• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 6.1 Salah Satu Lokasi Permukiman Kumuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Gambar 6.1 Salah Satu Lokasi Permukiman Kumuh"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

Bab 6

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

6.1 PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan. Kegiatan pengembangan permukiman di Kota Jayapura terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh, sedangkan untuk pengembangan kawasan perdesaan terdiri dari pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat pertumbuhan, serta desa tertinggal.

(2)

6.1.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan 6.1.1.1 Arah Kebijakan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada peraturan- perundangan, meliputi:

• Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Arahan RPJMN Tahap III (2015 - 2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

• Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f) • Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Pasal 15 mengamanatkan

bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

• Peraturan Presiden No.15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

• Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

(3)

permukiman maka UU No. 1 Tahun 2011 mengamanatkan tugas dan wewenang sebagai berikut:

a. Tugas Pemerintah Pusat

 Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

 Merumuskan dan menetapkan kebijakan nasional tentang penyediaan KASIBA dan LISIBA;  Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan

kawasan permukiman;

 Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan; kebijakan nasional penyediaan rumah dan pengembangan lingkungan hunian dan kawasan permukiman; dan

 Memfasilitasi pelaksanaan kebijakan dan strategi pada tingkat nasional.

b. Tugas Pemerintah Provinsi

 Merumuskan dan menetapkan kebijakan dan strategi pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan nasional;  Merumuskan dan menetapkan kebijakan penyediaan KASIBA dan LISIBA lintas

kabupaten/kota;

 Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional pada tingkat provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

 Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi pelaksanaan kebijakan provinsi terkait penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;

 Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman lintas kabupaten/kota;

 Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi;

 Memfasilitasi penyediaan perumahan dan kawasan permukiman bagi masyarakat, terutama bagi MBR; dan

(4)

c. Tugas Pemerintah Kabupaten/Kota

 Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi;

 Menyusun rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

 Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman;

 Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

 Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota;

 Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

 Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman;

 Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional;

 Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman;

 Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota; dan

 Menetapkan lokasi KASIBA dan LISIBA.

d. Wewenang Pemerintah Pusat

 Menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan kriteria rumah, perumahan, permukiman, dan lingkungan hunian yang layak, sehat, dan aman;

 Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman;

(5)

 Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional;

 Mengkoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman;

 Mengevalusi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat nasional;

 Mengendalikan pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang perumahan dan kawasan permukiman;

 Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh;  Menetapkan kebijakan dan strategi nasional dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman; dan

 Memfasilitasi pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan permukiman.

e. Wewenang Pemerintah Provinsi

 Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi;

 Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi;

 Mengoordinasikan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi;

 Mengevaluasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat provinsi; Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat provinsi;

 Mengkoordinasikan pencadangan atau penyediaan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR pada tingkat provinsi; dan

(6)

f. Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota

 Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

 Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

 Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota;

 Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR;

 Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota;

 Memfasilitasi kerjasama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

 Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota; dan

 Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

6.1.1.2 Lingkup Kegiatan

Prioritas pembangunan permukiman di Kota Jayapura, adalah:

(7)

 Pembangunan infrasturktur perdesaan; Program pembangunan infrastruktur perdesaan P2KP diarahkan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat, sasaran yang dicapai adalah menyeluruh di 5 distrik.

6.1.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan 6.1.2.1 Isu Strategis

Setiap kabupaten/kota perlu melakukan identifikasi isu-isu strategis di daerahnya, berikut penjabaran isu-isu strategis pengembangan permukiman di Kota Jayapura Sebagai berikut:

1. Kedudukan Kawasan Perkotaan Jayapura baik secara geografis maupun dalam tatanan kebijakan spasial nasional dan provinsi yang menempatkannya sebagai pusat pelayanan regional PKW dalam berbagai kegiatan pembangunan, jelas ini menjadi daya tarik arus penduduk masuk ke kawasan ini.

Kedudukan Kota Jayapura yang ditetapkan dalam RTRWP Papua sebagai PKW memiliki Peran sebagai pusat pelayanan wilayah timur Provinsi Papua.

2. Fungsi dan peran PKW Jayapura sebagai tempat pemusatan berbagai aktivitas wilayah,

seperti pemusatan permukiman perkotaan, pusat

pelayanan kegiatan sosial, ekonomi, budaya, dan pemerintahan, tentunya memerlukan pendekatan pola penanganan yang lebih terpadu, terintegrasi, komprehensif, dan berkelanjutan guna mewadahi aktivitas masyarakat dalam satu tatanan pengaturan pemanfaatan ruang yang harmonis, nyaman, dan produktif, sehingga dalam mengelola Kota Jayapura ini perlu melibatkan berbagai sektor pembangunan. Penting bagi kawasan perkotaan ini menjadikan bidang ke-ciptakaryaan sebagai katalisator penciptaan lingkungan perkotaan yang layak huni pada bagian barat Provinsi papua.

3. Orientasi kawasan perkotaan pada lingkungan perkotaan yang layak huni. permukiman Kota Jayapura ini sebagian ke pesisir Teluk Yos Sudarso, dimana berkembang kelompok permukiman nelayan yang kondisinya cukup memprihatinkan utamanya dari aspek prasarana dan sarana dasar lingkungan permukiman.

(8)

5. Kawasan Perkotaan Jayapura menjadi pusat distribusi pergerakan lintas Negara dari PNG.

6.1.2.2 Kondisi Eksisting

Kondisi prasarana dan sarana permukiman secara kuantitas menyebar baik diperkotaan maupun di daerah perdesaan seperti peningkatan kualitas lingkungan perumahan perkotaan, pembangunan infrastruktur perdesaan seperti peningkatan jalan/jembatan desa, ketersediaan air minum dan sanitasi serta fasiilitas umum lainnya. Ditinjau dari tingkat penyediaan PSD masih menunjukkan adanya indikator keterbatasan berkaitan dengan tingkat kebutuhan pelayanan kepada masyarakat terutama di daerah perdesaan.

Program/kegiatan pembangunan permukiman berdasarkan tingkat permasalahan sosial ekonomi masayarakat baik perkotaan maupun di perdesaan seperti peningkatan kualitas permukiman kumuh perkotaan/ nelayan, pembangunan infrastruktur perdesaan, yang lebih baik diperioritaskan pada desa/kampung tertinggal dan pengembangan wilayah distrik terisolir, pada saat ini kondisi jalan di Kota Jayapura dibedakan berdasarkan wewenang jalan.

6.1.2.3 Permasalahan

Sebagai suatu kawasan yang memiliki posisi geografis yang sangat strategis, tentunya Kawasan Perkotaan Jayapura mempunyai peluang yang besar untuk pengembangan kawasan permukiman skala besar. Masalah permukiman dapat dilihat permasalahan pembangunan permukiman di Kota Jayapura, adalah:

 Pemanfaatan lahan permukiman perkotaaan yang belum sepenuhnya mengacu pada RTRW Kota Jayapura, kedepan pengembangan permukiman perlu penyesuaian dengan tata ruang;

 Izin lokasi pemanfaatan lahan untuk permukiman masih banyak yang belum tepat untuk itu perlu dibatasi perkembangannya;

 Pola permukiman masih banyak yang tidak mengikuti aturan (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) sehingga menimbulkan ketidak-beraturan lingkungan;

 Meningkatnya urbanisasi yang mengakibatkan permukiman kumuh dan berkembangnya masalah sosial di kawasan pesisir perkotaan;

(9)

 Kesulitan bagi investor untuk mengembangkan permukiman di daerah perkotaan akibat dari pembebasan lahan yang sulit, umumnya lahan masih berstatus hak ulayat setempat;  Kawasan permukiman yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan penyediaan dan perketat

pemeliharaan infrastrukturnya;

 Pencemaran kawasan pesisir oleh sampah rumah tangga; dan Potensi gerakan tanah di Kawasan Perkotaan Jayapura dan sekitarnya yang disebabkan oleh kondisi alamnya.

