1
Bonyta Ruth H.
090406091
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berfalsafah “Bhineka Tunggal Ika” yang
menggambarkan bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa dan budaya
yang masing-masing memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri, dan tersebar di
penjuru Nusantara. Semua keragaman budaya tersebut merupakan kekayaan
bangsa Indonesia yang tidak ternilai harganya. Namun, perkembangan globalisasi
yang semakin cepat pun membawa tantangan-tantangan baru bagi bangsa-bangsa
di dunia, termasuk Indonesia yang merupakan salah satu negara berkembang yang
sedang mengalami transisi dari masyarakat tradisional-agraris ke masyarakat
industri modern.
Hal tersebut dapat dilihat dari segi arsitektur tradisional sebagai salah satu
wujud kebudayaan di suatu wilayah Indonesia yang bertumpu pada adat-istiadat
dan kepercayaan yang diyakininya. Pada beberapa kawasan pedesaan,
penduduknya masih menghuni rumah-rumah tradisional. Tetapi seiring perubahan
yang sangat cepat tersebut, pengaruh modernisasi merasuki pola hidup penduduk
desa, sehingga muncullah rumah-rumah bergaya modern yang menyebabkan
lingkungan pedesaan tersebut kehilangan identitas tradisionalnya. Akibatnya, timbul
kekhawatiran serius akan terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya yang mengarah
pada krisis identitas budaya bangsa.
Padahal, dengan mengenal arsitektur tradisional dan latar belakang budayanya,
diharapkan nilai-nilai tradisi yang hakiki akan terus berkembang sebagai bagian
Gambar 1.1 Rumah Tradisional di Pedesaan
Sumber : Hasil Survey
Gambar 1.2 Rumah Modern di Pedesaan (tanpa memperhatikan arsitektur tradisional sekitarnya)
atau wujud kebudayaan dari bangsa. Selain itu, pemahaman hakiki terhadap tradisi
dan kebesaran budaya masa silam dapat membimbing kita untuk menemukan
kembali jati diri yang sejati. Karena perencanaan bangunan apa pun yang
menerapkan prinsip-prinsip dasar arsitektur tradisional akan memberi warna dan
nuansa yang bercirikan kepribadian Indonesia.
Selain itu, arus globalisasi juga memberikan dampak pada bidang pariwisata
suatu kawasan maupun kota, karena setiap kawasan/kota memiliki karakter, ciri
khas, maupun jati diri tersendiri yang terefleksi dari sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni yang dapat diangkat
melalui bidang pariwisata. Karena dalam perkembangan dunia kepariwisataan,
budaya merupakan salah satu hal yang menjadi daya tarik orang melakukan
kegiatan wisata, di samping daya tarik yang lain seperti alam, bahkan wisata belanja
dan kuliner.
Dengan adanya sektor pariwisata, dapat membawa angin segar bagi
kehidupan kebudayaan. Konsep dasar pariwisata budaya dimaksudkan untuk
menyelamatkan segala bentuk kebudayaan lama materiil dan spiritual dari
kepunahan dengan mengutamakan keseluruhan budaya. Dengan pelestarian
kekayaan warisan budaya, dapat dimanfaatkan untuk menunjang dunia
kepariwisataan. Jika dilihat dari aspek seni dan budaya, maka peran seni dan
budaya tersebut juga sangat penting bagi kepariwisataan.
Dunia kepariwisataan dapat mewujudkan upaya-upaya pengembangan
kebudayaan. Hal ini disebabkan karena memang upaya-upaya pengembangan
suatu kebudayaan ada yang terkait langsung dengan aspek ekonomi, yaitu
pendapatan daerah dan devisa negara dari banyaknya jumlah kunjungan wisatawan
domestik dan mancanegara. Saat ini, pemerintah Indonesia mengadakan program
“Visit Indonesia” untuk menarik minat wisatawan tersebut melalui berbagai event (termasuk wisata budaya) yang diadakan di berbagai pelosok Indonesia. Oleh
sebab itu, upaya pelestarian kebudayaan dan kepariwisataan juga dikaitkan dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam hal ini, salah satu daerah yang memiliki warisan budaya yang dapat
dijadikan objek tujuan wisata budaya di Indonesia, khususnya Sumatera Utara
3
Bonyta Ruth H.
