• Tidak ada hasil yang ditemukan

MOTIVASI PERILAKU MERAWAT DIRI PADA LAKI-LAKI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "MOTIVASI PERILAKU MERAWAT DIRI PADA LAKI-LAKI"

Copied!
350
0
0

Teks penuh

(1)

i

MOTIVASI PERILAKU MERAWAT DIRI

PADA LAKI-LAKI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Carolina Visca Ratnasari

079114020

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO :

Bersabar… karena semua pasti akan indah pada waktunya...

Berhenti mengeluh… semakin banyak mengeluh hanya akan semakin banyak melepas apa yang dikejar…

(5)

v

Dipersembahkan untuk :

Tuhan Yesus Kristus

Bapak Ir. Robertus Sugiharto dan ibu Margareta Wiwik Retno P.

Kedua kakak kandung saya Agustina Weni Christiningrum

Dan Bernadeta Niken Ratnaningsih,

(6)
(7)

vii

MOTIVASI PERILAKU MERAWAT DIRI PADA LAKI-LAKI

Carolina Visca Ratnasari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi dan dinamikanya yang memunculkan perilaku merawat diri pada laki-laki. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 7 laki-laki dengan kriteria melakukan perawatan diri. Penelitian dilakukan dengan menggunakan alat pengumpul data yakni stimulus projektif berupa gambar dan menggunakan wawancara semi terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku merawat diri pada laki-laki didominasi dengan munculnya kebutuhan yang dapat berkembang menjadi dorongan (drive) dan kemudian menjadi motif atau bahkan terkadang muncul dari kebutuhan dan menjadi motif tanpa melewati perubahan menjadi dorongan terlebih dahulu. Maka motivasi yang muncul dalam perilaku tersebut adalah guna memenuhi berbagai kebutuhan yang muncul dalam diri subjek yang kemudian berkembang menjadi dorongan dan motif. Kebutuhan yang muncul dan dipenuhi dengan merawat diri berdasarkan hasil adalah kebutuhan mendapatkan perhatian dan penghargaan (recognition), kebutuhan untuk menghindari sakit fisik (harm avoidance), kebutuhan akan beristirahat dan ketenangan (passivity), kebutuhan akan sensasi yang menyenangkan (sentience), kebutuhan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan, (playmirth), kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan orang lain (affiliation), kebutuhan untuk menghindari kesalahan berulang dan ketakutan penolakan (blame avoidance), kebutuhan untuk melawan penghinaan (counteraction), kebutuhan untuk memenuhi rasa ingin tahu (cognizance), kebutuhan untuk memuaskan kebutuhan orang lain (nurturance), dan kebutuhan untuk menerima hinaan dan menyerah pada kekuatan luar (abasement). Hasil penelitian dapat membantu masyarakat untuk lebih memahami motivasi laki-laki melakukan perawatan sehingga dapat meminimalisir pandangan negatif mengenai perilaku tersebut. Pada laki-laki yang melakukan perawatan diri diharapkan dapat mengimbangi dengan sikap waspada dan jangan sampai menimbulkan ketergantungan untuk menutupi kekurangan dan meningkatkan rasa percaya diri.

(8)

viii

THE MOTIVATION OF GROOMING ATTITUDE TOWARD MALE

Carolina Visca Ratnasari

ABSTRACT

This study is aimed to understand the motivation and it’s change that bring out grooming attitude toward male. Subject of the study are seven male who do grooming. This study conducted with the projective stimulant as the data collection method. It is formed in picture and supported by semi-structural interview. The result of the study shows that this attitude is dominated by the rise of grooming needs as the passion later (drive). Then it becomes a motive or sometimes it comes from needs and turn into motive without being passion at all. Thus, the motivations that rise in this attitude are used to fulfil the need of getting attention and respect (recognition), the need to avoid physical illness (harm avoidance), the need to have a rest and calmness (passivity), the need of pleasure sensation (sentience), the need of doing something enjoyable (playmirth), the need of having relationship with others (affiliation), the need to avoid the repeated mistake and the fear of rejection (blame avoidance), the need to fight any insult behaviour (counteraction), the need to satisfy others need (nurturance), and the need of accepting the insult behaviour and giving up to the outer power (abasement). The result of the study will be able to help the people to understand the motivation of male who have grooming attitude. Therefore, it will eliminate the negative image toward this attitude. The grooming attitude at male should be done in balance with the awareness and avoid the risk of being addict of this attitude to cover the weakness and improving self confident.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang sering terupakan tapi tidak pernah meninggalkan dan selalu memberikan kekuatan luar biasa sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul “Motivasi Perilaku Merawat Diri Pada Laki-laki” merupakan salah satu prasyarat dalam mencapai tingkat Strata Satu (S1) pada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Segala proses pengerjaan penelitian ini melibatkan bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Dr. Tjipto Susana M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir penelitian Terima kasih untuk waktu, ilmu, dan kesabaran yang telah ibu berikan.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, S.Psi., M.Si selaku dosen pembimbing akademik peneliti. Terima kasih atas bimbingan selama masa perkuliahan dan masukan untuk metode penelitian kualilatif dan alat tes dalam penelitian.

(11)

xi

5. Segenap karyawan Fakultas Psikologi: Mas Muji, Mas Gandung, Mbak Nanik, Mas Doni, Pak Gi yang telah banyak membantu peneliti selama masa perkuliahan, terima kasih atas pelayanannya.

6. Bapak dan ibu yang sudah banyak memberikan dukungan moral, materi, dan kekuatan serta terlebih kesabaran yang tidak pernah ada habisnya selalu diberikan bagi saya. Semoga selesainya skipsi ini bisa membawa ketenangan, kelegaan, kebahagiaan dan meringankan beban bagi bapak dan ibuku sayang.

7. Kedua kakak kandungku yang tidak pernah berhenti buat mengingatkan segera selesaikan studi ini. Makasih buat sindiran dan semua nasehat yang selalu disampaikan sebagai bentuk dukungan dan lecutan supaya segera terseselaikan tanggung jawab. Terutama untuk selalu siap sedia menemani merefresh pikiran saat sedang merasa tertekan dan terbebani oleh tugas ini.

8. Spesial teruntuk Mario Richardus yang selalu siap mem-back up setiap kali saya terjatuh dan merasa putus asa. Terimakasih atas semua kesabaran, dukungan, doa, suka dan duka serta waktu yang banyak kita bagi bersama.

9. Kepompong rempong terutama Niena, teman seperjuangan dalam tugas yang satu ini, Noy, Ndud Dea, Tata, Sella, makasih buat canda tawa dan waktu-waktu yang sudah dilewati bersama penuh suka duka.

(12)

xii

11. Mbak Jojo yang mau juga diajak mondar mandir bimbingan dan urus ini itu. Terimakasih untuk sharing pengalaman hidupnya. Ceritamu menjadi salah satu kekuatan dan pembelajaran buatku agar tidak mudah mengeluh.

12. Lili yang udah mau direpotin buat menumpangnya beberapa kali dikost buat kerjain revisi dan kejar waktu,

13. (Alm) Maria Goretti Diani Lukasari yang menjadi kekuatan buatku juga untuk jangan mudah mengeluh dan lakukan semuanya dengan setulus hati. Semoga perjuanganku ini bisa meneruskan perjuanganmu yang kemarin belum sempat kau sentuh dalam studimu dek.

14. Terimakasih juga untuk semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang membantu dan memperlacar terselesaikan tanggung jawab ini.

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... .xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II. DASAR TEORI ... 11

(14)

xiv

1. Definisi Motivasi ... 11

2. Pengukuran Motivasi ... 14

3. Teori Murray ... 24

B. Perawatan Diri ... 30

1. Definisi Perawatan Diri ... 30

2. Faktor-faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Merawat Diri 33

C. Kerangka Penelitian ... 39

D. Pertanyaan Penelitian ... 42

BAB III. METODE PENELITIAN ... 44

A. Jenis Penelitian ... 44

B. Strategi Penelitian ... 44

C. Fokus Penelitian ... 46

D. Subjek Penelitian ... 47

E. Metode Pengumpulan Data ... 47

F. Prosedur Analisis Data ... 60

G. Kredibilitas Penelitian ... 76

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 78

A. Pelaksanaan Penelitian ... 78

B. Hasil Penelitian ... 79

1. Pembahasan Umum ... 79

2. Pembahasan Need ... 82

3. Pembahasan Hasil Stimulus Projektif ... 112

(15)

xv

5. Pembahasan Pola Umum ... 143

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 154

A. Kesimpulan ... 154

B. Saran Aplikatif ... 155

C. Keterbatasan Penelitian ... 157

DAFTAR PUSTAKA ... 158

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Daftar Panduan Wawancara ... 56

Tabel 2. Prosentase Need Subjek ... 83

Tabel 3. Prosentase Need Stimulus Projektif Gambar ... 112

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh pola motivasi berdasarkan penggabungan dua cerita

stimulus projektif ... 69

Gambar 2. Contoh pola motivasi berdasarkan satu cerita berdasarkan satu cerita stimulus projektif ... 71