6.1.2.4 Tantangan

Secara umum yang menjadi tantangan pembangunan dan pengembangan permukiman di Kota Jayapura dapat diuraikan sebagai berikut:

 Sistem kelembagaan daerah Kota Jayapura yang menangani bidang kecipta-karyaan masih lemah dalam penyelenggaraan pembangunan dan pengembangan permukiman;  Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat khsusunya pada penyedian sarana

dan prasarana permukiman;

 Pelaksanaan pembangunan bidang perumahan/permukiman belum optimal, hal ini dipengaruhi oleh faktor ketersediaan sumberdaya manusia, organisasi, ketatalaksanaan, serta dukungan prasarana dan sarana dasar;

 Aspek pembiayaan pembangunan perumahan dan permukiman, dalam hal ini mengintensifkan pembiayaan melalui sumber-sumber pembiayaan dari pihak swasta dan swadaya masyarakat, tentunya didukung oleh APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN;  Perhatian Pemerintah Daerah terhadap pembangunan bidang cipta karya yang masih

rendah;

 Aspek peran serta masyarakat, lemahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya partisipasi sebagai pendampingan dalam pengembangan permukiman baik secara individual maupun organisasi masyarakat yang ada;

 Penguatan Sinergi SPPIP/RPKPP dalam penyusunan RPI2JM Kota Jayapura; dan Pembinaan masyarakat pesisir sebagai upaya untuk pemeliharaan kebersihan lingkungan pesisir.

6.1.3 Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

(10)

yang terdapat di 3 Kampung/Kelurahan. Luas kawasan permukiman kumuh di Kota Jayapura mencapai 101,74 hektar. Karekteristik kawasan permukiman kumuh di Kota Jayapura dapat dilihat pada tabel berikut :

(11)

Gambar 6.2 Identifikasi Permukiman Kumuh

Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan permukiman di Kota Jayapura, yaitu dari aspek kelembagaan, aspek pendanaan dan aspek peran serta masyarakat, maka sehubungan dengan hal tersebut ada beberapa alternatif pemecahan masalah yang direkomendasikan, sebagai berikut:

 Peningkatan peran serta kelembagaan pada bidang kecipta-karyaan khususnya pengembangan permukiman yang dijabarkan sesuai dengan uraian tugas dan fungsi (tupoksi) yang jelas serta penempatan tenaga pelaksana sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja yang dimiliki;

 Alokasi pendanaan dari berbagai sumber (APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN dan Swadaya) yang pelaksanaannya oleh Satker yang ada dalam lingkup SKPD terkait;

 Peningkatan peran serta masyarakat dalam menangani program/kegiatan pengembangan permukiman baik individu maupun organisasi masyarakat.

 Optimalisasi dan efisiensi peningkatan peran serta swasta dalam penyelenggaraan pembangunan sektor perumahan dan permukiman.

(12)

6.1.4.1 Program Kerja

a. Pembinaan Pengembangan Permukiman:

 Penyusunan Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP); dan

 Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Permukiman Prioritas (RPKPP). b. Infrastruktur Kawasan Pemukiman Perkotaan:

 Peningkatan Infrastruktur Kawasan Permukiman Kumuh; dan  Peningkatan Infrastruktur Kawasan RSH.

 Rusunawa Beserta Infrstuktur Pendukungnya; c. Infrastruktur Kawasan Permukiman Perdesaan:

d. Pembangunan/Peningkatan Kawasan Permukiman Perdesaan Potensial;  Infrastruktur Kawasan Permukiman Rawan Bencana; dan

 Infrastruktur Kawasan Pemukiman di Perbatasan dan Pulau Terluar. e. Pemberdayaan Masyarakat (PPIP, PISEW, dan RIS PNPM).

6.1.4.2 Kesiapan (Readiness Criteria)

Kriteria kesiapan (Readiness Criteria) dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut: 1) Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas;

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra;  Kesiapan lahan (sudah tersedia);

 Sudah tersedia Detail Engineering Design (DED);

 Tersedia dokumen perencanaan berbasis kawasan (SPPIP, RPKPP, Masterplan Kawasan Agropolitan & Minapolitan, dan KSK);

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi;

 Ada unit pelaksana kegiatan; dan

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

(13)

a. Rusunawa

 Kesediaan Pemda untuk penandatanganan MOU dalam rangka penanganan kawasan kumuh;

 Kesanggupan Pemda untuk menyediakan Sambungan Listrik, Air minum, dan PSD lainnya; dan

 Ada calon penghuni. b. PNPM Perkotaan

 Lokasi adalah kelurahan perkotaan mengacu data PODES 2008 dan sudah ditetapkan oleh Menkokesra;

 Kelurahan perkotaan dengan penduduk miskin ≥10%;

 Dipilih kelurahan yang belum mendapatkan 3 kali putaran BLM dan yang sudah, tetapi jumlah KK miskin ≥25%;

 Kab/Kota menyediakan:  DDUB sebesar 20 - 30%;

 BOP minimal 5% dari pagu BLM kab/kota; dan Provinsi menyediakan BOP 1% dari Pagu BLM Provinsi.

c. RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra;

 Kampung di distrik yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya;  Tingkat kemiskinan kampung >25%; dan

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

d. PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI;

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program cipta karya lainnya;

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik; dan  Tingkat kemiskinan desa >25%.

(14)

Sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan permukiman di Kota Jayapura adalah peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh Perkotaan Jayapura dan beberapa distrik yang ada di wilayah Kota Jayapura yaitu di Distrik Jayapura Utara, Distrik Jayapura Selatan, Distrik Abepura dan Distrik Heram dan Distrik Muara Tami, selain itu program prioritas akan diupayakan di wilayah lingkup Kota Jayapura, sebagai prioritas utama dalam pembangunan strategis kawasan perkotaan di Kota Jayapura. Peningkatan kualitas permukiman tersebut dilakukan dengan peningkatan infrastruktur permukiman, seperti pembangunan prasarana jaringan jalan lingkungan, peningkatan pelayanan air minum, pembangunan sistem pengelolaan limbah/sanitasi lingkungan, serta pengelolaan persampahan. Pembangunan dari komponen sektor kecipta-karyaan tersebut akan menjadi tolak ukur peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh perkotaan. Berikut uraian rencana kegiatan prioritas kecipta-karyaan sektor pengembangan permukiman di Kota Jayapura yang diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 6.2.Usulan Prioritas Pembangunan Infrastruktur Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman Kota Jayapura 2016 – 2020

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN (BANGKIM)

