• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

*)

Pusat Pengembangan Energi Nuklir-BATAN 227

**)Pusat Pengembangan Teknologi Keselamatan Nuklir-BATAN

PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM

TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH

Heni Susiati*) dan Pande Made Udiyani**)

ABSTRAK

PEMETAAN SPASIAL KONDISI RADIOAKTIVITAS ALAM TERESTRIAL DI SEMENANJUNG MURIA, JAWA TENGAH. Pemetaan spasial radioaktivitas alam terestrial

telah dilakukan di Semenanjung Muria. Tujuan dari pemetaan ini adalah membangun data tingkat radiasi latar terrestrial Semenanjung Muria, Jawa Tengah, pada radius 80 km dari Ujung Lemah Abang. Lemah Abang adalah lokasi yang diusulkan untuk PLTN pertama di Indonesia. Pemetaan radioaktivitas alam terestrial di Semenanjung Muria diolah dengan menggunakan aplikasi SIG dengan menggunakan program "Arc View". Hal ini berdasarkan data yang dikumpulkan dari pengukuran yang menggunakan detektor survey meter sintilasi NaI (Tl). Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa paparan radiasi Rerata adalah 3,3688 - 11,8772 mikro Rontgen / jam, dosis individu 3. 10-4 - 9.10-4 mSv orang /tahun, dan dosis kolektif adalah 0,8584 - 4,9415 Org.Sv /tahun.

Kata kunci: spasial, radioaktivitas, terestrial, SIG. ABSTRACT

SPATIAL MAPPING OF TERRESTRIAL NATURAL RADIOACTIVITY AT MURIA PENINSULA, CENTRAL JAVA. Spatial mapping of terrestrial natural radioactivity has been

carried out at Muria Peninsula. The objective of this mapping is establishing base line data on the background radiation level of terrestrial Muria Peninsula , Central Java, in the area of 80 km radius from Ujung Lemah Abang. Lemah Abang is the proposed site of the first Indonesian Nuclear Power Plant. Mapping of terrestrial natural radioactivity in Semenanjung Muria was drawn by using the GIS application “Arc View”. This was based on data collected using a NaI(Tl) scintillation detector survey meter. The analysis result showed that averaged radiation exposure was 3,3688 - 11,8772 mikro Rontgen/ hour , individual doses was 3E-4 – 9E-4 mSv/ year, and collective doses was 0,8584 - 4,9415 Man.Sv/ year.

Key words : spatial, radioactivity, terrestrial, GIS.

PENDAHULUAN

Penggunaan data spasial dirasakan semakin diperlukan untuk berbagai keperluan seperti penelitian, pengembangan dan perencanaan wilayah, dan manajemen sumberdaya alam. Pengguna data spasial merasakan minimnya informasi mengenai keberadaan dan ketersediaan data spasial yang dibutuhkan. Penyebaran (diseminasi) data spasial yang selama ini dilakukan menggunakan media yang telah ada yang meliputi media cetak (peta), cd-rom, dan media penyimpanan lainnya dirasakan kurang mencukupi kebutuhan pengguna. Pengguna diharuskan datang dan melihat langsung data tersebut pada tempatnya (data

provider). Hal ini mengurangi mobilitas dan kecepatan dalam memperoleh informasi mengenai data tersebut

Berkaitan dengan setiap pelaksanaan pembangunan nasional di segala bidang harus berwawasan budaya, sosial ekonomi dan lingkungan diperlukan perencanaan yang mantap dengan dukungan data dari berbagal sumber terkait. Untuk itu diperlukan pengolahan dan analisis data yang handal, cepat dan akurat, sehingga dapat dihasilkan informasi sebagai masukan dalam pengambilan keputusan pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Penanganan pengelolaan data untuk keperluan ini diperlukan suatu sistem yang dapat mengelola sekaligus data yang menerangkan lokasi (spatial data) dan juga data yang menerangkan lokasi itu sendiri (attribute

data). Teknologi Sistem Informasi Geografis dibuat dan dirancang untuk memecahkan permasalahan ini[1].