Gambar 3. Contoh pola motivasi dari hasil wawancara subjek ... 76

Gambar 4. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 1 ... 119

Gambar 5. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 1 ... 119

Gambar 6. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 2 ... 124

Gambar 7. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 2 ... 124

Gambar 8. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 3 ... 127

Gambar 9. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 3 ... 127

Gambar 10. Pola motivasi berdasarkan data stimulus proyektif subjek 4 ... 130

Gambar 11. Pola motivasi berdasarkan data wawancara projektif subjek 4 .... 130

Gambar 12. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 5 ... 133

Gambar 13. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 5 ... 134

Gambar 14. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 6 ... 137

Gambar 15. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 6 ... 137

Gambar 16. Pola motivasi berdasarkan data stimulus projektif subjek 7 ... 141

Gambar 17. Pola motivasi berdasarkan data wawancara subjek 7 ... 141

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Modul Pengumpulan Data Stimulus Projektif ... 162

Lampiran 2. Alat Stimulus Projektif . ... 227

Lampiran 3. Subjek 1 ... 230

Lampiran 4. Subjek 2 ... 247

Lampiran 5. Subjek 3 ... 259

Lampiran 6. Subjek 4 ... 277

Lampiran 7. Subjek 5 ... 292

Lampiran 8. Subjek 6 ... 308

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perawatan diri pada umumnya dilakukan oleh sebagian besar wanita sejak jaman dahulu. Di dalam lingkungan Keraton misalnya, tradisi merawat kecantikan telah dilakukan oleh para perempuan yang berusaha memperoleh kecantikan luar melalui perawatan dari dalam (Tilaar dalam Asteria, 2002) dengan meminum jamu, sebagaimana ajaran dalam Kitab Primbon Jampi Jawi dari masa Kerajaan Mataram. Begitu pula untuk perawatan tubuh dari luar melalui perawatan rambut, wajah, dan tubuh. Sebagai Simbolisasi Budaya Jawa, ajaran mengenai perpaduan kecantikan terdiri dari kecantikan luar dan dalam terdapat dalam Serat Wulung Wanito yang ditulis Pakubuwono IX sekitar tahun 1889 Masehi, yang berisikan pedoman tingkah laku yang baik bagi perempuan yang antara lain adalah bersahaja, pintar menyesuaikan diri, rajin membersihkan rumah serta merawat kebersihan badannya (Asteria, 2002).

(20)

penduduk suku bangsa Woodabe di Nigeria, perempuan menjadi pemegang kuasa ekonomi dan mereka yang tinggal di pedalaman ini tertarik pada kecantikan laki-laki. Laki-laki Woodabe menghabiskan waktu berjam-jam untuk menghias diri bersama-sama dan kemudian bersaing dengan mengenakan busana yang provokatif dan riasan wajah serta menunjukkan pinggang-pinggang mereka yang ramping dan memasang tampang menggoda. Mereka berlomba dalam kontes kecantikan yang jurinya adalah kaum perempuan (Wolf, 1991).Secara tidak langsung, kutipan tersebut menggambarkan bahwa salah satu pendorong atau motivasi perilaku merawat tubuh pada laki-laki adalah supaya dapat menarik perhatian lawan jenis dan pasangannya.

Kebiasaan merawat diri pada pria ternyata tidak hanya menjadi tradisi atau aktivitas jaman dulu. Perawatan dengan target segmentasi pria kini mengalami pertumbuhan tercepat di industri kecantikan. Menurut jurnal Men’s must, segmentasi pria menghabiskan 14 miliar dolar setahun pada

(21)

disebutkan bahwa laki-laki yang umumnya pergi ke Salon menghabiskan uang dan waktu untuk perawatan diri mereka sendiri, dan mereka tidak hanya mencari kepuasan dari luar namun juga relaksasi dan kepuasan internal. Artikel lain bahkan menyebutkan bahwa orang Jerman rata-rata menghabiskan waktu 30 menit per hari untuk melakukan perawatan tubuh dan kulit, dan merupakan potensi pasar yang besar bagi perkembangan produk kosmetik (Stone,2008).

Dewasa ini, berbagai produk perawatan juga mulai bermunculan khususnya bagi kaum laki-laki.Mulai dari sabun wajah hingga pelembab wajah khusus laki-laki dengan model iklan artis laki-laki kenamaan. Hal ini tampaknya mulai mendorong masyarakat untuk membuka pandangan bahwa perawatan diri tidak hanya bisa dilakukan oleh para wanita, tapi juga para lelaki sehingga kegiatan perawatan kecantikan tersebut tampak sudah menjadi hal yang biasa dan bahkan menjadi kebutuhan bagi kaum laki-laki. Meskipun demikian, produk kesehatan dan perawatan pasar saat ini masih didominasi oleh produk untuk kaum perempuan (Casey, 2009). Dalam sumber yang sama dinyatakan bahwa beberapa laki-laki memilih untuk sembunyi-sembunyi membeli produk perawatan diri dan kecantikan (bagi kaum perempuan) serta menggunakannya sebagai pemenuhan kebutuhan akan perawatan penampilan.

(22)

pelanggannya dalam merawat diri oleh orang lain terutama para wanita (Scott, 2000). Hal ini secara tidak langsung menggambarkan bahwa meskipun perawatan tubuh dan wajah sudah menjadi hal yang biasa, namun tetap masih menjadi kekhawatiran para laki-laki saat melakukan perawatan, yakni kekhawatiran diketahui melakukan perawatan tubuh dan wajah. Pro dan kontra dalam masyarakat ini berupa tanggapan dan pandangan yang beredar di tengah masyarakat mengenai perilaku merawat diri pada laki-laki. Artikel tersebut mencerminkan bahwa kebiasaan melakukan perawatan diri pada laki-laki terutama di salon-salon kecantikan masih belum bisa diterima secara wajar oleh lingkungan sekitar yang ditandai dengan munculnya rasa enggan dan malu ketika harus masuk dan bahkan mengantri bersama pelanggan-pelanggan lain yang notabene kebanyakan adalah kaum wanita. Sebuah artike perawatan laki-laki dan munculnya ketertarikan pria dalam mode telah mendukung dan menunjukkan sikap bahwa nilai-nilai tradisional maskulinitas berubah. Namun, penelitian baru menunjukkan bahwa tidak semua orang merasa nyaman dengan perubahan ini. Semua orang menyadari masalah feminisasi dan prihatin tentang hal ini sehingga di beberapa tingkat, muncul kekhawatiran tentang munculnya sisi feminin dalam perilaku mereka.

(23)

mengangkat mengenai motivasi yang mempengaruhi perilaku merawat diri pada laki-laki. Peneliti sudah melakukan pencarian dalam jurnal-jurnal, skripsi, dan penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai perawatan diri, akan tetapi belum banyak ditemui penelitian yang menyangkut motivasi memunculkan perilaku merawat diri.

(24)

dianggap dapat meningkatkan rasa percaya diri dan menunjukkan identitas dirinya.

Penelitian lain mengenai perawatan diri pada laki-laki juga pernah dilakukan untuk mengukur tingginya pengaruh beberapa faktor internal dalam perilaku merawat diri. Penelitian dilakukan oleh Souiden dan Diagne (2009) dengan mengukur tinggi rendahnya pengaruh beberapa faktor internal dalam perawatan diri dan dibandingkan antara laki-laki Kanada dengan laki-laki Prancis. Faktor rinternal yang diteliti dapat disebut juga sebagai contoh penelitian mengenai motivasi merawat diri karena motivasi itu sendiri adalah dorongan atau hal-hal yang mempengaruhi munculnya perilaku, yang berasal dari dalam diri seseorang. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan menggunakan skala untuk mengukur beberapa faktor tertentu. Subjek yang digunakan berjumlah 223 dengan prosentase 53,8% laki-laki Kanada, dan 48,2% laki-laki Prancis yang mengkonsumsi produk perawatan. Subjek dipilih di daerah metropolitan yang dianggap lebih berpotensi dalam melakukan konsumsi terhadap produk perawatan dan dipilih dengan cara insidental.

(25)

mengenai tinggi rendahnya faktor internal (Souiden dan Diagne, 2009) yang mempengaruhi perilaku merawat diri pada laki-laki Kanada dan Prancis juga memiliki keterbatasan, yaitu hasil penelitian hanya menunjukkan tinggi dan rendahnya faktor internal yang berpengaruh terhadap perilaku konsumsi produk perawatan. Sedangkan dinamika kemunculan motivasi hingga menimbulkan suatu perilaku, tidak dapat dilihat dari penelitian tersebut. Hal ini dikarenakan penelitian dillakukan dengan metode kuantitatif menggunakan pengambilan data berupa skala.

Berdasarkan hasil pencarian dan mencermati penelitian-penelitian sebelumnya mengenai perawatan diri dan faktor-faktor internal serta motivasi yang mempengaruhi munculnya perilaku tersebut, maka didapatkan gambaran bahwa belum ada penelitian yang melihat mengenai motivasi perilaku merawat diri pada laki-laki dilihat dari dinamika psikologisnya, yaitu mulai dari kemunculannya hingga menjadikan dorongan tersebut menjadi suatu bentuk perilaku merawat diri. Hal ini menjadi salah satu dorongan bagi peneliti untuk kemudian memilih motivasi sebagai hal yang akan diteliti terkait dengan perilaku merawat diri dengan melihat lebih mendalam pada dinamika motivasinya mulai dari kemunculan dorongan hingga perkembangannya menjadi sebuah perilaku merawat diri.

