• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi Ber

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi Ber"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBENTUKAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI BERDASARKAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

JUAN STEVA DEWANGGA B10012263

(2)

Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi Berdasarkan Peraturan

Dasar pembentukan produk hukum daerah terdapat pada Pasal 18 ayat (6)

Amandemen ke 2 (dua) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk

melaksanakan otonomi daerah”. Ada 3 (tiga) macam produk hukum daerah, yaitu: Peraturan Daerah (PERDA); dan Peraturan Kepala Daerah

(PERKADA)/Keputusan Kepala Daerah. keputusan kepala daerah adalah suatu peraturan perundang-undangan di tingkat daerah yang bersifat penetapan

(beschikking). Namun,ada beberapa problematika masalah yang terjadi di dalam pembentukan produk hukum daerah khususnya Keputusan Gubernur Jambi, sehingga Keputusan Gubernur Jambi tidak dapat diselesaikan tepat waktu sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui siapakah yang berwenang dalam penyusunan Keputusan Gubernur Jambi dan bagaimana prosedur penyusunan Keputusan Gubernur Jambi. Penelitian ini dilakukan melalui metode yuridis empiris dengan pendekatan analisis kualitatif yang mengkaji Penyusunan Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Peraturan perundang-undangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem koordinasi dalam pembentukan keputusan Gubernur Jambi yang diterapkan pada saat ini tidah efektif, dikarenakan banyaknya jenjang pengkoreksian keputusan tersebut yang mengakibatkan lambatnya sistem birokrasi yang ada di pemerintahan provinsi Jambi. Selanjutnya, yang menjadi kendala dalam penyusunan keputusan Gubernur Jambi ialah Kurangnya pemahaman dari SKPD pengusul tengtang hukum, teknik perundang-undangan dan ilmu perundang-undangan.

(3)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI

FAKULTAS HUKUM

PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Juan Steva Dewangga

Nomor Induk Mahasiswa : B10012263

Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara

Judul Skripsi :Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum

Universitas Jambi

Jambi, 26 Januari 2016

Pembimbing I Pembimbing II

(4)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara

Judul Skripsi : Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi

Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum

Universitas Jambi, pada Tanggal 22 Februari 2016 dan dinyatakan LULUS

TIM PENGUJI

NAMA JABATAN TANDA TANGAN

Afif Syarif, S.H., M.H. Ketua Tim Penguji

Ivan Fauzani Raharja, S.H., M.H. Sekretaris

Nopyandri, S.H., LL.M Penguji Utama

Dr. Helmi, S.H., M.H. Anggota

Rahayu Repindowaty, S.H., LL.M. Anggota

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jambi

(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan sepengetahuan saya belum

pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik

Universitas Jambi maupun di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa

bantuan pihak lain, kecuali arahan pembimbing skripsi.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain kecuali secara tertulis telah dirujuk dalam

skripsi ini dan juga telah disebutkan dalam footnote dan daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar

yang telah saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Jambi, 26 Januari 2016

yang membuat pernyataan,

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT. Atas

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“PENYUSUNAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI BERDASARKAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jambi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.

Helmi, S.H.,M.H. dan Ibu Rahayu Repindowaty H, S.H.,LL.M. Sebagai

pembimbing skripsi ini yang telah berkenan meluangkan waktu memberikan

masukan dan pemikiran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari terdapat bantuan dari

berbagai pihak, baik bantuan moril maupun materil, untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Johni Najwan,S.H., M.H., Ph.D. selaku Rektor Universitas

Jambi, yang telah banyak memberikan berbagai pelayanan dan

kemudahan kepada penulis selama masa pendidikan di Universitas

Jambi.

2. Bapak Taufik Yahya, S.H., M.H. Selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jambi yang telah memberikan kemudahan dalam

pengurusan izin penelitian guna kelancaran penulisan skripsi ini dan

(7)

3. Ibu Latifah Amir, S.H., M.H. Selaku Ketua Bagian Hukum

Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah

membantu penulis salah satunya dalam memberikan rekomendasi.

4. Ibu Fitria, S.H., M.H. Selaku Sekretaris Bagian Hukum Administrasi

Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah membantu

penulis salah satunya dalam urusan administrasi.

5. Ibu Elly Sudarti, S.H., M.H. Pembimbing akademik penulis selama

studi di Fakultas Hukum Universitas Jambi dari pertama kuliah sampai

selesai.

6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi khususnya

Bapak/Ibu Dosen bagian Hukum Administrasi Negara yang telah

memberikan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis dalam masa

perkuliahan.

7. Kedua Orang Tua Ibunda Intan Suri. S.Sos. dan Ayahnda Tafsil yang

telah memberikan kasih sayang tiada tara, doa, dan semangat kepada

penulis sehingga termotivasi dalam menyelesaikan skripsi.

8. Kedua Saudara penulis, Adik Kevin Dwiva Shangra dan Adik Keysa

Triva Maharani yang telah memberikan semangat, doa, dan motivasi

kepada penulis.

9. Seluruh Staf Tata Usaha pada Fakultas Hukum Universitas Jambi yang

telah banyak memberikan kemudahan kepada penulis dibidang

(8)

10.Bapak M. Jaelani, S.H., M.H. Selaku Kepala Biro Hukum Setda

Provinsi Jambi dan Seluruh Staf Biro Hukum Setda Provinsi Jambi

yang telah menerima saya untuk melaksanakan penelitian di Kantor

Biro Hukum Setda Provinsi Jambi.

11.Semua pihak terutama sahabat-sahabat yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak waktu, dorongan

semangat serta doa selama kuliah.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga memdapat

imbalan dan pahala dari Allah SWT. Dalam penulisan skripsi ini sangat jauh dari

kesempurnaan, penulis menghargai kritik dan saran yang bertujuan untuk

membangun.

Jambi, Januari 2016

penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PRODUK HUKUM DAERAH A. Makna Produk Hukum Daerah ... 25

B. Heirarki Produk Hukum Daerah ... 37

C. Bentuk Surat Keputusan Gubernur ... 40

BAB III. PENYUSUNAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAMBI A. Kewenangan Penyusunan Keputusan Gubernur Jambi .... 47

B. Prosedur Penyusunan Keputusan Gubernur Jambi ... 51

BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan ... 67

(10)
(11)

A. Latar Belakang Masalah

Ilmu perundang-undangan akhir-akhir ini sangat populer terutama untuk

membentuk suatu undangan yang baru. Ilmu pengetahuan

perundang-undangan dikembangkan di Eropa Barat di negara-negara yang berbahasa Jerman

dan Belanda.1 Di Indonesia istilah negara hukum berasal dari bahasa Jerman,

staatslehre dan masuk kedalam kepustakaan Indonesia melalui bahasa Belanda,

rechtsstaat.2Untuk lebih memahami pengertian dari Rechtsstaat, Burkens, et al

mengemukakan pendapat yaitu:

“Negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan

dibawah kekuasaan hukum. Dalam Rechtsstaat, menurutnya adalah

ikatan antara negara dan hukum tidak lah berlansung dalam kaitan yang lepas atau pun bersifat kebetulan, melalinkan hakikat yang hakiki”.3

Dari kutipan tersebut diatas, artinya bahwa kekuasaan pemerintah dalam

suatu negara bersumber pada hukum dan sebaliknya untuk melaksanakan hukum

dalam penyelenggaraan pemerintah disuatu negara harus berdasarkan kekuasaan.