NO URAIAN KEGIATAN DETAIL LOKASI TAHUN

ANGGARAN

1 Pembangunan Infrastruktur Kawasan Permukiman

Kumuh Perkotaan Kota Jayapura 2016 - 2020

2 Peningkatan Kualitas Permukiman Kumuh Kawasan

Kota Jayapura Kota Jayapura 2016 - 2020

3 Masterplan dan DED Jalan Lingkungan Kawasan Kota

Jayapura Kota Jayapura 2016 - 2019

4 Pembangunan Prasarana dan Sarana Kawasan

Permukiman Perdesaan Kota Jayapura 2016 - 2020

5 Pengawasan/Supervisi Konstruksi Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan

Kota Jayapura

2016 - 2020

6 Pengembangan Permukiman Perdesaan agropolitan Kota Jayapura 2016 - 2020

7 Pembangunan Infrastruktur PSD Perkotaan Kota Jayapura 2016 - 2020

Sumber: Usulan Prioritas Kegiatan Keciptakaryaan Sektor Bangkim, Thn. 2016 – 2020

(15)

6.2.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan Kota Jayapura, yaitu:

 Bantuan teknis penyusunan pedoman pembangunan gedung dan lingkungan;  Penguatan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat;

 Penyusunan NPSM sebagai tindak lanjut UU No. 28/2002 dan PP No.36/2005;  Pembinaan penyelenggaraaan bangunan gedung kepada pemangku kepentingan

terkait;

 Bantuan teknis pembangunan bangunan gedung dan pelayanan pengelolaan rumah negara;

 Penataan lingkungan permukiman kumuh, nelayan dan tradisional melalui pemberdayaan masyarakat; dan

 Penataan dan revitalisasi bangunan gedung bersejarah dan lingkungannya.

Bidang tata bangunan Kota Jayapura mempunyai fungsi:

 Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara beserta lingkungannya mengacu pada norma, standar, prosedur dan kriteria yang ada;

 Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara serta penataan bangunan dan lingkungannya;

 Pelaksanaan pembinaan teknis penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan rumah negara beserta lingkungannya;

 Pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan jasa konstruksi serta pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara; dan

 Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala dinas.

(16)

 Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan prasarana dan sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan; dan

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.  Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung; dan  Pelatihan teknis.

 Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

 Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; dan  Paket dan replikasi.

6.2.2 Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

6.2.2.1 Isu Strategis

a. Penanggulangan kemiskinan di perkotaan

Masalah kemiskinan di Kota Jayapura sudah sangat mendesak untuk ditangani khususnya di perkotaan. Dimana salah satu ciri umum dari kemiskinan adalah minimnya infrastruktur Prasarana dan Sarana Dasar (PSD) yang memadai, kualitas lingkungan kumuh dan tidak layak huni. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan memperkuat kelembagaan masyarakat dan menjalin kemitraan dengan masyarakat melalui program P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) Kota Jayapura.

b. Kebutuhan peningkatan kualitas lingkungan permukiman kumuh

(17)

c. Peningkatan kualitas lingkungan kawasan tradisional/bersejarah

Kawasan tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi. Di sisi lain kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik bahkan mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian nilai budaya dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan dibutuhkan upaya revitalisasi kawasan tradisional Kota Jayapura.

d. Rehabilitasi bangunan gedung negara

Merupakan kegiatan berupa pengadaan, pemanfataan dan penghapusan baik fisik maupun administrasi gedung-gedung dan rumah-rumah negara. Pada pelaksanaannya Pemerintah Pusat mendorong peran Pemerintah Daerah berkomitmen dalam pengelolaan GRN. Kegitan-kegiatan utama GRN terdiri Kegiatan Pembinaan Teknis dan kegiatan fisik.

Berikut dijabarkan isu-isu strategis sektor penataan bangunan dan lingkungan di Kota Jayapura, sebagai berikut.

Tabel 6.3 Isu Strategis Sektor PBL di Kota Jayapura, Tahun 2013

NO KEGIATAN ISU STRATEGIS

1 Penataan Lingkungan Permukiman

a. Peningkatan Kualitas Lingkungan Permukiman Kumuh

b. Peningkatan kualitas lingkungan Pesisir

c. Peningkatan Kualitas Lingkungan Kawasan Tradisional/Bersejarah 2 Penyelenggaraan Bangunan Gedung

dan Rumah Negara Rehabilitasi Bangunan Gedung Negara 3 Pemberdayaan Komunitas dalam

Penanggulangan Kemiskinan Penangulangan Kemiskinan di Perkotaan

6.2.2.2 Kondisi Eksisting

(18)

Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL). Namun dalam hal ini belum banyak memberi dampak positif terhadap keserasian bangunan dan lingkungan, masih bercampur baur kawasan perumahan, perdagangan dan pergudangan di daerah perkotaan, demikian pula dengan tidak tertibnya garis-garis sempadan bangunan menurut peruntukannya serta pemanfaatan ruang yang tidak terkendali baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan terlihat pembangunan dan pemanfaatan lahan dilakukan pada kawasan non budidaya seperti pada kemiringan lahan >40%, di kawasan pantai dan pinggiran sungai sehingga sering terjadi bencana banjir, tanah longsor dan bencana lainnya.

6.2.2.3 Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan, terdapat beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

a. Penataan lingkungan permukiman

 Rendahnya Kualitas lingkungan di kawasan pesisir, pusat kota, percampuran fungsi perdagangan dan perumahan;

 Masih rendahnya kondisi jalan lingkungan permukiman;  Belum tersedianya sistem proteksi kebakaran; dan

 Sudah tersedia rencana rinci bangunan dan lingkungan (RTBL) pada sebagian kawasan perkotaan, namun belum operasional.

b. Penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan bangunan gedung;

 Lingkungan perkantoran/instansi pemerintah berada pada kawasan yang bertopografi rendah sehingga cenderung mengalami banjir pada musim hujan; dan c. Penyelenggaraan sistem terpadu Ruang Terbuka Hijau (RTH)

 Kurangnya penyediaan taman kota, ruang publik dan Ruang Terbuka Hijau (RTH); dan

 Kurangnya penyediaan fasilitas olahraga tingkat kabupaten. d. Kapasitas kelembagaan daerah

(19)

6.2.3 Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan bertujuan untuk menjamin kondisi bangunan (menata dan mengatur) karena akan dijadikan dasar pada masa yang akan datang. Jika ditinjau dari intensitas bangunan yang ada saat ini, maka penataan bangunan belum dilakukan dengan baik. Rencana penataan bangunan dan lingkungan terutama pada daerah yang sudah terbangun harus memperhatikan kelestarian lingkungan, maka pada beberapa daerah yang peruntukannya sebagai lahan bebas bangunan akan dijadikan sebagai open space untuk memberikan nuansa lingkungan yang asri. Analisis kebutuhan Program dan kegiatan untuk sektor PBL oleh kab/kota, hendaknya mengacu pada Lingkup Tugas Direktorat Jenderal Cipta Karya untuk sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010 yaitu:

A. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) Kota Jayapura yang dimaksudkan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan lingkungan, serta membuat materi pokok ketentuan program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan pengembangan Kawasan. Materi pokok dalam Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) Kota Jayapura, meliputi:

 Program bangunan dan lingkungan

Visi Pembangunan dan Pengembangan Kawasan adalah me-revitalisasi dan meningkatkan citra kawasan sebagai kawasan Pelayanan berbasiskan pusat pelayanan pemerintahan, pelayanan sosial ekonomi, perdagangan dan jasa yang didukung oleh kegiatan dan permukiman yang serasi, nyaman dan berwawasan lingkungan guna mendukung terwujudnya kota Jayapura sebagai kawasan strategis pertumbuhan di Provinsi Papua.

