• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. SiO 2 memiliki sifat isolator yang baik dengan energi gapnya mencapai 9 ev,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. SiO 2 memiliki sifat isolator yang baik dengan energi gapnya mencapai 9 ev,"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Graphene adalah material yang tersusun atas atom karbon dengan susunan kisi hexagonal dengan ketebalan satu atom. Graphene yang disusun dalam bentuk 3 dimensi, dimana antar lapisan graphene saling berikatan van der Waals disebut material graphite. Graphene merupakan struktur fundamental penyusun

allotropes karbon seperti graphite, carbon nanotube, fullerenes. Struktur dua dimensi dan ikatan kovalen pada graphene membuatnya memiliki sifat-sifat fisika yang menarik seperti sifat elektronik, optik dan mekanik. Dengan keunikan sifatnya, graphene berpotensi untuk diaplikasikan dalam berbagai bidang yang berbeda seperti pada fabrikasi tinta konduktif, transistor terahertz, ultrafast photodetector, thouchscreen flexible, sensor strain dan lain-lain (Raza, 2012). Pada tahun 2010 Andre Geim dan Konstantin Novoselov mendapatkan Penghargaan Nobel Fisika atas keberhasilannya mengisolasi material graphene.

Material graphene biasanya difabrikasi diatas substrate 𝑆𝑖𝑂2. Hal ini karena 𝑆𝑖𝑂2 memiliki sifat isolator yang baik dengan energi gapnya mencapai 9 eV, sehingga pita energi graphene di dekat energi Fermi tidak terganggu oleh pita energi oleh substrate. Jika permukaan substrate dipastikan bersih sehingga

graphene dapat berdiri bebas pada substrate, maka nilai mobilitas graphene dapat mencapai 150.000𝑐𝑚2/𝑉𝑠 pada suhu 300 𝐾 dan 60.000 𝑐𝑚2/𝑉𝑠 pada suhu 4 K (Novoselov, 2004). Kurva dispersi energi graphene tidak memiliki energi gap, dan kedua pitanya tidak saling berimpit. Disekitar energi Fermi, kurva dispersinya berbentuk linier (Geim, 2007). Bentuk pita demikian membuat graphene bersifat semimetal dan sangat konduktif. Namun tidak adanya celah energi pada graphene

membuatnya menjadi memiliki keterbatasan dalam aplikasi teknologi transistor. Karena pita energi memiliki peran penting dalam aplikasi teknologi modern, maka eksplorasi terhadap sifat struktur pitanya telah banyak dilakukan dengan

(2)

2 memberikan atom atau molekul tambahan untuk memecah pita energinya sehingga diperoleh graphene yang bersifat semikonduktor. Dengan pemilihan molekul yang tepat dapat menjadikan graphene bersifat semikonduktor tipe-p atau tipe-n, sehingga potensial dalam proses fabrikasi transistor yang berukuran lebih kecil.

Untuk pengembangan teknologi transistor yang bekerja lebih cepat dan berukuran lebih kecil maka diinginkan agar graphene memiliki energi gap. Turunan secara kimia dari graphene merupakan cara yang memungkinkan untuk mengontrol sifat elektroniknya. Hal ini karena sifat elektroniknya bergantung pada susunan kristal pada bahan. Eksperimen yang dilakukan Elias dkk. (2009) menunjukkan terjadi perubahan susunan kristal graphene ketika graphene murni dipaparkan dengan atom hidrogen. Jarak antar kristal berubah sejauh 5% sedangkan simetri hexagonalnya tetap terjaga.

Selain sifat elektonik, graphene juga memiliki sifat optik yang unik yang bersifat transparan hingga 98%. Sifat transparan dan konduktif ini membuat

graphene berpotensi digunakan sebagai pengganti elektroda transparan Indium Tin Oxide (ITO) untuk membuat display optik yang lebih baik dan murah seperi LCD dan LED (Hogan, 2008). Investigasi terhadap sifat optik dan optoelektronik

graphene sangat penting dilakukan untuk penggunaan graphene sebagai bahan optoelektronik dan perangkat elektronik transparan. Hasil dari pengukuran transmisi optik menunjukkan bahwa graphene memiliki nilai konduktansi optik universal per lapisan graphene yaitu 𝜎0 = 𝑒2/4ℏ dalam rentang frekuensi sinar tanpak (Kuzmenko dkk., 2008). Nilai tranmitansi satu lapis dan dua lapis

graphene diatas substrate 𝑆𝑖𝑂2 masing-masing sekitar 0,98 dan 0,96 dalam

rentang sinar tanpak (Li dkk., 2008; Nair dkk., 2008).