Hal ini lah yang mungkin dimaksud ikatan yang hakiki oleh Burkens, et al.

Kesimpulannya, kekuasaan pemerintah dengan hukum tidak dapat dipisahkan satu

1Maria Farida Indrati S. Ilmu perundang-undangan: Dasar-Dasar dan Pembentukan, Kanisius, Yogyakarta, 2005, hal. 1.

2Hotman P. Sibue, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas Umum

Pemerintahan Yang Baik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2010, hal. 47.

3Abdul Latief, Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) pada Pemerintah

(12)

dengan yang lainnya karena hukum dan kekuasaan merupakan 2 (dua) unsur yang

bersahaja.

Sebagai telaah sejarah perundang-undangan (wetshistorie), dapat

dikemukakan bahwa sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 Republik Indonesia telah

melewati 4 (empat) kali berlakunya Undang Dasar, yaitu: (1)

Undang Dasar 1945; (2) Konstitusi Republik Indonesia Serikat; (3)

Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia dan; (4) Undang-Undang-Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang diubah (amendemen) dengan 4

empat kali perubahan.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 menyatakan dengan jelas bahwa “Negara Indonesia adalah Negara kesatuan

yang berbentuk Republik”. Dalam perubahan kedua UUD 1945 tersebut di Pasal

18 dirumuskan secara keseluruhan sebagai berikut:

1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah

Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten, dan Kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang.

2) Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantu.

3) Pemeritah daerah Provinsi, daerah Kabupaten, dan Kota memiliki

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala daerah

pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokrasi.

5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali

urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditetapkan sebagai urusan pemerintah pusat.

6) Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan

(13)

7) Susunan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

Dari penjelasan diatas menunjukan bahwa, Pemerintah daerah Provinsi,

Kabupaten, dan Kota mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan, dan berhak menetapkan peraturan daerah dan

peraturan lainnya dalam rangka melaksanakan otonomi dan tugas pembantu.

Selanjutnya, terkait dengan penjelasan diatas Rozali Abdullah berpendapat bahwa “penyelenggaraan otonomi daerah harus pula didasarkan pada prinsip -prinsip demokrasi, peran serta, musyawarah, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keaneka ragaman daerah”.4

Pemerintah daerah memiliki hak otonom untuk mengatur setiap urusan

pemerintah daerah yang dituangkan didalam bentuk peraturan

perundang-undangan atau produk hukum daerah.Tertuang di dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi bahwa “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”. Dikatakan

oleh Rangkuti dan Siti Sundari bahwa, “undang-undang merupakan landasan

hukum yang menjadi dasar pelaksana dari seluruh kebijakan yang akan dibuat oleh pemerintah”.5

Dari kutipan di atas, tentunya pelaksanaan dari kebijakan yang akan

dibentuk oleh pemerintah harus berlandasan hukum yang baik dan tepat. Selama

landasan hukum dibentuk dengan baik, tepat dan yang berkeadilan sosial yang

4Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Suatu Alternatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal. 18

5Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik,

(14)

mengutamakan kepentingan umum, tentunya setiap kebijakan yang dibentuk dan

dijalankan oleh pemerintah dapat dirasakan secara positif oleh masyarakat. Hal ini

berkolerasi dengan yang diamanatkan di dalam idiologi negara Indonesia yaitu

sila ke-5 (lima) yang berbunyi “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.

Selanjutnya Daud Busro dan Abu Bakar Busro juga berpendapat, “negara hukum

adalah negara yang berdasarkan hukum yang menjamin keadilan bagi warganya”.6

Negara hukum adalah negara yang berlandasan hukum dalam berbangsa

dan bernegara untuk menjamin semua hak-hak rakyat yang bersifat sosial, adil,

bermartabat, dan menjamin hak asasi manusia. Dengan kata lain, negara hukum

sangat identik dengan sebutan negara hukum berdimensi kepastian hukum atau

negara hukum formal. Menurut Julius stahl, ada 4 (empat) unsur negara hukum formal, yaitu: “1. Perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM); 2. Pemisahan kekuasaan; 3. Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan undang-undang; 4. Adanya peradilan administrasi yang berdiri sendiri”.7

Dari unsur-unsur negara hukum formal yang tertulis diatas, maka sangat

lah menjadi tugas mutlak untuk suatu pemegang kekuasaan negara membentuk

suatu peraturan perundang-undangan yang baik. Dijelaskan oleh Bagir Manan, bahwa “yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat dan ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga

6Hotman P. Sibue, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-Asas Umum

(15)

dan/atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku”.8

Pengertian yang dikemukakan oleh Bagir Manan yang tertulis diatas,

Yuliandri mengambil suatu kesimpulan secara lebih luas bahwa:

“peraturan perundang-undangan adalah suatu keputusan dari suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah yang dibentuk berdasarkan atribusi dan delegasi. Dalam rumusan lain dapat juga diartikan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”.9

Dari kutipan yang tertulis diatas, hal ini sesuai dengan pandangan Van Der

Tak yang mendefinisikan peraturan perundangan-undangan secara umum yaitu “peraturan perundang-undangan sebagi kaidah hukum tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku yang bersifat abstrak dan mengikat umum”.10

Memenuhi amanat Pasal 22A amandemen kedua UUD 1945, DPR

bersama dengan Presiden telah membentuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, dengan

dibentuknya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan.

8 Yuliandri, Op.Cit., hal. 38 9Ibid., hal. 41.

(16)

Dari latar belakang pembentukan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011,

Yuliandri merangkum 2 (dua) alasan yang bisa menggambarkan pentingnya

undang-undang ini:

1. Pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu

syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat terwujud apabila didukung oleh cara dan metode yang pasti , baku, dan standar yang semua mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan;

2. Untuk lebih meningkatkan koordinasi dan kelancaran proses

pembentukan peraturan perundang-undangan , maka negara republik indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas hukum perlu memiliki peraturan mengenai peraturan pembentukan

perundang-undangan.11

Pasal 18 UUD 1945 merupakan dasar hukum penyelenggaraan otonomi

daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab

kepada daerah. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah, maka setiap pemerintah daerah diwajibkan mengatur

wilayahnya sendiri dan hanya sedikit urusan daerah yang kewenangannya masih

ditangani oleh pemerintah pusat. Untuk itu setiap daerah memerlukan adanya

suatu produk hukum daerah yang mengatur perkembangan pembangunan dan

setiap aktifitas masyarakat yang ada didaerahnya.

Produk hukum daerah adalah peraturan daerah yang diterbitkan oleh

kepala daerah dalam rangka pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Tujuan dibentuknya produk hukum daerah yaitu agar lebih tercapai koordinasi

antara Satuan Kerja Perangkat Daerah atau disingkat dengan SKPD dalam

(17)

penyiapan rancangan Produk hukum daerah dan efektifitas proses

pengharmonisasian dalam rancangan yang baik dan berkualitas.

Ada 2 (dua) sifat dari produk hukum daerah yang disebutkan dalam Pasal

2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Produk Hukum Daerah menyebutkan bahwa “Produk hukum daerah bersifat: a.

Pengaturan b. Penetapan”.

Terkait dengan keterangan di atas, ada dua sifat dari produk hukum daerah

yakni bersifat pengaturan dan bersifat penetapan. Dijelaskan di dalam Pasal 51

Permendagri No. 1 Tahun 2014 bahwa “penyusunan produk hukum daerah yang

bersifat penetapan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 huruf b meliputi: a.

