• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGERTIAN HUKUM Apa itu HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGERTIAN HUKUM Apa itu HUKUM"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

PENGERTIAN HUKUM

Apa itu HUKUM ?

1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

3. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.

4. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

5. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.

6. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.

7. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.

8. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.

(2)

PENGERTIAN PIDANA

Istilah pidana sering diartikan sama dengan istilah hukuman.

Namun apakah hal tersebut sama ?

- Hukuman adalah suatu pengertian umum dan lebih luas, yaitu sebagai suatu sanksi yang tidak mengenakan yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. - Sedangkan pidana merupakan suatu pengertian khusus yang berkenaan dengan

sanksi dalam hukum pidana.

- Walaupun ada juga persamaannya dengan pengertian umum, yaitu sebagai suatu sanksi yang berupa tindakan yang menderitakan atau suatu nestapa. Dalam bahasa Belanda kedua-duanya diberi istilah yang sama, yaitu “Straf”.

Menurut Prof. Moelyatno istilah “hukuman” atau “straf” merupakan istilah konvensional. Istilah yang benar /inkonvensional untuk menggantikan “Straf” adalah “Pidana”. Hal tersebut sesuai dengan istilah “strafrecht” yang selama ini digunakan sebagai terjemahan dari “Hukum pidana”. Dengan demikian, maka istilah “pidana” merupakan istilah yang lebih khusus yang dipakai dalam hukum pidana.

APA ITU PIDANA ?

Pengertian Pidana Menurut Para Ahli

Menurut Simons: Pidana yang diberikan oleh hukum pidana yang telah dikaitkan dengan pelanggaran norma-norma, putusan telah dijatuhkan bagi seseorang yang bersalah.

Menurut Alf Ross: Pidana merupakan suatu tanggung jawab sosial yang pelanggaran aturan hukum dan telah dikenakan oleh otoritas atas nama sebuah perintah hukum terhadap pelanggar.

Menurut Van Hamel: Pidana merupakan penderitaan yang memiliki sifat khusus, yang telah diberlakukan oleh hakim untuk menghukum atas nama negara yang bertanggung jawab atas hukum dan ketertiban untuk pelaku, yang semata-mata karena orang tersebut telah melanggar aturan hukum yang harus ditegakkan oleh negara.

Menurut Sudarto: Pidana merupakan penderitaan sengaja yang ditimpakan pada seseorang yang telah melakukan kejahatan yang memenuhi kondisi tertentu.

(3)

Menurut Roeslan Saleh: Pidana merupakan sebuah reaksi atas delik pada suatu nestapa yang dengan sengaja jatuhkan negara pada pembuat delik itu.

PENGERTIAN HUKUM PIDANA

APA ITU HUKUM PIDANA ?

Beberapa Pengertian Hukum Pidana menurut para ahli : PAKAR HUKUM BARAT (EROPA)

1. Pompe

Hukum Pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah macamnya pidana itu.

2. Simons

Hukum Pidana adalah semua perintah dan larangan yang diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu pidana/nestapa bagi barangsiapa yang tidak menaatinya. Dan juga merupakan semua aturan yang ditentukan oleh negara yang berisi syarat-syarat untuk menjalankan pidana tersebut.

3. Van Hattum

Hukum Pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti dan ditetapkan oleh suatu negara atau oleh suatu masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah mengkaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa pidana.

4. Hazewinkel Suringa

Hukum pidana adalah sejumlah peraturan hukum yang mengandung larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana (sanksi hukum) bagi barang siapa yang membuatnya.

5. Mezger

(4)

PAKAR HUKUM INDONESIA 1. Moeljatno

Hukum Pidana,merupakan bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :

 Menentukan perbuatan-perbuatan masa yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.

 Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

2. Adami Chazawi

Hukum pidana adalah bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang :

1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/positif maupun pasif/negatif) tertentu yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu;

2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya;

3. Tindakan dan upaya-upaya yang boleh atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya Polisi, Jaksa, Hakim), terhadap yang disangka dan didakwa sebagai pelanggar hukum pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menja-tuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha me-lindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya negara menegakkan hukum pidana tersebut.

(5)

Berpijak dalam garis besarnya, dengan berpijak pada kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidan, hukum pidana merupakan bagi dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan tentang :

1. Aturan umum hukum pidana dan (yang dikaitkan/berhubungan dengan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan (aktif/posiitif) maupun pasf/negatif) tertentu yang disertai denagan ancaman sanksi pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu.

