• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERINGATAN!!! Bismillaahirrahmaanirraahiim Assalamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

1. Skripsi digital ini hanya digunakan sebagai bahan referensi

2. Cantumkanlah sumber referensi secara lengkap bila Anda mengutip dari Dokumen ini

3. Plagiarisme dalam bentuk apapun merupakan

pelanggaran keras terhadap etika moral penyusunan karya ilmiah

4. Patuhilah etika penulisan karya ilmiah

Selamat membaca !!!

Wassalamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh

(2)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian sarjana pada Fakultas Psikologi

Universitas Islam Bandung

Disusun Oleh :

ANINDA DWI WAYANTHY NPM. 10050007136

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG

BANDUNG

2012

(3)

SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF

NAMA : ANINDA DWI WAYANTHY NPM : 10050007136

Bandung, September 2012

UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG FAKULTAS PSIKOLOGI

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Milda Yanuvianti, S.Psi., M.A. Fanni Putri, M.Psi.

Mengetahui, Dekan Fakultas Psikologi,

(4)

ََِِّو

َ

ِ

ِتاَوََّا

َ َو

ِ

ِضْرَْا

َِإَو

َِّا

َُُْ

ُرُ ُْا

Ali

Ali

Ali

Ali

'

Imran

Imran

Imran

Imran

. {

109

109

109

109

}

Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan

kepada Allahlah dikembalikan segala urusan.

Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan

sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya....”

(HR. al

HR. al

HR. al

HR. al----Bukh

Bukh

Bukhāāāāriy dan Muslim)

Bukh

riy dan Muslim)

riy dan Muslim)

riy dan Muslim)

(5)

Skripsi ini kupersembahkan Skripsi ini kupersembahkanSkripsi ini kupersembahkan

Skripsi ini kupersembahkan sebagai tanda sebagai tanda sebagai tanda sebagai tanda terima kasih,

terima kasih, terima kasih,

terima kasih, baktibaktibakti dan sayangku kepada ayah, bakti dan sayangku kepada ayah, dan sayangku kepada ayah, dan sayangku kepada ayah, mam

mam mam

mama, kakaka, kakaka, kakak dan adika, kakak dan adikdan adik----adikku yangdan adikadikku yangadikku yang senantiasa adikku yang senantiasa senantiasa senantiasa memberikan do’a, memberi dukungan dan bantuan memberikan do’a, memberi dukungan dan bantuan memberikan do’a, memberi dukungan dan bantuan memberikan do’a, memberi dukungan dan bantuan yang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasa yang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasa yang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasa yang tak terhingga. Semoga Allah S.W.T senantiasa menuntun,

menuntun, menuntun,

menuntun, memberikan memberikan memberikan memberikan rahmat, kelancaran serta rahmat, kelancaran serta rahmat, kelancaran serta rahmat, kelancaran serta kemudaha

kemudaha kemudaha

kemudahan dalam segala sesuatu yang kitan dalam segala sesuatu yang kitan dalam segala sesuatu yang kita lakukan. n dalam segala sesuatu yang kitalakukan. lakukan. lakukan. Amien..

Amien.. Amien.. Amien..

(6)

i

ABSTRAK

ANINDA DWI WAYANTHY 10050007I36. STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK MEROKOK PADA SISWA KELAS 2 SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF

Perilaku merokok merupakan hal yang tidak mengherankan lagi di dunia pendidikan. Banyak peningkatan jumlah perokok yang terjadi, terutama pada remaja. Fenomena ini juga terlihat pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung yang memiliki jumlah perokok yang lebih tinggi dibandingkan siswa SMAN Bandung lainnya. Berdasarkan hasil wawancara pada siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung, siswa memiliki pandangan yang positif untuk merokok namun ada sebagian dari siswa yang masih ragu menampilkan perilaku merokok tersebut. Dalam hal ini siswa yang menampilkan perilaku merokok, salah satunya di karena siswa mendapat dorongan dari teman-temannya yang selalu bersama untuk merokok dan yakin akan mendapatkan konsekuensi yang menguntungkan baginya, sedangkan siswa yang tidak merokok memiliki pandangan yang negatif terhadap konsekuensi yang didapat dari perilaku merokok seperti hanya akan merusak kesehatan, takut akan dihukum jika ketahuan merokok dan membuang-buang uang jajan mereka.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai intensi untuk menampilkan perilaku merokok pada siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung dilihat dari sikap terhadap perilaku merokok, norma subjektif terhadap perilaku merokok, dan perceived behavioral control terhadap perilaku merokok.

Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda penelitian deskriptif. Penentuan sampel menggunakan teknik population.

Didapatkan sampel sebanyak 44 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner mengenai sikap, norma subjektif, perceived behavioral

control, dan intensi sesuai dengan Theory Planned of Behavior dari Icek Ajzen. Data

yang diperoleh merupakan data yang berskala interval dan dilakukan pengujian statistik analisis jalur.

Hasil perhitungan menunjukan bahwa sebanyak 54,55% responden memiliki intensi yang kuat untuk menampilkan perilaku merokok atau hampir sebagian siswa memiliki kecenderungan yang besar untuk merokok. Selain itu faktor yang paling berkontribusi terhadap kekuatan intensi yang kuat untuk menampilkan perilaku merokok adalah norma subjektif terhadap perilaku merokok yaitu sebesar 25,669%. Hal ini menunjukkan persepsi siswa yang positif terhadap harapan orang-orang yang penting serta adanya dorongan yang kuat untuk memenuhi harapan yang dianggap penting dalam menampilkan perilaku merokok siswa.

(7)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirahim,

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Syukur Alhamdulillah, segala puji dan syukur Kehadirat Allah S.W.T atas

segala rahmat dan hidayahnya yang telah diberikan-Nya, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ STUDI MENGENAI INTENSI UNTUK

MEROKOK PADA SISWA KELAS 2 SMAN 22 BANDUNG MELALUI PENDEKATAN DESKRIPTIF” sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana psikologi S1 di Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan Oleh

karena itu, segala kritik dan saran sangatlah berharga bagi peneliti. Karena kritik dan

saran tersebut merupakan alat motivasi bagi peneliti untuk dapat berkarya lebih baik

lagi di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti

sendiri khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bandung, September 2012

(8)

iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdullilah berkat bantuan serta bimbingan dan dorongan dari berbagai

pihak, akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, pada kesempatan

ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan kemudahan, kelancaran, kasih sayang,

kesehatan, keluarga, persahabatan, serta kenikmatan lainnya yang tak

terhitung jumlahnya.

2. Kedua Orang Tua yang selalu memberikan do’a, dukungan dan kepercayaan

kepada peneliti.

3. Kakak dan adik-adikku yang selalu membantu serta memberikan do’a dan

semangat kepada peneliti.

4. Ibu Milda Yanuvianti, S.Psi., M.A., selaku pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktunya, pemikirannya, bimbingan, nasihat dan

masukan-masukan yang sangat berharga untuk membantu keberhasilan peneliti dalam

penyusunan skripsi ini.

5. Fanni Putri, M.Psi., selaku pembimbing II yang selalu dengan sabar memberikan banyak masukan mengenai ilmu-ilmunya kepada peneliti.

6. Oki Mardiawan, M.Psi, selaku dosen wali yang telah memberikan waktunya, ilmu dan bimbingan dalam menempuh perkuliahan selama ini.

(9)

iv

7. Drs. Adjat Sudrajat, M.Si., Selaku kepala sekolah SMAN 22 Bandung yang

telah memberikan izin kepada peneliti sehingga penelitian selesai dengan

baik.

8. Bapak Haris selaku STAF Kepustakaan serta seluruh guru SMAN 22

Bandung yang telah membantu peneliti dalam memberikan informasi serta

membantu mendapatkan data-data yang diperlukan.

9. Siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung yang telah bersedia menjadi

responden dalam penelitian ini.

10.Teman-teman Psikologi 2007 yang selalu mendukung peneliti dan semua

yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas

dengan kebaikan yang berlipat. Amin.

