• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA ORANGTUA MENGENDALIKAN EMOSI NEGATIF PADA ANAK USIA DINI DI KOTO KACIAK KELURAHAN MATA AIR KECAMATAN PADANG SELATAN JURNAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA ORANGTUA MENGENDALIKAN EMOSI NEGATIF PADA ANAK USIA DINI DI KOTO KACIAK KELURAHAN MATA AIR KECAMATAN PADANG SELATAN JURNAL"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA ORANGTUA MENGENDALIKAN EMOSI NEGATIF PADA

ANAK USIA DINI DI KOTO KACIAK KELURAHAN MATA AIR

KECAMATAN PADANG SELATAN

JURNAL

WIDYA ASTRI

NPM: 10060247

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT

PADANG

(2)

UPAYA ORANGTUA MENGENDALIKAN EMOSI NEGATIF

PADAANAK USIA DINI

Oleh:

Widya Astri

Bimbingan dan Konseling, STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRACT

This research was motivated by the lack of the ability of parentsto control the negative emotions in early childhood. This study aimed to look at the efforts of parents to control the negative emotions in early childhood at Koto Kaciak Kelurahan Mata Air Kecamatan Padang Selatan, with a focus on research that parental efforts to control the emotion of fear and emotional upset early childhood. This research was conducted with a qualitative descriptive approach that describes the symptoms, facts andreality in the field which was about the efforts of parents to control the negative emotions of early childhood. As for there search informants are: Parents who have children and grumpy nervy 4-6 years old, as well as uncle/aunt of early childhood. Instruments that researchers use in this study were interview sand documentation. Data analyz with phaseis a data reduction, data presentation and conclusion. Results ofthe study revealed that parents are lessable to deal with children who are scared and angry. Motheras a parent that is closest to the child often feels upset in her face to feel the emotions of excessive fear and anger. Resent ment is like a mother, threatens the child, giving a negative callon the child, and cold the child. In addition, some times the mother also choose to give in and follow their children so that their children can be quiet and not whining anymore.

Keywords:Parents, Childhood,Negative Emotions

PENDAHULUAN

Setiap manusia dalam kehidupannya tidak akan pernah lepas dari masalah, baik masalah yang terjadi dalam diri sendiri, keluarga maupun lingkungan. Seringkali permasalahan yang dihadapi berujung pada tingkat emosi yang tidak stabil, sehingga mereka kurang mampu mengontrol dan mengatasi ledakan emosi yang memberi dampak buruk pada dirinya dan bahkan pada orang lain. Beberapa psikolog mengatakan bahwa tingginya sifat emosional seseorang adalah ketika orang tersebut dalam keadaan tertekan. Emosional yang tinggi ini tidak hanya dialami oleh orang dewasa, bahkan anak di usia yang sangat dini pun mengalami hal tersebut.

Emosi seseorang sangat berpengaruh terhadap baik tidaknya perilaku individu dalam kehidupannya dan tentunya hal ini tidak lepas dari upaya orangtua dalam mengendalikan emosi anak sejak dini. Kadang orangtua dan gurunya di sekolah pun sulit untuk meredam emosi anak yang baru berumur 4-6 tahun tersebut. Hal ini dapat terlihat apabila seorang anak yang sedang bertengkar dengan temannya maka ia tidak

akan pernah mau mengalah dari temannya, kadang untuk meluapkan rasa marahnya tersebut anak menangis sepuas hatinya.

Emosi pada anak usia dini sangatlah kuat, sehingga fase ini merupakan saat ketidak-seimbangan, dimana anak mudah terbawa ledakan-ledakan emosional sehingga sulit dibimbing dan diarahkan. Menurut Hurlock (2005:114) perkembangan emosi ini mencolok pada anak usia 2,5 sampai 3,5 tahun, dan 5,5 sampai 6,5 tahun, meskipun pada umumnya hal ini berlaku pada hampir seluruh periode awal masa kanak-kanak.

