• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECENDERUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA YANG AKTIF BERORGANISASI DI KAMPUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KECENDERUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA YANG AKTIF BERORGANISASI DI KAMPUS"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

KECENDERUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA

YANG AKTIF BERORGANISASI DI KAMPUS

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Psikologi Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Antonia Ita Verina

149114028

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO

Jika lelah isitirahatlah, tapi jangan sekali-kali mencoba

untuk menyerah dan putus asa

-

Anonim-“

Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga,

tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada

Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur.

(

Filipi 4:6)

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang selalu menjadi jalan dan terang untuk hidupku,

Bunda Maria yang selalu menguatkan disaat ku lelah dan ingin menyerah.

Bapak Ibu yang kuyakin tidak pernah lelah mendoakan dan mencintaiku selama

berproses.

Untuk kedua kakakku, Mas Bayu dan Mas Rio

Makasih buat kesabarannya untuk mendukungku selama ini.

Orang-orang terkasih dan juga semua sahabat-sahabat yang sudah percaya

bahwa aku mampu melewatinya, serta

(6)
(7)

vii

KECENDERUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHI PERILAKU ASERTIF PADA MAHASISWA

YANG AKTIF BERORGANISASI DI KAMPUS

Antonia Ita Verina

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tentang kecenderungan perilaku asertif serta faktor-faktor yang memengaruhi perilaku asertif pada mahasiswa yang aktif berorganisasi di kampus. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Metode pengambilan data yang digunakan yakni wawancara semi terstruktur. Partisipan penelitian ini adalah enam mahasiswa berusia antara 19-23 tahun yang aktif berorganisasi di kampus. Penelitian ini menggunakan desain analisis isi kualitatif (AIK) dengan pendekatan deduktif untuk menjawab pertanyaan kecenderungan perilaku asertif dan pendekatan induktif untuk menjawab pertanyaan faktor-faktor yang memengaruhi perilaku asertif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan memiliki kecenderungan perilaku asertif yang relatif tinggi adapula partisipan yang memiliki kecenderungan perilaku asertif relatif rendah. Secara keseluruhan, semua partisipan memiliki kecenderungan untuk berperilaku asertif. Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku asertif responden meliputi faktor internal dan eksternal. Fakor internal yang tampak yakni konsep diri dan harga diri, sedangkan faktor eksternal yakni tempat organisasi, kebudayaan, sumber daya manusia, pengalaman organisasi, serta dukungan dari partner organisasi.

(8)

viii

THE TENDENCIES AND FACTORS INFLUENCING THE

ASSERTIVE BEHAVIOUR ON ORGANIZATIONAL ACTIVE

STUDENTS IN THE CAMPUS

Antonia Ita Verina

ABSTRACT

This research aims to draw the tendencies on the assertive behaviour as well as factors which influence the tendencies on organizational active students. This research is included into descriptive qualitative research. The method of data collection was semi-structured interview. The partisipants of this research were six organizational active university students whose ages are 19 up to 23 in the campus. This research employed qualitative content analysis with the deductive approach to answer the question on tendencies of the assertive behaviour and inductive approach to answer the question on factors which influence the assertive behaviour. The results showed that there were partisipants who had relatively high-rate tendencies on the assertive behaviour and partisipants who had relatively low-rate tendencies on the assertive behaviour. Overall, all of the partisipants have tendencies to act assertively. The factors which influence the assertive behaviour of the respondents cover internal and external factors. The visible internal factors are self-concept and self esteem, while the external factors are the organization, culture, human resources, organization experience, and supports from the partners in the organizations.

Keywords:active students, assertive behaviour, factors influencing the assertive behaviour, organization.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat dan penyertaan-Nya sehingga penulis mampu melalui segala proses

pengerjaan skripsi hingga pada akhirnya dapat terselesaikannya sebuah karya ini.

Tentu hal ini tidak lepas dari kasih Tuhan yang Ia tunjukkan melalui kehadiran

orang-orang terkasih yang telah membantu dan mendukung proses pengerjaan ini.

Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Monica Eviandaru Madyaningrum, Ph.D. selaku Ketua Program

Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Romo Dr. Priyono Marwan, S.J., dan Bapak Paulus Eddy Suhartanto,

M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu mendampingi

dan memberi arahan selama menjalani masa perkuliahan.

4. Ibu Dr. Titik Kristiyani, M.Psi. selaku Dosen Pembimbing Skripsi.

Terimakasih saya ucapkan atas segala kesabaran, tenaga, dan waktu

yang telah diberikan serta kesediaannya untuk membimbing,

memberikan masukan, serta arahan dalam proses pengerjaan skripsi.

5. Bapak Albertus Harimurti, S.Psi., M.Hum atau Mas Ucil, terima kasih

untuk bimbingan dan bantuannya selama proses revisi, dan terima

kasih sudah mau di buru-buru Mas, hehe.

6. Bapak/Ibu dosen dan staff karyawan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma yang telah memberikan pengetahuan, pelajaran, dan

pengalaman berharga selama saya menempuh pendidikan.

7. Teman-teman partisipan penelitian. Terima kasih karena telah

meluangkan waktu dan dukungannya untuk membantu penulis dalam

proses pengambilan data. Semoga Tuhan membalas kebaikan kalian.

8. Bapak dan Ibu terkasih selaku orangtua penulis. Terima kasih karena

(11)

xi

untuk kepercayaan, harapan, dan kasih yang telah kalian berikan

selama ini.

9. Mas Bayu dan Mas Rio, selaku kakak penulis. Terima kasih atas

kesabaran dan dukungan selama ini. Meskipun jauh di mata, namun

dukungan kalian penulis rasakan.

10.Dimas Ikhlasul Amal Riyanto, yang sudah merangkap sebagai sahabat,

kakak, saudara, dan partner terbaik. Terima kasih atas segala support,

kasih, bantuan, dan motivasinya selama ini. Terima kasih pula karena

sudah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya serta

percaya bahwa penulis pasti dapat melalui proses ini. Sukses untuk

skripsi dan masa depanmu!

11.Ivena Karin, selaku sahabat dan partner dalam segala hal. Terima kasih

karena selalu positif dalam menanggapi segala kejadian sehingga

penulis mampu untuk memandang tiap masalah dari persepsi yang

berbeda. Terima kasih juga untuk selalu ada sehingga penulis tidak

merasa berjalan seorang diri. Sukses untuk karirmu!

12.Theresia Resty Kusuma Ningrum, selaku sahabat penulis yang sudah

menemani sejak semester pertama sampai saat ini. Terima kasih karna

sudah menjadi diri sendiri dalam berteman dan selalu hadir memberi

keceriaan serta semangat bagi penulis. Tuhan besertamu.

13.Anatasia Fernanda Harlin, yang udah jadi sahabat dan “teman tidur”

penulis. Terima kasih, Nan, karna mu aku belajar banyak tentang

kehidupan, percintaan, dan juga kesabaran. Ayo foto studio bareng ya!

14.Myisha Felicia Elisabeth, selaku sahabat penulis. Terima kasih untuk

kebaikanmu dan untuk konsultasi gratisnya tentang berbagai macam

obat dan penyakit. Sukses buat karirmu selanjutnya ya! GBU

15.Maria Dhea Sani, partner makan, partner kegereja, nyekrip,

kemana-mana dan ngapain aja. Makasih sudah setia menemani disaat sedang

lelah dan galau. Ayo to, jangan nglokro garap skripsinya!

16.Devina Putri Mahardika, selaku si inem penulis (ups). Terima kasih

(12)

xii

membutuhkan bantuan. Sukses buat skripsi dan semoga segera

mendapatkan pendamping ya!

17.Yus, Vanio, Denta, Lia, Rani, Rias, Venta, Chacha, dan teman-teman

Bu Titik squad lainnnya. Makasih karna kalian sudah membagikan

ilmu, menemani, dan teman diskusi penulis selama melalui proses

skripsi ini.

18.Mbak Ayu dan Mbak Yesi yang selalu penulis repotkan di tiap

semester. Terima kasih untuk segala ilmu dan pengalaman yang boleh

penulis rasakan selama ini. Sukses untuk jalan masing-masing yah!

19.Teman-teman psikologi angkatan 2014, khususnya kelas C. Terima

kasih untuk pengalaman selama kurang lebih 4,5 tahun ini dan atas

segala dukungan yang boleh penulis rasakan. Sukses untuk kita ya!

