8 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelelahan Kerja
2.1.1 Pengertian Kelelahan Kerja
Kata lelah (fatique) menunjukkan keadaan tubuh fisik dan mental yang berbeda, tetapi semuanya berakibat pada penurunan daya kerja dan berkurangnya
ketahanan tubuh untuk bekerja. Kelelahan merupakan suatu mekanisme tubuh
(Suma’mur, 2009). Kelelahan merupakan suatu mekanisme perlindungan tubuh
agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan
setelah istirahat.
Kelelahan adalah ungkapan perasaan yang tidak enak secara umum, suatu
perasaan yang kurang menyenangkan, perasaan resah dan capai yang menguras
seluruh minat dan tenaga (Anoraga, 2009). Istilah kelelahan biasanya
menunjukkan kondisi yang berbeda-beda dari setiap individu, tetapi semuanya
bermuara kepada hilangnya efesiensi dan penurunan kapasitas kerja serta
ketahanan tubuh (Tarwaka, 2004).
Kelelahan adalah suatu perasaan yang kurang menyenangkan hingga
berpengaruh pada menurunnya kekuatan bergerak dan akhirnya berpengaruh
kepada menurunnya prestasi yang dicapai oleh individu yang mengalami
kelelahan (Ryna Parlyna dan Arif Marsal, 2013).
Dari banyak defenisi kelelahan diatas, secara garis besar dapat dikatakan
bahwa kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul dari suatu keadaan,
yang secara umum terjadi pada setiap individu yang sudah tidak sanggup lagi
2.1.2 Jenis Kelelahan Kerja
Kelelahan kerja dapat dibedakan berdasarkan:
1) Proses dalam otot yang terdiri dari :
a) Kelelahan otot, adalah suatu penurunan kapasitas otot dalam bekerja
akibat kontraksi yang berulang. Kontraksi otot yang berlangsung lama
mengakibatkan keadaan yang dikenal sebagai kelelahan otot. Otot
yang lelah akan menunjukkan kurangnya kekuatan, bertambahnya
waktu kontraksi dan relaksasi, berkurangnya koordinasi serta otot
menjadi gemetar.
b) Kelelahan umum, adalah perasaan yang menyebar yang disertai adanya
penurunan kesiagaan dan kelambanan pada setiap aktivitas. Kelelahan
umum biasanya ditandai dengan berkurangnya kemauan untuk bekerja
yang disebabkan oleh monotoni, intensitas dan lamanya kerja fisik,
keadaan lingkungan, sebab-sebab mental, status kesehatan dan
keadaan gizi (Tarwaka, 2004).
2) Penyebab Terjadinya Kelelahan yang terdiri dari:
a) Kelelahan Fisiologis, adalah kelelahan yang timbul karena adanya
perubahan-perubahan faal dalam tubuh. Dari segi fisiologis, tubuh
manusia dapat dianggap sebagai mesin yang mengkonsumsi bahan
bakar dan memberikan output yang berupa tenaga yang berguna untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari.
b) Kelelahan psikologis, adalah kelelahan yang dapat dikatakan kelelahan
dari perubahan tingkah laku atau pendapat-pendapatnya yang sudah
tidak konsisten lagi, serta labilnya jiwa dengan adanya perubahan pada
kondisi lingkungan atau kondisi tubuhnya. Beberapa sebab kelelahan
ini diantaranya: kurangnya minat dalam pekerjaan, berbagai penyakit,
monotoni, keadaan lingkungan, adanya hukum atau nilai moral yang
mengikat yang dirasakan tidak cocok baginya, serta sebab-sebab
fisikologis lain seperti tanggung jawab, kekhawatiran, dan
konflik-konflik. Pengaruh-pengaruh ini seakan-akan terkumpul didalam tubuh
(benak) dan menimbulkan rasa lelah.
3) Waktu terjadinya kelelahan kerja yang tediri dari:
a) Kelelahan akut, terutama disebabkan oleh kerja suatu organ atau
seluruh tubuh secara berlebihan.
b) Kelelahan kronis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah
faktor yang berlangsung secara terus-menerus dan terakumulasi untuk
jangka waktu yang panjang. Gejala-gejala yang tampak jelas akibat
lelah kronis ini dapat dicirikan seperti :
1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi
kurang toleran terhadap orang lain.
2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan.
2.1.3 Faktor Penyebab Terjadinya Kelelahan
Grandjean (1991) menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya
kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara atau
mempertahankan kesehatan dan efesiensi, proses penyegaran harus dilakukan
diluar tekanan (cancel out the stres). Penyegaran terjadi terutama sewaktur tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga dapat
memberikan penyegaran. Faktor-faktor penyebab kelelahan antara lain: intensitas
lamanya kerja fisik dan mental, lingkungan (iklim, penerangan, kebisingan,
getaran dll), circadian rhythm, problem psikis (tanggung jawab, kekhawatiran, konflik dll), kenyerian dan kondisi kesehatan, dan nutrisi (Tarwaka, 2004).
