• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci

Klasifikasi kelinci menurut Lebas et al. (1986) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Ordo:

Logomorpha, Family : Lepotidae, Sub family : Leporine, Genus: Oryctolagus,

Species : Oryctolagus cuniculus.

Kelinci rex merupakan ras kelinci yang mulai dikenal di Amerika Serikat

sejak tahun 1980-an sebagai binatang kontes. Belakangan beralih fungsi menjadi

ternak dwiguna. Sifat kuantitatif kelinci rex sebagai berikut: umur dewasa kelamin

4-6 bulan, bobot dewasa kelamin 2,3-3,5 kg, litter size sapih hidup 4 ekor,

frekuensi beranak minimal 4 kali pertahun (Sarwono, 2001).

Peternakan kelinci sudah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1837

yang konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai kelinci hias. Kelinci pada

awalnya merupakan hewan kesayangan yang dimiliki oleh tuan tanah. Progam

pengembangan kelinci ditujukan untuk mengurangi rawan gizi telah dilakukan

pemerintah pada tahun 1980, selanjutnya pada Tahun 1990 pemerintah sudah

menerbitkan Pedoman Teknis Perusahaan Peternakan Kelinci sebagai upaya

mendorong perkembangan budidaya kelinci di masyarakat. Namun sampai saat ini

perkembangannya mengalami hambatan karena perbedaan tujuan produksi dalam

pengembangannya (Putra, 2013).

Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari

sebagai kelinci hias, kelinci penghasil bulu dan kelinci penghasil daging. Tujuan

pemeliharaan kelinci yang kedua adalah penghasil bulu yang bernilai ekonomi

(2)

adalah rex dan satin. Sementara kelinci pedaging memiliki kriteria persentase

karkas 50 – 60%, bobot badan mencapai 2 kg pada umur 8 minggu dan memiliki

laju pertumbuhan tinggi yaitu sekitar 40 g/ekor/hari. Beberapa jenis kelinci

pedaging antara lain Flemish Giant, New Zealand White, Vlameusreus, satin, rex,

rexsa, persilangan antara Flemish dengan kelinci lokal (Masanto dan Agus, 2010).

Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48 – 74 ekor

dalam setahun lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5) dan

kambing (1,5), seperti yang tertera dalam Tabel 1. Kelinci mempunyai konversi

daging yang cukup tinggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%.

Tabel 1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak

Jenis ternak

Kelinci dikenal dengan tingginya tingkat reproduksi, kualitas daging yang

baik dan sehat (kholesterol rendah, protein tinggi dan rendah garam) mendorong

peternak membudidayakan kelinci sebagai usahanya. Perkembangan kelinci cukup

berkembang pesat dengan meningkatnya populasi kelinci yang dilaporkan oleh

kelompok-kelompok peternak didaerah Jawa Barat (Lembang dan Sekitarnya),

Jawa Tengah (Kab. Semarang dan Kab. Magelang), Jawa Timur (Batu, Blitar dan

Malang), Sumatera Utara (Brastagi, Karo, dan Deli Serdang), Sumatera Barat

(3)

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2011), terdapat perkembangan

populasi ternak kelinci di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera Utara. Kabupaten

Karo merupakan daerah yang memiliki populasi ternak kelinci paling banyak

diikuti beberapa daerah berikutnya seperti Simalungun, Labuhan Batu Utara,

Batubara, Langkat dan kabupaten lainnya seperti yang tertera pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera Utara (ekor)

No Kabupaten/kota Tahun

2007 2008 2009 2010 2011

Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2011).

Sistem Pencernaan Kelinci

Kelinci termasuk hewan pseudoruminant yang mampu memecah serat

kasar yang cukup tinggi dengan bantuan mikroba fermentasi yang ada pada

caecumnya, yaitu bagian pertama dari usus besar. Kapasitas terbesar (50%) dari

saluran pencernaan kelinci berada di sini. Walaupun memiliki ukuran caecum yang

besar, ternyata kemampuan kelinci dalam mencerna bahan-bahan organik dan serat

kasar dari hijauan tidak sebanyak ternak ruminansia murni. Daya cerna kelinci

(4)

Gambar 1. Sistem Pencernaan Kelinci (Sarwono, 2009).

