• Tidak ada hasil yang ditemukan

CHRISMES ELISABET MANIK NIM: 070707009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "CHRISMES ELISABET MANIK NIM: 070707009"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

CHRISMES ELISABET MANIK NIM: 070707009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(2)

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

CHRISMES ELISABET MANIK NIM: 070707009

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Rithaony Hutajulu, M.A Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. NIP. 1963 1116 1990 032001 NIP. 1956 082 8198 601 2001

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang Ilmu Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)
(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Katolik merupakan salah satu agama Kristen yang ada, berkembang, dan

diakui keberadaannya di Negara Indonesia. Masuk dan berkembangnya agama ini

ke Indonesia berawal dari kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku pada

abad XV-XVI. Kedatangan bangsa Portugis ke kepulauan Maluku adalah untuk

mencari pusat rempah-rempah sehingga Portugis mampu melakukan monopoli

perdagangan. Dalam pelayaran itu para rohaniawan juga turut serta untuk

pemeliharaan rohani para pelaut, pedagang, dan serdadu-serdadu selama

perjalanan. Salah satu rohaniawannya yaitu Santo Fransiskus Xaverius, ia

mendatangi pulau Ambon, Halmahera, Molotai dan Ternate pada tahun

1546-1547. Disana ia memulai karya misi, menyebarkan injil dan membaptis beberapa

ribu penduduk menjadi Katolik sehingga menjadi “Tonggak sejarah Katolik” di

Indonesia (Boelaars, 2005:61).

Diawal perkembangannya di Nusantara, agama Katolik dalam beberapa

era1 banyak mengalami kendala karena situasi politik yang tengah ricuh baik dari

dalam maupun luar Indonesia. Berbagai tekanan, hukuman mati, dan pengusiran

terhadap imam2 Katolik kerap terjadi bila ketahuan mengajarkan agama dan

1

Era VOC (1619-1799), Era Hindia Belanda( 1808-1811), Masa pastor Van Lith (1896-1911), Era Perjuangan Kemerdekaan, dan Era Kemerdekaan.

http://sejarahindonesiasma.wordpress.com/2012/10/ 2

(5)

mengadakan misa kudus3. Menjelang era kemerdekaan, agama Katolik di

Indonesia mengarah pada perubahan yang positif, karena kebebasan beragama

mulai diakui oleh pemerintah. Pada 29 Juni 1967 diangkatlah kardinal4 I

Indonesia, kemudian uskup5 Indonesia juga ikut berpartisipasi dalam Konsili

Vatikan II (1962-1965). Tahun 1970 Paus6 Paulus VI berkunjung ke Indonesia,

beberapa tahun kemudian tepatnya pada tahun 1989 Paus Yohanes Paulus II

kembali mengunjungi Indonesia; diantaranya kota Jakarta, Medan (Sumatra

Utara), Yogyakarta (Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), Maumere

(Flores) dan Dili (Timor Timur) (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah Gereja

Katolik di Indonesia).

Sejak berkembangnya agama Katolik di Maluku, agama ini mulai

menyebar kedaerah-daerah lain di Nusantara, termasuk ke tanah Batak. Sekitar

tahun 1934, tujuh puluh satu tahun setelah Nommensen datang menabur injil di

Pearaja Tarutung, agama Katolik masuk ke daerah Tapanuli dibawa oleh

pastor-pastor muda dan mereka menanam benih-benih Katolik dengan waktu relatif

singkat. Karya misi itu terus dilakukan sampai tahun 1942 sewaktu tentara Jepang

merebut Hindia Belanda dan memenjarakan semua misionaris7. Sesudah

3

Misa Kudus Perayaan Ekaristi yang dengannya umat Katolik mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus berupa roti dan anggur serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. 4

Kardinal merupakan pejabat senior dalam Gereja Roma Katolik sebagai penasehat Paus, berada dibawah Paus dan dipilih langsung oleh Paus. Tugas utamanya ialah memilih paus baru bila terjadi kekosongan kekuasaan; karena meninggal, sakit, atau pengunduran paus yg cukup lama

5

Uskup merupakan pimpinan agama Katolik yang bertugas mengatur umat yang dipimpinnya dan gereja dalam suatu wilayah keuskupan (sebuah wilayah administratif). Uskup merupkan bagian hierarki dalam Gereja Roma Katolik, setelah Sri Paus, Kardinal, kemudian Uskup.

6

Kepala agama Katolik, yang memiliki otoritas tertinggi Gereja, yang bertahta di Vatikan (Roma) 7

(6)

penjajahan Jepang dan pergolakan kemerdekaan, para misionaris masih sempat

melanjutkan karya misi sehingga agama Katolik menjadi bagian yang tak

terpisahkan dari masyarakat Tapanuli.

Pada awal misinya, para misionaris bergerak dari Balige dalam garis besar

bergerak ke tiga arah: 1. Ke Pulau Samosir yang sebagian besar belum

dikristenkan, 2. Ke Kampung Lintongnihuta di arah barat dan selanjutnya menuju

daerah Pakkat dan Parlilitan, 3. Ke Selatan menuju pegunungan di sekitar Rura

Silindung. Untuk menghindari konflik dengan gereja Protestan para misionaris

sengaja tidak mau langsung ke Tarutung sebagai pusat Protestan. Namun

belakangan muncul undang-undang gereja untuk memasuki daerah tersebut, dan

para misionarispun menjalankan tugasnya (Kurris, 2006:11).

Dengan berkembangnya agama Katolik di tanah Batak dan di berbagai

daerah-daerah Nusantara, jumlah orang Katolik pun semakin bertambah. Maka

mulailah didirikan: gereja-gereja, seminari menegah8, sekolah pendidikan guru

(kweekschool), sekolah-sekolah Katolik, rumah sakit, biara dan lainnya. Semakin

berkembangnya gereja Katolik di berbagai daerah, pola tata peribadatan pun mulai

menjadi formal. Tata peribadatan Katolik di semua daerah umumnya sama karena

mengikuti tata peribadatan pusat dari Vatikan Roma yang terdiri dari:

1) Misa. Misa merupakan suatu ibadat dimana dalam ibadat ini Tubuh dan

Darah Kristus yang dilambangkan dalam rupa roti dan anggur menjadi

suatu persembahan yang sangat sakral. Perayaan misa hanya dapat

misionaris yang berkebangsaan Belanda ditanah air pada masa penjajahan Jepang banyak yang ditahan dan diasingkan ketempat terpencil (Kurris, 2006:123).

8

(7)

dibawakan oleh imam seperti paus, uskup, maupun pastor. Berbeda

dengan Ibadat Sabda. Ibadat Sabda merupakan suatu perayaan ibadat

yang lebih sederhana dari ibadat misa. Hanya dalam ibadat ini, Tubuh dan

Darah Kristus yang dilambangkan dalam rupa roti dan anggur tidak dapat

dipersembahkan karena tidak dipimpin oleh imam. Ibadat Sabda ini

biasanya dibawakan oleh frater9 maupun kaum awam yang disebut

prodiakon10. (Hotma, 2009:2).

2) Office, adalah ibadat Harian yang diselenggarakan hanya di biara-biara

dan katedral-katedral setiap harinya. Ada delapan office yang

diselenggarakan setiap hari, yakni: matins (sebelum matahari terbit), lauds

(terbit matahari), prime (jam 06.00 pagi), terce (jam 09.00), sext (jam

12.00), nones (jam 15.00), vesparae (matahari terbenam), dan compline

(sebelum tidur) (Rhoderick, 1998: 17).

Perayaan misa umumnya dilakukan pada hari Minggu maupun pada

hari-hari lain yang merupakan perayaan besar dalam gereja. Berhimpun pada hari-hari

Minggu untuk merayakan perayaan ekaristi/misa kudus merupakan sebuah

kebiasaan orang Kristen yang mengikuti tradisi para rasul yang berpangkal pada

hari kebangkitan Kristus sendiri. Tradisi ini menjadi suatu kebiasaan bagi umat

Katolik sampai sekarang.

9Frater

adalah seseorang yang masih sekolah di sekolah Pastoral dan dididik untuk menjadi seorang Pastor

10

(8)

Tata peribadatan misa (Cunha, 2012: 19) terbagi dalam empat bagian

utama yakni,Ritus11 Pembuka, Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi, danRitus Penutup.

Dimana setiap bagian terdiri atas berbagai unsur-unsur, yaitu:

1) Ritus Pembuka, diawali dengan perarakan masuk para petugas liturgi,

prodiakon12, misdinar13, serta imam, diiringi dengan nyanyian pembukaan,

penandaan tanda salib, salam, kata pengantar, tobat, nyanyian Tuhan

Kasihanilah Kami (Kyrie, ordinarium), madah Kemuliaan (Gloria,

ordinarium), dan doa pembuka (colecta).

2) Liturgi Sabda terdiri dari tiga bacaan yang diambil dari Kitab Suci,

mazmur tanggapan14, alleluia15 atau bait pengantar injil, homili16, credo/

syahadat, dan doa umat.

3) Liturgi Ekaristi terdiri dari persiapan persembahan, Doa Syukur Agung,

dan upacara komuni.