Bandung, September 2012

(10)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGHANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 5

1.3 Maksud danTujuan Penelitian ... 7

1.4 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1 Remaja... 8

2.1.1 Tugas-tugas perkembangan pada masa ramaja... 8

2.1.2 Ciri-ciri masa remaja... 9

(11)

vi

2.2.1 Tipe perilaku merokok...10

2.3 Theory of Planned Behavior………. 11

2.3.1 Sikap Terhadap Tingkah Laku (Attitudes toward behavior)…..…...…….. 14

2.3.2 Norma Subyektif (Subjective norms)…..……….……..………. 16

2.3.3 Persepsi terhadap kontrol Tingkah Laku ( Perceived Behavior Control)…19 2.3.4 Pembentukan nilai-nilai keyakinan (Belief Formation)………...……..…. 22

2.3.5 Intensi………...………...……... 24

2.3.6 Dampak variabel eksternal terhadap intensi………...…………...… 24

2.4 Kerangka Berfikir………... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 29 3.2 Variabel Penelitian ... 29 3.3 Identifikasi Variabel ... 30 3.3.1 Definisi Konseptual ... 30 3.3.2 Definisi Operasional ... 30 3.4 Populasi Penelitian…... 31 3.5 Instrumen Penelitian... 31 3.5.1 Tahap Elisitasi ... 31

3.5.2 Tahap Penyusunan Alat Ukur ... 34

3.5.3 Kisi-kisi Alat Ukur ... 34

(12)

vii

3.5.5 Norma Alat Ukur ... 37

3.5.6 Teknik Analiasi Data... 39

3.5.7 Reabilitas Alat Ukur ... 43

3.5.8 Validitas Alat Ukur dan Analisis Item... 44

3.6 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 45

3.6.1 Tahap Persiapan... 45

3.6.2 Tahap Pelaksanaan Pengambilan Data... 45

3.6.3 Tahap Pengolahan Data... 46

3.6.4 Tahap Pembahasan... 46

3.6.5 Tahap Penyelesaian... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 48

4.1.1 Deskripsi Kategori Intensi Merokok ... 48

4.1.2 Deskripsi Kategori Determinan-determinan Intensi Menurut Kategori Intensi ... 49

4.1.3 Deskripsi Tabulasi Silang antara Kategori Determinan-determinan Intensi dengan Intensi Merokok... 51

4.1.4 Perhitungan Dalam Analisis Jalur ... 53

4.1.5 Pengaruh Determinan-determinan Intensi Secara Parsial Terhadap Intensi Merokok... 59

(13)

viii BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ... 75

5.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(14)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 2.3 : The Theory of planned behavior……….……….….13

Tabel 2.3.6 : The role of background factors in the theory of planned behavior..25

Tabel 2.4 : Kerangka pikir...28

Tabel 3.5.3 : Kisi-kisi alat ukur belief, attitude and behavior dan intensi……...35

Tabel 3.5.5 a : Norma Alat Ukur Intensi………..38

Tabel 3.5.5 b : Norma Alat Ukur Sikap...38

Tabel 3.5.5 c : Norma Alat Ukur Norma Subjektif...38

Tabel 3.5.5 d : Norma Alat Ukur Perceived behavioral control...38

Tabel 4.1.1 : Frekuensi dan Persentase Kategori Intensi Merokok Siswa...48

Tabel 4.1.2 : Frekuensi dan Persentase Kategori Determinan-determinan Intensi (Attitude Toward Behavior (X1), Subjective norms (X2) , dan Perceived behavior control (X3) )……….49

Tabel 4.1.3 : Tabulasi Silang antara Kategori Determinan-determinan Intensi dengan Kategori Intensi...51

(15)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil uji validitas dan reliabilitas

Lampiran 2 : Rekapitulasi data mentah

Lampiran 3 : Skor interval untuk setiap item

Lampiran 4 : Hasil perhitungan statistik analisisi jalur

Lampiran 5 : Hasil elisitasi

(16)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Masa remaja adalah masa menuju kedewasaan. Masa ini merupakan taraf

perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat

disebut anak kecil lagi, tetapi belum dapat disebut orang dewasa. Taraf

perkembangan ini pada umumnya disebut masa pancaroba atau masa peralihan dari

masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini, terjadi pencarian jati diri

sehingga perilaku mereka sering terpengaruh oleh lingkungan yang ada disekitarnya

terutama lingkungan luar. Terkadang, terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan

psikis dan sosial dimana upaya pencarian jati diri tidak selalu dapat berjalan sesuai

dengan harapan masyarakat.

Remaja umumnya berada pada tingkat pendidikan SMP dan SMA. Pada

tingkat ini mereka merupakan sasaran didik yang memiliki sejumlah potensi. Potensi

yang dimiliki remaja perlu dibina dan dimanfaatkan sehingga dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal menjadi manusia yang berkompeten. Saat berjalannya

proses pendidikan, banyak yang didapat oleh individu baik berupa pengetahuan,

keterampilan, serta kesempatan untuk bersosialisasi dengan individu lainnya.

Pembelajaran di berbagai aspek yang mereka dapatkan, tak lain untuk menjadikan

(17)

SMAN 22 Bandung adalah salah satu sekolah menengah atas negeri yang

berada di Bandung, yang banyak diminati oleh siswa SMP yang akan memasuki

Sekolah Menengah Atas. SMA ini memiliki akreditasi A (Baik Sekali) dan memiliki

siswa yang berprestasi baik di bidang akademik maupun non akademik. Hal ini

terlihat dari prestasi yang diraih antara lain Juara II Sains Se-Bandung, juara II lomba

baca berita SMA Se-Bandung, Juara I Cheerleading Competition dan masih banyak

prestasi lainnya.

Dari adanya visi SMAN 22 Bandung yaitu, mewujudkan sumber daya

manusia yang berakhlak mulia yang mampu bersaing secara global, harapannya

adalah dapat menghasilkan siswa yang berkualitas dan memiliki kompetensi tidak

hanya ditingkat nasional tetapi di tingkat internasional. SMAN 22 Bandung juga

memiliki penyaringan yang ketat dalam menerima murid baru yang masuk yaitu

memiliki standar NEM sekolah yang tinggi, yaitu 36,3 (Data passing grade SMAN

22 Bandung 2009/2010) selain itu, sekolah ini memiliki program jalur prestasi bagi

siswa yang memiliki prestasi dibidang tertentu, seperti prestasi dibidang akademik

maupun non akademik. Diharapkan nantinya dapat memiliki siswa-siswa yang

unggul baik dalam proses belajarnya maupun lulusannya. Akan tetapi dalam dunia

pendidikan yang sedang mereka jalani ini ditemukan sebuah fenomena yang telah

menjadi kebiasaan dikalangan remaja, yaitu perilaku merokok. Hal ini terlihat jelas

pada siswa SMA dan sudah menjadi semacam trend atau bukan merupakan suatu hal

yang mengherankan lagi. Meskipun sekolah telah berupaya untuk menegakkan

(18)

dilakukan secara berkala selama sebulan dua kali, namun tetap saja banyak siswa

yang melanggar dan tidak peduli

Fenomena merokok pada remaja di SMAN 22 Bandung ini banyak terlihat

pada siswa-siswi kelas 2, banyak siswa yang ketahuan merokok oleh guru pada saat

proses belajar berlangsung. Mereka sengaja keluar kelas dan mengajak siswa lain

mencari tempat-tempat tersembunyi di sekolah untuk merokok seperti toilet, tempat

mereka berkumpul dalam sekolah maupun di kantin sekolah. Siswa juga lebih

memilih membeli rokok diwarung dekat sekolah dari pada membeli makanan atau

minuman, dan jika siswa tidak memiliki rokok mereka akan berusaha meminta rokok

kepada siswa yang membawa rokok. Menurut informasi dari guru BP, jumlah

perokok siswa-siswi kelas 2 lebih banyak dibandingkan kelas 1 dan kelas 3, bahkan

siswa kelas 2 lebih sering tertangkap basah sedang merokok saat mereka berada

dalam kelompoknya di dalam sekolah. Siswa juga sering merokok di tempat

berkumpul mereka diluar sekolah baik diwarung maupun minimarket yang ada

disekitar SMA tersebut, dan ternyata rokok termasuk barang yang cukup laku, ada

sekitar kurang lebih 30-40 batang rokok terjual setiap harinya pada setiap warung dan

pembelinya adalah siswa yang masih berseragam sekolah.