20.Teman-teman Kos Kinasih 1, terutama Catherine Dewi, Denty Aprilia,

dan Anastasia Noor. Makasih sudah menjadi tetangga yang baik dan

teman berbagi segala hal. Terima kasih juga karena sudah ada selama

24 jam untuk kudatangi kapanpun. Semoga pertemanan tetap terjalin

ya! GBU

21.Biro Psikologi “Detail Consulting” yang sudah memberikan

kesempatan bagi penulis untuk memiliki pengalaman berharga dan

merasakan dunia kerja. Terima kasih untuk kerja samanya selama ini

dan juga untuk obrolan-obrolan yang mulai dari gak mutu sampai

berbobot tentang masa depan. Sukses buat kalian semua!

22.Teman-teman UKF Paduan Suara Angel’s Voice, terima kasih untuk

pengalamannya dan keakraban yang pernah dirasakan. Semoga tetap

suka untuk menyumbangkan suara emas kalian untuk orang banyak ya.

23.Teman-teman Komunitas Paingan yang permah menjadi bagian untuk

berbagi pengalaman rohani.

24.Semua anggota dan pengalaman selama kepanitiaan yang pernah

penulis ikuti. Terima kasih karena sudah memperkenalkan banyak hal

(13)

xiii

25.Semua teman-teman seperjuangan dan yang pernah menemani

mengerjakan skripsi bersama dan menjadi teman berdiskusi, serta

semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih

atas segala bantuan dan dukungannya selama ini. Semoga Tuhan

membalas kebaikan kalian.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

sebab itu, dengan terbuka penulis menerima segala bentuk kritik dan saran dari

pembaca untuk perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini memberikan manfaat

bagi pembaca. Terima kasih 

Penulis

(14)

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 9

C. TUJUAN PENELITIAN ... 9

D. MANFAAT PENELITIAN ... 10

1. Manfaat Teoritis ... 10

2. Manfaat Praktis ... 10

BAB II. LANDASAN TEORI ... 11

(15)

xv

1. Definisi Asertif ... 11

2. Perbedaan Perilaku Tidak asertif, Asertif, dan Agresif... 12

3. Aspek-aspek Perilaku Asertif ... 14

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Asertif ... 15

5. Manfaat Perilaku Asertif ... 19

B. MAHASISWA ... 20

C. ORGANISASI ... 22

D. KERANGKA BERPIKIR ... 23

BAB III. METODE PENELITIAN ... 29

A. FOKUS PENELITIAN ... 29

B. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN ... 29

C. PARTISIPAN ... 30

D. PERAN PENELITI ... 30

E. METODE PENGUMPULAN DATA ... 31

F. METODE PEREKAMAN DATA ... 35

G. ANALISIS DATA... 35

H. KREDIBILITAS ... 37

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. PROSES PENGAMBILAN DATA ... 40

1. Proses Penelitian ... 40

2. Proses Pengambilan Data ... 41

3. Demografi Partisipan ... 42

(16)

xvi

a. Latar Belakang CADS ... 42

b. Latar Belakang TBWP ... 43

c. Latar Belakang RP ... 43

d. Latar Belakang ETK ... 44

e. Latar Belakang DKA ... 45

f. Latar Belakang V ... 45

B. HASIL PENELITIAN ... 46

1. Kecenderungan Perilaku Asertif ... 46

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi ... 60

C. PEMBAHASAN ... 72

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A. KESIMPULAN ... 83

B. KETERBATASAN PENELITIAN ... 84

C. SARAN ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

(18)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Protokol Wawancara ... 33

Tabel 2. Matriks Kategorisasi ... 34

Tabel 3. Pelaksanaan Penelitian ... 41

Tabel 4. Demografi Partisipan ... 42

Tabel 5. Kesimpulan Kecenderungan Perilaku Asertif ... 59

Tabel 6. Ringkasan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Asertif ... 70

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada umumnya, tujuan utama mahasiswa di Perguruan Tinggi adalah

untuk mencari ilmu sesuai dengan bidang atau jurusan yang diambil. Tetapi,

selain ilmu akademis yang dicari, mahasiswa juga dapat mengembangkan

bakat, minat, dan kemampuan lain melalui kegiatan kokurikuler maupun

ekstrakurikuler. Kegiatan yang dimaksud dapat diperoleh melalui organisasi

kemahasiswaan, seperti kegiatan dalam upaya perbaikan kesejahteraan

mahasiswa dan kegiatan sesuai dengan minat dan kegemarannya (SK Menteri

Pendidikan Nasional dan Kebudayaan No.155/U/1998). Mahasiswa yang aktif

dalam organisasi kemahasiswaan harus dapat bekerja secara aktif untuk

mendorong pelaksanaan berbagai kegiatan di organisasi dalam kampusnya.

Survei awal yang dilakukan peneliti kepada 114 responden mahasiswa

yang aktif berorganisasi berusia 18 sampai 25 tahun dari enam perguruan

tinggi negeri dan swasta di Yogyakarta, menunjukkan sebanyak 22,8%

mahasiswa aktif berorganisasi cenderung diam dan kurang aktif dalam

menyampaikan pendapat saat rapat. Beberapa alasan mahasiswa yang memilih

untuk diam saat rapat antara lain akan mendengarkan pendapat anggota lain

terlebih dahulu, masih belum tahu pendapat yang sesuai, kurang memahami

isu dan topik yang sedang dibahas, tidak mau jika dianggap “sok” oleh

(20)

sebelum berani mengungkapkan pendapat. Beberapa perilaku tersebut

menurut Alberti dan Emmons (2002) sesuai dengan ciri-ciri dari perilaku

non-asertif yaitu individu cenderung menyangkali ekspresi dirinya, tidak

menunjukkan perasaan sesungguhnya, cemas, dan mengikuti pilihan orang

lain dalam memilih.

Fenomena lain yang terkait dengan mahasiswa dan organisasi tentang

perilaku untuk menyampaikan ide yakni kejadian yang terjadi pada Jumat, 7

Juli 2017 seperti yang dilaporkan oleh Hakim (2017) bahwa pertemuan antara

BEM UI dan ITB dengan Panitia Khusus Angket KPK yang berujung ricuh

dari kedua belah pihak. Fenomena lain yang terjadi yakni berita yang sedang

hangat di awal tahun 2018. Berita tersebut salah satunya ditulis oleh

Ihsanuddin (2018) tentang ketua BEM UI yang nekat memberikan kartu

kuning pada presiden Jokowi untuk dapat menyampaikan aspirasinya yang

pada akhirnya harus diamankan oleh Paspampres. Kedua fenomena tersebut

menunjukkan bahwa masih ada mahasiswa dalam suatu organisasi yang belum

mampu menyampaikan aspirasi dengan baik. Mahasiswa cenderung

memaksakan pendapat dan melakukan tindakan ekspresi yang cenderung

agresif saat musyawarah jika tidak sesuai dengan keinginan. Mahasiswa

tersebut cenderung merugikan orang lain yakni lembaga yang bersangkutan

dan organisasinya sendiri karena pada akhirnya ditolak untuk diadakan

musyawarah dan diamankan.

Fenomena-fenomena tersebut menurut Alberti dan Emmons (2002)

(21)

perilaku agresif akan mencapai tujuan diri sendiri dengan merugikan,

menyakiti, dan merendahkan orang lain. Hal tersebut menyimpang dari

perilaku yang seharusnya yakni dengan mampu mengekspresikan diri tanpa

mengabaikan hak orang lain (Alberti & Emmons, 2002) agar organisasi dapat

menjadi wadah bagi mahasiswa untuk menyampaikan idenya. Dengan kata

lain, fenomena-fenomena tersebut menunjukkan perilaku tidak asertif.

Konteks dari penelitian ini adalah mahasiswa yang aktif berorganisasi

dalam lingkup organisasi yang berada di kampus di mana mereka kuliah. Surat

Keputusan Menteri Pendidikan Nasional dan Kebudayaan No.155/U/1998

tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan menyatakan bahwa

organisasi kemahasiswaaan memiliki kedudukan resmi di lingkungan

perguruan tinggi. Organisasi kemahasiswaan intra perguruan tinggi yang

dibentuk pada tingkat perguruan tinggi yakni Badan Eksekutif Mahasiswa

Universitas (BEMU) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas (DPMU).

Pada tingkat fakultas yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas (BEMF) dan

Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (DPMF), serta tingkat jurusan yakni

Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), dan Himpunan Mahasiswa

Jurusan (HMJ). Terdapat pula organisasi yang dibentuk berdasarkan minat dan

bakat mahasiswa yang tergabung di dalamnya yang disebut sebagai Unit

Kegiatan Mahasiswa (UKM).