 Konsep perancangan struktur tata bangunan dan lingkungan

(20)

yang kompak dan diarahkan untuk memiliki nilai-nilai kualitas perancangan kawasan.

 Konsep komponen perancangan kawasan

Pengembangan kawasan perencanaan sebagai urban epicentrum dipahami sebagai sebuah kawasan yang menjadi titik pusat orientasi Kota Jayapura yang di dalamnya berkembang fungsi-fungsi pelayanan skala regional antara lain pusat pelayanan jasa dan pemerintahan, perdagangan serta pariwisata perkotaan. Karakter kawasan urban epicentrum memperlihatkan ciri-ciri sebuah kawasan yang hidup (liveable dan vibrant) dengan ragam kegiatan di dalamnya yang berlangsung sangat intensif. Pengembangan dan pembangunan kawasan perencanaan harus mampu memadukan unsur-unsur serta nuansa kesejarahan dan budaya ke dalam sektor-sektor pembangunan serta harus mampu mewadahi aspirasi-aspirasi masyarakat. Dalam perkembangannya, kawasan perencanaan ini diharapkan menjadi atau memiliki perbedaan dengan kawasan lainnya di Kawasan Perkotaan Jayapura, baik secara fisik, visual, lingkungan maupun suasana tempatnya.

 Rencana umum dan panduan rancangan struktur peruntukan lahan

 Upaya menegaskan Kawasan Perkotaan Jayapura sebagai kawasan urban epicentrum sekaligus mem-vitalkannya secara optimal dan efisien, memerlukan suatu upaya untuk menambahkan fungsi-fungsi lainnya yang dapat mendukung fungsi dan kegiatan utama pusat kota;

 Fungsi-fungsi baru yang ditempatkan di dalam kawasan, yaitu “Visitor Centre” yang berfungsi sebagai tempat pusat informasi tentang segala hal yang terkait dengan kegiatan wisata sosial budaya di Jayapura. Fungsi ini dilengkapi dengan fasilitas wisata seperti ruang pamer, pusat informasi, pagelaran seni, gallery, perpustakaan, museum, dan toko cinderamata; dan

 Area wisata keluarga yang dilakukan di blok Pasar Sentral. Wisata keluarga ini merupakan wisata kuliner skala lokal. Keberadaan blok wisata kuliner ini bertujuan sebagai “etalase” bagi produk makanan khas Kota Jayapura.

 Rencana perpetakan

(21)

 Rencana tapak

Rencana tapak pada kawasan perencanaan, secara umum tidak banyak mengalami perubahan, yaitu sebagai kawasan pusat kota.

Namun untuk menunjang peranannya sebagai kawasan pusat kota maka perlu diciptakan suatu karakter khas pada masing-masing blok perencanaan. Hal yang dapat dilakukan adalah:

 Jaringan jalan (jalan kendaraan atau jalan untuk pedestrian) di beberapa bagian blok, yang dapat membuka akses kawasan perencanaan dengan wilayah lain di sekitarnya;

 Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit perencanaan sehingga tercipta pedestrian freedom;

 Mengupayakan agar bantaran bisa menjadi urban green space;

 Menetapkan jarak bangunan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga tercipta building alignment yang serasi;

 Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof-line yang berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang closure;

 Untuk memperkuat „entrance” masuk pada kawasan dapat dibuat „Gerbang‟ sebagai focal point untuk kawasan melalui pengarahan ketinggian bangunan di sisi kiri-kanan jalan, sehingga bisa membentuk image sebagai gerbang, juga dapat dilakukan dengan membuka node yang ada serta menempatkan landmark berupa patung dan sejenisnya pada bundaran jalan (roundabout); dan

 Memberikan link antar bangunan berupa pedestrian shelter/ koridor bagi pejalan kaki, sehingga wilayah perencanaan bisa disebut sebagai kawasan yang pedestrian friendly.

 Intensitas pemanfaatan lahan

(22)

jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang sesuai dengan rencana kota. Intensitas pemanfaatan lahan erat hubungannya dengan konsep peruntukkan lahan, terutama menyangkut besaran ruang yang ditempati oleh peruntukan yang telah ditetapkan. Intensitas pemanfaatan lahan merupakan luas lantai maksimum yang dapat dibangun di atas sebidang lahan, hal tersebut memberi gambaran tentang skala pembangunan bagi Kawasan Perkotaan Jayapura.

Koefisien Lantai Bangunan (KLB) dalah perbandingan jumlah total luas bangunan terhadap luas lantai dasar. Ketinggian bangunan ini perlu diatur agar terjadi keselarasan dan keharmonisan antar bangunan dan lingkungan. Penetapan besar KLB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:  Harga lahan;

 Ketersediaan dan tingkat pelayanan prasarana (jalan);  Dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan; dan  Ekonomi dan pembiayaan.

Rencana ketinggian bangunan maksimum yang dapat diterapkan di kawasan perencanaan adalah sebagai berikut:

 Di sepanjang jalan arteri diperbolehkan maksimum berkisar antara 3-4 lantai (KLB maks = 4 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 20 meter dari lantai dasar;

 Di sepanjang jalan kolektor diperbolehkan maksimum berkisar antara 2-3 lantai (KLB maks = 3 x KDB) dengan tinggi puncak atap bangunan maksimum 16 meter dari lantai dasar; dan

(23)

Penetapan besar KDB di kawasan perencanaan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut:

 Tingkat pengisian/peresapan air (water recharge);  Besar pengaliran air; dan

 Jenis penggunaan lahan dan harga lahan.

Rencana intensitas pemanfaatan lahan Kawasan Perkotaan Jayapura:  Permukiman, terdiri dari perumahan dengan KDB 50 - 60%;

 Fasilitas Pendidikan, terdiri dari TK, SD, SLTP, SLTA, Akademi/PT, dan Pesantren dengan KDB 45 - 50%;

 Fasilitas Kesehatan, terdiri dari Rumah Sakit Bersalin, Puskesmas, Apotik, dan Balai Pengobatan dengan KDB 40 - 50 %;

 Fasilitas Peribadatan, terdiri dari Masjid, Langgar/Musholla, Gereja, dan Vihara dengan KDB 40 - 50%;

 Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan, terdiri dari Kantor Pemerintahan Kabupaten, Distrik, Balai Kampung dan lain-lain dengan KDB 40 - 50%;

 Fasilitas Perdagangan dan Jasa, terdiri dari Pasar, Pertokoan, Pasar Swalayan, Warung/Kios, Koperasi dengan KDB maksimum 70% disesuaikan dengan lokasi dan karakteristik kegiatannya;

 Fasilitas Rekreasi dan Olah Raga, terdiri dari Gedung Pertemuan, Penginapan/ Losmen, Hotel, rumah Makan, dan Sarana Rekreasi lainnya dengan KDB 60 -70%; dan

 Taman dan Ruang Terbuka Hijau, berupa Taman Kota, Taman Lingkungan, Lapangan Olah Raga dan Lahan Konservasi dengan KDB 5 - 10%.