Sejak 1987, Depdiknas telah mengeluarkan larangan merokok di kawasan

sekolah mulai SD hingga perguruan tinggi, sehingga para siswa, guru, karyawan dan

mereka yang berada di ruang sekolah tidak dapat merokok seenaknya.

Tingginya jumlah perokok di kalangan remaja sangat mengkhawatirkan.

(19)

13,2 % dari remaja Indonesia usia 15-19 tahun telah merokok. Pada tahun 2007

jumlah perokok usia 10 tahun keatas hanya 23 ,7 persen. Berdasarkan hasil riset dasar

kesehatan Kementerian Kesehatan tahun 2010 jumlah perokok anak berusia di atas 10

tahun sejak tahun 2007 mengalami peningkatan, dengan prevalensi mencapai 28,2

persen (Endang Rahayu Sedyaningsih, 2010). Artinya terjadi kenaikan sekitar lima

persen dimana mereka memiliki resiko kanker paru-paru sebesar 20-25 persen.

(Merokok akan mengakibatkan 25 jenis penyakit, antara lain kanker paru dan

tenggorokan, jantung dan hipertensi). Karena itu, Depdiknas terus meningkatkan

kampanye bahaya merokok bagi kesehatan, dimulai dari tingkat SD, SLTP, SLTA

hingga perguruan tinggi melalui pembentukan kawasan bebas rokok di setiap

sekolah. Profesional kesehatan juga melakukan pergeseran penekanan dalam mencegah pemberlakuan merokok di kalangan dewasa menjadi lebih terfokus pada

kalangan remaja atau anak-anak (McCaul et al, 1982.), Karena hampir semua

perokok dewasa memulai kebiasaan selama masa remaja, biasanya antara usia 12-14

(Evans, Henderson, Hill, & Raines, 1979). Selain itu pencegahan merokok di

kalangan remaja dianggap penting bukan hanya karena efek merusak kesehatannya,

tetapi karena bukti menunjukkan bahwa merokok dapat bertindak sebagai gateway

untuk obat lain dan penggunaan alkohol dan penyalahgunaan (Kandel, 1975).

Berdasarkan hasil survei dan wawancara awal kepada 375 siswa kelas 2

SMAN 22 Bandung, terdapat 164 siswa yang merokok yaitu, 148 siswa pria dan 16

siswa wanita. Mereka menyatakan bahwa mereka pernah mencoba merokok baik

(20)

untuk kesenangan semata. Mereka juga mengatakan bahwa sering sembunyi atau

diam-diam merokok di dalam toilet sekolah karena takut ketahuan oleh guru, sebab

guru melarang siswa merokok saat berada di lingkungan sekolah. Guru atau pihak

sekolah akan menghukum atau memberi peringatan apabila ada siswa tertangkap

basah sedang merokok. Oleh karena itu, banyak siswa memilih merokok di tempat

mereka berkumpul atau di warung dekat sekolah. Rata-rata rokok yang mereka

konsumsi perhari adalah satu bungkus rokok untuk siswa pria sedangkan siswi wanita

rata-rata 3-5 batang rokok. Smet (1994) mengklasifikasikan perokok berdasarkan

jumlah rokok yang dihisap dalam sehari yaitu perokok ringan menghabiskan 1-4

batang rokok, perokok sedang menghabiskan 5-14 batang rokok dalam sehari dan

perokok berat menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.

Perilaku merokok yang ditunjukkan siswa sering terlihat saat mereka sedang

bersama dengan teman-temannya dan mereka mengatakan lebih memilih untuk

membeli rokok dibandingkan untuk membeli makanan atau minuman. Selain itu

siswa sering merokok saat tidak ada guru saat di sekolah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, terlihat bahwa terdapat

kecenderungan siswa untuk merokok. Untuk menjelaskan permasalahan tersebut,

maka peneliti menggunakan Theory of Planned Behavior dari Ajzen & Fishbein

untuk menjelaskan kemunculan suatu tingkah laku yang ditandai dengan adanya

kecenderungan (intensi) individu untuk bertingkah laku tertentu. Maka, penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22

(21)

1.2 Identifikasi Masalah

Setiap siswa yang memasuki usia remaja akan dihadapkan pada berbagai

permasalahan, diantaranya adalah problematika pergaulan teman sebaya.

Pembentukan sikap, tingkah laku dan perilaku sosial remaja banyak ditentukan oleh

pengaruh lingkungan ataupun teman-teman sebaya. Dengan proses peralihan yang

masih ada pada siswa SMAN 22 Bandung, terlihat perilaku yang tidak diharapkan

yaitu perilaku merokok disekolah. Menurut laporan yang didapat dari guru BP,

siswa-siswi kelas 2 jumlah perokoknya lebih banyak dari pada kelas 1 dan kelas 3.

Intensi merupakan indikasi seberapa besar seorang individu akan berusaha

untuk memunculkan tingkah laku tertentu ( Fishbein dan Ajzen, 1975:288). Menurut

Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar.

Determinan pertama adalah faktor personal secara alami, yaitu sikap terhadap tingkah

laku (Attitudes Toward Behavior). Determinan kedua adalah faktor merefleksikan

pengaruh sosial, yaitu norma subyektif (Subjective norms). Determinan terakhir

adalah berhubungan dengan kontrol, yaitu persepsi terhadap kontrol tingkah laku

(Perceived behavioral control).

Siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini mengatakan bahwa dengan

merokok mereka merasa lebih percaya diri, terbebas dari stres dan terlihat lebih

dewasa, hal ini menggambarkan Attitudes Toward Behavior. Mereka mengajak siswa

lain berkumpul untuk merokok dan saling menawarkan rokok satu sama lain, yang

menggambarkan Subjective norms. Saat guru tidak ada, mereka juga secara

(22)

mengambarkan Perceived behavioral control. Perilaku merokok pada siswa ini

didasari oleh adanya dorongan teman sebaya, adanya tempat dan kesempatan serta

keyakinan yang mereka yakini atau keyakinan kelompok remaja tersebut untuk

merokok, hal ini menggambarkan bahwa siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini

memiliki keyakinan atau kecenderungan untuk merokok.

Berdasarkan permasalahan yang telah peneliti kemukakan pada latar belakang

masalah, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ”Bagaimanakah

gambaran intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, menggali, mengkaji

dan mengorganisasikan informasi teoritik dan empirik tentang gambaran secara

deskriptif mengenai intensi untuk merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.

1.4 Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis ingin memberikan informasi secara deskriptif mengenai intensi

untuk merokok ditinjau dari Theory of planned behavior pada siswa kelas 2 SMAN

(23)

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru

maupun orang tua, lembaga atau pihak yang terkait mengenai intensi untuk merokok

(24)

9

2.1 Remaja

Remaja (adolecence) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara

masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan

sosio-emosional (Santrock, 2003:26).

Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan

masa kanak kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah

dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses

pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan

bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk

fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir

secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001)

2.1.1 Tugas- Tugas Perkembangan pada Masa Remaja

Tugas perkembangan masa remaja difokuskan pada upaya meningkatkan

sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan

bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan remaja

menurut Hurlock (dalam Muhammad Ali, 2008 : 10) adalah :

(25)

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa;

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan

jenis;

4. Mencapai kemandirian emosional;

5. Mencapai kemandirian ekonomi;

6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat diperlukan

untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat;

7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua;

8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk

memasuki dunia dewasa;

9. Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan;

10.Memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan

keluarga.

2.1.2. Ciri- Ciri masa Remaja

Ciri-ciri masa remaja menurut ahli psikologi remaja Hurlock (1992). Masa

remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode sebelumnya .

