• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar dan Hasil Belajar 2.1.1.1 Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Ha

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar dan Hasil Belajar 2.1.1.1 Belajar - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Berbantuan Kuis untuk Meningkatkan Ha"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Belajar dan Hasil Belajar

2.1.1.1Belajar

Menurut R. Gagne (dalam Susanto, 2013: 1) Belajar dapat didefinisikan “sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Adapun menurut Burton (dalam Susanto, 2013 : 3), belajar dapat diartikan “sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu lain dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan lingkungannya”.

Sedangkan menurut E.R.Hilgard (dalam Susanto, 2013 : 3), belajar adalah “suatu perubahan kegiatan reaksi terhadap lingkungan”. Perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui latihan (pengalaman). Adapun pengertian belajar menurut W.S. Winkel (dalam Susanto 2013: 4) belajar adalah “ suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas”.

(2)

berpikir, merasa, maupun dalam bertindak untuk memperoleh suatu pemahaman, pengetahuan,atau keterampilan sebagai hasil dari pengalaman.

2.1.1.2Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar , yaitu “perubahan – perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar” (Susanto, 2013:5). Sedangkan menurut Hamalik (2006: 30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

Hasil belajar menurut Suprijono (2013:5) adalah “pola – pola perbuatan, nilai – nilai, pengertian – pengertian, sikap – sikap, apresiasi dan keterampilan - keterampilan”. Sedangkan menurut Abdurrahman (2003:37-38) hasil belajar adalah “kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui proses kegiatan belajar. Belajar itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh sesuatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.”

Dari pengertian hasil belajar dapat disimpulkan hasil belajar siswa adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari kegiatan belajar.

2.1.1.3Ranah Hasil Belajar

(3)

berkenaan dengan proses mental yang berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang lebih tinggi yaitu evaluasi. Ranah aspek afektif adalah kemampuan yang berhubungan dengan sikap,nilai dan apresiasi. Aspek afektif dinilai dari sikap, minat, nilai dan konsep diri. Sedangkan aspek psikomotorik mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan (skill) yang bersifat manual dan motorik. Selain itu Bloom membagi tingkat hasil belajar aspek kognitif menjadi enam yaitu pengetahuan hafalan, pemahaman atau komprehensi, penerapan aplikasi, analisis sintesis dan evaluasi.

2.1.1.4Faktor-Faktor Hasil Belajar

Menurut Slameto (2010 : 54) hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa (internal), dan faktor yang datang dari luar diri siswa (eksternal) faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah:

1) Faktor internal: Jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh), psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, kesiapan), dan kelelahan. 2) Faktor eksternal:

a) Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan).

b) Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, disiplin sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, tugas rumah).

c) Masyarakat (kegiatan siswa di masyarakat, mass media, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat ).

2.1.1.5Tes sebagai Alat Hasil Belajar

(4)

terdapat bermacam-macam alat penelitian yang dapat dipergunakan untuk menilai proses dan hasil pendidikan yang telah dilakukan terhadap siswa. Tes hasil belajar dibagi menjadi dua golongan yaitu tes lisan dan tes tertulis. Tes tulis dapat dibagi menjadi atas tes essay dan tes objektif. Menurut Purwanto (2004:34) Bentuk objektif tes antara lain: “1) completion type test, (tes melengkapi) dan fill-in (mengisi titik-titik dalam kalimat yang dikosongkan). 2) selection type test (tes yang menjawabnya dengan mengadakan pilihan) yang meliputi: true-false (benar-salah), multiple-i choice (pilihan berganda), matching (menjodohkan)”. Pada penelitian ini untuk menggunakan tes objektif berbentuk pilhan ganda yang berjumlah 20 butir soal untuk mengukur hasil belajar matematika dengan materi mengidentifikasi sifat – sifat bangun datar.