Menurut Siswanto yang dikutip dari Ambar (2006), faktor penyebab
kelelahan kerja berkaitan dengan:
a) Pengorganisasian kerja yang tidak menjamin istirahat dan rekreasi, variasi
kerja dan intensitas pembebanan fisik yang tidak serasi dengan pekerjaan,
b) Faktor Psikologis, misalnya rasa tanggungjawab dan khawatir yang
berlebihan, serta konflik yang kronis/ menahun.
c) Lingkungan kerja yang tidak menjamin kenyamanan kerja serta tidak
menimbulkan pengaruh negatif terhadap kesehatan pekerja.
d) Status kesehatan (penyakit) dan status gizi.
e) Monoton(pekerjaan/ lingkungan kerja yang membosankan).
Kelelahan yang disebabkan oleh kerja statis berbeda dengan kerja dinamis.
Pada kerja otot statis, dengan pengerahan tenaga 50% dari kekuatan maksimum
<20% kerja fisik dapat berlangsung cukup lama. Tetapi pengerahan tenaga otot
statis sebesar 15-20% akan menyebabkan kelelahan dan nyeri jika pembebanan
berlangsung sepanjang hari, lebih lanjut Suma’mur (2009) juga mengatakan
bahwa kerja otot statis merupakan kerja berat, kemudian mereka membandingkan
antara kerja otot statis dan kerja otot dinamis. Pada kondisi yang hampir sama,
kerja otot statis mempunyai konsumsi energi yang lebih tinggi, denyut nadi
meningkat dan diperlukan waktu istirahat yang lebih lama.
2.1.4 Proses Terjadinya Kelelahan Kerja
Kelelahan terjadi karena berkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, di mana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan
aktivasi otot. Ataupun mungkin bisa dikatakan bahwa produk sisa ini
mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga menyebabkan
orang menjadi lambat bekerja jika sudah lelah.
Makanan yang mengandung glikogen, mengalir dalam tubuh melalui
peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot akan selalu diikuti oleh reaksi kimia
(oksida glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat
(produk sisa). Dalam tubuh dikenal fase pemulihan, yaitu suatu proses untuk
merubah asam laktat menjadi glikogen kembali dengan adanya oksigen dari
pernafasan, sehingga memungkinkan otot-otot bisa bergerak secara kontiniu. Ini
berarti keseimbangan kerja bisa dicapai dengan baik apabila kerja fisiknya tidak
terlalu berat. Pada dasarnya kelelahan ini timbul karena terakumulasinya
produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah yang disebabkan tidak seimbangnya
Secara lebih jelas proses terjadinya kelelahan fisik adalah sebagai berikut :
1. Oksidasi glukosa dalam otot menimbulakan CO2, saerolatic, phospati, dan
sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian
dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan
zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluarannya sehingga
timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot
selanjutnya.
2. Karbohidrat yang didapat dari makanan diubah menjadi glukosa dan
disimpan di hati dalam bentuk glikogen. Setiap 1 cm3 darah normal akan
membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa
0,1% dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati. Oleh Karena itu, dengan
adanya aktivitas bekerja persediaan glikogen dalam hati akan menipis.
Kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati hanya
tersisa 0,7%.
Untuk kelelahan fisiologis, para ahli meyakini bahwa keadaan dan
perasaan kelelahan yang timbul karena adanya reaksi fungsional dari pusat
kesadaran (Cortex cerebri) atas pengaruh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivasi). Sistem penghambat ini
terdapat dalam thalamus, dan bersifat menurunkan kemampuan manusia untuk bereaksi. Sedangkan sistem penggerak terdapat dalam formatio retikolaris yang bersifat dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari
peralatan-peralatan tubuh ke arah reaksi. Dengan demikian, keadaan seseorang
Apabila sistem penggerak lebih kuat dari sistem penghambat, maka
keadaan orang tersebut ada dalam keadaan segar untuk bekerja. Sebaliknya,
apabila sistem penghambat lebih kuat dari sistem penggerak maka orang akan
mengalami kelelahan. Itulah sebabnya, seseorang yang sedang lelah dapat
melakukan aktivitas secara tiba-tiba apabila mengalami suatu peristiwa yang tidak
terduga (ketegangan emosi). Demikian juga kerja yang monoton bisa
menimbulkan kelelahan walaupun beban kerjanya tidak seberapa. Hal ini
disebabkan karena sistem penghambat lebih kuat daripada sistem penggerak
(Sutalaksana, 2005).
