• Tidak ada hasil yang ditemukan

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetik"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetik

Kosmetik berasal dari kata ”kosmein” (Yunani) yang berarti ”berhias”. Bahan yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami yang terdapat di alam sekitar. Sekarang kosmetik tidak hanya dari bahan alami tetapi juga dari bahan sintetis untuk maksud meningkatkan kecantikan (Wasitaatmadja, 1997).

Menurut peraturan kepala BPOM Republik Indonesia No. HK.03.1.23.07.11.6662 Tahun 2011, kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ genital bagian luar), atau gigi dan membran mukosa mulut, terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan, dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.

Penggolongan kosmetik menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi kedalam 13 kelompok:

1. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dll. 2. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, dll.

3. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dll. 4. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, dll.

5. Preparat untuk rambut, misalnya sampo, hair spray, dll. 6. Preparat pewarna rambut, cat rambut, dll

(2)

6

8. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gig, mouth washes, dll. 9. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodoran, antiperspiran, dll. 10. Preparat kuku, misalnya cat kuku, losion kuku, dll.

11. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab, pelindung, dll. 12. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dll

13. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen foundation, dll. (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.2 Kosmetik Kebersihan Badan

Kebersihan badan (personal hygene) adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto dan Wartonah, 2006). Seseorang akan mempunyai kepercayaan diri yang lebih tinggi bila badannya berbau harum dan menyegarkan (Hasby, 2001).

Setiap hari badan dibersihkan dengan frekuensi tidak terbatas sesuai

kebutuhabody

shampoo/sabun, body lotion, body talk, serta deodoran antiperspiran (lotion,

spray, stick, talk dan lain-lain) (Anonim, 2014). Membuat badan (kulit, rambut,

(3)

7

toksik, tidak menimbulkan efek samping, mudah didapat dan murah harganya. Tetapi dari sudut kosmetik modern, air memiliki kekurangan, tidak mempunyai daya pembasah yang kuat karena ditolak oleh keratin dan sebum yang sedikit menyerap air, tidak dapat membersihkan seluruh kotoran yang melekat pada kulit, tidak membersihkan jasad renik pada permukaan kulit, bukan merupakan pembersih kulit yang baik dan sukar mencapai lekuk dan pori kulit dan kurang efektif mencegah bau badan (Wasitaatmadja, 1997; Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik paling tua yang dikenal sebagai pembersih badan dan pengharum kulit adalah sabun. Sabun bukan pembersih yang ideal dan tidak dapat mencegah bau badan. Pertama, sabun tidak dapat mencegah terbentuknya keringat dan pertumbuhan flora normal kulit. Kedua, sabun cenderung mengendapkan ion K+ dan Mg2+ yang kadang terdapat di dalam air (disebut sebagai air berat) yang akan mengurangi daya pembersih sabun. Ketiga, sabun terdiri atas substansi alkalis kuat (NaOH dan KOH) dan asam lemak (asam lemak jenuh dan tidak jenuh), yang dapat mengiritasi kulit. Deodoran dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena efek sampingnya, penggunaannya dibatasi. Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa kotoran yang larut dalam air maupun kotoran yang larut dalam lemak (Wasitaatmadja,1997).

(4)

8

kelenjar keringat ekrin maupun apokrin, maka antiperspiran yang menekan perspirasi kulit, dibutuhkan untuk melengkapi kosmetik ini (Wasitaatmadja, 1997).

2.3 Antiperspiran dan Deodoran

Meningkatnya penggunaan antiperspiran dan deodoran disebabkan pergaulan modern dalam hal kebersihan badan, sehingga dirasa perlu untuk mengurangi atau menghilangkan bau badan, yang disebabkan perubahan kimia keringat oleh bakteri (Gros dan Keith, 2009).