Menurut Purwanto (2008:41) Adapun syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi oleh soal-soal yang berbentuk multi choice (pilihan ganda) syarat tersebut antara lain: 1) pernyataan atau kalimat dari tiap item harus merumuskan suatu masalah, tentukan hanya ada satu jawaban yang paling benar dan tepat. 2) baik pernyataan atau pilihan jawaban sedapat mungkin jangan merupakan suatu yang panjang. 3) Hindarkan pilihan jawaban yang tidak ada berhubungan satu sama lain, pilihan jawaban hendaknya homogen. Selain itu tes juga harus memenuhi kriteria yang disebut valid artinya tes harus benar-benar mampu menilai apa yang harus dinilai.

(5)

murid yang sama dalam kondisi yang sama. Ada beberapa prinsip dasar tes hasil belajar meliputi : 1) tes hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional, 2) mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan sesuai dengan tujuan, 3) didesain sesuai dengan kegunaannya dan digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa dan cara mengajar guru.

2.1.2 Hakikat Minat Belajar

2.1.2.1Pengertian Minat

Menurut Slameto (2010:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Sedangkan menurut W.S. Winkel (2004:212), minat adalah suau kecenderungan subyek yang menetap, untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu. Selain itu menurut Djamarah (2011:166), minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa minat adalah suatu kecenderungan atau rasa suka dan ketertarikan terhadap suatu hal yang disenangi tanpa ada yang menyuruh.

2.1.2.2Cara Membangkitkan Minat

Menurut Sanjaya (2010:261), cara yang dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa diantaranya :

(6)

itu berguna untuk kehidupannya. Dengan demikian, guru perlu menjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.

2.Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal ; dan kegagalan itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia mendapat kesuksesan dalam belajar.

3.Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi misalnya diskusi, kerja kelompok, eksperimen, demonstrasi dan lain sebagainya.

Menurut Djamarah (2011:167) ada beberapa macam cara yang dapat guru lakukan untuk membangkitkan minat anak didik diantaranya :

1.Membandingkan adanya suatu kebutuhan pada diri anak didik, sehingga dia rela belajar tanpa paksaan. 2.Menghubungkan bahan pelajaran yang diberikan

dengan persoalan pengalaman yang dimiliki anak didik, sehingga anak didik mudah menerima bahan pelajaran.

(7)

4.Menggunakan berbagai macam bentuk dan teknik mengajar dalam konteks perbedaan individual anak didik.

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan cara membangkitkan minat belajar siswa adalah guru harus mampu menghubungkan bahan pelajaran dengan kebutuhan siswa, menyediakan lingkungan belajar yang kreatif dan kondusif, menyesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman siswa, menggunakan berbagai macam model dan strategi pembelajaran.

2.1.2.3Indikator Minat Belajar

Untuk menganalisis atau mengukur minat belajar dapat digunakan beberapa indikator minat sebagai berikut ini :

Menurut Slameto (2010:180), suatu minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal yang lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Siswa yang memiliki minat terhadap subjek tertentu cenderung untuk memberi perhatian yang lebih besar terhadap subjek tersebut.

Selain itu Djamarah (2011:166-167), mengungkapkan bahwa minat dapat diekspresikan anak didik melalui :

1.Pernyataan lebih menyukai sesuatu daripada yang lainnya.

2.Partisipasi aktif dalam suatu kegiatan.

(8)

Melalui pendapat kedua ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa minat belajar siswa dapat dilihat dari perhatian yang lebih besar dalam melakukan aktivitas yang mereka senangi dan ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pembelajaran. Sehingga aspek minat yang digunakan sebagai acuan penelitian ini yaitu meliputi 1) perasaan senang dalam belajar meliputi 2 indikator yaitu : a) Menerima pelajaran dengan rasa senang, b) Menerima pelajaran matematika tanpa ada paksaan, 2) konsentrasi / perhatian dalam belajar meliputi 2 indikator yaitu : a) Memperhatikan kegiatan pembelajaran, b) Memperhatikan pertanyaan dan jawaban dari guru, dan 3) ketertarikan dalam belajar meliputi 2 indikator yaitu : a) Ketertarikan mengikuti pelajaran matematika, b) Antusias belajar matematika di rumah. Minat yang diungkap melalui penelitian ini adalah minat belajar siswa terhadap mata pelajaran matematika.