Dalam bukunya “Ergonomi untuk keselamatan, kesehatan kerja dan
produktivitas”, Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa sampai saat ini masih ada
dua teori tentang kelelahan otot yaitu teori klinis dan teori syaraf pusat terjadinya
kelelahan. Pada teori kimia secara umum menjelaskan bahwa terjadinya kelelahan
adalah akibat berkurangnya cadangan energi dan meningkatkan sisa metabolisme
sebagai penyebab hilangnya efesiensi otot, sedangkan perubahan arus listrik pada
otot dan syaraf adalah penyebab sekunder. Sedangkan pada teori syaraf pusat
menjelaskan bahwa perubahan kimia hanya merupakan penunjang proses.
Perubahan kimia yang terjadi mengakibatkan dihantarkannya ransangan syaraf
melalui syaraf sensoris ke otak yang disadari sebagai kelelahan otot. Ransangan
aferen ini menghambat pusat-pusat otak dalam mengendalikan gerakan sehingga
frekuensi potensial kegiatan pada sel syaraf menjadi berkurang. Berkurangnya
gerakan atas perintah kemauan menjadi lambat. Dengan demikian semakin lambat
gerakan seseorang akan menunjukkan semakin lelah kondisi otot seseorang.
2.1.5 Gejala-gejala Kelelahan Kerja
Kelelahan dapat kita ketahui dari gejala-gejala atau perasaan-perasaan
yang sering timbul seperti :
1. Perasaan berat di kepala, menjadi lelah seluruh tubuh, kaki terasa berat,
menguap, pikiran kacau, mengantuk, mata berat, kaku dan canggung dalam
gerakan, tidak seimbang dalam berdiri dan merasa ingin berbaring.
2. Merasa susah berfikir, lelah berbicara, menjadi gugup, tidak dapat
berkonsentrasi, tidak mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung
untuk lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu, tidak dapat
mengontrol sikap dan tidak tekun dalam pekerjaan.
3. Merasa sakit kepala, kekakuan bahu, merasa nyeri di punggung, pernafasan
merasa tertekan, suara serak, merasa pening, spasme dari kelopak mata,
tremor pada anggota badan dan kurang sehat badan.
Gejala-gejala yang termasuk kelompok 1 menunjukkan pelemahan
kegiatan, kelompok 2 menunjukkan pelemahan motivasi dan kelompok 3
menunjukkan kelelahan fisik sebagai akibat dari keadaan umum yang melelahkan.
Kelelahan yang terus menerus terjadi setiap hari akan berakibat terjadinya
kelelahan yang kronis. Perasaan lelah tidak saja terjadi sesudah bekerja pada sore
hari, tetapi juga selama bekerja, bahkan kadang-kadang sebelumnya. Perasaan
perbuatan-perbuatan anti sosial dan perasaan tidak cocok dengan sekitarnya, sering depresi,
kurangnya tenaga serta kehilangan inisiatif. Tanda-tanda psikis ini sering disertai
kelainan-kelainan psikolatis seperti sakit kepala, vertigo, gangguan
pencernaan,tidak dapat tidur dan lain-lain. Kelelahan kronis demikian disebut
kelelahan klinis. Hal ini menyebabkan tingkat absentisme akan meningkat
terutama mangkir kerja pada waktu jangka pendek disebabkan kebutuhan istirahat
lebih banyak atau meningkatnya angka sakit. Kelelahan klinis terutama terjadi
pada mereka yang mengalami konflik-konflik mental atau kesulitan-kesulitan
psikologis. Sikap negatif terhadap kerja, perasaan terhadap atasan atau lingkungan
kerja memungkinkan faktor penting dalam sebab ataupun akibat (Suma’mur,
2009).
Konsekuensi kelelahan kerja menurut Randalf Schuler (1999) yang dikutip
dalam penelitian Yusdarli antara lain:
1) Pekerja yang mengalami kelelahan kerja akan berprestasi lebih buruk lagi
daripada pekerja yang masih “penuh semangat”.
2) Memburuknya hubungan si pekerja dengan pekerja lain.
3) Dapat mendorong terciptanya tingkah laku yang menyebabkan
menurunnya kualitas hidup rumah tangga seseorang.
Menurut International Labour Organitation (ILO) kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh faktor kelelahan. Kelelahan kerja akan menurunkan kinerja dan
menambah kesalahan kerja. Menurunnya kinerja sama artinya dengan
menurunnya produktivitas kerja (Depkes RI, 1990).
Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat kelelahan secara
langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan oleh para peneliti sebelumnya
hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja.
Grandjean (1993) mengelompokkan metode pengukuran kelelahan dalam
beberapa kelompok sebagai berikut; kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan,
uji psiko-motor (psychomotor test), uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test), perasaan kelelahan secara subjektif (subjective feelings of fatique), dan uji mental dengan bourdon wiersman test (Tarwaka, 2004).