(2)

228

Keputusan Pemerintah Indonesia untuk memasukkan PLTN ke dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2005 – 2025 sebagai energi alternatif untuk memenuhi kebutuhan listrik di Pulau Jawa, Bali dan Madura dapat dipahami karena selain Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) menghasilkan daya listrik yang berlimpah dibandingkan sumber energi lainnya, PLTN adalah juga penghasil energi yang bersih karena tidak mengeluarkan emisi gas-gas beracun ke lingkungan disamping kebutuhan lahan dan pemakaian bahan bakar yang relatif sedikit dibandingkan sumber energi yang lain untuk daya yang sama.

Rencana pembangunan PLTN pertama di Indonesia diharapkan dapat bermanfaat besar bagi masyarakat dan prosesnya dapat berlangsung secara berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan PLTN maupun instalasi pendukungnya tidak boleh lepas dari kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup yakni pelestarian lingkungan dilaksanakan berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan dengan visi pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang.

Telah banyak dilakukan penelitian sehubungan dengan material yang digunakan atau limbah yang dihasilkan mengandung zat radioaktif. Material yang digunakan ataupun limbah yang dihasilkan dari kegiatan tersebut dapat digolongkan sebagai TENORM (Technologically

Enhanced Naturally Occuring Radioactive Materials). Radionuklida yang terkandung di dalam TENORM adalah U-238, Th-232, Th-228 bersama dengan anak luruhnya Ra-226, Ra-228, Rn-222, Rn-220, Pb-210, Po-210, dan K-40. Pemakaian sandblasting pada beberapa industri dan limbah dari industri non nuklir seperti PLT Batubara, Pupuk, ataupun Industri penambangan pasir besi ataupun minyak dll. akan meningkatkan paparan radioaktivitas lingkungan sehingga dapat menimbulkan potensi bahaya paparan baik bagi pekerja, masyarakat sekitar dan lingkungan. Untuk melindungi para pekerja dan anggota masyarakat maka paparannya harus dikontrol[3].

Sehubungan dengan rencana pembangunan PLTN Muria di Jepara dan

telah beroperasinya PLTU Batubara Tanjungjati yang lokasinya tidak jauh (6 km) dari tapak PLTN), base line

radioaktivitas lingkungan terestrial di daerah tersebut perlu diketahui. Kondisi radioaktivitas lingkungan ini sangat diperlukan sebelum PLTN dibangun, apalagi saat ini PLTU Batubara Tanjungjati telah beroperasi[2].

Secara umum, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan dan penggunaan teknologi nuklir selalu memiliki potensi dampak dan risiko radiasi. Sesuai dengan Kepmen Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006 tentang jenis rencana usaha dan/ atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan hidup pada bidang pengembangan Nuklir maka untuk pembangunan instalasi nuklir yang masuk dalam daftar lampiran keputusan tersebut seperti reaktor daya/ PLTN adalah termasuk jenis usaha yang harus dilengkapi dengan AMDAL[4].

Dalam studi AMDAL rencana pembangunan PLTN di Jepara telah banyak dilakukan penelitian untuk mendukung penyusunan database yang berkaitan dengan kondisi rona awal daerah tapak tersebut sebelum proyek PLTN beroperasi. Data yang diperoleh dilakukan evaluasi dengan sistem informasi geografis sehingga informasi yang diperoleh akan lebih sistematis dan informatif karena meliputi cakupan wilayah studi yang cukup luas[2].

Dalam makalah ini disajikan peta radioaktivitas lingkungan terestrial di kabupaten Jepara dan sekitarnya. Dari makalah ini diharapkan dapat diperoleh gambaran tingkat radioaktivitas terestrial. Aplikasi SIG untuk pemetaan radioaktivitas lingkungan akan memberikan informasi yang cukup baik. SIG dengan cakupan lahan yang cukup luas sangat membantu pekerjaan yang erat kaitannya dengan bidang-bidang spasial dan geo-informasi. Dalam kaitannya dengan rencana pembangunan PLTN di Muria maka kondisi radioaktivitas lingkungan perlu dipetakan sejak sebelum proyek PLTN mulai konstruksi. Tujuan dari makalah adalah menyajikan peta tingkat radioaktivitas terestrial berbasis SIG dan dapat digunakan sebagai data pembanding (awal) guna mengetahui dampak pembangunan di masa depan.