Menurut Blakely dan Bade (1991), sistem pencernaan kelinci merupakan

sistem pencernaan yang sederhana dengan caecum dan usus yang besar. Hal ini

memungkinkan kelinci dapat memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput dan

sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri di saluran cerna bagian bawah

seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci mempunyai sifat coprophagy

yaitu memakan feses yang sudah dikeluarkan. Feses ini berwarna hijau muda dan

lembek. Hal ini terjadi karena konstruksi saluran pencernaannnya sehingga

memungkinkan kelinci untuk memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di

saluran bagian bawah atau yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein

bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulase/serat

menjadi energi yang berguna.

Kebutuhan Pakan dan Nutrisi Kelinci

Menurut (Wheindrata, 2012) volume bahan hijauan harus paling banyak

dalam komposisi pakan kelinci, karena kelinci membutuhkan makanan dengan

(5)

yang dibutuhkan dalam pembuatan pakan kelinci minimal 25-30%. Kebutuhan

bahan kering kelinci dibedakan sesuai dengan periode pemeliharaan. Kelinci muda

dengan bobot 1,8-3,2 kg membutuhkan bahan kering 112-173 g/ekor/hari. Kelinci

dewasa dengan bobot 2,3-6,8 kg membutuhkan bahan kering 92-204 g/ekor/hari.

Pakan kelinci sebaiknya mengandung nutrisi yaitu air (maksimal 12%), protein

(12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar (maksimal 14%), kalsium (1,36%),

fosfor (0,7%). Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara

secara intensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80%, selebihnya

menggunakan konsentrat. Namun beberapa peternak menggunakan 60% konsentrat

dan 40% hijauan (Masanto dan Agus, 2013). Kebutuhan ransum kelinci lepas

sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih

No Nutrisi Jumlah

Sumber : Manshur (2009)**, Masanto (2009)***

Kebutuhan energi digunakan untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok),

memelihara jaringan tubuh, menjaga agar perombakan cadangan energi dalam

tubuh tidak terjadi serta untuk mempertahankan suhu tubuh dengan suhu

lingkungan dengan cara mengubah energi menjadi panas (Tillman et al., 1998).

Cheeke (1987) menyatakan bahwa kebutuhan energi dipengaruhi oleh fungsi

produksi, umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan lingkungan. Kebutuhan energi

pada kelinci untuk pertumbuhan atau laktasi dan hidup pokok adalah 2.500 dan

(6)

Serat kasar yang direkomendasikan NRC (1977), untuk pertumbuhan dan

laktasi 10 – 12% serta untuk hidup pokok 14%. Ransum kelinci yang rendah serat

kasar dapat menyebabkan enteritis, sedangkan serat yang berlebihan akan

mengurangi karbohidrat yang terlarut (Cheeke et al., 1982) dan menurunkan

kecernaan ransum (De Blas dan Wiseman, 1998).

Potensi Kulit Daging Buah Kopi Sebagai Pakan Ternak

Indonesia tercatat merupakan negara terbesar kedua dalam luas areal

perkebunan kopi namun masih di urutan keempat dalam hal produksi dan ekspor

kopi dunia. Sampai dengan tahun 2008 luas perkebunan kopi Indonesia

diperkirakan mencapai 1.303.000 ha. Menurut (Anthoni, 2009) dalam karya tulis Napitulu, L tahun 2010, menyatakan bahwa produksi perkebunan kopi selama lima

tahun terakhir tumbuh sekitar 6%, pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 683 ribu

ton. Berdasarkan hasil produksi kopi tahunan Indonesia dapat diestimasikan bahwa

dari 683 ribu ton yang dihasilkan per tahun juga dihasilkan limbah kulit kopi

sebesar 310 ribu ton. Jumlah ini merupakan suatu potensi yang layak dimanfaatkan

sebagai bahan baku pakan.