1) Kualitas dan kuantitas hasil kerja dilakukan
Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses
kerja(waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang
dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus
dipertimbangkan seperti; target produksi; faktor sosial; dan perilaku
psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk,
penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan
terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.
2) Uji psiko-motor (psychomotor test)
Dapat dilakukan dengan cara melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan
reaksi motor dengan menggunakan alat digital reaction timer untuk mengukur waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian
suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan
suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu
reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf
dan otot.
3) Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)
Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan
akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang yang diperlukan
untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur
kelelahan juga dapat menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
4) Perasaan kelelahan secara subjektif (subsjective feelings of fatique)
Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatique Research Committee (IFRC) jepang, merupakan salah satu kuesioner yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kelelahan subjektif. Kuesioner tersebut berisi tiga
puluh daftar pertanyaan yang terdiri dari :
a) 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan yaitu perasaan berat
dikepala, lelah seluruh badan, berat dikaki, menguap, pikiran
kacau, mengantuk, ada beban pada mata, gerakan canggung dan
kaku, berdiri yidak stabil dan ingin berbaring.
b) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi yaitu sudah berfikir,
lelah untuk berbicara, gugup, tidak berkonsentrasi, sulit untuk
memusatkan perhatian, mudah lupa, kepercayaan diri berkurang,
merasa cemas, sulit mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam
c) 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik yaitu sakit di
kepala, kaku dibahu, nyeri di punggung, sesak nafas, haus, suara
serak, merasa pening, spasme dikelopak mata,tremor pada anggota
badan, dan merasa kurang sehat.
5) Uji mental dengan Bourdon Wiersman test
pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat
digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan dalam menyelesaikan
pekerjaan. Bourdon Wiersman test merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konsentrasi.
6) Alat Ukur perasaan kelelahan kerja (KAUPK2).
Menurut Setyawati KAUPK2 (Kuesioner Alat Ukur Perasaan Kelelahan
Kerja) merupakan parameter untuk mengukur perasaan kelelahan kerja
sebagai gejala subjektif yang dialami pekerja dengan perasaan yang tidak
menyenangkan. Keluhan-keluhan yang dialami pekerja sehari-hari
membuat mereka mengalami kelelahan kronis.(Hotmatua, 2009)
Dari uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa kelelahan
biasanya terjadi pada akhir jam kerja yang disebabkan oleh karena beberapa
faktor, seperti monotoni, kerja otot statis, alat dan sarana kerja yang tidak sesuai
dengan antropometri pemakainya, stasiun kerja yang tidak ergonomik, sikap
paksa dan pengaturan waktu kerja-istirahat yang tidak tepat.
2.1.7 Cara Mengatasi Kelelahan
Kelelahan dapat dikurangi bahkan ditiadakan dengan pendekatan berbagai
pekerjaan dan lingkungan kerja ditempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai
dengan menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, pengaturan cutiempat kerja. Misalnya banyak hal dapat dicapai dengan
menerapkan jam kerja dan waktu istirahat sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
pengaturan cuti yang tepat, penyelanggaraan tempat istirahat yang memperhatikan
kesegaran fisik dan keharmonisan mental psikologis, pemamfaatan masa libur dan
peluang untuk rekreasi, dan lain-lain. Penerapan ergonomi yang bertalian dengan
perlengkapan dan peralatan kerja, cara kerja serta pengelolahan lingkungan kerja
yang memenuhi persyaratan fisiologis dan psikologis kerja merupakan upaya
yang sangat membantu mencegah timbulnya kelelahan. Demikian pula sangat
besar peran dari pengorganisasian proses produksi yang tepat. (Suma’mur, 2009)
Tarwaka (2004) menyebutkan bahwa agar dapat menangani kelelahan
dengan tepat, maka kita harus mengetahui apa yang menjadi penyebab terjadinya
kelelahan. Sebagai contoh :
penyebab kelelahan; 1. Aktivitas kerja fisik 2. Aktivitas kerja mental 3. Stasiun
kerja tidak ergonomis 4. Sikap paksa 5. Kerja statis 6. Kerja bersifat monotoni 7.
Lingkungan kerja ekstrim 8. Psikologis 9. Kebutuhan kalori kurang 10. Waktu
kerja-istirahat tidak tepat.
Cara mengatasi; 1.sesuaikan kapasitas kerja fisik 2. Sesuaikan kapasitas kerja
mental 3. Redesain stasiun kerja ergonomis 4. Sikap kerja alamiah 5. Kerja lebih
dinamis 6. Kerja lebih bervariasi 7. Redesain lingkungan kerja 8. Reorganisasi
kerja 9. Kebutuhan kalori seimbang 10. Istirahat setiap dua jam kerja dengan
Selain hal tersebut manajemen pengendalian berupa tindakan preventif melalui
pendekatan inovatif dan partisipatoris, tindakan kuratif, tindakan rehabilitatis dan
jaminan masa tua masih sangat dibutuhkan.