Yusuf(2009: 37), mengatakan bahwa keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

Menurut Silalahi dan Meinarno (2010:72), bahwa orangtua bertugas sebagai pengasuh, pembimbing, pemelihara, dan sebagai pendidik terhadap anak-anaknya. Orangtua adalah pihak yang sering kali

(3)

bersinggungan dengan seorang anak dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, mulai sejak lahir sampai dewasa, orangtua mempunyai tanggung jawab besar dalam segala hal menyangkut perkembangan hidup anaknya.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa keluarga merupakan lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat pertama bagi anak untuk belajar dan berkembang sebagai manusia yang utuh dan makhluk sosial. Ini menandakan bagaimana anak dibentuk melalui hubungan antara ayah dan ibu, karena dalam keluarga yang memegang peranan penting adalah orangtua. Oleh karena itu, peran orangtua dalam keluarga sangatlah penting, karenanya dibutuhkan pola asuh yang tepat agar anak tumbuh berkembang optimal.

Keluarga yang bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama anak). Kebahagiaan ini diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Seperti yang dikemukakan oleh Yusuf (2009: 38), bahwa fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih sayang, dan mengembangkan hubungan yang baik antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatian, pemahaman, respek, dan keinginan untuk menumbuh-kembangkan anak yang dicintainya.

Uraian di atas menunjukan bahwa secara psikologis, keluarga berfungsi sebagai pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya, sumber pemenuhan kebutuhan, baik fisik maupun psikis, sumber kasih sayang, serta model pola asuh yang tepat bagi anak untuk perkembangannya yang lebih baik di masa depan.

Menurut Keith Osborn, dkk (Mutiah, 2010: 2), bahwa usia dini (0-8 tahun) sangat menentukan bagi anak dalam mengembangkan potensinya sehingga usia ini sering disebut “usia emas” (the golden age) yang hanya datang sekali dan tidak dapat diulangi lagi, yang sangat menentukan untuk perkembangan kualitas manusia.

Pendidikan paling dini dimulai dari lingkungan keluarga dan hal tersebut dapat dikatakan sebagai pendidikan awal bagi seorang anak sebelum mereka mendapatkan pendidikan di luar lingkungan keluarga seperti pendidikan formal. Pendidikan

menjadi faktor penting dalam menciptakan anak yang cerdas, kreatif dan stabil. Namun seringkali pendidikan dasar membangun kecerdasan justru menjadi tidak efektif karena hanya mementingkan salah satu sisi saja, seperti mendidik anak secara kognitif saja.

Menurut Djamarah (2004:133), kecerdasan intelektual merupakan warisan orangtua pada anak, sedangkan kecerdasan emosional adalah sebuah proses pembelajaran yang berlangsung seumur hidup. Jadi, orangtua harus tahu bahwa kecerdasan emosional tidak seperti kecerdasan intelektual. Sebaik mungkin anak tidak dididik agar cerdas saja tetapi juga mampu berfikir kreatif, imajinatif dan mempunyai emosi yang stabil. Selama ini banyak anak yang pandai secara intelektual, tapi gagal secara emosionalnya.

Berdasarkan hasil observasi awal yang peneliti lakukan pada 24-26 April 2014 di Koto Kaciak Kelurahan Mata Air Kecamatan Padang Selatan, bahwa ada seorang anak perempuan berusia 4 tahun yang ingin bermain di luar pagar rumah, saat itu ibunya melarang si anak dan bahkan menakut-nakuti anak dengan mengatakan si anak akan digigit anjing dan diganggu hantu. Adapula terlihat seorang anak laki-laki yang sedang marah-marah ketika permintaannya tidak dituruti oleh orangtuanya. Kemudian anak tersebut melampiaskan amarahnya dengan cara membanting pintu, melempar sesuatu, menendang meja, danberteriak-teriak penuh kemarahan. Bukannya membantu si anak mengatasi ledakan emosi, orangtua justru juga ikutan terpancing amarahnya dengan menghardik si anak hingga menangis histeris. Berdasarkan fenomena tersebut, perlu kiranya pengkajian yang mendalam melalui penelitian berkenaan dengan “Upaya orangtua mengendalikan emosi negatif pada anak usia dini di Koto Kaciak Kelurahan Mata Air Kecamatan Padang Selatan”.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang diteliti dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Adanya orangtua yang sengaja menakut-nakuti anaknya.