 Rencana investasi

 Kegiatan pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Perkotaan Jayapura dilakukan oleh Pemerintah Kota Jayapura, Pemerintah Povinsi Papua, dan masyarakat Kota Jayapura;

 Seluruh kegiatan pembangunan harus mengacu kepada panduan Tata Bangunan dan Lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota Jayapura; dan

(24)

Skenario rencana investasi yang akan dilakukan pada kawasan perencanaan mencakup 3 (tiga) tahapan:

 Tahap I: pembentukan citra kawasan sebagai kawasan bersejarah Pusat Jayapura masa silam dengan melindungi situs-situs bersejarah yang terdapat di dalam kawasan dan blok-blok dalam kawasan dengan pendefinisian fungsi ruang yang jelas, pencirian dengan aksesori lokal pada bangunan dan kelengkapan pedestrian path, dan ruang sirkulasi manusia dan kendaraan yang mendukung fungsi ruang, serta sosialisasi kepada pengguna ruang;

 Tahap II: pembangunan sarana dan prasarana untuk meningkatkan pelayanan terhadap kebutuhan pengguna ruang dalam kawasan, terutama fasilitas vital yang belum terdapat di Kawasan Perencanaan seperti jaringan air minum, pengelolaan persampahan, TPS dan lampu penerangan; dan

 Tahap III: peningkatan kualitas lingkungan kawasan untuk mendukung fungsi ruang dengan pemeliharaan, peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana dasar lingkungan perkotaan sesuai dengan fungsi ruangnya.

 Ketentuan pengendalian rencana

 Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa tahapan kegiatan diantaranya; penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi;

 Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang;  Izin dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang

penataan ruang, diatur oleh Pemerintah Kota Jayapura berdasarkan kewenangan dan ketentuan yang berlaku. Disamping itu dalam hal perizinan Pemerintah dapat membatalkan izin apabila melanggar ketentuan yang berlaku;

(25)

 Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai rencana tata ruang;

 Izin pemanfaatan ruang diatur dan ditertibkan oleh Pemerintah Daerah Kota Jayapura sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda;

 Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun oleh Pemerintah Daerah. Bentuk insentif tersebut, antara lain dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian penghargaan;

 Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan, penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti;

 Pemberian insentif dan disinsentif dalam pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan supaya pemanfaatan ruang yang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang sudah di tetapkan;

 Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata tuang, berupa:

 Keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham;

 Pembangunan serta pengadaan infrastruktur;  Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

 Pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.

(26)

 Pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau

 Pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.  Insentif dan disinsentif dalam penataan bangunan dan lingkungan diberikan dengan

tetap menghormati hak masyarakat.

 Pedoman pengendalian pelaksanaan pengelola kawasan

 Guna tercapainya keberhasilan operasionalisasi RTBL, dilaksanakan melalui pemasyarakatan secara menyeluruh, yaitu:

 Pemasyarakatan bagi keseluruhan dinas-dinas sektoral maupun instansi vertikal; dan

 Pemasyarakatan kepada masyarakat luas melalui Pemerintah Kota Jayapura dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Peran serta masyarakat dapat berbentuk:

i) Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang kawasan perkotaan;

ii) Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan RTBL;

iii) Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;

iv) Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan RTBL; dan v) Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan

atau kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

 Peran Pemerintah Daerah (di bawah koordinasi Bappeda) dalam memasyarakatkan RTBL mempunyai pengaruh besar, yang akan menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaannya.

 Program pengendalian pelaksanaan

(27)

 Pelaksanaan RTBL Kawasan Perkotaan Jayapura dapat dikendalikan dari kesesuaian dengan arahan kebijakan tata ruang yang lebih makro, ketepatan sasaran program, adanya dukungan legal, serta adanya “good governance”.

 RISPK (Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran) Kawasan Jayapura

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan lingkungannya terhadap bahaya kebakaran. Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan harta benda.

B. Penataan lingkungan permukiman tradisional/bersejarah

Kawasan tradisional/bersejarah memiliki refleksi nilai budaya yang tinggi. Di sisi lain kawasan disekitarnya seringkali dijumpai tidak tertata dengan baik bahkan mengalami penurunan kualitas lingkungan. Demi menjaga kelestarian nilai budaya dari masyarakat dan meningkatkan kualitas lingkungan dibutuhkan upaya revitalisasi kawasan tradisional. Beberapa kawasan yang perlu segera dilakukan penataan, antara lain:

(28)

 Penyusunan Desain Revitalisasi Kawasan Tradisional.

C. Kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara

 Lingkungan perkantoran/instansi Pemerintah berada pada kawasan yang bertopografi rendah sehingga cenderung mengalami banjir pada musim hujan, dan sebagian kondisi fisk bangunan sebagian sudah tua sehingga perlu relokasi, sedangkan di daerah perdesaan cukup baik;

 Pelaksanaan kebijakan mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara beserta lingkungannya mengacu pada norma, standar, prosedur dan kriteria yang ada;

 Pelaksanaan pembangunan dan pembinaan teknis penyelenggaraan bangunan gedung dan rumah negara serta penataan bangunan dan lingkungannya;

 Pelaksanaan teknis penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung dan rumah negara beserta lingkungannya;dan

 Pelaksanaan pembinaan dan pemberdayaan jasa konstruksi serta pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara.

D. Kegiatan pemberdayaan komunitas dalam penanggulangan kemiskinan

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program Pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpuh pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. [Dikutip dari: Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005].

Permasalahan kemiskinan di Kota Jayapura sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses ke prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan, serta mata pencaharian yang tidak menentu.

(29)

lain-lain. Dalam kehidupan sehari-hari dimensi-dimensi dari gejala-gejala kemiskinan tersebut muncul dalam berbagai bentuk, seperti:

 Dimensi politik, sering muncul dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka benar-benar tersingkir dari proses pengambilan keputusan penting yang menyangkut diri mereka. Akibatnya, mereka juga tidak memiliki akses yang memadai ke berbagai sumberdaya kunci yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan hidup mereka secara layak, termasuk akses informasi;

 Dimensi sosial, sering muncul dalam bentuk tidak terintegrasikannya warga miskin ke dalam institusi sosial yang ada, terinternalisasikannya budaya kemiskinan yang merusak kualitas manusia dan etos kerja mereka, serta pudarnya nilai-nilai kapital sosial;

 Dimensi lingkungan, sering muncul dalam bentuk sikap, perilaku, dan cara pandang yang tidak berorientasi pada pembangunan berkelanjutan sehingga cenderung memutuskan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang kurang menjaga kelestarian dan perlindungan lingkungan serta permukiman;

 Dimensi ekonomi, muncul dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai batas yang layak; dan  Dimensi aset, ditandai dengan rendahnya kepemilikan masyarakat miskin ke

berbagai hal yang mampu menjadi modal hidup mereka, termasuk aset kualitas sumberdaya manusia (human capital), peralatan kerja, modal dana, hunian atau perumahan, dan sebagainya.

