B
Kabupaten Kapuas Hulu dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1953 dengan luas wilayah 29.842,00 km2 atau 2.984.200 Ha, dengan
letak geografis antara 111,40o – 111,10o Bujur Timur dan antara 0,50o Lintang
Utara – 1,40o Lintang Selatan.
Gambar 2.1 Lokasi Kabupaten Kapuas Hulu
II - 2
Batas wilayah Kabupaten Kapuas Hulu adalah sebagai berikut:
Sebelah utara dengan Sarawak (Malaysia Timur)
Sebelah Barat dengan Kabupaten Sintang
Sebelah Selatan dengan Kabupaten Sintang
Sebelah Timur dengan Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah
Dengan batas wilayah seperti tercantum di atas, luas wilayah Kabupaten
Kapuas Hulu setara dengan 20,33% dari luas Propinsi Kalimantan Barat secara
keseluruhan yang mencapai 146.807 km2.
Selanjutnya, sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Nomor 343
Tahun 1987 dan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1996, luas wilayah
pemerintahan Kabupaten Kapuas Hulu ditetapkan menjadi 23 wilayah
Kecamatan yaitu: Kecamatan Putussibau Utara, Kecamatan Putussibau Selatan,
Kecamatan Bika, Kecamatan Kalis, Kecamatan Mentebah, Kecamatan Boyan
Tanjung, Kecamatan Pengkadan, Kecamatan Hulu Gurung, Kecamatan
Seberuang, Kecamatan Semitau, Kecamatan Suhaid, Kecamatan Selimbau,
Kecamatan Jongkong, Kecamatan Bunut Hilir, Kecamatan Bunut Hulu,
Kecamatan Embaloh Hilir, Kecamatan Embaloh Hulu, Kecamatan Batang
Lupar, Kecamatan Badau, Kecamatan Empanang, Kecamatan Puring Kencana,
Kecamatan Silat Hilir, dan Kecamatan Silat Hulu. Sementara itu, secara
administrasi Kab. Kapuas Hulu dibagi menjadi 4 wilayah Kelurahan, 278 Desa
dan 568 Dusun. Adapun persebaran wilayah Kecamatan di Kab. Kapuas Hulu
II - 4
Tabel 2.1 Nama Ibukota Kecamatan dan Jumlah Desa dan Kelurahan Di Kabupaten Kapuas Hulu
Sumber : Data Pokok Tahun 2013
2.1.1 Profil Geografi
Secara keseluruhan Kabupaten Kapuas Hulu merupakan daerah yang
telah mengalami pengikisan dan sudah tua, yang ditandai dengan tepian tebing
sungai yang kecil dan berbelok-belok. Morfologi daerah Kabupaten Kapuas
Hulu umumnya berbentuk wajan (kuali) yang terdiri dari daratan
rendah/cekung yang terendam air serta daerah danau dan rawa-rawa yang
berair cukup dalam.
Kecamatan Ibukota Jumlah
Desa/Kelurahan
1 Putussibau Utara Putussibau 19
2 Putussibau Selatan Kedamin 16
Sebagian daerah memiliki kawasan danau dan rawa-rawa berair dalam,
sedangkan dataran rendah yang bukan danau terendam dua kali setahun selama
setengah sampai enam bulan. Pada dataran tinggi diselingi rawa-rawa
memanjang tetapi sempit atau diselingi oleh bukit kecil.
Kabupaten Kapuas Hulu umumnya beriklim tropis dengan temperatur
udara rata-rata perbulan berkisar antara 22,9oC sampai 33,5oC, kelembaban
nisbi rata-rata perbulan 84,6%, intensitas penyinaran matahari adalah 38%.
Curah hujan yang cukup tertinggi terjadi pada Mei (547,6 mm) dan curah hujan
yang rendah antara bulan Agustus (222,2 mm).
Luas hutan di Kabupaten Kapuas Hulu mencapai luas 2.446.148 Ha,
yang terdiri dari Taman Nasional 925.134 ha; hutan lindung 834.140 ha; hutan
produksi terbatas 485.495 ha; hutan produksi konservasi 109.065 ha; hutan
produksi biasa 174.440 ha.
2.1.2 Profil Demografi
Penduduk merupakan salah satu modal dasar pembangunan suatu daerah yang
sangat penting dan berpotensi secara ekonomi. Besarnya jumlah penduduk
berarti banyak tenaga kerja yang tersedia. Akan tetapi besar secara kuantitas
saja tidak cukup membantu bagi peningkatan pembangunan, karena tidak akan
bermanfaat jika tidak diimbangi kualitas yang baik.
a. Jumlah Penduduk dan Sebarannya
Pada tahun 2013 jumlah penduduk di Kabupaten Kapuas Hulu mencapai
247.306 jiwa yang menyebar di 23 kecamatan. Jumlah KK mencapai 67.156
kk. Dengan luas wilayah yang mencapai 29.842 km2, Kapuas Hulu
mempunyai kepadatan penduduk sebesar 8,29 jiwa/km2. Kecamatan yang
mempunyai jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Putussibau Utara,
Putussibau Selatan dan Silat Hilir yang masing- masing mempunyai jumlah
II - 6
Tabel 2.1 Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Kapuas Hulu
Tahun 2013
Sumber :Data Pokok 2013 Kab. Kapuas Hulu
Kecamatan yang mempunyai kepadatan penduduk tertinggi adalah
kecamatan Hulu Gurung yang mencapai 31,76 jiwa/km2 disusul oleh
kecamatan Jongkong 25,88 jiwa/km2.
b. Komposisi Umur dan Angka Ketergantungan
Struktur umur penduduk Kapuas Hulu masih berada pada struktur umur
"muda”. Kelompok umur anak-anak (15 tahun ke bawah) dan kelompok
umur muda (20-39 tahun) komposisinya terlihat relatif lebih besar
Dibawah ini ditampilkan data jumlah dan sex ratio penduduk bersumber dari
Kapuas Hulu Dalam Angka Tahun 2013.