4) Ritus Penutup terdiri dari pengumuman, pemberkatan, pengutusan dan

diakhiri dengan perarakan keluar.

11

Ritus merupakan tata cara dalam upacara keagamaan. Umumnya Gereja Roma Katolik mempertahankan ritus dari Tradisi Suci dan Kitab Suci

12

Prodiakon adalah orang awam yang ditugaskan oleh Uskup untuk membantu menerimakan Tubuh Tuhan (komuni) yang berupa roti dalam Perayaan Ekaristi

13

Putra-putri altar atau misdinar (yang berarti 'asisten misa' dari Bahasa Belanda misdienaar) adalah mereka yang membantu Imam saat mengadakan Perayaan Ekaristi. Tugas misdinar antara lain membantu Imam, mengantar persembahan, dan menjadi panutan umat.

14

Mazmur tanggapan merupakan tanggapan umat atas sabda Allah. Tanggapan ini berupa kata-kata yang diambil dari kitab Mazmur, yang telah dipilih oleh para ahli liturgi secara seksama. Mazmur umumnya dinyanyikan dengan dua cara yakni, cara responsorial dengan ayat ulangan, artinya pemazmur secara solois menyanyikan ayat ulangan yang dinyanyikan kembali oleh umat dan setiap syair yang dinyanyikan oleh pemazmur direspon umat dengan nyanyian ayat ulangan tersebut. Atau jika tidak dinyanyikan maka mazmur tanggapan dibawakan dengan cara dibaca (lihat Puji Syukur no.801).

15

Alleluia/Bait Pengantar Injil dinyanyikan oleh solis atau kor dan diikuti oleh umat. Nyanyian ini berupa ayat ulangan. Lih buku lagu Puji Syukur No951 dst.

16

(9)

Setiap misa yangdirayakan harus berdasarkan tahun liturgi gereja, dimana

setiap tahunnya liturgi gereja selalu berbeda-beda. Dalam perayaan misa terdapat

bagian-bagian liturgi yang selalu berubah disebut proprium dan terdapat bagian

yang tetap disebut ordinarium. Bagian proprium yang berubah sesuai dengan

tahun liturgi, disusun dalam cantus planus Gregorian17 yaitu introitus (nyanyian

pembukaan), gradual (nyanyian sesudah bacaan kitab suci), alleluia (nyanyian

sebelum bacaan injil) atau tractus18, offerterium (lagu persembahan), dan

communium (lagu perjamuan). Bagian-bagian yang tidak berubah disebut

ordinarium (nyanyian tetap) yaitu: Kyrie eleison (Tuhan Kasihanilah kami),

Gloria in excelcis deo (Kemuliaan bagi Allah di surga), Credo (Aku percaya),

Sanctus (Kudus), dan Agnus dei (Anak Domba Allah) (Karl-Edmund 1999: 94).

Sejak beberapa abad lamanya baik proprium maupun ordinarium nyanyian

ini disusun dalam bentuk Gregorian chant yang menjadi bentuk musik sakral/suci

yang selalu digunakan dalam gereja Roma Katolik. Bentuk musik Gregorian

chant terdiri dari delapan modus gerejawi, dimana setiap lagu disusun dari salah

satu modus gerejawi tertentu. Modus 1, 3, 5, dan 7 merupakan modus-modus asli

yang sering disebut Doria, Frigia, Lidia, dan Miksolidia. Modus 2, 4, 6, dan 8

adalah versi plagal dari modus-modus asli. Hubungan antara teks dengan musik

dalam Gregorian chant, memperlihatkan melisma-melisma panjang yang

menggunakan 10-20 nada dalam satu suku kata (Rhoderik, 2002:18). Namun

bentuk Gregorian chant ini cukup sulit dinyanyikan, hanya dinyanyikan oleh

17Cantus Planus Gregorian

adalah suatu tradisi musik gerejawi yang sangat tinggi sifatnya, mula-mula muncul pada abad pertengahan dimana pada masa itu musik gregorian adalah musik yang tinggi dalam gereja (Rhoderick J. McNeill, dalam “Sejarah musik 1”. 1994. Hlm 17)

18

(10)

kelompok penyanyi khusus (schola cantorum)19 dan bukan oleh umat. Sementara

dalam liturgi, partisipasi umat terhadap perayaan misa merupakan bagian pokok

yang tak boleh diabaikan. Sehingga pada saat itu umat hanya terlibat secara pasif

dalam perayaan misa.

Semenjak para uskup bersinode20 dan membentuk rapat pada tahun

1962-1965, yang melahirkan dokumen-dokumen yang dikenal dengan Konsili Vatikan

II21, terjadi pembaruan yang segar pada gereja. Salah satu hasilnya ialah gereja

mulai terbuka terhadap tradisi-tradisi dan budaya-budaya lokal. Hal ini disadari

karena gereja berdiri di berbagai daerah, suku, dan bangsa sehingga perlu adanya

keterbukaan terhadap nilai kekayaan budaya dan tradisi dari daerah, suku dan

bangsa tersebut. Sejauh unsur-unsur dari kebudayaan itu tidak bertolak belakang

dengan ajaran pokok agama Katolik. Adanya hubungan antara agama dan

kebudayaan dirasakan gereja sebagai cerminan dan proses terbentuknya interaksi

budaya manusia sehingga terciptalah keselarasan, dan ini dipandang menjadi awal

dari tahap proses inkulturasi. Tujuan dari inkulturasi itu sendiri ialah untuk

membawa umat agar dapat mengungkapkan perayaan liturgi gereja dalam tata

cara dan suasana yang selaras dengan budaya umat yang beribadat sehingga umat

dapat terlibat dan aktif di dalamnya.

19Schola Cantorum

merupakan suatu kelompok penyanyi dan guru musik yang resmi, yang didirikan pada abad ke-8 atau dapat dikatakan sekolah Paduan Suara. (McNeill:2002, 15) 20

Sinode adalah sidang atau rapat antara pemimpin-pemimpin agama Kristen. 21

(11)

Hal ini khususnya sangat dirasakan di Indonesia sebagai bangsa yang

beradat-istiadat juga kaya akan tradisi dan kebudayaan. Inkulturasi mendapatkan

tempat dan bentuknya dalam gereja, baik dari bahasa, bangunan gereja, pakaian,

dan musik liturgi. Dalam musik liturgi misalnya pemakaian bahasa lagu-lagu

liturgi baik ordinarium maupun proprium dengan menggunakan bahasa Indonesia

maupun lokal/daerah. Usaha-usaha pengembangan inkulturasi musik liturgi di

berbagai daerah di Indonesia terus dikembangkan oleh berbagai pihak bahkan

sebelum Konsili Vatikan II antara lain di Flores Barat (Manggarai) oleh Mgr.

(dibaca: Monsinyur) Van Bekkum, SVD dengan mengumpulkan para pemusik

untuk menciptakan lagu gereja berdasarkan lagu daerah. Di Timor, Nusa

Tenggara Timur oleh Pastor Vincent Lechovic, SVD yang melakukan hal serupa

dengan menerbitkan buku “Tsi Taneb Uis Neno” lagu-lagu berbahasa Dawan,

kemudian di Jawa Tengah uskup pribumi I Semarang, Mgr A. Soegijapranata, SJ

menciptakan lagu liturgi khas Jawa yang dipakai dalam dan diluar perayaan

liturgi. Setelah Konsili Vatikan II perkembangan inkulturasi musik liturgi

semakin didorong dan dikembangkan dari berbagai pihak, salah satunya melalui

PML (Pusat Musik Liturgi) di Yogyakarta yang dibentuk oleh Romo22

Karl-Edmun Prier, SJ dan Bapak Paul Widyawan

(http://juntim-juntim.blogspot.com/2012/03/pusat-musik-liturgi-yogyakarta.html).

Inkulturasi dalamGereja Katolik di Sumatera Utara, terus diusahakan dan

didukung, baik oleh gereja maupun berbagai pihak-pihak lainnya. Uskup Agung

Alfred Gonti Pius Datubara (mantan uskup Keuskupan Agung Medan),

22

(12)

mengatakan dalam khotbahnya, “Gereja mesti terus melestarikan budaya yang

sesuai dengan nilai injil, hal ini sesuai dengan ajaran agama Katolik. Tarian

Tor-tor dan musik Gondang merupakan warisan budaya Batak Toba, berasal dari

Tuhan yang dipakai sebagai sarana untuk memuliakan Tuhan”. Sama halnya

dengan Uskup Agung Anicetus. B. Sinaga (selaku uskup Keagungan Medan saat

ini) mengatakan, “Sejak awal kekayaan warisan budaya Batak telah banyak

membentuk liturgi gereja Katolik di Sumatera Utara, dan telah memberi warna

penuh terhadap kehidupan rohani umat”.

Dalam hal ini, gereja Katolik sudah menekankan pada inkulturasi dan

inilah yang akan dilanjutkan. Melihat hal ini inkulturasi dirasakan berpengaruh

terhadap liturgi dan bahkan membawa perubahan terhadap banyak gereja-gereja

di Sumatera Utara, termasuk di Gereja Santo Antonius Hayamwuruk, Medan.