Bentuk sediaan deodoran antiperspiran dapat berupa bedak, cairan atau losio, krim, stick, spray atau aerosol (Leon dan David, 1954). Dermatitis akibat deodoran antiperspiran biasanya disebabkan oleh senyawa-senyawa aluminium, antiseptik, dan zat pewangi. Iritasi ini dapat berkurang jika penggunaan dikurangi, iritasi terjadi karena pH yang rendah, kandungan klorida yang tinggi dan adanya pelarut alkohol dalam sediaan (Swaile, dkk., 2011). Reaksi yang terjadi biasanya dalam bentuk reaksi iritasi, bukan sensitisasi. Reaksi terjadi di ketiak dan bagian-bagian badan lainnya dimana deodoran dikenakan. Penghentian pemakaian biasanya meredakan reaksi dengan cepat (Tranggono dan Latifah, 2007).

(5)

9

mengontrol termoregulasi, sehingga deodoran digolongkan sebagai sediaan kosmetik (Butler, 2000; Egbuobi, dkk., 2013). Sediaan deodoran bukanlah sediaan antiperspiran tetapi sediaan antiperspiran secara otomatis adalah sediaan deodoran juga. Hal ini karena sediaan antiperspiran dapat mengurangi populasi bakteri ketika pengeluaran keringat dihambat sehingga bau badan berkurang. Sekarang ini, ada dua zat aktif yang biasa digunakan dalam sediaan antiperspiran deodoran yaitu aluminium klorohidrat (AKH) dan aluminium zirkonium klorohidrat (AZKH) keduanya aman dan efektif (Butler, 2000; Rahayu, dkk., 2009). Menurut BPOM RI No. HK. 03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 tentang persyaratan teknis bahan kosmetika, kadar maksimal untuk garam aluminium adalah 20%, zirkonium 5,4% dalam setiap sediaan antiperspiran serta mencatumkan peringatan “jangan digunakan pada kulit yang teriritasi/luka”.

2.3.1 Antiperspiran

Antiperspiran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menekan produksi keringat, baik ekrin maupun apokrin (Gros dan Keith, 2009). Mekanisme antiperspiran dapat berupa (Wasitaatmadja, 1997):

1. Penyumbatan saluran keringat atau muara saluran keringat dengan cara: a. Membentuk endapan protein keringat

b. Membentuk endapan keratin epidermis c. Membentuk infiltrat dinding saluran keringat

Contoh: garam-garam aluminium, seperti (Rahayu, dkk., 2009): a. Aluminium kalium sulfat (tawas/alum)

(6)

10

aluminium klorohidrat adalah kelompok garam yang mempunyai rumus umum AlnCl(3n-m)(OH)m, biasanya digunakan dalam deodoran dan antiperspiran serta flokulan pada permunian air. Aluminium klorohidrat digunakan dalam antiperspiran dan pada terapi hiperhidrosis.

c. Aluminium klorida

Aluminium klorida adalah bahan kimia dengan rumus kimia AlCl3. Aluminium klorida dikenal sebagai astringen dan antiseptik.

d. Aluminium zirconium tetrachlorohydrex; anhydrous aluminium zirconium

tetrachlorohydrex; aluminium zirconium chloride hydroxide; aluminium

zirconium tetrachlorohydrate; aluminium zirconium chlorohydrate.

Mempunyai dua fungsi utama sebagai antiperspiran yaitu:

1. Ion aluminium dan zirkonium membentuk gel yang menyumbat saluran kelenjar keringat. Kemampuan menyumbat pori ini biasa terjadi pada antiperspiran berbasis aluminium.

2. Anhydrosis aluminium zirconium tetrachlorohydrex bersifat

higroskopik sehingga menyerap keringat yang dihasilkan saluran yang tidak tersumbat pada tempat pertama.

Kedua fungsi inilah aluminium zirconium tetrachlorohydrex dikatakan dapat mengurangi keringat dan bau badan.

2. Penekan produksi keringat oleh kelenjar keringat, dapat berupa (Wasitaatmadja,1997) :

(7)

11

b. Golongan aldehida, yang menekan produksi keringat dengan cara mengurangi peredaran darah (vasokonstriksi) kulit ditempat tersebut. jarang digunakan karena efek samping sensitisasi.