(3)

229 Gambar 1. Daerah Penelitian[7]

METODOLOGI

Metode yang digunakan dalam studi ini adalah berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk mengolah data spasial daerah penelitian. Daerah penelitian meliputi daerah Jepara dalam radius 80 km dari calon tapak PLTN Muria seperti pada Gambar 1. Wilayah penelitian mencakup 9 kabupaten yaitu: Kabupaten Jepara, Grobongan, Blora, Rembang, Pati, Kudus, Demak, Semarang, dan Kendal. Jarak radius paling dekat dari tapak adalah Jepara, ke arah timur tapak Kabupaten Rembang dan Blora, ke arah Barat adalah Kabupaten Semarang dan Kendal, dan ke arah Selatan Kabupaten Demak, Kudus dan Pati.

Data dasar yang dimasukkan dalam SIG diperoleh dari 2 (dua) sumber, yaitu data lapangan berupa data dasar paparan radioaktivitas alam pada terestrial dari pengukuran lapangan secara langsung (insitu) menggunakan Carbon Survey

dengan detektor NaI(Tl) [5][6] dan data peta khususnya Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) untuk daerah Jawa Tengah[7].

Kegiatan aplikasi menggunakan beberapa perangkat lunak, yaitu:

- Arc View sebagai alat bantu untuk proses analisis aplikasi spasial (ruang) - Microsoft Word dan Excel sebagai alat dalam penyusunan laporan dan proses perhitungan data atribut.

Tahapan kerja dari proses SIG adalah sebagai berikut:

- Pengumpulan dan pemasukan data - Penyusunan data base

- Analisis

- Penerapan aplikasi dan produk keluaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian diperoleh data paparan radioaktivitas alam total yang ditampilkan pada Tabel 1. Dari data Tabel 1, paparan radiasi terbesar dari 9 kabupaten daerah penelitian adalah Jepara, dan paparan radiasi kabupaten lainnya dengan urutan dari terbesar ke terkecil sebagai berikut: Jepara > Pati > Demak > Kudus > Rembang > Blora > Grobogan > Semarang > Kendal.

(4)

230

Tabel 1. Paparan Radioaktivitas Alam di Kabupaten Jepara dan Radius 80 km

Kabupaten Paparan (µR/ jam) Dosis Individu (Sv/ tahun) Dosis Kolektif (mSv orang/ tahun)

Min. Maks. Rerata Min Maks Rerata Min. Maks. Rerata Jepara 8,259 14,211 11,877 0,6 1,1 0,9 0,318 15,139 4,941 Kudus 5,283 11,634 9,193 0,4 0,9 0,7 0,318 10,093 3,880 Pati 4,162 13,878 9,202 0,3 1,1 0,7 0,329 8,945 2,081 Rembang 5,162 9,891 7,513 0,4 0,8 0,6 0,114 4,899 1,181 Grobogan 3,121 8,955 6,244 0,2 0,7 0,5 0,507 10,222 2,018 Blora 3,191 8,994 5,149 0,2 0,7 0,4 0,141 2,349 0,858 Demak 4,717 11,971 7,207 0,4 0,9 0,6 0,634 12,164 2,237 Kendal 2,899 4,117 3,368 0,2 0,3 0,3 0,266 1,914 0,946 Semarang 4,524 6,914 5,411 0,3 0,5 0,4 0,238 14,803 3,653

Radiasi alamiah memberikan sumbangan yang terbesar pada penerimaan radiasi oleh manusia. Unscear 1988 melaporkan bahwa Rerata setiap orang di dunia menerima dosis radiasi alamiah sebesar 2,4 mSv/ tahun (setara dengan 4 µR/jam). Penerimaan dari radiasi alam mencapai ± 76,58 % dari penerimaan total radiasi yang diterima manusia. Dosis serapan Rerata yang berasal dari bumi akibat penyinaran radiasi alam adalah sebesar 4 µR/jam untuk paparan radiasi gamma[8][9]. Paparan radiasi tertinggi 14,2110 µR/ jam setara dengan 1,09052 mSv/ tahun di daerah Sekuro, Srobyong, Sumawal, Kecamatan Mlonggo, dan Kecamatan Batealit di Kabupaten Jepara, dan paparan yang hampir sama terdapat di kabupaten Kudus, Demak, dan Pati. Paparan radiasi terendah 2,1428 µR/ jam setara dengan 0,16443 mSv/ tahun. Paparan Rerata 7.9414 ± 2.6941 µR/ jam setara dengan 0,6094 mSv/ tahun, lebih rendah dari batasan paparan yang ditetapkan untuk masyarakat umum sebesar 5 mSv/ tahun (BAPETEN, 1999)[10].

