• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PENYUSUNAN Baseline Data Monitoring Dampak IMPLEMENTASI SVLK. TIM BASELINE DATA MONITORING DAMPAK Multistakeholder Forestry Programme 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PENYUSUNAN Baseline Data Monitoring Dampak IMPLEMENTASI SVLK. TIM BASELINE DATA MONITORING DAMPAK Multistakeholder Forestry Programme 3"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TIM BASELINE DATA MONITORING DAMPAK

Multistakeholder Forestry Programme 3

2018

(3)

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL), Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan (PPHH), Tim Pendamping serta para pihak yang telah membantu kelancaran proses kegiatan dan bersedia menyediakan data yang diperlukan untuk penyusunan baseline data monitoring dampak implementasi SVLK. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Multistakeholder Forestry Program 3 (MFP-3) yang mendukung pembiayaan sepenuhnya hingga terlaksananya kegiatan ini.

Dokumen ini diterbitkan atas dukungan penuh dari MFP-3. Isi dan subtansi dalam dokumen tidak mewakili sikap dan opini dari para pihak yang terlibat dalam penyusunan dokumen, khususnya Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan dan MFP-3.

Dokumen publikasi ini dapat diproduksi ulang secara keseluruhan atau sebagian dan dalam bentuk apapun untuk keperluan pendidikan atau nirlaba tanpa izin khusus dari MFP-3, asalkan reproduksi tersebut memuat pemberitahuan tentang Hak Cipta. MFP-3 sangat menghargai jika menerima salinan publikasi apa pun yang menggunakan dokumen ini sebagai sumber referensi. Publikasi ini tidak untuk diperjual belikan atau untuk tujuan komersial lainnya tanpa izin tertulis dari MFP-3.

MFP-3 tidak bertanggung jawab atas informasi apapun yang dimuat di situs eksternal manapun atau dalam dokumen yang disebutkan dalam laporan ini. Materi ini hanya untuk informasi, dan tergantung pada tanggung jawab pembaca sendiri.

Ucapan Terima Kasih

Tim Baseline Data

Monitoring Dampak

Pemberitahuan

Tim Pendamping:

Berdasarkan SK Nomor:

ST.15/PPHH/SPHH/HPL.3/1/2017 1. Arbi Valentinus (wakil Uni Eropa) 2. Citra Hartati (wakil LSM) 3. Dr. Agus Sarsito (wakil MFP3) 4. Dr. Jansen Tangketasik (wakil MFP3) 5. Suraya A (wakil MFP3)

Tim Penilai:

Berdasarkan SK Nomor: S.338/PPHH.SPHH/HPL.3/4/2017 1. Dr. Rahmanta Setiahadi (Ketua) 2. Rudy Setyawan (Anggota) 3. Hangga Prihatmaja (Anggota)

Tim Pengumpul data:

Berdasarkan SK Nomor: S.474/PPHH/SPHH.HPL.3/6/2017 1. Yeti Sumiyati

2. Koesno Adi Dwi Laksmono 3. Bambang Setyo Mulyanto

(4)

PENGARAH :

Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PEMBINA :

1. Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kehutanan, Sekretariat Jenderal;

2. Kepala Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal; 3. Kepala Pusat Data dan Informasi, Sekretariat Jenderal;

4. Kepala Pusat Litbang Sosial Ekonomi, Kebijakan Perubahan Iklim, Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi;

5. Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. PENANGGUNG JAWAB :

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Direktorat JenderalPengelolaan Hutan Produksi Lestari

1. Ketua :

Kepala Sub Direktorat Sertifikasi dan Pemasaran Hasil Hutan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan

2. Sekretaris :

Kepala Seksi Sertifikasi, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan

3. Anggota :

1. Kepala Bagian Program dan Anggaran, Sekretariat Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

2. Kepala Bidang Pengembangan Data dan Tindak Lanjut, Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim, Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi;

3. Kepala Bidang Standardisasi Pengelolaan, Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kehutanan;

4. Kepala Sub Direktorat Notifikasi Ekspor dan Impor Produksi Industri Hasil Hutan, Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan; 5. Kepala Bidang Pengelolaan Data, Pusat Data dan Informasi; 6. Dr. Satria Astana, Peneliti pada Pusat Litbang Sosial Ekonomi

Kebijakan dan Perubahan Iklim, Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi;