Ciri-ciri remaja menurut Hurlock (1992), antara lain :

a. Masa remaja sebagai periode yang penting

b. Masa remaja sebagai periode pelatihan.

(26)

d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri

e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan.

f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik.

g. Masa remaja sebagai masa dewasa.

2.2Perilaku Merokok

Perilaku merokok didefinisikan sebagai kegiatan menghisap asap tembakau

yang telah menjadi cerutu kemudian disulut api. Tembakau berasal dari tanaman

nicotiana tabacum. Ada dua tipe merokok, pertama adalah menghisap rokok secara

langsung yang disebut perokok aktif, dan yang kedua mereka yang secara tidak

langsung menghisap rokok, namun turut menghisap asap rokok disebut perokok pasif

(Oskamp 1984).

2.2.1 Tipe Perilaku Merokok.

Ada 4 tahap perilaku merokok sehingga seseorang menjadi perokok

(Lavental & Clearly, dalam Komalasari & Helmi, 2000), yaitu :

1. Tahap Preparatory. Seorang mendapatkan gambaran yang

menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar,

melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat

untuk merokok.

2. Tahap Initiation. tahap perintisan merokok yaitu tahap apakan

(27)

3. Tahap Becoming a Smoker. Apabila seseorang telah

mengkonsumsi rokok sebanyak empat batang perhari maka

mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap Maintenance of Smoking. Pada tahap ini merokok sudah

menjadi salah satu bagian dari pengaturan diri (Self Regulation).

Merokok dilakukan untuk memperoleh efek psikologis yang

menyenangkan.

Menurut Smet (1994) Ada tiga tipe perokok yang dapat

diklasifikasikan menurut banyaknya rokok yang dihisap. Tiga tipe perokok

tersebut adalah:

1. Perokok ringan yang menghisap 1-4 batang rokok dalam sehari.

2. Perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam sehari.

3. Perokok berat yang menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam sehari.

2.3Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior berpijak pada asumsi bahwa individu pada

umumnya bertingkah laku secara rasional, yakni selalu mempertimbangkan

informasi-informasi dan implikasi dari tindakannya baik secara implisit maupun

eksplisit. Teori ini mempostulatkan kecenderungan (intensi) seseorang untuk

menampilkan atau tidak menampilkan tingkah laku, yang merupakan determinan

(28)

Fishbein dan Ajzen pada tahun 1975 (dalam Ajzen, 1988) mendefinisikan intensi sebagai lokasi dalam suatu dimensi kemungkinan subyektif individu untuk

melakukan tingkah laku tertentu (Fishbein dan Ajzen, 1975:288). Intensi merupakan

indikasi seberapa besar seseorang individu akan berusaha untuk memunculkan

tingkah laku tertentu (Ajzen, 1988:113). Intensi akan tetap menjadi kecenderungan

untuk bertingkah laku sampai sebuah usaha yang dilakukan oleh individu untuk

merealisasi intensi menjadi tingkah laku. Intensi merupakan kecenderungan

bertingkah laku yang paling dekat dengan tingkah laku itu sendiri.

Menurut Theory of planned behavior, intensi merupakan fungsi dari tiga

determinan dasar. Determinan pertama adalah faktor personal secara alami, yaitu

sikap terhadap tingkah laku (Attitudes Toward Behavior). Determinan kedua adalah

faktor merefleksikan pengaruh sosial, yaitu norma subyektif (Subjective norms).

Determinan terakhir adalah berhubungan dengan kontrol, yaitu persepsi terhadap

kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control). Skema dari Theory of Planned

(29)

Gambar 2.3. The Theory of planned behavior

Seperti ditunjukkan pada bagan, kekuatan intensi ditentukan oleh tiga macam

faktor. Faktor-faktor ini adalah sikap terhadap tingkah laku tertentu (Attitudes

Toward the Behavior), norma subyektif (Subjektif Norms) dan persepsi mengenai

kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control). Ketiga faktor ini dipengaruhi

oleh belief. Belief adalah informasi yang dimiliki individu mengenai dirinya sendiri

dan dunianya (Ajzen, 1988:122). Ketiga belief ini antara lain belief tentang

konsekuensi dari tingkah laku yang mungkin terjadi (behavioral belief), belief

harapan tentang orang lain terhadap dirinya yang berkaitan dengan nilai-nilai

(normative belief) dan belief tentang keberadaan faktor-faktor yang dapat

memfasilitasi maupun menghalangi munculnya tingkah laku tersebut (control belief).

(30)

2.3.1 Sikap Terhadap Tingkah Laku (Attitudes toward behavior) a. Pengertian Sikap

“Attitude is a psychological tendency that expressed by evaluating a

particular entity with some degree of favor or disafavor.” (The Psychological

of Attitude, 1993).

“Sikap merupakan kecenderungan yang dipelajari untuk berespon

terhadap suatu obyek yang dinyatakan secara konsisten dalam perasaan menyukai

atau tidak menyukai suatu obyek tersebut.” (Attitudes, Personality, and Behavior,

Icek Ajzen, 1988).

Dari definisi yang dikemukakan oleh Ajzen dan Fishbein tersebut,

terdapat tiga aspek dasar dari sikap:

1. Sikap merupakan hal yang dipelajari

2. Sikap merupakan predisposisi dari tindakan

3. Tindakan tersebut secara konsisten menunjukan perasaan suka atau tidak

suka terhadap suatu obyek.

Sikap terhadap tingkah laku (Attitudes toward behaviors) di

definisikan sebagai,

“...the individual’s positif or negative evaluation of performing the particular

(31)

Sikap terhadap tingkah laku adalah evaluasi positif atau negatif terhadap

konsekuensi dari tingkah laku yang akan dimunculkan. (Attitudes, Personality,

and Behavior, Icek Ajzen, 1988).

b. Obyek sikap (Attitudinal Objects)

Suatu evaluasi selalu dibuat berdasarkan jumlah bentuk (entity) atau

sesuatu yang menjadi obyek dari evaluasi (attitudinal objects). Segala sesuatu

yang nyata dapat dibedakan, maka dapat dievaluasi dan berfungsi sebagai obyek

sikap. Beberapa obyek sikap adalah abstrak dan beberapa lainnya adalah

kongkrit. Bentuk tertentu dapat berfungsi sebagai obyek sikap seperti juga bentuk

lainnya, tingkah laku dan jenis-jenis tingkah laku dapat berfungsi sebagai obyek

sikap.

c. Determinan dari sikap terhadap tingkah laku (Determinants of Attitude

Toward Behavior)

Fishbein (1993:168) menyebutkan Attitudes toward behaviors sebagai,

“...a function of behavioral beliefs, which represents the perceived

consequences of the act.”

Dalam model ini, sikap ditentukan oleh dua hal, yaitu keyakinan (beliefs) dan

evaluasi terhadap konsekuensi atau hasil (outcomes). Beliefs mempresentasikan

(32)

menghubungkan dengan evaluasi subjek terhadap konsekuensi dalam

memunculkan suatu sikap.

Beliefs yang berhubungan dengan sikap terhadap tingkah laku tertentu

disebut behavioral beliefs. Individu yang yakin bahwa jika ia melakukan tingkah

laku tertentu akan mengarahkannya pada konsekuensi tertentu, yaitu konsekuensi

terhadap hasil yang positif, ia akan menganggapnya sebagai suatu tingkah laku

yang disukai (favorable attitude). Individu yang yakin bahwa melakukan tingkah

laku tertentu akan mengarahkannya pada konsekuensi terhadap hasil yang

negatif, ia akan menganggapnya sebagai tingkah laku yang tidak disukai

(unfavorable attitude).

2.3.2 Norma Subyektif

a. Pengertian Norma Subyektif

Norma subyektif berkaitan dengan pengaruh lingkungan sosial. Ajzen dan

Fishbein (1975) mendefinisikan norma subyektif sebagai berikut:

“...is the person’s perception that most people who important to him think

he should or not perform the behavior in question.”

