genus, semuanya termasuk dalam famili Limacodidae , ordo Lepidoptera atau bangsa ngengat. Ngengat aktif pada senja dan malam hari, sedangkan pada siang hari hinggap di pelepah-

(3)

2.2.1 Taksonomi Hama S. asigna

Hama S. asigna di klasifikasikan sebagai berikut : Phylum : Arthoropoda

Kingdom : Animalia Class : Insecta Ordo : Lepidoptera Family : Limacodidae Genus : Setothosea

Species : Setothosea asigna van Eecke (Dantje dan Sembel, 2010).

2.2.2 Siklus Hidup Hama S. asigna

Setothosea asigna mempunyai siklus hidup 106 - 138 hari. Siklus hidup tergantung pada lokasi dan lingkungan (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Siklus Hidup Hama S. asigna STADIA *LAMA

(HARI) KETERANGAN

Telur 3-8 Jumlah telur 300-400 butir

Larva 61-75 Terdiri dari 9 instar, konsumsi daun 300-500 cm

Pupa 35-45 Habitat di tanah, terdapat di piringan kelapa sawit

Imago 7-10 Jantan lebih kecil dari betina

Total 106-138 Tergantung pada lokasi dan lingkungan (Susanto dan Agus, 2012).

2.2.3 Telur S. asigna

Telur S.asigna berwarna kuning kehijauan, berbentuk oval, sangat tipis dan transparan. Telur diletakkan berderet 3–4 baris sejajar dengan permukaan daun sebelah bawah, biasanya pada pelepah daun ke 6–17. Satu tumpukan telur berisi sekitar 44 butir (Gambar 2.1). Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sekitar 300–400 butir. Telur menetas 4–8 hari setelah diletakkan (Sulistyo,2010).

(4)

Gambar 2.1 Telur S. asigna Sumber : (Susanto dan Agus,2012)

2.2.4 Larva S. asigna

Larva instar 2–3 memakan helaian daun mulai dari ujung kearah bagian pangkal daun. Selama perkembangannya larva mengalami pergantian instar sebanyak 7–8 kali dan mampu menghabiskan helaian daun seluas 400 cm2.

Larva berwarna hijau kekuningan dengan bercak-bercak yang khas dibagian punggungnya. Selain itu dibagian punggung juga dijupai duri-duri yang kokoh.Larva instar terakhir (instar ke-9) berukuran panjang 36 mm dan lebar 14,5 mm. Stadia larva ini berlangsung selama 49-50,3 hari (Gambar 2.2).

Larva berpupa pada permukaan tanah yang relatif gembur di sekitar piringan atau pangkal batang kelapa sawit (Sulistyo,2010).

Gambar 2.2 Larva S. asigna Sumber : Foto pribadi.

(5)

2.2.5 Pupa S. asigna

Pupa diselubungi oleh kokon yang terbuat dari air liur larva, berbentuk bulat telur dan berwarna coklat gelap. Kokon jantan dan betina masing-masing berukuran 16 x 13 mm dan 20 x 16,5 mm (Gambar 2.3 b). Stadia pupa berlangsung selama ± 39,7 hari (Gambar 2.3 a) (Susanto dan Agus,2012).

(a) (b) Gambar 2.3 Pupa dan Kokon

a. Pupa (Susanto dan Agus,2012) b. Kokon (Foto langsung)

2.2.6 Imago S. asigna

Lebar rentangan sayap serangga dewasa (ngengat) jantan ( Gambar 2.4 b) dan betina (Gambar 2.4 a) masing-masing 41 mm dan 51 mm. Sayap depannya berwarna coklat kemerahan dengan garis transparan dan bintik-bintik gelap, sedangkan sayap belakang berwarna coklat muda (Lubis, 2008).

(a) (b) Gambar 2.4 Imago S. asigna Sumber : Susanto dan Agus, 2012.

2.3 Gejala Serangan S. asigna

(6)

Larva dari hama ini menyerang daun kelapa sawit terutama pada daun nomor 9-25 yaitu daun yang memang dalam keadaan aktif dan merupakan hama yang utama di Sumatera Utara. Larva ini sangat rakus, mampu mengonsumsi 300–500 cm daun. Tingkat populasi 5–10 larva/pelepah merupakan populasi kritis (Lubis, 2008).