7. Elvida Yosefi Suryandari S.Hut, MSE., Peneliti pada Pusat Litbang Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim, Badan Penelitian dan Pengembangan Inovasi;

8. Kepala Sub Bagian Kerjasama Dalam Negeri, Biro Perencanaan, Sekretariat Jenderal.

Tim Pelaksana Monitoring Dampak

(5)

SMD : Sistem Monitoring Dampak

KLHK : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

FLEGT : Forest Law Enforcement, Governance and Trade

VPA : Voluntary Partnership Agreement

SVLK : Sistem Verifikasi Legalias Kayu

PHPL : Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

PPHH : Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan

SILK : Sistem Informasi Legalitas Kayu

IUPHHK : Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

HA : Hutan Alam

HT : Hutan Tanaman

RE : Restorasi Ekositim

HTR : Hutan Tanaman Rakyat

HTHR : Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi

HD : Hutan Desa

HKM : Hutan Kemasyarakatan

IUIPHHK : Ijin Usaha Industri Pengolahan Hasil Hutan Kayu

IPK : Ijin Pemanfaatan Kayu

HGU : Hak Guna Usaha

IPPKH : Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan

L-VLK : Lembaga Verifikasi Legalitas Kayu

LP-PHPL : Lembaga Penilai Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

IUI : Ijin Usaha Industri

TPT KB/KO : Tempat Penampungan Terdaftar Kayu Bulat/Kayu Olahan

TDI : Tanda Daftar Industri

IRT : Industri Rumah Tangga

S-LK : Sertifikat Legalitas Kayu

S-PHPL : Sertifikat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

AMDAL : Analisa Mengenai Dampak Lingkungan

RKU : Rencana Kerja Usaha

RKT : Rencana Kerja Tahunan

IHMB : Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala

LHC/LHP : Laporan Hasil Cruissing/Laporan Hasil Produksi

TPK/TPN : Tempat Penumpukan Kayu/Tempat Penimbunan Kayu

BBS : Bahan Baku Serpih

Daftar Istilah

Ucapan Terima Kasih iii

Pemberitahuan iii

Tim Pelaksana Monitoring Dampak v

Daftar Istilah vi

Daftar Isi vii

I. PENDAHULUAN 1

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Tujuan 2

II. METODE PENGUMPULAN BASELINE DATA MONITORING DAMPAK 5

2.1. Tahap Pelaksanaan 5

2.2. Pengumpulan Data: Tipe dan Proses 9

2.3. Hasil Kesepakatan Indikator dan Verifier 10

2.4. Identifikasi Sumber Data dan Informasi 13

2.5. Proses Verifikasi and Validasi Baseline Data 19

2.6. Limitasi dan Tantangan dalam Proses Pengumpulan Data 20

III. BASELINE DATA MONITORING DAMPAK 23

3.1. Baseline Data Efektifitas Kelembagaan dan Tata Kelola 23

3.2. Baseline Data Pemberantasan Ilegal Loging 35

3.3. Baseline Data Kondisi Hutan 40

3.4. Baseline Data Pembangunan Ekonomi 42

3.5. Baseline Data Keberlanjutan Penghidupan dan Mata Pencaharian 43

3.6. Analisa Baseline Data 43

IV. REKOMENDASI 49

4.1. Rekomedasi Subtansi 49

4.2. Rekomendasi Mekanisme Pelaksanaan Monitoring Implementasi SVLK

secara berkala 52

V. Lampiran-lampiran. 55

(6)