Norma subyektif adalah persepsi individu terhadap dorongan dari

significant person yang mengharapkan individu menampilkan atau tidak

(33)

Ajzen (2005) mendefinisikan norma subjektif sebagai dorongan yang

dipersepsikan oleh seseorang untuk melibatkan diri atau tidak melibatkan diri

dalam sebuah perilaku.

Dorongan ini dapat berasal dari orang-orang yang dianggap penting bagi

individu (significant person) dan menjadi acuan (referent) yang memunculkan

motivasi individu untuk memenuhi atau tidak memenuhi harapan orang-orang

tersebut, misalnya orangtua, teman dalam kelompok, pasangan, dan sebagainya.

Individu akan memiliki intensi untuk menampilkan suatu tingkah laku

ketika ia mengevaluasi bahwa melakukan tingkah laku tersebut merupakan suatu

hal yang positif dan ketika ia yakin bahwa orang-orang yang penting baginya

(secara perorangan maupun kelompok) mengharapkan ia menampilkan tingkah

laku yang diinginkan.

Normative beliefs sendiri merupakan keyakinan individu bahwa

orang-orang tertentu dalam hidupnya berpikir bahwa individu tersebut harus melakukan

atau tidak melakukan tingkah laku tertentu. Individu yang berpikir bahwa

kebanyakan orang-orang yang menjadi rujukannya beranggapan ia seharusnya

tidak melakukan tingkah laku tertentu, akan memiliki norma subyektif yang

menekan individu untuk menghindari tingkah laku tersebut, demikian juga

sebaliknya.

Norma subyektif dapat langsung diketahui dengan cara menanyakan

(34)

atau mengharapkan untuk menampilkan atau tidak menampilkan suatu tingkah

laku tertentu.

b. Determinan dari Norma Subjektif (Determinant of Subjective norms)

Dalam model ini, norma subyektif adalah fungsi dari normative beliefs

dan motivasi. Normative beliefs mempresentasikan persepsi terhadap persetujuan

orang yang signifikan mengenai apa yang seharusnya dan tidak seharusnya

ditampilkan dalam suatu tingkah laku. Anggota keluarga (orang tua), teman

dekat, pasangan, dan guru bisa menjadi rujukan seorang individu (remaja) dalam

bertingkah laku. Motivation to comply merupakan dorongan seseorang untuk

memenuhi harapan dari orang terdekat atau rujukan untuk menampilkan tingkah

laku tersebut.

Seorang individu akan mempersepsikan harapan atau keyakinan dari

orang yang signifikan mengenai apa yang seharusnya dan yang tidak seharusnya

dilakukan. Individu akan mencoba mempersepsikan apakah dirinya telah sesuai

dengan harapan dari orang-orang yang signifikan bagi dirinya atau dipersepsikan

memberi kesetujuan untuk bertingkah laku tertentu, maka hal tersebut akan

menjadi acuan atau menjadi suatu belief bagi individu tersebut dalam melakukan

tingkah laku tertentu.

Begitu pula sebaliknya, jika kebanyakan orang yang signifikan dipersepsi

(35)

maka hal tersebut akan menjadi acuan atau menjadi suatu belief bagi individu

untuk tidak melakukan tingkah laku tersebut.

2.3.3 Persepsi terhadap kontrol Tingkah Laku (Perceived Behavior Control)

a. Pengertian Percieved Behavioral Control

Ajzen (1988) mendefinisikan Perceived behavioral control sebagai

berikut,

“...this factor refers to the perceived ease or difficulty of performing the

behavior and it assumed to reflect past experience as well as anticipated impediment and abstracles.”

Faktor ini menggambarkan persepsi individu mengenai mudah atau

sulitnya menampilkan tingkah laku tertentu yang diasumsikan sebagai refleksi

pengalaman masa lalu dan hambatan yang diantisipasi.

Gambar 2.1 menunjukkan dua hal penting dari Theory of Planned

Behavior. Pada gambar diatas terdapat dua jalur hubungan antara Perceived behavioral control (PBC) dan perilaku :

1. Garis penuh menuju perantara intensi

2. Garis Putus-putus tanpa melalui intensi

Hal penting pertama, teori ini berasumsi bahwa Perceived behavioral

(36)

tertentu cenderung tidak membentuk intensi yang kuat untuk melakukannya

walaupun jika ia memiliki sikap yang favorable terhadap perilaku itu dan ia

percaya bahwa orang-orang terdekatnya akan mendukung perilakunya itu. Hal

ini menggambarkan bahwa asosiasi antara Perceived behavioral control dan

intensi tidak di tengahi oleh sikap dan norma subjektif. Hal ini di gambarkan

oleh panah yang menghubungkan Perceived behavioral control dan intensi

(Ajzen, 2005).

Hal penting kedua adalah hubungan langsung antara Perceived

behavioral control dan perilaku yang digambarkan dengan panah putus-putus.

Dalam beberapa contoh menunjukkan bahwa perilaku tidak hanya tergantung

pada motivasi untuk melakukannya, namun juga pada kontrol yang cukup

kuat terhadap perilaku yang hendak diramalkan. Kontrol perilaku aktual

(actual behavioral control) merupakan derajat sejauh mana seseorang

memiliki keterampilan, sumber-sumber daya, dan prasyarat-prasyarat lain

yang dibutuhkan untuk menampilkan sebuah perilaku. Keberhasilan dalam

menampilkan sebuah perilaku tidak hanya bergantung pada intensi yang

favorabel, tetapi juga tergantung pada tingkat Perceived behavioral control.

Sejauh mana Perceived behavioral control itu akurat, maka Perceived

behavioral control juga dapat menjadi wakil (proxy) dari kontrol perilaku

akurat, serta dapat digunakan untuk meramalkan terjadinya perilaku (Ajzen,

(37)

b. Determinan dari persepsi terhadap kontrol tingkah laku (Determinant of

Perceived behavioral control)

Pada dasarnya Perceived behavioral control mengindikasikan bahwa

motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana tingkat kesulitan dari suatu

perilaku yang disadari menjadi nyata, sebagaimana persepsi mengenai bagaimana

seorang individu yang sukses mampu menampilkan suatu perilaku.

Perceived behavioral control ditentukan oleh sejumlah control belief

tertentu yang memberikan sarana bagi terbentuknya perilaku. Perceived control

behavior, diasumsikan sebagai fungsi dari keyakinan, keyakinan ini tentang ada

atau tidaknya faktor-faktor yang memfasilitasi atau menghambat kinerja perilaku

(Ajzen, 2005). Misalnya keyakinan mengenai adanya faktor-faktor yang dapat

memfasilitasi atau menghalangi munculnya suatu tingkah laku tertentu. Lebih

fokus lagi kekuatan dari masing-masing control belief dipengaruhi oleh kekuatan

dari adanya kesadaran akan faktor-faktor yang mampu dikontrol dan hasil-hasil

yang mampu diperoleh (perceived power).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Perceived behavioral control

terbentuk dari keyakinan-keyakinan (belief) yang disebut control belief dan

persepsi individu terhadap hambatan realistis yang ada ketika menampilkan

tingkah laku tertentu.

Perceived behavioral control diasumsikan mempunyai implikasi

motivasional terhadap intensi. Motivasi seseorang dipengaruhi oleh bagaimana

(38)

persepsi mengenai bagaimana seorang individu mampu menampilkan suatu

perilaku.

2.3.4 Pembentukan nilai-nilai keyakinan (Belief Formation)

Menurut Ajzen dan Fishbein (1975) keyakinan atau belief mengenai suatu

objek merupakan dasar dari pembentukan sikap terhadap obyek yang pada akhirnya

akan menentukan intensi perilakunya. Lebih lanjut dikemukakan bahwa keyakinan

merupakan peluang penilaian individu terhadap aspek-aspek khusus dalam dunia

yang dihayatinya. Secara khusus disebutkan bahwa keyakinan merupakan hubungan

probabilitas subyektif antara individu dengan suatu obyek keyakinan seperti

nilai-nilai, konsep-konsep, atau atribut-atribut tertentu.

