TEORI LAJU REAKSI
Secara etimologis laju reaksi dapat diartikan sebagai perubahan konsentrasi pereaksi
(reaktan) atau hasil reaksi (produk) dalam satuan waktu. Laju reaksi dapat dinyatakan sebagai
laju berkurangnya konsentrasi reaktan atau laju bertambahnya konsentrasi produk. Pengetahuan
tentang laju reaksi sangat penting dalam penetuan kondisi yang diperlukan untuk membuat suatu
produk secara cepat dan ekonomis. Agar suatu reaksi kimia berlangsung, partikel-partikel dari
zat yang bereaksi harus bertumbukan satu dengan yang lainnya. Energi kinetik minimum yang
harus dimiliki atau yang harus diberikan kepada partikel agar tumbukan mereka menghasilkan
reaksi disebut energi pengaktifan (energi aktivasi) dengan lambang Ea. Makin rendah atau kecil
Ea, makin mudah suatu reaksi terjadi sehingga makin cepat reaksi itu berlangsung.
B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI
1. Konsentrasi
Dalam suatu reaksi semakin besar konsentrasi zat reaktan, akan semakin mempercepat laju
reaksinya. Dengan bertambahnya konentrasi zat reaktan jumlah partikel-partikel reaktan semakin
banyak sehingga peluang untuk bertumbukan semakin besar. Sebagai contoh suatu larutan yang
pekat mengandung partikel yang lebih rapat jika dibandingkan dengan larutan yang encer,
sehingga lebih mudah dan lebih sering bertumbukan.
2. Suhu
Laju reaksi akan semakin meningkat dengan meningkatnya suhu reaksi. Kenaikan suhu
akan menambah energi kinetik molekul-molekul, akibatnya molekul-molekul yang bereaksi
menjadi lebih aktif mengadakan tabrakan. Hal ini terjadi karena gerakan-gerakan molekul
semakin cepat pada temperatur yang lebih tinggi.
Berdasarkan penelitian, pada umumnya setiap kenaikan suhu 10o C laju reaksi akan
meningkat menjadi dua kali lipat. Secara matematis hubungan laju reaksi dengan suhu reaksi
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Vt = Laju reaksi yang baru
Vt =.Vo Vo = Laju reaksi semula
∆T = Kenaikan suhu
Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa reaksi kimia terjadi karena tumbukan
yang efektif antar partikel zat reaktan. Terjadi tumbukan berarti adanya bidang yang
bersentuhan (bidang sentuh).Jika permukaan bidang sentuh semakin luas, akan sering terjadi
tumbukan dan menghasilkan zat produk yang semakin banyak sehingga laju reaksi semakin
besar. Oleh karena itu untuk meningkatkan laju reaksi salah satu caranya dengan menambah luas
permukaan bidang sentuh zat reaktan.
Untuk menambah luas permukaan bidang sentuh zat reaktan adalah dengan mengubah
ukuran zat reaktan menjadi lebih kecil. Misalnya saja kapur dalam bentuk serbuk lebih cepat
bereaksi dengan HCl encer, dibandingkan kapur dalam bentuk bongkahan. Kapur dalam bentuk
serbuk mempunyai luas permukaan bidang sentuhyang lebih besar dibandingkan dengan kapur
berbentuk bongkahan.
4. Katalis
Katalis adalah zat yang dapat mempercepat laju reaksi tetapi tidak mengalami perubahan
kimia yang permanen.Dalam skala industri kimia katalis akan mempercepat laju reaksi tanpa
menimbulkan produk yang tidak diinginkan. Salah satu eksperimen di laboratorium kimia adalah
pembuatan gas O2 dengan cara memenaskan kalium klorat (KCLO3) menurut reaksi :
2 KClO3 (s) → 2 KCl (s) + 3O2 (g)
Jika hanya KClO3 saja yang dipanaskan, maka gas O2 lambat terbentuk dan harus pada
suhu yang cukup tinggi. Tetapi jika sedikit batu kawi (MnO2) ditambahkan ke dalam KClO3,
baru kemudian dipanaskan, ternyata gas O2 cepat terbentuk pada suhu yang relatif rendah.
MnO2 sama sekali tidak menyumbangkan oksigen sebab gas O2 yang terbentuk semata-mata
berasal dari penguraian KClO3.