Laporan Penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK

viii 1

Dasar pelaksanaan Monitoring Dampak Implementasi SVLK adalah tindak lanjut perjanjian FLEGT-VPA. Indonesia wajib melaksanakan kesepakatan yang tercantum dalam artikel 12 yaitu terkait dengan Social Safeguard. Kesepakatan ini mengharuskan pemerintah Indonesia melaku-kan monitoring secara berkala untuk melihat dampak perjanjian VPA terhadap lingkungan dan sosial. Khususnya dampak yang tidak diharapkan pada kehidupan dan kesejahteraan kelompok rentan dan marjinal. Antisipasi mengatasi dampak negatif yang timbul dari implementasi FLEGT-VPA (dalam konteks SVLK) perlu dipersiapkan Indonesia dan Uni Eropa. Diperlukan rekomendasi berupa solusi yang tepat dan disusun berdasarkan hasil impact monitoring (monitoring dampak). Desain Sistem Monitoring Dampak (SMD) Implementasi SVLK telah disusun pada tahun 2016, dilakukan oleh PT Hatfield. Penyusunan SMD mengintegrasikan masalah inklusi sosial dan gen-der dengan respon dan kemampuan adaptasi terhadap dampak SVLK. Dampak yang dimaksud adalah meliputi: dampak yang diharapkan (intended impact) dan dampak yang tidak dihara-pkan (unintended impact). Ada 5 (lima) wilayah dampak implementasi SVLK dapat berpotensi menyebabkan perubahan, baik positif maupun negatif, yaitu: 1) Efektifitas kelembagaan dan tatakelola; 2) Pemberantasan illegal logging, 3) Kondisi hutan; 4) Pembangunan perekonomian; dan; 5) Keberlanjutan penghidupan dan matapencaharian masyarakat. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mendukung dan mengadopsi SMD Guideline ini sebagai sarana untuk melihat dampak implementasi SVLK, sesuai mandat yang diatur dalam Article 12 perjanjian FLEGT-VPA.

Sebagai tindak lanjutnya, kegiatan pertama yang akan dilakukan (tahun 2017) adalah meny-iapkan baseline dan database sebagai salah satu bagian dari kegiatan pra-kondisi sebelum pelaksanaan monitoring dampak nantinya dapat dilakukan. Penyusun baseline yang terhadap dengan 5 wilayah dampak terkait dengan implementasi SVLK akan berdasarkan tiga tahun kunci yaitu: (i) Tahun 2009, setelah pertama kali Permenhut P.38/2009 dilaksanakan; (ii) Tahun 2013, yaitu tahun setelah pertama kali pemberlakuan dokumen V-Legal; dan (iii) Tahun 2016, setelah pertama kali implementasi FLEGT License. Dokumen ini adalah laporan akhir dari kegiatan penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK. Laporan ini merangkum semua data dan informasi yang dihasilkan untuk menyusun baseline di 5 wilayah dampak dalam tiga masa waktu yang ditentukan yaitu 2009, 2013, dan 2016.

1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN

(7)

Sebagaimana yang ditetapkan dalam kerangka acuan baseline data, tujuan dari penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh konsultan Tim Baseline Data Monitoring Dampak (Tim IM) adalah :

1. Melakukan review indikator dan verifier dokumen Sistem Monitoring Dampak yang dihasilkan PT Hatfield.

2. Mengembangkan indikator dan verifier pada masing-masing wilayah dampak yang disel-eksi oleh Tim.

3. Mengidentifikasi lembaga pemerintah dan non pemerintah yang berperan sebagai wali data.

4. Melakukan verifikasi data dan informasi yang dikumpulkan serta mengelompokkan data-data tersebut berdasarkan data tahun 2009, 2013 dan 2016.

Adapun luaran laporan dari hasil kerja konsultan Tim IM adalah menghasilkan laporan yang berisi:

1. Metodologi untuk mengembangkan data dasar yang akan digunakan pemerintah untuk memantau dampak implementasi SVLK.

2. Penjabaran tentang proses penyiapan Pemantauan Dampak sebagai panduan pelaksan-aan monitoring dampak SVLK di lapangan.

3. Hasil pengumpulan data dasar yang diperlukan untuk penyusunan baseline data, teruta-ma data sekunder.

4. Rekomendasi bagi pemerintah mengenai kegiatan di masa depan untuk melakukan rencana monitoring implementasi SVLK secara berkala.

(8)

Laporan Penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK

4 5

Sesuai hasil rekomendasi laporan Rancangan Sistem Monitoring Dampak (SMD), monitoring terhadap dampak implementasi SVLK dilakukan di 5 (lima) wilayah dampak, yaitu: (1) Efektifitas kelembagaan dan tata kelola; (2) Pemberantasan illegal loging; (3) Kondisi hutan; (4) Pembangu-nan ekonomi; dan (5) Keberlanjutan penghidupan dan mata pencaharian (Livelihoods).