Dari definisi tersebut dapat dinilai bahwa pembentukan keyakinan melibatkan

kaitan antara dua aspek dari dunia individu. Pembentukan keyakinan tergantung pada

informasi yang diperoleh dan pengolahan informasi tersebut oleh individu.

Keyakinan-keyakinan yang terbentuk berbeda, sesuai dengan informasi yang

diperoleh. Proses pembentukan belief atau keyakinan ini dapat dibedakan menjadi

tiga proses (Ajzen dan Fishbein, 1975), yaitu:

a. Melalui pengalaman langsung dengan objek yang berhubungan yang akan

membentuk descriptive beliefs. Descriptive beliefs diperoleh 25 melalui

observasi langsung bahwa suatu objek memiliki airibut tertentu mengenai

(39)

bahwa cincin itu bulat, atau dapat mencium sate kambing yang sedang

dibakar, atau melihat wanita yang cantik.

b. Melalui suatu proses penyimpulan dari data atau fenomena yang ada (logika

berfikir individu) yang akan membentuk inferential beliefs. Belief yang

terbentuk melalui proses ini biasanya berupa beliefs mengenai karakteristik

yang tidak terobservasi langsung, misalnya jujur, ramah, tertutup, sopan atau

pintar. Kesimpulan yang diambil mengenai beliefs tersebut didasarkan pada

descriptive beliefs yang sudah ada, atau didasarkan pada inferesntial beliefs

yang sudah ada.

c. Melalui penerimaan informasi yang tersedia di luar dirinya yang akan

membentuk informational beliefs. Informasi yang diterima bisa berasal dari

koran, buku, majalah, televisi, radia, pengajat, teman, saudara, rekan kerja.

Informasi yang terdia dapat juga menghasilkan descriptive beliefs artinya

bahwa individu akan meyakini bahwa sumber tersebut akan menyediakan

informasi mengenai hubungan suatu objek dengan beberapa atribut tertentu.

Dapat disimpulkan bahwa beliefs dapat dibentuk melalui setidaknya dua cara

yaitu melalui pengalaman langsung dalam suatu situasi sehingga individu akan

menyedari atau mengetahui adanya hubungan antara objek dengan suatu atribut, dan

atau individu dapat diberitahu melalui sumber yang ada di dalam dirinya bahwa suatu

(40)

2.3.5 Intensi

Ajzen dan Fisbein mendefinisikan intensi sebagai beliefs seseorang mengenai apa yang akan dilakukan dalam suatu tingkah laku, atau harapan seseorang mengenai

apa yang akan dilakukan dalam suatu tingkah laku atau harapan seseorang mengenai

tingkah laku mereka sendiri dalam setting yang ada (Eagly, 1993: 184).

Berangkat dari Theory of planned behavior yang menyatakan bahwa intensi

merupakan determinan langsung dari tingkah laku maka dapat disebutkan bahwa

tingkah laku individu tertentu akan konsisten dengan intensinya terhadap tingkah laku

tersebut. Jika ada intensi untuk bertingkah laku tertentu, maka ia akan melakukan

perilaku tersebut.

2.3.6 Dampak Variabel Eksternal terhadap Intensi

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti sikap terhadap

target, sifat-sifat kepribadian, dan karakteristik-karakteristik demografis sering kali

berhubungan dengan tingkah laku. Walaupun mengakui arti penting faktor-faktor

tersebut. Ajzen dan Fishbein tidak memasukkan faktor-faktor tersebut sebagai

bagian yang menyatu dalam teorinya, tetapi menempatkannya sebagai variabel

eksternal.

Menurut Ajzen dan Fishbein, secara tidak langsung variabel eksternal dapat

mempengaruhi belief yang dipegang oleh individu atau relativitas derajat kepentingan

(41)

Fishbein, 2005:134). Variabel eksternal tersebut dapat berupa jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, intelegensi, dan lain-lain.

Berikut peranan background factors pada teori planned behavior dalam

Azjen (2005):

Gambar 2.3.6 The role of background factors in the theory of planned behavior

Variabel eksternal akan mempengaruhi pembentukan beliefs dengan beberapa

cara:

1. Mempengaruhi individu untuk memiliki beliefs tertentu

2. Mempengaruhi kekuatan satu atau beberapa beliefs yang dipegang oleh individu

(42)

2.4Kerangka Pikir

Masalah merokok pada remaja bukanlah suatu hal yang baru ditemukan di

Indonesia, karena jumlah pelajar yang merokok semakin meningkat. Seperti halnya

yang terjadi pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung, jumlah perokok pada siswa kelas

2, lebih banyak dari pada jumlah perokok pada siswa kelas 1 dan kelas 3 termasuk

siswi wanita. Terdapat 164 siswa yang merokok yaitu, 148 siswa pria dan 16 siswa

wanita yang melakukan perilaku merokok baik dikalangan sekolah maupun diluar

sekolah. Meskipun sekolah telah berupaya untuk menegakkan peraturan yang tertib

dan ketat seperti mengadakan pemeriksaan dan razia yang dilakukan secara berkala

selama sebulan dua kali, namun tetap saja banyak siswa yang melanggar dan tidak

peduli.

Perilaku merokok siswa ini menggambarkan adanya kecenderungan atau

intensi seperti yang dijelaskan Menurut Fishbein dan Ajzen (1975:288). Intensi

merupakan indikasi seberapa besar seseorang individu akan berusaha untuk

memunculkan tingkah laku tertentu (Ajzen, 1988:113). Intensi akan tetap menjadi

kecenderungan untuk bertingkah laku sampai sebuah usaha yang dilakukan oleh

individu untuk merealisasi intensi menjadi tingkah laku. Intensi merupakan

kecenderungan bertingkah laku yang paling dekat dengan tingkah laku itu sendiri.

Oleh karena itu, ekspresi intensi dari seorang individu dapat memberikan prediksi

yang akurat akan tingkah laku yang muncul. Menurut Theory of planned behavior,

intensi merupakan fungsi dari tiga determinan dasar. Determinan pertama adalah

(43)

Behavior). Determinan kedua adalah faktor merefleksikan pengaruh sosial, yaitu

norma subyektif (Subjective norms). Determinan terakhir adalah berhubungan dengan

kontrol, yaitu persepsi terhadap kontrol tingkah laku (Perceived behavioral control).

Berdasarkan hasil wawancara pada siswa-siswi SMAN 22 Bandung, mereka

mengatakan bahwa merokok dapat membuat mereka merasa lebih percaya diri,

terlihat lebih hebat dari pada orang lain dan merasa lebih dewasa yang

menggambarkan adanya sikap terhadap perilaku merokok (Attitude Toward

Behavior), bahkan mereka secara diam-diam mencari tempat untuk merokok yang

tidak diketahui oleh guru atau pihak sekolah, hal ini menggambarkan adanya persepsi

terhadap faktor-faktor yang mengendalikan perilaku merokok siswa (Perceived

behavioral control). Siswa – siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung ini sering terlihat

merokok dan saling mengajak serta menawarkan rokok saat mereka sedang

berkumpul dengan teman-temannya yang merokok, hal ini menggambarkan adanya

dorongan sosial dari orang terdekat yang yang mempengaruhi subjek untuk merokok

(Subjective norms). Selain itu, mereka mengatakan sering menghabiskan banyak

rokok hingga sebungkus dalam sehari.