Berbagai kajian untuk mendapatkan luas permukaan spesifik graphene telah dilakukan, salah satunya adalah dengan membuat elektroda graphene nanofiber. Metode paling umum digunakan untuk fabrikasi nanofiber dalam jumlah yang besar adalah dengan menggunakan teknik electrospinning. Bo Wang dkk (2014) telah membuat nanofiber electrospinning PVA doping GO dan 𝑇𝑖𝑂2. Hasil

(3)

3 dan panjang regangan yang dapat terjadi pada PVA nanofiber serta meningkatkan derajat kristalinitas dan kekuatan mekanik PVA. Efelina (2015) telah membuat PVA nanofiber electrospinning doping GO dan urea, dengan mengamati variasi konsentrasi urea pada nanofiber. Hasil yang diperoleh terlihat bahwa nilai koefisien ekstensi (k) dan indeks biasnya (n) menjadi semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi urea. Hal ini berarti nanofiber PVA/GO/urea semakin transparan dengan penambahan konsentrasi ureas, sehingga berpotensi pada aplikasi bidang optoelektronik.

Sintesis graphene dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu Chemical Vapor Decomposition (CVD) (Sutter, Flege dkk, 2008), micromechanical exfoliation dengan menggunakan scout tape (Novoselov, 2004), penumbuhan

epitaxial diatas substrate SiC (Berger, Song dkk, 2004). Namun metode

microchemical exfoliation tidak efektif dan metode CVD serta penummbuhan

eptaxial membutuhkan biaya yang sangat mahal. Adapun cara lain untuk melakukan sintesis graphene adalah menggunakan metode sintesis secara kimia, dengan melakukan sintesis graphene oxide (GO) terlebih dahulu kemudian ikatan oksida pada GO direduksi dengan menggunakan suatu senyawa kimia agen pereduksi. Sintesis GO secara kimia menggunakan bubuk graphite yang dioksidasi dengan asam kuat disebut dengan metode Hummer’s (Hummer’s, 1958). Sehingga dalam penelitian ini digunakan metode Hummer’s untuk melakukan sintesis GO kemudian mereduksi ikatan oksida padanya menggunakan senyawa kimia pereduksi. Namun kelemahan pada metode ini adalah tidak dapat diperoleh graphene murni monolayer, tetapi akan diperoleh reduced graphene oxide (rGO) yang bersifat tidak murni atau terdapat banyak atom pengotor menyusun strukturnya. Hal ini menyebabkan perbedaaan pita energi antara rGO

dengan grapehene monolayer, sehingga kajian terhadap bentuk pita energi pada

rGO dengan perlakukan kondisi proses sintesis yang berbeda-beda menarik diamati. Dengan mengatur tingkat pengotoran oleh atom lain pada rGO, maka bentuk pita energinya juga dapat dikontrol sehingga sangat berpotensi dalam aplikasi teknologi semikonduktor.

(4)

4

Graphene sebagai material dengan ketebalan satu atom menjadikannya memiliki luas permukaan spesifik yang sangat besar. Sifat konduktivitas dan luas permukaan spesifiknya yang tinggi membuatnya berpotensi dalam fabrikasi kapasitor dengan kapasitansi tinggi atau disebut superkapasitor. Luas permukaan spesifik graphene dapat mencapai 2400 𝑚2/𝑔𝑟 dan kapasitansi superkapasitor rGO dapat mencapai 200 𝐹/𝑔𝑟 (Shulga dkk, 2015). Dalam perkembangan superkapasitor, bahan yang lebih dulu digunakan sebagai elektroda karena luas permukaannya yang besar adalah activated carbon (AC) dan carbon nanotube (CNT), activated carbon cloth (ACC), carbon aerogel dan mesoporous carbon

(OMC) (Zou dkk, 2008). Berdasarkan bahan penyusun elektrodanya, kapasitor dengan kapasitansi yang tinggi diperoleh dengan menggunakan bahan yang memiliki sifat luas permukaan yang besar, konduktivitas listrik yang baik, dan ukuran pori yang tepat. Salah satu cara dalam rekayasa untuk memperoleh sifat yang lebih baik adalah dengan membuatnya menjadi bentuk nanofiber dengan menggunakan bahan polimer konduktif sebagai matriksnya. Seperti yang telah dilakukan oleh Wu dkk (2010) yang berhasil membuat superkapasitor

graphene/Polyaniline (PANI) nanofiber dan diperoleh nilai kapasitansi sebesar 210 F/g.