Robbins (1994) menjelaskan bahwa organisasi merupakan suatu kelompok

sosial yang dikelola secara sadar dengan cara bekerja untuk mencapai tujuan

(22)

merupakan tantangan untuk menjalin interaksi sosial. Organisasi

kemahasiswaan merupakan wahana dan sarana pengembangan diri mahasiswa

ke arah integritas kepribadian, peningkatan kepemimpinan, penalaran, minat,

kegemaran, dan kesejahteraan mahasiswa dalam kehidupan kemahasiswaan di

perguruan tinggi. Pelaksanaan dalam organisasi kemahasiswaan dilengkapi

dengan struktur, mekanisme, fungsi, prosedur, program kerja, dan elemen

lainnya yang memiliki fungsi untuk mengarahkan seluruh potensi yang ada

dalam organisasi pada tujuan atau cita-cita akhir yang ingin dicapai (Leny &

Suyasa, 2006).

Leny dan Suyasa (2006) menjelaskan bahwa mahasiswa yang aktif

berorganisasi memiliki kesempatan lebih besar untuk dapat berinteraksi

dengan individu lain dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak aktif

berorganisasi. Dalam organisasi, mahasiswa dilatih untuk memiliki sikap

inisiatif, asertif, terbuka, dan empati. Hal tersebut membuat mahasiswa yang

aktif berorganisasi dapat terlatih secara sosial dan lebih kompeten dalam

menghadapi situasi interpersonal, serta dapat mengembangkan keterampilan

dalam menyelesaikan konflik antar individu maupun dalam organisasi. Putri

(2015) juga menjelaskan bahwa selain melatih kemampuan berelasi yang baik,

keaktifan berorganisasi juga dapat melatih mahasiswa untuk dapat membagi

waktu antara kegiatan organisasi dengan kegiatan akademik. Kendati

demikian, terdapat pula mahasiswa yang kurang mampu untuk membagi

waktu antara organisasi dan akademik yang dapat berdampak kurang baik

(23)

Mahasiswa yang aktif dalam organisasi memiliki beberapa keuntungan

yang tidak didapatkan mahasiswa lain yang tidak mengikuti organisasi. Salah

satu keterampilan yang dilatih dalam aktif berorganisasi yaitu perilaku asertif.

Akan tetapi, berdasarkan fenomena-fenomena yang sudah dijelaskan

sebelumnya, dapat ditunjukkan bahwa masih terdapat mahasiswa anggota

organisasi yang belum menunjukkan perilaku asertif. Perilaku yang

ditunjukkan cenderung ke arah tidak asertif dan agresif.

Perilaku asertif merupakan perilaku mengungkapkan dan mengekspresikan

maksud secara jujur, percaya diri, dan terbuka dengan tetap menghargai hak

serta perasaan diri sendiri maupun orang lain. Menurut Alberti dan Emmons

(2002) terdapat tiga perilaku dalam mengungkapkan dan mengekspresikan diri

yaitu tidak asertif, agresif, dan asertif. Tidak asertif merupakan tipe perilaku

menyangkal dalam pengungkapan diri. Perilaku agresif merupakan salah satu

bentuk ekspresi diri yang berusaha mencapai suatu tujuan tertentu dengan

mengorbankan orang lain. Perilaku asertif merupakan salah satu dari tiga gaya

perilaku ekspresi diri manusia, yang terletak di antara perilaku pasif dan

agresif (Amalia, 2014). Perilaku asertif dapat dipelajari dan bersifat dapat

berubah bagi setiap orang. Oleh karena itu, perilaku asertif dapat berkembang

sesuai dengan pengalaman yang didapatkan oleh masing-masing individu

(Alberti & Emmons, 2002).

Penelitian yang sudah dilakukan tentang perilaku asertif digolongkan

dalam dua tujuan, yakni untuk mengetahui faktor penyebab yang

(24)

penyebab perilaku asertif yaitu terlihat pada penelitian Amalia (2014)

didapatkan hasil bahwa konsep diri yang positif dapat menjadikan individu

mampu untuk membuat keputusan, percaya dan yakin pada diri sendiri, serta

mampu untuk mengungkapkan kesetujuan maupun ketidaksetujuannya.

Terdapat pula penelitian oleh Alayi, Khamen, dan Gatab (2011); Anjar dan

Satiningsih (2013); dan Sriyanto, Abdulkarim, Zainun, dan Maryani (2014)

yang menjelaskan bahwa pola asuh orangtua merupakan salah satu faktor

penyebab seseorang memiliki perilaku asertif. Konteks sosial dan pendidikan

juga merupakan faktor penyebab perilaku asertif. Provinsi tempat tinggal,

tingkat pendidikan, dan usia, memiliki pengaruh yang kecil terhadap perilaku

asertif pada remaja. Akan tetapi, hal-hal tersebut sering dijumpai dalam

kehidupan sehari-hari (Castedo, Juste, & Alonso, 2015).

Selain faktor penyebab dari hasil penelitian, ditemukan pula dampak dari

perilaku asertif. Perilaku asertif berdampak pada penurunan kecemasan sosial

seseorang (Misnani, 2016; Rizki, Sukarti, & Uyun, 2015). Pada penelitian

tersebut diperoleh hasil tentang diperlukannya pelatihan perilaku asertif untuk

dapat meningkatkan kemampuan dalam mengungkapkan apa yang dirasakan,

dialami, dan dipikirkan seseorang. Hal tersebut berguna untuk membantu

penyesuaian diri yang adaptif dalam mengatasi kecemasan, kesulitan sosial,

dan emosional. Penelitian lain menjelaskan bahwa perilaku asertif dapat

meningkatkan keterampilan dalam pemecahan masalah. Hal tersebut terjadi

karena perilaku asertif memungkinkan untuk dapat mengembangkan

(25)

masalah. Dengan memiliki perilaku asertif maka individu dapat memanfaatkan

peluang untuk berhasil dalam kehidupan sosial dan memiliki kemampuan

komunikasi yang baik (Guven, 2010).

Selain pengaruh positif dari perilaku asertif, terdapat pula dampak yang

terjadi akibat kurangnya perilaku asertif. Penelitian sebelumnya menjelaskan

bahwa kurangnya perilaku asertif yang dimiliki individu dapat memengaruhi

kesehatan mental serta kecenderungan mengalami depresi (Khan, 2012;

Pourjali & Zarnaghash, 2010). Pada penelitian tersebut dijelaskan bahwa

individu yang tidak asertif cenderung pemalu, tertutup, dan tidak dapat

menyatakan keinginannya. Orang yang tidak asertif kurang dapat

mengungkapkan keinginan dan perasaannya sehingga kurang mendapat

dukungan sosial serta masukan dari orang lain. Orang yang tidak asertif

kurang memiliki sumber daya manusia yang dapat diandalkan untuk

mengatasi masalah ataupun stress yang sedang dihadapinya. Hal tersebut

dapat memicu dampak negatif lain yang menimbulkan kerugian bagi diri

sendiri maupun orang-orang sekitarnya. Rendahnya perilaku asertif juga dapat

berdampak pada kecenderungan untuk melakukan kenakalan remaja (Sriyanto,

Abdulkarim, Zainun, dan Maryani, 2014). Remaja yang kurang mampu untuk

bersikap asertif, cenderung kurang kuat pendiriannya sehingga mudah

terjerumus pada hal-hal yang negatif. Oleh sebab itu, perilaku asertif sangat

penting untuk dimiliki karena memberikan dampak-dampak yang positif dan

(26)

Berdasarkan penelitian-penelitian mengenai perilaku asertif yang telah

dilakukan, rata-rata peneliti ingin melihat dampak yang terjadi terkait perilaku

asertif yang dilakukan, yaitu kecemasan sosial, pemecahan masalah, kesehatan

mental, kenakalan remaja, dan lain-lain. Penelitian lainnya juga hanya melihat

tinggi rendahnya perilaku asertif pada populasi tertentu. Seperti penelitian

yang dilakukan oleh Erlinawati (2009) tentang kecenderungan perilaku asertif

pada remaja akhir di Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mahasiswa yang tersebar di berbagai perguruan tinggi Yogyakarta memiliki

perilaku asertif yang cenderung tinggi. Penelitian tersebut menjelaskan

beberapa faktor kemungkinan yang menyebabkan tingginya perilaku asertif

pada remaja akhir Yogyakarta yaitu usia, kemampuan strategi coping, serta

faktor sosial, ekonomi, dan budaya. Peneliti menjelaskan faktor-faktor tersebut

dengan melihat dari kemungkinan-kemungkinan penyebab yang sejalan

dengan teori-teori yang sudah ada sebelumnya.