Keputusan Kepala daerah; b. Keputusan DPRD; c. Keputusan pimpinan DPRD; dan d. Keputusan Badan Kehormatan DPRD”.

Mengiat Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 bahwa “Gubernur, Bupati, dan

Walikota masing-masing sebagai kepala daerah pemerintah daerah Provinsi,

Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokrasi”. Dapat kita simpulkan bahawa

keputusan kepala daerah yang dimaksud pada Pasal 51 Permendagri No. 1 Tahun

2014 adalah keputusan kepala daerah sesuai dengan masing-masing daerah yang

telah diamanatkan UUD 1945. Keputusan Gubernur untuk tingkat Provinsi, dan

Keputusan Bupati/Walikota untuk tingkat Kabupaten/Kota.

Menimbang pada penulisan skripsi ini yang berkonsentrasi terhadap suatu

produk hukum daerah yang bersifat penetapan atau Keputusan Gubernur Jambi.

(18)

“penetapan (beschikking) adalah tindakan pemerintah dalam jabatan, yang secara sepihak dan disengaja dalam suatu ikhwal tertentu, menetapkan suatu hubungan hukum atau keadaan hukum yang sedang berjalan atau yang menimbulkan hubungan hukum atau keadaan hukum baru, atau menolak salah satu yang dimaksud”.12

Keputusan tata usaha negara pertama kali diperkenalkan oleh seorang

sarjana Jerman, Otto Mayer, dengan istilah verwaltungsakt. Istilah ini

dipergunakan di negara Belanda dengan istilah beschikking oleh Van Vollenhoven

dan C.W Van Der Pot, yang oleh beberapa penulis, seperti A.M. Donner, H.D.

Van Wijk/Willem Kojnenbelt, dan lain-lain dianggap sebagai “de vader van het

modern beschikkingsbegrip” (Bapak dari konsep bescikking yang modern).13

Secara umum, beschikking dapat diartiakan sebagai keputusan yang

berasal dari organ pemerintahan yang ditujukkan untuk menimbulkan akibat

hukum atau berbuatan hukum publik bersegi satu yang dilakukan oleh alat-alat

pemerintah berdasarkan kewenangan kekuasaan yang istimewa. Secara teoritis

dalam hukum administrasi negara, dikenal ada beberapa macam bentuk

keputusan, yaitu:

1. keputusan Deklaratoir dan Keputusan Konstitutif,

2. keputusan yang menguntungkan dan yang memberikian beban,

3. keputusan Eenmalig dan keputusan yang permanen,

4. keputusan yang bebas dan yang terikat,

5. keputusan positif dan negatif, dan yang terakhir keputusan

perorangan dan kebendaan.14

12 Amrah Muslimin, Beberapa Azas dan Pengertian-Pengertian pokok tentang

Administrasi dan Hukum Administrasi, Penerbit Alumni, Bandung, 1982, hal. 109.

(19)

Menurut Rozali Abdullah, Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk

melaksanakan peraturan daerah dan atas kuasa peraturan perundang-undangan

lain yang berlaku. Keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum, peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi.15

Terkait produk hukum daerah khususnya yang bersifat penetapan salah

satunya Keputusan Gubernur disebutkan dalam Pasal 1 angka 23 Peraturan

Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkung Pemerintah Provinsi Jambi “Keputusan Gubernur adalah naskah dinas dalam bentuk dan susunan produk hukum yang bersifat penetapan, individual, konkrit, dan final”.

Keputusan Gubernur memiliki sifat konkrit, individual dan final. Konkrit

artinya objek yang diputuskan dalam keputusan tersebut tidak abstrak, tetapi

berwujut, tertentu atau dapat ditentukan; Individual artinya keputusan itu tidak

ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju; Final

artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan akibat hukum.16

Dari penjelasan yang tertulis di atas, artinya keputusan Gubernur

merupakan salah satu dari produk hukum daerah yang di keluarkan oleh Gubernur

sebagai kepala daerah untuk menjalankan otonomi daerah dan sebagai tugas

pembantu. Namun saat pelaksanakan pembentukan Keputusan Gubernur Jambi,

15Rozali Abdullah, Op.Cit., hal. 43

16

(20)

ada beberapa problematika masalah yang terjadi. sehingga

pembentukanKeputusan Gubernur Jambi tidak dapat diselesaikan tepat waktu

sesuai dengan yang diharapkan.17 Dengan memperhatikan amanat dari isi Pasal 2

huruf e PERGUB Jambi No. 28 Tahun 2011 yang menyebutkan bahwa:

Asas tata naskah dinas terdiri atas:

a. asas efisien dan efektif;

b. asas pembakuan;

c. asas akuntabilitas;

d. asas keterkaitan;

e. asas kecepatan dan ketepatan; dan

f. asas keamanan.

Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (5) PERGUB Jambi No. 28 Tahun 2011 yang menjelaskan bahwa “Asas kecepatan dan ketepatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf e, yaitu tata naskah dinas diselenggarakan tepat waktu dan

tepat sasaran”.

Selain dari pada itu, problematika penyusunan Keputusan Gubernur Jambi

telah ditemukan secara langsung dan nyata oleh penulis pada saat melaksanakan

program Praktek Kerja Lapangan atau disingkat PKL yang diselenggarakan

dikantor Biro Hukum Setda Provinsi Jambi pada tanggal 3 Agustur 2015 sampai

dengan 18 September 2015. Pada saat itu penulis ditempatkan pada bagian

Perundang-undangan untuk fokus dalam hal pengkoreksian Keputusan Gubernur

Jambi.

17

(21)

Dari pengalaman penulis pada saat mengikuti PKL sebagaimana yang

telah dijelaskan di atas, penulis banyak menemukan Keputusan Gubernur Jambi

yang di ajukan oleh setiap SKPD yang pada teknik penulisannya tidak sesuai

dengan apa yang diamanat di dalam peraturan perundang-undangan. Oleh karena

itu penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut yang dianalisis dengan

UU No. 12 Tahun 2011, Permendagri No. 1 Tahun 2014, dan Pergub Jambi No.

28 Tahun 2011 dengan judul “PEMBENTUKAN KEPUTUSAN GUBERNUR

JAMBI BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan yang menjadi

pokok permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

1. Siapa yang berwenang dalam pembentukan dan pengkoreksian Keputusan

Gubernur Jambi?

2. Bagaimana prosedur pembentukan Keputusan Gubernur Jambi?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian yang akan dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui siapakah yang berwenang dalam pembentukan dan

pengkoreksian Keputusan Gubernur Jambi.

2. Untuk mengetahui prosedur pembentukanKeputusan Gubernur Jambi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan akan dapat memberikan manfaat,

(22)

1. Manfaat secara akademis atau teoritis yaitu bagi penulis khususnya dan

bagi pembaca pada umumnya dapat mengetahui sekaligus memahami

tentang kewenangan dalam pembentukan Keputusan Gubernur Jambi dan

memahami dalam pembentukan Keputusan Gubernur Jambi.

2. Manfaat secara praktis yaitu untuk bahan masukan ataupun saran kepada

pihak yang berkesangkutan atau berperan penting dalam penyusunan

Keputusan Gubernur Jambi terkait dengan problematika dalam

pembentukan Keputusan Gubernur Jambi dalam upaya untuk

memaksimalkannya.