Pada akhir reaksi MnO2 tetap ditemukan dalam tabung dengan jumlah yang tidak berubah.
Contoh penggunaan katalis yang lainnya adalah pada proses kontak (pembuatan asam sulfat)
digunakan katalis V2O5 (vanadium) dan pada proses Haber-Bosch ( pembuatan amonia)
digunakan katalis serbuk Fe (besi).
C. ORDE REAKSI/TINGKAT REAKSI
Telah kita ketahui bersama bahwa makin besar konsentrasi (kepekatan) suatu larutan,
makin besar pula laju reaksinya. Bilangan pangkat eksponensial yang menyatakan bertambahnya
laju reaksi akibat naiknya konsentrasi disebutorde reaksi (tingkat reaksi). Harga orde reaksi
Jika konsentrasi suatu zat dinaikkan sebanyak a kali, dan ternyata laju reaksi bertambah
sebanyak b kali, maka orde reaksi terhadap zat itu adalah ax= b dengan x adalah orde reaksinya.
Perhatikan contoh-contoh berikut :
a. Jika konsentrasi zat A dinaikkan 2 kali dan laju reaksi meningkat 8 kali maka orde reaksi
terhadap zat A adalah 3 karena 23 = 8
b. Jika konsentrasi zat B dinaikkan 3 kali dan laju reaksi meningkat 9
kali maka orde reaksi terhadap zat B adalah 2 karena 32 = 9
c. Jika konsentrasi zat C dinaikkan 4 kali dan laju reaksi meningkat 2
kali, maka orde reaksi terhadap zat C adalah 1/2 karena = 2
d. Jika konsentrasi zat D dinaikkan 6 kali dan ternyata laju reaksi
tetap, maka orde reaksi terhadap zat D adalah 0
D. PERSAMAAN LAJU REAKSI
Perhatikan reaksi A + B → C + D
Laju reaksi ditentukan oleh konsentrasi pereaksi, yaitu konsentrasi A dan konsentrasi B.
Persamaan laju reaksinya dapat kita tuliskan sebagai berikut :
V=k [A]x[B]y
Keterangan : V = laju reaksi
k = tetapan laju reaksi
[A] = konsentrasi A
[B] = konsentrasi B
x = orde reaksi terhadap A
y = orde reaksi terhadap B
Orde reaksi total = x + y
Konsentrasi suatu zat dinyatakan dalam satuan molar (M), yaitu jumlah mol zat terlarut dalam
setiap liter (dm3) larutan. Jika dalam 5 liter larutan terlarut 2 mol zat, maka konsentrasi larutan
Cara menghitung orde reaksi :
1. Jika tahap reaksi diketahui atau dapat diamati, maka orde reaksi terhadap
masing-masing zat adalah koefisien dari tahap yang paling lambat.
2. Sebagian besar reaksi kimia sukar diamati tahap-tahapnya sehingga orde reaksi
terhadap suatu zat hanya dapat ditentukan melalui eksperimen, yaitu dengan menaikkan
konsentrasi zat tersebut sedangkan konsentrasi zat yang lain dibuat tetap. Data
eksperimen harus pada suhu tetap untuk mendapatkan harga k yang tetap. Metode
mencari orde reaksinya dengan cara membandingkan persamaan laju reaksi.
Harga k1 = k2 dan konsentrasi zat yang sama bisa dicoret. Dengan demikian maka perbandingan
jumlah konsentrasi zat yang berubah pangkat orde reaksi sama dengan perbandingan laju reaksi.
E. TEORI TUMBUKAN DAN TEORI KEADAAN TRANSISI
Teori tumbukan didasarkan pada teori kinetik gas yang mengamati tentang mekanisme
suatu reaksi kimia terjadi. Menurut teori tumbukan laju reaksi antara dua jenis molekul A dan B
sama dengan jumlah tumbukan (sebanding dengan konsentrasi A dan B) yang terjadi per satuan
waktu antara kedua jenis molekul tersebut. Jadi makin besar konsentrasi A dan B akan semakin
besar pula jumlah tumbukan yang terjadi.