Kulit buah kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk

mendapatkan biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi bubuk kopi. Kandungan

zat makanan kulit buah kopi dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah

secara basah atau kering. Pada metode pengolahan basah, buah kopi ditempatkan

pada tanki mesin pengupas lalu disiram dengan air, mesin pengupas bekerja

memisahkan biji dari kulit buah. Sedangkan pengolahan kering lebih sederhana,

(7)

Selanjutnya langsung dipisahkan biji dan kulit buah kopi dengan menggunakan

mesin. Kadungan nutrisi dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Kandungan nutrisi kulit buah kopi berdasarkan pengolahannya

Metode

Menurut data analisa Laboratorium Biokimia dan Enzimatik Balai

Penelitian Pasca Panen Institut Pertanian Bogor (2003), dapat dilihat pada tabel 5

kandungan zat gizi kulit daging buah kopi sebagai berikut:

Tabel 5. Kandungan zat gizi kulit daging buah kopi

Zat Nutrisi Kandungan Nutrisi (%)

Bahan Kering 89,70

Protein Kasar 6,60

Lemak Kasar 0,72

Serat Kasar 18,69

TDN 27,65

Energi (Mcal/ME) 1.901,90

Menurut data analisa laboratorium nutrisi Loka Penelitian Kambing

Potong (2014) dapat dilihat perbedaan kandungan zat gizi antara kulit daging buah

kopi sebelum dan sesudah difermentasi pada tabel 6 berikut.

Tabel 6. Kandungan nutrisi kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi

Zat Nutrisi Tanpa Fermentasi Setelah Difermentasi

Bahan Kering (%) 94,62 86,45

(8)

Bahan Pakan Penyusun Pelet

Dedak Padi

Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya

dedak padi yangdihasilkan tergantung pada cara pengolahannya. Sebanyak 14,44%

dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan

dari berat gabah kering. Dedak padi sangatdisukai ternak, pemakaian dedak padi

dalam ransum ternak umumnya sampai 25% daricampuran kosentrat. Kelebihan

penambahan dedak padi dalam ransum dapat menyebabkanransum mengalami

ketengikan selama penyimpanan (Intannursiam, 2010). Dedak padi mengandung

PK (12%), SK (13%), LK (12%), Ca (0,12%), P (0,21%) dan EM (1.650 kkal/kg).

Bungkil Kelapa

Bungkil kelapa diperoleh sebagai hasil ikutan dari ekstraksi minyak dari

daging kelapa kering (kopra). Meskipun kadar serta kualitas proteinnya lebih

inferior dibanding dengan sumber protein nabati lainnya, namun produk ini tersedia

dengan harga relatif murah terutama di daerah tropis (Parakkasi, 1999). Komposisi

nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada tabel 7 berikut.

Tabel 7. Komposisi kandungan nutrisi bungkil kelapa

Nutrisi Kandungan

Energy Metabolism (Kkal/kg) 1.540

Protein kasar (%) 18,56

Lemak kasar (%) 1,80

Serat kasar 15,00

Abu (%) 11,70

(9)

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein yang biasa

digunakan dalam formulasi pakan. Bungkil kedelai mengandung protein dan kaya

akan lisin tetapi metioninnya rendah. Ketersediaan bungkil kedelai di Indonesia

memang tidak ada, umumnya diimpor dari beberapa negara seperti Amerika dan

India. Kandungan nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel 8 berikut.

Tabel 8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai

Nutrisi Kandungan

Protein Kasar (%) 43,8

Serat Kasar (%) 4,40

Lemak Kasar (%) 1,50

Kalsium (%) 0,32

Posfor (%) 0,65

Sumber: Hartadi et al. (1997).

Jagung

Jagung atau Zea mays adalah bahan pakan yang mempunyai nilai nutrisi

tinggi, sehingga banyak dipakai sebagai bahan pakan penguat penguat terutama

pada ternak ruminansia, non ruminansia, maupun pada unggas. Protein pada jagung

sendiri adalah zein dan defisiensi lisin. Komposisi kimia jagung adalah bahan

kering (BK) 84-86%, protein kasar (PK) 8-10%, serat kasar (SK) 2-4%, ekstrak

eter (EE) 3,5-5%, BETN 68-80% dan TDN 75-80% (Wahyuni, 2009).