Keanekaragaman umatnya yang terdiri dari berbagai suku dan golongan tentunya

mempengaruhi pandangan gereja terhadap musik liturgi didalamnya. Penulis

melihat di setiap perayaan Misa Gereja Santo Antonius Hayam Wuruk Medan,

bagian ordinarium yang seringkali digunakan ialah menggunakan ordinarium

musik lokal dibanding dengan Gregorian chant, meskipun beberapa kali penulis

melihat adanya penggunaan ordinarium Gregorian chant. Ordinarium musik

lokal yang umum digunakan dalam perayaan misa antar lain: ordinarium Misa

Dolo-dolo dengan bernuansa Flores, ordinarium Misa Senja dengan bernuansa

Timor, ordinarium Misa Keuskupan Agung Medan dengan bernuansa Batak Toba,

dan ordinarium Misa Syukur dengan bernuansa Flores. Dari semua ordinarium

(13)

terlihat istimewa dalam perayaan misa yang menggunakan ordinarium dengan

gaya Batak Toba. Beberapa kali dalam perayaan besar gereja, penulis melihat

ordinarium ini diiringi dengan ansambel gondang hasapi. Dalam setiap perayaan

misa selalu diiringi dengan alat musik organ, namun kebanyakan pada perayaan

besar gereja penulis melihat penggunaan ansambel gondang digunakan untuk

lebih memeriahkan perayaan. Melalui musik liturgi ini penulis melihat gereja

terbuka menerima dan mengadaptasi unsur-unsur tradisi, adat, maupun budaya

dari masyarakat setempat.

Merriam (1964:7) dalam bukunya The Antropology of Music

mendefinisikan Etnomusikologi sebagai studi musik didalam kebudayaan.

Etnomusikologi pada dasarnya berurusan dengan musik-musik yang masih hidup

termasuk di dalamnya instrument-instrumen dan tari yang terdapat di dalam

tradisi lisan. Sehingga menjadi subyek dan sasaran utama dalam penelitian

Etnomusikologi. Dengan melihat hal ini usaha memasukkan unsur-unsur musik

dari budaya setempat kedalam perayaan misa gereja Katolik yang dikenal dengan

inkulturasi merupakan salah satu kajian yang sesuai dengan Etnomusikologi.

Dengan melihat kekhasan gereja Katolik yang terbuka terhadap kearifan

lokal, tradisi, serta budaya, penulis berusaha mengungkapkan proses serta hasil

inkulturasi musik liturgi yang menggunakan unsur-unsur musik tradisi Batak

Toba dalam perayaan misa. Dengan cara mengkaji struktur melodis dan tekstual

dalam keempat nyanyian ordinarium bernuansa Batak Toba dalam Gereja Katolik

Santo Antonius. Dan dengan alasan di atas penulis berkeinginan membuat tulisan

(14)

ORDINARIUM PADA PERAYAAN MISA GEREJA KATOLIK SANTO

ANTONIUS HAYAMWURUK MEDAN: ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL

DAN TEKSTUAL.

1.2Pokok Permasalahan

Dengan melihat latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas, maka

di dalam penulisan skripsi ini dapat dirumuskan masalah yaitu:

1. Bagaimana bentuk ordinarium yang dipakai dalam perayaan misa

gereja Katolik?

2. Bagaimana bentuk ordinarium yang dipakai dalam perayaan misa

gereja Katolik Hayam-wuruk Medan yang mengalami inkulturasi

dalam musik Batak Toba dengan menganalisis struktur musikal

dan tekstualnya.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Di dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan dan manfaat yang ingin

penulis capai, disesuaikan dengan latar belakang serta pokok permasalahan yang

sudah ada. Adapun tujuan dan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan inkulturasi ordinarium yang bernuansa Batak

Toba pada perayaan misa Gereja Katolik Hayam-wuruk Medan.

2. Untuk mengungkapkan perubahan yang terjadi setelah adanya inkulturasi.

3. Untuk mendeskripsikan jalannya tata ibadat perayaan Misa Gereja Katolik

(15)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Terdapat beberapa manfaat yang penting dari penelitian ini:

1. Memperluas wacana dan pengetahuan tentang tata peribadatan, liturgi, dan

musik liturgi dalam Gereja Katolik. Sehingga membawa pengembangan

pemahaman tentang musik Gereja khususnya bagi umat Katolik di Santo

Antonius Medan.

2. Melihat proses perkembangan inkulturasi sebagai usaha Gereja setelah

Konsili Vatikan II.

3. Menambah kajian maupun referensi tentang inkulturasi musik liturgi

khususnya bagi Etnomusikologi maupun bagi kaum awam.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia konsep merupakan rancangan ide

atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa kongkret ( Badudu-Zain: 1996).

Dalam proposal ini, konsep yang akan penulis uraikan terdiri dari: (a)Ordinarium,

(b) Misa /Ekaristi (c) Inkulturasi, dan (d) Liturgi. Berikut, penulis akan membuat

pengertiannya:

a Ordinarium adalah nyanyian tetap, artinya dalam misa bagian ini harus

dinyanyikan. Ordinarium merupakan nyanyian ibadat yang hanya dapat

dinyanyikan saat misa tidak demikian dalam perayaan ibadadat Sabda.

Nyanyian ini terdiri dari: Kyrie eleison (Tuhan kasihanilah Kami), Gloria

in exelcis Deo (Kemuliaan bagi Allah di surga), Credo (Aku percaya),

(16)

pula bagian nyanyian yang selalu berubah yakni proprium. Bagian

proprium ini berubah sesuai dengan kalender tahun Liturgi Gereja.

Nyanyian ini terdiri atas: introitus (nyanyian pembukaan), gradual

(nyanyian sesudah bacaan kitab suci), offertorium (lagu persembahan),

communion (lagu perjamuan) (Karl-Edmund Prier SJ: 1999).

b Misa kudus/Ekaristi merupakan perayaan kurban dimana umat Katolik

mengambil bagian dari Tubuh dan Darah Yesus Kristus dalam bentuk

roti dan anggur23 serta turut serta dalam pengorbanan diri-Nya. Hanya

imam saja yang dapat menjadi pelayan Sakramen Ekaristi, dengan

bertindak selaku pribadi Kristus sendiri. Ekaristi dipandang sebagai

sumber dan puncak kehidupan Kristiani. Betapa pentingnya sakramen ini

sehingga partisipasi umat dalam perayaan Ekaristi/Misa dipandang

sebagai kewajiban pada setiap hari Minggu dan hari raya khusus, serta

dianjurkan untuk hari-hari lainnya (http://id.wikipedia.org).

c Inkulturasi. Istilah inkulturasi berasal dari diskusi teologis pada bidang

Misiologi. Sebagai istilah, inkulturasi ini digunakan dalam Kongregasi

Jendral Yesuit24 pada tahun 1974/1975 dan secara resmi digunakan

pertama kalinya dalam dokumen resmi pada tahun 1977 ketika ada sinode

para uskup. Paus Yohanes Paulus II sudah terbiasa menggunakan istilah

23

Roti bundar kecil disebut hosti, yang harus terbuat dari gandum, dan yang tidak diberi ragi. Anggur yang harus terbuat dari buah anggur. Roti dan anggur inilah yang digunakan dalam ritus

Ekaristi. 24

(17)

inkulturasi ini25. Inkulturasi biasanya mengarah pada kontekstualisasi

atau pempribumian. Kontekstualisasi adalah usaha menempatkan sesuatu

dalam konteksnya, sehingga tidak asing lagi, tetapi terjalin dan menyatu

dengan keseluruhan. Dalam hal ini tidak hanya tradisi kebudayaan yang

menentukan tetapi situasi dan kondisi sosial pun turut berbicara. Paus

Yohanes Paulus II menunjuk makna inkulturasi secara mendalam dengan

berkata: “Inkulturasi berarti suatu transformasi nilai-nilai kebudayaan

otentik secara mendalam melalui proses integrasi mereka ke dalam

kekristenan dan meresapnya kekristenan ke dalam berbagai kebudayaan

umat manusia” (Redemptoris Misio no.52). Hal inilah yang membuat

Konsili Vatikan II memiliki konsep baru tentang arti pluralisme gereja

dan rasa hormat terhadap kebudayaan umat manusia, penyesuaian

menjadi pusat perhatian dalam dunia modern ini. Tentunya hal ini bukan

sekedar basa-basi saja, namun bertujuan supaya iman sungguh berakar

dan meresapi sebuah kehidupan orang perorangan dan masyarakat, maka

iman itu sedapatnya harus menyatu dengan kebudayaan supaya dapat

diekspresikan selaras dengannya. Konsili Vatikan II menegaskan, gereja

Katolik tidak menolak apa yang baik dan berguna pada agama. Tidak

menjauhi namun diajak agar umat Katolik familiar dan dekat kepada

tradisi religius serta kebudayaan setempat, inilah salah satu usaha ke arah

inkulturasi.

25

(18)

d Liturgi. Kata liturgi berasal dari bahasa Yunani, leitourgia. Secara

harafiah kata ini berarti suatu karya yang dibaktikan kepada bangsa.

Dalam perkembangannya, ketika kata ini diadopsi oleh bangsa-bangsa

lain, kata leitourgia memiliki arti yang lebih luas, yaitu pelayanan ibadat.