E. Kerangka Konseptual

Adapun untuk memahami secara jelas inti subtansi atau maksud dan tujuan

penelitian ini, maka penulis menguraikan arti kata dari judul skripsi ini sebagai

berikut:

1. Pembentukan, disebutkan pada Pasal 1 angka 1 UU No. 12 Tahun 2011, “pembentukan peraturan perundang-undangan adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mencakup tahap perencanaan, penyusunan,

pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan”.

2. Keputusan Gubernur, berdasarkan pada Pasal 1 PERGUBJambi No. 28

Tahun 2011, yang dimaksud Keputusan Gubernur adalah naskah dinas

dalam bentuk dan susunan produk hukum yang bersifat penetapan,

(23)

3. Peraturan Perundang-undangan,menurut Yuliandri:

“peraturan perundang-undangan adalah suatu keputusan dari suatu lembaga negara atau lembaga pemerintah yang dibentuk berdasarkan atribusi dan delegasi. Dalam rumusan lain dapat juga diartikan, bahwa peraturan perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum”.18

Berdasarkan dari pengertian yang tertulis di atas, maka yang dimaksud

dengan judul skripsi ini yaitu, mengkaji prosedur pembentukan Keputusan

Gubernur Jambikhususnya Keputusan Gubernur Jambi pada bulan

Agustus-September tahun 2015berdasarkan peraturan perundang-undangan. Peraturan

perundang-undangan yang dimaksud meliputi:

a. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan;

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2014 tentang Produk

Hukum Daerah;

c. Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata Naskah

Dinas Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Jambi.

F. Landasan Teoritis

Menurut Abdul Latief, “ada 3 (tiga) dasar agar hukum mempunyai kekuatan berlaku secara baik yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis, dan filosofis”.19Ada tiga poin pokok landasan yang disebutkan oleh Abdul Latief

didalam bukunya, yang pertama adalah Landasan Filosofis. Mengingat kata-kata

yang disampaikan oleh filsuf Romawi terkenal yaitu Marcus Tullius Cicerito yang

(24)

menyampaikan “Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum (Ubi Societas Ibi

Ius)”.20 Pada saat masyarakat berada disuatu tempat, maka ketika itu juga hukum

dibutuhkan disana.

Fisafat atau pemahaman hidup masyarakat didalam suatu bangsa tidak

luput dengan nilai-nilai moral dan etika dari bangsa tersebut. Menurut Supardan Modeong yang diungkapkan didalam bukunya bahwa “moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan

cita-cita yang dijujung tinggi. Didalamnya ada nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik”.21

Selanjutnya Supardan Modeong juga mengungkapkan pada bukunya bahwa: “landasan filosofis didalam peraturan secara visual dapat dibagi tiga, yaitu landasan filosofis vertikal (transidental), landasan filosofis horisontal, dan

landasan filosifis massive”.

Dalam teori teknik pembentukan peraturan perundang-undangana,

landasan filosofis adalah salah satu bagian yang tidak bisa ditinggalkan. Menurut Abdul Latief yang diungkapkan didalam bukunya bahwa “mereka yang mengukur kebaikan hukum dari “rechtsidee” tentu akan menekankan aspek filosofis”.22

Selain dari pendapat yang dikemukakan diatas, Menurut Rosidi Rangga Wijaya bahwa“penerapan hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan tata nilai

20Supardan Modeong, Teknik Perundang-Undangan di Indonesia, Perca, Jakarta, 2007. hal. 58.

21Ibid.

(25)

yang merupakan moral bangsa akan sia-sia, karena pasti tidak akan ditaati. Semua

nilai yang menjadi acuan dalam masyarakat terakumulasi dalam Pancasila, karena

Pancasila adalah pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah atau jalan hidup (way of life) bangsa, dan banyak lagi sebutan lainnya”.23

Selanjutnya yang kedua adalah landasan sosiologis. Menurut Amiroedin

Syarif “suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan kebutuhan, keyakinan, dan kesadaran hukum masyarakat”24 dalam hal ini bermakna bahwa peraturan

perundang-undangan yang dibentuk harus dimengerti oleh masyarakat sesuai

dengan gambaran hidup masyarakat yang berkaitan. Ini artinya, dari unsur

sosiologis didalam suatu perundang-undangan sangat lah penting untuk dimaknai.

Karena, didalam kajian hukum yang dilatar belakangi oleh keadaan sosial, pasti

akan merujuk atau berimbas pada suatu pemahaman secara sosiologis. Hal ini sesuai dengan padangan Abdul Latief yang menyebutkan bahwa “mereka yang melihat hukum sebagai gejala sosial akan melihat unsur sosiologis sangat penting”.25

Landasan yang terakhir atau yang ketiga adalah landasan yuridis.

Landasan yuridis atau landasan hukum (yuridische gelding) yang menjadi

landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah peraturan

23Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 60. 24Ibid.

(26)

atau sederajat peraturan perundangan undangan yang lebih tinggi dan menjadi

dasar kewengan (bevogheid competentie).26

Mengutip pendapat dari Bagir Mana, mengemukakan bahwa “dasar yuridis sangat lah penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan

karena akan menunjukkan:

1. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan

perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.

2. Keharusan ada kesesuaian bentuk atau jenis peraturan

perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.

3. Keharusan harus mengikuti tata cara tertentu. Apa bila tata cara

tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan tingkat lebih bawah.”27

Beranjak dari landasan-landasan pembentukan peratura

perundang-undangan, Profesor Maria Farida Indrati (1998) mengemukakan dua pendapat ahli

yang selama ini berkecimpung dalam bidang pembentukan peraturan

perundang-undangan, yaitu pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.

Attamimi.28

26Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 64. 27Ibid., hal. 67.

(27)

I.C. Van Der Vlis membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yang patut kedalam asas formal dan asas material. Asas

formal yang dimaksud Van Der Vlies meliputi:

1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);

2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);

3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);

4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);

5. Asas konsensus (het beginsel van consesus).

Sedangkan asas material, menurut Vlies meliputi:

1. Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van

duidelijke systematiek);

2. Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);

3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum(het

rechtsgelijkheidsbeginsel);

4. Asas kepastian hukum (het rechtzekerheidsbeginsel); dan

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van

de individuele rechtbedeling).29

Pada dasarnya, pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.

Attamimi mempunyai kesamaan dalam kontek azas formal. Namun Hamid Attamimi medambahkan dua azas yang berbeda yaitu “azasnya dapat dikenali dan azas materi muatan yang tepat.”30 Akan tetapi, asas-asas material pembentukan

undang-undang, “Attamimi menggaris bawahi, sepatutnya memenuhi beberapa

penyesuaian antara lain:

1. Asas harus sesuai dengan cita hukum dan fundamental negara;

2. Asas harus sesuai dengan hukum dasar negara;

3. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas

hukum; dan

4. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan

sistem konstitusi.31

29Ibid.

(28)

Merujuk dari azas-azas yang dikemukakan oleh I.C. Van Der Vlies dan

pendapat A. Hamid S. Attamimi. Aziz Syamsuddin menambahkan satu azas yang

tidak boleh ditinggalkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ia menyebutkan bahwa“Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan lebih tinggi”.32

G. Metode Penelitian

Dalam penelitian agar terlaksana dengan maksimal, maka peneliti

mempergunakan beberapa metode sebagi berikut:

1. Tipe Penelitian

Tipe dari penelitian ini adalah yuridis empiris. Tipe penelitian ini

mengkaji Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Peraturan

perundang-undangan.