2.2 Produktivitas kerja 2.2.1 Pengertian Produktivitas
Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata
maupun fisik (barang-barang atau jasa) dengan masuknya yang sebenarnya.
Misalnya saja, “produktivitas adalah ukuran efesiensi produktif. Suatu
perbandingan antara hasil keluaran dan masuk atau output : input. Masukan sering dibatasi dengan masukan tenaga kerja, sedangkan keluaran diukur dalam kesatuan
fisik bentuk dan nilai.
Menurut L. Greenberg yang dikutip oleh Sinungan (2005), produktivitas
sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi
totalitas masukan selama periode tersebut, produktivitas juga diartikan sebagai:
a) Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.
b) Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang
dinyatakan dalam satuan-satuan (unit) tertentu.
Aigner (dalam Hidayat,1993), mengatakan bahwa filsafat mengenai
produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia, karena makna
produktivitas adalah keinginan dan upaya manusia untuk selalu meningkatkan
kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang.
Produktivitas pada dasarnya merupakan sikap mental yang selalu mempunyai
hari ini dikerjakan untuk kebaikan hari esok (Sutomo, 1991 dikutip dari Dewan
Produktivitas Nasional Indonesia). Pengertian lain dari produktivitas adalah suatu
konsep universal yang menciptakan lebih banyak barang dan jasa bagi kebutuhan
manusia, dengan menggunakan sumber daya yang terbatas. Untuk mencapai
tingkat produktivitas yang optimal, maka perlu dilakukan pendekatan
multidisipliner yang melibatkan semua usaha, kecakapan, keahlian, modal,
teknologi, manajemen, informasi dan sumber-sumber daya lain secara terpadu
untuk melakukan perbaikan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup manusia.
Dari beberapa pengertian produktivitas diatas dapatlah dikelompokkan
manjadi tiga yaitu : (Sinungan, 2005)
a) Rumus tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain adalah dari
pada yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input).
b) Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu
mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik daripada
kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
c) Produktivitas merupakan interaksi terpadu secara serasi dari tiga faktor
esensial yaitu : investasi, termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi
serta riset, manajemen dan tenaga kerja.
Produktivitas yang dapat dikatakan meningkat apabila:
a) Jumlah produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber
b) Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah
masukan/sumber daya yang lebih kecil.
c) Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya
yang relatif kecil.
Produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan
tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang
produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efesien, dan tetap
menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendaya
gunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal
teknologi, manajemen, informasi, energi dan sumber-sumber lain menuju kepada
pengembangan dan peningkatan standar hidup untuk seluruh masyarakat.
(sinungan, 2005)
Dewasa ini, produktivitas individu mendapat perhatian cukup besar. Hal ini
didasarkan pada pemikiran bahwa sebenarnya produktivitas manapun bersumber
dari individu yang melakukan kegiatan. Namun individu yang dimaksud adalah
individu sebagai tenaga kerja yang memiliki kualitas kerja yang memadai.
2.2.2 Produktivitas Kerja
Dalam bidang industri, produktivitas mempunyai arti ukuran yang relatif
nilai atau ukuran yang ditampilkan oleh daya produksi, yaitu sebagai campuran
dari produksi dan aktivitas; sebagai ukuran yaitu seberapa baik kita menggunakan
sumber daya dalam mencapai hasil yang diinginkan (Ravianto, 1991). Selanjutnya
Webster (dalam Yatman dan Abidin, 1991) memberikan batasan tentang
a) Keseluruhan fisik dibagi unit dari usaha produktif.
b) Tingkat keefektifan manajer industri dalam pengggunaan aktivitas untuk
produksi.
c) Keefektifan dalam menggunakan tenaga kerja dan peralatan.
Dalam setiap kegiatan produksi, seluruh sumber daya mempunyai peran yang
menentukan tingkat produktivitas, maka sumber daya tersebut perlu dikelola dan
diatur dengan baik.
Menurut Tohardi yang dikutip oleh Sutrisno (2012) bahwa produktivas
kerja merupakan sikap mental. Sikap mental yang selalu mencari perbaikan
terhadap apa yang telah ada. Suatu keyakinan bahwa seseorang dapat melakukan
pekerjaan lebih baik hari ini dari pada hari kemarin dan esok lebih baik dari hari
ini. Sikap yang demikian akan mendorong seseorang untuk tidak cepat merasa
puas, akan tetapi harus mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan kerja
dengan cara selalu mencari perbaikan-perbaikan dan peningkatan.