090406091
Batak Toba. Warisan budaya di Kabupaten Samosir dapat dilihat mulai dari potensi
alam lingkungan, adat istiadat, upacara ritual, sakral dan sekuler, peninggalan
sejarah, sistem pengetahuan tradisional, senjata tradisional, tempat-tempat
bersejarah, arsitektur tradisional, serta seni dan budaya Batak Toba, yang
semuanya itu merupakan sumber daya dan modal yang besar bagi sektor
pariwisata daerah tersebut.
Namun, sumber daya dan modal dari segi budaya seperti koleksi artefak
kuno yang tersisa di tanah Batak Sumatera Utara ini hanya 10% saja, 90%
peninggalan tersebut berada di luar negeri, yaitu di Belanda, Jerman, dan Inggris
yang dikuasai oleh kolektor ataupun peneliti. Hal ini dikarenakan artefak kuno
tersebut dibawa oleh para penjajah ke negara asalnya ketika masa penjajahan dulu.
Selain itu, kurangnya kepedulian masyarakat terhadap peninggalan bersejarah ini
mengakibatkan budaya asli tanah air diklaim sebagai budaya negara lain. Karena
itu, pelestarian budaya sangat diperlukan, sehingga kebanggaan masyarakat akan
keagungan budaya masa lampau dapat dibangkitkan kembali dan dapat mendorong
masyarakat untuk menghargai kembali jati dirinya, terutama bagi generasi muda.
Sesuai dengan visinya, “Samosir menjadi daerah tujuan wisata lingkungan
yang inovatif 2015”, akhir-akhir ini semakin diminati oleh para wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestik. Hal ini diketahui dari adanya
peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahun ke daerah ini, hingga
mencapai 132.629 orang pada tahun 2011, yaitu terdiri dari 109.897 wisatawan
domestik (82.86%) dan 22.732 wisatawan mancanegara (17.14%)1, yang dapat
dilihat pada tabel kunjungan wisatawan ke Kabupaten Samosir.
Tahun
Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Samosir
Tabel 1.1 Perkembangan Jumah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Samosir
(Sumber : Samosir Dalam Angka 2012)
Dengan adanya peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahunnya,
objek wisata di Samosir ini harusnya dapat memadai dan mengakomodasi
1
kebutuhan wisata tersebut. Sayangnya, belum semua objek wisata di Samosir ini
dikembangkan dan masih ada yang belum memiliki infrastruktur, sarana dan
prasarana yang baik. Selain itu, walau sudah memiliki banyak objek wisata alam
dan budaya, objek wisata tersebut justru kurang diperhatikan dan mendapatkan
perawatan. Bisa dikatakan objek wisata tersebut hanya dimanfaatkan untuk
kepentingan ekonomi, tetapi kurang pelestarian dan perawatannya. Salah satunya
adalah Museum Huta Bolon di Simanindo merupakan objek wisata budaya yang
diminati di Kecamatan Simanindo, tetapi kurang mendapatkan perawatan.
Museum Huta Bolon Simanindo dijadikan museum terbuka (open air
museum) sejak 1969 dan diresmikan pada tahun 1971. Museum ini adalah warisan
rumah adat Raja Sidahuruk (yang ditunjuk untuk mengepalai nagari oleh Belanda)
yang sekarang dikelola oleh Yayasan Bolon Simanindo yang dipimpin RPH
Sidahuruk (keturunan Raja Sidahuruk). Pada kawasan ini terdapat museum/galeri
perkakas peninggalan budaya Batak, makam Raja Sidahuruk, solu bolon (perahu
yang digunakan Raja Sidahuruk), area pertunjukan tarian Batak dan ritual
Mangalahat Horbo (pemotongan kerbau), dan replika perkampungan Batak
(rumah-rumah Raja Sidahuruk dan Sopo). Pertunjukan yang diadakan di museum ini berupa
pertunjukan tari Tor-tor Sigale-gale yang diringi oleh gondang Batak dan ritual
pemotongan kerbau. Pertunjukan tersebut diadakan dua kali sehari pada hari Senin
s/d Sabtu pukul 10.30 - 11.45 WIB dan 11.45 - 12.10 WIB, sedangkan pada hari
Minggu hanya ada satu kali pertunjukan pada ukul 11.45 - 12.30 WIB.