Perencanaan dimulai dengan rekruitmen konsultan sebagai ketua dan anggota Tim IM yang bertugas menyiapkan rencana kerja kegiatan penyusunan baseline data. Rencana Kerja yang disetujui menjadi acuan pelaksanaan penyusunan baseline data. Alur pelaksanaan kegiatan penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak SVLK dibagi dalam 3 (tiga) tahapan yaitu: A. Tahap Persiapan

B. Tahap Pengumpulan Baseline Data

C. Tahap Penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak.

Secara lebih lengkap dideskripsikan melalui alur proses ini yang dapat dilihat di Gambar 1. Langkah-langkah pelaksanaan kegiatan sebagaimana alur pada gambar 1, dijelaskan dalam uraian dibawah ini.

A. TAHAP PERSIAPAN

1. Melakukan review terhadap hasil Rancangan Sistem Monitoring Dampak (SMD) yang telah dilaksanakan oleh PT. Hatfield.

• Tujuan:

a. Melakukan review laporan Rancangan SMD SVLK. Mengkaji ketepatan in-dikator dan verifier yang dapat digunakan serta probabilitas tersedianya data tersebut di pemerintah dan lembaga terkait.

b. Mensepakati indikator dan verifier baru apa saja yang penting ditambahkan dari apa yang sudah tersedia di laporan Rancangan SMD

• Out-put:

a. Diperolehnya catatan hasil review pada 5 wilayah dampak Sistem Monitoring Dampak SVLK.

b. Kesamaan pandangan in-put baru indikator dan verifier Sistem Monitoring Dampak SVLK.

c. Kesepatan konsep baseline data dan metode pengumpulan data. d. Kesepakatan jadwal dan agenda kegiatan penyusunan baseline data. • Langkah-Langkah:

a. Pemaparan hasil review terhadap laporan Rancangan SMD untuk 5 wilayah dampak SVLK.

2.1. Tahap Pelaksanaan

II. METODE PENGUMPULAN

BASELINE DATA

(9)

b. Diskusi tentang tambahan 5 indikator dan verifier baru serta metode pendata-annya.

c. Penyepakatan jadwal pelaksanaan serta pembagian tugas pengumpulan data.

2. Pembekalan Tim Pengumpul Data dan Informasi. • Tujuan:

a. Melakukan pembekalan terhadap tim pengumpul data. b. Membangun komitmen tim pengumpul data.

• Out-put:

a. Tim pengumpul data paham tentang indikator dan verifier Sistem Monitoring Dampak SVLK yang digunakan dan akan dikumpulkan

b. Tim pengumpul data siap melakukan pengumpulan data. • Langkah-langkah:

a. Penjelasan hasil review indikator dan verifier yang akan digunakan untuk menyusun baseline dan database

b. Praktek atau simulasi tahapan pengumpulan data yang diperlukan. c. Pembagian tugas tim pengumpul data sesuai wilayah dampak dan sesuai

dengan pengumpulan jenis data. B. PENGUMPULAN BASELINE DATA

1. Pengumpulan Baseline Data • Tujuan:

a. Mendapatkan data utama terkait wilayah dampak implementasi SVLK. b. Mendapatkan data yang diperlukan untuk masing-masing wilayah

dampak-sesuai rencana dan kebutuhan. • Out-put:

a. Tersedianya data baseline sesuai indikator dan verifier SMD SVLK.

b. Tersedianya dokumentasi pengumpulan data baseline monitoring dampak implementasi SVLK.

• Langkah-langkah:

a. Melakukan pertemuan dengan pemegang data/wali data atau sumber data lain yang sudah dipilih.

b. Pengumpulan data sekunder yang dibutuhkan, sesuai form lampiran masing-masing indikator dan verifier. c. Merangkum semua data sekunder untuk verifikasi dan validasi data. 2. Verifikasi dan Validasi Baseline Data • Tujuan: a. Melakukan verifikasi dan validasi baseline data b. Membuat rekapitulasi hasil verifikasi dan validasi data. • Out-put: a. Tersedianya rekapitulasi verfikasi dan validasi baseline data sekunder. b. Tersedianya hasil verifikasi dan validasi baseline data monitoring dampak

implementasi SVLK pada 5 wilayah dampak. • Langkah-langkah:

a. Mengumpulkan dan memilah data masing-masing Indikator dan Verifier SMD implementasi SVLK.

b. Melakukan klarifikasi data sekunder.

c. Melakukan verifkasi dan validasi data sekunder.

d. Membuat rekapitulasi hasil verifikasi dan validasi data sekunder C. PENYUSUNAN BASELINE DATA MONITORING DAMPAK

1. Penyusunan Draft Laporan Baseline Data • Tujuan:

a. Menyusun draft baseline data monitoring dampak implementasi SVLK berdasarkan hasil verifikasi dan validasi data sekunder.

b. Menyusun draft laporan final penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK.