Pada umumnya sediaan antiperspiran menggunakan aluminium klorohidrat, aluminium klorida sebagai zat aktif karena mempunyai sifat astringen dan antibakteri dan mempunyai pH 4 yang tidak menyebabkan iritasi dan tidak merusak jaringan kulit. Dahulu, zat aktif yang sering digunakan dalam antiperspiran aluminium sulfat, aluminium klorida, dan aluminium fenolsulfonat. Aluminium klorida dan aluminium sulfat merupakan zat yang efektif, tidak toksik, tetapi sangat asam, pH antara 2-3. Hal ini dapat menyebabkan iritasi kulit dan merusak pakaian, terutama yang terbuat dari kapas dan rayon. Untuk mengurangi keasaman antiperspiran dibuat dapar (Ditjen POM, 1985; Butler, 2000).

Gangguan pada mekanisme keringat akan mempersulit pembuatan pola pengujian laboratorium untuk mengevaluasi antiperspiran. Ada korelasi antara kekuatan pengendapan protein oleh garam logam dan aktivitas antiperspiran. Penilaian antiperspiran berdasarkan jumlah pengeluaran keringat dapat dilakukan dengan menggunakan metode noda (semi kuantitatif terbaik) dan metode pencatatan kontinyu dan gravitasi (Ditjen POM, 1985) yaitu:

1. Metode Noda

(8)

12

keringat dan dapat diulang dengan meletakkan pada ketiak bola pingpong yang disalut dengan campuran serbuk biru bromfenol yang dibalut dengan kain kasa. Salutan berubah menjadi biru. Kepekatan warna yang dihasilkan menunjukan kecepatan sekresi keringat.

2. Metode pencatatan kontinyu dan gravimetri

Metode gravimetri adalah metode paling baik untuk mengevaluasi efektifitas antiperspiran. Dalam metode ini bahan absorbennya adalah kain kasa yang telah ditara. Metode pencatatan kontinyu adalah metode paling teliti karena menggunakan higrometer elektrolit.

2.3.2 Deodoran

Deodoran adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk menyerap keringat, menutupi bau badan dan mengurangi bau badan (Rahayu, dkk., 2009). Deodoran dapat juga diaplikasikan pada ketiak, kaki, tangan dan seluruh tubuh biasanya dalam bentuk spray (Egbuobi, dkk., 2013). Bahan aktif yang digunakan dalam deodoran dapat berupa: (Wasitaatmadja, 1997, Butler, 2000).

1. Pewangi (parfum); untuk menutupi bau badan yang tidak disukai. Dengan adanya pewangi maka deodoran dapat digolongkan dalam kosmetik pewangi (perfumery).

2. Pembunuh mikroba yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada tempat asal bau badan.

a. Antiseptik: pembunuh kuman apatogen atau patogen, misalnya heksaklorofen, triklosan, triklokarbanilid, amonium kwartener, ion

exchange resin. Sirih merupakan antiseptik tradisional yang banyak

(9)

13

b. Antibiotik topikal: pembunuh segala kuman, misalnya neomisin, aureomisin. Pemakaian antibiotik tidak dianjurkan karena dapat menimbulkan resistensi dan sensitisasi.

c. Antienzim yang berperan dalam proses pembentukan bau, misalnya asam malonat, metal chelating, klorofil. Dosis yang diperlukan terlalu tinggi sehingga dapat menimbulkan efek samping.

3. Eliminasi bau (odor eliminator); yang dapat mengikat, menyerap, atau merusak struktur kimia bau menjadi struktur yang tidak bau, misalnya seng risinoleat, sitronelik senesiona, ion exchange resin.

2.3.3 Deodoran antiperspiran stick

Deodoran antiperspiran stick, berbentuk batang padat, mudah dioles dan merata pada kulit, bau sedap, stik transparan atau berwarna. Pembuatannya berbeda dengan pembuatan lipstik karena deodoran ini merupakan gel sabun. Pembuatannya mirip dengan pembuatan emulsi, yaitu suatu fase minyak (fatty acid) diadukkan dalam suatu fase larutan alkali dalam air/alkohol pada suhu sekitar 70 oC. Gel panas yang terbentuk diisikan ke dalam cetakan pada suhu sekitar 60 - 65 oC dan dibiarkan memadat (Ditjen POM, 1985; Tranggono dan Latifah, 2007).