Molases

Molases atau tetes merupakan suatu bahan pakan yang diperoleh dari

pembuatan gula tebu. Bahan ini mengandung zat-zat protein, tetapi kaya akan zat

hidrat arang yang mudah dicerna. Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada

(10)

Tabel 9. Komposisi kandungan nutrisi molases

Kandungan Zat (%) Nilai Gizi

Bahan Kering (BK) 67,5

Protein Kasar (SK) 3,4

Serat Kasar (SK) 0,38

Lemak Kasar (LK) 0,08

Kalsium (Ca) 1,5

Posfor (P) 0,02

TDN 56,7

Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Petrnakan, Fakultas Pertanian, USU Medan (2009).

Molases sering di masukan ke dalam ransum sebanyak 2-5% ntuk

meningkatkan palatabilitaspakan. Molases dapat berfungsi sebagai pellet binder

yang dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan kualitas pelet. Penggunaan

molases pada industri pakan sampa level 5-10% akan menyebabkan masalah yaitu

terjadinya penggumpalan pada mixer (Arifah, 2012).

Tepung Daun Wortel

Daun wortel adalah limbah pertanian yang berasal dari tanaman wortel.

Satu tanaman wortel didapatkan 162,3 gram, yang terdiri dari umbi sebanyak 135,1

gram (83,24%) dan daun wortel 27,2 gram (16,76%). Sedangkan untuk persentase

daun wortel dari umbi wortel adalah 20,13% (Wicaksono, 2007). Menurut data

Dinas Pertanian Kabupaten Karo tahun 2005, khususnya pada kecamatan

Berastagi, memiliki kebun wortel dengan luas panen 145 hektar, dengan produksi

umbi 4.520 ton. Produksi umbi wortel tersebut akan menghasilkan 855,3 ton daun

wortel segar. Menurut hasil analisis Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian

Kambing Potong Sei Putih (2014), menyebutkan bahwa tepung daun wortel

mengandung BK (80,47%), PK (16,06%), LK (2,23%), SK (11,50%) dan GE

(11)

Minyak

Bahan pakan sumber energi lain yang biasa digunakan untuk pakan adalah

minyak goreng. Minyak digunakan dalam ransum hanya sebagai pelengkap dan

penambah untuk mencapai kebutuhan energi baik bagi ternak dan untuk

meningkatkan palatabilitas. Dengan demikian pemakaiannya hanya sedikit yaitu

kurang dari 5 %. Namun beberapa minyak nabati mempunyai kandungan energi

yang cukup tinggi seperti minyak kelapa yang mempunyai EM 8.600 kkal/kg dan

lemak yang bisa melebihi 90 % (Intannursiam, 2010).

Mineral

Mineral merupakan zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit,

namun beberapa berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan

baik. Mineral merupakan nutrisi yang esensial selain digunakan untuk memenuhi

kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Mineral harus

dimasukkan dalam pakan kelinci. Walaupun yang dibutuhkan sangat sedikit tetapi

peranannya sangat besar. Mineral yang dibutuhkan kelinci antara lain calsium,

phospor, magnesium, zincum, copper, yodium, iron dan mangan (Wheindrata,

2012). Kebutuhan mineral kelinci terutama Ca dan P adalah untuk pertumbuhan 0,4

dan 0,22% serta untuk laktasi 0,75 dan 0,5% (NRC, 1977). Menurut Cheeke (1987)

kebutuhan mineral kelinci lebih tinggi daripada ternak lain, hal ini dilihat dari

kandungan mineral daging dan susu kelinci lebih tinggi daripada ternak lain,

(12)

Urea

Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagai sumber NPN

(non protein nitrogen) dan lebih banyak mengandung 45% unsur nitrogen,

sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan

(Hartadi et al., 1997).

Pemakaian NPN (non protein nitrogen = sumber N bukan protein) untuk

ternak ruminansia telah banyak diketahui telah banyak diketahui manfaatnya

selama penggunaan tersebut tidak berlebihan. Tetapi untuk ternak berlambung satu

(seperti ternak babi) fasilitas yang dipunyainya tidak begitu baik untuk

memanfaatkan NPN tersebut terutama mikro-organisma dalam saluran pencernaan

tidak seaktif dibanding dengan ternak ruminan (Parakkasi, 1999).

Fermentasi

Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan

terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan

bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan mengalami fermentasi biasanya

mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya disebabkan kerena

mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang

kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna (Winarno,

1986).