Perilaku merokok pada siswa tersebut merupakan kecenderungan atau

indikasi yang didasari oleh belief atau keyakinan terhadap tujuan yang mereka

harapkan setelah melakukannya, hal ini juga karena mereka mendapatkan dukungan

teman serta kesempatan atau kemudahan dalam melakukan perilaku merokok

(44)

Intensi siswa untuk merok ok Siswa terlihat merokok saat sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya dan saling menawarkan/ mengajak siswa lain untuk rokok

Siswa berusaha mencari tempat untuk merokok, seperti: di toilet sekolah, di kantin sekolah dan warung dekat sekolah saat sekolah sepi dan guru tidak ada

Siswa yakin

merokok karena

merasa lebih

percaya diri,

merasa nyaman dan terlihat lebih dewasa Behavioral Beliefs Control Beliefs Normative Beliefs Perilaku merokok siswa SMAN 22 Bandung Berangkat dari Theory of planned behavior yang menyatakan bahwa intensi

merupakan determinan langsung dari tingkah laku maka dapat disebutkan bahwa

tingkah laku individu tertentu akan konsisten dengan intensinya terhadap suatu

tingkah laku. Jika ada intensi untuk bertingkah laku tertentu, maka ia akan melakukan

tingkah laku tersebut. Sama halnya dengan perilaku merokok remaja dalam penelitian

ini yaitu siswa yang berperilaku merokok akan terus berperilaku seperti itu, karena

kecenderungan dan keyakinan yang dimilikinya untuk melakukan perilaku merokok.

(45)

30

3.1Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif tidak

memerlukan pengontrolan terhadap suatu perlakuan, juga tidak dimaksudkan untuk

menguji hipotesis tertentu, namun hanya menggambarkan keadaan yang sebenarnya

tentang suatu variabel, keadaan atau suatu gejala (Suharsimi Arikunto:2006).

Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui gambaran mengenai intensi untuk

merokok pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung.

Metode penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan

untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah

maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,

karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang

satu dengan fenomena lainnya (Sukmadinata, 2006:72).

3.2. Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Intensi untuk merokok

(46)

3.3. Identifikasi Variabel 3.3.1 Definisi Konseptual

Intensi adalah indikasi seberapa besar atau seberapa keras usaha seseorang

untuk menampilkan atau melakukan suatu perilaku yang mereka rencanakan (Ajzen,

1988:113). intensi dipengaruhi secara langsung oleh sikap dan keyakinan yang

dimiliki seseorang atau yang dimiliki oleh orang lain (Ajzen, 1975).

3.3.2 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini, intensi merupakan seberapa besar atau kecil usaha siswa

kelas 2 SMAN 22 Bandung untuk melakukan perilaku merokok.

Aspek-aspek atau faktor-faktor penentu intensi yang akan diukur menurut

Theory of planned behavior :

1. Sikap terhadap tingkah laku merokok (Attitude toward behavior) adalah

keyakinan siswa terhadap konsekuensi positif atau negatif akan perilaku

merokok serta evaluasi siswa atas konsekuensi yang didapat dari perilaku

merokok tersebut.

2. Norma subyektif (Subjective norms) dalam penelitian ini adalah persepsi

siswa terhadap harapan dari orang terdekat yang dianggap penting seperti:

teman, keluarga, guru, kakak kelas untuk memunculkan perilaku merokok

serta seberapa kuat dorongan siswa tersebut untuk memenuhi harapan dari

(47)

3. Persepsi mengenai kontrol tingkah laku untuk merokok (Perceived behavioral

control) adalah keyakinan akan faktor yang mengendalikan perilaku

merokok serta penghayatan atau pemaknaan siswa terhadap faktor yang

dipersepsikan mengendalikan perilaku merokok tersebut.

3.4 Populasi Penelitian 3.4.1 Populasi

Menurut Suharsimi (1996: 115) populasi adalah keseluruhan obyek penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 2 SMAN 22 Bandung yang

temasuk perokok ringan, sebanyak 44 orang. Oleh karena itu penelitian ini dikatakan

studi terhadap populasi.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini terdiri dari dua alat ukur, yang pertama

kuesioner elisitas belief yang digunakan untuk bisa melihat salient belief responden,

dan kuesioner intensi (berdasarkan model Fishbein dan Ajzen, 2006) untuk merokok

pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung yang digunakan untuk melihat

determinan-determinan intensi serta intensi itu sendiri.

3.5.1 Pedoman Pernyataan Elisitas Belief

Ajzen (2006) menyatakan bahwa dalam Theory of planned behavior

terdapat dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur sikap, norma

(48)

yaitu pengukuran langsung dimana item-item pernyataan disusun berdasarkan

konstruk teoritis. Konstruk teoritis diperoleh melalui menanyakan beberapa

pertanyaan yang diambil sesuai keinginan peneliti, atau dengan mengadaptasi

dari penelitian dengan konstruk penelitian yang sama yng sudah dilakukan

sebelumnya.

Metode yang kedua adalah pengukuran tak langsung. Pada metode ini

item-item kuesioner disusun berdasarkan proses elisitas salient belief dari

kelompok responden penelitian. Belief memainkan peranan penting dalam

Theory of planned behavior. Mereka diasumsikan menyediakan dasar kognitif

dan afeksi untuk sikap, Subjective norms, dan Perceived behavioral control.

Informasi yang kita peroleh setelah mengukur belief sangat tidak ternilai

harganya untuk mendesain program intervensi tingkah laku yang efektif.

Peneliti menggunakan metode pengukuran tidak langsung dalam

penelitian ini, sehingga pengumpulan data dilaksanakan dalam dua tahap yaitu

elisitas salient belief dan kuesioner model fishbein dan ajzen. Elisitas salient

belief bertujuan untuk mengkonstruk urutan modal salient belief atau dalam

kata lain daftar beliefs yang umum ada dalam populasi penelitian. Modal

salient beliefs tersebut nantinya dapat menjadi dasar untuk menyusun

kuesioner utama penelitian. Perlu diketahui sebelumnya elisitas salient beliefs

diperoleh dengan mengajukan beberapa peryataan mengikuti pedoman yang

diberikan oleh Ajzen (2006). Berikut adalah pernyataan yang diajukan peneliti

(49)

Behavioral Belief :

1. Apa keuntungan-keuntungan yang anda yakini akan anda peroleh apabila

anda merokok?

2. Apa kerugian-kerugian yang anda yakini akan anda peroleh apabila anda

merokok?

3. apakah ada hal lain yang muncul di pikiran anda, yang merupakan

konsekuensi dari perilaku merokok yang anda lakukan?

Normative Belief:

1. Siapa sajakah individu atau kelompok yang mendukung anda untuk

merokok?

2. Siapa sajakah individu atau kelompok yang menghambat anda untuk

merokok?

3. Siapa sajakah individu atau kelompok lain yang muncul dipikiran anda, yang

mempengaruhi perilaku anda untuk merokok?

Control Belief

1. Hal apa sajakah yang mendukung anda untuk merokok?

2. Hal apa sajakah yang menghambat anda untuk merokok?

3. Apa kendala/kesulitan yang anda hadapi untuk merokok?

3.5.1.1Responden elisitas

Sebelum melakukan pengambilan kuesioner penelitian, peneliti

(50)

tahap elisitas salient beliefs mengacu pada Godin dan dok, 2004 (dalam

Iswari, 2007) yaitu sebanyak 25 orang. Jumlah partisipan yang direncanakan

untuk pengambilan data minimal adalah 44 orang.

3.5.2 Tahap Penyusunan Alat Ukur

Penelitian ini menggunakan alat ukur berupa kuesioner Model Fishbein dan

Ajzen (2006). Tujuannya adalah untuk mengukur perilaku remaja untuk merokok

pada siswa kelas 2 SMAN 22 Bandung. Alat ukur dalam penelitian ini berbentuk

kuesioner dengan skala Osgood. Tujuan dari skala ini adalah menempatkan individu

pada titik tertentu pada kuantinum yang didasarkan pada norma dari alat ukur yang

telah disusun. Angket menurunkan indikator berdasarkan konsep teori dari Theory of

Planned Behavior dari Fishbein dan Ajzen yang membagi intensi menjadi 3

determinan yaitu Attitudes Toward Behavior, Subjective norms dan Perceived

behavioral control.

3.5.3 Kisi-kisi Alat Ukur Intensi

Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini terdiri dari satu buah kuesinoner

yang didalamnya mengukur intensi untuk merokok dan kuesioner sikap terhadap

perilaku merokok siswa, Norma subjektif siswa terhadap perilaku merokok siswa dan

persepsi mengenai kontrol perilaku merokok siswa.