• Out-put:

a. Tersedianya draft Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK. b. Tersedianya laporan final Penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak

Implementasi SVLK. • Langkah-langkah:

a. Menyusun baseline data monitoring dampak implementasi SVLK pada masing-masing 5 wilayah dampak.

b. Menyusun laporan final penyusunan baseline data monitoring dampak implementasi SVLK rekomendasinya.

2. Konsultasi Publik Laporan Penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK.

• Tujuan:

a. Melakukan konsultasi publik draft laporan penyusunan baseline data monitoring dampak implementasi SVLK dengan parapihak di tingkat nasional. b. Memperoleh masukan dari para pihak untuk perbaikan laporan.

• Out-put:

a. Dokumentasi hasil konsultasi publik draft laporan penyusunan baseline data. b. Dokumentasi masukan dan saran terhadap draft baseline data.

c. Skenario proses pelaksanaan monitoring dampak implementasi SVLK

di lapangan.

• Langkah-langkah:

a. Pemaparan draft laporan penyusunan baseline data monitoring dampak implementasi SVLK.

b. Diskusi masukan dan klarifikasi baseline data masing-masing indikator dan

verifier SMD.

c. Penyepakatan draft laporan penyusunan baseline data monitoring dampak implementasi SVLK serta rekomendasinya.

d. Penyepakatan skenario pelaksanaan Sistem Monitoring Dampak untuk implementasi SVLK di daerah/lapangan.

(10)

Gambar 1. Alur Pelaksanaan Penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak SVLK.

Pengumpulan data dan informasi difokuskan pada data-data sekunder yang tersedia dan diperlukan untuk penyusunan baseline data. Mengingat ini adalah kegiatan yang pertama kali dilakukan maka Tim IM diminta untuk memfokuskan pada pengumpulan data sekunder di tingkat nasional. Adapun data sekunder yang dimaksud adalah data tertulis yang telah telah atau mendapat persetujuan untuk dipublikasi oleh lembaga-lembaga pemerintah terkait, termasuk publikasi tertulis oleh pihak-pihak lain di luar pemerintah yang relevan untuk kebutuhan baseline ini. Pengumpulan data sekunder diutamakan pada dokumen data/ informasi yang berasal dari laporan kegiatan, hasil penelitian, dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan dampak implementasi SVLK. Sumber data dari pemerintah yang terkait dengan kebijakan dan laporan-laporan kegiatan implementasi SVLK di tingkat pusat, kegiatan pemantau independent secara reguler dan sumber data (wali data) lainnya. Data sekunder dari pemerintah ini diperoleh dari sumber data (wali data) seperti Dirjen dan Direktorat di lingkungan KLHK, Kemendag, Kemenperin, BPS, Bea Cukai dan data yang tersedia di provinsi yang mungkin diakses. Sementara sumber data sekunder dari non pemerintah diperoleh dari berbagai sumber seperti JPIK, LP-PHPL, LP-LK, lembaga riset terkait.

Untuk melengkapi data sekunder, Tim IM juga mengumpulan data primer secara terbatas dalam bentuk wawancara dengan sejumlah informan yang dipilih secara selektif untuk mendapatkan “sense” tentang bagaimana fakta tentang praktek di lapangan dan informasi yang sifatnya anecdotal terhadap sejumlah kondisi dimana tim kesulitan memperoleh data sekunder. Lokasi pengumpulan data dan informasi sebagian besar dilaksanakan di Jakarta dan sekitar Jabotabek. Mengingat banyak wali data Proses pengumpulan data dilakukan oleh Tim IM dengan

pendampingan dari Tim Pendamping dari KLHK dan MFP3. Pengumpulan data dilakukan secara langsung dengan mendatangi sumber data maupun tidak langsung dengan cara mengakses laman resmi dari sumber data yang sudah ditetapkan.