(10)

14

Garam kompleks aluminium dibuat dengan penambahan laktat ke dalam aluminium klorhidrat. Garam kompleks natrium aluminium klorhidrosilaktat dapat bercampur dengan natrium stearat atau sabun lain, karena ionisasi aluminium dapat ditekan jika pH larutan meningkat (Ditjen POM, 1985). Pertengahan tahun 1950, diperkenalkan natrium aluminium klorhidrosilaktat kompleks yang stabil di dalam dasar deodoran stik. Sediaan yang mengandung kompleks ini mempunyai aktifitas antibakteri tetapi, efektifitas sebagai antiperspiran menjadi berkurang (Butler, 2000).

2.4 Mekanisme Kerja Sediaan Deodoran Antiperspiran

Pada umumnya sediaan deodoran antiperspiran menggunakan bahan aktif aluminium klorohidrat Al2(OH)5Cl. Keringat mengandung air, ketika aluminium klorohidrat bereaksi dengan air (keringat) terjadi reaksi hidrolisis melepaskan ion Al3+ membentuk formasi aluminium hidrat [Al(H2O)6]3+. Suasana menjadi setimbang antara asam/basa karena kehadiran air, reaksi yang terjadi dapat dilihat di bawah ini (Gros dan Keith, 2009):

[Al(H2O)6]3+(aq) + H2O(l) [Al(H2O)5OH]2+(aq) + (H3O)+(aq)

Adanya ion (H3O)+ menyebabkan dua efek penting yaitu: (Gros dan Keith, 2009) 1. pH area menjadi di bawah 7 (asam), bukan kondisi yang optimum untuk

pertumbuhan bakteri (bakteri lebih banyak pada kondisi basa).

(11)

15

Penggunaan garam aluminium dianggap mempunyai efek antibakteri karena menghasilkan pH asam dari proses penguraian oleh air. Kulit dengan pH asam dianggap merupakan pertahanan alamiah terhadap infeksi bakteri dan jamur. Sediaan antiperspiran harus berdasarkan reaksi penguraian garam logam oleh air. Karena mempunyai efek menghambat bakteri kulit (Ditjen POM, 1985). Efek deodoran garam aluminium terjadi dengan dua cara, yaitu:

1. Aktivitas hambat bakteri yang disebabkan pH yang relatif rendah 2. Netralisasi bau dengan kombinasi kimia.

Antiperspiran yang mengandung garam aluminium mempunyai aktivitas tidak langsung pada kelenjar keringat tetapi, dengan cara memblokade pori dengan koagulasi protein oleh ion polivalen sehingga mengurangi keluarnya keringat. Disamping itu antiperspiran dapat menyebabkan reaksi inflamasi di sekitar lapisan pembuluh dan lubang keringat, dan adanya kontraksi dapat mengurangi keluarnya keringat ke permukaan kulit (Ditjen POM, 1985; Swaile, dkk., 2011).

Tawas bekerja dengan cara menetralisir bau yang timbul dari pertemuan apokrin dengan kuman. Sehingga tawas dapat menghilangkan bau badan dan menghambat perspirasi kulit (Anonim, 2010).

2.5 Komponen Deodoran Antiperspiran Batang

Adapun bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat deodoran antiperspiran bentuk batang (stick) dengan menggunkan tawas yaitu:

1. Tawas

(12)

16

Tawas berupa kristal atau pecahan-pecahan kristal, tidak berwarna, atau dapat juga berupa serbuk. Tawas tidak berbau, rasa sedikit manis, dan mempunyai sifat adstringen yang cukup kuat. Larutan tawas bersifat asam jika diuji menggunakan lakmus. Tawas sangat mudah larut dalam air mendidih dan mudah larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, dan larut dalam gliserin (American Pharmaceutical Association, 1970). Tawas adalah semacam batu putih agak bening yang bisa digunakan untuk membeningkan air dan dapat digunakan untuk menghilangkan bau badan khususnya di daerah ketiak. Tawas merupakan salah satu bahan aktif dari antiperspiran, walaupun demikian awal tahun 2005 FDA (Food and Drug Administration) tidak lagi mengakuinya sebagai pengurang keringat (Rahayu, dkk., 2009). Sediaan antiperspiran dipasaran yang menggunakan tawas dalam bentuk sediaan serbuk dengan konsentrasi tawas 20% (Anonim 2010).