(26)

wawancara semi terstruktur. Penelitian ini akan menunjukkan bagaimana proses dan alur munculnya motivasi yang tidak bisa dilihat dengan metode kuantitatif. Pengumpulan data dengan alat stimulus projektif berupa gambar juga akan dapat membantu meminimalisir munculnya perilaku menilai diri baik atau yang lebih dikenal dengan istilan faking good pada subjek, dalam hal ini menilai diri baik adalah subjek akan memberikan jawaban yang dinilai baik oleh norma-norma dan aturan yang berlaku dalam masyarakat sehingga tidak memunculkan citra yang negatif di lingkungan.

Kelebihan lain yang didapat adalah metode ini dapat mengungkap dorongan-dorongan yang mungkin tidak disadari oleh subjek itu sendiri. Yang dimaksud dengan dorongan yang tidak disadari adalah bahwa subjek tidak melakukan faking good ataupun bentuk kebohongan lain, namun dorongan yang diungkapkan biasanya adalah dorongan-dorongan yang disadari, sehingga dorongan-dorongan yang tidak disadari kadang jadi tidak terlihat atau tidak diungkapkan oleh subjek secara tidak sengaja. Maka, dengan menggunakan metode ini, dorongan-dorongan yang bahkan tidak disadari kehadirannya oleh subjek sendiri dapat diungkap melalui imajinasi dan fantasi subjek.

(27)

bahwa kartu-kartu TAT merupakan serangkaian situasi sosial dan hubungan interpersonal. Subjek akan lebih menunjukkan kecenderungannya berperilaku terhadap gambar daripada terhadap orang lain yang sungguh-sungguh nyata. Dengan kata lain, proses projeksi akan lebih mudah terjadi dengan bantuan gambar. Kalau berhadapan dengan orang lain, individu cenderung terhambat untuk bicara secara terbuka. Namun kalau berhadapan dengan gambar, ia akan lebih bebas mengungkapkan dirinya. (lebih dapat mengungkap dengan gambar daripada menggunakan wawancara) (Prihanto, 1993).

B. Rumusan Masalah

Apa motivasi laki-laki melakukan perawatan diri baik di rumah, salon maupun pusat perawatan kecantikan ?

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui motivasi serta proses psikologisnya hingga kemudian menghasilkan sebuah perilaku dalam bentuk dinamika motivasi pada laki-laki yang melakukan perawatan diri baik di rumah, salon maupun pusat perawaran kecantikan.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

(28)

hal ini adalah motivasi pada perilaku merawat diri pada laki-laki. Penelitian ini akan memberikan pandangan mengenai dinamika motivasi, proses dan alur munculnya motivasi dalam sebuah perilaku.

2. Manfaat Praktis a. Bagi masyarakat

Membuka pandangan atau paradigma mengenai laki-laki yang melakukan perawatan kecantikan di pusat-pusat perawatan diri sehingga lebih memahami motivasi dan dorongan-dorongan sebenarnya yang menjadi latar belakang mengapa para laki-laki melakukan perawatan diri sehingga bisa menjadi salah satu bahan pertimbangan sebelum menjatuhkan penilaian tertentu terhadap laki-laki yang melakukan perawatan diri.

b. Bagi para laki-laki

(29)

11

BAB II

DASAR TEORI

A. Motivasi

1. Definisi Motivasi

(30)

Teori tersebut sesuai dengan pernyataan Sunaryo (2004), yang menyatakan bahwa motivasi itu sendiri berasal dari adanya keinginan dan kebutuhan pada diri individu, sehingga memotivasi individu tersebut untuk memenuhinya. Sumber yang sama menjelaskan bahwa kebutuhan adalah kekurangan adanya sesuatu dan menuntut segera pemenuhannya agar terjadi keseimbangan (homeostatis). Dalam pengertian lain, kebutuhan adalah dasar dari perbuatan bermotif.

(31)

mengembalikan keadaan fisiologis itu akan aktif pada organisme tersebut (Woodworth & Scholsberg, dalam Koeswara, 1986).

Stevenson (2001) menyatakan pengertian lain mengenai motivasi, yaitu motivasi adalah semua hal verbal, fisik, ataupun psikologis yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respons (dalam Sunaryo. 2004). Dorongan yang bersifat psikologis itu sendiri biasa disebut dengan motif. Definisi lain menyebutkan bahwa motif adalah dorongan psikobiologis internal yang membantu munculnya pola perilaku tertentu (Schustak, 2006). Sedangkan menurut Sunaryo (2004), salah satu pengertian motif adalah “sesuatu kekuatan dasar yang terdapat dalam diri organisme, yang menyebabkan organisme itu bertindak atau berbuat untuk memenuhi adanya kebutuhan agar tercapai keseimbangan (homeostatis)”. Pada umumnya, motif dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan sosial.

(32)

dipisahkan dari ketiga komponen tersebut karena adanya keterkaitan satu sama lain.

2. Pengukuran Motivasi

Motivasi dapat diukur dengan cara melihat ciri-ciri perilaku yang bertujuan yang termotivasikan (Winter, dalam Martaniah, 1984). Ada tujuh perilaku yang diambil Winter dari pendapat Murray, McClelland, dan Klinger yang dapat dipakai sebagai patokan untuk mengukur motivasi.

Ciri-ciri itu adalah sebagai berikut :

a. Jika tujuan sudah dekat perilaku makin nyata, sehingga makin mudah untuk diramalkan.

b. Perilaku bervariasi menurut kondisinya, terutama jika terjadi halangan atau hambatan.

c. Peningkatan kemantapan yang dapat dilihat dari performasi yang menunjukkan kecepatan, koefisienan yang meningkat, atau peningkatan performasi yang lain.

d. Laporan dari individu yang termotivasikan, apakah menurut yang bersangkutan yang menjadi motif perilakunya.

e. Tanggapan emosional dalam menghadapi dan mencapai tujuannya. f. Sifat pilihan dan perhatian.

(33)

negatif atau positif, dan bagaimana kepekaan pengamatannya mengenai objek-objek yang bertujuan.

Murray pernah menggunakan ciri satu dan dua sebagai dasar pengukuran motivasi dengan mempelajari kecenderungan perilaku orang dengan cara observasi langsung dan memeriksa dokumen-dokumen mengenai orang tersebut. Sebagai data tambahan, digunakanlah metode eksperimen. Metode ini memiliki keuntungan jika dilakukan oleh orang-orang yang memang terlatih, maka hasil data dapat diandalkan. Di sisi lain, metode pengukuran ini memiliki kelemahan yaitu metode ini hanya dapat melihat sebagian kecil dari perilaku orang yang diperiksanya, sehingga pendapat peneliti memiliki kemungkinan keliru. Kelemahan lain adalah adanya kemungkinan para peneliti dipengaruhi oleh motif, prasangka, proyeksi atau oleh hubungan mereka dengan yang diteliti.

Ciri ketiga dapat digunakan sebagai patokan pengukuran motivasi dengan mengukur kecepatan atau keuletan, akan tetapi tidak semua motivasi akan menyebabkan aktifitas yang lebih cepat atau yang tahan lama sehingga metode ini kadang kurang tepat.

(34)

1998) yang berjudul Motivasi dan Kreativitas: Peran Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Kreativitas, menggunakan pengukuran berupa skala motivasi intrinsik-ekstrinsik menggunakan model skala Likert, yang berupa pernyataan-pernyataan tertulis dengan masing-masing memiliki empat pilihan bertingkat. Hal yang diukur dalam penelitian tersebut adalah tinggi rendahnya peranan motivasi intrinsik dan ekstrinsik dalam bidang kreativitas.

Metode ini memiliki kelemahan berupa potensi kemunculan faking yang cukup tinggi. Meskipun orang tahu akan dirinya sendiri

(35)

Untuk beberapa penelitian yang tidak terlalu menyinggung hal-hal yang normatif, kelemahan lain pun berpotensi muncul yakni tidak terungkapnya motivasi yang tidak disadari oleh subjek. Subjek tidak melakukan kebohongan atau memberikan jawaban yang bersifat normatif, namun motivasi yang diungkapkan subjek hanyalah motivasi-motivasi yang disadari, sedangkan motivasi yang tidak disadari oleh subjek, tidak terungkap melalui skala yang diajukan. Penelitian juga dilakukan dengan metode kuantitatif sehingga data dan hasil yang didapatkan berupa angka dengan tujuan mengukur tinggi rendahnya motivasi sehingga tidak dapat diketahui lebih mendalam mengenai proses bagaimana motivasi itu sendiri terbentuk.

(36)

hal-hal yang ingin dilihat dalam penelitian. Penggunaan stimulus projektif berupa gambar terinspirasi dari TAT (Thematic Apperception Test).

Penggunaan TAT memiliki kelemahan, yaitu karena terlalu banyak menggunakan waktu, sehingga terkesan tidak efisien. Murstein (1963 dalam Martaniah, 1984) mengemukakan adanya beberapa hal yang menjadi masalah dalam penggunaan TAT, yaitu: a. Apakah dalam TAT motivasi menunjukkan diri secara langsung ? b. Karena TAT dianggap merefleksikan beberapa motivasi,

bagaimana mengukur motivasi tertentu ?

c. TAT tampaknya mempunyai reliabilitas yang rendah.

d. Tampaknya TAT sangat sensitif terhadap situasi dan suasana pada waktu tes diberikan.