2.1.3 Hakikat Matematika dan Pembelajaran Matematika Sekolah

Dasar

2.1.3.1Hakikat Matematika Sekolah Dasar

Istilah „”matematika” berasal dari Bahsa Yunani, “mathein” atau “manthenein” yang berarti mempelajari. Kata “matematika” juga diduga erat hubungannya dengan kata dari Bahasa Sansekerta, “medha” atau “widya” yang berarti kepandaian, ketuhanan, atau intelegensia.

(9)

Menurut Wahyudi dan Inawati (2009:5) mengemukakan bahwa “matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari jumlah-jumlah yang diketahui melalui proses perhitungan dan pengukuran yang dinyatakan dengan angka-angka atau simbol”.

Daryanto (2013:411) mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika perlu diberikan sejak sekolah dasar agar siswa mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif serta kemampuan bekerja sama. Menanamkan daya nalar dan membiasakan anak berfikir logis adalah tujuan pokok dari pembelajaran matematika di sekolah.

2.1.3.2Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar

Pembelajaran matematika hakikatnya adalah suatu proses yang disengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan peserta didik melaksanakan kegiatan belajar matematika dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika. Pembelajaran matematika harus memberikan peluang kepada peserta didik untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika. Menurut (Wahyudi dan Kriswandani, 2013 : 13) menyimpulkan bahwa pembelajaran berpusat pada kegiatan siswa belajar dan bukan berpusat pada kegiatan guru mengajar.

(10)

empat sampai kelas enam dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.

2.1.4 Model Pembelajaran Problem Based Learning

2.1.4.1Pengertian Model Pembelajaran Problem Based Learning Menurut Suprijono (2013:45) “model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas”. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi dan memberi petunujuk kepada guru di kelas.

Menurut Joyce dan Weil dalam Rusman (2011:133) “model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas”. Model pembelajaran mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.

Arends dalam Trianto (2011:22) menyatakan “istilah model pembalajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungan, dan sistem pengelolaannya”.

Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning sebagai model pembelajaran,

(11)

pembelajaran yang diharapkan. Model Problem Based

Learning yang disingkat PBL, PBL merupakan model

pembelajaran saat masalah mengendalikan proses pembelajaran. PBL pun tergolong model belajar yang sangat populer dalam dunia kedokteran sejak tahun 1970-an dan mulai diperkenalkan di Universitas Mc Master Fakultas Kedokteran Kanada, sebagai satu upaya menemukan solusi dalam diagnosis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan sesuai situasi yang ada

Menurut Arends dalam Suprihatingrum (2013:66) “model PBL adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa pada masalah autentik, sehingga ia bisa menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuh kembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inkuiri, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan diri”. Suprihatinigrum (2013:65-66) memberi pengertian “PBL adalah suatu model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajat tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran”.

(12)

Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan “Pembelajaran Berbasis Masalah atau istilah asingnya Problem Based Learning merupakan salah model pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar dan bagaimana belajar”.

Dari beberapa pendapat mengenai definisi Problem Based Learning menurut para ahli maka dapat disimpulkan bahwa model Problem Based Learning menekankan pada keaktifan siswa dalam memecahkan suatu masalah yang bercirikan penggunaan masalah kehidupan nyata sebagai sesuatu yang harus dipelajari oleh siswa untuk melatih dan meningkatkan keterampilan berpikir kritis sekaligus pemecahan masalah.

2.1.4.2Karakteristik Problem Based Learning

Menurut Arends dalam Trianto (2011:93) proses belajar mengajar dengan model Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning dimulai dengan pengajuan masalah,

bukan mengorganisasikan materi di sekitar prinsip-prinsip atau ketrampilan akademik tertentu,. Masalah yang diajukan berhubungan dengan situasi kehidupan nyata pembelajar untuk menghindari jawaban sederhana dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi terhadap masalah tersebut. 2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun

(13)

tertentu (IPA, matematika, dan ilmu- ilmu sosial) masalah yang diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Bentuk karya siswa tersebut dapat berupa laporan, model fisik dan video. Karya nyata tersebut kemudian didemonstrasikan kepada siswa yang lain.