Dalam Kitab Suci, kata leitourgia berarti pelayanan imam, namun

berkembang dan digunakan untuk menggambarkan makna keimaman

Yesus. Imamat Yesus merupakan pelayanan yang sangat agung. Dalam

perkembangan sejarah gereja, kata liturgi digunakan untuk menunjukkan

aktivitas ibadat atau doa Kristiani. Di sini istilah liturgi sudah mulai

dibatasi, hanya mencakup perayaan ibadat yang dilakukan oleh imam

baik paus, uskup dan pastor. Di kalangan umat, liturgi biasa dipahami

sebagai upacara atau upacara publik gereja. Dalam hal ini berbicara

mengenai liturgi adalah tentang urutan upacara, para petugas, peralatan

yang harus ada, dan sebagainya.

e Analisis struktur musikal dan tekstual. Malm mengemukakan bahwa

setiap susunan bunyi, dapat dianggap dan dipelajari sebagai musik, bila

susunan bunyi tersebut merupakan kombinasi antara elemen-elemen

nada, ritem, dan dinamika. Ditinjau dari pendapat Malm, maka ke empat

nyanyian tetap/ordinarium ini dapat dianggap musik karena didalamnya

terdapat elemen-elemen musik. Sedangkan tekstual adalah hal-hal yang

berkaitan dengan kata-kata yang terdapat pada musik. Merriam

mengatakan bahwa teks merupakan bagian integral dari musik. Teks

(19)

perilaku bahasa, tetapi bahasa yang digunakan pada musik berbeda

dengan bahasa yang dipergunakan sehari-hari. Berkenaan dengan

pendapat Malm, maka analisis tekstual pada nyanyian ordinarium adalah

dengan menterjemahkan teks nyanyian ordinarium dari bahasa Latin ke

bahasa Indonesia, serta mengungkap makna yang terkandung didalamnya.

1.4.2 Teori

Teori merupakan alat yang terpenting dalam ilmu pengetahuan. Tanpa ada

teori hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada

ilmu pengetahuan (Koentjaraningrat, 1973:10). Teori adalah landasan dasar

keilmuaan untuk menganalisis berbagai fenomena. Teori adalah rujukan utama

dalam memecahkan masalah penelitian di dalam ilmu pengetahuan.

Sebagai pedoman dalam menyelesaikan tulisan ini penulis menggunakan

beberapa teori yang berhubungan dengan pokok-pokok permasalahan yang akan

dibahas dalam tulisan ini. Adapun teori yang penulis pergunakan antara lain:

1. Untuk melihat Sistem upacara keagamaan, maka penulis menggunakan

teori upacara yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2002:377) secara

khusus mengandung empat aspek yang menjadi perhatian khusus dari para

ahli antropologi ialah: (i)tempat upacara keagamaan dilakukan;

(ii)saat-saat upacara keagamaan dijalankan; (iii) benda-benda dan alat upacara;

(iv) orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara. Aspek pertama

berhubungan dengan tempat-tempat keramat di mana upacara dilakukan,

yaitu makam, candi, pura, kuil, gereja, langgar, surau, masjid, dan

(20)

hari-hari keramat dan suci, dan sebagianya. Aspek ketiga adalah tentang

benda-benda yang dipakai dalam upacara termasuk patung-patung yang

melambangkan dewa-dewa, alat-alat bunyi-bunyian seperti lonceng suci,

seruling suci, genderang suci dan sebagainya. Aspek keempat adalah aspek

yang mengenai para pelaku upacara keagamaan, yaitu para pendeta, biksu,

syaman, dukun, dan lain-lain. Upacara-upacara itu sendiri banyak juga

unsurnya, yaitu(i) bersaji; (ii) berkorban; (iii) berdoa; (iv) makan bersama

makanan yang telah disucikan dengan doa; (v) menari tarian suci;

(vi)menyanyi nyanyian suci; (vii) berprosesi atau berpawai; (viii)

memainkan seni drama suci; (ix) berpuasa; (x) intoksikasi atau

mengaburkan pikiran dengan makan obat bius untuk mencapai keadaan

trance, mabuk; (xi) bertapa; (xii) bersemedi.

2. Hubungan teks dengan melodi merupakan karakteristik yang sangat

penting diperhatikan yakni hubungan antara musik (nada) dengan teks.

Seperti yang dikemukakan oleh W.P Malm (1977:9). “Bila suatu not

dipakai untuk masing-masing suku kata dari teks nyanyian tersebut disebut

dengan silabis, dan jika suatu suku kata mempunyai beberapa buah not

disebut dengan melismatis”. Dalam hal ini penulis juga membahas makna

yang terkandung di dalamnya serta keterkaitan antara teks dan musik.

Pendekatan teori yang penulis gunakan dalam mengungkapkan makna

yang terkandung dalam teks ordinarium ini menggunakan teori Semantik.

Semantik berasal dari Bahasa Yunani, yaitu: semantikos yang berarti

(21)

Semantik adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari makna yang

terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dalam

hal ini penulis lebih memfokuskan pembelajaran tentang makna.

3. Untuk mengungkap perubahan yang terjadi dalam musik liturgi khususnya

dalam ordinarium setelah adanya proses inkulturasi penulis menggunakan

teori dari Alan P Merriam (1964:303). Dalam tulisannya tentang Music

and Culture is Dynamic di buku The Antropology of Music yang

mengatakan “Culture change begins with the processes of innovation.

Type of innovation is variation, invention, tentation, dan culture

borrowing”. Alan P Merriam mengemukakan bahwa perubahan bisa

berasal dari lingkungan kebudayaan internal, dan juga bisa berasal dari

luar kebudayaan eksternal. Perubahan yang timbul dari dalam dalam dan

dilakukan oleh pelaku-pelaku kebudayaan itu sendiri, disebut dengan

inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan perubahan yang

timbul akibat pengaruh yang dilakukan oleh orang-orang dari luar lingkup

budaya tersebut. Merriam menambahkan bahwa kelanjutan dan perubahan

merupakan sebuah tema yang digunakan untuk memahami sifat stabil dan

dinamis yang melekat dalam setiap kebudayaan. Berkaitan dengan

fenomena ini, teori kebudayaan secara umum mengasumsikan bahwa

setiap kebudayaan beroperasi dalam kerangka waktu yang terus menerus

mengalami kelanjutan, dimana variasi-variasi lain dan perubahan yang

(22)

4. Teori Tangga nada (weighted scale) yang harus diperhatikan dalam

menganalisis melodi, penulis mengacu pada teori Malm, (1977:7-9) yaitu

ada delapan unsur melodi yang dapat digunakan untuk menganalisis,

seperti: (1) tangga nada; (2) nada dasar; (3) wilayah nada; (4) jumlah

nada-nada; (5) jumlah interval; (6) pola-pola kadensa; (7) formula-formula

melodik; (8) kontur. Analisis musik yang dilakukan adalah pada ke empat

nyanyian ordinarium Batak Toba yaitu: Tuhan Kasihanilah kami,

Kemuliaan bagi Allah, Kudus, dan Anak Domba Allah. Sedangkan Aku

percaya (credo), termasuk dalam ordinarium, tidak dibahas dan dianalisis

karena bagian ini sangat sering dilafalkan saja.

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan informasi dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah

didasarkan pada ciri-ciri keilmuan yatu rasional, empiris, dan sistematis. Kata

metode secara harafiah dapat diartikan sebagai cara kerja yang tersistem untuk

memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

Ada juga yang mengatakan metode dalam penelitian sebagai alat dalam

melakukan penelitian, yaitu dari pengumpulan data, penganalisisan data sampai

dengan menarik kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian (Triswanto,

2010:15).

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode yang sesuai

terhadap permasalahan yang dikaji yaitu, metode kualitatif yaitu metode

(23)

perilaku yang dapat diamati. Kelebihan metode kualitatif adalah mempunyai

fleksibilitas yang tingi bagi peneliti ketika menentukan langkah-langkah

penelitian (Alwasilah, 2003:97). Kecenderungan Etnomusikologi menggunakan

metode penelitian kualitatif karena motede atau cara kerja keilmuan yang

menekankan pada makna budaya yang terdapat dalam suatu masyarakat.

Penelitian kualitatif digunakan untuk memepelajari karakteristik yang diteliti, baik

orang maupun kelompok sehingga keberlakuan hasil penelitian tersebut hanya

untuk orang atau kelompok yang sedang diteliti tersebut.

Metode Observasi. Bungin (2007: 115) mengemukakan beberapa bentuk

observasi yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi

partisipasi, obserasi tidak terstruktur, dan observasi kelompok tidak terstruktur.

Dalam hal ini penulis menggunakan metode Observasi Partisipasi. Metode ini

adalah pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data-data penelitian

melalui pengamatan dan pengindraan di mana peneliti terlibat didalamnya.