Menurut Kussrianto yang dikutip oleh Sutrisno (2012), mengemukakan
bahwa produktivitas kerja adalah perbandingan antara hasil yang dicapai dengan
peran serta tenaga kerja per satuan waktu. Peran serta tenaga kerja disini adalah
penggunaan sumber daya serta efesien dan efektif.
Menurut Sedarmayanti (2009) produktivitas kerja menunjukkan bahwa
individu merupakan perbandingan dari efektivitas keluaran (pencapaian unjuk
kerja maksimal) dengan efisiensi salah satu masukan (tenaga kerja) yang
mencangkup kuantitas, kualitas dalam waktu tertentu. Produktivitas kerja adalah
sebagai masukan dan output sebagai keluarannya yang merupakan indikator
daripada kinerja karyawan dalam menentukan bagaimana usaha untuk mencapai
produktivitas yang tinggi dalam suatu organisasi.
Sutrisno (2012) membuat sebuah kesimpulan bawa produktivitas kerja
terdiri dari tiga aspek, yaitu: pertama, produktivitas adalah keluaran fisik per unit
dari usaha produktif; Kedua produktivitas merupakan tingkat keefektifan dari
manajemen industri dalam menggunakan fasilitas-fasilitas untuk produksi dan
ketiga, produktivitas adalah keefektivan dari penggunaan tenaga kerja dan
peralatan.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja.
Soedirman dan Tarwaka merinci faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
secara umum (Tarwaka, 2004).
1) Motivasi. Motivasi merupakan kekuatan atau motor kegiatan seseorang
kearah tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki
untuk mencapainya.
2) Kedisiplinan. Disiplin merupakan sikap mental yang tercermin dalam
perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa
kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika norma dan
kaidah yang berlaku.
3) Etos kerja. Etos kerja merupakan salah satu penentu produktivitas, karena
melakukan suatu pekerjaan dan terus berupaya untuk mencapai hasil yang
terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan.
4) Keterampilan. Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun
manejerial sangat menentukan tingkat pencapaian produktivitas. Dengan
demikian setiap individu selalu dituntut untuk terampil dan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam perubahan teknologi
mutakhir.
5) Pendidikan. Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui
jalur pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan
teknologi hanya akan dapat dikuasai dengan pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan yang handal.
Menurut Simanjuntak, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
produktivitas kerja karyawan, yaitu : (Sutrisno,2009)
1) Pelatihan
Latihan kerja dimaksudkan untuk melengkapi karyawan dengan
keterampilan dan cara-cara yang tepat untuk menggunakan peralatan kerja.
Untuk itu latihan kerja diperlukan bukan hanya sebagai pelengkap tetapi
sekaligus untuk memberikan dasar-dasar pengetahuan. Karena dengan
latihan karyawan belajar untuk mengerjakan sesuatu dengan benar-benar
dan tepat, serta dapat memperkecil dan meninggalkan kesalahan-kesalahan
yang pernah dilakukan. Stoner (1991), mengemukakan bahwa peningkatan
produktivitas bukan pada pemutakhiran peralatan, akan tetapi pada
menyebutkan 75% peningkatan produktivitas justru dihasilkan oleh
perbaikan pelatihan dan pengetahuan kerja, kesehatan dan alokasi tugas.
2) Mental dan kemampuan fisik karyawan
Keadaan mental dan fisik karyawan merupakan hal yang sangat penting
untuk menjadi perhatian bagi organisasi, sebab keadaan fisik dan mental
karyawan mempunyai hubungan yang erat dengan produktivitas kerja
karyawan.
3) Hubungan antara atasan dan bawahan
Hubungan atasan dengan bawahan akan mempengaruhi kegiatan yang
akan dilakukan sehari-hai. Bagaimana pandangan atasan terhadap
bawahan, sejauh mana bawahan diikutsertakan dalam penentuan tujuan.
Sikap yang saling jalin-menjalin telah mampu meningkatkan produktivitas
karyawan dalam bekerja. Dengan demikian, jika karyawan diperlakukan
secara baik, maka karyawan tersebut akan berpartisipasi dengan baik pula
dalam proses produksi, sehingga akan berpengaruh pada tingkat
produktivitas kerja.
Sedangkan Tiffin dan Cormick (dalam Siagian, 2003) mengatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja dapat disimpulakan menjadi
dua golongan yaitu:
1) Faktor yang ada pada diri individu, yaitu umur, temperamen, keadaan fisik
2) Faktor yang ada diluar individu, yaitu kondisi fisik seperti suara,
penerangan, waktu istirahat, lama kerja, upah, bentuk organisasi,
lingkungan sosial dan keluarga.
2.2.4 Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting
di semua tingkatan ekonomi. Pada perusahaan pengukuran produktivitas terutama
digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa dan mendorong efisiensi
produksi. Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas terlihat pada
penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan target atau sasaran
tujuan yang nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen
secara periodik terhadap masalah-masalah yang saling berkaitan.