Teori tumbukan ini ternyata memiliki kelemahan, yaitu tidak semua tumbukan
menghasilkan reaksi karena hanya tumbukan efektif yang terjadi pada reaktan yang dapat
menghasilkan reaksi. Energi yang diperlukan untuk menghasilkan tumbukan yang efektif disebut
energi
pengaktifan (Ea). Reaksi hanya akan terjadi apabila energi tumbukannya lebih besar atau sama
dengan energi pengaktifan. Molekul yang rumit struktur ruangnya menghasilkan tumbukan yang
tidak sama jumlahnya dibandingkan dengan molekul yang sederhana struktur ruangnya.
Teori keadaan transisi atau teori laju absolut kemudian hadir untuk memperbaiki teori
tumbukan. Dalam teori ini diandaikan bahwa ada suatu keadaan yang harus dilewati oleh
molekul-molekul yang bereaksi sebelum sampai pada keadaan akhir (produk), yaitu keadaan
transisi. Mekanisme reaksinya adalah :
A + B → T* → C + D
dengan keterangan sebagai berikut :
T* adalah molekul-molekul dalam keadaan transisi
C dan D adalah molekul-molekul hasil reaksi
Energi pengaktifan merupakan energi yang diperlukan dari keadaan awal sampai dengan
keadaan transisi. Hal itu berarti molekul-molekul reaktan harus memiliki energi paling sedikit
sebesar energi pengaktifan agar dapat mencapai keadaan transisi intuk selanjutnya akan
Latihan teori laju reaksi
1. Hitung laju reaksi, faktor frekuensi, dan konstanta laju pada 700 K dan 1 atm (1.02325 x
105 Nm-2) untuk penguraian hydrogen iodida jika garis tengah kolisinya dianggap sampai
0.35 nm. Energi pengaktivasi ialah 184 kj/mol
2. Energi pengaktivasi untuk suatu reaksi bimolekuler A + B2 AB + B adalah 20.90 kj
mol-1. Berapakah temperature dimana 0.15 %, 0.25 % dan 0.40 % kolisi bola-boa keras
antara molekul-molekul reaktan terjadi dengan energi kinetik yang relative cukup
sepanjang garis pusat?
3. Hitunglah konstanta laju untuk reaksi berikut pada 300 K dan 1 atm ( 1.103 x 105 Nm-2)
ClO + ClO Cl2 + O2
2NO2 2NO + O2
NO+ Cl2 NOCl + Cl
Garis tengah bulatan keras untuk reaktan di atas adalah ClO (0.18 nm), NO2 ( 0.19 nm),
NO (0.14 nm) dan Cl2 ( 0.24 nm), sedangkan energy pengaktivasi untuk reaksi-reaksi di
atas adalah 10.45 kj/mol , 111.19 kj/mol, dan 84.86 kj/mol
Jawab:
4. Teori laju absolut menghubungkan ketergantungan dari faktor frekuensi terhadap
temperature (A~Tn). Hitung harga eksponen n untuk reaksi berikut :
jawab :
a. A = kt x qAB
n qAqB
= kt x ft3 x fv0 x fr0
n ft3 x ft3
= kt x fv0 x fr2
n ft3
= kt x T0(T1/2)2
n (T ½)3-1
A = k - T 1/2
n
= T ½ n = ½
b. A = kt x qAB
n qAqB
= kt x ft3 x fv3 x fr2
n ft3 x ft3 x fv0 x fr2
= kt x fv2
n ft3x fv2
= kt x ( T0)2
n (T ½)3
A = kT - 1
n (T 1/2)3
= kT/ n (T 1/2)3
= T 3/2 n = 3/2
5. Jika dianggap bahwa harga fungsi partisi translasi, rotasi, dan vibrasi untuk sistem-sistem
yang berbeda adalah sama, hitung harga faktor pra-eksponensial untuk masing-masing
reaksi pada soal no.4 diatas, jika harga kT/h = 1013 detik-1. Hitung faktor ruang (P) jika
teori koisi memberikan harga umtuk A sebagai 1012 dm3 detik-1. Jika diketahui qtrans =
6. Teori Arrhenius menganggap bahwa fajtor frekuensi adalah konstan, tidak terga ntung
pada temperature, sedangkan teori koisi meramalkan ketergantungan faktor frekuensi
terhadap temperature. Buktikan bahwa untuk reaksi tipikal, bagian eksponensial
melampaui berat perubahan yang diamati dalam A karena diabaikannya temperatur
tersebut. Garis tengah kolisi o = 0.4 nm, M = 150 g/mol dan Ea = 100 kj/mol.