• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU. penguasaan struktur dan tata bahasa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU. penguasaan struktur dan tata bahasa."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR) SEBAGAI METODE MENGEMBANGKAN KOMUNIKASI SISWA TUNARUNGU

A. DESKRIPSI TEORI

Ada beberapa macam metode dalam penerapan pembelajaran kepada anak tunarungu, diantaranya:

a. Metode Konstruktif

Metode ini menitik beratkan pada pengajaran bahasa terletak pada penguasaan struktur dan tata bahasa.

Metode ini disebut juga Metode Gramatical, struktural, atau formal. Tokoh-tokoh pengembang metode ini antara lain: George Ewing (1887), Katarina Barry (1899), De L’Epee (1771), Fitzgerald (1927), dan Chomsky (1968).

b. Aliran Natural

Ajaran bahasa dilaksanakan dengan mengikuti cara sebagaimana anak dengar belajar bahasa. Aliran ini juga dikenal dengan sebutan metode okasional, yaitu mengajar tanpa program melainkan dnegan menciptakan percakapan berdasarkan situasi hangat yang sedang dialai anak. Metode Imitatif.

c. Metode Maternal Reflektif (MMR) adalah suatu cara atau proses pemberian pengalaman belajar berbahasa lisan yang mengadopsi cara–

(2)

cara seorang ibu dalam memberikan pemerolehan berbahasa kepada anaknya yang belum berbahasa melalui percakapan. Menurut Bunawan dan Susila (2000:89) “Maternal merupakan suatu proses penguasaan bahasa ibu dengan percakapan sebagai porosnya”.

1. METODE KOMUNIKASI ANAK TUNARUNGU

a. Pengertian komunikasi

Menurut Barelson dan Steiner (1964) komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lainnya melalui penggunaan simbol-simbol, seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain.

b. Pengertian Bahasa

Menurut Newman dalam Jon Eisenson & Mardel Ogilvie (1971: 23 ) “Bahasa adalah suatu kelompok pheomena yang dihasilkan serta dipertahankan dalam kehidupan masyarakat; suatu sistem lambang-lambang dan isyarat yang di transfer dari generasi ke generasi”.

Pendapat Abdul Chaer ( 1994 : 32 )

“Bahasa adalah sistem lambang bumi yang arbitrer (sewenang-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka) adalah tidak adanya hubungan wajib antar lambang bahasa (yang berwujud bunyi itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut

(3)

yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial (untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri)”.

Dari beberapa pendapat tersebut diatas pengertian bahasa adalah sistem lambang bunyi pada bahasa bunyi–bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia, berupa gerakan–gerakan, isyarat, tanda atau simbol yang mempunyai maksud tertentu dan merupakan gambaran, kelahiran jiwa (Fikir, Perasaan, dan Kemauan).

c. Pengertian Bahasa Lisan (Bicara)

Menurut Newman dalam Jon Eisenson & Mardel Ogilvie (1971 : 23): “Bicara adalah suatu aktifitas fisik individual yang tersusun ragam komunikasi sebagaimana dikenal dari arti bahasa”.

Menurut De Vreede Varekamp L.C (1973: 27)

“Bicara adalah sebagai suatu kemungkinan manusia mengucapkan bunyi-bunyi bahasa melalui organ-organ artikulasi dan merupakan perbuatan manusia yang sifatnya individual”.

Bahasa lisan merupakan bahasa primer. Bahasa lisan yang lebih ekpresif karena mimik muka, dan gerakan tubuh dapat berbaur menjadi satu dalam mendukung komunikasi yang dilakukan.

Menurut Ensiklopedia bebas, Pengertian berbahasa lisan adalah suatu bentuk komunikasi yang unik yang dijumpai pada manusia yang menggunakan kata-kata yang diturunkan dari kosakata.

(4)

Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia, berbahasa lisan memiliki arti yang sama dengan bahasa percakapan.

Berbahasa lisan adalah suatu bentuk komunikasi untuk yang dijumpai pada manusia yang menggunakan kata–kata yang diturunkan dari kosakata yang besar bersamaan dengan berbagai macam nama yang diucapkan melalui atau mengunakan organ mulut.