(11)

Hal pertama yang dilakukan oleh Tim IM adalah mengkaji kembali usulan indikator dari verifier yang telah disusun dalam buku Design Sistem Monitoring untuk 5 wilayah dampak Dampak Implementasi SVLK. Tim IM mengusulkan sejumlah tambahan atau perubahan indikator dan atau verifier yang dianggap lebih tepat untuk mengukur dampak. Usulan ini kemudian dibahas dalam rapat dengan Tim Pendamping KLHK untuk memperoleh persetujuan. Secara ringkas proses dan hasil review dari Tim IM untuk masing-masing wilayah dampak itu dapat dilihat pada lampiran 1 laporan ini. Adapun hasil kesepatan tentang indikator dan verifier yang akan digunakan oleh Tim Baseline ini disampaikan dalam tabel sebagai berikut:

(hasil lengkap review ini dapat dilihat di lampiran 1)

2.3.1. Indikator Baseline data Efektifitas Kelembagaan dan Tata Kelola, yaitu:

1) Jumlah peraturan perundangan yang harus dipenuhi oleh unit usaha terkait: (a) PHPL; (b) VLK.

2) Persepsi unit usaha terhadap kualitas dan kemudahan implementasi peraturan PHPL/VLK.

3) Keberadaan peraturan perundangan yang berpihak kepada isu gender, kelompok rentan dan kaum difabel.

4) Jenis dan jumlah konflik dalam pengelolaan PHPL dan VLK dengan masyarakat/ pihak lain.

5) Jumlah unit usaha yang telah memiliki ijin usaha lengkap (terdaftar): (a) IUPHHK-HA/HT/RE, (b) HTR/HTHR/HD/HKm, (c) Hutan Hak, (d) IPK (HGU dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan/IPPKH), (e) IUIPHHK > 6.000 m3/thn dan IUI di atas Rp. 550 juta, (f) IUIPHHK < 6.000 m3/thn dan IUI di bawah Rp. 550 juta, (g) TDI, (h) Pengrajin/IRT, (i) TPT (KB dan KO), (j) Eksportir Non Produsen.

6) Jumlah unit usaha yang melakukan Sertifikasi PHPL/S-LK: (a) IUPHHK-HA/HT/RE, (b) HTR/HTHR/HD/HKm, (c) Hutan Hak, (d) IPK (HGU dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan/IPPKH), (e) IUIPHHK > 6.000 m3/thn dan IUI di atas Rp. 550 juta, (f) IUIPHHK < 6.000 m3/thn dan IUI di bawah Rp. 550 juta, (g) TDI, (h) Pengrajin/IRT, (i) TPT (KB dan KO), (j) Eksportir Non Produsen.

7) Jumlah unit usaha yang telah lulus S-PHPL/S-LK: (a) IUPHHK-HA/HT/RE, (b) HTR/ HTHR/HD/HKm, (c) Hutan Hak, (d) IPK (HGU dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan/ IPPKH), (e) IUIPHHK > 6.000 m3/thn dan IUI di atas Rp. 550 juta, (f) IUIPHHK < 6.000 m3/thn dan IUI di bawah Rp. 550 juta, (g) TDI, (h) Pengrajin/IRT, (i) TPT (KB dan KO), (j) Eksportir Non Produsen.

8) Peraturan persyaratan untuk usaha dan biaya resmi perizinan: (a) Dokumen SK IUPHHK, (b) AMDAL, (c) RKU/RKT, (d) IHMB, (e) LHC/LHP, (f) Dokumen angkutan, (g) Peralatan, (h) TPK/TPN, (i) Tata ruang, (j) Lainnya (HO, TDP, SIUP, Akta perusahaan, ETPIK), (h) Persyaratan pemenuhan sertifikasi.

9) Beaya penyiapan unit usaha untuk memenuhi persyaratan sertifikasi PHPL/VLK. 10) Biaya riil sertifikasi (penilaian awal dan penilikan)

11) Nilai kerja unit usaha berdasarakan penilaian PHPL. 2.3.2. Indikator Baseline Data Pemberantasan Illegal Logging, yaitu:

2.3. Hasil Kesepakatan Indikator dan Verifier

1) Jumlah kejadian, luas areal dan taksiran volume kayu akibat pembalakan liar

setiap tahunnnya di: (a) IUPHHK-HA/HT/RE, (b) Perhutani, (c) HTR/HTHR/HD/ HKm.

2) Jumlah kejadian, luas areal dan taksiran volume kayu akibat pembalakan liar setiap tahunnnya di: (a) Taman Nasional, (b) Hutan Lindung, (c) Kawasan Konservasi, (d) Lainnya.