Gambar 1.3 Museum Indoor/Galeri Perkakas Peninggalan Budaya Batak
Gambar 1.4 Makam Raja Sidahuruk
5
Bonyta Ruth H.
090406091
Walaupun disebut sebagai museum, namun koleksi pada museum hanya
sedikit, dan rumah-rumah tradisional serta sopo (tempat penyimpanan padi) yang
ada pada replika perkampungan Batak Toba tersebut sudah mulai rapuh dan tidak
dirawat, bahkan salah satu sopo sudah rubuh. Padahal, museum ini merupakan
tujuan wisata budaya yang sering dikunjungi oleh wisatawan domestik dan
mancanegara. Museum ini juga memiliki dermaga untuk kapal wisata sendiri dan
dekat dengan dermaga Simanindo sebagai salah satu dermaga penyeberangan dari
kota Parapat maupun Tiga Ras, Simalungun. Selain itu, terdapat beberapa
penginapan dari kelas melati hingga hotel berbintang yang jaraknya ± 2 km.
Keadaan museum yang kurang terawat ini sangat disayangkan, padahal sudah
didukung dengan sarana dan prasarana yang baik.
Oleh karena itu, muncul sebuah pemikiran untuk merancang kembali sebuah
kawasan kebudayaan dengan konsep wisata untuk mengakomodasi kebutuhan
akan tempat wisata budaya di Kabupaten Samosir, khususnya di Kecamatan
Simanindo, yaitu “Pengembangan Museum Huta Bolon Simanindo” sebagai
tempat yang tidak hanya berfungsi sebagai pusat informasi budaya dan bersifat
rekreatif, tetapi juga mampu menciptakan generasi muda yang paham dan bangga
Gambar 1.9 Sopo yang Rusak dan Kurang Perawatan
Sumber : Hasil Survey Gambar 1.8 Rumah Rapuh
Karena Kurang Perawatan Sumber : Hasil Survey
Gambar 1.6 Rumah Bolon (Warisan Rumah Adat Raja Sidahuruk)
Sumber : Hasil Survey
akan kebudayaannya sendiri. Pengembangan Museum Huta Bolon Simanindo ini
nantinya direncanakan akan dikelola oleh pihak Yayasan Bolon Simanindo sebagai
pemilik dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Samosir sebagai salah
satu penyandang dana, sehingga museum ini dapat berkembang tidak hanya dari
segi fungsional tetapi juga dari segi ekonomis.
Adapun beberapa pertimbangan yang melatarbelakangi kasus ini, antara lain:
1) Arus globalisasi yang sangat cepat merusak lingkungan kebudayaan
2) Membangkitkan kepedulian masyarakat dan generasi muda akan kebudayaan
asli Indonesia, khususnya Batak Toba.
3) Melestarikan kebudayaan Batak Toba dan mewadahi serta memfasilitasi
kawasan wisata budaya di Kabupaten Samosir.
4) Meningkatkan kunjungan wisata sesuai dengan program pariwisata
pemerintah Kabupaten Samosir dan program kunjungan wisata “Visit Indonesia” oleh pemerintah Indonesia.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari perencanaan dan perancangan wisata budaya “Pengembangan
Museum Huta Bolon Simanindo” di Kabupaten Samosir, khususnya Kecamatan Simanindo adalah sebagai perwujudan kepedulian terhadap keagungan
kebudayaan masa silam yang harusnya dirawat dan dilestarikan serta untuk
menyadarkan masyarakat Indonesia yang terbuai akan arus globalisasi/modernisasi
terutama bagi para generasi muda sebagai penerus bangsa yang harusnya terlebih
dahulu mengetahui dan memiliki jati diri bangsa Indonesia. Tujuan dari
“Pengembangan Museum Huta Bolon Simanindo” ini adalah :
Menumbuhkembangkan rasa kecintaan masyarakat terhadadap kebudayaan
bangsa Indonesia pada umumnya, serta masyarakat dan generasi muda Batak
Toba pada khususnya
Menyediakan suatu tempat yang bersifat cultural-rekreatif-edukatif
Merancang kembali dan menyediakan wadah sebagai tempat untuk mempelajari
mengenai kebudayaan Batak Toba, sekaligus merasakan pengalaman akan
budaya Batak Toba
Merencanakan dan merancang suatu lingkungan dan bangunan dengan fasilitas
yang menarik yang dapat mendukung aktifitas wisata budaya di dalamnya.