Data dosis kolektif Rerata yang diperoleh dari perhitungan dari banyaknya paparan radiasi yang dikalikan dengan data penduduk, diperoleh data dengan urutan dari terbesar ke terkecil dengan urutan sebagai berikut: Jepara > Kudus > Semarang > Demak > Pati > Grobogan > Rembang > Kendal > Blora. Jadi besarnya dosis kolektif selain tergantung pada besarnya paparan radiasi, besarnya jumlah penduduk juga sangat menentukan. Dari hasil pengukuran

paparan radiasi, Semarang menempati urutan ke delapan namun karena jumlah penduduknya cukup besar, besarnya dosis kolektif menempati urutan ke tiga.

Berdasarkan pengolahan data berbasis SIG seperti yang tercantum di atas maka diperoleh hasil daerah dengan konsentrasi radioaktif dalam bentuk peta distribusi paparan yang dapat ditampilkan Gambar 2. sebagai berikut:

Secara visual berdasarkan peta spasial dari pengolahan data paparan radioaktivitas terestrial menunjukkan bahwa Rerata konsentrasi radioaktivitas terestrial di daerah sebelah Utara Gunung Muria adalah lebih tinggi daripada kondisi radioaktivitas terestrial di daerah sebelah Selatannya. Namun demikian hasil pengukuran dan analisis terhadap radioaktivitas lingkungan di daerah calon tapak PLTN Jepara (sampai radius 80 km), yang meliputi sembilan Kabupaten di Jawa Tengah menghasilkan tingkat radioaktivitas di bawah batas yang diijinkan oleh BAPETEN sebagai badan regulator tenaga nuklir di Indonesia[10].

Hasil pemetaan distribusi konsentrasi paparan radioaktivitas lingkungan terestrial tersebut dapat menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan dalam program pembangunan PLTN di Indonesia.

(5)

231 Gambar 2.a

Gambar 2. b. Paparan (mikro R/ jam)

0 - 5 5 - 9 9 - 11 11 - 13 13 - 14 14 - 15

Jumlah Penduduk (orang) 0 - 5000 5000 - 7000 7000 - 8000 8000 - 10000 10000 - 15000 15000 - 20000 20000 - 27000 27000 - 34000

U

U

(6)

232

Gambar 2.c

Gambar 2.d

Gambar 2. Peta Tingkat Radioaktivitas Alam dan Distribusi Penduduk

di Daerah Kabupaten Jepara dan sekitarnya Dosis Individu (mSv/ tahun)

0 - 0.0007 0.0007 - 0.0008 0.0008 - 0.0009 0.0009 - 0.001 0.001 - 0.0015 0.0015 - 0.002

Dosis Kolektif (mSv/ tahun) 0 - 4 4 - 7 7 - 10 10 - 12 12 - 14 14 - 16

U

U

(7)

233

Pengukuran radioaktivitas lingkungan meliputi konsentrasi zat radioaktif alam yang terdapat di suatu daerah, yang mencakup sinar kosmik dan bahan radioaktif yang dikandung kerak bumi. Pencemaran yang berasal dari sumber alami ini, juga akibat kegiatan manusia yang menyebabkan terlepasnya ke lingkungan. Radioaktivitas alam di lingkungan dipengaruhi oleh tiga nuklida radioaktif alam yang terkandung di kerak bumi yaitu Th-232 dan U-238 beserta nuklida turunannya, serta nuklida K-40. Waktu paruh nuklida ini sangat panjang, sehingga akan selalu ada di muka bumi.