2. Syarat-syarat tertentu (kapankah) yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.

(6)

Sejarah Hukum Pidana Di Indonesia

A. Zaman VOC

Pada masa ini selain hukum-hukum adat pidana yang berlaku bagi kaum pribumi di Indonesia, penguasa VOC mulai memberlakukan plakat-plakat yang berisi hukum pidana. Tahun 1642, Joan Maetsuycker mantan Hof van Justitie di Batavia yang mendapat tugas dari Gubernur Jenderal van Diemen merampungkan suatu himpunan plakat-plakat yang dinamakan Statuten van Batavia, kemudian pada tahun 1650 himpunan ini disahkan oleh Heeren Zeventien. Menurut Utrecht, hukum yang berlaku di daerah yang dikuasai oleh VOC, ialah :

1. Hukum statuta yang termuat di dalam Statuten van Batavia 2. Hukum Belanda Kuno

3. Asas-asas hukum Romawi

 Hubungan hukum Belanda kuno ialah sebagai pelengkap jika statuta tidak dapat menyelesaikan masalah, hukum Belanda kuno diaplikasikan.

 Sedangkan hukum Romawi berlaku untuk mengatur kedudukan hukum budak (Slaven Recht)

(7)

berkaitan dengan kepentingan dagangnya. Di daerah Cirebon berlaku Papakem Cirebon yang mendapat pengaruh VOC.

Pada tahun1848 dibentuk lagi intermaire strafbepalingen, barulah pada tahun 1866 muncul kodifikasi yang sistematis. Mulai tanggal 10 Februari 1866 berlakulah dua KUHP di Indonesia :

1. Het Wetbook van Starftrecht voor Europeanen (Stbl. 1866 No. 55) yang berlaku bagi golongan Eropa mulai 1 Januari 1867. Kemudian dengan Ordonansi tanggal 6 Mei 1872 berlaku KUHP untuk golongan Bumiputera dan Timur Asing.

2. Het Wetbook van Starftrecht voor Inlands en daarmede gelijkgestelde (Stbl. 1872 No. 85) mulai berlaku 1 Januari 1873.

B. Zaman Hindia Belanda

Berdasarkan sejarah dari tahun 1811 sampai 1814 Indonesia pernah dibawah kepemimpinan Inggris. Berdasarkan Konvensi London 13 Agustus 1814, maka bekas koloni Belanda dikembalikan kepada Belanda lagi. Dengan Regerings Reglement 1815 dengan tambahan (Supletoire Instructie 23 September 1815)maka hukum dasar colonial tercipta. Agar tidak terjadi kesenjangan peraturan, maka dikeluarkan proklamasi 19 Agustus 1816 , Stbl.1816 No. 5 yang mengatakan bahwa untuk sementara waktu semua peraturan bekas pemerintahan Inggris tetap dipertahankan. Untuk orang pribumi hukum adat pidana masih diakui asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang dari pemerintah.

Kepada bangasa Indonesia ditetapkan pidana berupa kerja paksa di perkebunan yang didasarkan pada Stbl. 1828 No. 16, mereka dibagi atas dua golongan, yaitu:

1. Yang dipidana kerja rantai 2. Yang dipidana kerja paksa

Yang terdiri atas yang diberi upah dan yang tidak diberi upah. Tetapi dalam prakteknya pidana kerja paksa dikenakan dengan tiga cara:

(8)

KUHP yang berlaku bagi golongan Eropa tersebut pada dasarnya adalah salinan Code Penal yang berlaku di Negeri Belanda tetapi berbeda dari sumbernya tersebut, yang berlaku di Indonesia terdiri atas 2 buku, sedangkan Code Penal terdiri atas 4 buku.

- KUHP yang berlaku bagi golongan bumiputera juga saduran dari KUHP yang berlaku bagi golongan Eropa, tetapi diberi sanksi yang lebih berat sampai pada KUHP 1918 pun, pidananya lebih berat daripada KUHP Belanda 1886. Oleh karena itu perlu ditinjau secara sekilas lintas perkembangan kodifikasi di Negeri Belanda.

Pertama kali ada kodifikasi di bidang hukum pidana terjadi sejak adanya Crimineel Wetbook voor het koninglijk Holland 1809. Kitab undang-undang 1809 memuat ciri modern di dalamnya, menurut vos, yakni:

1. Pemberian kebebasan yang besar kepada hakim di dalam pemeberian pidana. 2. Ketentuan-ketentuan khusus untuk penjahat remaja.