5. Kerja sama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu sama lain, secara berpasangan atau secara berkelompok. Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai

berikut:

1. Belajar dimulai dari masalah. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa.

(14)

3. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar.

4. Menggunakan kelompok kecil.

5. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:

1. Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran.

2. Permasalahan diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

3. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

4. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL.

5. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar dan PBL melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

(15)

diketahuinya untuk memecahkan masalah itu. Siswa juga dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan, sehingga siswa terdorong untuk berperan aktif dalam belajar.

2.1.4.3Tujuan Problem Based Learning

Menurut Trianto (2011:94-96) pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan untuk :

1. Membantu siswa mengembangkan ketrampilan berfikir dan ketrampilan pemecahan masalah. PBL memberikan dorongan kepada peserta didik untuk tidak untuk berfikir sesuai yang bersifat konkret tapi lebih dari itu berfikir terhadap ide-ide yang abstrak dan kompleks.

(16)

memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahaman terhadap fenomena itu sendiri.

3.Menjadi pembelajar yang mandiri. PBL berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Dengan bimbingan guru secara berulang-ulang mendorong dan mengarahkan mereka untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri.

2.1.4.4Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning

Dalam sebuah model pembelajaran tentu memiliki keunggulan dan kelemahan, demikian juga dengan model Problem Based Learning. Menurut Rizema Putra

(2013:82-83) Model pembelajaran PBL ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya ialah sebagai berikut :

a.Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi;

b.Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna;

c.Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata;

(17)

saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan;

e.PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.

Menurut Trianto (2011:96-97) kelebihan Problem Based Learning sebagai model pembelajaran adalah: “(1) nyata

dengan kehidupan siswa; (2) konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; (3) memupuk sifat kreativitas siswa; (4) meningkatkan pemahaman siswa; (5) memupuk kemampuan siswa dalam pemecahan masalah”.

Selain beberapa kelebihan menurut Rizema Putra (2013:84) model Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan, antara lain: “1) bagi siswa yang malas, tujuan dari model tersebut tidak dapat dicapai; 2) membutuhkan banyak waktu dan dana; 3) tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model pembelajaran PBL”.

Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh Trianto (2011:98-99) antara lain: “1) persiapan pembelajaran seperti alat, masalah, konsep yang kompleks; 2) sulitnya mencari problem yang relevan; 3) sering terjadi pemahaman konsep; dan 4) konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak waktu yang tersita dalam proses pembelajaran”.

(18)

melibatakan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi. Sedangkan kelemahan yang paling utama pada model Problem Based learning adalah sulitnya mencari problem yang sesuai

dengan materi pembelajaran dan memerlukan waktu yang cukup lama.

2.1.4.5Sintak Model Problem Based Learning

Sintak suatu suatu pembelajaran berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada dasarnya model Problem Based Learning memiliki langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja.

Ibrahim dan Nur (2000) dalam Rusman mengemukakan 5 langkah dalam Problem Based Learning, yaitu:

Tabel 2.1 Sintak Model Problem Based Learning

Fase Indikator Tingkah Laku Guru

1. Orientasi siswa pada

masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

2. Mengorganisasi siswa

untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang

berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membimbing pengalaman

individual/kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan

informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan

menyajikan hasil karya

Membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

5. Menganalisis dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

(19)

Dari sintaks yang telah dikemukakan dapat juga dituliskan langkah-langkah dalam Problem Based learning sebagai berikut:

1.Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai dan menyebutkan sarana atau alat pendukung yang diperlukan dalam pembelajaran. Guru memberikan motivasi kepada siswa agar terlibat aktif dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2.Guru menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kemudian memberikan tugas atau masalah untuk dipecahkan. Masalah yang ingin dipecahkan seharusnya memiliki jawaban yang luas dan kompleks.

3.Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan oleh siswa agar siswa dapat termotivasi berperan lebih aktif dalam pembelajaran.