Selain itu penelitian ini menggunakan metode deskriptif serta metode

perbandingan (comparative method). Metode perbandingan merupakan metode

yang digunakan pada awal penyelidikan sebelum sasaran yang dibandingkan

dapat dimengerti. Ini dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan imajinatif

namun memiliki informasi yang akurat (Hood, 1995). Sedangkan metode

deskriptif adalah metode yang menggambarkan sebuah peristiwa, benda, dan

keadaan dengan sejelas-jelasnya tanpa memengaruhi objek yang ditelitinya

(24)

1.5.1 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan

studi penelaahan terhadap buku-buku, litertur-literatur, catatan-catatan, dan

laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan (Nazir,

1988:111). Dalam hal ini penulis mendapatkan data-data yang terdapat pada buku

antara lain: Sejarah Musik 1 oleh Rhoderick J.McNeill, Sejarah musik oleh Karl

Edmund Prier dan Dieter Mack, The Antropology of Music oleh Alan P Merriam,

Etnomusikologi oleh Alan P Merriam yang diterjemahkan oleh Sentosa dan

Rizaldi Siagian dengan editor R. Supanggah, Teknik Menulis Karya Ilmiah oleh

Bambang Dwiloka dan Rati Riana, Trik Menulis Skripsi dan Menghadapi

Presentasi oleh Sugeng D. Triswanto, Prosedur Penelitian oleh Suharsimi

Arikunto, Analisis Data Penelitian Kualitatif oleh B. Bungin dan lainnya. Selain

buku tersebut penulis mencari sumber lain berupa buku yang sangat berkaitan

dengan pokok pembahasan yaitu, Inkulturasi Musik Liturgi oleh Karl-Edmund

Prier SJ, Mencintai Liturgi oleh Frans Sugiyono, Pedoman Umum Misale

Romanum oleh Komisi Liturgi KWI, Ekaristi oleh Bosco da Cunha, Gereja

Katolik memasuki Tapanuli oleh R. Kurris, Puji Syukur Nyanyian Doa dan

Gerejawi oleh Komisi Liturgi KWI, Indonesianisasi Dari Gereja Katolik di

Indonesia Menjadi Gereja Katolik Indonesia oleh Huub. J.W.M Boelaars.

Selain buku-buku penulis juga mencari data dalam skripsi-skripsi yaitu,

Fungsi dan Peranan Gondang dalam Penerimaan Sakramen Krisma di Gereja

Katolik Santo Diego Martoba Paroki Pasar Merah Medan; Sebuah Kajian

(25)

Konsili Vatikan II oleh Rikalufi W. Wardhani. Pengaruh Konsili Vatikan II

terhadap Inkulturasi Musik Liturgi dalam Ofisi di Biara Ordo Kapusin Santo

Fransiskus Asisi Pematang Siantar oleh Dussel S. Banjarnahor. Dan beberapa

artikel-artikel yang representatif dari website seperti, blogspot.com, ucanews.com,

wikipedia.org, majalahhidupkatolik.com, dan www.reginacaeli.org.

1.5.2 Pengumpulan Data di Lapangan 1.5.2.1 Observasi

Observasi disebut pengamatan atau peninjauan secara cermat. Pengamatan

adalah pemusatan perhatian terhadap sebuah objek dengan menggunakan semua

kemampuan pancaindera (Arikunto, 1998:164). Biasanya observasi dapat

dilakukan dengan cara melihat, mendengar, meraba, mencium, dan merasakan.

Observasi yang dilakukan penulis ialah observasi partisipasi. Selama melakukan

pengumpulan data dilapangan penulis melakukan pengamatan setiap hari Minggu

dengan ikut merayakan perayaan misa di Gereja Santo Antonius. Beberapa kali

penulis berusaha untuk datang lebih awal untuk melihat situasi dan keadaan

disekitar gereja. Observasi awal yang dilakukan penulis yaitu memfokuskan pada

tata peribadatan/runtutan perayaan misa, para petugas liturgi, misdinar (remaja

putra atau putri yang melayani imam dalam upacara gereja Katolik; pelayanan

misa), imam, dan perayaan liturgi yang dirayakan. Selama perayaan ibadat,

penulis mulai memperhatikan setiap bagian dari lagu ordinarium, baik pada

perayaan misa pertama (07.00- 09.00), misa kedua (pukul 09.00-11.00) maupun

(26)

membawa kertas acara tata ibadat misa sebagai bahan dan data yang mendukung

penulisan ini.

1.5.2.2 Wawancara

Wawancara adalah tanya-jawab dengan seseorang untuk mendapatkan

keterangan atau pendapatnya tentang suatu hal atau masalah. Seperti percakapan

biasa, wawancara adalah pertukaran informasi, opini, atau pengalaman dari satu

narasumber dan pewawancara. Sebagai narasumber dari penelitian ini penulis

memilih pastor paroki sebagai narasumber yang paling representative sekaligus

pimpinan gereja yang tertinggi di Gereja Santo Antonius. Penulis juga

mewawancarai beberapa pastor yang pernah memimpin misa di Hayam Wuruk,

pengurus Gereja, dan umat yang beribadat di Gereja tersebut. Sehingga hasil dari

wawancara ini dapat mendukung dan memperkuat penulisan skripsi ini.

1.5.2.3. Rekaman

Pada pelaksanaan kegiatan penelitian ini, penulis menggunakan satu unit

kamera digital Fuji dan satu unit alat rekam video Handycam Sony. Dalam

pelaksanaan ini penulis merekam lagu-lagu ordinarium Batak Toba, kemudian

mengdokumentasikan dalam bentuk foto instrument musik yang dipergunakan

dalam mengiringi lagu ordinarium tersebut. Penulis juga mendokumentasikan

para penyanyi, dan pemain musiknya. Pengambilan data dengan rekaman ini

dilakukan penulis dengan merekonstrusi kembali ordinarium Batak Toba yang

dilakukan oleh kaum Biarawan di Biara Kapusin Jalan Medan Pematang Siantar

(27)

1.5.3 Analisis Data di Laboratorium

Keseluruhan hasil wawancara dan rekaman audio visual yang diperoleh

dari penelitian di lapangan, kemudian diolah dalam kerja laboratorium. Hal ini

dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk transkripsi nada dari lagu serta

penganalisaan teksnya. Penulis akan melihat perbandingan ordinarium Gregorian

Chant dan ordinarium Batak Toba terutama pada pola melodis dan tekstualnya.

1.6 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Gereja Katolik Santo Antonius dari Padua,

Jalan Hayam Wuruk No 1. Lokasi gereja ini terletak di Kelurahan Petisah Hulu,

Kecamatan Medan Baru (20153) Medan, Sumatera Utara. Gereja Santo Antonius

ini merupakan gereja paroki, yang dipimpin oleh Pastor Paroki Carolus

Sembiring O.F.M Cap, dibawah Keuskupan Agung Medan yang dipimpin oleh

Uskup Agung Anicetus Bongsu Antonius Sinaga, O.F.M Cap.

Penulis melihat beberapa keistimewaan pada Gereja Santo Antonius ini

diantaranya, kuantitas perayaan misa pada hari Minggu yang diadakan sebanyak

tiga kali. Gereja Santo Antonius Hayamwuruk memang merupakan gereja

paroki, artinya pusat gereja dari suatu wilayah tertentu, namun perayaan misa

yang dilakukan adalah yang paling banyak jadwal ibadatnya dibandingkan dengan

dibeberapa paroki lain di daerah Medan. Selain hari Minggu, hari Sabtu sore

perayaan misa juga berlangsung di Gereja Santo Antonius. Dari sini terlihat

bahwa jumlah umatnya lebih besar dari beberapa paroki lainnya di Medan. Selain

itu keragaman umat dalam gereja ini nampak terlihat. Terdapat beberapa

(28)

Antonius. Penulis juga melihat bahwa perhatian gereja terhadap tradisi dan

budaya setempat sungguh diapresiasi dengan semangat melakukan beberapa

usaha-usaha inkulturasi disetiap perayaan besar gereja. Dengan beberapa alasan

inilah penulis tertarik untuk membuat tulisan karya ilmiah dan melakukan

(29)

BAB II

SEJARAH GEREJA KATOLIK INDONESIA DAN TATA PERIBADATAN 2.1Sejarah Gereja Katolik di Indonesia

Awal karya misi Katolik di Nusantara dimulai sejak pertengahan abad

VII26, dimana di pantai barat Sumatera Utara sudah terdapat pemeluk Kristen.