(37)

Bagaimana kebutuhan dan dorongan ini nampak, ada dua cara pernyataan. Cara yang pertama adalah motivasi dapat menyatakan diri secara subjektif , yaitu kebutuhan menyatakan diri sebagai suatu impuls, keinginan, maksud atau sebagai suatu dorongan. Contohnya jika subjek menyatakan bahwa tokoh memiliki keinginan yang tinggi untuk mendapatkan suatu barang, maka motivasi sebenanrnya dapat berupa perasaan ketidakberdayaan subjek dalam mengekspresikan dan mendapatkan keinginannya. Sedangkan cara yang kedua adalah motivasi dapat menyatakan diri secara objektif , yaitu kebutuhan menyatakan diri sebagai suatu cara bertingkah laku yang tampak, bukan yang tidak disadari, bukan yang disembunyikan, jadi secara terbuka. Pada cara yang kedua ini, motivasi lebih bersifat terbuka dan muncul secara jelas dalam bentuk cerita subjek. Contohnya adalah tokoh dalam gambar yang dinyatakan subjek melakukan tindakan pembunuhan terhadap pasangan, maka motivasi yang terlihat adalah motivasi agresifitas terhadap lingkungan. Maka sebenarnya, motivasi dapat muncul secara tersembunyi atau tidak terlihat secara langsung dan ada juga yang diekspresikan oleh subjek secara langsung melalui kalimat-kalimat tertentu.

(38)

Dari 20 kartu tersebut, hanya akan dipilih 10 kartu saja yang dianggap dapat merepresentasikan motivasi –motivasi tertentu yang ingin dilihat olehh peneliti. Misalnya adalah jika subjek dalam keadaan depresi, maka harus digunakan semua gambar yang mengarah pada agresifitas dan bunuh diri. Jika dalam kasus studi tampak bahwa depresi berhubungan dengan meninggalnya seseorang yang dekat dalam hubungan keluarga, maka gambar yang digunakan adalah gambar-gambar yang mengarah pada afiliasi atau kasih sayang yang pada TAT maka kartu yang dapat diajukan adalah kartu gambar nomor 15 (Janssen, 1970).

Berdasarkan penentuan penggunaan gambar stimulus projektif pada TAT itulah yang kemudian juga digunakan dalam penelitian ini. Penentuan situasi dalam pembuatan gambar yang akan digunakan sebagai alat stimulus projektif ditentukan dengan berdasar pada situasi-situasi yang muncul dalam perawatan diri. Namun di sisi lain, situasi-situasi yang dimunculkan dalam gambar tetap bersifat ambigu, sehingga dapat memunculkan kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan lain diluar situasi dalam gambar.

(39)

untuk memberi prognose dari tingkah laku si subjek secara langsung, tetapi TAT bermaksud untuk memberi gambaran situasi hidup waktu sekarang dengan analisis karakterologis yang ada dibawahnya (Janssen, 1970). Berhubung suasana hidup seseorang mudah berubah, maka dari itu reliabilitas dari TAT tidak mungkin tinggi. Dan jika hal ini tinggi atau memang tinggi, maka hal ini membuktikan bahwa dan atau si subjek situasi hidupnya statis, atau testnya tidak diinterpretasikan dengan baik.

Pada penelitian ini, gambar stimulus projektif sebagai alat pengambilan data juga dibuat dengan situasi-situasi tertentu dengan sifat ambigu dengan tujuan supaya tidak hanya mampu mengungkapkan satu situasi saja, namun juga dapat memunculkan situasi-situasi lain diluar situasi dalam gambar. Maka cerita yang muncul berdasar dari gambar stimulus projektif sifatnya beragam dan mungkin berbeda meskipun diberikan di lain waktu dengan subjek yang berbeda karena dapat memunculkan cerita dan situasi yang beragam pula tergantung pada kebutuhan, dorongan, serta situasi dan kondisi subjek. Hal-hal tersebut yang menunjukkan bahwa reliabilitas TAT memang sebaiknya rendah, karena sifat hidup yang cenderung dinamis.

(40)

suasana pada waktu tes diberikan. Maka Suasana persahabatan dan suasana ramah tamah sangat penting dalam test TAT (Janssen, 1970). Suasana ini diciptakan oleh sikap estetis dari tempat pelaksanaan test dan memulainya sedapat mungkin dalam suasana informil. Suasana informil yang dimaksud adalah suasana santai, nyaman, serta jauh dari kesan kaku dan tegang. Kesan kaku dan tegang misalnya dapat muncul jika suasana yang terjadi adalah suasana kelas dan perkantoranmaka, situasi diubah sedemikian rupa menjadi suasana yang santai, nyaman, dan penuh relax.

Hal kedua yang dapat mempengaruhi suasana adalah usia, jenis sex serta kepribadian dari peneliti. Sehingga, kepribadian peneliti tadi sebaiknya sesuai dengan subjek, sebab hal tersebut mempengaruhi kebebasan keluarnya fantasi subjek. Peneliti juga harus memiliki sikap mudah menyesuaikan diri dengan subjek, menerima subjek dan ceritanya tanpa kritik, dapat menciptakan suasana kepercayaan bahwa rahasia subjek terjamin, dan menghindari sikap menghakimi. Sedang tugas lain peneliti adalah bermaksud untuk mendapat bahan sebanyak mungkin dalam kualitas yang sebaik mungkin dalam waktu terbatas.

(41)

sumber informasi yang dapat dipercaya mengenai motivasi. Kemungkinan munculnya penilaian diri baik (faking good) juga dapat diminimalisir dengan penggunaan metode ini karena subjek secara tidak sadar akan menempatkan dirinya pada posisi tokoh dalam gambar atau bahkan menempatkan hal-hal yang diungkapkan secara general atau yang biasa dilakukan oleh orang kebanyakan sehingga seolah-olah jawaban yang diberikan adalah mengenai sifat dan perilaku si tokoh, bukan subjek sendiri. Motivasi yang tidak disadari pun dapat diungkap melalui metode ini melalui gambaran-gambaran perilaku subjek yang ditujukan pada tokoh dalam gambar.

Penggunaan metode stimulus projektif tersebut memiliki nilai lebih dibandingkan dengan metode-metode pengukuran motivasi yang lain, karena metode ini dapat mengungkap motivasi-motivasi yang sengaja tidak diungkapkan dan motivasi yang tidak disadari oleh subjek.

(42)

singkat dalam penelitian ini karena hanya dilakukan dengan membangun raport dan kemudian pengajuan stimulus projektif yang diikuti dengan cerita dari hasil fantasi subjek saat itu juga. Pengukuran dengan menggunakan stimulus projektif juga memiliki kelebihan memberikan gambaran mengenai motivasi yang tidak diungkapkan subjek secara langsung maupun yang tidak disadari oleh subjek sendiri.

3. Teori Murray

Murray merupakan salah satu tokoh psikolog yang bertumpu pada dinamika kebutuhan untuk menerangkan kepribadian. Disadari atau tidak, setiap perilaku manusia didasari oleh motivasi tertentu. Untuk berbicara tentang motivasi, tentu harus berbicara tentang kebutuhan-kebutuhan. Murray mengemukakan 5 kriteria untuk mengidentifikasi kebutuhan:

1.Merupakan respons terhadap suatu objek atau sekelompok objek yang berfungsi sebagai stimulus

2.Menyebabkan munculnya suatu perilaku

3.Adanya konsekuensi atau hasil akhir dari perilaku tersebut 4.Adanya suatu respons emosional tertentu dalam perilaku tersebut 5.Ada tingkat kepuasan atau ketidak puasan tertentu setelah seluruh

(43)

Murray mengemukakan sebanyak 28 kebutuhan yang diuraikan sebagai berikut:

Kebutuhan yang dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai power, kekayaan, prestiso, pengetahuan atau prestasi kreatif :

Achievement :

-bekerja mencapai suatu tujuan dengan energi, daya tahan, dan kepastian tujuan

-menetapkan standar perilaku yang tinggi untuk diri sendiri dan bekerja secara mandiri untuk mencapai standar itu

-mengatasi hambatan atau menguasai situasi, memanipulasi objek atau orang

-menuntaskan suatu pekerjaan secara tahan -menjadi ambisius, kompetitif dan penuh aspirasi Ascquisition :

a. social :

-bekerja untuk uang, pemilikan materi, atau objek yang berharga keinginan untuk mencapai mobilitas sosial (dari kelas bawah ke menengah, misalnya)

-tawar-menawar atau berjudi -perilaku hemat

b. asosial :

(44)

-tamak, dalam arti mencapai pencapaian objek dengan menyakiti orang lain atau melanggar prinsip etika dan hukum. Tujuan pencapaian bisa objek, bahkan mungkin orang (misal : penculikan) Aggression :

-emotional, verbal : bertengkar mulut atau berargumen dengan

orang lain

-physical, sosial : membunuh untuk membela diri

-physical, asocial : agresi terhadap aturan hukum dan standart

moral, tanpa adanyaancaman dari orang lain, berbuat kriminal -destruction : merusak, menghancurkan, vandalisme, membakar

Construction : mengorganisasi, membangun, menciptakan, menempatkan sesuatu/mengatur sesuatu menjadi susunan baru

Counteraction : memperbaiki kesalahan/kekalahan, mengatasi

kelemahan/kompensasi, melawan penghinaan

Dominance : mengontrol, mempengaruhi, mengatur lingkungan

manusia

Exposition : memberi tahu, mengajar, memberi instruksi

Recognition : mencari pujian, penghargaan, perhatian

Understanding : mencari ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan

(45)

menghubungakan pikiran dengan fakta. Menganalisis kejadian dan menggeneralisasikan.