2. METODE MATERNAL REFLEKTIF (MMR)

Metode Maternal Reflektif (MMR) adalah suatu cara atau proses pemberian pengalaman belajar berbahasa lisan yang mengadopsi cara–cara seorang ibu dalam memberikan pemerolehan berbahasa kepada anaknya yang belum berbahasa melalui percakapan. Menurut Bunawan dan Susila (2000:89) “Maternal merupakan suatu proses penguasaan bahasa ibu dengan percakapan sebagai porosnya”.

Metode Maternal Reflektif Perdati Bebas yaitu percakapan yang bersifat sponta antara anak dengan orang tua, orang lain atau antar anak sendiri, dalam suasana santai, rileks, akrab terjadi subyektivitas, dalam kegiatana percakapan dikelas, setiap anak dilatih untuk saling memperhatikan isi hati lawan bicara, saling terbuka, tanpa rasa takut dan curiga, merasa aman, tanpa beban rasa bersalah; dan guru akan membantu dengan metode tangkap dan peran ganda, dengan menggunakan motto “apa yang ingin kau katakan katakanlah begini...”.

(5)

Tahapan–tahapan pelaksanaan metode maternal reflektif dalam pembelajaran, dikelompokkan kedalam tiga tahapan, yaitu:

1. Percakapan

2. Visualisasi (display) 3. Pembuatan deposit

Percakapan merupakan poros pembelajaran dalam pemberian pengalaman berbahasa kepada anak tunarungu. Percakapan yang dikembangkan pada tahapan awal yaitu percakapan dari hati ke hati, dimana percakapan dilakukan secara wajar dengan menggunakan bahasa sehari–hari, spontanitas guru memposisikan sebagai mitra dialog anak, menggunakan asas provokasi dan asas kontras dalam mengarahan materi percakapan dan memperjelas makna kata yang muncul, menggunakan teknik tangkapdan peran ganda, dan menghadirkan empati dalam memahami apa yang ada dalam perasaan dan pikiran anak.

Visualisasi kosakata baru yang muncul dari hasil percakapan, divisualisasikan baik melaui tulisan dipapantulis maupun melalui penjelasan lisan dan gesti-gesti atau melalui peragaan-peragaan, isyarat, SIBI, dll. Sehingga terjadi pemahaman terhadap makna kata yang muncul tersebut.

Pembuatan deposit, kosakata yang muncul dari hasil percakapan yang telah divisualisasikan dalam papan tulis, kemudian disusun sedemikianrupa sehingga menjadi cerita utuh, biasanya penyusunan

(6)

kata-kata tersebut disesuaikan dengan kompetensi yang terdapat dalam buku kurikulum atau dijadikan materi pelajaran. Deposit yang disusun biasanya dijadikan bahan-bahan belajar untuk pertemuan berikutnya. Deposit yang disusun dapat dijadikan bahan untuk latihan persepsi bunyi bahasa dan latihan pengucapan.

Bahasa dipelajari dalam situasi percakapan  Seperti percakapan ibu/ayah dengan anak  Inisiatif anak mendapat tempat utama

 Termotivasi bercakap terus karena ada tanggapan  Dibimbing oleh naluri

Sikap wicara dalam percakapan

 Saling mendengarkan dimana antara anak dan orang tua atau guru saling bergantian dalam berbicara

 Timbal balik terjadi komunikasi dua arah tanpa instruksi dari guru atau orangtua

 Santai-terbuka-ramah, bercakap dengan perasaan senang sehingga materi percakapan yang didapat mudah diingat anak

 Tatap wajah

Memanfaatkan saat yang tepat selama proses belajar bahasa:  Sesuai dengan minat dan kebutuhan anak

 Membahasakan peristiwa/kejadian  Memperkembangkan bahasa-budaya

(7)

 Memperkembangkan pengetahuan

Jika diungkapkan yang dipelajari tidak jelas dapat mempergunakan alat Bantu atau Peraga:

 Membuat gambar  Menuliskan  Memperagakan

 Melihat ke tempat kejadian

Pendekatan Metode Maternal Reflektif memiliki kelebihan antara lain: 1. Memperlancar komunikasi anak dengan orang lain