Tabel 2.2 Jumlah dan Sex Ratio Penduduk Kabupaten Kapuas Hulu
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
Kecamatan Jumlah penduduk Sex ratio
Laki-laki Perempuan Jumlah
01 Silat Hilir 8.865 8.122 16.987 109,15
2009 113.603 109.290 222.893 103,95
2008 111.925 106.880 218.804 104,72
2007 110.463 103.297 213.760 106,94
II - 8
Tabel 2.3 Persentase Penduduk Kabupaten Kapuas Hulu
Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Kelompok Umur Laki-Laki
(%)
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2013
Perbandingan jumlah penduduk antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan di Kapuas Hulu pada tahun 2013 adalah 103,95. Ini berarti jumlah
perbandingannnya adalah pada setiap 100 orang perempuan terdapat 103 - 104
laki-laki. Sedangkan jika dilihat angka rasio ketergantungan (dependency ratio)
penduduk antara usia non produktif (usia < 15 tahun ditambah usia > 65
tahun) terhadap usia produktif (15 – 64 tahun)adalah sebagai berikut:
-anak : 48,19 %
93 %
53,12 %
Dengan demikian, pada tahun 2013 setiap 100 orang berusia produktif
di Kapuas Hulu secara rata-rata terbebani oleh sekitar 53 – 54 orang berusia
tidak produktif (terdiri atas 4 - 5 orang lansia dan 48 – 49 orang anak-anak).
2.1.3 Profil Sosial Budaya
Aspek Sosial Budaya yang penting dalam perencanaan pembangunan
daerah diantaranya adalah kondisi mengenai kependudukan dan tenaga kerja,
kondisi kesehatan, pendidikan, kesejahteraan, agama dan kebudayaan. Untuk
menjamin desentralisasi berjalan untuk kepentingan masyarakat adalah dengan
membuat kesepakatan sosial baru (new social contract) dimana masyarakat berhak
atas suatu standar pembangunan manusia yang meliputi tiga dimensi dasar,
yakni lama hidup, pengetahuan dan standar hidup yang dikur dengan angka
harapan hidup, pencapaian pendidikan dan pendapatan per kapita yang telah
disesuaikan dengan varitas daya beli, yakni Indeks Pembangunan Manusia
(IPM).
a. Ketenagakerjaan
Sektor Pertanian masih andalan sebagai mata pencarian di Kabupaten Kapuas
Hulu. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 2013 (SUSENAS
2013), pada tahun 2013 persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang
bekerja, penduduk yang bekerja disektor Pertanian mencapai 75,92 %,
kemudian disusul Sektor Lembaga Keuangan, Jasa dan Lainnya sebesar 10,65
II - 10
Tabel 2.4 Persentase Penduduk Menurut Lapangan Pekerjaan
Di Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2013
Jenis Lapangan Usaha
Persentase
Laki-Laki Perempuan Laki-Laki +
Perempuan
Pertanian 69,89 78,17 73,40
Pertambangan dan Penggalian 6,37 0,00 3,67
Industri Pengolahan 0,79 3,06 1,75
Listrik, Gas dan Air Bersih 0,28 0,00 0,16
Konstruksi 4,86 0,00 2,80
Perdagangan, Hotel dan Restoran 4,91 9,38 6,80
Transportasi dan Komunikasi 1,19 0,08 0,72
Lembaga Keuangan, Jasa dan Lainnya 11,71 9,31 10,69
Total 100,00 100,00 100,00
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2013
b. Pendidikan
Titik berat pembangunan pendidikan mengutamakan pemerataan dan
peningkatan kualitas pendidikan dasar dan menengah, perluasan dan
peningkatan kualitas pendidikan kejuruan sekolah lanjutan tingkat atas serta
pelaksanaan wajib belajar sembilan tahun sesuai dengan perkembangan
tuntutan pembangunan dan potensi daerah. Dalam pembangunan pendidikan
seluruh modal dasar pembangunan didayagunakan, terutama penduduk yang
besar jumlahnya sebagai sumber daya manusia yang potensial dan produktif
bagi pembangunan nasional. Salah satu usaha Pemerintah maupun swasta di
bidang pendidikan dalam mengimbangi pertambahan penduduk, khususnya
usia muda adalah dengan menyediakan sarana fisik pendidikan dan tenaga guru
yang memadai. Hal ini perlu terus dilanjutkan untuk keberhasilan pelaksanaan
pendidikan kita.
Pada tahun ajaran 2012/2013 jumlah Taman Kanak-kanak (TK) yang ada di
Kabupaten Kapuas Hulu tercatat sebanyak 38, Sekolah Dasar (SD) sebanyak
425 sekolah, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 104 sekolah
lengkap dapat dilihat pada tabel 5.1.1. Jumlah murid yang terdaftar untuk tahun
ajaran 2012/2013 sebanyak 856 murid Taman Kanak-Kanak – jumlah ini
mengalami penurunan sebesar 29 murid (atau setara dengan 3,28 %) dari tahun
ajaran 2012/2013, Sekolah Dasar sebanyak 31.304 murid (bertambah 1.155
orang atau turun sebesar 3,83% dari tahun ajaran sebelumnya), Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama sebanyak 8.450 murid (berkurang 52 siswa atau
menurun 0,61 % dari tahun ajaran 2011/2012). Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
pada tahun ajaran 2012/2013 sebanyak 3.022 murid– jumlah ini mengalami
penurunan sebesar 29,34 % atau sebanyak 1.255 murid jika dibandingkan
dengan tahun ajaran sebelumnya. Juga tercatat jumlah guru yang mengajar
untuk Sekolah Dasar sebanyak 3.043 orang, guru Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama sebanyak 853 orang dan guru Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
jumlahnya 481 orang pada tahun ajaran 2012/2013, sedangkan untuk guru
Taman Kanak-Kanak yang tercatat pada Dinas Pendidikan pada tahun
pelajaran 2012/2013 sebanyak 85 orang guru.
Tabel 2.6 Jumlah Sekolah Di Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2010/2011
Kecamatan TK Sekolah Dasar
Negeri Swasta Ibtidaiyah
II - 12
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
Pembangunan pendidikan di Kabupaten Kapuas Hulu ditujukan dalam rangka
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dengan tetap mempertahankan
nilai-nilai budaya bangsa dengan 4 (empat) sasaran berupa peningkatan mutu
dan pemerataan pendidikan, peningkatan penguasaan Iptek, peningkatan
apresiasi seni dan budaya daerah serta peningkatan pembinaan pemuda dan
olah raga. Pada sub sektor pendidikan formal di Kabupaten Kapuas Hulu
selama periode lima tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang relatif
meningkat khususnya dari aspek kualitas maupun kuantitas prasarana dan
sarana baik yang menyangkut jumlah sekolah, ruang kelas, guru atau tenaga
pengajar serta siswa atau murid.