2. Adanya orangtua yang tidak menuruti permintaan anaknya tanpa memberi alasan yang jelas pada anak.

3. Adanya orangtua yang menghardik anaknya hingga menangis.

4. Adanya orangtua yang kebingungan menghadapi ledakan emosi anaknya.

(4)

Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada: 1. Upaya orangtua dalam mengendalikan

emosi takut pada anak.

2. Upaya orangtua dalam mengendalikan emosi marah pada anak.

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana upaya orangtua dalam mengendalikan emosi negatif pada anak usia dini di Koto Kaciak Kelurahan Mata Air Kecamatan Padang Selatan?

Berkaitan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan tentang:

1. Upaya orangtua dalam mengendalikan emosi takut pada anak.

2. Upaya orangtua dalam mengendalikan emosi marah pada anak.

Berkaitan dengan judul penelitian, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi: 1. Orangtua, hasil penelitian ini dapat

bermanfaat untuk membantu orangtua dalam mengendalikan emosi takut dan emosi marah anak usia dini.

2. Anak usia dini, hasil penelitian ini bermanfaat untuk membantu mereka mendapatkan pola asuh yang tepat dari orangtua, sehingga anak dapat mengungkapkan perasaannya dengan perkataan dan ekspresi yang indah. 3. Pengelola program studi bimbingan dan

konseling STKIP PGRI Sumatera Barat, hasil penelitian ini sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan program perkuliahan psikologi perkembangan anak dan pelayanan BK di pra-sekolah (PAUD/TK/Sederajat), khususnya dalam mengendalikan emosi takut dan emosi marah anak usia dini. 4. Peneliti, sebagai salah satu syarat untuk

dapat menyelesaikan program Strata Satu (S1) di Prodi BK STKIP PGRI Sumatera Barat, serta peneliti dapat mengetahui upaya yang dapat dilakukan ketika menghadapi anak yang penakut dan pemarah, sehingga anak dapat mengontrol emosinya tersebut secara tepat.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di lingkungan tempat tinggal peneliti, yaitu di Koto Kaciak Kelurahan Mata Air Kecamatan Padang Selatan.

Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Menurut Moleong (2010:6) penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Menurut Bungin (2011:76) informan penelitian adalah subjek yang memahami objek penelitian.Informan kunci yang peneliti tetapkan adalah sebanyak tiga orang, yang berada di Koto Kaciak Kelurahan Mata Air Kecamatan Padang Selatan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Orangtua yang memiliki anak penakut dan pemarah.

2. Orangtua yang kurang paham menghadapi emosi negatif anak secara tepat.

Informan tambahan ditentukan dengan menggunakan teknik prosedur purposif. Menurut Bungin (2011:107), prosedur purposif adalah salah satu strategi menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tersebut.

Adapun pihak yang dapat dijadikan sebagai informan tambahan adalah orang yang mengetahui tentang proses perkembangan emosional anak di lingkungan rumah, seperti saudara dari orangtua (om/tante) si anak.

Agar memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, maka peneliti mengguna-kan beberapa alat pengumpulan data berupa wawancara, dan studi dokumentasi.

Menurut Sugiyono (2011:366),

menjamin keabsahan data dan kepercayaan data penelitian yang peneliti peroleh dapat

dilakukan dengan cara berikut, yaitu:

kepercayaan (credibility), keteralihan

(transferability), dapat dipercaya

(depenability).