Berdasarkan paparan tentang penelitian-penelitian sebelumnya, terkait

perilaku asertif, peneliti belum melihat penelitian yang membahas secara lebih

mendalam tentang bentuk-bentuk perilaku asertif pada mahasiswa dalam

konteks kegiatan organisasi kemahasiswaan. Selain itu, peneliti juga belum

melihat adanya penelitian yang bertujuan untuk mengeksplorasi faktor-faktor

yang memengaruhi perilaku asertif. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk

meneliti tentang kecenderungan perilaku asertif secara lebih mendalam serta

mengeksplorasi faktor-faktor yang memengaruhi perilaku asertif pada

(27)

Penelitian ini penting dilakukan karena dapat mengetahui tentang

kecenderungan yang dimiliki mahasiswa aktif berorganisasi dan faktor-faktor

yang memengaruhinya. Dengan mengetahui kecenderungan tersebut, maka

dapat dilakukan sebagai bahan evaluasi yang dapat dilihat dari faktor-faktor

yang memengaruhi. Harapannya, temuan dalam penelitian ini dapat

bermanfaat bagi para mahasiswa dalam upaya mengembangkan dirinya serta

memperbaiki relasi dan komunikasi dengan orang lain, khususnya dalam

berorganisasi, dengan lebih baik.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kecenderungan perilaku asertif pada mahasiswa yang aktif

berorganisasi di kampus?

2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perilaku asertif pada mahasiswa

yang aktif berorganisasi di kampus?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kecenderungan perilaku

(28)

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah Ilmu Pengetahuan

Psikologi, khususnya pada bidang psikologi sosial dan pendidikan, tentang

pentingnya perilaku asertif bagi mahasiswa khususnya pada mahasiswa

yang aktif berorganisasi.

2.Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi para

mahasiswa khususnya mahasiswa yang aktif berorganisasi untuk dapat

mengembangkan perilaku asertif berdasarkan faktor-faktor yang

(29)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. ASERTIF

1. Definisi Asertif

Alberti dan Emmons (1986) mendefinisikan perilaku asertif

sebagai perilaku untuk menjalin suatu hubungan yang setara dengan orang

lain. Dalam berhubungan dengan orang lain diharapkan mampu bertindak

sesuai dengan kemampuan diri sendiri tanpa adanya rasa takut dan dapat

mengungkapkan secara jujur serta nyaman mengenai apa yang diinginkan

dan dirasakan. Perilaku ini juga dilakukan tanpa mengganggu dan

menyakiti orang lain. Alberti dan Emmons (2002) mengatakan bahwa

bersikap asertif dapat menunjukkan kesetaraan dalam hubungan manusia

dengan bertindak sesuai dengan kepentingan diri sendiri. Individu dapat

membela diri sendiri tanpa kecemasan, untuk mengekspresikan perasaan

dengan jujur dan nyaman guna menerapkan hak-hak pribadi tanpa

mengganggu hak-hak orang lain.

Bishop (2000) menyatakan bahwa asertif merupakan

pengungkapan maksud dengan percaya diri tanpa menunjukkan perilaku

pasif, agresif, ataupun manipulatif serta tidak mengabaikan kepentingan

diri maupun orang lain. Hartley (2005) mengartikan asertif sebagai

perilaku menangani situasi dengan menghargai perasaan dan hak-hak

orang lain maupun diri sendiri agar dapat mengungkapkan kebutuhan dan

(30)

Perilaku asertif memiliki pengertian yang hampir serupa dengan

keadaan psikologis lain yakni pengungkapan diri (self disclosure). Akan

tetapi, keduanya merupakan keadaan psikologis yang berbeda. Self

disclosure merupakan kemampuan untuk menyatakan dan

mengekspresikan pribadi seseorang, perasaan terdalam, fantasi,

pengalaman, dan inspirasi kepada orang lain (Omarzo dalam Rizki, 2015).

Kepercayaan diri yang dimiliki individu dalam bersikap asertif bukan

merupakan suatu bawaan melainkan diperoleh melalui pengalaman hidup

dan berkembang dari pengalaman hidup (Lauster dalam Sudardjo dan

Purnamaningsih, 2003).

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan

bahwa perilaku asertif merupakan perilaku mengungkapkan dan

mengekspresikan maksud secara jujur, percaya diri, dan terbuka dengan

tetap menghargai hak serta perasaan diri sendiri maupun orang lain.

2. Perbedaan Perilaku Tidak Asertif, Asertif, dan Agresif

Alberti dan Emmons (2002) mengelompokkan perilaku

self-expression atau pengungkapan diri ke dalam tiga tipe yaitu tidak asertif,

asertif, dan agresif.

Alberti dan Emmons (2002) mengungkapkan bahwa individu yang

tidak asertif menunjukkan tindakan yang menyangkali ekspresi dirinya

(31)

merasa disakiti dan cemas karena membiarkan orang lain bertindak bagi

mereka. Individu tersebut juga jarang dalam mencapai tujuannya sendiri.

Individu yang cenderung memiliki perilaku agresif akan mencapai

tujuannya dengan menyakiti orang lain bahkan mengorbankan orang lain.

Individu dengan perilaku agresif akan merendahkan orang lain sehingga

tidak akan mencapai tujuan tertentu (Alberti & Emmons, 2002).

Sedangkan individu dengan perilaku asertif akan mengekpresikan

perasaan secara jujur sehingga akan mencapai tujuannya (Pipas & Jaradat,

2010). Gaya komunikasi asertif merupakan pilihan terbaik untuk menjaga

hubungan dalam jangka panjang dan untuk mencapai emosi yang stabil.

Jenis komunikasi asertif dapat membuat individu menyampaikan

pendapat tanpa menjadi agresif dan tidak merasa dipermalukan.

Jadi peneliti dapat menyimpulkan bahwa terdapat tiga gaya

komunikasi yang dapat terlihat dari perilaku individu dalam

mengekspresikan diri, yaitu tidak asertif, asertif, dan agresif. Perilaku

tidak asertif dapat ditunjukkan dengan penyangkalan diri dengan menahan

diri, merasa takut dan cemas. Perilaku agresif yakni perilaku untuk

mencapai tujuan diri sendiri dengan merugikan, menyakiti, dan

merendahkan orang lain. Perilaku asertif merupakan gaya komunikasi

yang paling baik untuk menjaga hubungan jangka panjang dan mencapai

emosional yang stabil. Individu akan mengungkapkan diri secara

(32)

3. Aspek-aspek Perilaku Asertif

Berikut merupakan beberapa aspek perilaku asertif yang

diungkapkan oleh Alberti dan Emmons (2002):

3.1. Tindakan menurut kepentingan diri sendiri

Meliputi kemampuan individu untuk mengambil keputusan

sesuai dengan dirinya dan memiliki inisiatif untuk mengawali

pembicaraan. Individu juga akan menetapkan tujuan yang hendak

dicapainya untuk dapat berpartisipasi dalam lingkungan sosial.

3.2. Kemampuan membela diri sendiri

Meliputi kemampuan individu untuk dapat berkata tidak

dan dapat memahami kemampuan diri sendiri baik dari segi waktu

ataupun energi. Individu juga dapat menanggapi kritik dengan

mengekspresikan diri dalam mengungkapkan pendapat.

3.3. Ekspresi perasaan secara jujur dan nyaman

Meliputi kemampuan individu dalam mengungkapkan

perasaan kurang setuju atau dukungannya, menunjukkan amarah

atau persahabatan, dan bersikap sopan tanpa rasa cemas.

3.4. Penerapan hak-hak pribadi

Meliputi kemampuan individu untuk mengakui dirinya

sebagai warga Negara, konsumen, anggota dari sebuah organisasi,

(33)

3.5. Promosi dalam kesetaraan hubungan manusia

Meliputi kemampuan individu untuk dapat menempatkan

kedua belah pihak secara setara dan menjadikan setiap orang untuk

menjadi unggul tanpa ada yang merasa dirugikan.

3.6. Hak-hak orang lain tidak diabaikan

Meliputi kemampuan individu dapat mengekspresikan diri

tanpa mengkritik secara tidak adil terhadap orang lain, tanpa

mengintimidasi, tanpa manipulasi, dan tanpa mengendalikan orang

lain.