Fermentasi dapat juga diartikan penguraian unsur-unsur organik dengan

mikroorganisme lokal dimana bahan yang digunakan dalam keadaan basah (kadar

air 60%). Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses “ protein enrichment”

yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan

(13)

MOL (Mikroorganisme Lokal)

MOL (mikroorganisme lokal) merupakan pengembangbiakan

mokroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme

ini diperoleh dari ragi tape (Saccharomyces sp), ragi tempe (Rhizopus sp) dan

yoghurt (Lactobacillus sp) dikembangkan dengan cara pencampuran air sumur dan

air gula. Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang

mampu memfermentasi bahan organik, kulit daging buah kopi. Mikroorganisme

dasar adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe

dan Lactobacillus yang berasal dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut: Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan

menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi

volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino. Sifat

proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease

yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida, lalu menjadi

peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air. Sifat

lipopiltik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase

yang berperan dalam perombakan lemak (Compots Center, 2009).

Rhizopus sp.

Rhizopus sp merupakan kapang yang penting dalam industri makanan

sebagai penghasil berbagai macam ezim seperti amilase, protease , pektinase dan

lipase. Kapang dari Rhizopus sp juga telah diketahui sejak lama sebagai kapang

yang memegang peranan utama pada proses fermentasi kedele menjadi tempe.

Jenis-jenis kapang yang ditemukan diketahui sebagai Rhizopus oligosporus, Rh.

(14)

Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memekai

Rhizopus sp., mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari

41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga

dapat dipakai untuk alternatif sebagai bahan pemicu pertumbuhan

(Handajani, 2007).

Saccaromyces sp.

S. Cerevisiae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam khamir

(yeast). S. Cereviceae secara morfologis umumnya memiliki bentuk elipsodial

dengan diameter yang tidak besar, hanya sekitar 1-3µm sampai 1-7µm3.

Saccahromyses Cerevisiae bersifat fakultatif anaerobik mengandung 68-83% air,

nitrogen, karbohidrat, lipid, vitamin, mineral dan 2,5-14% kadar N total. Cara

hidupnya kosmopolitan dan mudah dijumpai pada permukaan buah-buahan, nektar

bunga dan dalam cairan yang mengandung gula, namun ada pula yang ditemukan

pada tanah dan serangga. Selain kosmopolitan, S. Cerevisiae ini dapat pula hidup

secara saprofit maupun bersimbiosis. Komposisi kimia S. cerevisiae terdiri atas :

protein kasar 50-52%, karbohidrat ; 30-37%; lemak 4-5%; dan mineral 7-8% S.

cerevisiae mempunyai beberapa enzim yang mempunyai fungsi penting yaitu

intervase, peptidase dan zimase.

Probiotik adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang

menguntungkan dan mempengaruhi induk semang melalui perbaikan

keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. S. cerevisiae termasuk

salah satu mikroba yang umum dipakai untuk ternak sebagai probiotik,

bersama-sama dengan bakteri dan cendawan lainnya seperti Aspergillus niger, A. oryzae,

(15)

Streptococcus lactis dan S. termophilus. Pengujian terhadap S. cerevisiae yang

dipakai sebagai feed additive dalam bentuk probiotik terlebih dahulu diuji secara in

vitro dengan melakukan uji kemampuan daya hidup terhadap asam-asam organik,

garam empedu, dan pH rendah. Berikut tabel pemanfaatan S. cerevisiae untuk

berbagai jenis ternak :

Tabel 11. Pemanfaatan S. cerevisiae untuk berbagai jenis ternak

Jenis ternak Pemanfaatan Sumber (pustaka)

Ruminansia

Sapi Meningkatkan produksi

susu dan bobot badan

Wina (2000)

Domba Meningkatkan bobot

badan

Ratnaningsih (2002)

Unggas

Ayam Menurunkan kuman E.

coli

Kelinci Meningkatkan bakteri

yang menguntungkan

Tedesco et al. (1994)

Sumber: Mayasari (2012).

Perlu dipertimbangkan pengaruh buruk jika pemberian secara berlebihan

akan mengganggu keseimbangan mikroflora di dalam tubuh sehingga

mengakibatkan terjadinya pengaruh patogen pada ternak yaitu penyakit

"Saccharomikosis" (Mayasari, 2012).

Lactobacillus sp.