Kebutuhan yang dimotivasi oleh afeksi, kekaguman, simpati, cinta, dan ketergantungan/dependensi :

Affiliation :

-associative : menjalin hubungan dengan teman

-emosional : menjalin hubungan akrab, intim, afeksi, dsb.

Deference :

-compliance : cepat setuju untuk bekerja sama, patuh pada usulan

orang lain, kesediaan mengikuti kepemimpinan orang lain

-respect : memuji atau mengekspresikan kekaguman, memuja hero

Nurturance : memberi simpati, atau memuaskan kebutuhan orang

lain. Membantu, memberi makan, mendukung, menghibur, melindungi atau membuat nyaman/tenang mereka yang membutuhkan kenyamanan dan ketenangan.

Sex : hubungan seksual, pergaulan lawan jenis, jatuh cinta. Kalau

dibandingkan dengan affiliation, sex ada unsur tindakan, perilaku, sedangkan affiliation hanya bersifat emosional

Succorance : kecenderungan untuk menangis, meminta bantuan, perlindungan cinta. Menjadi tak berdaya, tergantung, berburu afeksi atau kelembutan, menerima pemberian tanpa keragu-raguan.

(46)

Autonomy :

-freedom : bebas, keluar dari kungkungan, menjadi mandiri

-resistance : menolak untuk taat dengan tuntutan orang lain, negativisme, menyimpang

-asocial : melakukan perilaku yang dilarang dan diancam hukuman,

sengaja menipu, minum-minum, dsb. Mencuri tetapi bukan perbuatan kriminal (ini masuk Acquisition)

Change, Travel, Adventure : merasakan kebebasan dan kebutuhan akan pengalaman baru, tanah baru, situasi baru. Bermimpi menjelajah daerah baru, menulis novel, petualangan, dsb. Biasanya berfusi dengan Autonomy.

Excitance, Dissipation : melakukan tindakan yang merangsang ketegangan emosional, menantang bahaya. Hal ini bisa dikacaukan dengan kebutuhan pengalaman (change), berjudi (acquisition), minum alkohol (nurturance). Namun berbeda dengan tekanan pada ketegangan emosional, meskipun kebutuhan-kebutuhan itu bisa berfusi.

Playmirth : bertindak untuk kesenangan (fun), tanpa tujuan jelas selain kesenangan itu sendiri. Tertawa, bermain, bercanda, dsb. Namun kalau permainan itu serius atau kompetitif, maka akan muncul Achievement.

(47)

Abasement : menyerah secara fisik pada kekuatan luar. Menerima luka, hinaan, kritik, hukuman, atau merasa sakit atau rendah diri (inferior). Mengambil sikap pasif, lemah. Biasanya berfusi dengan Succorance, Deference, atau Sex misal dalam kasus masochisme.

Blame Avoidance : bertindak untuk menghindari kesalahan atau penolakan (blame/rejection). Menghambat impuls asosial, menghindari hukuman atau hinaan karena kesalahan berulang. Mengaku salah, menyerah untuk menghindari hinaan lanjutan, bersikap konvensional (mengikuti kebiasaan), rajin, tahu tanggung jawab, tugas, dsb.

Cognizance : mengungkap rasa ingin tahu, mencari, menyelidiki, menjelajahi, bertindak seperti detektif. Mengintip (voyeurism), bertanya, memuaskan rasa ingin tahu, melihat, menyimak, menginspeksi. Membaca dan mencari pengetahuan. Biasanya berfusi dengan Understanding, Change, (travel, dsb) atau Achievement.

Harm Avoidance : menghindari sakit fisik, menarik diri, melarikan

diri. Termasuk reaksi kecemasan/ketakutan pada suara keras, kehilangan dukungan, atau hadirnya orang asing. Hati-hati, cemas, dsb.

(48)

Rejection : mengabaikan, mengeluarkan/menolak orang lain, tutup mulut, tidak peduli, mengabaikan, mengkritik

Retention : menahan sesuatu, menolak meminjamkan, posesif (menahan kepunyaan), menolak untuk memberikan. Apa yang ditahan itu bisa objek, waktu, energi maupun afeksi terhadap orang lain

Sentience : mencari dan menikmati kenangan/kesan yang menyenangkan. Menikmati pemandangan yang indah, mengomentari atmosfir, cuaca, warna ruang, gambar, suara, rasa dan bau yang menyenangkan. Mungkin berfusi dengan Sex (erotic sentience) Construction (menikmati komposisi atau kreativitas), atau Recognition (tampil di hadapan umum)

B. Perawatan Diri

1. Definisi Perawatan Diri

(49)

dilakukan guna perawatan diri baik oleh para wanita maupun laki-laki adalah merawat kuku, wajah, dan bercukur.

Perawatan diri dilakukan guna memperbaiki dan memperindah penampilan serta meningkatkan daya tarik. Menurut sebuah jurnal (Hilhorst, 2002), daya tarik seseorang tergantung pada banyak fitur. Kita bisa menilai seseorang pada tingkat yang berbeda sehubungan dengan beberapa aspek, antara lain; fisik yang terlihat (tubuh dan wajah) tampak artistik (pakaian, make up, parfum, rambut), pribadi yang terlihat (penampilan, kesan, aura), kinerja (sikap suara, perilaku), kepribadian (pesona, karisma, daya tarik, daya pikat), kapasitas relasional (keterampilan contactual, kompetensi komunikasi yang baik), kemampuan menjalin persahabatan (handal, loveable, ramah tamah) . Perawatan diri itu sendiri digunakan untuk meningkatkan daya tarik di bidang fisik yang terlihat secara langsung. Perawatan diri bermacam-macam tergantung pada bagian dan kebutuhan atau keinginan. Misalnya keinginan untuk menghilangkan jerawat pada kulit wajah maka perawatan yang dilakukan bisa berupa facial dan laser. Beda lagi dengan kebutuhan untuk menghilangkan bulu pada bagian-bagian tertentu maka dapat dilakukan waxing atau hair removal.

(50)

ia menggunakan masker lumpur dan scrub wajah secara rutin seminggu sekali, dan menggunakan eye concealer untuk menyembunyikan lingkaran gelap di sekitar mata jika kulit wajahnya terlihat lesu (Yu, 2011).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan Arya (2011) mengenai perilaku merawat diri yang dihubungkan dengan gaya hidup menggunakan definisi merawat diri yang difokuskan pada perawatan wajah yaitu memberikan perawatan terhadap wajah secara rutin dan berkala agar wajah menjadi lebih terawat. Perawatan wajah dalam hal ini mencakup beberapa bagian wajah, di antaranya kening, pipi, hidung, dagu, mata yang sering disebut sebagai satu rangkaian wajah. Penelitian ini memfokuskan diri pada kaum pria dan pandangan mereka tentang makna perawatan wajah tersebut.

(51)

perilaku merawat diri hanya pada fokus-fokus tertentu yakni dari penelitian sebelumnya milik Arya (2011) yang menggunakan definisi merawat diri yang difokuskan pada perawatan wajah yaitu memberikan perawatan terhadap wajah secara rutin dan berkala agar wajah menjadi lebih terawat. Perawatan wajah dalam hal ini mencakup beberapa bagian wajah, di antaranya kening, pipi, hidung, dagu, mata yang sering disebut sebagai satu rangkaian wajah. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti menggunakan definisi merawat diri yang lebih luas.

2. Faktor-faktor Internal yang Mempengaruhi Perilaku Merawat Diri

Beberapa penelitian mendapati hasil mengenai faktor yang mempengaruhi perilaku melakukan perawatan diri dan konsumsi produk perawatan diri pada laki-laki. Souiden dan Diagne (2009); dan Sturrock dan Piosch (1998) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku merawat diri, dan berdasarkan kedua penelitian itu didapatkan enam faktor yang mempengaruhi munculnya perilaku merawat diri, yaitu :

a. Citra diri

(52)

perilaku melakukan perawatan diri dan konsumsi produk perawatan diri (Kellner 1992 dalam Souiden & Diagne, 2009). Penciptaan identitas melalui konsumsi produk perawatan diri juga masih termasuk dalam lingkup penciptaan citra diri. Komponen citra diri meliputi fisik, psikologis, dan atribut sosial. Dalam hal ini, merawat diri dapat dianggap sebagai salah satu alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan konsep dan citra diri. Featherstone (dalam Souiden & Diagne, 2009) mendukung pendapat ini dan menyatakan bahwa salah satu rangsangan utama untuk melakukan konsumsi produk perawatan diri pada laki-laki adalah penciptaan, pengembangan dan pemeliharaan citra diri. Hasil penelitian Souiden dan Diagne (2009) menunjukkan bahwa motivasi di balik pembelian produk perawatan diri pria di salah satu negara yang dipilih sebagai subjek penelitian mereka (Kanada) adalah keinginan untuk meningkatkan citra diri, dan harapan akan meningkatnya daya tarik secara fisik dan mendapatkan penampilan muda yang terkesan lebih muda.