(30)

Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam „melembagakan' dan „membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di P2KP), sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi P2KP secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman. Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman meraka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap kelurahan sasaran.

(31)

6.2.4 Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan PBL

Untuk mencapai sasaran yang ingin dicapai dalam penataan bangunan dan lingkungan, beberapa program penataan bangunan dan lingkungan yang diusulkan, antara lain:

 Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;  Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan;

 Sarana dan Prasarana Penanggulangan Bahaya Kebakaran;  Sarana dan Prasarana Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Sarana dan Prasarana Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/ Bersejarah; dan

 Pembangunan Fisik PSD Revitalisasi.

 Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara  Penyusunan Ranperda Bangunan Gedung;

 Penyusunan RTBL; dan

 Kelengkapan Aksesibilitas Bangunan.

 Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan  P2KP; dan

 PNPM Mandiri Perkotaan.

6.2.5 Usulan Program dan Kegiatan

Uraian Rencana kegiatan prioritas kecipta-karyaan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan di Kota Jayapura, diperlihatkan pada tabel berikut.

Tabel 6.4 Usulan Prioritas Pembangunan Infrastruktur

(32)

NO URAIAN KEGIATAN DETAIL LOKASI TAHUN ANGGARAN

1

RTBL Kawasan Pasar Youtefa, Kawasan Pasar Entrop, Kawasan Pasar Hamadi, Kawasan Pasar Tradisional Cigombong

Abepura 2017 - 2020

2 RTBL Kawasan Perkantoran Kelurahan Jayapura 2018

3 Masterplan dan DED Kawasan Perumahan

Legislatif dan Eksekutif ( Eselon II & III ) Jayapura 2018

4 Pembangunan Bangunan Gedung Bersejarah Jayapura 2016-2020

5 Revitalisasi Kali Acai Abepura 2016-2017

6 Penataan Bangunan Kawasan Strategis Nasional

Pantai Base G Kota Jayapura Jayapura Utara 2017

7 Penataan dan Pengembangan Sarana dan

Prasarana Kawasan Potensial Jayapura 2016-2020

8

Penataan dan Pengembangan Sarana dan Prasarana Revitalisasi Kawasan Pantai Permukiman Nelayan

Jayapura Utara dan

Jayapura Selatan 2019

9 DED Revitalisasi kali Dok 9 Jayapura Utara 2018

10 Pembangunan Infrastruktur Sarana dan

Prasarana Sistim Pemadam kebakaran Jayapura 2017

Sumber: Usulan Prioritas Keg Keciptakaryaan Sektor PBL T. A 2015 – 2019

6.3 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

6.3.1 Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

6.3.1.1 Arahan Kebijakan

Penyelenggaraan Pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik). Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), antara lain:

(33)

 Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005 - 2025. Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.  Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

Kebijakan mengenai pengembangan air minum dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan di Kota Jayapura dibagi atas 3 (tiga) bagian, yaitu:

(34)

 Pengembangan SPAM-IKK meliputi peningkatan kelembagaan, peningkatan/perbaikan prasarana dan sarana yang sudah rusak, dan pembangunan baru bagi IKK yang belum memiliki SPAM; dan

 Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) perdesaan meliputi: pembentukan kelembagaan pengelola, rehabilitasi/peningkatan terhadap prasarana dan sarana yang sudah ada dan kurang berfungsi, dan pengembangan penyediaan air minum yang berbasis masyarakat.

6.3.1.2 Lingkup Kegiatan

Sub bidang air minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan pelayanan air minum di perdesaan maupun perkotaan, khususnya bagi masyarakat miskin di kawasan rawan air. Selain itu meningkatkan keikutsertaan swasta dalam investasi dalam pembangunan sarana air minum di perkotaan. Beberapa hal yang penting diperhatikan dalam pengembangan sistem pengadaan air minum, yaitu:

 Peran kabupaten/kota dalam pengembangan wilayah;  Rencana pembangunan kabupaten/kota;

 Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi kabupaten/kota bersangkutan, seperti struktur dan morfologi tanah, topografi dan sebagainya;

 Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

 Dalam penyusunan RPI2JM harus memperhatikan Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum (RISPAM);

 Logical Frework (kerangka logis) penilaian kelayakan investasi pengelolaan air minum;

 Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan pada setiap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk maupun dalam perencanaan teknik; dan

 Memperhatikan perundangan dan peraturan serta pedoman dan petunjuk yang tersedia.

(35)

Pelayanan air minum dengan perpipaan maupun non perpipaan masih belum mampu menjangkau seluruh wilayah Kota Jayapura, sehingga diperlukan pembangunan jaringan sistem air minum baru dalam rangka menambah jumlah masyarakat yang mendapat pelayanan air minum dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, diantaranya:

 Pembangunan instalasi penampungan air minum di pulau-pulau kecil;  Pembangunan instalasi penampungan air minum di daerah rawan bencana;  Pembangunan jaringan penyediaan air minum di ibu kota distrik;

 Pembangunan jaringan penyediaan air minum di kawasan MBR; dan  Pembangunan jaringan sistem penyediaan air minum perdesaan.

6.3.2.2 Kondisi Eksisting

a. Gambaran umum sistem penyediaan dan pengelolaan

Produksi air minum yang telah di produksi oleh PDAM Cabang Jayapura pada tahun 2010 sebesar 1.126.299 m3 atau senilai Rp. 2.255.996.000. Kapasitas dan produksi air minum berada pada sumber air minum sumur dangkal sebesar 44,17 % dikuti sumber air minum sungai/ air permukaan sebesar 44,34 %, sumber air minum artesis/ bor sebesar 11,04 % dan 0,46% dari sumber air minum mata air. Cakupan pelayanan air minum di Kota Jayapura dapat diklasifikasikan seperti pada tabel berikut.

Tabel: 6.5.Cakupan Pelayanan PDAM Kota Jayapura

NO PELANGGAN PRODUKSI

(M3)

PRESENTASE (%)

1 Rumah Tempat Tinggal 383,197 82.89

2 Hotel / Objek Wisata 27,507 5.95

3 Badan-badan Sosial, Rumah Sakit,

(36)

Kondisi sistem sarana dan prasarana penyediaan dan pengelolaan air minum di Kota Jayapura saat ini, sudah tidak mampu lagi memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat kota secara baik yang dikelola PDAM. Oleh karena itu dari hasil evaluasi yang dilakukan menunjukkan perlunya peningkatan kapasitas sarana dan prasarana. Berikut data eksisting sarana dan prasarana air minum Kota Jayapura khususnya dalam pemenuhan sarana dan prasarana air minum.

Kondisi Sarana dan prasarana air minum yang ada di Kota Jayapura untuk jenis pelayanan perpipaan yang pengelolaannya oleh Perusahaan Daerah Air Minum Kota Jayapura, dimana kapasitas produksi pada tahun 2012 adalah 65 liter/detik.