Pengukuran produktivitas tenaga kerja menurut metode pengukuran waktu
tenaga kerja (jam, hari atau tahun). Pengeluaran diubah ke dalam unit-unit pekerja
yang biasanya diartikan sebagai jumlah kerja yang dapat dilakukan dalam satu
jam oleh pekerja yang terpercaya yang bekerja menurut pelaksanaan standar.
Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu, produktivitas
tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai suatu indeks yang sangat sederhana.
Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat
dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda.
1) Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan
pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan
sekarang ini memuaskan – namun hanya mengetengahkan apakah
2) Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi,
proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian
relatif.
3) Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang
terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran atau tujuan (Sinungan,
2005).
Umumnya keluaran dari suatu industri sulit diukur secara kuantitatif.
Dalam pengukuran produktivitas biasanya selalu dihubungkan dengan keluaran
secara fisik, yaitu produk akhir yang dihasilkan. Produk di sini bisa terdiri dari
bermacam-macam tipe dan ukuran, teristimewa dijumpai dalam suatu industri
yang bersifat job order. Demikian pula proses yang dipakai dalam industri umumnya terdiri dari bermacam-macam proses produksi yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Suatu produk mungkin memerlukan lebih dari satu proses
pengerjaan dan umumnya akan dijumpai suatu industri yang membuat lebih dari
satu macam produk.
Adanya macam, ukuran, dan tahapan proses yang berbeda akan
mendatangkan kesulitan dalam menetapkan keluaran yang bisa dihasilkan dalam
suatu proses produksi. Hal ini akan pula menyebabkan kesulitan dalam
pelaksanaan produktivitas kerja manusianya. Untuk mengukur produktivitas kerja
dari tenaga kerja manusia, operator mesin, misalnya, maka formulasi berikut bisa
Di sini produktivitas dari tenaga keja ditunjukkan sebagai rasio dari
jumlah keluaran yang dihasilkan per total tenaga kerja yang jam manusia ( man-hours), yaitu jam kerja yang dipakai untuk menyelesaikan pekerjan tersebut. Tenaga kerja yang dipekerjakan dapat terdiri dari tenaga kerja langsung ataupun
tidak langsung., akan tetapi biasanya meliputi keduanya. Untuk produk-produk
tertentu rasio ini dapat pula dinyatakan dalam jumlah produk yang dibuat per jam
kerja yang dipergunakan untuk itu.
Menurut Sinungan (2005), pengukuran produktivitas kerja memiliki tiga
cara pengukuran yaitu :
1) Karena hasil maupun masukan dapat dinyatakan dalam waktu,
produktivitas kerja dapat dinyatakan suatu indeks yang sangat
sederhana :
2) Masukan dalam ukuran produktivitas tenaga kerja seharusnya menutup
semua jam kerja para pegawai baik secara kantor maupun pekerja
kasar.
3) Selanjutnya indeks produktivitas tenaga kerja juga dapat dinyatakan
menurut cara finansial. Pertama, menghitung penjualan (dengan nilai
tukar). Kedua, penyesuaian volume barang –barang yang dijual dalam
jumlah produksi dengan membuat penelitian yang tepat, penjualan dan
memadai sebab akumulasi penelitian pengurangannya terjadi pada saat
lalu.
4) Langkah kerja adalah mencatat daftar gaji menurut tingkat upah dan
gaji yang disesuaikan jumlah tenaga kerja.
Jadi bagi keperluan pengukuran umum produktivitas kerja memiliki
unit-unit yang diperlukan yakni kuantitas dan kualitas hasil penggunaan masukan.
Selanjutnya bisa dinyatakan bahwa seseorang telah bekerja dengan
produktif jikalau ia telah menunjukan output kerja yang paling tidak telah
mencapai suatu ketentuan minimal. Ketentuan ini didasarkan atas besarnya
keluaran yang dihasilkan secara normal dan diselesaikan dalam jangka waktu
yang layak pula. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa disini ada dua
unsur yang bisa dimasukan sebagai kriteria produktivitas, yaitu:
1) Besar / kecilnya keluaran yang dihasilkan, dan
2) Waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan itu. Waktu kerja disini adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus
diketahui guna melaksanakan penelitian dan penilaian mengenai produktivitas
kerja manusia (Wignjosoebroto, 2003).
AM. Sugeng Budiono, (2003), menyatakan bahwa produktivitas
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana : P = Produktivitas
I = Masukan
Masukan dapat berupa bahan baku, teknologi (pabrik, mesin, peralatan
kerja), modal, SDM. Produktivitas dapat digunakan sebagai ukuran tingkat
efisiensi, efektivitas dan kualitas setiap sumber daya yang digunakan selama
produksi berlangsung. Hasil bagi antara output dan input akan menghasilkan suatu besaran angka mutlak. Angka ini memperlihatkan:
1) Apakah produktivitas akan meningkat dari satu periode ke periode yang
lain?