b. Gaya hidup

(53)

laki-laki. Di sisi lain, laki-laki yang menghuni kota-kota besar yang lebih mungkin untuk melakukan perawatan dan menggunakan produk perawatan lebih dari rekan-rekan mereka di kota-kota kecil atau daerah pedesaan. Sehubungan dengan gaya hidup, beberapa penulis seperti misalnya Souiden dan Diagne (2009), dan Arya (2011) setuju bahwa faktor tersebut memiliki dampak yang besar pada pembelian dan perilaku konsumsi produk perawatan diri. Masih dalam penelitian yang sama disebutkan bahwa penulis juga menunjukkan bahwa kecenderungan terhadap narsisme dan citra diri yang paling terkemuka di kelas profesional-manajerial yang memiliki waktu dan uang untuk terlibat dalam gaya hidup kegiatan. Maka dapat ditarik sebuah gambaran bahwa konsumsi produk perawatan laki-laki menjadi salah satu cara untuk mencerminkan gaya hidup mereka.

c. Efek Penuaan

(54)

terhadap masalah penuaan dibandingkan dengan kaum wanita, namun sebagian konsumen laki-laki yang menggunakan produk perawatan diri menganggap tubuh sebagai indikator "penting dari penuaan diri "dan fisik yang dipandang negatif. Di sisi lain, iklan dan media memperkuat pesan pada laki-laki bahwa adalah penting untuk tetap tampil muda. d. Daya tarik fisik

(55)

pendorong melakukan perawatan diri. Tidak jarang pasangan mengajak langsung untuk melakukan perawatan diri. Maka perawatan diri dapat dipengaruhi oleh tujuan guna memenuhi kebutuhan pasangan dalam bentuk membahagiakan dan membuat bangga pasangan melalui perbaikan penampilan dan meningkatkan daya tarik fisik (Simpson, Abraham, Goenka, Pandey, & Nair, 2005).

e. Masalah kesehatan

(56)

Asumsinya adalah bahwa penggunaan produk perawatan diri dan perilaku merawat diri tertentu dapat membantu mencapai hal hal tersebut yang menyangkut kesehatan. Sedangkan di sisi lain, untuk menangkal pertimbangan kehilangan maskulinitas jika pria menggunakan produk perawatan diri, iklan kini pun didukung oleh penggunaan ikon-ikon seperti selebriti macho. Juga, sebagian besar iklan tersebut cenderung mengajarkan masyarakat bahwa perawatan diri pada pria dirancang untuk mengobati dan meningkatkan tampilan wajah dan tubuh dengan sambil mempertahankan sisi maskulinitas pada laki-laki. Penelitian yang menyatakan bahwa masalah kesehatan menjadi salah satu faktor perilaku merawat diri ini didukung oleh sebuah artikel yang menyebutkan mengenai kekhawatiran laki-laki terhadap kesehatan dan tampilan fisik mereka yang mencoba datang dan mencari informasi mengenai penyelesaian masalah yang dialami (Mehra, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa bahkan keinginan untuk melakukan perawatan dan menjaga kesehatan dapat diawali dengan rasa keingintahuan dan penasaran terlebih dahulu.

f. Menikmati kesenangan

(57)

perilaku merawat diri dilakukan tidak hanya untuk memenuhi kepuasan eksternal tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan relaksasi dan kepuasan internal. Dalam artikel tersebut disebutkan bahwa pelanggan laki-laki pada sebuah salon kecantikan banyak yang datang untuk mencari relaksasi dan kenyamanan (Inagaki, 2007). Hal ini terkait dengan kenikmatan yang dirasakan individu saat melakukan perawawatan yang menciptakan relaksasi dan kenyamanan.

C. Kerangka Penelitian

Beberapa penelitian dan artikel sudah cukup banyak yang membahas mengenai perawatan diri pada laki-laki. Namun belum banyak buku yang mengungkapkan megenai hal tersebut secara detail. Di sisi lain, fenomena perilaku merawat diri pada laki-laki kini mulai banyak terjadi dan muncul ke permukaan dengan berbagai tanggapan yang berasal dari lingkungan masyarakat.

(58)

film dan penyanyi, "orang-orang cantik" yang lebih memilih kenikmatan daripada kedisiplinan dan kerja keras (Featherstone, 1991 dalam pergeseran asumsi mengenai sosok maskulin yang pada awalnya adalah sosok yang bekerja secara kasar dan banyak mengandalkan fisik dengan penampilan seadanya atau bahkan tidak peduli pada penampilan fisik. Sedangkan sosok maskulin saat ini lebih mengarah pada laki-laki yang tidak banyak bekerja mengandalkan fisik dengan penampilan fisik yang rapi, badan yang wangi, kulit bersih dan halus dan banyak menghabiskan waktu serta biaya untuk melakukan perawatan diri guna menyokong penampilan fisiknya. Fenomena tersebut terjadi dilatarbelakangi oleh berbagai macam motivasi.

(59)

Fenomena-fenomena tersebut diatas mengantarkan peneliti pada pertanyaan baru mengenai motivasi perilaku melakukan perawatan diri. Apakah faktor yang tersebut dalam penelitian dan artikel diatas sama atau bahkan muncul dalam motivasi perilaku merawat diri dalam penelitian ini atau akan dapat mengungkapkan motivasi-motivasi baru. Penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif, sedangkan pengumpulan data akan mneggunakan dua cara yaitu dengan menggunakan stimulus projektif berupa gambar dan wawancara semi terstruktur.

(60)

service sebuah salon dan day spa. Mereka tampak sedang berbincang sambil

melihat pada sebuah lembaran yang berisi mengenai gambaran dan penjelasan perawatan yang terdapat di salon dan day spa tersebut. Gambar-gambar tersebut dipilih dengan pertimbangan bahwa diharapkan dapat mengungkap macam-macam kebutuhan secara netral dalam artian tidak mengarahkan subjek dalam intensitas cerita tertentu.

Subjek kemudian akan diminta untuk mengarang cerita bedasarkan gambar yang sudah ditunjukkan. Penggunaan stimulus projektif itu sendiri diharapkan dapat mengungkap motivasi atau hal-hal yang terkait dengan motivasi yang melatarbelakangi perilaku merawat diri itu sendiri secara mendalam dan tersembunyi. Sedangkan penggunaan wawancara diharapkan dapat melengkapi beberapa informasi yang dibutuhkan. Kedua metode tersebut diharapkan akan meminimalisir kemungkinan terjadinya faking dari para subjek. Langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi data dan penggabungan data wawancara. Kedua data tersebut diharapkan dapat saling melengkapi sehingga data yang didapat adalah data yang lengkap dan valid. Kemiripan antara kedua data tersebut akan dapat dikelompokkan dan kemudian akan dapat membantu mengungkapkan motivasi-motivasi yang melatarbelakangi perilaku merawat diri pada laki-laki.

D. Pertanyaan Penelitian

(61)
(62)

44

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang menjelaskan suatu fenomena secara deskriptif dan berusaha untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan maupun menginterpretasikan maksud dari suatu fenomena maupun pengalaman personal dan sosial yang dialami oleh subjek penelitian (Geertz dalam Smith, 2009). Penelitian kualitatif dipilih untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena yang belum banyak orang tahu kondisi sesungguhnya (Strauss & Corbin, 2003).

B. Strategi Penelitian

Penelitian kualitatif dipilih pada penelitian ini untuk mengungkapkan dan memahami sesuatu di balik fenomena yang belum banyak orang tahu kondisi sesungguhnya (Strauss & Corbin, 2003). Hal ini mengindikasikan bahwa hal yang sedang diteliti oleh peneliti merupakan hal-hal yang tidak dapat dilihat dan dikenali secara langsung sehingga membutuhkan metode yang lebih mendalam guna mengungkap faktor tersebut.

(63)

diungkap subjek pada orang lain. Di sisi lain pendekatan ini dilakukan atas kesadaran peneliti mengenai batasan-batasan sosial yang dapat membuat subjek menutupi beberapa hal atau informasi yang mungkin dibutuhkan peneliti.

(64)

hasil data antara satu sama lain sehingga mampu didapatkan hasil data yang lengkap dan maksimal.

C. Fokus Penelitian

Perilaku merawat diri pada laki-laki merupakan perilaku yang kini banyak dilakukan di berbagai Negara dan salah satunya adalah di Indonesia, khususnya di Yogyakarta. Terjadi beberapa pergeseran mengenai sosok maskulin itu sendiri yang kini juga lebih cenderung pada sosok yang bersih, rapi, wangi, dan terawat. Peningkatan konsumsi produk perawatan diri khusus laki-laki juga menjadi fenomena tersendiri yang mendorong perilaku tersebut berkembang. Beberapa iklan dan produk menggunakan ikon-ikon artis laki-laki kenamaan juga mendorong pergeseran sosok maskulin dan macho itu sendiri.

(65)

tren. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengetahui motivasi sebenarnya yang melatarbelakangi para laki-laki melakukan perawatan diri secara lebih mendalam.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah laki-laki yang melakukan perawatan diri. Subjek tersebut dipilih dengan menggunakan kriteria tertentu yakni berdasarkan kriteria dari peneliti dengan standar laki-laki yang melakukan perawatan diri. Dalam hal ini, perawatan diri dapat mencakup perilaku bercukur, penggunaan krim wajah, melakukan facial, menggunakan masker dan scrub dan berbagai kegiatan lain yang memperindah penampilan fisik, sesuai dengan definisi perawatan diri yang digunakan oleh peneliti. Pengumpulan data dari subjek menggunakan metode Theoritical Sampling, yaitu mencari individu yang dapat memberikan kontribusi dalam penelitian hingga individu ke-n dimana informasi yang bisa digunakan untuk menjawab pertanyaan secara jelas sudah tidak ditemukan lagi yang memberi kontribusi (Creswell, 1998).

E. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan stimulus projektif berupa gambar yang terinspirasi dari tes TAT (Thematic Apperception Test), dimana subjek diminta untuk bercerita

(66)

pengumpulan data dilakukan secara paralel dan bersamaan sehingga data dari keduanya bisa saling melengkapi dan dikombinasikan untuk mendapatkan data yang komplit dan maksimal.

1. Alat Stimulus Projektif

Stimulus projektif berupa gambar yang digunakan oleh peneliti dengan tujuan mampu mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat diungkapkan subjek secara jelas dan gamblang dari proses wawancara. Seperti yang sudah pernah dijelaskan sebelumnya bahwa gamblang dalam hal ini adalah dapat membantu peneliti dalam meminimalisir penilaian diri baik (faking good) dan mengungkapkan motivasi yang tidak disadari oleh subjek. Beberapa hal yang diungkap dengan bantuan stimulus projektif juga diharapkan dapat membantu peneliti dalam mengecek kebenaran data dari hasil wawancara dengan hasil data gambar. Apabila hasil data berbeda antara data gambar dengan data wawancara maka diharapkan keduanya dapat saling melengkapi satu sama lain sehingga didapatkan variasi data yang dapat mengungkap motivasi subjek akan perilaku merawat diri.

(67)

subjek tersebut dengan harapan akan mengungkapkan motivasi tersembunyi dan tidak disadari oleh subjek sendiri. Stimulus projektif itu sendiri merupakan stimulus yang sifatnya ambigu sehingga mampu membangkitkan berbagai macam respon dari para subjek. Gambar dibuat dalam situasi yang beragam berdasar pada kriteria tertentu yang tetap bersifat ambigu sehingga mampu memunculkan situasi-situasi lain diluar situasi dalam gambar. Beberapa gambar yang ditampilkan adalah gambar berdasarkan penelitian Souiden dan Diagne (2009) dan Sturrock dan Pioch (1998) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi terhadap produk perawatan diri pada laki-laki. Beberapa faktor yang digunakan sebagai inspirasi gambar oleh peneliti berasal dari faktor yang dianggap memiliki signifikansi tinggi terhadap perilaku konsumsi produk perawatan diri, diantaranya adalah 3 faktor yakni faktor menikmati kesenangan, daya tarik fisik, dan efek penuaan.

(68)

Gambar kedua adalah gambar seorang laki-laki mengenakan pakaian rapi dengan tampilan wajah yang tampak kotor dengan detail jenggot dan beberapa noda di wajah. Di hadapan laki-laki tersebut berdiri seorang wanita dengan penampilan yang rapi juga sedang mengarahkan cermin ke arah wajah laki-laki itu. Gambar kedua terinspirasi dari faktor daya tarik fisik yang dihadapkan pada situasi sosial yakni dengan manghadirkan tokoh lain selain tokoh utama. Gambar dengan situasi tersebut tidak menutup kemungkinan memunculkan situasi dan kebutuhan lain yang oleh subjek, di luar situai sosial untuk meningkatkan daya tarik fisik.

Gambar ketiga adalah gambar seorang laki-laki yang tampak sedang bercermin sambil memegang beberapa helai rambut dengan raut wajah yang tampak sudah berkerut. Situasi yang ingin diciptakan adalah berdasar pada faktor efek penuaan, dimana tokoh dalam gambar digambarkan dengan raut wajah yang sudah berkerut dan menua. Situasi ini diharapkan dapat memunculkan situasi yang ambigu dan dapat memunculkan dorongan lain selain pada penuaan.

(69)

penuaan, namun juga dapat memunculkan kemungkinan jawaban lain. Jawaban lain yang mungkin dapat dimunculkan adalah perilaku mengecat rambut sebagai trend atau gaya pada tokoh dengan usia yang masih muda dan tidak ada masalah penuaan, dan dapat mengungkap faktor kesehatan dengan memandang bahwa botol dalam gambar adalah botol vitamin atau perawatan rambut lain. Pada intinya, situasi yang dimunculkan dari gambar tidak hanya terbatas pada satu situasi saja, namun beragam situasi yang dapat muncul dengan stimulus yang bersifat ambigu.

Sedangkan pada gambar kelima terdapat gambar seorang laki-laki dari belakang yang tampak sedang duduk menghadap pada seorang wanita pegawai customer service sebuah salon dan day spa. Mereka tampak sedang berbincang sambil melihat pada sebuah lembaran yang berisi mengenai gambaran dan penjelasan perawatan yang terdapat di salon dan day spa tersebut. Gambar kelima dipilih dengan tidak berdasar pada pada faktor tertentu, melainkan lebih berdasar pada situasi yang general atau umum. Gambar tersebut guna mengungkap perilaku apapun yang sekiranya bisa dilakukan di tempat-tempat perawatan diri, misalnya bahwa mendatangi salon atau tempat perawatan tertentu dapat dilakukan guna memperbaiki penampilan, menjaga kesehatan, gaya hidup, maupun tujuan dan faktor-faktor lain yang bisa diungkapkan secara bebas dan tidak terbatas pada satu situasi tertentu.

(70)

memunculkan motivasi-motivasi yang berbeda dan bervarian dalam diri subjek. Pada awalnya, gambar melalui proses try out, yaitu gambar diuji cobakan pada 5 subjek guna melihat apakah gambar memang dapat mengungkap motivasi dan cerita yang beragam varian jawabannya sehingga terkesan tidak terlalu mengarahkan. Gambar yang digunakan dalam proses try out adalah gambar satu sampai dengan gambar ketiga. Berdasarkan hasil try out ternyata dua dari tiga gambar dapat memunculkan cerita yang beragam dari kelima subjek yaitu gambar satu dan gambar dua. Sedangkan gambar ketiga kemudian digugurkan karena hampir keseluruhan subjek memunculkan cerita yang mirip satu sama lain sehingga gambar dianggap cenderung memunculkan cerita yang seragam dan mengarahkan subjek pada cerita dengan tema penuaan. Gambar tersebut berupa gambar seorang laki-laki yang tampak sudah berumur setengah baya sedang berdiri di depan cermin sambil memegang beberapa helai rambut dengan ekspresi dahi berkerut. Gambar ketiga kemudian diganti dengan gambar keempat dan diberi tambahan gambar baru yaitu gambar kelima.

(71)

satu yang mengumpamakan bahwa tokoh tidak melakukan kegiatan tersebut sendiri tapi bersama dengan teman-teman tokoh yang lain. Pada subjek satu, kegiatan pijit juga dilakukan untuk menghilangkan kepenatan dan beban pikiran dalam diri tokoh. Kemiripan lain juga terjadi dari cerita subjek tiga dan subjek empat yang menyatakan bahwa gambar merupakan suatu bentuk kegiatan merawat diri yang dilakukan untuk mendapatkan penampilan yang lebih baik atau tujuan memperbaiki penampilan. Hanya saja pada subjek ketiga, penampilan yang membaik pada tokoh dianggap dapat memunculkan perhatian dari lingkungan serta didapatkannya dampak kesehatan dari kegiatan perawatan diri. Sedangkan pada subjek keempat, penampilan yang membaik akan meningkatkan kenyamanan dalam berpenampilan pada diri tokoh. Subjek kedua tampak memberikan cerita yangs edikit berbeda, yaitu tokoh dalam gambar diceritakan sedang melakukan kegiatan pijit dengan rasa yang tidak nyaman dan tidak memunculkan relaksasi dalam diri tokoh. Namun kegiatan pijit yang dilakukan tokoh lebih digambarkan pada kegiatan yang dilakukan dengan tujuan pengobatan atas masalah dan keluhan dalam diri tokoh.

(72)

bermasalah. Perbedaan terletak pada subjek dua yang kemudian menggambarkan bahwa tokoh laki-laki kemudian melakukan perawatan sebagai solusi atas permasalahan kondisi wajahnya. Sedangkan subjek satu lebih menggambarkan bahwa tokoh laki-laki mengalami tekanan dan beban pikiran terhadap kritikan dari tokoh wanita tadi. Tokoh laki-laki juga digambarkan sempat melakukan pembelaan atas kritikan tokoh wanita dan kemudian mengalami kebingungan terhadap apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah pada kondisi wajahnya.

(73)

tokoh laki-laki yang dianggap memburuk. Tokoh laki-laki digambarkan oleh subjek merasakan adanya beban pikiran dan melakukan pembelaan atas kritikan yang diberikan oleh tokoh wanita dalam gambar yang notabene adalah pasangannya sendiri.

Gambar ketiga yang kemudian digugurkan memunculkan cerita dengan tema yang tampak mirip antara subjek satu dengan subjek yang lain. Subjek satu sampai dengan subjek lima memunculkan cerita yang sama yaitu cerita tentang ketakutan akan penuaan. Yang membedakan hanya perkiraan usia tokoh dalam gambar, yaitu subjek satu dan dua yang memposisikan tokoh dalam gambar yang berusia kurang lebih tiga puluh tahun, dan subjek empat dan lima yang memposisikan tokoh sudah berusia tua. Subjek tiga menceritakan bahwa penuaan memunculkan tekanan dan stress pada diri tokoh dalam gambar, sedangkan subjek satu dan tiga menceritakan bahwa penuaan pada tokoh menimbulkan perasaan tidak keren. Melihat dari tema keseluruhan yang sama antara subjek satu sampai dengan subjek lima yaitu ketakutan pada penuaan, maka gambar ketiga digugurkan karena tidak dapat mengungkap kebutuhan dan dorongan diluar situasi ketakutan penuaan.