7
Bonyta Ruth H.
090406091
1.3 Masalah PerancanganBeberapa permasalahan yang timbul dalam perancangan “Pengembangan
Museum Huta Bolon Simanindo”, antara lain:
Bagaimana merancang lingkungan dan bangunan yang sesuai dengan judul
yang diangkat dan maksud tujuan yang ingin dicapai demi menunjang
keberadaan fungsi bangunan sesuai dengan kasus proyek.
Bagaimana memahami dan menerapkan tema yang dipilih dan mewujudkannya pada lingkungan dan bangunan melalui proses perancangan.
Bagaimana memilih material dan struktur yang tepat dan mampu mendukung
bangunan baik bentuk maupun kekuatannya.
1.4 Pendekatan
Beberapa pendekatan masalah yang dapat dilakukan untuk pemecahan
masalah dalam proses perancangan “Pengembangan Museum Huta Bolon
Simanindo” ini adalah :
Studi Literatur. Studi pustaka atau studi literatur yang berkaitan langsung
dengan judul dan tema yang dipilih untuk mendapatkan informasi dan bahan
berupa literatur yang sesuai dengan materi laporan, yang berguna untuk
memperkuat fakta secara ilmiah.
Studi Banding. Studi banding terhadap proyek dan tema sejenis dengan
melakukan pendekatan perancangan dengan melihat keadaan yang sudah ada,
sumber dapat berupa buku, majalah, internet dan sebagainya.
Studi Lapangan. Studi lapangan mengenai kondisi sekitar site/lokasi
perancangan dan lingkungan fisik yang berhubungan dengan kasus proyek
untuk mendapatkan data-data yang akurat dari lokasi perancangan.
Wawancara. Wawancara dengan instansi terkait atau orang-orang yang
dianggap ahli dan mengetahui tentang kasus dan tema yang diangkat untuk
pengenalan masalah dan dapat menghasilkan kriteria umum bagi perancangan
1.5 Ruang Lingkup/Batasan
Lingkup yang menjadi batasan dalam merancang “Pengembangan Museum
Huta Bolon Simanindo” adalah sebagai berikut :
Seluruh aspek fisik yang berhubungan dengan pembahasan dan perancangan
mengenai bangunan sarana wisata budaya yang menyangkut lingkungan tapak,
massa bangunan, dan pembentukan ruang.
Perencanaan fasilitas wisata budaya yang disertai fasilitas pendukungnya yang akan dirancang hanya menawarkan keberadaan budaya Batak Toba yang
diberikan dalam bentuk edutainment (education-entertainment).
Fasilitas yang ditawarkan dalam proyek ini hanya terbatas sarana peragaan,
pertunjukan atau bahkan pengamatan secara langsung dengan prinsip
visualisasi dan interaktif.
Teknologi yang diterapkan pada bangunan yang efisien, tepat guna, yang sangat berhubungan dengan teknologi yang digunakan pada kebudayaan Batak
Toba.
1.6 Asumsi
Karena kasus proyek bersifat fiktif, maka diperlukan beberapa asumsi
sebagai dasar perencanaan dan perancangan yaitu :
Diasumsikan pihak swasta (pemilik) dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
pemerintah daerah Kabupaten Samosir saling bekerja sama, dengan
penekanan lingkungan dan bangunan yang mewadahi kegiatan kebudayaan
yang bersifat rekreatif.
Diasumsikan bahwa keberadaan sosial budaya masyarakat sangat mendukung
terhadap proyek ini.