Lactobacillus casei adalah bakteri Gram-positif, anaerob, tidak memiliki

alat gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang dan menjadi salah satu

bakteri yang berperan penting. Lactobacillus adalah bakteri yang bisa memecah

(16)

penting dan nutrisi seperti mineral, asam amino, dan vitamin yang dibutuhkan

manusia dan hewan untuk bertahan hidup (Damika, 2006).

Penggunaan probiotik pada unggas memberikan efek positif terhadap

produktivitas dan memperbaiki status kesehatan unggas. Hal tersebut juga terjadi

pada ternak ruminansia, pemberian probiotik terhadap ruminansia memberikan

dampak positif dan pernyataan tersebut didukung oleh beberapa hasil penelitian

yang berkaitan dengan pemanfaatan probiotik sebagai feed additive dalam air

maupun pakan. Probiotik yang ditambahkan sebanyak 10 ml pada susu (pemerahan

di pagi hari) pada pedet yang baru lahir menurunkan 40 % kasus diare sehingga

probiotik (Lactobacillus sp) dapat memperbaiki status kesehatan pedet dan

menurunkan biaya pengobatan akibat diare dan penyakit lainnya

(Gorgulu, et. al., 2003).

Pakan Pelet

Pelet adalah ransum yang dibuat dengan menggiling bahan baku yang

kenudian dipadatkan menggunakan die dengan bentuk, diameter, panjang dan

derajat kekerasan yang berbeda. (Pond et. al, 1995). McEllhiney (1994)

menyatakan bahwa pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku ransum

secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan.

Pada prinsipnya dalam membuat pelet, bahan-bahan yang digunakan adalah

bahan-bahan yang memang sudah tersedia dan mudah didapat. Adapun komposisi

protein dan vitamin bisa disesuaikan dengan jumlah takaran bahan yang tersedia.

Sangatlah penting bagi pemberi pakan untuk berhati-hati terhadap bahan pakan

yang mengalami perlakuan baik untuk pengawetan, pemurnian, pengkonsentrasian

(17)

asal bahan pakan, metode prosesing seperti: pengawetan, pemisahan, pengurangan

ukuran dan perlakuan-perlakuan panas (Hartadi et. al, 1997).

Pemberian pakan bentuk pelet dapat meningkatkan performa dan konversi

pakan ternak bila dibandingkan dengan pakan bentuk mash (Behnke, 2001).

Kualitas pelet dapat diukur dengan mengetahui kekerasan pelet (hardness) dan

daya tahan pelet dipengaruhi oleh penambahan panas yang mempengaruhi sifat

fisik dan kimia bahan pakan (Thomas dan Van der Poel, 1997).

Performans Ternak Kelinci Konsumsi

Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah

ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan

jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum

dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara

pemberian (Anggorodi, 1990).

Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain,

bobot badan, umur, dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang

diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakkasi, 1983).

Menurut (Notrh dan Bell, 1990) tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh bangsa,

genetik, besar tubuh, jenis kelamin, umur dan tingkat produksi.

Dari penelitian Aritonang (2004) yang menggunakan objek kelinci

anakan jenis rex diberi ransum dengan beberapa level kandungan protein dan

energi dan biovet diperoleh konsumsi ransum antar perlakuan berkisar antara

202,96 g/minggu hingga 244,34 g/minggu dengan rataan 225,46 g/minggu atau

(18)

berupa MOL (mikroorganisme lokal) terhadap pakan yang diberikan kepada objek

yang sama yaitu kelinci peranakan rex lepas sapih menunjukan bahwa total rataan

konsumsinya mencapai 78,88 g/hari. Menurut hasil penelitian Magdalena (2013)

yang menggunakan objek kelinci dan bioaktifator yang sama menunjukkan bahwa

total rataan konsumsi yang dihasilkan mencapai 48,17 g/hari atau rataan konsumsi

tertinggi mencapai 49,51 g/ekor/hari.

Pertambahan Bobot Badan

Average dailly gain (ADG) atau dalam bahasa Indonesia pertambahan

bobot badan adalah rata-rata kecepatan pertambahan berat badan harian yang

diperoleh dengan berat akhir dikurangi berat awal kemudian dibagi lama

pemeliharaan. ADG normal untuk kelinci adalah 10 sampai 15 gram dan yang

mempengaruhi ADG adalah mekanisme dan kecepatan pertumbuhan dari ternak itu

sendiri. Menurut Reksohadiprojo (1995), ADG kelinci secara umum berkisar antara

8 sampai 20 gram.