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Asertif

Perilaku asertif dibentuk melalui lingkungan sosial pada

masing-masing individu karena lingkungan merupakan suatu hal yang paling

dekat dengan individu (Alberti & Emmons 1986). Ditambahkan oleh

Alberti dan Emmons (2002) serta Rathus dan Nevid (dalam Anindyajati

& Karima, 2004) tentang faktor-faktor yang memengaruhi perilaku

asertif:

4.1 Usia dan jenis kelamin

Anak kecil, remaja, dan lansia memiliki watak serta kebutuhan

yang berbeda dalam berinteraksi dengan orang lain. Burhmester

(dalam Erlinawati, 2009) menjelaskan bahwa usia merupakan salah

satu faktor yang turut menentukan perilaku asertif. Individu yang

(34)

Dengan bertambahnya usia remaja, maka pengalaman yang

didapatkan akan semakin bertambah dan lebih memiliki struktur

kognitif yang sudah terbentuk.

Pada umumnya wanita lebih sulit untuk bertingkah laku asertif

dalam hal mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan

laki-laki. Penelitian Septyadi (2004) menjelaskan bahwa kemampuan

asertif remaja putra lebih tinggi daripada remaja putri. Hal tersebut

karena sifat laki-laki yang maskulin, kuat, kompetitif, dan

ambisius. Laki-laki juga diajarkan untuk tidak emosional dan

mandiri. Wanita biasanya akan pemalu dari seorang pria dan

kurang suka untuk berterus terang. Penelitian terebut juga

menjelaskan bahwa tuntutan dan harapan dari masyarakat ikut

memengaruhi kepribadian antara laki-laki dan perempuan.

Masing-masing dari mereka akan berperilaku sejalan dengan harapan

masyarakat tentang perilaku yang seharusnya dilakukan tanpa

memperdulikan keyakinan pribadi. Hal inilah yang membuat

kemampuan asertif pada laki-laki lebih baik dari wanita.

4.2 Harga diri

Harga diri seseorang memengaruhi seseorang untuk melakukan

penyesuaian diri terhadap lingkungan. Seseorang yang memiliki

harga diri yang tinggi maka ia akan memiliki kekhawatiran sosial

yang rendah sehingga mampu mengungkapkan pendapat dan

(35)

Berdasarkan penelitian oleh Satuti (2014) didapatkan hasil bahwa

harga diri berpengaruh secara positif terhadap perilaku asertif.

Mahasiswa yang memiliki harga diri yang tinggi akan memiliki

keberanian untuk mengungkapkan pendapat tanpa takut dikritik.

Townend (dalam Satuti, 2014) menjelaskan bahwa individu yang

memiliki harga diri yang positif akan bertindak sesuai dengan

intuisi, sedangkan seseorang tanpa harga diri yang positif, maka

mereka akan takut dikritik atau dinilai oleh orang lain.

4.3 Situasi-situasi sosial

Perilaku asertif dibentuk berdasarkan lingkungan sosial

sekitarnya. Lingkungan sosial yang dimaksud dapat terdiri dari

lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan, dan kebudayaan.

Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dalam segala

pendidikan formal ataupun informal. Alberti dan Emmons (2002)

menjelaskan bahwa secara umum seorang anak yang berusaha

berbicara tentang hak-haknya kepada orangtua akan mendapat

tanggapan negatif karena dianggap tidak sopan. Tanggapan

demikian membuat anak kurang baik dalam bertindak secara

asertif.

Sekolah merupakan pendidikan formal yang dipercayakan oleh

orangtua untuk perkembangan anak. Alberti dan Emmons (2002)

juga menganggap bahwa para guru kerap melarang anak untuk

(36)

penurut justru akan mendapatkan imbalan. Anak yang berusaha

menyampaikan hak-haknya dan melawan peraturan yang kurang

sesuai akan membuatnya dihukum secara keras. Hasil pendidikan

tersebut membuat seorang individu tidak akan melakukan sesuatu

yang dapat mengganggu jalannya sistem tempat bekerja seseorang.

Individu melakukan harapan sesuai dengan atasan sebagai

pemegang kendali sehingga memunculkan perilaku yang

cenderung tidak asertif.

Kebudayaan berperan dalam pembentukan perilaku asertif

karena memiliki norma-norma tertentu yang dimiliki oleh

masing-masing anggota masyarakat. Pada penelitian oleh Fukuyama dan

Greenfield (1983) menyatakan bahwa adanya perbedaan perilaku

asertif antara orang Asia dan Amerika pada siswa. Norma budaya

yang diterapkan mendasari dalam mengekspresikan pendapat dan

ketidaksetujuan pada individu. Orang Asia mungkin memiliki

kemampuan asertif yang lebih rendah dibandingkan orang Amerika

karena adanya nilai untuk menempatkan diri pada keselarasan dan

keharmonisan.

4.4 Tingkat Pendidikan

Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang semakin

tinggi, maka akan mendapatkan wawasan berpikir yang luas. Hal

tersebut membuat seseorang memiliki kemampuan untuk

(37)

Onyeizugbo (2003) menjelaskan bahwa partisipan di negara

Nigeria yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi cenderung

lebih asertif daripada rekan kerja dengan tingkat pendidikan lebih

rendah.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor

yang memengaruhi perilaku asertif dapat dikelompokkan menjadi dua

jenis yaitu internal dan eksternal. Faktor internal yang memengaruhi

perilaku asertif yaitu usia, jenis kelamin, konsep diri, dan tingkat

pendidikan. Adapula faktor eksternal yang memengaruhi yaitu

situasi-situasi sosial yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, pekerjaan, dan

kebudayaan.

5. Manfaat Perilaku Asertif

Selain faktor-faktor yang memengaruhi, terdapat pula dampak

yang terjadi akibat perilaku asertif. Menurut Cawood (dalam Paramitasari,

2011), terdapat manfaat dari perilaku asertif, yaitu:

5. 1. Menjaga proses komunikasi agar tetap lancar. Berbagai masalah tidak

dapat bisa dipecahkan dan keputusan pun juga tidak akan efektif jika

informasi yang dimiliki kurang tepat dan memadai. Hal tersebut

dapat diatasi dengan menggunakan keterampilan asertif karena

komunikasi yang terjalin akan tetap terbuka sehingga informasi baru,

pikiran-pikiran lain, serta perasaan-perasaan jujur yang mengalir

(38)

5.2. Membangun sikap saling menghormati. Sikap hormat merupakan

kunci bagi masukan yang berkualitas dari orang lain dan diri sendiri.

Ketika individu tidak menghormati diri sendiri ataupun orang lain

maka hal tersebut sama saja dengan tidak menghormati harga diri.

B. MAHASISWA

Menurut Sarwono (1978) mahasiswa merupakan suatu kelompok

dalam masyarakat yang memperoleh statusnya dalam ikatan dengan

perguruan tinggi. Mahasiswa untuk strata 1 (S1) pada umumnya memiliki

rentang usia 18 sampai 24 tahun. Santrock (2011) menyebutkan bahwa usia

18 sampai 25 tahun merupakan transisi dari masa remaja ke dewasa atau

sering disebut sebagai beranjak dewasa (emerging adulthood). Masa ini

ditandai dengan eksperimen dan eksplorasi, seperti mengeksplorasi jalur

karier yang ingin diambil, menentukan sikap dan perilaku yang ingin

dijalankan, gaya hidup yang dipilih, dan lain-lain.

Sisi positif seseorang memasuki dunia perkuliahan yakni mereka akan

lebih merasa dewasa, punya lebih banyak waktu untuk bergaul dengan

teman-teman, punya kesempatan yang lebih besar untuk mengeksplorasi nilai

dan gaya hidup yang beragam, dan tertantang secara intelektual oleh

tugas-tugas akademisi (Nelson dkk., dalam Santrock, 2011).

Jeffrey Arnett (dalam Santrock 2011) menjelaskan tentang lima ciri

(39)

a. Eksplorasi identitas, di mana sebagian besar individu terjadi

perubahan yang menyangkut tentang identitas.

b. Ketidakstabilan, disebabkan oleh perubahan tempat tinggal yang

sering terjadi selama masa dewasa awal. Hal tersebut menyebabkan

sering terjadinya ketidakstabilan dalam hal relasi romantis,

pekerjaan, dan pendidikan.

c. Fokus pada diri sendiri, individu pada masa beranjak dewasa

kurang terlibat dalam kewajiban sosial, melakukan tugas dan

berkomitmen terhadap orang lain, serta mengakibatkan mereka

memiliki otonomi yang besar dalam kehidupannya sendiri.

d. Merasa seperti berada di peralihan, banyak orang akan

menganggap masa beranjak dewasa bukan sebagai seorang remaja

ataupun sepenuhnya sudah dewasa dan berpengalaman.

e. Usia dengan berbagai kemungkinan, sebuah masa di mana

individu memiliki peluang untuk mengubah kehidupan mereka.