Tabel 2.6 (Lanjutan)
Kecamatan SMTP M. Tsanawiyah Jumlah
Negeri Swasta Negeri Swasta Negeri Swasta
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
Tabel 2.6 (Lanjutan)
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
c. Kesehatan
Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia serta kualitas kehidupan dan usia harapan hidup, meningkatkan
II - 14
kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta untuk mempertinggi kesadaran
masyarakat terhadap pentingnya hidup sehat.
Untuk melihat dan menilai kinerja sektor kesehatan di daerah Kapuas Hulu
dapat dilihat melalui perkembangan beberapa indikator, diantaranya yakni:
perkembangan sarana prasarana kesehatan, tenaga kesehatan dan indikator
derajat kesehatan masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu.
Kebijakan pemerintah dibidang kesehatan berupa penyediaan berbagai sarana
dan prasarana kesehatan merupakan salah satu usaha untuk memperbaiki
kesejahteraan rakyat dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Adanya
partisipasi yang aktif, baik dari pihak masyarakat maupun pihak swasta turut
mendukung peningkatan upaya pembangunan dan pengembangan sektor
kesehatan ini. Salah satu bentuk partisipasl aktif dari masyarakat tersebut adalah
semakin banyaknya Jumlah Posyandu yang tumbuh dan tersebar hampir merata
dl seluruh wilayah desa/kecamatan. Sedangkan peran serta pihak swasta terlihat
dari adanya usaha-usaha pengembangan fasilitas kesehatan berupa penyediaan
apotek-apotek dan toko obat yang cukup.
Tabel 2.7 Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas
Di Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2010
Kecamatan
Pelayanan Kesehatan
Rumah Sakit Umum Puskesmas Puskesmas
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
Meskipun demikian, kurangnya jumlah fasilitas kesehatan dan pengaruh faktor
fisik geografis Kabupaten Kapuas Hulu yang begitu luas yang berdampak
terhadap akses ke pusat pelayanan kesehatan. Kapuas Hulu dengan luas 29.842
km2 sampai saat ini masih dilayani oleh satu Rumah Sakit, yakni RSUD dr.
Achmad Diponegoro yang berlokasi di ibukota kabupaten.
Sedangkan tenaga dokter umum telah disebar pada masing-masing kecamatan
yang ada tergambar pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.8 Jumlah Tenaga Dokter Di Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2010
15 Suhaid - 1 2
Kecamatan Dokter Jumlah
II - 16
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
Kekurangan tenaga dokter dan sarana kesehatan berupa rumah sakit dan
puskesmas ini berusaha dilengkapi dengan dibangunnya posyandu-posyandu
serta pengadaan Kader Kesehatan dan Bidan PTT di seluruh wilayah
Kabupaten Kapuas Hulu.
Kecuali bidan PTT, jumlah posyandu, kader kesehatan mengalami
pertambahan dari tahun ke tahun, dimana dengan ini rentang pelayanan
kesehatan dapat lebih panjang dan menjangkau penduduk miskin di pedalaman
wilayah.
Tabel 2.9 Jumlah Pos Yandu, Kader Kesehatan dan Bidan PTT di
Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2010
18 Empanang - 1 - 1
Kecamatan Pos Yandu Kader
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
2.1.4 Perekonomian Daerah
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat dijadikan indikator tingkat kemajuan
suatu daerah. PAD Kabupaten Kapuas Hulu pada tahun 2010 bernilai Rp.
20.616.170.859,00 yang bersumber dari :
- penerimaan pemerintah sektor pajak : Rp. 838.293.166,00
- retribusi : Rp. 6.280.755.561,00
- hasil pengelolaan kekayaan daerah : Rp. 3.614.431.369,00
yang dipisahkan
- penerimaan lainnya : Rp. 9.882.690.763,00
Berikut rincian Realisasi penerimaan daerah otonom Kab. Kapuas Hulu pada
tahun 2010.
Tabel 2.7 Realisasi Penerimaan Daerah Otonom Kabupaten Kapuas
Hulu Tahun Anggaran 2010
a. Pajak daerah 838.293.166,00
b. Retribusi daerah 6.280.755.561,00
c. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 3.614.431.369,00
d. penerimaan lain PAD yang sah 9.882.690.763,00
2. Dana Perimbangan
a. bagi hasil pajak/bagi hasil bukan pajak 65.266.098.253,00
II - 18
3. Lain lain pendapatan daerah yang sah 7.883.960.000,00
a. Pendapatan Hibah 15.203.367,00
b. Dana Darurat -
c. Dana bagi hasil pajak dari propinsi dan pemerintah
daerah lainnya
9.484.773.116,00
d. Dana penyesuaian dan otonomi khusus 70.531.959.131,00
e. Bantuan keuangan dari propinsi/pemerintah daerah
lainnya
10.329.000.000,00
JUMLAH 777.291.771.726,00
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
Tabel 2.8 Realisasi Pengeluaran Daerah Otonom Kabupaten Kapuas
Hulu Tahun Anggaran 2010
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
Keadaan perekonomian Kabupaten Kapuas Hulu dapat dilihat dari
Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB), yang di dalamnya dapat terlihat
Uraian Realisasi Tahun 2010
(Rupiah)
Belanja daerah
1. Belanja Tidak langsung
a. belanja pegawai 251.400.164.984,00
b. belanja bunga -
c. belanja subsidi -
d. belanja hibah 13.227.156.253,00
e. belaja bantuan sosial 19.873.272.000,00
f. belanja bagi hasil kepada prov/kab/kota dan
pemerintahan desa
-
g. belanja bantuan keuangan kepada prov/kab/kota
dan pemerintahan desa
42.785.910.000,00
h. Belanja tak terduga 3.392.968.958,00
2. belanja langsung
a. belanja pegawai 20.514.858.050,00
b. belanja barang dan jasa 178.361.491.028,00
c. belanja modal 223.504.543.050,00
sumbangan masing-masing sektor terhadap perekonomian. Walaupun terjadi
penurunan kontribusi setiap tahunnya, sektor pertanian masih tetap menjadi
leading sector dari sektor-sektor lainnya pada tahun 2010.