Menurut Tillman et al., (1998) pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan

pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan

penimbangan berulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan badan tiap hari,

tiap minggu, atau tiap waktu lainnya.

Magdalena (2013) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa

pertambahan bobot badan yang dihasilkan kelinci rex lepas sapih yang diberikan

pakan fermentasi menggunakan MOL dalam bentuk pelet mencapai bobot dengan

rataan tertinggi yaitu 21,17 g/ekor/hari dengan total rataan yaitu 19,86 g/hari.

Menurut Tarigan (2013) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelinci rex

(19)

dalam bentuk pelet menunjukan pertambahan bobot badan tertinggi yaitu

14,88 g/ekor/hari atau dengan total rataan mencapai 11,73 g/ekor.

Kemampuan ternak dalam merubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam

ransum menjadi daging ditunjukan dalam pertambahan bobot badan. Wahyu (1992)

mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

adalahbangsa, jenis kelamin, energi, metabolisme kandungan protein dan suhu

lingkungan.

Konversi Ransum

Konversi pakan adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi ternak

dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan bobot hidup (pada akhir waktu

tertentu). Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula konversi pakannya, angka

konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Angka

konversi ransum dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan seperti seluruh

pengaruh luar termasuk didalamnya faktor makanan terutama nilai gizi rendah.

Konversi pakan kelinci yang diberikan pakan fermentasi lebih rendah dari

konversi pakan kelinci yang tidak diberikan pakan tanpa fermentasi. Jika nilai

konversi pakan yang ditunjukkan rendah, maka efisiensi penggunaan pakan tinggi

atau baik. Pakan yang berkualitas akan digunakan seefisien mungkin oleh ternak

menjadi produksi atau pertumbuhan maksimal, sehingga konversinya rendah

(Usman dan Sulistiowati, 2006). Menurut Champbell dan Lasley konversi (1985),

pakan dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan,

kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh

(20)

Dalam hasil penelitian Magdalena (2013) menyatakan bahwa hasil

konversi yang diperoleh dari objek kelinci yang diberikan pakan menggunakan

MOL mencapai konversi terendah yaitu 5,55. Menurut Tarigan (2013) dalam

penelitiannya menunjukan hasil konversi pakan yang dihasilakan oleh objek kelinci

rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan MOL mencapai

Gambar

Tabel 1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak
Tabel 2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera    Utara (ekor)
Gambar 1. Sistem Pencernaan Kelinci (Sarwono, 2009).
Tabel 3. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih
+6

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pemberian substitusi pakan bekatul fermentasi dan pollard dalam ransom tidak berpengaruh nyata (P>0,05)terhadap konsumsi pakan

Penelitian usaha dan pemasaran ternak kelinci dilakukan untuk menjelaskan sistem pengelolaan usaha ternak kelinci, produktivitas dan faktor-faktor yang

Mengkaji kadar protein dan energi metabolis pakan yang mampu menghasilkan kinerja produksi yang paling baik (bobot badan tertinggi, konversi pakan terendah,

Selain dari beberapa kelebihan akan kandungan gizi yang ada, hewan kelinci juga mempunyai keunggulan yang lain yakni cepat dalam berkembang biak, karena dalam waktu satu

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai “Performa Produksi Kelinci Lokal yang diberikan Pakan Tambahan Tepung Daun Sirsak (Annona muricata L) dan Zeolit”

Umumnya para peternak memberikan pakan kelinci berupa rumput lapang, dan pakan tambahan (konsentrat serta buah dan daun pepaya). Bahan kandang yang.. digunakan berupa bambu dan

Perdagingan kelinci Rex lebih tinggi dibandingkan kelinci Satin merupakan ekspresi galur kelinci (genetik), karena kedua galur dipotong pada umur potong yang sama, yaitu

2000, yang menyatakan bahwa kandungan energi ransum mempengaruhi efisiensi penggunaan ransum yakni dengan semakin tinggi kandungan energi dalam ransum akan menurunkan konversi pakan dan