4.Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

(20)

2.1.5 Alat Peraga

Alat peraga merupakan bagian dari media, oleh karena itu istilah media perlu dipahami lebih dahulu sebelum membahas mengenai pengertian alat peraga lebih lanjut. Media pengajaran adalah sarana komunikasi dalam proses belajar – mengajar yang berupa perangkat keras maupun perangkat lunak yang digunakan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien (Harjono dan Piremulyo, 2010:119).

2.1.5.1Pengertian dan manfaat media pembelajaran

Di dunia pengajaran, media adalah alat atau sarana yang dipakai sebagai saluran untuk menyampaikan pesan atau informasi dari guru (sumber) ke siswa (penerima pesan). Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa agar proses belajar terjadi (Arif Sadiman, 2009:8). Menurut Hujair Ah. Sanaky (2009:4), media pembelajaran adalah sarana pendidikan yang dapat digunakan sebagai perantara dalam proses pembelajaran untuk mempertinggi efektifitas dan efisiensi dalam mencapai tujuan pengajaran. Azhar Arsyad (2003:4) mendefinisikan media pembelajaran sebagai pembawa pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran.

(21)

Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (2002:2) mengemukakan bahwa manfaat media pembelajaran dalam proses belajar ssiwa adalah :

1.Pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar.

2.Bahan belajar akan lebih jelas maknanya, sehingga akan mudah dipahami oleh siswa dan memungkinkan menguasai materi dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

3.Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak meras bosan.

4.Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengar uraian guru, tetapi melakukan aktivitas lain, misalnya demonstrasi, bermain peran, mengamati dan sebagainya.

2.1.5.2Pengertian, Manfaat dan Kriteria Pemilihan Alat Peraga

(22)

keabstrakan konsep agar siswa mampu menangkap arti konsep tersebut. Sebagai contoh benda – benda konkrit disekitar siswa seperti buah – buahan, pensil, buku dan sebagainya (Pujiati:2004).

Menurut E.T. Russefendi dalam bukunya pengajaran matematika modern bahwa beberapa persyaratan yang harus dimiliki alat peraga yaitu :

1.Tahan lama (dibuat dari bahan – bahan yang cukup kuat)

2.Bentuk dan warnanya menarik

3.Sederhana dan mudah dikelola (tidak rumit)

4.Ukurannya sesuai (seimbang) dengan ukuran fisik anak 5.Dapat menyajikan konsep matematika, baik dalam

bentuk real, gambar atau diagram. 6.Sesuai dengan konsep matematika.

7.Dapat memperjelas konsep matematika dan bukan sebaliknya (mempersulit pemahaman konsep matematika)

8.Peragaan itu supaya menjadi dasar bagi tumbuhnya konsep berpikir abstrak bagi siswa.

9.Bila kita mengharapkan agar siswa belajar aktif (sendiri atau berkelompok) alat itu supaya dapat dimanipulasikan, yaitu dapat diraba, dipegang, dipindahkan, dimainkan, dipasangkan, dicopot (diambil dari susunannya)

(23)

2.1.6 Sintaks Problem Based Learning berbantuan Alat Peraga

Berikut adalah langkah – langkah model Problem Based Learning berbantuan Alat Peraga pada mata pelajaran matematika :

Tabel 2.2 Sintaks Problem Based Learning berbantuan Alat Peraga

Tahap Aktivitas guru dan siswa

1. Orientasi siswa terhadap masalah

Guru menunjukkan alat peraga berupa gambar bangun – bangun datar. Siswa mengamati gambar bangun datar. Guru bertanya tentang sudut dan sisi bangun datar. Setelah itu guru menyampaikan permasalahan yang akan dikerjakan melalui langkah – langkah pembelajaran yang akan ditempuh (diskusi model PBL) beranggotakan 4 siswa. Dalam kelompok siswa memecahkan permasalahan atau pertanyaan yang diberikan oleh guru

3. Membimbing penyelidikan

individual maupun kelompok

Guru memberikan bimbingan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan atau eksperimen terkait masalah yang akan dipecahkan. Bimbingan ini berupa pencarian informasi yang berkaitan dengan materi.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam kelompok untuk menyusun laporan dari hasil penelitian untuk memecahkan masalah yang telah dilakukan yang kemudian dipresentasikan bersama dengan kelompok lainnya. Ketika salah satu kelompok presentasi maka kelompok yang lainnya menanggapi.