Penggunaan lahan untuk hutan mempunyai konsentrasi dan paparan radiasi terendah, karena dari sektor ini paparan dan konsentrasi hanya berasal dari alam[11]. Kegiatan industri menghasilkan paparan radiasi tergantung dari jenis industri dan penggunaan bahan bakarnya. Pemakaian

sandblasting pada beberapa industri dan limbah dari industri non nuklir seperti PLT Batubara, pupuk, ataupun industri penambangan pasir besi ataupun minyak dll. akan meningkatkan paparan radioaktif lingkungan sehingga dapat menimbulkan potensi bahaya paparan baik bagi pekerja, masyarakat sekitar dan lingkungan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, yang salah satunya menyimpulkan bahwa radioaktivitas alam mempunyai korelasi yang erat dengan keadaan geologi setempat, dan penggunaan lahan oleh manusia[11], maka data paparan radioaktivitas ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui aspek-aspek rona lingkungan awal dalam rencana pembangunan PLTN di Muria. Data ini juga dapat digunakan sebagai data pembanding dalam melakukan evaluasi terhadap kondisi radioaktivitas lingkungan di kemudian hari.

Secara visual berdasarkan peta spasial dari pengolahan data paparan radioaktivitas terestrial menunjukkan bahwa Rerata konsentrasi radioaktivitas terestrial di daerah sebelah Utara Gunung Muria adalah lebih tinggi daripada kondisi radioaktivitas terestrial di daerah sebelah Selatannya. Namun demikian hasil pengukuran dan analisis terhadap radioaktivitas lingkungan di daerah calon tapak PLTN Jepara (sampai radius 80 km), yang meliputi sembilan Kabupaten di Jawa Tengah menghasilkan

tingkat radioaktivitas di bawah batas yang diijinkan oleh BAPETEN sebagai badan regulator tenaga nuklir di Indonesia[10].

Hasil pemetaan distribusi konsentrasi paparan radioaktivitas lingkungan terestrial tersebut dapat menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan dalam program pembangunan PLTN di Indonesia.

Pengukuran radioaktivitas lingkungan meliputi konsentrasi zat radioaktif alam yang terdapat di suatu daerah, yang mencakup sinar kosmik dan bahan radioaktif yang dikandung kerak bumi. Pencemaran yang berasal dari sumber alami ini, juga akibat kegiatan manusia yang menyebabkan terlepasnya ke lingkungan. Radioaktivitas alam di lingkungan dipengaruhi oleh tiga nuklida radioaktif alam yang terkandung di kerak bumi yaitu Th-232 dan U-238 beserta nuklida turunannya, serta nuklida K-40. Waktu paruh nuklida ini sangat panjang, sehingga akan selalu ada di muka bumi.

Penggunaan lahan untuk hutan mempunyai konsentrasi dan paparan radiasi terendah, karena dari sektor ini paparan dan konsentrasi hanya berasal dari alam[11]. Kegiatan industri menghasilkan paparan radiasi tergantung dari jenis industri dan penggunaan bahan bakarnya. Pemakaian

sandblasting pada beberapa industri dan limbah dari industri non nuklir seperti PLT Batubara, pupuk, ataupun industri penambangan pasir besi ataupun minyak dll. akan meningkatkan paparan radioaktif lingkungan sehingga dapat menimbulkan potensi bahaya paparan baik bagi pekerja, masyarakat sekitar dan lingkungan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, yang salah satunya menyimpulkan bahwa radioaktivitas alam mempunyai korelasi yang erat dengan keadaan geologi setempat, dan penggunaan lahan oleh manusia[11], maka data paparan radioaktivitas ini dapat digunakan sebagai dasar untuk mengetahui aspek-aspek rona lingkungan awal dalam rencana pembangunan PLTN di Muria. Data ini juga dapat digunakan sebagai data pembanding dalam melakukan evaluasi terhadap kondisi radioaktivitas lingkungan di kemudian hari.