Sumber : Data Pokok Kab. Kapuas Hulu Tahun 2011
Gambar 2.1 Kontribusi Sektor Perekonomian Kabupaten Kapuas Hulu
Salah satu cara untuk melihat tingkat kemakmuran suatu daerah adalah dengan
melihat pendapatan perkapita di daerah tersebut. Pendapatan perkapita ini
diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Pada tabel di bawah ini dapat dilihat dari tahun 2006
sampai 2010, apabila dinilai dengan rupiah, nilai PDRB perkapita Kapuas Hulu
menunjukkan trend yang terus naik. Akan tetapi bila dinilai dengan kurs dollar
Amerika Serikat, PDRB perkapita kabupaten Kapuas Hulu angkanya cukup
berfluktuatif. Hal ini disebabkan oleh berfluktuatifnya juga nilai tukar rupiah
terhadap dollar Amerika Serikat.
Rp506.744,45
Rp15.685,19
Rp40.200,02 Rp4.370,12
Rp172.791,47 Rp217.355,72 Rp46.400,16
Rp63.016,82 Rp115.447,49
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
II - 20 2010 222.160 10.680.465,73 1.176,52 9.078 Sumber : Data Pokok Kab. Kapuas Hulu Tahun 2011
Nilai PDRB Kabupaten Kapuas Hulu dihitung berdasarkan harga
konstan 2000. Untuk tahun 2010 mencapai Rp. 10.680.465,73 bila
dibandingkan dengan tahun 2006 sebesar Rp. 7.454.262,19 berarti mengalami
kenaikan sebesar Rp. 3.226.203,54 Hal ini menunjukkan bahwa secara riil
perekonomian Kabupaten Kapuas Hulu dapat tumbuh dengan cukup baik.
Tabel 2.10 PDRB Harga Berlaku Tahun 2010
Menurut Lapangan Usaha (Jutaan Rupiah)
No Sektor PDRB Tahun 2010
1 Pertanian 506.744,45
2 P e r t a m b a n g a n & P e n g g a l i a n 15.685,19
3 Industri Pengolahan 40.200,02
4 Listrik & Air Minum 4.370,12
2.2 Kondisi prasarana Bidang PU/Cipta Karya
2.2.1 Sub Bidang Air Minum
Seperti halnya kebutuhan terhadap energi listrik dan bahan bakar, hal serupa
terjadi juga pada kebutuhan akan air bersih yang mengalami peningkatan
sebagai dampak dari peningkatan kegiatan pembangunan khususnya di sektor
industri. Adapun sistem pelayanan sarana air bersih di Kapuas Hulu hingga
tahun 2009 tercatat baru dilayani dan dikelola oleh 1 (satu) perusahaan Air
Minum (PDAM) dengan sumber air baku dari air sungai yang baru menjangkau
Kota Putussibau sebagai Ibukota Kabupaten dan beberapa kecamatan saja.
Penduduk lainnya dikota-kota kecamatan umumnya menggunakan air Sungai
Kapuas sebagai sumber air utama untuk keperluan sehari-hari disamping Juga
mengandalkan air hujan dan sebagian kecil saja menggunakan air tanah dengan
membuat sumur-sumur dangkal. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya,
bahwa tercatat sebagian besar penduduk di Kabupaten Kapuas Hulu
mengandalkan sumber air minum yang berasal dari air di sepanjang aliran
sungai Kapuas, yakni hampir 70% dari seluruh penduduk di Kapuas Hulu.
Sementara pemanfaatan sumber air ledeng yang dikelola oleh PDAM hanya
sebesar 19,37 % dari seluruh jumlah pengguna atau penduduk yang
membutuhkan air minum. Perusahaan pengelola air minum yang ada saat ini
menggunakan sumber air baku yakni dari sumber air sungai Kapuas yang
selanjutnya dilakukan pengolahan lebih lanjut untuk memperoleh kualitas air
minum yang benar-benar terjamin kemurnian dan higienisnya sebelum
II - 22
Sumber : Kapuas Hulu Dalam Angka, BPS, 2011
Gambar 2.2 Banyaknya pelanggan air minum menurut jenis pelanggan
tahun 2010
Tabel 2.12 Volume Air Yang Disalurkan PDAM Kabupaten Kapuas Hulu
Jenis Pelanggan Volume Yang Disalurkan (m3)
2008 2009 2010
1. Rumah Tinggal 1.583.590 1.638.883 1.626.384
2. Hotel/ Obyek Wisata 20.638 27.300 27.598
3. Rumah Sakit 47.150 61.347 56.313
4. Rumah Ibadah 12.369 14.687 10.416
5. Instansi Pemerintahan 46.161 60.602 70.936 6. Perusahaan /
Pertokoan
124.587 191.315 192.922
7. Industri besar 1.316 1.399 891
8. Pelabuhan 643 770 810
9. Kebocoran 745.527 882.410 -
2.2.2 Sub Bidang Persampahan
Secara umum kondisi kebersihan di kawasan permukiman rakyat di Kabupaten
Kapuas Hulu masih kurang memenuhi standar kesehatan. Hal ini antara lain
disebabkan rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya pengetahuan serta
kemampuan ekonomi masyarakat. Pengelolaan sampah secara terpadu masih
jauh dari yang diharapkan, bahkan di ibukota kabupaten.
Volume sampah yang dihasilkan penduduk Kota Putussibau, misalnya,
setiap harinya belum diketahui secara pasti, karena keterbatasan data dan tidak
adanya sistem pendataan dan belum pernah dilakukannya studi tentang
persampahan di Kota Putussibau. Oleh karena itu, perhitungan volume
sampah didasarkan pada standar BNA yang menetapkan bahwa produksi
sampah domestik berkisar antara 2,0 sampai 2,2 liter perorang perhari
sedangkan sampah domestik sekitar 1,0 liter perorang perhari.