5. Menganalisis dan mengevalusi proses pemecahan masalah

(24)

2.2Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian sejenis telah dilakukan oleh Sukarman dengan judul Penggunaan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV semester 2 SD Negeri Batiombo 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2011 / 2012, Skripsi (Sarjana) Universitas Kristen Satya Wacana. Program Studi S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2012. Hasil penelitian ditemukan bahwa dengan penerapan model pembelajaran berbasis masalah (PBL) hasil belajar siswa mengalami peningkatan, sebelum penelitian ketuntasan hanya 42,85% dengan rata-rata kelas 55 setelah dilakukan tindakan, pada siklus 1 ketuntasan belajar siswa 71,42% dengan nilai rata-rata 61,45. Pada siklus 2 ketuntasan belajar siswa 85,71% dengan nilai rata-rata kelas 70,47.

(25)

matematika realistik dapat memudahkan pencapaian kompetensi dasar bagi siswa sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditentukan. Dengan demikian dapat dikatakan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga bangun datar berdasarkan prinsip pembelajaran matematika realistik yang dilakukan pada siswa kelas V SDN Mangunsari 06 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga dapat meningkatkan hasil belajar matematika.

2.3 Kerangka Berpikir

Mata pelajaran matematika adalah mata pelajaran yang abstrak sehingga dibutuhkan model pembelajran yang dapat membuat pembelajaran matematika lebih nyata sehingga mudah dipahami oleh siswa. Sebuah model pembelajaran yaitu problem based learning mampu mengkonkritkan matematika yang abstrak, dan penggunaan alat peraga dalam model pembelajaran problem based learning digunakan untuk membantu menanamkan atau mengembangkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika sehingga pembelajaran akan lebih bermakna. Dengan alat peraga hal – hal yang abstrak dapat disajikan dalam bentuk benda konkret yang dapat dilihat, dipegang, diputarbalikkan sehingga dapat lebih mudah dipahami.

(26)

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Siklus 1 minat belajar dan hasil belajar matematika meningkat tetapi belum mencapai indikator

keberhasilan minat belajar siswa

Siklus 2 minat belajar dan hasil belajar matematika meningkat dan sudah mencapai indikator

(27)

2.4Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan diatas, maka dilakukan hipotesis tindakan sebagai berikut :

1. Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning berbantuan alat peraga, maka minat belajar matematika semester II Siswa kelas 5 SDN 2 Kayugiyang Kecamatan Garung Kabupaten Wonosobo dapat meningkat

Gambar

Tabel 2.1 Sintak Model Problem Based Learning
Tabel 2.2 Sintaks Problem Based Learning berbantuan Alat
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

setelah mendapatkan penjelasan mengenai penelitian tentang “Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi

Sedangkan dalam penelitian ini, membaca yang dimaksud adalah kemampuan anak dalam mengucapkan bunyi huruf, membedakan huruf, menyebutkan benda yang mempunyai suara

rawat inap kelas II terhadap pelayanan keperawatan di RSUD Sanjiwani Gianyar dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut dari 86 responden secara umum sebagian besar

Karena U hitung = 65 > U (15,15) = 56, yang berarti tidak cukup bukti untuk menolak Ho, dengan kata lain tidak adanya perbedaan yang signifikan antara efikasi diri

5ada bayi dan anak usia dibaah  atau 6 tahun, jenis pernapasan adalah pernapasan diagragma atau pernapasan abdomen.3olume oksigen yang di ekspirasi oleh bayi dan anak 4

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Concept Selection adalah suatu metode untuk memutuskan konsep mana yang akan terus dikembangkan hingga akhirnya menjadi produk jadi dari beberapa konsep yang telah

Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Komisaris dilaksanakan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dan peraturan perundang-undangan