Data yang telah dikumpulkan seterusnya dianalisis, Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:337-345) menjelaskan dalam penelitian kualitatif ada 3 tahapan analisis, yaitu: reduksi data (data reduction), penyajian data ( displaydata), penarikan kesimpulan.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Upaya Orangtua Mengendalikan Emosi Takut pada Anak

a. Memberi Kepercayaan Pada Anak

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dapat diketahui bahwa ibu adalah orangtua yang paling dekat dengan anak. Oleh sebab itu, Ibu selalu merasa khawatir terhadap kegiatan yang dilakukan oleh anaknya. Setiap kali anaknya mengalami kesulitan dalam mengerjakan sesuatu, ibu selalu saja berusaha membantu anaknya untuk keluar dari kesulitan tersebut.

Sadulloh, dkk (2011:194) mengatakan bahwa ibu memegang peran penting dalam mendidik anak-anaknya. Sejak dilahirkan ibulah yang selalu di sampingnya, memberi makan, minum, mengganti pakaian dan sebagainya. Karena itu kebanyakan anak lebih cinta kepada ibunya dari pada anggota keluarga lainnya. Ibu dalam keluarga merupakan orang yang pertama kali berinteraksi dengan anak.

Siswanto dan Lestari (2012: 65) mengatakan bahwa sebaiknya orangtua memberi kepercayaan pada anak bila anak sudah merasa mampu melakukan-nya, karena keberanian dan percaya diri dalam diri anak sedikit banyaknya dipengaruhi oleh pola pengasuhan orangtua.

Jadi apabila setiap kali anaknya mengalami kesulitan dalam mengerja-kan sesuatu, ibu selalu saja berusaha membantu anaknya untuk keluar dari kesulitan tersebut. Padahal sebaiknya orangtua dapat memberi kepercayaan pada anak bila anak sudah merasa mampu melakukannya sendiri.

b. Membatasi Anak disertai Alasan yang Logis

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dapat diketahui bahwa tanpa disadari ibu dengan sengaja menakut-nakuti dan memberi ancaman pada anak, seperti harus menghabiskan semua nasi yang dipiring karena jika tidak, maka ibunya akan dimarahi oleh ayahnya. Larangan yang disertai dengan alasan yang tidak logis semakin dipahami anak sebagai kebohongan orangtua seiring perjalanan tumbuh kembang anak.

Menurut Riyanti (2013: 128) rasa takut adalah perasaan yang khas pada anak. Pada dasarnya rasa takut itu bermacam-macam, ada yang timbul karena seorang anak kecil memang ditakut-takuti atau karena berlakunya berbagai pantangan di rumah. Siswanto dan Lestari (2012: 64) mengatakan bahwa larangan yang diberikan pada anak haruslah disertai dengan alasan yang logis, dan sebaiknya orangtua tidak menakut-nakuti dengan kebohongan kecil yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Jadi tanpa disadari ibu dengan sengaja menakut-nakuti dan memberi ancaman pada anak. Padahal sebaiknya larangan yang diberikan pada anak haruslah disertai dengan alasan yang logis dan orangtua tidak menakut-nakuti anak dengan kebohongan kecil yang tidak dapat dipertanggungjawabkan

kebenarannya.

c. Tidak Memaksa Anak Melakukan Sesuatu

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dapat diketahui bahwa ibu seringkali memaksa anak untuk melakukan hal yang belum mampu ia lakukan sendiri, kemudian ibu memberi lebel negatif pada anak dengan mengatakan dasar bodoh, dasar penakut, dan sebagainya.

Menurut Siswanto dan Lestari (2012: 65) keberanian dan kemandirian anak mungkin saja berkembang secara perlahan, jadi jangan paksa anak untuk segera menguasai semua hal yang diajarkan saat itu juga.