2. Dapat melatih perkembangan bicara anak dan mengurangi penggunaan bahasa isyarat.

3. Cara penyampaian bahasa lebih sistematik

3. PELAKSANAAN METODE MATERNAL REFLEKTIF

Adapun langkah-langkah pembelajaran dengan metode maternal reflektif menurut Van Uden dalam Bunawan dan Susila, (2000). Secara garis besar terbagi kedalam empat fase. Fase-fase tersebut adalah sebagai berikut:

a. Melakukan percakapan aktivitas percakapan dari hati ke hati (perdati) yaitu percakapan yang dilaksanakan secara spontanitas, menggunakan bahasa sehari-hari, ungkapan anak diujarkan seritmis mungkin, guru bertindak sebagai mitra dialog, guru menggunakan asas kontras dan

(8)

provokasi dalam mengarahkan dan menjelaskan pemahaman anak kepada topik yang ingin dikembangkan guru, kemudian menggunakan teknik (cara) tangkap dan peran ganda terhadap apa yang diungkapkan anak secara non verbal, oleh karena itu guru dengan metode tangkap dan peran ganda harus cepat membahasakan ungkapan anak tersebut menjadi kata, kemudian kalimat sederhana dan akhirnya menjadi kalimat yang benar.

b. Melakukan visualisasi. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberikan keyakinan atau pemahaman anak terhadap arti kata-kata yang digunakan dalam percakapan, atau kosakata baru yang muncul dalam percakapan. Visualisasi dapat berbentuk peragaan oleh guru atau siswa, penugasan atau penulisan.maksudnya setiap kata yang muncul selalu diucapkan, ditirukan oleh anak (diucap ulang oleh anak) dan dituliskan. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap arti kata-kata yang dipercakapkan.

c. Penyusunan Deposit. Kata-kata yang muncul dalam percakapan biasanya banyak sekali, baik kata-kata yang sudah dipahami anak atau kata-kata yang muncul dalam percakapan. Kata-kata tersebut antara satu dan lainnya kadang-kadang tidak memiliki suatu hubungan dan belum menjadi suatau cerita yang utuh. Untuk itu, guru harus menyususn kata-kata tersebut menjadi sebuah cerita yang utuh. Dengan kata lain, guru membuat deposit dari kata-kata yang muncul

(9)

dalam percakapan. Dalam penyusunan deposit tersebut biasanya guru menyelaraskan dengan topik atau kompetensi yang ingin dicapai atau yang tertuang dalam buku kurikulum. Untuk itu, penyususnan deposit dapat dikatakan sebagai pengukuhan bahan. Bahan-bahan yang sedang disesuaikan dengan kompetensi dasar dalam buku kurikulum (deposit) kemudian dijelaskan kepada siswa sehingga dapat diukur seberapa jauh anak menguasai bahan atau mengetahui kompetensi yang telah ditentukan. Pembelajaran dengan MMR ini disatu sisi dirancang (by design) berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, tetapi pada sisi lain materi pembelajaran tidak dirancang atau ditentukan dalam perencanaan pembelajaran (non by design), kerena materi pembelajaran didasarkan kepada apa yang menjadi minat dan kebutuhan anak pada saat terjadi proses percakapan.percakapan seperti itu dinamakan sebagai percakapan yang spontan dan situasional dan merujuk kepada kondisi siswa.

d. Menuntun anak agar dapat mengadakan refleksi (peninjauan kembali) atas bahasa yang sudah mereka miliki (melalui percakapan dan membaca) sehingga dapat menemukan sendiri aturan bahasa (discovery learning). Karena tidak dibenarkan bila anak tunarungu diberi latihan untuk menyusun kalimat serta bentuk bahasa lainnya berdasarkan suatu contoh yang belum ditemukannya sendiri melalui berbagai contoh pengalaman berbahasa.

(10)

4. ANAK TUNARUNGU

A. Definisi Ketunarungan

Tunarungu merupakan istilah umum yang di berikan kepada anak yang mengalami kehilangan atau gangguan pendengaran, sehingga ia mengalami hambatan dalam melaksanakan kehidupan sehari–hari, dan membutuhkan pendidikan khusus.

Andrea Dwidjosumarto (2006: 93) dalam Buku Psikologi Anak Luar Biasa, mengungkapkan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu dengan suara dikatakan tunarungu.

Dapat di simpulkan, bahwa anak tunarungu adalah Anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan pendengaran yang disebabkan kerusakan atau tidak berfungsi sebagian atau seluruh alat pendengarannya sehingga memerlukan bimbingan dan pendidikan yang khusus.