(8)

234

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis aplikasi Sistem Informasi Geografis, maka dapat disimpulkan:

- Teknologi SIG merupakan alat bantu penting dalam pelaksanaan pemetaan secara spasial hasil penelitian yang mencakup daerah yang sangat luas. - Tingkat radioaktivitas di daerah sebelah

Utara Gunung Muria memiliki tingkat konsentrasi lebih besar dibanding wilayah sebelah Selatan Gunung Muria. - Data spasial kondisi radioaktivitas ini

sangat penting sebagai instrumen dalam melakukan monitoring kondisi lingkungan dan membantu pengambilan keputusan dalam merencanakan

DAFTAR PUSTAKA

1. WIJARNAKO, A., Aplikasi SIG, BAKOSURTANAL, 2005.

2. SUSIATI, H., YARIANTO SBS., MAURITZ LT., Aplikasi SIG dalam Evaluasi Dampak Lingkungan Rencana Pembangunan PLTN di Ujung Lemahabang, Muria Jepara, Prosiding Seminar Nasional Diversifikasi Sumber Energi untuk Mendukung Kemajuan Industri dan Sistem Kelistrikan Nasional, Jurusan Teknik UNS, ISBN 979-498-333-0, Surakarta, 2007. 3. FIRNANDUS, D., FITRIA SANDRA,

dan VERONIKA TUKA, Penentuan

Risko Radiologik dari Kegiatan Sandblasting, Prosiding Seminar Keselamatan 2007 BAPETEN, ISSN ANONIM, Kepmen Lingkungan Hidup No. 11 Tahun 2006.

4. PANDE, M. U., Sebaran Zat Radioaktif di Lingkungan dan Hubungannya dengan perilaku petani dalam penggunaan pupuk di Pulau jawa, Disertasi, IPB, Bogor, 2002. 5. AHMAD, TR., Environmental

Terresterial Gamma Radiation Dose and Its Relationship with Soil

6. Type and Underlying Geological Formations in Perufian District, Malaya, J Appl. Radiat. Isot., 1997. 7. ANONIM. Peta Rupa Bumi Jawa

Tengah (Bakosurtanal), 2002.

8. EISENBUD M., The Natural Radiation Environment. Health Physic. Rad. Protect. J. , 1993.

9. THAYIB, M.H., Radioekologi, Pusat Pendidikan dan Latihan, Badan Tenaga Atom Nasional, Jakarta, 1992.

10. ANONIM, Ketentuan Keselamatan Kerja, SK No.1/ 1999 Ka. BAPETEN, Jakarta, 1999.

11. PANDE, M. U., Analisis Cluster Terhadap Radioaktivitas Alam Tapak Reaktor dan Instalai Nuklir di Pulau Jawa, Prosiding Seminar Nasional ke – 13 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir, ISSN: 0854-2910, Jakarta, 2007.

Gambar

Tabel 1. Paparan Radioaktivitas Alam di Kabupaten Jepara dan Radius 80 km

Referensi

Dokumen terkait

Terhadap tuduhan al-Ghazali, bahwa Tuhan tidak mengetahui princian yang ada dalam alam ini, Ibn Rusyd mengatakan bahwa al- Ghazali salah paham, karena tidak pernah kaum filosof

Peristiwa terpanen dan terangkutnya empty bunch hingga ke PKS terjadi karena rotasi panen yang tinggi (≥6/9) sehingga buah matang pada tanaman kelapa sawit

Judul Skripsi : Naskah Drama Bengkel Ban Bakri karya Trisno Santoso (Kajian Strukturalisme Genetik dan Nilai Pendidikan Karakter serta Relevansinya sebagai Alternatif

Senyum mandiri merupakan program yang bertransformasi menjadi mandiri untuk kembali memandirikan merupakan sebuah rangkaian proses dari pemberdayaan masyarakat. Anda dapat

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Tri Tunggal Maha Kudus, Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus karena atas berkat, hikmat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat

Hasil pengujian pada hipotesis kedua (H2) dapat kita lihat pada tabel path coefficient dengan nilai p values memiliki besaran nilai 0.000, nilai tersebut lebih kecil dari

INVESTMENTS (MAURITIUS) LIMITED, qualitate qua (q.q.) Saudara ROBERT BUDI HARTONO dan Saudara BAMBANG HARTONO, selaku pemegang saham mayoritas BCA pada saat ini, untuk

Langkah-langkah yang wajar diambil oleh orang Melayu bagi menghadapi dasar ekonomi British yang.. meminggirkan