Serangan S. asigna menyebabkan helaian daun berlubang atau habis sama sekali (Gambar 2.5), sehingga hanya tinggal tulang daun. dalam kondisi yang parah tanaman akan kehilangan daun sekitar 90%. Pada tahun pertama setelah serangan dapat menurunkan produksi sekitar 69% dan sekitar 27% pada tahun kedua. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya dampak serangan S. asigna yang tidak terkendali (Fauzi dkk, 2012).

Untuk dosis yang dianjurkan untuk aplikasi pada larva S.asigna adalah 20 gr dan 30 gr dengan persentase kematian 100 % (Ginting,2015), sedangkan dosis yang dianjurkan pada tanah adalah 20gr (Susanto dan Agus,2012).

Gambar 2.5 Gejala Serangan S. asigna Sumber : Adi, 2015.

2.4 Pengendalian Hama Terpadu (PHT) 2.4.1 Sensus Populasi

Sensus populasi adalah langkah awal di dalam Pengendalian Hama Terpadu (PHT) terhadap UPDKS dan merupakan dasar untuk memutuskan perlu atau tidaknya dilakukan tindakan pengendalian. Sensus atau monitoring

(7)

merupakan kunci keberhasilan pengendalian UPDKS (Sipayung, 1988 dalam Susanto, 2014).

Terdapat dua tahap dalam melakukan sensus dan monitoring hama larva pemakan daun. Pertama disebut pengamatan secara menyeluruh yakni dengan mengambil sampel sebanyak 1 pohon/hektar secara acak sistematis. Kegiatan ini dilakukan rutin setiap bulan. Jika pada tanaman sampel tersebut dijumpai adanya serangan hama, maka sensus ditingkatkan menjadi pengamatan efektif dengan jumlah tanaman sampel menjadi 5 pohon/hektar. Pengamatan efektif dilakukan setap minggu untuk mengetahui populasi hama yang nyata dilapangan (PPKS,2015). Dalam hal ini sensus dilakukan untuk mendapatkan hama S. asigna . Sensus dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a. Pemeriksaan secara menyeluruh (global telling)

Dibuat titik sampel tetap pada tiap blok kelapa sawit dengan jumlah pohon sample sebanyak 1 pohon/ha dan ditentukan secara sistematis dimulai dari pinggir blok, serta ditandai dengan cat. Pada tanaman dewasa yang sudah tinggi untuk menghindari pemotongan pelepah terlalu banyak maka ditetapkan 12 sampel tanaman sekelilingnya pohon sampel atau bergeser menyamping. Untuk tanaman muda atau kurang dari 5 tahun cukup diambil sampel 6 pohon sampel karena pengamatan masih dapat dilakukan dengan cara dikait dengan kayu (Susanto dan Agus, 2012).

b. Pemeriksaan secara Efektif (effective telling)

Sensus efektif dilakukan segera apabila hasil dari sensus global sudah melampaui padat populasi kritis hama UPDKS. Sensus ini hanya dilakukan pada blok-blok yang melebihi padat populasi kritis. Banyak pohon yang di amati adalah 5 pohon/ha. Cara sensus efektif sama dengan cara sensus global. Apabila hasil dari sensus global diketahui bahwa padat populasi sudah melebihi ambang dan sudah menyebar maka sensus efektif tidak perlu dilakukan dan langsung dilakukan tindakan pengendalian (Susanto dan Agus, 2012).

2.4.2 Pengendalian Secara Mekanik

(8)

Pengendalian secara mekanik yaitu dengan cara pengutipan (handpicking) larva S. asiga pada tanaman mulai dari TBM 1 sampai TBM 3. Pengutipan larva dilakukan jika pada hasil pemeriksaan global di TBM terdapat rata-rata 3–5 larva/pelepah. Alat yang digunakan adalah gantolan (galah pengait) dan kantong plastik (Risza dan Suyatno, 2012).

2.4.3 Pengendalian Secara Biologis

Ada banyak musuh alami hama Lepidoptera, beberapa dari musuh alami dapat menginfeksi telur, larva dan pupa S. asigna. Keberhasilan dalam pengendalian biologi oleh musuh alami tergantung pada keberadaan populasi musuh alami yang ada di daerah kelapa sawit. Dampak mereka menekan populasi hama. Di sisi lain, tanaman berbunga sebagai sumber makanan mereka benar-benar bervariasi di perkebunan kelapa sawit. Jika keseimbangan ekosistem terganggu, maka akan memudahkan terjadinya peningkatan populasi hama, sehingga akibatnya terjadi ledakan hama.