Salah satu cara dalam mengeksplorasi hal-hal baru bagi mahasiswa

yang sedang berada pada masa emerging adulthood yakni dengan mengikuti

suatu organisasi kemahasiswaan yang berada di kampus. Menurut Montero

(2010) organisasi kemahasiswaan merupakan wahana dan sarana untuk

pengembangan diri seperti minat, kegemaran, dan kesejahteraan mahasiswa

dalam kehidupan kemahasiswaan di kampus. Selain itu, mereka yang masih

berfokus pada diri sendiri akan mampu untuk memiliki kemampuan untuk

(40)

menanggapi kritik atas dirinya dengan mengekspresikan diri dalam

mengungkapkan pendapat. Dengan mampu mengungkapkan pendapat

terhadap kritik atas dirinya, maka individu akan mampu untuk menjaga

proses komunikasi dengan orang lain karena terjadinya komunikasi dua arah

(Alberti & Emmons, 2002).

C. ORGANISASI

Anggota organisasi dituntut untuk dapat berperilaku secara aktif bagi

kemajuan organisasinya. Sikap terbuka terhadap ide-ide dan pendapat, saling

menghormati, menghargai, serta memahami pendapat orang lain juga

diperlukan oleh antar anggota organisasi agar proses diskusi dan kegiatan

dalam organisasi dapat berjalan dengan efektif dan tujuan dapat tercapai

(Satuti, 2014). Organisasi sendiri merupakan kesatuan sosial yang

dikoordinasikan secara sadar dan memiliki batasan-batasan tertentu, dengan

anggota yang bekerja untuk mencapai tujuan bersama atau kelompok tujuan.

Orang-orang yang berada dalam organisasi memiliki keterikatan secara terus

menerus (Robbins, 1994). Dengan kata lain, perilaku asertif diperlukan oleh

suatu organisasi untuk mencapai tujuan dalam organisasi tersebut.

Fayol (dalam Robbins, 1994) mengusulkan beberapa prinsip organisasi

yang dapat digunakan secara universal dan dapat diajarkan di sekolah-sekolah

atau universitas-universitas, yakni:

a. Disiplin, yakni menghormati dan menaati peraturan yang mengatur

(41)

b. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan individu,

bahwa kepentingan individu anggota organisasi atau kelompok

organisasi tidak boleh mendahulukan kepentingan organisasi

secara keseluruhan.

c. Sentralisasi, sejauh mana para anggota terlibat dalam pengambilan

keputusan. Apakah hanya secara sepihak dari atasan atau

melibatkan para anggota dengan melihat proporsi yang tepat.

d. Rantai saklar, yakni garis wewenang dari kekuasaan puncak

sampai ke tingkat yang paling rendah. Komunikasi harus

mengikuti rantai ini.

e. Tata tertib, yaitu orang dan bahan atau topik tertentu harus

ditempatkan pada pada waktu dan tempat yang tepat.

f. Keadilan, yakni harus adanya kebaikan dan kejujuran pada tiap

anggotanya.

g. Esprit de corps, yaitu mendorong team spirit akan membangun

keselarasan dan persatuan di dalam organisasi.

D. KERANGKA BERPIKIR

Mahasiswa pada jenjang Strata-1 yang beranjak ke masa dewasa akan

dihadapkan pada kesempatan untuk berinteraksi dengan lebih banyak

teman-teman, mulai memasuki dunia yang baru, serta menghadapi tuntutan-tuntutan

akademis maupun non-akademis. Mahasiswa pada usia tersebut memiliki

(42)

sendiri, merasa seperti berada di peralihan, usia dengan masa di mana

individu memiliki peluang untuk mengubah kehidupan mereka

Mahasiswa dengan usia beranjak dewasa akan banyak melakukan

eksperimen dan eksplorasi terhadap hal-hal yang baru seperti nilai dan gaya

hidup yang lebih beragam (Santrock, 2011). Salah satu cara bagi mahasiswa

untuk dapat melakukan eksplorasi terhadap hal-hal yang baru adalah dengan

mengikuti suatu organisasi kemahasiswaan yang berada di kampus. Menurut

Montero (2010) organisasi kemahasiswaan merupakan wahana dan sarana

untuk pengembangan diri seperti minat, kegemaran, dan kesejahteraan

mahasiswa dalam kehidupan kemahasiswaan di kampus.

Mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan di kampus

diharuskan memiliki kemampuan untuk dapat bekerja secara aktif dalam

mendorong pelaksanaan organisasinya. Mahasiswa tersebut juga perlu

berperilaku sesuai dengan tuntutan suatu organisasi tertentu. Salah satu

perilaku yang dilatihkan bagi mahasiswa yang aktif berorganisasi yaitu

perilaku asertif. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Leny dan Tommy (2006)

bahwa mahasiswa aktif berorganisasi dapat melatih kemampuan dirinya untuk

memiliki sikap inisiatif, asertif, terbuka, dan empati.

Perilaku asertif adalah perilaku mengungkapkan dan mengekspresikan

maksud dengan jujur, percaya diri, dan terbuka dengan tetap menghargai hak

serta perasaan diri sendiri maupun orang lain. Terdapat enam aspek yang

menunjukkan kecenderungan perilaku asertif, yaitu: tindakan menurut

(43)

penerapan hak pribadi, kesetaraan hubungan, serta hak-hak orang lain (Alberti

& Emmons, 2002).

Mahasiswa yang berada pada usia beranjak dewasa masih berfokus

pada diri sendiri yakni individu yang memiliki otonomi bagi kehidupannya

sendiri. Mahasiswa yang berada pada usia tersebut akan mampu untuk

memiliki kemampuan membela diri sendiri. Mereka akan mampu untuk

memahami diri sendiri serta menanggapi kritik atas dirinya dengan

mengekspresikan diri dalam mengungkapkan pendapat. Dengan mampu

mengungkapkan pendapat terhadap kritik atas dirinya, maka individu akan

mampu untuk menjaga proses komunikasi dengan orang lain karena terjadinya

komunikasi dua arah (Alberti & Emmons, 2002).

Kemampuan mahasiswa dalam mengungkapkan pendapat merupakan

perilaku yang dibutuhkan pada suatu organisasi yang diikutinya. Mahasiswa

yang aktif berorganisasi diharapkan memiliki kecenderungan perilaku asertif

untuk dapat berperan secara aktif dalam organisasi yang diikutinya.

Mahasiswa yang mampu untuk mengambil tindakan sesuai dirinya akan

mampu untuk mengambil keputusan dalam organisasinya. Kegiatan rutin yang

selalu dilakukan dalam sebuah organisasi kemahasiswaan di kampus antara

lain rapat atau diskusi dengan semua anggotanya. Hal ini membuat mahasiswa

harus mampu untuk menunjukkan ekspresi perasaan jujur dan nyaman.

Mahasiswa harus mampu untuk mengungkapkan perasaan tidak setujunya atau

menunjukkan dukungan terhadap pendapat orang lain. Hal ini sesuai dengan

(44)

mana para anggota terlibat dalam pengambilan keputusan yang diharapkan

tidak hanya sepihak dari atasan melainkan melibatkan anggota lain juga

(Fayol, dalam Robbins, 1994).

Individu yang sudah menjadi mahasiswa akan berada pada usia

beranjak dewasa. Pada usia tersebut, mereka akan dipengaruhi oleh beberapa

faktor dalam berperilaku asertif. Faktor tersebut dapat berasal dari luar diri

seperti perpindahan tempat yakni sekolah dan tempat tinggal karena akan

menyesuaikan dengan sekolah yang mereka pilih. Seperti halnya mahasiswa

yang merantau ke luar kota bahkan luar pulau memiliki suasana lingkungan,

budaya, suasana sekolah dari SMA ke perguruan tinggi, dll. Perbedaan

tersebut dapat memengaruhi mahasiswa dalam bertindak dan berperilaku

dalam lingkungan sosial salah satunya perilaku asertif. Hal ini sesuai dengan

ciri-ciri mahasiswa pada usia beranjak dewasa bahwa individu masih memiliki

ketidakstabilan yakni perpindahan tempat tinggal yang mereka alami dapat

memengaruhi ketidakstabilan pada relasi, pekerjaan, dan pendidikan (Jeffrey

Arnett dalam Santrock 2011).