Pada abad XIII dan XIV beberapa misionaris Fransiskan27 singgah di Sumatera,

Jawa, dan Kalimantan ketika berlayar menuju Cina. Namun penyebaran misinya

tidak bertahan lama. Kemudian pada tahun 151128 Portugis singgah di Malaka

dibawah pimpinan Vasco da Gamma. Portugis menaklukan Malaka, daerah Goa

dan tempat-tempat lain serta melakukan monopoli perdagangan. Dari Malaka

mereka bertolak melakukan pelayaran ke tempat asal rempah-rempah ke daerah

Timur. Selama dalam perjalanan pelayaran para kaum rohaniawan juga turut serta

untuk pemeliharaan rohani para pelaut, pedagang, serta serdadu-serdadu. Tahun

1512 kapal Portugis berlayar di Pulau Banda Maluku. Para pedagang Portugis

berhasil melakukan perdagangan dengan baik dengan masyarakat Maluku, dan

kaum rohaniawan juga turut menyebarkan misi di daerah ini. Namun situasi

26

Sumber KWI (Konfrensi Wali gereja Indonesia), yang ditegaskan kembali dengan fakta dari Prof. Dr. Sucipto Wirjosuprapto. Berita tersebut dapat dibaca dalam sejarah kuno karangan seorang ahli sejarah Shaykh Abu Salih al-Armini yang menulis buku “Daftar berita- berita tentang Gereja-gereja dan pertapaan dari provinsi Mesir dan tanah-tanah di luarnya”, yang memuat berita tentang 707 gereja dan 181 pertapaan Serani yang tersebar di Mesir, Nubia, Abbessinia, Afrika Barat, Spanyol, Arabia, India dan Indonesia. Berdasarkan berita dari Abu Salih al-Armini dapat diambil kesimpulan kota Barus yang dahulu disebut Pancur dan saat ini terletak di dalam

Keuskupan Sibolga di pantai Barat Sumatera Utara adalah tempat kediaman umat Katolik tertua di Indonesia. Di Barus juga telah berdiri sebuah Gereja dengan nama Gereja Bunda Perawan Murni Maria

27

Biarawan atau biarawati dalam Gereja Katolik yang menggabungkan diri pada Lembaga Hidup Bakti (tarekat), yang didirikan oleh pendiri tarekatnya. Ordo Fransiskan pendiri tarekatnya yakni Fransiskus, sehingga cara hidup kaum biarawan mengikuti jejaknya.

28

(30)

keagamaan di Maluku saat itu sedang rumit. Pulau Tidore dan Ternate hampir

seluruhnya menganut agama Islam dibawah pimpinan masing-masing sultannya.

Sementara di pulau-pulau lain seperti Ambon, Seram, Buru dan lain-lain masih

menganut kepercayaan para leluhur mereka. Walaupun situasi sedang rumit,

ternyata ada seorang Kepala Kampung yang disebut mamoia atau mamuia datang

dan mau dibaptis. Awalnya mamuia ini hanya meminta bantuan dan perlindungan

kepada kaum missioner karena sering diganggu oleh kampung disekitarnya. Dia

kemudian dibantu dan dilindungi di tempat kaum missioner dan diterima dengan

baik. Selama dalam perlindungan dia melihat kehidupan para missioner, dia

tertarik dan berkeinginan untuk dibaptis. Setelah dia menyatakan diri menjadi

Katolik, orang-orang kampungnya pun ikut dibaptis. Namun ancaman tetap ada

dari luar daerah kampung sekitar yang berakhir dengan terjadinya pembunuhan

terhadap seorang misionaris Simon Vaz.

Karya misi ini kemudian dilanjutkan oleh Santo Fransiskus Xaverius yang

datang mengunjungi kepulauan Maluku: Ambon, Ternate, Halmahera, dan

Molotai pada tahun 1546-1547. Fransiskus banyak memberikan perhatian kepada

kaum kecil di Maluku, membuka sekolah-sekolah bagi kaum pribumi sehingga

banyak penduduk kampung menaruh perhatian, peduli, dan mulai santun padanya.

Dari sinilah banyak penduduk yang berkeinginan untuk dibaptis oleh Santo

Fransiskus Xaverius. Karya Fransiskus ini kemudian dilanjutkan oleh sejumlah

missioner lain. Menjelang akhir abad XVI terdapat sekitar 30.000 umat katolik

(31)

sebabnya sejarah mengatakan permulaan Katolik di Indonesia dibawah bendera

Portugis di Maluku (Boelaars, 2005: 61).

Penguasaan VOC di sejumlah wilayah Nusantara memperburuk karya

misi. Selama masa VOC, banyak penyebar dan penganut agama Katolik Roma

yang ditangkap. Beberapa kebijakan dibuat oleh VOC untuk membatasi dan

melarang penyebaran agama Katolik. Daerah yang paling terdampak adalah umat

Katolik di Sulawesi Utara, Flores dan Timor. Di Sulawesi Utara telah berubah

sehingga mayoritas agamanya adalah Protestan. Meskipun demikian umat Katolik

masih bertahan menjadi mayoritas di Flores, hingga kini Katolik adalah agama

mayoritas di Nusa Tenggara Timur. Diskriminasi terhadap umat Katolik berakhir

ketika Belanda dikalahkan oleh Perancis dalam era perang Napoleon. Pada tahun

1806, Louis Bonaparte, adik Napoleon I yang penganut Katolik diangkat menjadi

Raja Belanda, atas perintahnya agama Katolik bebas berkembang di Hindia

Belanda (Wikipedia.Org/Wiki/Agama_di_Indonesia).

Pada tahun 1806 Raja Louis Napoleon29 mengumumkan undang-undang

kebebasan beragama di Negeri Belanda. Berkenaan dengan ini Gereja Katolik di

Nusantara pun dapat berkembang lagi. Batavia dijadikan sebagai pusat misi dan

pada tahun 1807 dibentuklah Prefektur Apostolik30 Batavia yang meliputi seluruh

wilayah Hindia Belanda. Dua imam praja31 dari Belanda tiba pada tahun 1808

sebagai misionaris pertama yang kemudian disusul oleh sejumlah imam praja

lainnya. Pada tahun 1842 Prefektur Apostolik Batavia ditingkatkan menjadi

29

Pangeran Prancis yang dijadikan Raja Negeri Belanda 30

Prefektur apostolik adalah daerah misi di mana Gereja Katolik belum berkembang 31

(32)

Vikariat Apostolik32. Sementara jumlah imam praja semakin berkurang, para

imam Jesuit33 pun (Serikat Jesuit) terus berdatangan sejak tahun 1859. Pada akhir

abad XIX tanggung jawab evangelisasi/ penginjilan di Nusantara secara

kanonik/menurut Undang-undang gereja dialihkan dari para imam praja kepada

para imam Jesuit .

Di awal abad XX tampak semakin jelas bahwa satu vikariat apostolik

Batavia, yang mencakup seluruh Nusantara, terlampau luas. Wilayah dan

tanggung jawab terhadap wilayah ini perlu dibagi-bagi. Sejak tahun 1902

beberapa daerah sudah dipisahkan dari Vikariat Apostolik Batavia ke dalam

beberapa wilayah independen (vikariat apostolik maupun prefektur apostolik),

yaitu Maluku dan Irian (1902), Kalimantan (1905), Sumatera (1911), Nusa

Tenggara (1913/14), Sulawesi (1919). Vikariat Apostolik Batavia hanya meliputi

Jawa saja (http://keuskupanbandung.org/main/post/376).

Untuk menjaga perkembangan dan kepentingan bersama maka para

waligereja membentuk suatu perwakilan tetap di Batavia pada tahun 1924. Inilah

cikal bakal Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) dan Kantor Waligereja

(Kawali). Pada tahun 1925 diadakan konferensi para waligereja I. Pembagian

wilayah terus berlanjut hingga seluruh Nusantara terbagi dalam wilayah-wilayah

misi yang ditangani oleh sejumlah serikat religius (SJ, MSC, OFMCap, SVD, SCJ,

32

Vikariat apostolik adalah bentuk yurisdiksi teritorial Gereja Katolik di daerah yang belum dibentuk keuskupan. status wilayah yang lebih berkembang dibandingkan dengan status prefektur apostolik tetapi masih di bawah status keuskupan.

33

(33)

SSCC, OCarm, CM, OSC, OFM, MSF). Pada tahun 1932 terdapat sekitar 300 ribu

umat Katolik.

2.1.1 Sejarah Gereja Katolik di Jawa

Misi Katolik di Jawa berpusat di Muntilan, Jawa Tengah. Misi Katolik di

daerah ini diawali oleh Pastor F. van Lith, SJ dan Petrus Hoevenaars yang datang

pada bulan Oktober tahun 1896. Pada awalnya usahanya tidak membuahkan hasil

yang memuaskan, akan tetapi pada tahun 1904 tiba-tiba empat orang kepala desa

dari daerah Kalibawang datang ke rumah Romo dan mereka minta untuk diberi

pelajaran agama. Sehingga pada tanggal 15 Desember 1904, rombongan pertama

orang Jawa berjumlah 178 orang dibaptis di sebuah mata air Semagung yang

terletak di antara dua batang pohon Sono. Tempat bersejarah ini sekarang menjadi

tempat ziarah Sendangsono.

Romo Van Lith juga mendirikan sekolah guru di Muntilan yaitu

Normaalschool (1900) dan Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) tahun1904.

Pada tahun 1918 sekolah-sekolah Katolik dikumpulkan dalam satu yayasan, yaitu

Yayasan Kanisius. Para imam dan Uskup pertama di Indonesia adalah mantan

siswa Muntilan.

Pada permulaan abad ke-20 gereja Katolik berkembang pesat. Berawal

babak baru dengan pembagian kerja di antara Ordo-ordo misionaris. Setiap ordo

mendatangkan tenaga misionarisnya. Paus Leo XIII mendirikan Prefektur

Apostolik baru di Maluku dan sekitarnya, dan menyerahkan pembinaannya kepada

imam-imam Misionaris Hati Kudus (MSC) pada 22 Desember 1902. Tiga tahun

(34)

dan pelayanannya diserahkan kepada Ordo Kapusin (OFMCap). Sumatera

menjadi Prefektur Apostolik pada tahun 1911 dan diserahkan kepada Ordo

Kapusin juga. Prefektur Apostolik Kepulauan Sunda Kecil didirikan pada 1913

dan diserahkan kepada Serikat Sabda Allah (SVD). Prefektur Apostolik Celebes

berdiri pada tahun 1919 dan diserahkan kepada Misionaris Hati Kudus (MSC).