Perhitungan kebutuhan sebagaimana tercantum dalam Tabel 2.13
menunjukkan peningkatan pelayanan dari 60 % pada tahun 2006 menjadi 80 %
penduduk (2010) untuk sampah domestik, sementara sampah komersial akan
dilayani 100 % sejak akhir 5 tahun pertama.
Tabel 2.13 Perhitungan Produksi Sampah Kota Putussibau Tahun 2010
Uraian Tahun 2006 Tahun 2008 Tahun 2010
Jumlah penduduk 13.204 14.080 15.050
Jumlah penduduk Terlayani 7.924 9.657 12.020
Prosentase Penduduk Terlayani 240,00 280,00 270,00 Prod Sampah Domestik (m3/hr) 272,60 301,23 32,67 Prod Sampah Non Domestik (m3/hr) 212,20 14,06 15,05
Prod Sampah Total (m3/hr) 42,04 45,06 48,14
Vol. Sampah Domestik Terlayani (m3/hr) 17,44 15,61 26,27 Vol. Sampah Tertangani (m3/hr) 30,61 35,75 41,55
II - 24
Dalam pengembangan sistem pembuangan sampah, beberapa hal perlu
diperhatikan yakni;
1. Sistem pengumpulan 2. Sistem pengangkutan
3. Penampungan sementara (transfer station)
4. Pembuangan akhir
5. Pengolahan sampah tertentu
Untuk daerah permukiman yang teratur di mana semua persil
menghadap jalan, sampah-sampah rumah tangga dapat dikumpulkan secara
door to door oleh petugas dengan gerobak. Sampah kemudian diangkut ke
tempat pembuangan sementara (transfer station) yang terdapat pada pusat-pusat
permukiman. Selanjutnya, truk pengangkut mengumpulkan sampah dari semua
transfer station yang ada dan diangkut menuju tempat pembuangan akhir. Di
tempat pembuangan akhir ini sampah dipisahkan dan diolah dengan metode
pembakaran, dumping. dan lain-lain.
Untuk daerah permukiman yang teratur dimana persil-persil rumah tidak
selalu menghadap jalan dan penggunaan gerobak tidak memungkinkan,
pengumpulan sampah dilakukan oleh masing-masing rumah tangga ke bak-bak
pembuangan sementara di mulut-mulut gang atau di tengah-tengah kumpulan
beberapa rumah yang letaknya dekat dangan jalan lingkungan yang dapat dilalui
truk pengangkut. Dari tempat pembuangan sementara ini truk pengangkut
membawa sampah ke tempat pembuangan akhir. Untuk daerah perdagangan
dan komersial dengan kepadatan bangunan sangat tinggi. pengumpulan
sampah dari bangunan-bangunan dilakukan dengan sistem pewadahan sampah
berupa kantong plastik yang kemudIan dikumpulkan oleh petugas dengan
gerobak dan diangkut menuju bak pengumpul sementara. Selanjutnya, truk
pengangkut membawanya ke tempat pembuangan akhir. Sampah jalan, taman
dibawa ke tempat pembuangan sementara atau langsung ke truk pengangkut
untuk selanjutnya dikirim ke tempat pembuangan akhir.
Beberapa rumah tangga dengan halaman yang cukup luas bisa mengolah
sampahnya sendiri dengan menimbunnya di dalam tanah atau dengan
pembakaran. Dengan sistem pembuangan sampah tersebut, perlu disediakan
1. bak-bak sampah di masing-masing rumah tangga, instansi dan bangunan
lain penghasil sampah
2. bak-bak pembuangan sementara yang mampu menampung sampah
beberapa rumah tangga / bangunan lain. Bila satu bak sampah
sementara berkapasitas 6 meter kubik dengan frekuensi pengangkutan
oleh truk pengangkut dua hari sekali, maka hingga akhir tahun rencana,
sesuai dengan Tabel 2.13, Kota Putussibau diperkirakan perlu
menyediakan 14 buah bak pembuangan sementara (TPS) baik untuk
melayani sampah domestik maupun non domestik.
3. truk pengangkut sampah yang penentuan jumlahnya djtentukan oleh
faktor kapasitas angkut, waktu tempuh dalam sekali angkut, lama operasi
perhari dan kemampuan keuangan pemerintah.
4. kawasan tempat pembuangan akhir yang luasnya ditentukan berdasarkan
jenis pengolahan yang dipakai.
Untuk menentukan sistem pembuangan sampah yang lebih terinci
dengan kebutuhan-kebutuhan lahan yang tepat perlu dilakukan studi khusus,
sekaligus untuk menentukan bentuk sistem pengelolaannya.
2.2.3 Sub Bidang Air Limbah
Di wilayah Kabupaten Kapuas Hulu, terutama kota Putussibau, untuk
pembuangan limbah rumah tangga semuanya di lakukan secara pribadi oleh
masyarakat sendiri dan sampai saat ini belum terdapat suatu sistem pengolahan
II - 26
2.2.4 Sub Bidang Drainase
Untuk ibukota Kabupaten Kapuas Hulu, yaitu kota Putussibau, sistem drainase
(rioolering) sangat terbatas dan sederhana. Di wilayah ini banyak terdapat parit/
selokan alami yang mengarah ke Sungai Kapuas dan Sungai Sibau. Sistem
drainase ini selain dari parit juga terdapat tiga sistem alternatif yaitu sistem
poulder, pintu air, dan pengaturan hidrolis saluran.
2.2.5 Sub Bidang Tata Bangunan dan Lingkungan
(i). Rencana Penetapan Intensitas Penggunaan Ruang
Rencana penetapan mengenai intensitas penggunaan ruang akan meliputi
pengaturan kepadatan bangunan (Koefisien Dasar Bangunan), rencana
pengaturan ketinggian bangunan, (Koefisien Lantai Bangunan), dan pengaturan
garis sempadan.
Tujuan dilakukannya pengaturan bangunan ini adalah :
1) untuk menjaga kriteria tata letak bangunan (keserasian dan
kekompakan bangunan).
2) menjaga kelestarian sumber daya alam, terutama mempertahankan
luas bidang resapan air permukaan pada tingkat yang serasi dengan
kepentingan pembangunan.