 Sistem non perpipaan  Aspek teknis

Sistem non perpipaan yang ada umumnya berupa sumur, baik berupa sumur gali maupun sumur bor, dimana untuk sumur bor masih sangat terbatas penggunaannya akibat biaya yang cukup besar dan bisa memicu terjadinya intrusi air laut masuk ke sumber air penduduk. Sementara untuk sumur gali permasalahannya adalah kualitas air yang dihasilkan pada umumnya rasanya asin, disamping itu cenderung terjadi pencemaran, karena banyak yang dekat dengan septik tank warga sehingga cenderung terkontimanisasi dengan sumur mereka yang bisa menimbulkan efek negatif bagi kesehatan.

 Aspek pendanaan

Mengingat ketersediaan dana dari Pemerintah maupun kemampuan masyarakat dalam membiayai penyediaan sarana dan prasarana air minum, maka diperlukan dukungan dan dari pihak swasta/investor yang diharapkan mampu membantu kebutuhan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan air minum sehingga kesehatan masyarakat terkait dengan konsumsi air minum bisa terpenuhi.

 Aspek kelembagaan dan peraturan

(37)

program pemberdayaan masyarakat dan program yang dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum, dan PDAM.

 Sistem perpipaan  Aspek teknis

Tingkat pelayanan masih rendah, hal ini disebabkan karena kondisi pipa transmisi sudah dimakan usia dan sudah tidak layak. Ketersediaan air baku yang ada masih memungkinkan karena kapasitas terpasang untuk perkotaan sebesar 66 liter/detik cukup untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, sehingga perlu pergantian jaringan pipa transmisi dari diameter 400 mm sepanjang ±6.786 m Jaringan Pipa distribusi utama ±16.406 m(dari Reservoir ke daerah pelayanan). Operasional dan maintenance tidak sesuai standar, sehingga banyak mengalami kendala disamping itu ketersediaan tenaga untuk melayani operasionalisasi sistem perpipaan tersebut sangat kurang yang menyebabkan pelayanan kepada pelanggan mengalami kendala.  Aspek pendanaan

Terbatasnya dana APBD, dimana kebutuhan lain yang sifatnya lebih urgen sehingga hingga saat ini pemenuhan dana memenuhi kebutuhan masyarakat yang belum terjangkau jaringan pipa belum dapat direalisasikan, disamping itu untuk menyediakan prasarana dan sarana memang memerlukan investasi yang cukup besar apalagi jika yang akan dihasilkan adalah air yang layak minum.

 Aspek kelembagaan dan peraturan

Dari sisi kelembagaan sebenarnya sudah ada yaitu PDAM yang didukung oleh Peraturan Daerah. Namun dari sisi efektifitas lembaga itu sendiri perlu ditingkatkan, hal ini terindikasi dengan masih banyaknya keluhan dari para pelanggan dan tindaklanjut dari keluhan itu kurang terlihat.

6.3.2.3 Permasalahan

(38)

sehingga usaha mengatasi dari seluruh stakeholder perlu dilakukan secara terpadu. Berikut yang perlu diperhatikan dalam pengembangan SPAM di Kota Jayapura, yaitu:  Peningkatan kapasiitas pelayanan air minum sistem perpipaan yang ada saat ini

belum dapat memenuhi kebutuhan Air Minum dengan tingkat pertumbuhan penduduk;

 Perkembangan pesat SPAM non-perpipaan terlindungi masih memerlukan pembinaan;

 Tingkat kehilangan air/ kebocoran pada sistem perpipaan cukup besar sehingga tekanan air pada jaringan distribusi menjadi rendah/ kecil;

 Pelayanan air minum melalui perpipaan masih terbatas;

 Ketersediaan data yang akurat terhadap cakupan dan akses air minum masyarakat belum memadai;

 Sebagian air yang diproduksi PDAM telah memenuhi kriteria layak minum, namun saat ini jaringan Pipa distribusi (Pipa GIP) sudah banyak yang berkarat sehingga menurunkan kualitas Air.

6.3.2.4 Tantangan

Beberapa hal yang menjadi tugas dari Pemerintah Kota Jayapura dalam meningkatkan pelayanan air minum untuk masyarakat, yaitu:

 Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam mengatasi permasalahan pemenuhan kebutuhan air minum di daerah perkotaan dan perdesaan;

 Komitmen dan prioritas pendanaan Pemerintah Daerah untuk pengembangan SPAM;

 Penyediaan lahan dan kelembagaan SPAM perdesaan;

6.3.3 Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

6.3.3.1 Analisis Kondisi Pelayanan

(39)

6.3.3.2 Analisis Kebutuhan Air Daerah Perkotaan

Untuk memenuhi kebutuhan warga kota mengenai air minum, seiring dengan semakin meningkatnya usaha sosial ekonomi masyarakat, seperti semakin tumbuhnya perhotelan dan perumahan dan lain-lain maka tentu akan diikuti dengan semakin meningkatnya tingkat kebutuhan air minum. Oleh karena itu dengan kondisi sekarang ini saja sudah menunjukkan bahwa pihak PDAM belum mampu dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga pencarian sumber air baku yang baru dan memenuhi kualitas menjadi suatu kebutuhan.

6.3.3.3 Analisis Sistem Prasarana dan Sarana Air Minum

Prasarana dan sarana air minum di Kota Jayapura secara kualitas belum mampu melayani masyarakat secara baik karena kondisi dan kapasitasnya yang masih terbatas, sehingga PDAM Kota Jayapura perlu lebih meningkatkan dan menambah sistem prasarana dan sarana air minum untuk dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat khususnya mengenai jaringan perpipaan dan penambahan instalasi baru.

Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan bahwa, PDAM Kota Jayapura masih memerlukan instalasi pengelolaan air seperti dengan menggunakan sistem perpompaan air dari intake, yang kemudian akan didistribusikan ke pelanggan secara grafitasi mulai dari reservoir sampai kepada pipa distribusi pelanggan yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung.

6.3.3.4 Analisis Kebutuhan Program

Program yang menjadi kebutuhan dalam pengembangan prasarana air minum terkait dengan tingkat kebutuhan pengembangan sistem penyediaan pelayanan air minum, meliputi:

 Program pengembangan terhadap sumber penyediaan air baku untuk penyediaan air minum;

 Program pengembangan terhadap daerah pelayanan yang meliputi seluruh wilayah perkotaan dan perdesaan di wilayah Kota Jayapura;

(40)

dengan menambah jaringan perpipaan dengan mencari sumber air baku yang baru sehingga mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di perkotaan dan perdesaan. Hal yang paling memungkinkan adalah pengaliran melalui sistem gravitasi karena daerah pelayanan pada umumnya letaknya lebih rendah dari sumber air baku yang ada.

6.3.3.5 Rekomendasi

Rekomendasi dalam penanganan pengembangan sistem jaringan air minum dilakukan dengan mengkaji alternatif penyelesaian untuk memecahkan masalah terkait dengan program pengembangan dan pemenuhan kebutuhan air minum masyarakat yang menjadi prioritas. Rekomendasi yang diusulkan terebut secara garis besar terdiri dari:

 Aspek teknis

Secara teknis kajian program dan implementasi untuk rekomendasi antara lain:  Perbaikan dan peningkatan jaringan air baku;

 Perbaikan kebocoran pipa;

 Pemasangan pipa transmisi dan pipa distribusi;

 Penggantian water meter pelanggan yang tidak berfungsi; dan  penambahan, pengembangan dan pembenahan sambungan baru.  Aspek manajemen

 Peningkatan kinerja pegawai dan peraturan perusahaan.  Peningkatan sistem operasional dan pemeliharaan air minum;  Peningkatan pelayanan air minum; dan

 Peningkatan penanganan terhadap tingkat kebocoran.