Selanjutnya di Jawa sendiri perkembangan besar terjadi dengan pembagian

tugas baru. Pada 1923 imam-imam Ordo Karmel (O.Carm) diberi tugas membina

daerah misi Malang, Prefektur Apostolik didirikan pada tahun 1927 di Malang.

Daerah Surabaya diserahkan kepada imam-imam Lazaris (C.M.) pada tahun 1923

dan berkembang menjadi Prefektur Apostolik pada 1928. Imam-imam misionaris

Hati Kudus (MSC) juga mengembangkan daerah Purwokerto di Jawa Tengah, dan

Prefektur Apostolik didirikan di Purwokerto pada tahun 1932. Bersamaan dengan

itu, Bandung menjadi Prefektur Apostolik setelah diserahkan dan dibina oleh Ordo

Salib Suci (OSC). Daerah Semarang dijadikan Vikariat Apostolik pada tahun

1940.

Pada 1911 Van Lith mendirikan Seminari Menengah. Tiga dari enam

calon generasi pertama dari tahun 1911-1914 ditahbiskan menjadi imam pada

tahun 1926 dan 1928, yaitu Romo F.X.Satiman, SJ, A. Djajasepoetra, SJ, dan

Soegijapranata, SJ.

2.1.2 Sejarah Gereja Katolik di Sumatera Utara

Kota Tarutung yang terletak diantara pantai selatan Danau Toba dan

Lautan Hindia merupakan kota yang cukup penting dalam peranan agama Kristen

(35)

Kristen Batak Protestan (HKBP) yakni di Rura Silindung, Pearaja. Datangnya

agama ini dibawa oleh seorang Pendeta Nommensen pada tahun 1863 khususnya

ke daerah Batak. Tujuh puluh satu tahun kemudian pada akhir tahun 1934, Gereja

Katolik memperoleh izin memasuki Tapanuli. Kelompok Ordo Kapusin mulai

bergerak dari kota Balige. Kelompok biarawan ini masih muda-muda dan berhasil

menanam gereja Katolik sampai pelosok-pelosok Tapanuli. Namun pada tahun

1942 tentara Jepang merebut Hindia Belanda dan memenjarakan semua

misionaris-misionaris sehingga karya misipun terhenti.

Setelah penjajahan Jepang dan Pergelokan kemerdekaan berakhir, para

misionaris dibebaskan dan memulai kembali karya misi Katolik yang sempat

terhenti. Gereja Katolik; di Sumatera Utara R.K. menjadi sebutan untuk

menyatakan Roma Katolik; menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat

Tapanuli. Pada awal misi Katolik, para misionaris dari Balige dalam garis besar

bergerak ke tiga arah: 1. Ke Pulau Samosir yang sebagian besar belum

dikristenkan, 2. Ke Kampung Lintongnihuta dan Parlilitan, dan 3. Ke selatan

menuju pegunungan di sekitar Rura Silindung.

Untuk menghindari konflik dengan Gereja Protestan, Roma Katolik

dengan sengaja tidak mau langsung ke kota Tarutung. Akan tetapi, tidak lama

kemudian muncul undang-undang untuk memasuki daerah pusat Protestan itu,

maka para misionarispun menjalankan tugasnya. Pada tahun 1854, Pastor Kaspar

de Hessele seorang imam diosesan, keturunan Belanda datang ke Hindia Belanda.

Ia mulai melayani umat katolik yang tersebar di seluruh Jawa Timur, kepulauan

(36)

ia bertolak ke tanah Batak lewat kota Padang yang belum dikuasai oleh Belanda.

Namun sayang, selama dalam perjalanan ia menderita sakit, dan meninggal dalam

perjalanan. Sembilan tahun kemudian muncullah Pendeta Nommensen, dan tujuh

puluh satu tahun setelah kedatangan Pendeta Nommensen, misionaris-misionaris

Katolik baru diperbolehkan memasuki Tapanuli.

Pada tahun 1934, Pater Sybrand Van Rossum atau Pastor Parosum yang

berusia 31 tahun datang ke Balige. Di kota ini ia tidak diterima dengan hangat,

banyak situasi perlawanan yang ia hadapi yakni: Pemerintah Kolonial dan

pegawai-pegawainya, Zending Protestan dan Pendeta-pendetanya, sebagian besar

rakyat yang mendiami Toba, Humbang, dan Rura Silindung. Namun ia merupakan

seorang yang optimis, ramah, humoris, cepat tanggap dan bereaksi cepat, sehingga

ia mampu menghadapi masalah yang ada. Beberapa bulan kemudian ia diterima

dan banyak yang mulai datang padanya. Pastor ini banyak bergaul dengan

masyarakat Batak sehingga ia mampu berkomunikasi dengan menggunakan

Bahasa Batak, dan ia semakin diterima di Balige. Kemudian ia pergi ke kota

Tarutung, bergaul dengan masyarakat disana sambil menyatakan karya misi

Katolik.

Situasi dan kondisi mulai membaik, situsi di Balige mulai menyenangkan,

rumah untuk penampungan Pastorpun sudah dibangun. Pastor Diego van den

Biggelaar pun ikut bergabung dengan Pastor Panrossum. Mereka berdua

(37)

Simbolon, Hutaraja, sehingga ia mendapat julukan Ompu Bornok Simbolon34.

Lama bergaul dengan orang Batak membuat Pastor Panrossum mengerti dan fasih

dengan bahasa Batak, ia menggunakan peribahasa dalam bahasa Batak disetiap

khotbahnya sehingga dapat dimengerti oleh umatnya. Selain itu ia sangat

menghargai dan mengerti akan tradisi, kebiasaan serta adat-istiadatnya Batak,

sehingga Pastor ini sangat mengena di hati semua masyarakat baik yang Katolik

maupun Protestan.

Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia sekitar tahun 1942-1945,

dimana terjadi Perang Dunia II, wilayah kekuasaan Belanda di Asia Tenggara

tampak mulai melemah. Asia mulai bangkit, Jepang maju dengan cepat, dan

gerakan-gerakan Nasionalis mulai mengancam. Akan tetapi, pada 8 Desember

1941, dunia digoncangkan dengan pengboman yang dilakukan Jepang yang

menghancurkan kapal-kapal Amerika Serikat di Pearl Harbour, makin meluas ke

wilayah Pasifik. Tiga minggu kemudian, tepat 28 Desember Lapangan terbang

Polonia dibom; lebih dari 30 orang tewas. Pada bulan Januari 1942, Menado,

Tarakan, dan Balikpapan direbut oleh Jepang dimana mereka sangat memerlukan

sumber-sumber minyak untuk berperang.

Dalam situasi demikian di pastoran Balige, para pastor, bruder, suster35

duduk bersama guna membicarakan hari depan gereja. Mereka sadar bahwa

sebentar lagi mereka akan ditangkap, namun siapakah yang akan melanjutkan

karya mereka? Setelah delapan tahun berkarya, telah membaptis 18.000 orang

34

Ompu Bornok berarti: Opa Basah. Ompu yang diucapkan Opung, merupakan sapaan akrab bagi yang dituakan. Karena Pastor itu begitu giat bergerak sehingga basah keringatan maka ia dijuluki Ompu Bornok.

35

(38)

menjadi Katolik didaerah Batak. Seluruh kaum Eropa yang berada di tanah Batak

ditangkap dan ditahan. Mereka diasingkan di kampung Belawan, namun

anak-anak dan perempuan diasingkan di tempat lain. Akhir tahun 1942, kekuatan

Jerman di Eropa mengalami pukulan dahsyat yang pertama dalam pertempuran

Stalingard, sedangkan di Asia pada waktu yang sama angkatan laut Jepang

berhasil diberhentikan di Guadal-canal. Akhir tahun 1943, ribuan buruh dan

petani dari pelbagai tempat di Indonesia, termasuk juga dari Tapanuli,

dikumpulkan sebagai romusha. Keadaan tentara Jepang makin terdesak, keadaan

semakin memuncak. Tanggal 6 Agustus 1945, kota Hiroshima telah dibom dan

hancur, menyusul tiga hari kemudian kota Nagasaki. Tidak ada yang mendengar

kabar kapitulasi Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945, apalagi tentang Proklamasi

Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Dan pada tanggal 24 Agustus, barulah

diketahui bahwa kemerdekaan sudah didapat, para tahanan dibebaskan dan bisa

kembali pada keluarga dan anak-anak mereka.

Setelah penyerahan kedaulatan, para pastor mulai menjelajahi Sibolga dan

Pulau Nias; mengenai daerah Toba para pejabat Republik Indonesia memberi

nasehat untuk menunggu waktu sampai situasi di daerah Batak mulai aman dan

terkendali. Kemudian tanggal 22 Maret 1950, keadaan sudah mulai membaik di

daerah Tarutung dan para misionaris pun mulai kembali mengunjungi seluruh

daerah Tapanuli. Sampai tahun 1965 umat semakin berkembang dan bertambah.