3) mempertahankan bidang terbuka untuk menjaga sirkulasi udara dan
kesejukan pada tingkat ideal.
4) untuk memenuhi faktor kenyamanan, kesehatan dan keindahan
sebagai tempat pemukiman yang layak.
(ii). Rencana Pengaturan Kepadatan Bangunan Di Tiap BWK
Materi yang diatur dalam rencana penetapan kepadatan bangunan meliputi
perbandingan luas lahan yang tertutup bangunan atau bangunan-bangunan
dalam tiap-tiap petak dinyatakan dalam bilangan persen (%). Penetapan
1) Karakteristik kegiatan utama dimasing-masing unit lingkungan
2) Nilai dan harga tanah
3) Rencana pengaturan unit lingkungan, khususnya unit lingkungan
perumahan (perumahan kepadatan tinggi, sedang dan rendah).
4) Lokasi persil yang bersangkutan (sesuai dengan kelas fungsi jalan yang
ada di depannya).
Penetapan kepadatan bangunan (KDB, dulu dikenal dengan BCR = Building
Coverage Ratio) untuk unit-unit lingkungan perumahan dapat disesuaikan dengan
karakteristik kegiatannya masing-masing. Untuk unit-unit lingkungan
perumahan dapat disesuaikan dengan karakteristik kegiatannya masing-masing.
Untuk kawasan pusat kota dan daerah perdagangan KDB nya ditetapkan
maksimum 85 %, untuk rumah sakit maksimum 30%, untuk sekolah,
perkantoran dan saran peribadatan masing-masing KDB nya maksimum 50%.
untuk industri maximum 75%, untuk terminal maksimum 30%, untuk kawasan
jalur hijau (konservasi) dan taman kota koefisien dasar bangunannya ditetapkan
antara 0-20% dimana yang 20% tersebut berupa bangunan-bangunan
pelengkap. Khusus untuk daerah cadangan pengembangan, sepanjang
pemanfaatan ruangnya tidak diperuntukkan bagi fungsi-fungsi dan karakteristik
yang khusus dan sukar dirubah (seperti industri besar), maka penetapan
KDB-nya disamakan dengan aturan penetapan untuk kawasan terbangun seperti
tersebut sebelumnya.
(iii). Pengaturan Ketinggian Bangunan (KLB) dan Garis Sempadan
a. Ketinggian Bangunan
Kriteria pengembangan dan pengendalian bangunan dalam hal ketinggian di
seluruh bagian Kota Putussibau (disetiap BWK) akan tergantung kepada faktor
antara lain :
- Karakteristik fisik dari lingkungan yang bersangkutan dalam hal ini
II - 28
- Tingkat penggunaan ruang dan jenis penggunaannya.
- Harga dan nilai tanah
- Aspek urban desain, kesan ritmik, kesan monumental, sinar matahari
serta kesesuaian dengan lingkungan sekitarnya.
(iv) Pengaturan Koefisien Lantai Bangunan
Yang dimaksud dengan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau juga dikenal
sebagai Floor Area Ratio (FAR) adalah ketinggian maksimum dan minimum
suatu bangunan untuk setiap blok peruntukan dan dinyatakan dalam satuan
angka sampai satu desimal.
Berdasarkan standar Peraturan Bangunan Nasional yang dimaksud dengan
ketinggian bangunan jumlah lantai penuh dalam satu bangunan yang dihitung
mulai dari lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi, atas dasar tersebut maka
ketinggian bangunan dapat diperinci atas bangunan satu lantai, bangunan
berangkat dan bangunan tinggi.
Beberapa ketentuan lain yang harus diperhatikan dalam menentukan rencana
ketinggian bangunan dan tinggi bangunan adalah:
1) Ketinggian Bangunan
a) Jarak vertikal dari lantai dasar atasnya tidak boleh lebih dari 5 m,
b) Mezzanine yang luasnya melebihi 50% dari luas lantai dasar dianggap
sebagai lantai penuh,
c) Ruangan tertutup pada lantai atas dasar yang luasnya lebih dari 50% luas
atas tersebut, dianggap sebagai satu lantai penuh.
2) Tinggi Bangunan
a) Tinggi puncak atap suatu bangunan tidak berangkat maksimum 8 meter
dari lantai dasar
b) Tinggi puncak atap suatu bangunan dua lantai minimum 12 m.
3) Koefisien Lantai Bangunan
dikurangi KDB), misalnya jika suatu persil mempunyai KDB 60%, maka
KLB maksimum adalah 0,8%
Dalam hal penetapan KLB, penting sekali diperhatikan aspek urban desain,
kesan ritmik, kesan monumental pada bangunan tertentu. Dengan demikian
walaupun secara teknis KLB bisa tinggi (KLB besar) tetapi bila dituntut untuk
memenuhi ketentuan tersebut di atas maka dengan sendidnya KLB nya akan
lebih kecil dari semestinya. Adapun penilaian KLB untuk masing-masing
penggunaan utama adalah sebagai berikut :
1. Perumahan
Pengaturan KLB untuk bangunan perumahan di lingkungan/blok
yang sama dengan blok bagi pusat perdagangan baik di pusat kota,
pusat BWK maupun pusat lingkungan/blok adalah maksimal 3 x
KDB. Sedangkan kawasan perumahan lainnya ketinggian hanya
diperbolehkan maksimal 2 x KDB.
2. Industri
Untuk bangunan kegiatan industri, pengaturan ketinggian
bangunannya (KLB) dan pengaturan garis sempadan bangunan perlu
disesuaikan dengan syarat-syarat teknis dari masing-masing kegiatan
industri yang akan dikembangkan.
3. Perkantoran
Untuk kawasan perkantoran, angka KLB nya direncanakan tiga kali
lipat angka KDB. Itu berarti bangunannya diperkenankan sampai 3
(tiga) tingkat. Sedangkan bangunan-bangunan disekitarnya tidak lebih
dari 2 (dua) tingkat, dimana yang satu tingkat di atasnya bukan
merupakan satu lantai penuh (misalnya KDB = 50% dengan KLB =
0,8%). Dengan demikian diharapkan kawasan perkantoran, terutama
kantor bupati, mempunyai kesan yang tersendiri, monumental dan
II - 30
4. Kawasan CBD (Central Bussiness District)
Khusus untuk kawasan pusat kota (CBD) dimana terkonsentrasi
bermacam-macam kegiatan jasa dan perdagangan, penetapan KLB nya
merupakan yang tertinggj dibandingkan dengan kawasan wilayah kota
lainnya yaitu 3,4. Inj berarti dengan KDB maximum 85%, jumlah
lantai yang diperkenankan di kawasan ini adalah 4 (empat) lantai.