2. Spesifikasi Penelitian

Berdasarkan aspek metodologi penelitian, penulis menggunakan

tipe penelitian kualitatif. Melalui pendekatan kualitatif ini diharapkan

dapat menggambarkan mengenai kualitas, realitas sosial dan persepsi nara

sumber dari sarana penelitian. Sedangkan berdasarkan spesifikasinya,

penelitian yang penulis lakukan bersifat Deskriptif Analisis yakni

memahami makna interaksi objek penelitian yang ingin penulis teliti

(29)

kemudian dianalisa sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan dan juga landasan teoritis yang telah di paparkan sebelumnya.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus – September tahun

2015. Alasan penulis memilih meneliti Keputusan Gubernur Jambi

pada bulan Agustus-September tahun 2015, dikarenakan setiap

tahunya pada bulan Agustus dan bulan September jumlah Keputusan

Gubernur yang diajukan oleh setiap SKPD pada bulan tersebut lebih

banyak dibandingkan dengan bulan lainnya.33

b. Sampel Penelitian dan Teknik Penarikaan Sampel

Adapun sampel dalam penelitian ini diambil dari jumlah

populasi dengan menggunakan teknik penarikan sampel Purposive

Sample. Bahder Johan Nasution menjelaskan bahwa, Purposive

Sample artinya memilih sampel berdasarkan penelitian tertentu karena

unsur-unsur atau unit-unit yang dikaji dianggap mewakili populasi.

Pemilihan terhadap unsur-unsur atau unit-unit yang dijadikan sampel

harus berdasarkan pada alasan yang logis, artinya dalam pengambilan

sampel diambil unit-unit sampel sedemikian rupa sehingga sampel

33

(30)

tersebut benar-benar mencerminkan ciri-ciri dari populasi yang

ditentukan.34

Berdasarkan penjelasan di atas, sampel dalam penelitian ini adalah

10% (sepuluh persen) dari jumlah Keputusan Gubernur Jambi pada

bulan Agustus-September tahun 2015. Jumlah Keputusan Gubernur

Jambi pada bulan Agustus-September tahun 2015 terhitung sejumlah

26 (dua puluh enam) Keputusan Gubernur Jambi. 10% (sepuluh

persen) dari 26 (dua puluh enam) adalah 2,6 (dua koma enam) dan

dibulatkan menjadi 3 (tiga). Maka sampel dalam penelitian ini adalah

3 (tiga) Keputusan Gubernur Jambi pada bulan Agustus-September

tahun 2015.

4. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh lansung dari penelitian

lapangan di lingkungan pemerintahan Provinsi Jambi khususnya di

kantor Biro Hukum Setda Provinsi Jambi.

Data primer dalam penelitian ini meliputi hasil wawancara.

Wawancara dilakukan terhadap informan dengan alat pencatatan dan

recorder. Informan penelitian ini adalah Kepala Biro Hukum Setda

Provinsi Jambi, Kepala Bagian Perundang-Undangan Biro Hukum

Setda Provinsi Jambi dan KASUBAG Rancangan Hukum Biro

Hukum Setda Provinsi Jambi.

(31)

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian

kepustakaan, seperti buku-buku dokumen terkait dengan isu hukum

yang sedang dilakukan penelitian. Data sekunder terdiri dari:

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yang terkait dengan pembentukan

Keputusan Gubernur Jambi berdasarkan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan; Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Produk Hukum

Daerah;Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011

tentang Tata Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintahan

Provinsi Jambi.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah berupa semua publikasi

tentang hukum. Publikasi tentang hukum meliputi

buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan hasil

dokumen-dokumen penelitian lainnya.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier ini diperoleh dari kamus besar bahasa

(32)

5. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa

melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengelolaan data yang

dibentuk dengan teori-teori yang didapat sebelumnya. Bahan hukum

primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang

dikumpulkan oleh penulis kemudian diinventarisasi dan diklasifikasikan

berdasarkan studi dokumen atau penyesuaian dengan masalah yang

dibahas. Bahan yang diperoleh kemudian dipaparkan, disistematisasi,

kemudian dianalisis untuk menginterpretasikan hukum yang berlaku.

Bahder Johan Nasution menjelaskan di dalam bukunya bahwa,

teknik analisis pada dasarnya adalah analisis deskriptif diawali dengan

teknik analisis data dan informasi yang sama menurut sub aspek.

Selanjutnya, melakukan interprestasi untuk memberi makna terhadap tiap

sub aspek dan hubungan satu sama lain. Kemudian setelah itu dilakukan

analisis atau interprestasi keseluruhan aspek untuk memahami makna

hubungan antara aspek yang satu dengan yang lainnya dan dengan

keseluruhan aspek yang menjadi pokok permasalahan penelitian yang

dilakukan secara induktif sehingga memberikan gambaran hasil secara

utuh.35

Oleh penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini analisisi yang

digunakan adalah analisis kualitatif, artinya bertitik tolak pada aturan

hukum yang berlaku yang berkembang melalui pembahasan dalam bahan

(33)

hukum sekunder. Kemudian dengan logika berpikir deduktif, maka semua

bahan diseleksi dan diolah serta dianalisis dengan memaparkan apa adanya

(deskriptif), maka dengan mengungkapkan permasalahan, juga dengan

penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wacana baru

dalam rangka Pembentukan Keputusan Gubernur Jambi.

H. Sistematika Penulisan

Setelah penulis menjelaskan masalah yang telah disebutkan terdahulu,

maka untuk lebih lengkap dan jelasnya penulisan skripsi ini, penulis juga

menjelaskan sistematika penelitian.

Tulisan ini terdiri dari empat bab, tiap-tiap bab terdiri dari sub-sub bab dan

masing-masing mempunyai keterkaitan satu sama lain. Untuk mendapatkan

gambaran yang lebih jelas mengenai pembahasan skripsi ini, akan dikemukakan

sistematikanya sebagai berikut:

Bab I, Bab ini merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, mafaat penelitian,

Landasan konsepsional, landasan teoritis, metode penelitian, dan

sistematika penelitian. Bab ini merupakan bab permasalahan yang akan

dikaji pada bab pembahasan dengan menggunakan teori-teori yang tertulis

didalam landasan teoritis.

Bab II, Bab ini merupakan tinjauan umum sebagai landasan dalam

melakukan analisis atas permasalahan yang terdiri dari makna produk

hukum Daerah, Hielarki produk hukum Daerah, dan bentuk Keputusan

(34)

Bab III, Bab ini adalah bab pembahasan yang terdiri dari:

1. Kewenangan dalam tahap pembentukan dan pengkoreksian Keputusan

Gubernur Jambi.

2. Prosedur pembentukan Surat Keputusan Gubernur Jambi.

Bab IV, Bab ini merupakan bab penutup yang meberikan dan

menggambarkan kesimpulan dari masalah yang telah penulis uraikan pada

(35)

Produk hukum daerah atau disingkat dengan PHD adalah salah satu bagian

perundang-undangan positif di negara Indonesia. Namun, produk hukum daerah

hanya berlaku bagi di daerahnya dimana produk hukum tersebut di tetapkan.

Untuk memahami makna produk hukum daerah, maka terlebih dahulu penulis

akan memaparkan makna dari peraturan perundang-undangan.