2. Upaya Orangtua Mengendalikan Emosi Marah pada Anak

a. Orangtua Tidak Ikut Marah

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dapat diketahui bahwa ibu merasa bingung dalam menghadapi anaknya yang sedang marah. Ibu mulai kesal dan menghardik anaknya dengan menggunakan kata-kata yang kurang pantas diucapkan oleh seorang ibu.

Menurut Safaria dan Saputra (2012: 73), emosi marah merupakan respon yang dibawa sejak lahir (innate response) yang berkaitan dengan

(6)

frustasi dan kekerasan. Siswanto dan Lestari (2012: 73) mengatakan bahwa jika orangtua tidak bisa menahan emosi, orangtua akan ikut marah dan mungkin akan meninggalkan anak sendirian. Jangan lakukan itu! Karena anak akan merasa bahwa orangtuanya telah mengabaikannya dan hal itu semakin membuat anak merasa jengkel dengan apa yang terjadi.

Jadi jika ibu dihadapkan dengan anak yang emosinya sedang memuncak, sebaiknya ibu tidak ikut marah karena hal tersebut membuat anak akan semakin marah dan merasa tidak dipedulikan.

b. Orangtua Tetap Memegang Kendali

Berdasarkan hasil wawancara di lapangan, dapat diketahui bahwa ibu kurang tahu cara mengalihkan perhatian anaknya yang sedang marah. Ibu cenderung mengalah, dan mengikuti kemauan anak, karena merasa cemas dengan sikap anak yang tidak terkendali. Kemudian ibu membujuk anaknya dengan menjanjikan/menghadiahkan anaknya sesuatu.

Siswanto dan Lestari (2012: 74) mengatakan bahwa jangan sesekali orangtua mengikuti permintaan anak yang tidak realistis atau tidak bisa Anda terima hanya untuk menghindari ledakan emosi anak. Jika memang anak meminta sesuatu di luar toleransi, orangtua harus tegas mengatakan tidak. Kemudian menurut Sobur (2009: 414), adapula sikap orangtua yang terlalu cemas dan khawatir mengenai anaknya. Anak selalu dilindungi dan diawasi secara ketat, hal yang tidak bisa diterima oleh si anak. Anak merasa sangat terhambat dalam pelaksanaan keinginan-keinginannya yang meng-akibatkan lagi kemarahan.

Jadi apabila anak merengek/ meminta sesuatu yang tidak realistis dengan penuh kemarahan, sebaiknya orangtua harus tegas untuk mengatakan tidak padanya, jangan sesekali mengikuti kemauan anak hanya karena ingin menghindari ledakan emosinya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya orangtua mengendalikan emosi negatif pada anak usia dini di Koto Kaciak Kelurahan Mata Air Kecamatan Padang Selatan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa orangtua kurang mampu menghadapi anaknya yang sedang merasakan takut dan marah berlebihan. Saat anak dalam kondisi takut, ibu sebagai orangtua yang paling dekat dengan anak seringkali memaksa anak untuk melakukan sesuatu yang ditakuti oleh anaknya. Kemudian, ketika anak tidak mampu melakukannya ibu merasa kesal, mengancam dan menghakimi anak dengan mengatakannya seorang penakut, bodoh dan lain sebagainya.

Ibu seringkali merasa panik saat menghadapi anaknya yang sedang marah, untuk menghentikan kemarahan anaknya ibu kembali memarahi anak dengan penuh kekesalan. Kekesalan ibu tersebut ditunjukan dengan mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas untuk diucapkan oleh orangtua kepada anaknya. Ibu juga cenderung mengalah dan mengikuti kemauan anak, agar anaknya bisa diam dan tidak merengek lagi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan kepada berbagai pihak yang terkait, sebagai berikut:

1. Orangtua, diharapkan agar dapat menge-tahui dan menyadari bahwa pola asuh yang tepat akan membentuk kebiasaan atau kepribadian anak menjadi lebih baik sesuai dengan perkembangan kecerdasan-nya. Sebaik mungkin anak tidak dididik agar cerdas saja tetapi juga mampu berfikir kreatif, imajinatif dan mempunyai emosi yang stabil. Selain itu, orangtua hendaknya dapat menambah pengetahuan-nya lagi dalam mendidik anak, karena usia 0-8 tahun sangat menentukan bagi anak dalam mengembangkan potensinya sehingga usia ini sering disebut “usia emas” (the golden age) yang hanya datang sekali dan tidak dapat diulangi lagi, yang sangat menentukan untuk perkembangan kualitas manusia.

2. Anak usia dini, diharapkan agar kebutuhannya secara psikologis dan fisiologis dapat terpenuhi dalam suatu lingkungan yang merangsang seluruh aspek perkembangan anak. Sehingga pertumbuhan dan perkembangannya dapat tercapai secara optimal.

(7)

3. Pengelola program studi bimbingan dan konseling STKIP PGRI Sumatera Barat, agar dapat menyiapkan para calon guru bimbingan dan konseling yang mempunyai pengetahuan tentang upaya orangtua mengendalikan emosi negatif pada anak khususnya emosi takut dan emosi marah, serta solusi dalam mengentaskan masalah tersebut.

4. Peneliti selanjutnya, diharapkan bisa melakukan penelitian lanjutan bagaimana upaya orangtua mengendalikan emosi negatif lainnya pada anak usia dini.

KEPUSTAKAAN

Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orangtua & Anak dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta. Hurlock, Elizabeth B. 2005. Psikologi

Perkembangan. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Moleong, Lexy J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: Remaja Rosdakarya. Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain

Anak Usia Dini. Jakarta: Prenada Media Group.

Riyanti, Juni Dwi. 2013. Back to Nature: Mendidik dan Mengasuh Anak Sejak Lahir hingga Usia Sekolah. Yogyakarta: Andi Offset.

Sadulloh, Uyoh dkk. 2011. Pedagogik (Ilmu Mendidik). Bandung: Alfabeta. Safaria, Triantoro dan Nofrans Eka Saputra.

2012. Manajemen Emosi (Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif dalam Hidup Anda). Jakarta: PT Bumi Aksara. Silalahi, Karlinawati dan Eko A. Meinarno.

2010. Keluarga Indonesia (Aspek dan Dinamika Zaman). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Siswanto, Igrea dan Sri Lestari. 2012. Panduan bagi Guru dan Orangtua (Pembelajaran Atraktif dan 100 Permainan Kreatif untuk PAUD). Yogyakarta: Andi Offset.

Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiyono. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D)Bandung: Alfabeta.

Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan dalam penelitian ini dibatasi hanya membahas tentang 4 (empat) variabel, yang terdiri dari 3 (tiga) variabel bebas (disiplin kerja, reward,

Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing dan motivasi belajar secara sendiri-sendiri terhadap hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 5 Kota

Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh strategi blended learning terhadap kreativitas mahasiswa calon guru. Pendekatan dalam penelitian ini

Dari kedua unsur channel dan revenue streams dikembangkan menjadi beberapa alternatif strategi yang kemudian dipilih prioritasnya dengan QSPM, sehingga diperoleh

Analisis SWOT yang digunakan dalam penelitian ini ditujukan untuk menyusun strategi software dengan memaksimalkan kekuatan dan peluang untuk meminimalisasi kelemahan dan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru, maka peneliti dapat menyimpulkan permasalahan yang dihadapi selama proses pembelajaran pada mata pelajaran

If de- sign results are not currently displayed (and the design has been run), click the Design menu > Steel Frame Design > Interactive Steel Frame De- sign command and then

Sikap orangtua terhadap tayangan pornografi yang ditonton oleh remaja, lebih banyak bersikap demokratis, memberikan kebebasan dan hanya sedikit yang menjadi Parents Guid e