2) Apakah produktivitas suatu perusahaan lebih baik dari yang lain?
Setiap sumber daya mempunyai produktivitas tersendiri (produktivitas
partial). Produktivitas dari masing-masing sumber daya dihitung sebagai berikut:
Produktivitas akan meningkat bila:
1) Keluaran meningkat tetapi masukan menurun
2) Keluaran tetap tetapi masukan menurun
3) Keluaran meningkat dan masukan meningkat tetapi perbedaan keluaran
lebih besar dari kenaikan masukan.
1) Tenaga kerja mampu menghasilkan keluaran (barang) yang lebih besar dalam waktu yang sama.
2) Hasil Perhitungan
Menurut Kussrianto yang dikutip Sutrisno (2009), produktivitas adalah
perbandingan antara hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja di sini
adalah penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien.
Efisiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan penggunaan
masukan (input) yang direncanakan dengan penggunaan masukan yang
sebenarnya terlaksana. Apabila masukan yang sebenarnya digunakan semakin
besar penghematannya, maka tingkat efisiensi semakin tinggi, tetapi semakin
kecilmasukan yang dihemat, sehingga semakin rendah tingkat efisiensi.
Pengertian efisiensi disini lebih berorientasi kepada masukan sedangkan masalah
keluaran (output) kurang menjadi perhatian utama.
Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa
jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi kepada
keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan kurang menjadi perhatian
utama. Apabila efisiensi dikaitkan dengan efektivitas maka walaupun terjadi
peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat.
Kualitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh telah
terpenuhi berbagai persyaratan, spesifikasi dan harapan. Konsep ini dapat hanya
juga berkaitan dengan proses produksi yang akan berpengaruh pada kualitas hasil
yang dicapai secara keseluruhan (Sedarmayanti, 2009).
2.3 Hubungan Kelelahan Kerja Dengan Produktivitas Kerja
Kelelahan kerja merupakan bagian dari permasalahan umum yang sering
dijumpai pada tenaga kerja. Menurut beberapa peneliti, kelelahan secara nyata
dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja dan dapat menurunkan produktivitas.
Investigasi di beberapa negara menunjukkan bahwa kelelahan (fatigue) memberi kontribusi yang signifikan terhadap terjadinya kecelakaan kerja (Hotmatua, 2009).
Suma’mur (2009) mengatakan bahwa kelelahan umum ditunjukkan oleh
hilangnya kemauan untuk bekerja, hal berarti setiap pekerja yang sudah merasa
lelah akan mengambil waktu istirahat yang akan mengurangi waktu efektif
produktif dari pekerja.
Tarwaka (2004) juga menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat produktivitas kerja dimana kelelahan objektif dan subjektif akan
mempengaruhi performansi kerja seorang pekerja dan akan berakibat pada tinggi
atau rendahnya produktivitas tenaga kerja.
Pendapat tersebut didukung oleh Sutrisno (2012), mengatakan bahwa
biasanya orang yang tingkat performansinya tinggi disebut sebagai orang yang
produktif, dan sebaliknya orang yang tingkat performansinya tidak mencapai
standar dikatakan tidak produktif.
Menurut Mc Farland kelelahan kerja merupakan suatu kelompok gejala
yang berhubungan dengan adanya penurunan efisiensi kerja, keterampilan serta
Menurut Cameron (1973) kelelahan kerja merupakan kriteria yang
kompleks yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi
dominan hubungannya dengan penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah,
penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja.
Menurut Setyawati (1985), yang dikutip oleh Wignjosoebroto (2000)
bahwa Secara umum kelelahan kerja merupakan keadaaan yang dialami tenaga
kerja yang dapat mengakibatkan penurunan vitalitas dan produktivitas kerja.
Selanjutnya Ahmadi (2009) yang dikutip Rina Parlyna berpendapat bahwa
kelelahan merupakan gejala berkurangnya manusia melakukan sesuatu.
Berkurangnya kekuatan bergerak (baik rohani ataupun jasmani) akan memberi
Variabel Terikat :
Produktivitas Kerja 2.4 Kerangka Konsep
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui bagaimana hubungan
kelelahan kerja dengan produktivitas kerja dimana kerangka konsep dalam
penelitian ini adalah kelelahan kerja yang hasil ukurnya dibagi kedalam empat
klasifikasi kelelahan yaitu rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi sedangkan
produktivitas kerja dibagi menjadi produktivitas kerja sesuai dan produktivitas
kerja tidak sesuai. Variabel Bebas :