Menurut SF. Marbun dan Moh. Mahfud, peraturan adalah hukum yang in

abstracto atau general norm yang sifatnya mengikat umum (berlaku umum) dan

tugasnya adalah mengatur hal-hal yang bersifat umum (general). 36 Istilah

perundang-undangan (legislation atau gesetzgebung) mempunyai 2 (dua)

pengertian yang berbeda, yaitu:

1. Perundang-undangan sebagai sebuah proses pembentukan atau proses

membentuk peraturan-peraturan negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah; dan

2. Perundang-undangan sebagai segala peraturan negara, yang merupakan

hasil proses pembentukan peraturan-peraturan, baik di tingkat pusat

maupun di tingkat daerah.37

Senada dengan yang di sampaikan oleh SF. Marbun dan Moh. Mahfud.

Satjipto Rahardjo menyebutkan peraturan perundang-undangan memiliki ciri-ciri

sebagai berikut:

36Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 129.

(36)

1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.

2. Bersivat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa

yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya. Oleh karena itu, ia tidak dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.

3. Ia memiliki kekuatan untuk mengkoreksi dan memperbaiki dirinya

sendiri. Adalah lazim bagi suatu perundang-undangan mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukannya peninjauan

kembali.38

Pengertian peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum pada

Pasal 1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 bahwa “Peraturan perundang-undangan

adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum secara umum dan dibentuk

atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui

prosedur yang ditetapkan didalam peraaturan perundang-undangan”.

Selanjutnya, dijelaskan oleh Bagir Manan bahwa yang dimaksud dengan

peraturan perundang-undangan adalah setiap putusan tertulis yang dibuat dan

ditetapkan serta dikeluarkan oleh lembaga dan/atau pejabat negara yang

mempunyai (manajemen) fungsi legislatif sesuai dengan tata cara yang berlaku.39

Dengan pengertian yang lebih luas dibandingkan Bagir Manan, Reed

Dickerson mengemukakan peraturan perundang-undangan adalah: “... aturan

-aturan tingkah laku yang mengikat secara umum dapat berisi ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, status atau suatu tatanan”.40

Dalam kontek pembentukan hukum nasional, A. Hamid Attamimi

menggaris bawahi 3 (tiga) fungsi utama ilmu perundang-undangan, yaitu:

(37)

1. Untuk memenuhi kebutuhan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang senantiasa berkembang;

2. Untuk menjembatani lingkup hukumm adat dengan hukum yang tidak

tertulis lainnya; atau

3. Untuk memenuhi kebutuhan kepastian hukum tidak tertulis bagi

masyarakat.41

Profesor Maria Farida Indrati (1998) mengemukakan dua pendapat ahli

yang selama ini berkecimpung dalam bidang pembentukan peraturan

perundang-undangan, yaitu pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.

Attamimi.42

I.C. Van Der Vlis membagi asas-asas dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan yang patut kedalam asas formal dan asas material. Asas

formal yang dimaksud Van Der Vlies meliputi:

1. Asas tujuan yang jelas (beginsel van duidelijke doelstelling);

2. Asas organ/lembaga yang tepat (beginsel van het juiste organ);

3. Asas perlunya pengaturan (het noodzakelijkheids beginsel);

4. Asas dapat dilaksanakan (het beginsel van uitvoerbaarheid);

5. Asas konsensus (het beginsel van consesus).

Sedangkan asas material, menurut Vlies meliputi:

1. Asas terminologi dan sistematika yang benar (het beginsel van

duidelijke systematiek);

2. Asas dapat dikenali (het beginsel van de kenbaarheid);

3. Asas perlakuan yang sama dalam hukum (het

rechtsgelijkheidsbeginsel);

4. Asas kepastian hukum (het rechtzekerheidsbeginsel); dan

5. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual (het beginsel van

de individuele rechtbedeling).43

(38)

Pada dasarnya, pendapat I.C. Van Der Vlies dan pendapat A. Hamid S.

Attamimi mempunyai kesamaan dalam kontek azas formal. Namun Hamid

Attamimi medambahkan dua azas yang berbeda yaitu “azasnya dapat dikenali dan

azas materi muatan yang tepat.”44 Akan tetapi, asas-asas material pembentuak

undang-undang, “Attamimi menggaris bawahi, sepatutnya memenuhi beberapa

penyesuaian antara lain:

1. Asas harus sesuai dengan cita hukum dan fundamental negara;

2. Asas harus sesuai dengan hukum dasar negara;

3. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip negara berdasarkan atas

hukum; dan

4. Asas harus sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan berdasarkan

sistem konstitusi.45

Merujuk dari azas-azas yang dikemukakan oleh I.C. Van Der Vlies dan

pendapat A. Hamid S. Attamimi. Aziz Syamsuddin menambahkan satu azas yang

tidak boleh ditinggalkan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Ia menyebutkan bahwa“Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan lebih tinggi”.46

Dalam membentuk peraturan perundang-undangan legal drafter harus

sunggguh-sungguh memperhatikan asas pembentukan peraturan

perundang-undangan. Legal drafting adalah pengonsepan atau hukum perancangan yang

(39)

berarti “cara penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan sesuai

tuntutan teori, asas dan kaedah perancangan peraturan perundang-undangan”.47

Dalam amanat di dalamBab II tentang asas pembentukan peraturan

perundang-undangan Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 dirumuskan bahwa

pembentuakn peraturan perundang-undangan harus didasarkan pada asas-asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang meliputi:

1. Kejelasan tujuan

2. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat

3. Kesuain antar jenis, hielarki, dan materi muatan.

4. Dapat dilaksanakan.

5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan

6. Kejelasan rumusan

7. Keterbukaan

Dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 juga dirumuskan asas-asas

yang harus tercermin dalam muatan peraturan perundang-undangan, yakni sebagai

berikut:

8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan

9. Asas ketertiban dan kepastian hukum

10.Asas keseimbaan, keserasian, dan keselarasan.

Sesuai dengan apa yang disebutkan sebelumnya, ada salah satu asas yang

sangat penting dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yaitu

(40)

Peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berkedudukan lebih tinggi. Ini

artinya adanya suatu konsekuensi suatu hielarki perundang-undangan

Bagir Manan menyimpulkan secara lebih konkrit bahwa peraturan

perundang-undangan mencakup segala bentuk peraturan perundang-undangan

baik dibuat pada tingkat pusat pemerintahan negara maupun di tingkat daerah.48

Dari uraian di atas, dapat kita simpulkan poin-poin penting yang disampaikan oleh

Bagir Manan, yaitu:

1. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintahan negara di

tingkat pusat; dan

2. Peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintahan negara di

tingkat daerah.

Dari yang disebutkan oleh Bagir Manan di atas, dapat di kaitan dengan

asas yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Peraturan perundang-undangan

yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan

undangan yang berkedudukan lebih tinggi. Ini artinya peraturan

perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah negara di tingkat daerah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang yang dibuat oleh

pemerintahan negara di tingkat pusat.

Menurut H. Abdul Latief, produk hukum daerah diartikan sebagai

peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh pemerintah daerah atau salah

(41)

satu unsur pemerintah daerah yang berwenang membuat peraturan

perundang-undangan daerah.49Tujuan dibentuknya produk hukum daerah yaitu agar lebih

tercapai koordinasi antara Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam penyiapan

rancangan Produk hukum daerah dan efektifitas proses pengharmonisasian dalam

rancangan yang baik dan berkualitas.