Material karbon telah banyak diteliti sebagai elektroda dan masing-masingnya memiliki kelebihan dan kelemahan. Activated carbon (AC) memiliki luas permukaan yang besar , namun ukuran porinya tidak menguntungkan untuk proses electrosorption. CNT memiliki konduktivitas yang baik, tapi untuk produksi dalam skala industri harganya menjadi sangat mahal (Wang, 2012). Sedangkan graphene memiliki luas permukaan yang besar dan konduktivitas listrik yang lebih baik dibandingkan dengan CNT, sehingga akan memiliki performa yang lebih baik dalam aplikasi sebagai superkapasitor.

Berdasarkan uraian diatas maka dalam penelitian ini akan dikaji sifat optik dan elektronik yang dimiliki nanofiber PVA reduced graphene oxide yang direduksi pada suhu reduksi yang berbeda, serta potensi aplikasinya dalam pengembangan teknologi superkapasitor.

(5)

5 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka dapat dirumuskan beberapa masalah dalam penelitian ini:

1. Bagaimana proses mensintesis Graphite Oxide (GO) dan Reduced graphene oxide (rGO)?

2. Apa pengaruh suhu reduksi terhadap sifat optik rGO ? 3. Bagaimana sifat listrik rGO nanofiber PVA ?

4. Bagaimana kemampuan rGO jika diaplikasikan pada superkapasitor?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mensintesis graphene oxide (GO) dan reduced graphene oxide (rGO) dari bahan serbuk graphite.

2. Mengamati pengaruh waktu oksidasi terhadap serapan optik graphene oxide.

3. Mengamati pengaruh suhu reduksi terhadap sifat optik reduced graphene oxide dan membandingkannya dengan rGO yang diproduksi oleh Sigma Aldrich.

4. Mensintesis dan mengkaji sifat optik PVA/rGO nanofiber electrospinning.

5. Mengukur kemampuan rGO untuk digunakan di bidang aplikasi superkapasitor.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Dapat dilakukan sintesis bahan reduced graphene oxide (rGO) dan dipelajari sifat optiknya.

2. Dibuat nanofiber PVA/rGO sebagai elektroda.

3. Memperoleh informasi kemampuan kerja superkapasitor rGO.

Referensi

Dokumen terkait

Alasan lain yang dapat diajukan adalah bahwa telah terjadi keabnormalan pada fungsi hati, akan tetapi tidak terdeteksi melalui pengukuran enzim hati (SGOT, SGPT

Penelitian ini dilakukan pada supermarket di Kota Denpasar dengan tujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berperan dalam keputusan konsumen untuk membeli

SLAMAD RIADI. Analisis Situasi Penyediaan Pangan dan Strategi untuk Memantapkan Ketahanan Pangan Kabupaten Kotabaru di Era Otonomi Daerah. Dibimbing oleh: BUDI SETIAWAN, dan

Pengujian yang dilakukan pada kapasitas mesin dan kebersihan kapuk dari bijinya adalah menguji output/keluaran hasil pengodolan yang paling banyak dan stabil

Berdasarkan hal tersebut, Situmorang (2013) mengembangkan mesin pembeku dengan suhu media bertahap yang menggunakan satu evaporator dan tiga katup ekspansi, sehingga

Dari ketujuh parameter yang diamati, hasil analisis sidik ragam yang berbeda nyata (P-value < α) terdapat pada persen stek berakar, jumlah akar, dan panjang

Evaluasi penggunaan alat elektronik dalam kelas ini dilakukan dengan kelas yang memiliki kesamaan dalam menggunakan alat elektronik. Alat elektronik yang dimaksud adalah RFID

Pengujian dilakukan untuk 2 kuisoner yaitu kuisioner kerangka kerja pengendalian biaya dan kuisioner cost control function breakdown structure. Kuisioner Kerangka