Menggunakan bahan kimia yang tidak benar akan merusak ekosistem sehingga akan muncul hama sekunder dan hama menjadi resisten.

Manajemen hama terpadu menjaga keanekaragaman kelimpahan musuh alami di areal kelapa sawit, Antigonon leptopus dan Turnera subulata (Buttercup), tanaman berbunga adalah sumber makanan alternatif yang sesuai untuk musuh alami karena tanaman ini memberikan manfaat dari serbuk sari dan nektar untuk makanan cadangan bagi parasitoid dewasa dan beberapa predator (Saleh, 2017).

Ada 5 famili musuh alami S.asigna yang ditemukan pada tanaman berbunga Antigonon leptopus, Turnera subulata dan Ageratum conyzoides yaitu Pentatomidae, Mantidae, Eulophidae, Icheneumonidae, Tachinidae.

Kelimpahan musuh alami di perkebunan kelapa sawit harus dibantu oleh tanaman berbunga yang menyediakan sumber makanan dari musuh alami.

Nektar, serbuk sari dan air adalah makanan utama parasitoid alami dan predator. Makanan ini diproduksi oleh tanaman berbunga (Saleh, 2017 b).

(9)

2.4.4 Pegendalian Secara Kimiawi

Pada kondisi kepadatan yang sangat tinggi maka aplikasi insektisida kimia terpaksa dilakukan untuk menurunkan populasi UPDKS secara cepat, sehingga tidak terjadi kerugian/kerusakan yang lebih besar. Pada kondisi ini maka digunakan insektisida dengan bahan akif Deltamethrin (Decis 2,5 EC) dengan dosis 250-300 ml/ha.

2.5 Cendawan Cordyceps militaris

2.5.1 Klasifikasi Cendawan C. militaris

Cendawan C. Militaris dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota Kelas : Ascomycetes

Ordo : Claviceps

Famili : Clavicipiceae Genus : Cordyceps

Spesies : Cordyceps militaris Fries

C. militaris dikenal sebagai cendawan entomopatogen yang membentuk badan buah pada serangga inangnya dan dikenal 750 spesies dari cendawan ini. C. militaris merupakan entomopatogen khususnya pada larva dan pupa Lepidoptera (Schgal dan Sagar, 2006).

2.5.2 Gejala Serangan Cendawan C. militaris

Cordyceps militaris dapat menyerang larva instar akhir maupun pupa yang ditandai dengan munculnya miselium berwarna putih dan mengalami mumifikasi. Pupa yang terinfeksi menjadi keras (mumifikasi), berwarna kream sampai coklat muda, miselium berwarna putih membalut tubuh pupa di dalam kokon. Miselium berkembang keluar dinding kokon dan terjadi diferensiasi membentuk rizomorf dengan beberapa cabang, berwarna merah muda. Ujung–ujung rizomorf berdiferensiasi membentuk badan buah berisi peritesia dengan askus dan askospora. Infeksi pertama terjadi pada saat larva tua akan berpupa, tetapi lebih banyak pada fase pupa. Pada kondisi lapangan

(10)

C. militaris tumbuh baik pada tempat-tempat lembab di sekitar piringan kelapa sawit dan di gawangan. Menurut hasil penelitian pupa terinfeksi cukup tinggi dan bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan dan media terutama kelembapan (Purba dkk, 1989).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil perhitungan break even point dari 30 usaha dagang yang menjadi objek penelitian dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan hasil perhitungan break even point untuk

dengan ditentukannya nilai parameter kecepatan, maka nilai parameter waktu yang akan menyesuaikan sesuai parameter diatas, sehingga persamaan circular motion

Saya menjadikan Laptop Acer sebagai pilihan pertama saya dalam memilih Laptop dibandingkan dengan produk lain yang sejenis.. Saya merasa

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam pengajuan Hibah Proposal Program Kreativitas Mahasiswa bidang

Menurut Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tantang Standar Proses, Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang kegiatan pembelajaran tatap muka untuk

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia yang digunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan

Organ tersebut berperan penting pada proses absorpsi cairan yang berasal dari  tubulus seminiferus testis, pematangan, penyimpanan dan penyaluran spermatozoa ke  ductus

Pada stratifikasi ini ada kemungkinan didalam suatu masyarakat terdapat unsur- unsur dari gabungan kedua sifat pelapisan sosial. Misalnya, dalam bidang ekonomi menggunakan