Di dalam pembentukan produk hukum daerah, ada beberapa landasan yang

sangat penting untuk dipahami. Menurut Abdul Latief, “ada 3 (tiga) dasar agar

hukum mempunyai kekuatan berlaku secara baik yaitu mempunyai dasar yuridis, sosiologis, dan filosofis”.50Ada tiga poin pokok landasan yang disebutkan oleh

Abdul Latief didalam bukunya, yang pertama adalah Landasan Filosofis.

Mengingat kata-kata yang disampaikan oleh filsuf Romawi terkenal yaitu Marcus Tullius Cicerito yang menyampaikan “Dimana ada masyarakat, disitu ada hukum

(Ubi Societas Ibi Ius)”.51 Pada saat masyarakat berada disuatu tempat, maka ketika itu juga hukum dibutuhkan disana.

Fisafat atau pemahaman hidup masyarakat didalam suatu bangsa tidak

luput dengan nilai-nilai moral dan etika dari bangsa tersebut. Menurut Supardan Modeong yang diungkapkan didalam bukunya bahwa “moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai yang baik. Nilai yang baik adalah pandangan dan

49Ibid., hal. 58

50Abdul Latief, Op. Cit., hal. 54.

(42)

cita yang dijujung tinggi. Didalamnya ada nilai kebenaran, keadilan, kesusilaan

dan berbagai nilai lainnya yang dianggap baik”.52

Selain dari pendapat yang dikemukakan diatas, Menurut Rosidi Rangga Wijaya bahwa“penerapan hukum yang dibentuk tanpa memperhatikan tata nilai yang merupakan moral bangsa akan sia-sia, karena pasti tidak akan ditaati. Semua

nilai yang menjadi acuan dalam masyarakat terakumulasi dalam Pancasila, karena

Pancasila adalah pandangan hidup, cita-cita, dan falsafah atau jalan hidup (way of life) bangsa, dan banyak lagi sebutan lainnya”.53

Selanjutnya yang kedua adalah landasan sosiologis. Menurut Amiroedin

Syarif “suatu peraturan perundang-undangan dikatakan mempunyai landasan sosiologis apabila ketentuan-ketentuannya sesuai dengan kebutuhan, keyakinan, dan kesadaran hukum masyarakat”54 dalam hal ini bermakna bahwa peraturan

perundang-undangan yang dibentuk harus dimengerti oleh masyarakat sesuai

dengan gambaran hidup masyarakat yang berkaitan.

Landasan yang terakhir atau yang ketiga adalah landasan yuridis.

Landasan yuridis atau landasan hukum (yuridische gelding) yang menjadi

landasan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan adalah peraturan

atau sederajat peraturan perundangan undangan yang lebih tinggi dan menjadi

dasar kewengan (bevogheid competentie).55

52Ibid.

53Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 60. 54Ibid.

(43)

Mengutip pendapat dari Bagir Mana, mengemukakan bahwa “dasar yuridis sangat lah penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan

karena akan menunjukkan:

1. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan

perundang-undangan. Setiap peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh badan atau pejabat yang berwenang.

2. Keharusan ada kesesuaian bentuk atau jenis peraturan

perundang-undangan tingkat lebih tinggi atau sederajat.

3. Keharusan harus mengikuti tata cara tertentu. Apa bila tata cara

tersebut tidak diikuti, peraturan perundang-undangan mungkin batal demi hukum atau tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mengikat.

4. Keharusan tidak bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya. Suatu undang-undang tidak boleh mengandung kaidah yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Demikian pula seterusnya sampai pada peraturan perundang-undangan tingkat lebih bawah.”56

Dari beberapa landasan yang disebutkan di atas, landasan yuridis adalah

menjadi catatan penting yang harus dipertimbangkan di dalam pembentukan

produk hukum daerah. karena, tanpa adanya kewenangan dan pengaturan yang

diamanatkan di dalam peraturan yang lebih tinggi produk hukum daerah tidak

dapat disahkan.

Dalam setiap negara hukum, dipersyaratkan berlakunya asas legalitas

dalam segala bentuknya (due process of law), yaitu bahwa segala tindakan

pemerintah harus didasarkan atas peraturan perundang-undangan yang sah dan

tertuli. Peraturan perundang-undangan tertulis tersebut harus ada dan berlaku

lebih dulu atau mendahului tindakan atau perbuatan administrasi yang dilakukan.

(44)

Dengan demikian, setiap perbuatan atau tindakan administrasi harus didasarkan

atas aturan atau rules and procedures (regels).57

Produk hukum daerah pada hakikatnya meliputi semua peraturan yang

dibuat oleh lembaga pemerintah yang ada baik dalam meliputi provinsi,

kabupaten dan kota, maupun desa.58Materi muatan produk hukum daerah meliputi

keseluruhan materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan

tugas pembantu dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih

lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.59

Dasar pembentukan produk hukum daerah terdapat pada Pasal 18 ayat (6) Amandemen ke 2 (dua) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi daerah”. Dalam penyelenggaraan otonomi daerah ada 3 (tiga) macam produk hukum yang utama yang dapat dihasilkan oleh suatu daerah,

yaitu:Peraturan Daerah (PERDA); dan Peraturan Kepala Daerah

(PERKADA)/Keputusan Kepala Daerah.60

Dari yang tersebut sebelumnya, dapat dijelaskan pertama, Peraturan

Daerah atau disingkat dengan PERDA. Perda ditetapkan oleh kepala daerah

setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. hal ini tersirat didalam Pasal 5 ayat (1) bahwa “presiden berhak mengajukan rancangan

57Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal. 128.

58Supardan Modeong, Op.Cit., hal. 76.

59Supardan Modeong dan Zudan Arif Fakrullah, Op.Cit., hal. 23.

60

(45)

undang-undang kepada DPR”. Dengan demikian dapat diartikan bahwa peraturan daerah itu semacam undang-undang (pada tingkat daerah).

Meskipun undang-undang menyebutkan bahwa kepala daerah menetapkan

peraturan daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD, tidak berarti

semua kewenangan membuat peraturan daerah ada pada kepala daerah. namun,

DPRD juga memiliki kekuasaan yang juga menentukan dalam pembentukan

peraturan daerah. DPRD dilengkapi dengan hak-hak inisiatif dan hak mengadakan

perubahan. Bahka persetujuan itu sendiri mengandung kewenangan menentukan

(dicicive).Tanpa persetujuan DPRD tidak akan ada peraturan daerah.61

Kewenangan membuat peraturan daerah merupakan wujud nyata dari

pelaksanaan hak otonomi dari suatu daerah dan sebaliknya peraturan daerah

merupakan salah satu sarana dalam penyelenggaraan otonomi darah. Peraturan

daerah hanya ditandatangani oleh kepala daerah dan tidaak ditandatangani oleh

pimpinan DPRD.62

Perda yang dibentuk oleh suatu daerah tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan

baru mempunyai kekuatan mengikat setalah di undangkan dengan dimuat dalam

lembaran daerah. Rozalli Abdullah juga berpandangan bahwa perda yang baik itu

(46)

adalah yang memuat ketentuan memihak kepada kepantingan rakyat banyak,

menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan berwawasan lingkungan dan budaya.63

Kedua Peraturan Kepala Daerah/keputusan kepala daerah. Kepala daerah

mempunyai kewenangan membuat ketetapan (beschikking) dan peraturan

kebijaksanaan (beleidregels atau pseudowetgeving) seperti membuat jutlak dan

juknis, contohnya “Peraturan Gubernur Jambi Nomor 28 Tahun 2011 tentang Tata

Naskah Dinas Di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Jambi.64

Dari penjelasan di atas, maka dapat di bedakan bahwa peraturan kepala

daerah adalah suatu peraturan perundang-undangan di tingkat daerah yang bersifat

pengaturan (regeling). Sedangkan keputusan kepala daerah adalah suatu peraturan

perundang-undangan di tingkat daerah yang bersifat penetapan (beschikking).