Dengan penetapan KDB dan KLB seperti itu diharapkan penggunaan
ruang di kawasan ini dapat dilakukan seoptimal mungkin.
5. Kawasan Sekitar Lapangan Terbang Pansuma
Untuk kawasan sekitar lapangan terbang ketinggian bangunan tidak
lebih dari 2 (dua) lantai. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
pandangan bebas dan keleluasaan bagi para pilot yang akan
menerbangkan (take-off) atau mendaratkan pesawatnya.
Sedangkan pengaturan KLB nya di dalam kawasan lapangan terbang itu sendiri
disesuaikan dengan persyaratan teknis yang dituntut oleh kegiatan lapangan
terbang.
(v) Garis Sempadan Bangunan
Pengaturan sempadan bangunan yang direncanakan menyangkut garis- garis
sempadan muka bangunan, sempadan belakang bangunan dan garis sempadan
samping bangunan. Tujuan pengaturan garis sempadan ini selain untuk
menciptakan keteraturan bangunan juga untuk memperkecil reslko penjalaran
kebakaran, memperlancar aliran udara segar, cahaya matahari dan sirkulasi
manusia di dalam serta halaman rumah, dan ketentuan pengaturan garis
sempadan ini sudah baku dan berlaku umum.
Penetapan garis sempadan adalah sebagai berikut :
1) Garis sempadan muka bangunan dan sempadan samping yang
menghadap jalan ditetapkan 1/2 (setengah) dari lebar Daerah Milik
(Dawasja).
2) Garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 1,5 m dari
dinding samping (kanan-kiri) bangunan.
3) Garis sempadan belakang rumah berjarak minimal 2 m dari dinding
bangunan.
Selain pengaturan seperti tersebut di atas, ada suatu hubungan (keterkaitan)
antara lebar sempadan dengan tinggi maksimal bangunan seperti diatur dalam
peraturan nasional yang dikeluarkan oleh Direktorat Penyelidikan Masalah
Bangunan, Dirjen Cipta Karya Departemen pekerjaan Umum, yaitu tinggi
bangunan yang terletak pada suatu jalan tidak boleh melebihi dari satu setengah
(1/2) kali jarak antara garis-garis sempadan bangunan yang berhadapan pada
jalan yang bersangkutan (ROW atau Dawasja).
(vi) Rencana Penanganan Bangunan
Rencana penanganan bangunan ini meliputi penanganan bangunan dan
jaringan pergerakan serta utilitas yang dirinci untuk setiap unit lingkungan.
Dalam uraian subbab sebelumnya tentang rencana Pengembangan lingkungan
perumahan telah diuraikan mengenai pedoman pembangunan fisik lingkungan
perumahan yang juga berlaku untuk lingkungan-lingkungan lainnya.
Bentuk-bentuk pedoman pembangunan fisik tersebut dikelompokkan menjadi
7 (tujuh) jenis kegiatan yaitu :
1) Pemeliharaan dan Peningkatan Kualitas
Salah satu bentuk pengembangan/pembangunan fisik yang ditujukan untuk
kawasan-kawasan (lingkungan atau bangunan-bangunan) yang secara umum
sudah mempunyai keadaan yang memenuhi syarat, bila dikaitkan dengan
potensi dan kelengkapan elemen-elemen penunjang kegiatan di kawasan
tersebut atau kondisi konstruksi bangunan-bangunannya. Bentuk
II - 32
tetapi justru menyempurnakannya.
Kawasan-kawasan (lingkungan atau bangunan-bangunan) yang
dikelompokkan dalam katagori ini untuk pedoman pengarahan dasar
pembangunan fisik merupakan kawasan-kawasan yang dapat dijaga
kestabilan potensinya sampai dengan periode perencanaan berakhir. Contoh
bentuk-bentuk tindakan untuk pengarahan pembangunan fisiknya antara
lain :
a) Memelihara bentuk-bentuk bangunan dan menjaga eksistensl
elemen-elemen pokok penunjang kegiatan (saluran air minum, fasilitas
kesehatan, pendidikan dan sebagainya).
b) Menyempurnakan bentuk-bentuk penampilan visualnya sesuai dengan
jenis-jenis kegiatan yang dilangsungkan.
c) Memelihara dan meningkatkan kelestarian dengan lingkungan
hidupnya.
d) Membatasi semaksimal mungkin perkembangan fisik yang tidak sesuai
dengan fungsi peruntukan kawasan.
Melihat sifat pembangunannya ini, kegiatan ini paling efektif dilaksanakan
bersama partisipasi aktif masyarakat setempat.
2) Rehabilitation (Perbaikan)
Bentuk pengembangan fisik suatu kawasan yang dititikberatkan pada
peningkatan kualitas dan kapasitas elemen-elemen pokok karena dipandang
sudah tidak memadai (memenuhi syarat tertentu) dan penambahan
elemen-elemen tertentu sesuai dengan kebutuhan. Elemen-elemen-elemen pokok tersebut
adalah fasilitas penunjang utama kegiatan penduduk setempat (seperti jalan
lingkungan, pembuatan saluran pembuangan, hidran umum, MCK dan
sebagainya). Strategi pengembangan ini pada prinsipnya merupakan bentuk
penjabaran dari tujuan jangka panjang, yaitu pemerintahan penyediaan
fasilitas untuk seluruh masyarakat. Oleh karena itu sasarannya dikhususkan
Program ini dikenal dengan KIP (Kampoong Improvement Program).
Dalam pengarahan pembangunan fisik perencanaan Kota Putussibau,
kawasan-kawasan yang termasuk dalam kategori direhabilitasi pada
umumnya adalah kawasan-kawasan perumahan di sepanjang alur Sungai
Kapuas dan Sibau yang kepadatannya sudah tinggi atau kawasan-kawasan
kumuh yang berada di sekitar pusat-pusat kegiatan.