2. Propilen glikol

Propilen glikol digunakan dalam kosmetika sebagai pelarut dalam jumlah 15-50%. Propilen glikol adalah pelarut yang lebih baik dari pada gliserin dan dapat melarutkan berbagai macam bahan seperti kortikosteroid, fenol, barbiturat, vitamin (A dan D), dan alkaloid (Rowe, dkk., 2009).

3. Parfum

(13)

17 4. Asam stearat

Asam stearat berbentuk padatan berwarna putih kekuningan (Wade dan Weller, 1994). Asam stearat memiliki atom karbon C18 yang merupakan asam lemak jenuh dan berperan dalam memberikan konsistensi dan kekerasan pada produk (Mitsui, 1997). Asam stearat mempunyai titik lebur pada suhu 69,4 oC (Ketaren, 1986).

5. Asam laktat

Asam laktat merupakan asam organik. Ditambahkan dalam sediaan antiperspiran stik untuk menekan ionisasi logam aluminium sehingga garam aluminium mudah bercampur dengan sabun (Ditjen POM, 1985).

6. Natrium hidroksida (NaOH)

NaOH merupakan salahsatu jenis alkali (basa) kuat yang bersifat korosif serta mudah menghancurkan jaringan lunak. NaOH berbentuk butiran padat berwarna putih dan memiliki sifat higroskopis (Wade dan Weller, 1994). Ion Na+ bereaksi dengan asam lemak membentuk sabun (Fessenden dan Fessenden, 1994).

2.6 Kelenjar Keringat dan Perspirasi

(14)

18

Kelenjar yang menghasilkan keringat adalah kelenjar ekrin dan apokrin. Kelenjar ekrin yang kecil-kecil, terletak dangkal di dermis dengan sekret yang encer dan kelenjar apokrin yang lebih besar, terletak lebih dalam dan sekretnya lebih kental (Montagna, 1963; Djuanda, 2008).

Kelenjar keringat ekrin terdapat di seluruh kulit, mulai dari telapak tangan dan telapak kaki sampai kulit kepala dan ketiak. Jumlahnya diseluruh badan sekitar 2 juta – 3 juta, bentuknya langsing, bergulung-gulung, dan salurannya bermuara langsung pada permukaan kulit yang tidak ada rambutnya (Edgar dan Semken, 1991). Sekresi bergantung pada beberapa faktor seperti faktor panas, demam (peningkatan suhu tubuh) dan stres emosional, serta mekanismenya diatur oleh saraf kolinergik. Kelenjar ekrin sudah ada sejak lahir, telah terbentuk sempurna pada usia kehamilan 28 minggu dan baru berfungsi 40 minggu setelah kelahiran. Kelenjar ekrin berfungsi mengatur suhu tubuh. Jika suhu kamar naik, keringat akan keluar, suhu badan akan kembali normal akibat penguapan keringat tersebut. Pada orang sehat kejadiaan ini berlangsung otomatis. Kelenjar keringat ekrin dapat melengkapi fungsi ginjal (Ditjen POM, 1985; Djuanda, 2008).

(15)

19

dianggap berperan kontinyu, sedangkan kelenjar apokrin, makin lama peranannya makin lambat (Ditjen POM, 1985; Trangggono dan Latifah, 2007). Perbedaan saluran kelenjar keringat ekrin dan kelenjar keringat apokrin dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram saluran kelenjar keringat ekrin dan apokrin (Montagna, 1963)

Keterangan gambar:

a) Kelenjar apokrin dengan saluran yang berakhir pada folikel rambut. b) kelenjar ekrin

(16)

20 2.7 Komposisi Keringat

Keringat merupakan bagian dari fungsi ekskresi dan termoregulasi, serta mengandung air, elektrolit, glukosa, protein, dan asam laktat. Derajat keasaman (pH keringat) biasanya sekitar 4 - 6,8 (Djuanda, 2008).