Alat ukur ini berisi item-item yang disusun untuk mengukur intensi dan

(51)

merupakan item-item yang biasa digunakan dalam penelitian-penelitian yang

menggunakan Theory of Planned Behavior yang disesuaikan dengan tingkah laku

yang diteliti yaitu perilaku merokok remaja. Dibawah ini adalah kisi-kisi alat ukur

yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3.5.3. Kisi-kisi alat ukur belief, attitude and behavior dan Intensi

ASPEK SUB ASPEK INDIKATOR ITEM

Attitudes Toward Behavior

Behavioral belief

(Keyakinan subjek tentang konsekuensi perilaku merokok)

Merasa yakin bahwa merokok akan mendapatkan keuntungan

Merasa yakin bahwa merokok akan mendapatan kerugian. 25, 26, 27, 28, 29(-), 30(-), 31(-), 32(-), 33(-) Outcome evaluation

(Evaluasi hasil tentang konsekuensi dari perilaku merokok)

Penilaian akan konsekuensi perilaku merokok akan mendapatkan keuntungan

Penilaian akan konsekuensi perilaku merokok akan mendapatkan kerugian

1, 2, 3, 4, 5(-), 6(-), 7(-), 8(-), 9(-) Subjective norms Normative belief

(Persepsi subyek terhadap harapan orang-orang yang

berpengaruh dalam

menampilkan perilaku merokok)

Persepsi terhadap harapan teman dalam menampilkan perilaku merokok.

Persepsi terhadap harapan orang tua dalam menampilkan perilaku merokok.

Persepsi terhadap harapan guru dalam menampilkan perilaku merokok.

54

55(-)

56(-)

Motivation to Comply

(dorongan untuk memenuhi harapan orang-orang yang

dianggap penting/

berpengaruh berkaitan dengan perilaku merokok)

Dorongan untuk memenuhi harapan teman terhadap perilaku merokok

Dorongan untuk memenuhi harapan orang tua terhadap perilaku merokok

Dorongan untuk memenuhi harapan guru terhadap perilaku merokok

22

23(-)

(52)

Perceived behavior control

Control belief

(Keyakinan terhadap faktor-faktor yang mengendalikan perilaku merokok)

Keyakinan terhadap peran teman perokok dalam mengendalikan perilaku merokok

Keyakinan terhadap adanya tempat dalam mengendalikan perilaku merokok

Keyakinan terhadap peran orang tua dalam mengendalikan perilaku merokok

Keyakinan terhadap peran aturan sekolah dalam mengendalikan perilaku merokok 34, 35, 36 37, 38(-) 39(-), 40(-) 41(-), 42(-), 43(-) Perceived power (Penghayatan/pemaknaan mengenai faktor-faktor yang mengendalikan perilaku merokok)

Penghayatan/pemaknaan terhadap peran teman dalam mengendalikan perilaku merokok

Penghayatan/pemaknaan terhadap adanya tempat dalam mengendalikan perilaku merokok

Penghayatan/pemaknaan terhadap keberadaan orang tua dalam mengendalikan perilaku merokok

Penghayatan/pemaknaan terhadap keberadaan aturan sekolah dalam megendalikan perilaku merokok

44, 45, 46 47, 48(-) 49(-), 50(-) 51(-), 52(-), 53(-) Intensi 10(-), 11, 12, 13, 14, 15, 16(-), 17(-), 18, 19(-), 20, 21

(53)

3.5.4 Sistem Penilaian Alat Ukur

Data yang dihasilkan oleh kedua alat ukur ini merupakan data yang

berskala interval dan dilakukan pengujian statistik analisis jalur (akan

dijelaskan kemudian).

3.5.5 Norma Alat Ukur

Untuk membedakan derajat intensi perilaku merokok, maka dibuat dua

kelompok derajat kekuatan intensi. Pembagian dua kelompok derajat kekuatan

intensi ini dimaksudkan akar terlihat perbedaan yang jelas antara responden

yang memiliki intensi yang kuat dan responden yang memiliki intensi yang

lemah.

Kategorisasi ini diperoleh dari perhitungan nilai skor maksimum dan

minimum dari setiap alat ukur sesuai dengan validitas. Kemudian skor

maksimum dikurangi skor minimun dan dibagi menjadi dua untuk mengetahui

rentang kategori. Kategori ini diperoleh dari rata-rata skor, kemudian dibagi

menjadi dua bagian, yaitu intensi kuat dan intensi lemah. Kategori sikap,

norma subjektif, dan Perceived behavioral control

Berdasarkan prosedur diatas maka diperoleh kategori derajat kekuatan

(54)

Tabel 3.5.5 a Norma Alat Ukur Intensi

Rentang Skor Kategori

9 – 31 Intensi kuat

31,5 – 54 Intensi lemah

Tabel 3.5.5 b Norma Alat Ukur Sikap

Rentang Skor Kategori

13 – 45 Sikap negatif

45,5 – 78 Sikap positif

Tabel 3.5.5 c Norma Alat Ukur Norma Subjektif

Rentang Skor Kategori

6 – 20 Norma Subjektif Lemah

21 – 36 Norma Subjektif Kuat

Tabel 3.5.5 d Norma Alat Ukur Perceived behavioral control

Rentang skor Kategori

12 – 41 Perceived behavioral control lemah

(55)

3.5.6 Teknik Analisis Data

Analisis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode

deskriptif dan metode inferens.

3.5.5.1. Statistik Deskriptif

Metode statistik deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini berpedoman

pada tabulasi dari Sitepu (1995:18) yang menyebutkan bahwa :

1. Nilai Indeks Minimum, yaitu skor minimum dikali jumlah pertanyaan

2. Nilai Indeks Maksimum, yaitu skor maksimum dikali jumlah pertanyaan

3. Jenjang Range, yaitu selisih antara nilai indeks maksimum dikurangi nilai indeks

minimum dibagi dengan jumlah jenjang yang diinginkan yaitu rendah dan tinggi.

Analisis Jalur

Metode statistik inferens yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

jalur. Analisis jalur bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel-variabel

sebab terhadap variabel akibat, di mana di antara variabel-variabel sebabnya saling

berkorelasi dalam mempengaruhi variabel akibat. Dalam analisis jalur mensyaratkan

data minimal berskala pengukuran interval dan berdistribusi normal. Data dalam

penelitian ini menggunakan skala Semantic Diffrential yang berskala pengukuran

interval. Mengingat analisis jalur merupakan analisis statistik parametrik, maka data

penelitian X1, X2, X3, dan Y perlu memenuhi asumsi data berdistribusi normal.

Salah satu cara pengujian asumsi normalitas data adalah menggunakan Uji

Referensi

Dokumen terkait

Waktu kerja pengangkutan kayu dengan menggunakan lori yang ditarik/didorong loko adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengangkut kayu dari betou ke logpond.. Pengukuran waktu

 Pengaruh Estimasi Pertumbuhan Ekonomi (ŷ) Terhadap Kemiskinan dapat dijelaskan bahwa jika terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 1 unit akibat adanya perubahan

Pada aspek kegiatan inti yang terdiri dari penyajian materi, pendalaman materi, permainan tongkat dan menarik kesimpulan, siswa memperoleh skor 20.. Pada aspek terakhir

All praises belong to Allah SWT to his blessing and mercies given to the researcher, she can complete her research paper entitled CLASSROOM TECHNIQUES USED BY

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat secara langsung maupun tidak langsung kepada berbagai pihak mengenai pentingnya pendidikan seks bagi remaja. 2)

Bulan Juni : petugas rawat inap mendapatkan konfirmasi kembali dari perawat ruangan dikarenakan Risperidone 2 mg dan clozapine 25mg salah seorang pasien masih disiapkan, padahal

Apabila dalam masa pemulihan mata anda menjadi lebih sakit dari biasanya atau penglihatan anda tiba-tiba menjadi kabur kembali, anda harus segera datang ke Klinik Mata

Pemeriksaan bakteriologi dilakukan pada seluruh pasien yang telah dipasang kateter epidural, pada saat pencabutan kateter diberi tindakan aseptik serta antiseptik pada daerah