6.3.4 Program dan Kriteria Kesiapan, serta Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM

6.3.4.1 Program Prioritas Sektor Air Minum

Program SPAM yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dan diharapkan adanya sharing kegiatan dari Pemerintah Daerah untuk menunjang kegiatan tersebut antara lain:

a. Program SPAM IKK

- Kriteria Program SPAM IKK, adalah:

(41)

- Kegiatan:

 Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); dan  Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total. - Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik); dan

 Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM.

b. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)

- Kriteria Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah:  Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK.

 Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total Sambungan Rumah (SR) untuk MBR; dan

- Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik); dan

 Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM.

c. Program Perdesaan Pola PAMSIMAS

- Kriteria Program Perdesaan Pola PAMSIMAS, adalah:  Sasaran: perdesaan yang belum memiliki SPAM. - Kegiatan:

 Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); dan  Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total. - Indikator:

 Peningkatan kapasitas (liter/detik); dan

 Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM. d. Program Desa Rawan Air/Terpencil

- Kriteria Program SPAM Perdesaan, adalah:

 Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit)

(42)

6.3.4.2 Kelengkapan Readiness Criteria

Kelengkapan (readines criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah kabupaten/kota, adalah sebagai berikut:

 Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 sampai dengan 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM);  Tersedia dokumen RPI2JM;

 Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya:

 Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥20 ltr/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≥250 mm;

 Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15 - 20 ltr/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm; dan

 Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤10 ltr/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≤150 mm.

 Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007 pasal 21);  Ada indikator kinerja untuk monitoring:

 Indikator output: 100 % pekerjaan fisik; dan

 Indikator outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama.

 Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan;

 Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan;  Fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun;

 Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD); dan

 Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan menyediakan syarat-syarat di atas.

6.3.5 Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM

6.3.5.1 Sistem Prasarana Yang Diusulkan

(43)

 Sumur bor pada daerah perkampungan yang berada pada daerah yang memiliki muka air tanah yang cukup dalam; dan

 Sumur gali di daerah perkampungan yang permukaan air tanahnya cukup rendah dan kualitas airnya tidak asin.

6.3.5.2 Sistem Non Perpipaan

Sumber utama air minum non perpipaan untuk keperluan domestik adalah air permukaan, air tanah dan air hujan. Sebagian besar penduduk tergantung pada air permukaan dan air tanah untuk keperluan sehari-hari. Perlu diketahui bahwa setiap 3 - 5 tahun pada musim kemarau kadar garam air permukaan dan air tanah dapat melebihi 600 mg/ltr sehingga tidak dapat digunakan sebagai sumber air minum.

6.3.5.3 Sistem Perpipaan

Penyediaan air minum melalui sistem perpipaan dikelola oleh PDAM dan masyarakat, dimana presentase yang dikelola kelompok masyarakat sekitar 20% dan selebihnya dikelola oleh PDAM Kota Jayapura. Penyediaan air minum dengan sistem perpipaan yang dikelola oleh Pemerintah Kota Jayapura mulai dirintis pada tahun 1980-an, namun pengembangannya dilakukan pada tahun 1990-an. Sejak akhir tahun 1990-an mulai juga dikembangkan penyediaan air minum yang dilakukan oleh masyarakat melalui program pemberdayaan masyarakat dan PU/Cipta Karya.

6.3.5.4 Usulan dan Prioritas Program

Usulan dan prioritas program untuk kebutuhan air minum adalah sistem perpipaan dengan pergantian pipa transmisi dari diameter 300 mm ke diameter 400 mm sepanjang 6.786 m dari sumber air minum ke dalam reservoir bukit meriam.

6.3.5.5 Usulan dan Prioritas Proyek Penyediaan Pengelolaan Air Minum

(44)

 Kegiatan penyediaan prasarana dan sarana air minum bagi kawasan RSH yang terdiri dari penyusunan Master Plan Air Minum Kota Jayapura;

 Kegiatan pembangunan sarana dan prasarana air minum di desa rawan air, pesisir/pulau dan kampung terpencil;

 Kegiatan bantuan teknis/bantuan program penyehatan PDAM diantaranya pembenahan jaringan PDAM, perencanaan dan pembangunan jaringan air sistem gravitasi dan instalasi penjernihan air minum; dan

 Kegiatan pembangunan SPAM IKK/kawasan yang belum memiliki SPAM.

6.3.5.6 Pembiayaan Penyediaan Pengelolaan

Adapun pembiayaan penyediaan pengelolaan air minum diharapkan melalui sumber dana APBN mengingat kebutuhan dana yang diperlukan cukup besar, sehingga diharapkan dari Pemerintah Daerah melalui dana APBN, maupun dari dana APBD Provinsi, APBD Kabupaten dan juga partisipasi masyarakat. Berikut usulan kegiatan kecipta-karyaan sektor air minum Kota Jayapura disajikan pada tabel berikut.

Tabel 6.6.Usulan Prioritas Pembangunan Infrastruktur Sektor Air Minum Kota Jayapura 2016-2020

Air Minum (AM)

NO URAIAN KEGIATAN DETAIL LOKASI TAHUN

ANGGARAN

1 Banpro PDAM Kota Jayapura

Kota Jayapura

2016-2020 2 Bantek Peningkatan Manajemen PDAM

3 Pembangunan Jaringan Distribusi Layanan dan SR Kawasan Perkotaan

Gambar

Gambar 6.1 Salah Satu Lokasi Permukiman Kumuh
Gambar 6.2 Identifikasi  Permukiman Kumuh
Tabel 6.2. Usulan Prioritas Pembangunan Infrastruktur Sektor Pengembangan KawasanPermukiman Kota Jayapura 2016 – 2020
Tabel 6.3 Isu Strategis Sektor PBL di Kota Jayapura, Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulis mencoba membangun sebuah analisa dan perancangan sistem informasi yang akan membantu untuk mempermudah dalam pengolahan data Mahasiswa baru yang meliputi data

Adapun materi fisika yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Pengukuran, Listrik, Suhu dan Kalor dengan 8 (delapan) produk gambar yang dibuat untuk

Reference Group atau Kelompok Acuan berpengaruh terhadap Perpindahan Merek ( Brand Switching) sesuai hasil penelitian Mantasari (2013).Hal ini didukung dengan

Dengan melakukan pengkajian terhadap kegiatan produksi pada PT XYZ maka ditentukan bahwa fungsi tujuan yang ingin dicapai adalah memaksimumkan laba perusahaan, yang dimodelkan sebagai

33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa : “Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU

Adrenalin terhadap Pola Respon Mobilitas Sel Imunokompeten dalam Darah Tikus

Dokumen ini tidak diperuntukan sebagai suatu penawaran, atau permohonan dari suatu penawaran, permintaan untuk membeli atau menjual efek dan segala hal yang berhubungan dengan efek

KOPI DARAT Kongkow Pendidikan: Diskusi Ahli dan Tukar Pendapat 12 October 2016 Topik #27 Membangun Budaya Baca dan Mengantisipasi Perubahan Manajemen Perpustakaan