Faktor dari dalam diri pun juga dapat memengaruhi perilaku asertif

bagi mahasiswa yang berada pada masa beranjak dewasa. Usia, jenis kelamin,

dan tingkat pendidikan memengaruhi mahasiswa untuk memiliki perilaku

asertif karena mahasiswa yang mulai berada pada usia tersebut akan mulai

menentukan sikap dan perilaku yang ingin dijalankan. Konsep diri dan harga

diri memengaruhi mahasiswa pada usia beranjak dewasa karena pada usia

(45)

tindakan diri sendiri. Selain itu mahasiswa juga akan mengembangkan

pengendalian emosi atas tindakannya, sehingga faktor dari dalam diri juga

berpengaruh bagi mahasiswa dalam berperilaku asertif. Hal tersebut sesuai

dengan pendapat (Nelson & kawan-kawan dalam Santrock, 2011) bahwa

mahasiswa akan bertanggung jawab atas tindakan sendiri dan

mengembangkan pengendalian emosi karena merupakan aspek penting dalam

(46)

Skema Kerangka Berpikir

MAHASISWA

Transisi dari masa remaja ke dewasa atau dapat disebut pula beranjak dewasa (emerging adulthood) yang memiliki ciri-ciri: eksplorasi identitas, ketidakstabilan, fokus pada diri sendiri, merasa seperti berada di peralihan,

usia dengan masa di mana individu memiliki peluang untuk mengubah kehidupan mereka

Mahasiswa Aktif Berorganisasi

(Mampu bekerja secara aktif untuk mendorong pelaksanaan berbagai kegiatan di organisasi)

Perilaku Asertif

- Tindakan menurut kepentingan diri

sendiri

- Kemampuan membela diri sendiri

- Ekspresi perasaan jujur dan nyaman

- Penerapan hak-hak pribadi

- Promosi kesetaraan manusia

- Hak-hak orang lain tidak diabaikan

Perilaku Tidak Asertif Perilaku Agresif

Faktor dari dalam diri:

Usia Jenis Kelamin

Konsep Diri Harga Diri Tingkat Pendidikan

Faktor dari luar diri:

Pola Asuh Orang Tua Sekolah atau tempat

Kerja

- Merasa disakiti dan cemas

- Membiarkan orang lain

bertindak bagi mereka - Jarang mencapai tujuannya

sendiri

- Tidak akan mencapai

(47)

29

BAB III

METODE PENELITIAN

A. FOKUS PENELITIAN

Penelitian ini berfokus pada kecenderungan dan faktor-faktor yang

memengaruhi perilaku asertif pada mahasiswa yang aktif berorganisasi di

kampus.

B. JENIS DAN DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2009) metodologi kualitatif

merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data desktiptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Creswell (2016) menjelaskan bahwa peneliti kualitatif cenderung

mengumpulkan data lapangan di lokasi di mana para partisipan mengalami isu

atau masalah yang ingin diteliti.

Penelitian ini menggunakan desain analisis isi kualitatif (AIK) yaitu

sebuah metode penelitian untuk menafsirkan secara informatif isi data berupa

teks melalui proses klasifikasi sistematik berupa coding atau pengkodean dan

pengidentifikasian aneka tema atau pola (Hsieh & Shannon, 2005 dalam

(48)

C. PARTISIPAN

Partisipan pada penelitian ini adalah enam mahasiswa yang pernah atau

sedang mengikuti organisasi kampus minimal menjabat selama satu periode.

Partisipan terdiri dari tiga laki-laki dan tiga perempuan. Mahasiswa aktif

berorganisasi yang dipilih memiliki rentang usia 19-23 tahun dan masih

tercatat sebagai mahasiswa aktif dari suatu Perguruan Tinggi. Pemilihan

partisipan dilakukan atas rekomendasi dari beberapa rekan yang mengenal

baik mahasiswa yang aktif dalam mengikuti organisasi di kampus serta berasal

dari 6 prodi yang berbeda.

D. PERAN PENELITI

Peran peneliti sebagai instrumen kunci yaitu peneliti akan

mengumpulkan sendiri data melalui dokumentasi, observasi perilaku, ataupun

wawancara dengan para partisipan (Creswell, 2014). Peneliti dapat

menggunakan protokol atau sejenis instrumen untuk mengumpulkan data

tetapi peneliti tetap menjadi satu-satunya instrumen dalam mengumpulkan

informasi. Peneliti akan menggunakan hasil wawancara untuk ditelaah,

dikategorikan, dan diorganisasikan dengan tema-tema tertentu (Supratiknya,

2015).

Peneliti tidak memiliki hubungan khusus dengan partisipan. Partisipan

merupakan mahasiswa aktif sebuah Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta

yang merupakan satu kampus dengan peneliti tetapi tidak memiliki hubungan

(49)

memilih lokasi tersebut berdasarkan pengalaman diri saat mengikuti suatu

kegiatan di kampus.

Penelitian jenis ini tidak luput dari isu-isu sensitif yang muncul,

misalnya ketersediaan serta kerahasiaan identitas partisipan. Peneliti

mengatasi dengan memberikan gambaran mengenai penelitian yang dilakukan

serta memberikan informed consent untuk meminta kesanggupan partisipan

terlibat secara sadar dalam penelitian ini.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

Metode pengumpulan data yang digunakan berupa wawancara.

Esterberg, 2002 (dalam Sugiyono, 2014) mendefinisikan wawancara sebagai

pertemuan antara dua orang yang bertujuan untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga akan didapatkan suatu makna dalam topik

tertentu. Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data untuk

mengumpulkan data secara lebih mendalam (Sugiyono, 2014).

Teknik wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur

(semistructure interview) yang memiliki tujuan untuk menemukan masalah

secara lebih terbuka dengan menanyakan pada partisipan untuk mendapatkan

pendapat dan ide-idenya (Sugiyono, 2014). Dalam melakukan wawancara

diperlukan ketelitian dalam mendengarkan dan mencatat segala sesuatu yang

diungkapkan partisipan sehingga diperlukannya sebuah alat pencatat dan tape

(50)

Sebagai persiapan pengambilan data, peneliti membuat protokol

wawancara sebagai pedoman wawancara bagi peneliti untuk bertanya pada

partisipan. Protokol wawancara dapat dilihat pada tabel 1. Untuk keperluan

membuat kesimpulan apakah suatu perilaku dikatakan termasuk perilaku

asertif atau tidak, peneliti membuat matriks kategorisasi kecenderungan

(51)

Aspek Indikator Pertanyaan

1. Tindakan

menurut kepentingan diri sendiri

- Kemampuan individu untuk mengambil keputusan

sesuai dengan dirinya

- Memiliki inisiatif untuk mengawali pembicaraan. - Menetapkan tujuan yang hendak dicapainya untuk

dapat berpartisipasi dalam lingkungan sosial

1. Ceritakan bagaimana pengalamanmu saat melakukan rapat atau diskusi dengan anggota lain selama mengikuti organisasi X? 2. Apa saja kesulitan yang kamu hadapi selama mengikuti rapat ? 3. Lalu bagaimana kamu mengatasi masalah itu?

4. Bagaimana kamu menentukan pilihan saat pengambilan keputusan selama rapat berlangsung ? hal-hal apa saja yang menjadi pertimbanganmu?

2. Kemampuan

membela diri

sendiri

- Kemampuan untuk dapat berkata tidak

- Dapat memahami kemampuan diri sendiri baik dari segi waktu ataupun energi

- Dapat menanggapi kritik dengan mengekspresikan diri dalam mengungkapkan pendapat

1. Selama mengikuti organisasi, coba ceritakan pengalamanmu saat melakukan diskusi atau rapat organisasi?

2. Bagaimana pengalamanmu Semisal kamu tidak setuju atau menolak keputusan rapat?

3. Apa saja yang menjadi bahan pertimbanganmu dalam

menyampaikan pendapat di muka umum?

3. Ekspresi perasaan

secara jujur

dan nyaman

- Kemampuan untuk dapat mengungkapkan

perasaan kurang setuju

- Menunjukkan dukungan dengan amarah atau

persahabatan,

- Bersikap sopan tanpa rasa cemas

1. Apa saja program atau kegiatan-kegiatan terkait organisasimu?

2. Saat kamu melakukan progam tersebut, ceritakan

pengalamanmu saat menjalani program-program dalam organisasi?

4. Penerapan

hak-hak pribadi

Mengakui dirinya sebagai warga negara, konsumen, anggota dari sebuah organisasi, ataupun partisipan dalam sebuah peristiwa tertentu

Menurutmu bagaimana peranmu dalam organisasi yang kamu ikuti? Ceritakan pengalamanmu saat menduduki posisi atau jabatan tersebut!