B. Klasifikasi Anak Tunarungu

1. Secara Etiologis

Berdasarkan sebab terjadinya, terdapat beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab ketunarunguan diantaranya sebagai berikut:

 Pada saat sebelum dilahirkan (pre natal), diantaranya adalah sebagai berikut :

(11)

- Adanya penurunan gen atau karena faktor keturunan

- Karena serangan penyakit, seperti rubella, moribili, dan lain-lain

- Karena keracunan obat-obatan

 Pada saat proses kelahiran (Natal), diantaranya adalah sebagai berikut :

- Pemakaian teknik penyedotan pada saat proses kelahiran - Prematuritas

 Pada saat kelahiran (post natal), diantaranya sebagai berikut : - Karena infeksi

- Pemakaian obat-obatan - Karena kecelakaan

2. Berdasarkan Tarafnya

Klasifikasi ketunarunguan berdasarkan tarafnya dapat diketahui melalui tes audiometris. Adapun batasan taraf ketunarunguan adalah sebagai berikut:

- Sangat ringan 27 – 40 dB

- Ringan 41 – 55 dB

- Sedang 56 – 70 dB

- Berat 71 – 90 dB

(12)

C. Dampak Ketunarunguan 1. Intelegensi

Dalam segi intelegensi pada dasarnya tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya, tetapi sebagai dampak kehilangan fungsi pendengarannya, fungsional intelegensi anak tunarungu memang berbeda dibawah anak normal. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari kesulitan yang dialami anak tunarungu dalam memahami suatu bahasa.

2. Bahasa dan Bicara

Dalam segi bahasa dan bicara, anak tunarungu memang mengalami hambatan. Hal tersebut terjadi karena terdapatnya hubungan yang erat antara bahasa dan bicara dengan fungsi pendengaran. Oleh sebab itu, anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam kosakata dan berbicara.

3. Emosi dan Sosial

Anak tunarungu umumnya memiliki ketidakstabilan emosi, kurang percaya diri dan mudah curiga. Hal tersebut terjadi karena anak tunarungu maupun melihat seluruh kejadian tetapi tidak mampu untuk memahami dan mengikutinya secara keseluruhan.

(13)

D. Metode Komunikasi Bagi Anak Tunarungu

Terdapat tiga metode yang dapat digunakan dalam Komunikasi bagi anak tunarungu, yaitu:

 Melalui Membaca Ujaran

Memahami pembicaraan orang lain dengan membaca ujarannya melaui gerakan bibirnya. Tetapi, metode ini sulit bagi mereka yang mengalami ketunaan pada masa prabahasa. Kekurangan metode ini dapat diatasi dengan cara penggabungan dengan isyarat ujaran. Bila digabungkan dengan gerakan alami bibir pada saat berbicara, isyarat-isyarat ini membuat bahasa lisan menjadi lebih tampak (Caldwell, 1997).

 Melalui pendengaran

Optimalisasi fungsi pendengaran dapat dilakukan dengan memakai alat bantu dengar. Ashman & Elkins (1994) Mengemukakan bahwa individu tunarungu dari semua tingkat keturunan dapat memperoleh manfaat dari alat bantu dengar tertentu.

 Secara Manual

Anak tunarungu secara alamiah cenderung mengembangkan cara berkomunikasi manual atau bahasa isyarat.

Ashman & Elkins (1994) mengemukakan bahwa komuniksi manual dengan bahasa isyarat yang baku memberikan gambaran

(14)

lengkap tentang bahasa kepada anak tunarungu, sehingga mereka perlu mempelajarinnya dengan baik.

B. Kerangka Berfikir

Anak tunarungu memiliki keterbatasan dalam bahasa dan bicara. Bahasa dan Bicara merupakan hal yang penting dalam komunikasi. Dengan komunikasi manusia menyampaikan gagasan, keinginan, perasaan dalam rangka mencapai sesuatu yang dibutuhkannya, melalui komunkasi orang lain akan memahami apa yang diinginkan oleh seorang indiviidu.

Namun, kenyataannya tidak semua mampu berkomunikasi lisan dengan baik, diantaranya anak tunarungu. Pada dasarnya anak tunarungu memiliki potensi komunikasi yang sama dengan anak pada umumnya. Untuk itu, maka diperlukan suatu pelayanan khusus untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak tunarungu.