3. Penghapusan perampasan umum.

Akan tetapi kodifikasi ini berumur singkat karena masuknya Code Penal Perancis ke Belanda tahun 1811.Belanda terus berusaha untuk mengadakan perubahan juga usaha untuk menciptakan KUHP nasional, tetapi tidak berhasil, kecuali perubahan sebagian.Dengan KB tanggal 28 September 1870 di bentuklah panitia negara yang menyelesaikan rancangan pada tahun 1875.Pada tahun 1879 Menteri Smidt mengirim rancangan tersebut ke Tweede Kamer. Diperdebatkan dalam Staten Generaal dengan Menteri Moddermanyang sebelumnya adalah anggota panitia negara. Pada tanggal 3 maret 1881 lahirlah KUHP Belanda yang baru dan berlaku mulai tanggal 1 september 1886. Setelah KUHP baru muncul, barulah KUHP Hindia Belanda, yaitu 1866 dan 1872 yang banyak persamaan dengan Code Penal Perancis diganti dan disesuaikan dengan KUHP baru,

(9)

tanggal 1 Januari 1918. Peralihan dari masa dualisme, yaitu dua macam WvK untuk dua golongan penduduk menurut Jonkers lebih bersifat formeel daripada materiel.

C. Zaman Pendudukan Jepang

WvSI tetap berlaku pada zaman pendudukan Jepang, hal ini didasarkan pada undang-undang (Osamu Serei) No. 1 Tahun 1942 yang mulai berlaku tanggal 7 Maret 1942 sebagai peraturan peralihan Jawa Madura. Jadi hanya pasal-pasal yang menyangkut pemerintah Belanda, misalnya penyebutan Raja/Ratu yang tidak berlaku lagi. Peraturan ini juga dikeluarkan di daerah selain Jawa dan Madura.

Dibanding dengan hukum pidana materiel, maka hukum acara pidana lebih banyak berubah, karena terjadi unifikasi acara dan susunan pengadilan. Ini diatur dalam Osamu Serei No.3 tahun 1942 tanggal 20 September 1942.

D. Zaman Kemerdekaan

Keadaan pada zaman pendudukan Jepang dipertahankan sesudah proklamasi kemedekaan. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku tanggal 18 Agustus 1945. Untuk memperkuat aturan peralihan tersebut, maka Presiden mengeluarkan peraturan tanggal 10 Oktober 1945 yang dinamakan Peraturan No.2. Barulah dengan UU no. 1 Tahun 1946 diadakan perubahan yang mendasar atas WvSI. Ditentukan dalam UU No.1 Tahun 1946 tersebut bahwa hukum pidana yang berlaku mulai tahun 1946 ialah hukum pidana yang berlaku tanggal 8 Maret 1942 dengan pelbagai perubahan dan penambahan yang disesuakan dengan keadaan Negara Republik Indonesia dengan nama Wetbook van Strafrecht voor NederlandschIndie diubah menjadi Wetbook van Strafrecht yang dapat disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

(10)

Fungsi Hukum Pidana

Fungsi Hukum Pidana

1. Untuk menakut-nakuti setiap orang agar mereka tidak melakukan perbuatan pidana

(fungsi preventif)

2. Untuk mendidik orang yang telah melakukan perbuatan yang tergolong perbuatan pidana agar mereka menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat

(fungsi represif).

Menurut Sudarto fungsi hukum pidana itu dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Fungsi yang umum

Hukum pidana merupakan salah satu bagian dari hukum, oleh karena itu fungsi hukum pidana juga sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu untuk mengatur hidup kemasyarakatan atau untuk menyelenggarakan tata dalam masyarakat;

(11)

Fungsi khusus bagi hukum pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak memperkosanya (rechtsguterschutz) dengan sanksi yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada cabang hukum lainnya. Dalam sanksi pidana itu terdapat suatu tragic (suatu yang menyedihkan) sehingga hukum pidana dikatakan sebagai „mengiris dagingnya sendiri atau sebagai „pedang bermata‟

dua , yang bermakna bahwa hukum pidana bertujuan untuk melindungi‟ kepentingan-kepentingan hukum (misalnya: nyawa, harta benda, kemerdekaan, kehormatan), namun jika terjadi pelanggaran terhadap larangan dan perintahnya justru mengenakan perlukaan (menyakiti) kepentingan (benda) hukum si pelanggar. Dapat dikatakan bahwa hukum pidana itu memberi aturan-aturan untuk menaggulangi perbuatan jahat. Dalam hal ini perlu diingat pula, bahwa sebagai alat social control fungsi hukum pidana adalah subsidair, artinya hukum pidana hendaknya baru diadakan (dipergunakan) apabila usaha-usaha lain kurang memadai.