Peraturan Kepala Daerah/Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk

melaksanakan peraturan daerah yang bersangkutan, peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya atau dalam rangka menjalankan tugas

wewenang dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pemerintahan daerah

(pimpinan eksekutif daerah).65 Sama halnya dengan PERDA, peraturan kepala

daerah dan keputusan kepala daerah juga tidak boleh bertentangan dengan

kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.66

63Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otononomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah

Secara Lansung, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2005, hal. 132. 64Abdul Latief, Op.Cit., hal. 62.

65Ibid.

(47)

B. Hielarki Produk Hukum Daerah

Berkaitan dengan heilarki norma hukum, Hank Kelsen mengemukakan

teori jenjang norma (stufenrheorie). Teori jenjang norma mangatakan bahwa

norma-norma itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hielarki tata

susunan, dimana norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada

norma yang lebih tingg, demikian seterusnya sampai pada suatu norma tertinggi

yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut, dan bersifat hipotesis, serta fiktif, yaitu

norma dasar (grundnorm/besic norm/fundemental norm).67

Hans Nawiasky (1945) mengembangkan teori jenjang norma hukum

dengan mengkontekstualisasikan kepada suatu negara. Newiasky

mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu negara menjadi empat

kelompok besar, yaitu:

Kelompok I : norma fundamental negara (staatsfundamentalnorm);

kelompok II : Aturan dasar/pokok negara (staatsgrundgetz

kelompok III : Undang-undang ‘formal” (formell gesetz); dan

kelompok IV : Aturan pelaksana dan aturan otonom (verodnung and

autonom satzung).

Terkait penjelasan di atas, dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12

Tahun 2011 ditetapkan jenis dan hielarki peraturan perundang-undangan di

indonesia, sebagai berikut:

(48)

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dari ketentuan di atas, dapat diartikan bahwa adanya suatu tingkatan

peraturan perundang-undangan yang dimana setiap peraturan perundang-undangn

memiliki suatu keterkaitan sistem pengaturan dengan acuan undang-undang yang

lebih tinggi secara hielarki. Dengan adanya suatu hielarki perundang-undangan,

maka dapat dilihat dengan jelas bahwa peraturan daerah provinsi dan peraturan

daerah kabupaten/kota dengan kata lain disebut produk hukum daerah terdapat

pada jenjang peraturan perundang-undang terendah sesuai dengan hielarki

perundang-undangan di Indonesia.

Apabila kita merujuk pada teori jenjang norma dari Hans Kelsen dan teori

jengjang norma hukum dari Hans Nowiasky maka kita bisa melihat addanya

pencerminan dari dua sistem norma tersebut dalam sistem norma hukum

(jenis/hierarki perundang-undangan) Indonesia.

Norma hukum yang satu selalu berlaku, bersumber, dan berdasarkan pada

norma hukum yang lebih tinggi di atasnya, dan norma hukum yang lebih tinggi

(49)

seterusnya sampai pada suatu norma fundemental negara

(staatsfundamentalnorm) Republik Indonesia, yaitu Pancasila.68

Selanjutnya, asas yang sangat harus dipahami adalah peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Sistem norma hukum indonesia menggaris

bawahi Pancasila merupakan norma hukum tertinggi atau sumber dari segala

sumber hukum negara. Jenjang di bawah Pancasila sekaligus menempati puncak

hielarki peraturan perundang-undangan di Indonesia adalah UUD 1945 sebagai

aturan dasar negara/aturan pokok negara (staatsgrundgesetz).69

Produk hukum daerah adalah suatu peraturan pelaksana dan peraturan

otonom di daerah. menurut Nawiasky, peraturan pelaksana dan peraturan otonom

merupakan peraturan perundang-undangan yang berda di bawah undang-undang,

yang memiliki fungsi yang sama, yaitu menyelenggarakan ketentuan-ketentuan

yang tercantum di dalam undang-undang.70

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Peraturan Kepala

Daerah/Keputusan Kepala Daerah dibuat untuk melaksanakan peraturan daerah

yang bersangkutan, peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya

atau dalam rangka menjalankan tugas wewenang dan tanggung jawabnya sebagai

penyelenggara pemerintahan daerah (pimpinan eksekutif daerah). 71 Dari

pemaparan tersebut dapat disimpulkan dalam pembentukan peraturan kepala

(50)

daerah/keputusan kepala daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan

daerah, dengan kata lain PERKADA/Keputusan Kepala Daerah harus dibentuk

berdasarkan delegasi dan atribusi yang diamanatkan di dalam peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi atau PERDA.

Dikarenan PERKADA/Keputusan kepala daerah adalah suatu peraturan

perundang-undangan yang dibentuk untuk melaksanakan suatu PERDA. Hal ini

artinya dapat diambil kesimpulan hielarki Produk Hukum Daerah yaitu:

1. Peraturan Daerah (PERDA)

2. Peraturan Kepala Daerah (PERKADA)/Keputusan Kepala Daerah.

C. Bentuk Keputusan Kepala Daerah

Ada beberapa unsur dalam keputusan kepala daerah (beschikking), yaitu:

1. Pernyataan kehendak sepihak;

2. Dikeluarkan oleh organ pemerintahan (bestuursorgaan);

3. Didasarkan pada kewenangan hukum yang bersifat publik

(publiekbevoegdheid);

4. Ditujukan untuk hal khusus atau peristiwa konkret dan individual;

5. Dengan maksud untuk menimbulkan akibat hukum dalam bidang

administrasi.72

Secara teoritis dalam hukum administrasi negara, dikenal ada beberapa

macam dan sifat keputusan, yaitu sebagai berikut.73

Referensi

Dokumen terkait

Ini menunjukan dari kelima sumber air baku yang memenuhi kebutuhan bagi penduduk hingga tahun 2032 hanya ada dua yang memenuhi yaitu Riam Marun dan Riam Madi

Sesuai dengan permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan pada bagian sebelumnya yang akan dicari solusinya, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

Terbukti dengan munculnya penelitian I Nyoman Kusuma Wardana bertajuk perancangan sistem pakar untuk diagnosa penyakit mulut dan gigi menggunakan bahasa pemrograman CLIPS

 Setelah siswa berlatih menjawab pertanyaan, siswa dapat menyampaikan perkiraan informasi dari teks nonfiksi berdasarkan kata-kata kunci yang terdapat pada judul dengan tepat.. 

Metode GCV adalah salah satu metode yang digunakan untuk memperoleh estimasi parameter penghalus pada fungsi variansi yang merupakan modifikasi dari metode Cross

Kepala UPT-LPSE mempunyai tugas melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, memimpin, mengkoordinasikan dan melakukan pengawasan melekat terhadap seluruh

Membeli, menjual atau dengan cara lain memperoleh --- atau melepaskan hak atas barang bergerak dan tidak -- bergerak milik PUSKOPDIT JAKARTA dengan jumlah---

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanggapan responden terhadap budaya organisasi dengan dimensi involvement, consistency, adaptability, dan mission secara keseluruhan berada