3) Renewal (perbaharuan)
Bentuk pengembangan fisik suatu kawasan (bangunan) dangan
memperbaharui desain atau konstruksi beberapa elemennya sesuai dengan
tujuan- tujuan tertentu. Kawasan yang menjadi sasaran pada umumnya
merupakan kawasan non perumahan, seperti misalnya perdagangan, jasa
atau perkantoran.
Sedangkan tujuan pengembangan renewal ini secara global biasanya dikaitkan
dengan kepentingan untuk mempertegas fungsi kawasan tersebut (misalnya
kawasan pusat kota) di samping menciptakan iklim persaingan (kompetisi)
yang sehat antar pengusaha akibat dari penyempurnaan penampilan visual
beberapa elemen kegiatannya.
4) Redevelopment (Pembangunan Kembali)
Bentuk pengembangan suatu kawasan (bangunan-bangunan) dengan
merubah struktur/konstruksinya disesuaikan dengan prakiraan kesesuaian
dan kebutuhan kegiatan tersebut. Kadangkala pembangunan kembali ini
disertai dengan penggantian jenis kegiatan dari yang ada semula karena
pertimbangan-pertimbangan segi ekonomi tertentu. Sedangkan dikaitkan
dengan perkembangan kegiatan-kegiatan kota, redevelopment (pembangunan
kembali) ini diselenggarakan karena peningkatan intensitas kegiatan yang
bersangkutan di kawasan-kawasan tertentu. Sehingga kawasan kota tersebut
dianggap kurang sesuai dengan syarat minimal lingkungan
perumahan/kegiatan yang memadai, sedangkan perbaikannya secara teknis
II - 34
Kegiatan/penghuni dari lingkungan semacam ini perlu diarahkan ke
tempat/lokasi kegiatan/perumahan yang lebih memadai dan memenuhi
standar minimal. Lingkungan yang perlu penanganan ke dalam program ini
antara lain adalah pada kawasan perumahan tepi sungai yang dapat
mempercepat erosi tepi sungai dan kawasan perumahan yang terancam
pengikisan erosi tepi sungai.
5) Sites and Services
Pengembangan kawasan baru yang belum terbangun dengan penyediaan
sarana-sarana pokok penuniang kelangsungan kegiatan yang direncanakan
di kawasan yang bersangkutan. Pengembangan kawasan dengan sites and
services ini disesuaikan dengan rencana peruntukkan tanahnya, misalnya pada
kawasan tersebut direncanakan akan digunakan untuk kawasan perkantoran,
maka pengembangan sites and services-nya harus sesuai dengan rencana fungsi
perkantoran tersebut (rencana jaringan transportasi dengan kapasitas
memadai dan sebagainya). Demikian pula halnya apabila kawasan tersebut
diperuntukkan untuk perumahan, maka pengembangan sites and services - nya
harus sesuai dengan fungsi perumahan yaitu berupa pembuatan
prasarananya saja (jalan, riol, jaringan air bersih, jaringan listrik dan
lain-lain).
6) Pembangunan Lingkungan Perumahan Baru
rencana penanganan bangunan dijadikan satu kelompok, yaitu menjadi
kegiatan pembangunan dan pengembangan lingkungan baru.
Selain tindakan seperti tersebut diatas, jenis tindakan penanganan lainnya
adalah pada daerah-daerah yang perlu dilindungi (tanah konservasi/jalur hijau)
dan yang perlu dipertahankan kondisinya atau daerah cadangan pengembangan.
2.2.6 Sub Bidang Pengembangan Permukiman
Pembangunan perumahan atau pemukiman dan lingkungan merupakan upaya
tempat tinggal dan lingkungan yang sehat. Pembangunan perumahan ini
sekaligus juga bertujuan untuk meningkatkan mutu lingkungan kehidupan,
memberi arah kepada pertumbuhan wilayah, memperluas lapangan kerja serta
menggerakkan roda kegiatan ekonomi, dalam rangka meningkatkan dan
memeratakan kesejahteraan sosial masyarakat.
Pada umumnya kondisi perumahan dan pemukiman rakyat di
Kabupaten Kapuas Hulu kurang menguntungkan dari aspek kesehatan. Hal ini
antara lain disebabkan karena rendahnya tingkat pengetahuan serta
kemampuan ekonomi masyarakat. Lokasi pemukiman penduduk cenderung
mengikuti alur atau aliran sungai dengan pola pertaniannya yang
berpindah-pindah, di mana membawa pengaruh terhadap pola penataan desa yang
umumnya terpencar dan cenderung menyebar tidak merata.
Pembangunan perumahan yang dilakukan oleh pengembang/swasta di
Kabupaten Kapuas Hulu belum terlaksana, yang ada baru hanya berupa
pembangunan perumahan yang dilaksanakan melalui program atau proyek
pemerintah, seperti program Penyehatan Lingkungan dan Pemukiman,
Perbaikan Rumah Desa, program kegiatan P2LDT, KIP dan Pembangunan
Pedesaan.
Kualitas rumah tinggal secara umum ditentukan oleh kualitas bahan
bangunan yang digunakan yang secara nyata mencerminkan tingkat
kesejahteraan penghuninya. Hasil SUSENAS 2004 untuk Kabupaten Kapuas
Hulu menggambarkan bahwa luas lantai yang paling banyak ditempati oleh
rumah tangga adalah yang memiliki luas antara 20-49m2 sebanyak 47,60% dan
luas lantai 50-99m2 sebanyak 47,72%. Sedangkan atap yang paling banyak
digunakan adalah atap sirap sebanyak 61,94% dan seng 36,10%. Sementara
jenis lantainya umum masih berupa lantai tanah yakni sebanyak 95,75%
dengan jenis dinding terbanyak menggunakan bahan dari kayu (70,27%).
penerangan rumah yang umum dan terbesar digunakan di Kabupaten Kapuas
II - 36
sebanyak 26,74%. Sedangkan sumber air minum yang terbesar berasal dari air
sungai (59.31%) dan disusul oleh air kemasan (20,53%), mata air terlindung