Diasumsikan bahwa perekonomian di Indonesia khususnya Kabupaten Samosir,
Sumatera Utara berada dalam kondisi normal sehingga dapat mendukung
9
Arus globalisasi yang sangat cepat merusak lingkungan kebudayaan
Membangkitkan kepedulian masyarakat dan generasi muda akan kebudayaan asli Indonesia, khususnya Batak Toba.
Melestarikan kebudayaan Batak Toba dan mewadahi serta memfasilitasi kawasan wisata budaya di Kabupaten Samosir.
Meningkatkan kunjungan wisata sesuai dengan program pariwisata pemerintah Kabupaten Samosir dan program kunjungan
wisata “Visit Indonesia” oleh pemerintah Indonesia.
Analisa Fungsional (Analisa Non Fisik)
Pengguna, alur kegiatan, dll.
Programming
Program ruang dalam dan ruang luar.
Judul Proyek
Judul Perancangan : Pengembangan Museum Huta Bolon Simanindo
Tema Perancangan : Arsitektur Neo-Vernakular
Permasalahan
Bagaimana merancang lingkungan dan bangunan yang sesuai dengan judul yang diangkat dan maksud tujuan yang ingin dicapai demi menunjang keberadaan fungsi bangunan sesuai dengan kasus proyek.
Bagaimana memahami dan menerapkan tema yang dipilih dan mewujudkannya pada lingkungan dan bangunan melalui proses perancangan.
Bagaimana memilih material dan struktur yang tepat dan mampu mendukung bangunan baik bentuk maupun kekuatannya.
Konsep
Konsep ruang luar, ruang dalam, massa, tema, struktur, dan utilitas.
Pra Perancangan
Pendekatan teori arsitektur
Pendekatan teori tema yang digunakan.
Final Design Maksud & Tujuan
Sebagai perwujudan kepedulian terhadap keagungan kebudayaan masa silam serta untuk menyadarkan masyarakat Indonesia yang terbuai akan arus globalisasi/modernisasi terutama bagi para generasi muda sebagai penerus bangsa yang harusnya terlebih dahulu mengetahui dan memiliki jati diri bangsa Indonesia.
Menumbuhkembangkan rasa kecintaan masyarakat terhadadap kebudayaan bangsa Indonesia pada umumnya, serta masyarakat dan generasi muda Batak Toba pada khususnya.
Menyediakan suatu tempat yang bersifat cultural-rekreatif-edukatif.
Merancang kembali dan menyediakan wadah sebagai tempat untuk mempelajari mengenai kebudayaan Batak Toba, sekaligus merasakan pengalaman akan budaya Batak Toba
Merencanakan dan merancang suatu lingkungan dan bangunan dengan fasilitas yang menarik yang dapat mendukung aktifitas wisata budaya di dalamnya, serta menjadikan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Samosir.
1.8 Sistematika Laporan
Adapun sistematika penulisan laporan ini adalah :
BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang pemilihan kasus proyek,
maksud dan tujuan dari kasus serta permasalahan yang dihadapi dalam
perancangan.
BAB II. DESKRIPSI PROYEK
Pembahasan pada bab ini dititikberatkan pada pengenalan dan pendalaman
tentang kasus proyek yang mengacu pada kebutuhan ruang berdasarkan studi
kasus fungsi sejenis dan pengenalan lokasi proyek yang direncanakan.
BAB III. ELABORASI TEMA
Pada bab ini akan dijabarkan pengertian tentang tema, beberapa tinjauan teoritis
yang mendukung penjabaran tema yang dipilih, dan interpretasi terhadap tema,
serta studi kasus dengan tema sejenis.
BAB IV. ANALISA PERANCANGAN
Bab ini berisikan tentang analisa terhadap fungsi yang meliputi organisasi ruang,
kebutuhan ruang, program ruang dan persyaratan teknis dari ruang yang
direncanakan serta analisa dan penerapan tema terhadap lingkungan pada site
terpilih.
BAB V. KONSEP PERANCANGAN
Pada bab ini diuraikan mengenai hasil analisis komprehensif yang digunakan
sebagai alternatif pemecahan masalah dan konsep dasar perancangan tapak dan
bangunan.
BAB VI. HASIL RANCANGAN
Pada bab ini akan dilampirkan peta situasi, gambar-gambar pra rancangan serta
foto-foto gambar dan maket.