Terdapat perbedaan jelas antara komposisi kimia keringat ekrin dan apokrin. Keringat apokrin mengandung protein, sedikit gula, ion feri, dan amonia sedangkan keringat ekrin 98% - 99% terdiri dari air, sisanya campuran senyawa anorganik dan organik. Fraksi anorganik terutama natrium klorida, sehingga keringat rasanya asin, juga mengandung kalium, kalsium, magnesium, besi, tembaga, dan mangan. (Navarre, 1975; Ditjen POM, 1985).

Senyawa organik dalam sekresi ekrin terdiri dari asam laktat, asam sitrat, asam format, asam asetat, asam propionat, asam butirat, asam askorbat juga mengandung urea dan asam urat. Bahan yang sangat penting adalah asam laktat, yang membentuk dapar asam laktat, menstabilkan pH sekresi ekrin dalam interval 4 - 7. Kandungan asam laktat yang relatif tinggi dalam keringat ekrin menyebabkan pH juga lebih rendah dibandingkan dengan pH sekresi apokrin yang berkisar antara 6,2 - 7,5, karena mengandung amonia yang relatif tinggi. Kandungan nitrogen dalam keringat ekrin berkisar antara 23% - 60% dimana yang 35% - 50% dalam bentuk urea, juga terdapat sedikit asam amino (Ditjen POM, 1985).

2.8 Gangguan Kelenjar Keringat

(17)

21 1. Hiperhidrosis

Sinonim: idrosis, hiperdrosis, sudatoria, sudorrhea.

Hiperdrosis adalah suatu keadaan bertambahnya jumlah keringat pada permukaan kulit melebihi keadaan normal (Darbre, 2005). Hiperhidrosis pada ketiak didefinisikan sebagai pengeluaran keringat berlebihan oleh kelenjar ekrin di ketiak yang berguna untuk mendinginkan tubuh. Sesorang dikatakan menderita hiperdrosis jika berkeringat melebihi 20 mg/menit bagi laki-laki dan melebihi 10 mg/menit bagi wanita (Swaile, dkk., 2011). Hal ini dapat disebabkan karena meningkatnya hasil produksi kelenjar keringat ekrin. Hiperdrosis sering kali mengganggu bagi diri penderita maupun bagi orang lain. Hiperdrosis dapat terjadi di seluruh permukaan tubuh atau lokal (setempat), misalnya pada telapak tangan dan kaki. Hiperdrosis dapat merupakan tanda adanya gangguan pada kelenjar endokrin, saraf, atau merupakan hiperdrosis murni. Hiperdrosis dapat juga terjadi dalam penyesuaian diri seseorang dengan iklim/ lingkungan tropis (Harahap, 2000). Hiperdrosis bagian ketiak dapat diterapi oleh profesional kesehatan menggunakan teknologi seperti garam-garam aluminium, inotophoresis, botulinum toxin tipe A dan pada kasus ekstrim, dioperasi (Swaile, dkk., 2011).

2. Bromhidrosis

Sinonim: bromidrosis, osmidrosis.

(18)

22

Bromhidrosis tergantung pada jumlah sekresi keringat apokrin dan kebersihan tubuh masing-masing individu. Sediaan deodoran dapat diaplikasikan untuk mengurangi bau badan (bromhidrosis) (Seeley, dkk., 2011; Egbuobi, dkk., 2013).

3. Anhidrosis

Sinonim: hipohidrosis, anidrosis

Anidrosis adalah penguraian atau penghentian sekresi kelenjar keringat. Kondisi ini jarang sekali terjadi (Harahap, 2000).

4. Kromhidrosis

Kromhidrosis adalah istilah yang ditujukan untuk keadaan dimana keringat berwarna. Biasanya ini menunjukkan terjadinya infeksi baik oleh bakteri atau jamur sehingga cairan yang diekskresikan berwarna (Jarrett, 1966).

2.9 Bau Badan

(19)

23

golongan asam amino urea, misalnya trimetil aminuria menimbulkan bau ikan (Wasitaatmadja, 1997).