2. Wawancara Semi Terstruktur

(74)

subjek penelitian dengan tetap berdasar pada beberapa pokok pertanyaan yang sudah dipersiapkan sesuai penelitian. Panduan pertanyaan wawancara harus dapat mengungkapkan tujuan maupun fokus dari penelitian. Pertanyaan-pertanyaan tersebut terkait dengan perilaku melakukan perawatan diri pada laki-laki termasuk pada diri subjek sendiri.

Beberapa pertanyaan yang akan digunakan sebagai panduan dalam wawancara semi terstruktur antara lain adalah :

Tabel 1

Daftar Panduan Wawancara

Pertanyaan Tujuan

Sejak kapan anda mulai melakukan kegiatan merawat diri ?

Raport, mengetahui awal mula kegiatan merawat diri

Darimanakah anda mengenal perawatan diri ?

Raport, mengetahui awal mula kegiatan merawat diri

Apakah di lingkungan sekitar anda banyak orang yang melakukan perawatan diri ?

Mengetahui awal mula kegiatan merawat diri

Pernahkah anda mengunjungi salon-salon perawatan diri ? kegiatan apa yang biasa anda lakukan di sana ?

Mengetahui awal mula kegiatan merawat diri

Menurut anda, apakah perawatan diri itu sendiri ?

(75)

Pertanyaan Tujuan

Perawatan diri itu mencakup apa saja ?

Mengetahui seberapa jauh subjek mengenal perawatan diri

Perawatan seperti apa yang biasa anda melakukan ?

Mengetahui seberapa pentingnya perawatan diri

Mengapa anda merawat diri ? Mengetahui seberapa pentingnya perawatan diri

Bagaimana perasaan anda ketika melakukan perawatan ?

Mengetahui seberapa pentingnya perawatan diri

Efek atau pengaruh apa saja yang anda alami setelah melakukan perawatan diri ? (berkaitan dengan relasi, pekerjaan)

Mengetahui pengaruh perawatan diri dan reaksi lingkungan sekitar terhadap perilaku merawat diri subjek

Menurut anda, bagaimana lingkungan sekitar anda

memandang perilaku merawat diri itu sendiri ?

Mengetahui pengaruh perawatan diri dan reaksi lingkungan sekitar terhadap perilaku merawat diri subjek

Bagaimana keadaan lingkungan anda sendiri menyikapi perilaku anda yang suka merawat diri ?

(76)

3. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa tahapan. Pada tahap awal, pemberian alat stimulus projektif diawali dengan pemberian raport dan instruksi. Instruksi yang dapat diberikan sebagai penjelasan mengenai apa yang harus dilakukan subjek adalah subjek diminta untuk menceritakan apa yang terjadi saat itu secara spontan, apa yang dipikirkan serta dirasakan oleh karakter dalam gambar. Instruksi yang akan diberikan pada subjek tidak jauh berbeda dengan instruksi yang diberikan pada pelaksanaan tes TAT, yakni sebagai berikut : ‘Berikut ini akan ditunjukkan beberapa gambar, dan anda akan diminta untuk membuat sebuah cerita mengenai gambar tersebut terkait dengan apa yang dilakukan, dirasakan, dan dipikirkan tokoh dalam gambar, apa yang terjadi sebelumnya sehingga terjadi aktivitas dalam gambar, dan apa yang terjadi sesudahnya. Anda diminta untuk segera menceritakan apa saja yang terlintas dalam pikiran anda setelah melihat gambar tersebut, dan anda sangat diharapkan bisa bebas berimajinasi mengenai gambar tersebut’.

Langkah-langkah dalam proses pengumpulan data melalui stimulus projektif dan wawancara ini melalui beberapa tahap, yakni:

(77)

b. Membangun rapport dengan subjek dan meminta subjek untuk menjawab pertanyaan yang diajukan secara jujur. Peneliti juga menyampaikan permintaan izin untuk mengajukan beberapa gambar (stimulus projektif) dan beberapa pertanyaan guna melengkapi data penelitiannya.

c. Menyusun jadwal pelaksanaan pengumpulan data dan wawancara agar antara peneliti dan subjek penelitian terjadi kesepakatan, sehingga tidak mengganggu aktivitas dari subjek penelitian.

d. Langkah selanjutnya adalah menyusun gambar dan panduan pertanyaan wawancara yang akan digunakan dengan pelaksanaan tahap stimulus projektif terlebih dahulu dan kemudian disusul dengan pengajuan pertanyaan wawancara. Penyusunan gambar dibuat sesuai dengan tujuan penelitian dan panduan wawancara digunakan agar peneliti tetap fokus pada pembicaraan dalam bahan wawancara.

e. Kemudian tahap yang dilakukan adalah pemberian stimulus projektif dan kemudian barulah tahap wawancara semi-terstrukur. Tahap tersebut disusun dengan pelaksanaan stimulus proyektif terlebih dahulu dengan harapan meminimalisir terjadinya bias pada diri subjek terhadap cerita yang akan diungkapkan melalui gambar.

(78)

Setelah itu, peneliti akan membuat transkrip wawancara dan verbatim keseluruhan hasil pengajuan stimulus projektif subjek.

F. Prosedur Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bogdan & Biklen, dalam Moleong, 1989). Proses analisis data diawali dengan langkah awal memahami data. Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan yang kemudian dikategorisasikan dan diakhiri dengan langkah penafsiran data. Langkah-langkah analisis data pada penlitian ini diuraikan sebagai berikut:

a. Organisasi Data

(79)

kemudahan dalam mencari data. Dari data stimulus proyektif berupa gambar dan hasil wawancara subjek, kemudian akan dicatat/ditranskripsikan kata per kata (verbatim). Kemudian dilanjutkan dengan langkah selanjutnya yakni melakukan koding dan pengkategorisasian.

b. Kategorisasi

(80)

tertentu. Berikut adalah beberapa contoh mengenai kalimat yang mengandung unsur emosi atau situasi tertentu yang bisa ditandai dan dikategorikan menjadi need, drive, dan motif :

Playmirth : bertindak untuk kesenangan (fun), tanpa tujuan jelas selain kesenangan itu sendiri. Tertawa, bermain, bercanda, dsb. Namun kalau permainan itu serius atau kompetitif, maka akan muncul Achievement.

Melihat pengertian pada kebutuhan playmirth tersebut,maka dalam mengkategorisasikan kebutuhan tersebut dalam kemunculannya pada sebuah kalimat adalah dengan mencermati kalimat yang sekiranya mengandung maksna tentang tindakan yang ditujukan untuk sebuah kesenangan, permainan, dan segala bentuk hal yang menciptakan kesenangan tanpa tujuan yang jelas.

Contoh kalimat : ”soalnya kan aku juga cenderungnya punya hobi ngewarnain rambut”

Kata hobi pada kalimat contoh tersebut mengandung unsur kesenangan karena hobi identik dengan kegiatan yang dilakukan berdasarkan kesukaan dan kesenangan terhadap suatu hal tertentu. Berdasarkan pada makna tersebut maka kalimat contoh dapat dikatakan mengandung makna dan digolongkan dalam kebutuhan playmirth.

Gambar

Tabel 2. Prosentase Need Subjek  ...................................................................
gambar daripada menggunakan wawancara) (Prihanto, 1993).
gambar yang terinspirasi dari TAT (Thematic Apperception Test).
gambar kelima.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun dari wawancara dengan lima belas orang siswa laki-laki pada masing-masing sekolah yang dipilih secara acak pada tanggal 23 April 2011 didapatkan informasi bahwa siswa

Dari hasil penelitian didapatkan hasil bahwa tingkat stres pada pengajar di Sekolah Khusus Al-Ihsan dari aspek fisik yang paling banyak muncul adalah tingkat

Pada subjek A perilaku yang dilakukan atas dasar bujukan dari pasangannya (pria), sedangkan pada (subjek) sendiri faktor internal yang mendorang perilaku seks

Jika dilihat dari rata-rata asupan zat besi yang melebihi rata-rata kebutuhan zat besinya dan tingkat kecukupan zat besi yang termasuk kategori cukup namun mayoritas

Data yang diperoleh dari uji statistic Gamma dengan tingkat signifikasi 0.05, didapatkan hasil p value 0.020 serta keeratan korelasi (r) 0.925 dapat disimpulkan bahwa

Pola sidik jari pada bagian phalanx distal dari kasus-kasus sebelumnya diketahui terdapat pola yang sering muncul pada penderita penyakit tertentu.. Pada penderita

Faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi pada subjek I muncul dengan adanya pemahaman akan dirinya sebagai individu indigo, reaksi yang positif dari orangtua

Subjek studi kasus 2 setelah diberikan edukasi pada kunjungan ketiga dengan prosentase 62,5% dari hasil yang didapatkan ada perbedaan dari subjek studi kasus 1 dan 2 yang dipengaruhi