Adami Chazawi menyebutkan bahwa, sebagai bagian dari hukum publik hukum pidana berfungsi:

1. Melindungi kepentingan hukum dari perbuatan atau perbuatan perbuatan yang menyerang atau memperkosa kepentingan hukum tersebut Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam, yaitu:

- Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda, kepentingan hukum terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap rasa susila, dan lain sebagainya;

- Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschappelijke belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan ketertiban umum, ketertiban berlalu-lintas di jalan raya, dan lain sebagainya;

- Kepentingan hukum negara (staatsbelangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara, kepentingan hukum terhadap negara-negara sahabat, kepentingan hukum terhadap martabat kepala negara-negara dan wakilnya, dan sebagainya.[9]

2. Memberi dasar legitimasi bagi negara dalam rangka negara menjalankan fungsi perlindungan atas berbagai kepentingan hukum

(12)

menegakkan dan melindungi kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana dengan sebaik-baiknya.

3. Mengatur dan membatasi kekuasaan negara dalam rangka negara melaksanakan fungsi perlindungan atas kepentingan hukum.

Kekuasaan negara yang sangat besar dalam rangka menegakkan dan melindungi kepentingan hukum itu dapat membahayakan dan menjadi bumerang bagi warganya, negara bisa bertindak sewenang-wenang jika tidak diatur dan dibatasi sedemikian rupa, sehingga pengaturan hak dan kewajiban negara mutlak diperlukan.

Tujuan Pidana

(Menurut literatur Inggris R3D) :

1. Reformation, yaitu memperbaiki atau merehabilitasi penjahat menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat.

2. Restraint, yaitu mengasingkan pelanggar dari masyarakat sehingga timbul rasa aman masyarakat

3. Retribution, yaitu pembalasan terhadap pelanggar karena telah melakukan kejahatan

4. Deterrence, yaitu menjera atau mencegah sehingga baik terdakwa sebagai individual maupun orang lain yang potensi menjadi penjahat akan jera atau takut untuk melakukankejahatan, melihat pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa.

(13)

 Teori absolut atau teori pembalasan (vergeldings theorien),

 Teori relatif atau teori tujuan (doeltheorien),

 Teori gabungan (verenigingstheorien).

Ada tiga golongan utama teori untuk membenarkan penjatuhan pidana, yaitu : 1. Teori Absolut

 Dasar pijakan dari teori ini ialah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat.

 Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan hukum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi.

 Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain.

 Teori ini bertujuan untuk memuaskan pihak yang dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban.

 Pendekatan teori absolut meletakan gagasanya tentang hak untuk menjatuhkan pidana yang keras, dengan alasan karena seseorang bertanggung jawab atas perbuatanya, sudah seharusnya dia menerima hukuman yang dijatuhkan kepadanya.

Karl O. Christiansen mengidentifikasi lima ciri pokok dari teori absolut, yaitu: a) Tujuan pidana hanyalah sebagai pembalasan.

b) Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana untuk tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat.

c) Kesalahan moral sebagai satu-satunya syarat pemidanaan. d) Pidana harus disesuaikan dengan kesalahan si pelaku.

e) Pidana melihat kebelakang, ia sebagai pencelaan yang murni dan bertujuan tidak untuk memperbaiki, mendidik dan meresosialisasi si pelaku.

Dalam kaitanya pertanyaan sejauh mana pidana perlu diberikan kepada pelaku kejahatan, teori absolut menjelaskan sebagai berikut :

1. Dengan pidana tersebut akan memuaskan perasaan balas dendam si korban, baik perasaan adil bagi dirinya, temanya dan keluarganya serta masyarakat. Perasaan tersebut tidak dapat dihindarai dan tidak dapat dijadikan alasan untuk menuduh tidak menghargai hukum. Tipe ini disebut vindicative.

2. Pidana dimaksudkan untuk memberikan peringatan pada pelaku kejahatan dan anggota masyarakat yang lain bahwa setiap ancaman yang merugikan orang lain atau memperoleh keuntungan dari orang lain secara tidak wajar, akan menerima ganjaranya. Tipe ini disebut fairness.

(14)

2. Teori Relatif

 Teori relatif berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakan tata tertib (hukum) dalam masyarakat.

 Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan pidana.

Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu:

a. Bersifat menakut-nakuti (afschrikking)

b. Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering) c. Bersifat membinasakan (onschadelijk maken)

 Secara prinsip teori ini mengajarkan bahwa penjatuhan pidana dan pelaksanaanya setidaknya harus berorientasi pada upaya mencegah terpidana (special prevention) dari kemungkinan mengulangi kejahatan lagi di masa mendatang, serta mencegah masyarakat luas pada umumnya (general prevention) dari kemungkinan melakukan kejahatan baik seperti kejahatan yang telah dilakukan terpidana maupun lainya.

 Semua orientasi pemidanaan tersebut adalah dalam rangka menciptakan dan mempertahankan tata tertib hukum dalam kehidupan masyarakat.

Secara umum ciri-ciri pokok atau karakteristik teori relatif ini adalah sebagai berikut: a) Tujuan Pidana adalah pencegahan (prevention).

b) Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi yaitu kesejahteraan masyarakat.

c) Hanya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dapat dipersalahkan kepada si pelaku saja yang memenuhi syarat untuk adanya pidana.

d) Pidana harus ditetapkan berdasar tujuanya sebagai alat untuk pencegahan kejahatan. e) Pidana melihat kedepan (bersifat prospektif), pidana dapat mengandung unsur pencelaan,

tetapi baik unsur pencelaan maupun unsur pembalasan tidak dapat diterima apabila tidak membantu pencegahan kejahatan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.

3. Teori Gabungan

 Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana.  Secara teoritis, teori gabungan berusaha untuk menggabungkan pemikiran yang terdapat

di dalam teori absolut dan teori relatif.

 Disamping mengakui bahwa penjatuhan sanksi pidana diadakan untuk membalas perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar pelaku dapat diperbaiki sehingga bisa kembali ke masyarakat.

 Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu sebagai berikut:

a. Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang perlu dan cukup dapatnya dipertahankanya tata tertib masyarakat.

(15)

Jenis-jenis Hukum Pidana

1. Hukum pidana dalam arti objektif dan dalam arti subjektif

 Hukum pidana objektif (ius poenale) adalah hukum pidana yang dilihat dari aspek larangan-larangan berbuat, yaitu larangan yang disertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

(16)

 Sementara hukum pidana subjektif (ius poeniendi) sebagai aspek subjektifnya hukum pidana, merupakan aturan yang berisi atau mengenai hak atau kewenangan negara :

1. Untuk menentukan larangan-larangan dalam upaya mencapai ketertiban umum.

2. Untuk memberlakukan (sifat memaksanya) hukum pidana yang wujudnya dengan menjatuhkan pidana kepada si pelanggar larangan tersebut, serta

3. Untuk menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh negara pada si pelanggar hukum pidana tadi.

 Jadi dari segi subjektif negara memiliki dan memegang tiga kekuasaan/hak fundamental yakni :

1. Hak untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang dilarang dan menentukan bentuk serta berat ringannya ancaman pidana (sanksi pidana) bagi pelanggarnya.

2. Hak untuk menjalankan hukum pidana dengan menuntut dan menjatuhkan pidana pada si pelanggar aturan hukum pidana yang telah dibentuk tadi, dan

3. Hak untuk menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan pada pembuatnya.

2. Hukum Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil

- Tentang hukum pidana materil dan hukum pidana formil akan dijelaskan menurut pendapat ahli dibawah ini :

1. van HAMEL memberikan perbedaan antara hukum pidana materil dengan hukum pidana formil. Hukum pidana materil itu menunjukkan asas-asas dan peraturan-peraturan yang mengaitkan pelanggaran hukum itu dengan hukuman. Sedangkan hukum pidana formil menunjukkan bentuk-bentuk dan jangka-jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum pidana materil.

2. van HATTUM, hukum pidana materil adalah semua ketentuan dan peraturan yang menujukkan tentang tindakan-tindakan yang mana adalah merupakan tindakan-tindakan yang dapat dihukum, siapakah orangnya yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindakan-tindakan tersebut dan hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan terhadap orang tersebut (hukum pidana materil kadang disebut juga hukum pidana abstrak). Sedangkan hukum pidana formil memuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara nyata. Biasanya orang menyebut hukum pidana formil adalah hukum acara pidana.

(17)

tentang bilamana seseorang itu dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum dan bilamana hukuman tersebut dapat dijatuhkan.

3. Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus

 Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan berlaku untuk semua warga negara (subjek hukum) dan tidak membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu. Setiap warga negara harus tunduk dan patuh terhadap hukum pidana umum.

 Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dibentuk oleh negara yang hanya dikhususkan berlaku bagi subjek hukum tertentu saja. Misalnya hukum pidana yang dimuat dalam BAB XXVIII buku II KUHP tentang kejahatan jabatan yang hanya diperuntukkan dan berlaku bagi orang-orang warga. penduduk negara yang berkualitas sebagai pegawai negeri saja atau hukum pidana militer yang hanya berlaku bagi subjek hukum anggota TNI saja.

 Jika ditinjau dari dasar wilayah berlakunya hukum, maka dapat dibedakan antara hukum pidana umum dan hukum pidana lokal.

 Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dibentuk oleh pemerintahan negara pusat yang berlaku bagi subjek hukum yang berada dan berbuat melanggar larangan hukum pidana di seluruh wilayah hukum negara. Contohnya adalah hukum pidana yang dimuat dalam KUHP, berlaku untuk seluruh wilayah hukum negara RI (asas toritorialitet, pasal 2 KUHP).

 Sedangkan hukum pidana lokal adalah hukum pidana yang dibuat oleh pemerintah daerah yang berlaku bagi subjek hukum yang melakukan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana di dalam wilayah hukum pemerintahah daerah tersebut. Hukum pidana lokal dapat dijumpai did alam PERDA, baik di tingkat propinsi, kabupaten maupun pemerintahan kota.

4. Hukum Pidana Tertulis dan Hukum Pidana Tidak Tertulis

 Hukum pidana tertulis adalah hukum pidana undang-undang, yang bersumber dari hukum yang terkodifikasi yaitu Kitab udang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan bersumber dari hukum yang diluar kodifikasi yang tersebar diberbagai peraturan perundang-undangan. Hukum pidana yang berlaku dan dijalankan oleh negara adalah hukum tertulis saja, karena dalam hal berlakunya hukum pidana tunduk pada asas legalitas sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 (1) KUHP berbunyi “tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan”.

(18)

 Hukum adat Dasar-Dasar Hukum Pidana pada umumnya tidak tertulis. Menurut Wirjono, tidak ada hukum adat kebiasaan (gewoonterecht) dalam rangkaian hukum pidana.

 Ada satu dasar hukum yang dapat memberi kemungkinan untuk memberlakukan hukum pidana adat (tidak tertulis) dalam arti yang sangat terbatas berdasarkan Pasal 5 (3b) UU No. 1/Drt/1951. Dengan demikian sistim hukum pidana di Indonesia mengenal adanya hukum pidana tertulis sebagai diamanatkan di dalam Pasal 1 KUHP, akan tetapi dengan tidak mengesampingkan asas legalitas dikenal juga hukum pidana tidak tertulis sebagai akibat dari masih diakuinya hukum yang hidup di dalam masyarakat yaitu yang berupa hukum adat.

5. Hukum Pidana Yang DiKodifikasikan dan Tidak Dikodifikasikan

 Hukum pidana yang dikodifikasikan (codificatie, belanda) adalah hukum pidana tersebut telah disusun secara sistematis dan lengkap dalam kitab undang-undang, misalnya Kitab undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer (KUHPM).

Referensi

Dokumen terkait

Pada siswa SMK yang memiliki hasil belajar mata pelajaran adaptif tinggi, adakah perbedaan hasil telajar teori atau praktik Kewirausahaan antara yang diberi(an penilaian

Dalam Rajah 6,pentagon PꞌQꞌRꞌSꞌTꞌ ialah imej bagi pentagon PQRST di bawah satu pembesaran pada pusat O.... 12 Diagram 12 shows two triangles BDA

[r]

Pada modul ini akan dibahas mengenai perbedaan desain sistem kendali melalui diagram Bode dengan Root Locus, informasi yang dapat diambil dari respon frekuensi loop

Dengan adanya Perancangan Pusat Batik dan Kerajinan Khas Jawa Timur di Surabaya ini, diharapkan dapat menampilkan ciri khas dari kerajinan yang ada di Jawa Timur

c. mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu rancangan Perda yang dapat disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus

Selain itu bentuk Syair Bur- dah Melayu unik karena menggabungkan bentuk puisi sastra arab yang memiliki dua penggalan, pantun Melayu terdiri dari empat baris

Luhur dan Sari (2012) menyatakan biaya pembelian solar menjadi komponen terbesar dari total biaya operasional per trip penangkapan yang harus dikeluarkan nelayan sehingga