Mengeluarkan keringat merupakan cara yang alami untuk mendinginkan tubuh. Dengan berkeringat maka akan terbentuk lingkungan yang sempurna bagi pertumbuhan bakteri karena bakteri berkembang dengan baik dilingkungan panas dan lembab seperti ketiak manusia. Pada dasarnya keringat ketiak hanya terdiri dari air dan garam sehingga tidak mempunnyai bau yang istimewa (Rahayu, dkk., 2009). Bau badan disebabkan oleh bakteri yang menguraikan keringat dengan melepaskan asam 3-metil-2-heksenoat (trans-3-metil-2-hekenoat) yang mempunyai bau yang sangat kuat (Gros dan Keith, 2009). Struktur kimia asam 3-metil-2-heksenoat dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Struktur kimia asam 3-metil-2-heksenoat (Gros dan Keith, 2009)

(20)

24

sekresi apokrin tersebut dihambat dalam kondisi steril, pembentukkan bau yang tidak enak dapat dicegah. Keringat ekrin tidak akan berbau sekalipun, karena tidak cukup mengandung substrat untuk pertumbuhan bakteri. Kadang-kadang dapat timbul bau yang lunak karena peruraian zat tertentu misalnya sebum atau keratin oleh enzim bakteri (Dalton, 1985; Ditjen POM, 1985).

Untuk mengurangi atau menghilangkan bau badan dapat dilakukan dengan cara memelihara kebersihan tubuh dengan baik, misalnya mandi menggunakan sabun dengan teratur, menggunakan deodoran antiperspiran, dan menjaga asupan nutrisi (Harahap, 2000; Anonim, 2014).

2.10 Uji Iritasi/Uji tempel (Patch Test)

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak (Ditjen POM, 1985).

Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika toksikan dilekatkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan, sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan alergen (Ditjen POM, 1985).

(21)

25

Tanda-tanda yang ditimbulkan ke dua reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema, atau vesikula kulit. Reaksi kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen POM, 1985).

Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel (Ditjen POM, 1985).

Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel adalah bagian punggung, lengan tangan atas bagian dalam, lipatan siku, dan bagian kulit di belakang telinga (Scott, dkk., 1976; Ditjen POM, 1985).

Teknik uji tempel dapat dilakukan dengan uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan atau uji tempel sinar. Prosedur uji tempel dibedakan menjadi uji tempel preventif, uji tempel diagnostik, dan uji tempel ramal (Ditjen POM, 1985).

Uji tempel preventif adalah uji tempel yang dilakukan sebelum penggunaan sediaan kosmetika untuk mengetahui apakah pengguna peka terhadap sediaan atau tidak. Uji tempel preventif dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka atau tertutup, waktu pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi kulit positif atau negatif (Ditjen POM, 1985).

(22)

26

tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam, dan 72 jam (Ditjen POM, 1985).

Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud apakah sediaan kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan atau tidak (Ditjen POM, 1985). Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor:

- Kadar dan jenis sediaan uji

- Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji - Lamanya waktu pelekatan sediaan uji

Gambar

Gambar 2.1.

Referensi

Dokumen terkait

Penanganan krisis kesehatan akibat bencana memerlukan rencana aksi yang disusun berdasarkan koordinasi Instansi yang tergabung dalam organisasi Pusat Penanggulangan Krisis

Penelitian ini bertujuan untuk meringkas sentimen dari ulasan produk elektronik dengan menerapkan metode pemodelan Conditional Random Fields untuk membangun sistem

Akan tetapi, pemberian ekstrak daun jambu biji dapat meningkatkan jumlah limfoblast, baik yang diberikan tanpa campuran (kelompok 4) ataupun yang diberikan dalam

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala kasih dan penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

21 Penyerbuan yang dilakukan untuk mendapat senjata Jepang dengan mengerahkan banyak masa dari beberbagai elemen masyarakat, mulai dari KNID selaku pejabat pemerintahan

Tokoh wayang yang banyak digemari adalah punakawan, tokoh perwayangan yang menggambarkan kehidupan masyarakat bawah mereka adalah pembantu ksatria pendawa

Pada penelitian ini, analisis data menggunakan media SPSS 16,0 for windows yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel, dan diperoleh data yang

Static Zone adalah daerah tanpa pergerakan Dokter Gigi Maupun Perawat Gigi serta tidak terlihat oleh pasien, zona ini untuk menempatkan Meja Instrumen Bergerak