Aspek-aspek komunikasi diantaranya bahasa dan bicara. Sedangkan seperti kita ketahui bahwa bahasa menjadi suatu bidang pengajaran yang memegang peranan yang penting, begitu pula dengan aspek berbicara. Berbicara dan berbahasa merupakan modalitas utama dalam mengembangkan semua aspek dalam kehidupan.

Komunikasi merupakan modal utama bagi anak tunarungu dalam mempelajari dan mengembangkan berbagai bidang pengetahuan. Hal tersebut sesuai dengan peran dan fungsi dari bahasa, yaitu sebagai wadah atau sarana

(15)

pengantar makna, alat komunikasi, dan alat pembinaan perkembangan bahasa itu sendiri.

Komunikasi memegang peranan penting dalam perkembangan bahasa. Bicara merupakan media penyampaian. Dengan bicara, orang lain akan mengerti apa yang kita maksudkan. Bicara merupakan salah satu aspek komunikasi.

Diperlukan pemilihan metode pembelajaran untuk meningkatan komunikasi anak tunarungu. Metode Maternal Reflektif adalah salah satu metode yang diharapkan dapat menghasilkan peningkatkan kemampuan komunikasi anak tunarungu melalui kegiatan percakapan.

Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh A. Van Uden sebagai pencipta MMR guna mengembangkan suatu didaktik pengajaran bahasa yang dinamakan MMR (Metode Maternal Reflektif). Tokoh tersebut bertolak dari ilmu Psikolinguistik atau psikologi bahasa, suatu ilmu yang mempelajari hukum-hukum yang melandasi perilaku berbahasa seseorang, yaitu bagaimana proses-proses mental seseorang sehingga memperoleh bahasa dan menggunakan bahasa (Slobin: 1974).

Sebagaimana yang diuraikan A Van Uden berdasarkan model tersebut mengembangkan suatu pengajaran untuk mengajar bahasa ibu kepada anak tunarungu dengan tekanan pada berlangsungnya percakapan, pemahaman bahasa secara fleksibel/luwes (termasuk belajar membaca) dan menuntun anak agar menemukan sendiri aturan/hukum bahasa.

(16)

Pelaksanaan percakapan ini adalah bahwa seorang ibu memakai metode yang menarik yang terjadi secara naluriah yaitu apa yang dinamakan Van Uden (1955-1968) metode tangkap (Seizing method) dan memainkan suatu peran ganda (double role). Sang ibu menangkap dan kemudian menanggapi apa yang diungkapkan anak melalui tingkah lakunya yang belum berbahasa. Sehingga sedikit demi sedikit sampai pada satu percakapan yang sepihak antara ibu dan anak.

Anak Tunarungu Penggunaan Metode Maternal Reflektif Terhadap peningkatan Kemampuan Komunikasi Kemampuan Berkomunikasi

Kemampuan Berbahasa Lisan

Metode Pembelajaran - Kemampuan Mendengar - Kemampuan Berbicara - Kemampuan Memberi Respon Hipotesis

Penggunaan Metode Maternal Reflektif (MMR) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi siswa tunarungu.

Referensi

Dokumen terkait

Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok Pada Materi Keanekaragaman Makhluk Hidup Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upiB.

Sementara untuk komoditas udang, China saat ini menempati peringkat pertama produsen udang dunia dengan kapasitas produksi kurang lebih 700.000 ton per tahun, mengalahkan

Tujuan dari praktek kerja lapang adalah untuk mengetahui teknik, faktor-faktor yang perlu diperhatikan, serta permasalahan yang muncul, menganalisis pengembangan

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan antara kepuasan pernikahan dengan kecemasan terhadap menopause pada individu yang berada dalam tahap usia

Penelitian ini membahas tentang pendampingan komunitas remaja masjid "Kubah Nanas" dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Berfokus pada aset terbesar yang ada

Sesuai dengan pendapat Slavin (2005:14) yang menyatakan bahwa model Cooperative Learning tipe TGT merupakan suatu model pembelajaran yang mudah diterapkan dan

Sebaliknya, ketidaknyamanan dari lingkungan kerja yang dialami oleh pegawai bisa berakibat fatal yaitu menurunnya kinerja dari pegawai itu sendiri (Susilaningsih,

Ranah sosiologi komunikasi berbeda dengan studi-studi komunikasi dan sosiologi secara keseluruhan, dengan kata lain objek sosiologi komunikasi tidak sama dengan sosiologi