5. Promosi dalam

kesetaraan hubungan manusia

- Menempatkan kedua belah pihak secara setara - Menjadikan setiap orang untuk menjadi unggul

tanpa ada yang merasa dirugikan

1. Bagaimana pengalamanmu saat berteman dan bekerja sama dengan rekan-rekan kerja yang lain?

2. Apa saja masalah yang pernah dialami selama bekerjasama? 3. Ceritakan bagaimana kamu mengatasi masalah itu?

6. Hak-hak orang

lain tidak

diabaikan

- Mampu mengekspresikan diri tanpa mengkritik secara tidak adil terhadap orang lain

- Tanpa mengintimidasi

- Tanpa manipulas

1. Bagaimana pengalamanmu saat berteman dan bekerja sama dengan rekan-rekan kerja yang lain?

(52)

Aspek Indikator

Asertif Tidak Asertif

Tindakan menurut kepentingan diri sendiri

Mampu mengambil keputusan sesuai dengan dirinya

Mengambil keputusan sesuai dengan pendapat orang lain

Memiliki inisiatif untuk

mengawali pembicaraan

Kurang memiliki tujuan yang ingin dicapai agar dapat

Mampu untuk berkata tidak Sulit menolak permintaan

orang lain

Mampu memahami

kemampuan diri sendiri baik dari segi waktu ataupun energi

Kurang mampu memahami kemampuan diri sendiri baik dari segi waktu ataupun energi

Mampu menanggapi kritik

dengan mengekspresikan diri

dalam mengungkapkan

pendapat

Menanggapi kritik dengan menahan diri atau terlalu

perasaan kurang setuju

Memendam perasaan kurang setuju

Mampu menunjukkan

dukungan dengan amarah atau persahabatan

Kurang dapat menyampaikan dukungannya dengan ekspresi yang tepat

Dapat bersikap sopan tanpa rasa cemas saat menyampaikan pendapatnya

Merasa cemas dan kurang sopan saat menyampaikan pendapatnya

Penerapan hak-hak pribadi

Dapat mengakui perannya

sebagai anggota dari sebuah organisasi

Kurang menyadari perannya

sebagai anggota dalam

sebuah organisasi

Mampu menempatkan kedua belah pihak secara setara

Menempatkan kedua belah pihak secara timpang tindih

Mampu menjadikan setiap

orang untuk menjadi unggul

tanpa ada yang merasa

dirugikan

Menjadikan dirinya atau

orang lain menjadi pihak

Mampu mengekspresikan diri tanpa mengkritik secara tidak adil, tidak mengintimidasi, tidak memanipulasi, dan tanpa mengendalikan orang lain

Mengekspresikan diri dengan cara mengkritik orang lain

secara tidak adil,

(53)

F. METODE PEREKAMAN DATA

Peneliti melakukan perekaman data dengan menggunakan perekam

audio dan catatan tulisan peneliti untuk proses pengumpulan data. Selain itu,

peneliti juga merekam reaksi partisipan dengan catatan tangan selama proses

wawancara.

G. ANALISIS DATA

Setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan, maka proses

selanjutnya yaitu melakukan proses analisis dan interpretasi data. Muhajir,

1998 (dalam Tohrin, 2012) menjelaskan bahwa analisis data merupakan

proses mencari dan menyusun secara sistematis catatan hasil penemuan

peneliti yang berupa wawancara untuk meningkatkan pemahaman peneliti

tentang fokus yang dikaji.

Peneliti menggunakan Analisis Isi Kualitatif (AIK) yakni metode

penelitian untuk menafsirkan secara subjektif isi data berupa teks melalui

proses klasifikasi sistematik berupa coding atau pengodean dan

pengidentifikasian aneka tema (Hsieh & Shannon, 2005 dalam Supratiknya,

2015). Analisis ini dapat mengklasifikasikan sebuah teks yang berjumlah

besar ke dalam kategori-kategori dalam jumlah yang kecil yang diharapkan

mampu untuk mengungkapkan makna yang serupa. Melalui analisis ini pula,

peneliti akan memperoleh sebuah deskripsi yang padat dan kaya tentang

perilaku asertif pada mahasiswa yang aktif berorganisasi di kampus

(54)

Peneliti menggunakan analisis isi kualitatif dengan pendekatan deduktif

atau deduksi dan induktif. Elo dan Kyngas (dalam Supratiknya, 2015)

mengatakan bahwa analisis isi deduktif bertujuan untuk menguji kembali

kategori, konsep, model, atau hipotesis yang sudah pernah diperoleh dalam

sebuah konteks baru. Pendekatan ini cocok digunakan saat sudah terdapat teori

atau hasil-hasil penelitian tertentu tentang suatu fenomena. Pendekatan

deduktif tersebut digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang

kecenderungan perilaku asertif. Pendekatan induktif merupakan pendekatan

yang bergerak dari spesifik ke yang umum dengan cara mengamati fakta-fakta

khusus tertentu yang kemudian menggabungkan atau menyusunnya menjadi

satuan yang lebih luas berupa rumusan umum (Hsieh & Shannon; Elo &

Kyngas dalam Supratiknya, 2015). Pendekatan ini memiliki tujuan untuk

mendeskripsikan suatu fenomena yang berfokus pada fakta-fakta spesifik dari

data lapangan (Supratiknya, 2015). Peneliti menggunakan pendekatan induktif

untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang faktor-faktor yang

memengaruhi perilaku asertif.

Sugiyono (2014) menjelaskan tentang tahap-tahap dalam proses analisis

data menurut model Miles and Huberman yaitu:

1. Reduksi data

Mereduksi data memiliki arti bahwa data asli yang diperoleh dari

lapangan akan dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, fokus pada hal-hal

yang penting, dan dicari tema serta polanya. Data yang telah direduksi

(55)

peneliti dalam melakukan penelitian selanjutnya ataupun mencari data

yang kurang bila diperlukan.

2. Penyajian data

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah penyajian

data. Penyajian data dalam penelitian ini dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, dan hubungan antar kategori. Miles dan Huberman, (1984)

(dalam Sugiyono, 2014) mengatakan bahwa penyajian data yang paling

sering digunakan adalah dengan teks yang bersifat naratif. Tahapan ini

dilakukan untuk melihat dan memberikan tanda sehingga apa yang

dituliskan dapat sesuai dengan kebutuhan yang ingin diteliti. Selain itu,

peneliti juga memberikan kode sehingga dapat mempermudah dalam

mengelompokkan data-data yang sesuai

3. Verifikasi

Proses berikutnya adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan dalam kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah

sejak awal, mungkin juga tidak. Hal tersebut karena masalah dalam

penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan dapat berkembang

setelah peneliti berada di lapangan. Kesimpulan penelitian kualitatif

merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.

H. KREDIBILITAS

Supratiknya (2015) menyatakan bahwa validitas kualitatif dimaknai

Gambar

Tabel 1. Protokol Wawancara ...................................................................
Tabel 1 33
Tabel 2 Matriks Kategorisasi Kecenderungan Asertif
Tabel 3 Pelaksanaan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Lalu dari sekian mazhab tersebut, mazhab mana yang harus kita percaya dan kita anut dan sesuai dengan kondisi negara dan bangsa ini.. Jawaban saya

Pada kenyataannya dalam dunia bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara, sehingga ada beberapa perusahaan yang melanggar etika bisnis

Hasil analisis statistik pengaruh jarak tanaman padi varietas Ciherang dan Sintanur terhadap jumlah malai produktif menunjukkan bahwa perlakuan Ciherang + (25x25cm)

Untuk itulah kami mengajukan proposal rancangan kegiatan ”Pemberdayaan Masyarakat Desa Kaligono Kecamatan Kaligesing Melalui Usaha Koperasi Guna Meningkatkan

Antibiotic prophylaxis in surgery is one of the matters of discussion regarding hospital use of antimicrobial agents, as surgical procedures often are associated with

Sesuai dengan Surat Penetapan Pemenang Pelelangan Belanja Modal Pengadaan Alat Bantu Perlengkapan Satgas Nomor : PAN/ULP/04/07/VIII/BPBD-PS/2017 tanggal 22 Agustus 2017,

Awal mula dari Bluetooth adalah sebagai teknologi komunikasi wireless (tanpa kabel) yang beroperasi dalam pita frekuensi 2,4 GHz unlicensed ISM (Industrial,

Dalam hal Pemerintah Daerah belum dapat menyelenggarakan dan menerbitkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata Bidang Usaha Jasa Makanan dan Minuman, pada saat berlakunya