Perkembangan terus terjadi sampai tahun 1981. Sekarang ini, jumlah

(39)

hari Minggu dapat dilaksanakan, meski di beberapa stasi-stasi kecil belum dapat

setiap Minggu merayakan misa.

2.1.3 Sejarah Gereja Santo Antonius Hayamwuruk Medan.

Gereja Santo Antonius awalnya merupakan gereja stasi dibawah paroki

Gereja Katolik Santa Maria Tak Bernoda Asal (sering disebut Gereja Katedral,

yang beralamat di Jalan Pemuda No. 1 Medan). Kemudian menjadi gereja paroki,

pada bulan Maret 1915, dengan jumlah gereja stasi empat gereja36 dan dilayani

oleh imam dari OFM Capusin37, dibawah Keuskupan Agung Medan.

Pada tahun 2007 tepatnya pada tanggal 3 Juni, telah berdiri bangunan

gereja yang baru, dibangun tepat didepan bangunan gereja yang lama dan

diresmikan oleh Uskup Agung Mgr. (dibaca Monsinyur) A.G. Pius Datubara,

OFM Cap dan Pastor Paroki Redemptus Simamora OFM Cap.

Keadaan umat setiap tahun semakin banyak dan berkembang, yang terdiri

atas empat stasi dengan 35 lingkungan. Secara garis besar keadaan umat terbagi

kedalam empat stasi paroki Santo Antonius yakni, 1. Gereja Katolik Stasi Santo

Yosep sebagian besar berada di wilayah jalan dokter Mansur , 2. Gereja Katolik

Stasi Santo Fransiskus Xaverius sebagian besar berada di wilayah Sunggal, 3.

Gereja Katolik Stasi Santa Perawan Maria Pintu Surga sebagian besar berada di

wilayah Sei Agul, 4. Kapel Santa Elisabeth, Karya Kasih sebagian besar berada di

wilayah Karya Kasih. Keadaan umat Gereja Santo Antonius Hayamwuruk

keadaan umatnya sangat beragam: Batak Toba, Karo, Simalungun, Jawa, Cina,

36

1. Gereja Katolik Stasi Santo Yosep. Jalan Dr. Mansyur, Medan, 2. Gereja Katolik Stasi Santo Fransiskus Xaverius, Sunggal 3. Gereja Katolik Stasi Santa Perawan Maria Pintu Surga, Sei Agul 4. Kapel Santa Elisabeth, Karya Kasih

37

(40)

Nias, dan India. Selain umat yang resmi bergabung dengan Gereja Santo Antonius

banyak juga umat diluar wilayah paroki beribadat di Gereja Santo Antonius

Hayamwuruk.

Struktur Organisasi Gereja Santo Antonius Hayamwuruk Medan.

Pastor Paroki Dewan Pastoral Paroki Ketua Lingkungan

Gambar 1. Gereja Santo Antonius Hayamwuruk Medan bagian luar

(41)

Gambar 3. Tempat jalannya Perarakan Masuk.

2.2Tata Ibadat Misa Gereja Katolik

Peribadatan misa terbagi atas empat bagian pokok yaitu, Ritus Pembuka,

Liturgi Sabda, Liturgi Ekaristi, dan Ritus Penutup.

2.2.1 Ritus Pembuka

Ritus pembuka merupakan awal untuk memulai ibadat perayaan Misa.

Bagian ini terdiri atas: perarakan masuk, tanda salib, salam, pengantar, tobat,

nyanyian Tuhan Kasihanilah Kami/ Kyrie eleison , madah Kemuliaan /Gloria, dan

doa pembuka. Unsur-unsur inilah yang mengawali ibadat Misa. Mengawali Misa

pada Gereja Santo Antonius Hayamwuruk dimulai dengan dipukulnya gong.

Seluruh umat akan berdiri dan bernyanyi yang dipimpin oleh dirigen umat untuk

menyambut perarakan masuk imam dan para petugas liturgi. Perarakan masuk

imam dan petugas liturgi dimulai melalui pintu utama lalu memasuki gereja.

Mereka memasuki gereja berjalan menuju altar dengan diiringi nyanyian

pembukaan. Seorang misdinar yang memegang dupa berada pada barisan depan

(42)

meriah38 selain dengan nyanyian, perarakan masuk juga dapat diiringi dengan

tarian39.

Bila imam dan para petugas liturgi telah sampai di depan panti imam,

semuanya akan membungkuk menghormati altar. Dimana penghormatan terhadap

altar merupakan tanda Tuhan hadir. Kemudian imam menuju altar dan para

petugas liturgi menuju pada tempat yang telah disediakan. Sesuai dengan

perayaan, imam juga dapat mendupai salib dan altar.

Gambar 4. Altar

Setelah imam berada di altar dan nyanyian sudah berakhir, imam mebuat

tanda salib dengan berkata “Atas nama Bapa dan Putera dan Roh kudus” yang

diikuti oleh seluruh umat dan dijawab dengan “Amin”. Kemudian imam membuka

tangannya sambil berkata “Tuhan Sertamu” dan umat menjawab “Dan sertamu

juga”. Hal ini merupakan sapaan, salam imam terhadap umat yang menunjukkan

bahwa Tuhan hadir ditengah-tengah mereka. Setelah menyampaikan salam, imam

38

Perayaan Paskah, Natal, hari Minggu dan perayaan-perayaan besar gereja lainnya 39

(43)

memberikan pengantar singkat tentang Misa yang akan dirayakan sehingga

membawa pemahaman pada umat.

Memasuki ibadat selanjutnya imam mengajak umat untuk merenungkan,

menyesali, segala perbuatan dosa dan mengajak untuk bertobat. Sikap pertobatan

umat dinyatakan dengan sikap tubuh yang berlutut dan dengan mengucapkan

rumusan doa tobat, kemudian disambung dengan nyanyian Tuhan Kasihanilah

kami. Sifat nyanyian ini ialah seruan kepada Tuhan untuk memohon belas

kasih-Nya. Oleh karena itu, nyanyian Tuhan Kasihanilah biasanya dilagukan oleh

seluruh umat.

Setelah menyatakan pertobatan madah Kemuliaan (Gloria) dinyanyikan.

Kemuliaan merupakan pujian meriah kepada Allah karena telah memberikan

pengampunan, menurunkan rahmat, berkat, dan kedamaian bagi manusia.

Kemuliaan dilagukan atau diucapkan pada hari-hari raya dan pesta, pada

perayaan-perayaan meriah, dan pada hari Minggu di luar masa Adven dan masa

Prapaskah. Karena Kemuliaan merupakan madah pujian meriah oleh karena itu

sikap tubuh untuk mengapresiasinya adalah berdiri. Madah ini dibawakan secara

bersama-sama dengan umat, atau silih berganti antara umat dengan paduan suara,

atau oleh paduan suara saja.

Ritus pembuka berakhir dengan doa pembuka. Doa pembuka merupakan

doa persiapan untuk masuk ke Liturgi Sabda, dan merupakan akhir dan sekaligus

puncak dari Ritus ini. Doa pembuka adalah doa predidensial. Artinya doa

pemimpin. Hanya pemimpin saja yang membawakan doa ini atas nama umat. Doa

Gambar

Gambar 2. Panti Imam.
Gambar 3. Tempat jalannya Perarakan Masuk.
Gambar 4. Altar
Gambar 5. Mimbar Sabda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Liturgi adalah perayaan misteri iman Gereja akan misteri karya keselamatan Allah yang berpuncak pada Yesus Kristus dalam Roh Kudus, dan perayaan itu dilaksanakan

Misa hari raya adalah perayaan-perayaan Ekaristi hari raya yang telah terjadwal dalam penanggalan Liturgi, seperti Paska, Natal, Kenaikan Tuhan, Rabu Abu, Kamis

Dalam lingkup Gereja Katolik, pada perayaan Hari Komunikasi 2018, di bawah tema “Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu (Yoh 8:32): Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian”,

Dalam Gereja Katolik terdapat Perayaan Sakramen Ekaristi yang diadakan setiap hari atau setiap minggunya untuk kenangan wafat serta kebangkitan Tuhan Yesus yang mengabadikan

Salah satu upaya Gereja Katolik untuk menjadi panutan di dalam menanggapi masalah lingkungan hidup adalah melalui rancangan bangunan Gereja Katolik yang mencerminkan suasana

INILAH 4 POHON NATAL BERUKURAN RAKSASA YANG MENGHIASI HALAMAN GEREJA KATOLIK SANTA MARIA ANUNTIATA SIDOARJO JAWA TIMUR/ JELANG PERAYAAN KELAHIRAN YESUS KRISTUS

Dalam lingkup Gereja Katolik, pada perayaan Hari Komunikasi 2018, di bawah tema “Kebenaran itu akan Memerdekakan Kamu (Yoh 8:32): Berita Palsu dan Jurnalisme Perdamaian”,

Konsep ruang sakral dalam arsitektur Gereja Katolik merujuk pada ruang liturgis, dimana ruang sakral dalam Gereja Katolik adalah ruang tempat dilaksanakannya peristiwa