3) Jumlah produksi dari hutan negara: (a) BBS, (b) Kayu Bulat (kel. Meranti, kel. Kayu Campuran, kel Kayu Indah).

4) Jumlah produksi kayu dari HTR/HTHR/HD/HKm

5) Jumlah produksi kayu dari IPK (HGU dan IPPKH) kel Meranti, kel Kayu Campuran, kel Kayu Indah, KBK.

6) Jumlah kayu yang dijual/ ditransportasikan dari hutan negara

7) Jumlah kayu bulat dari hutan hak yang tumbuh alami yang diterima industri (TPT-KB, IUIPHHK)

8) Jumlah kayu bulat dari hutan hak yang dibudidayakan yang diterima industri (TPT-KB, IUIPHHK).

9) Keberadaan bukti kepemilikan lahan (hutan hak) dan kesesuaiannya dengan kondisi lapangan.

10) Kesesuaian dokumen angkutan dengan fisik kayu yang diterima di industri primer (IUIPHHK).

11) Jumlah kayu impor yang masuk ke Indonesia (bulat dan olahan). 12) Jumlah produksi produk kayu primer.

13) Jumlah produksi produk lanjutan. 14) Jumlah produk kayu yang dieksport.

15) Jumlah produk kayu yang dikonsumsi dalam negeri. 2.3.3. Indikator Baseline Data Kondisi Hutan, yaitu:

1) Rencana dan realisasi produksi hasil hutan dari hutan negara (m3, ton). 2) Prosentase kesesuaian AAC dengan potensi hutan.

3) Data luas kawasan konservasi dan kawasan lindung.

4) Jumlah unit usaha yang melakukan pengelolaan dan monitoring kawasan konservasi dan kawasan lindung.

5) Data luas tutupan hutan.

6) Efektifitas penanganan dampak terhadap lingkungan akibat pemanenan. 7) Efektifitas perlindungan keanekaragaman hayati.

8) Jumlah IUPHHK yang kepastian kawasannya telah dikukuhkan oleh Menteri. 9) Jumlah pengelola HKm-HTR-HD-HTHR yang melakukan kegiatan yang berkaitan

dengan dampak lingkungan terkait dengan penebangan.

10) Jumlah pengelola HKm-HTR-HD-HTHR yang melaporkan hasil dampak lingkungan kepada instansi terkait.

11) Data luas dan volume produksi kayu dari hutan hak yang tumbuh alami. 12) Data luas dan volume produksi kayu dari hutan hak yang pohonnya

dibudidayakan.

2.3.4. Indikator Baseline data Pembangunan Ekonomi, yaitu:

1) Nilai produksi kayu bulat dari hutan negara (BBS, kel. Meranti, kel. Kayu Campuran, kel, Kayu Indah).

(12)

2) Nilai jual kayu yang diproduksi oleh Hutan Hak yang tumbuh alami. 3) Nilai jual kayu yang diproduksi oleh Hutan Hak yang dibudidayakan. 4) Iuran DR dan PSDH dari pengelolaan hutan (hutan negara, hutan hak yang

tumbuh alami).

5) Pendapatan daerah dari sektor kehutanan.

6) Jumlah industri kayu, TPT dan eksportis non produsen yang ada di daerah dari tahun ke tahun.

7) Volume ekspor produk industri kehutanan yang dihasilkan oleh unit usaha lanjutan, eksportir produsen dan non produsen.

8) Nilai ekspor produk industri industri kehutanan yang dihasilkan oleh unit usaha lanjutan, eksportir produsen dan non produsen.

9) Jumlah negara tujuan ekspor – eksportir produsen dan non produsen. 10) Jumlah daerah dan pelabuhan muat ekspor – eksportir produsen dan non

produsen.

11) Volume produksi industri kehutanan dari unit usaha bersertifikat VLK untuk pasar domestik (primer dan olahan).

12) Volume dan nilai kayu yang ditransaksikan oleh pengelola TPT-KB dan TPT-KO. 2.3.5. Indikator Baseline Data Keberlanjutan Penghidupan dan Mata Pencaharian

(Livelihoods), yaitu:

1) Kualitas penerapan program pengembangan kapasitas pekerja, jenjang karir dan kesejahteraan pekerja.

2) Jumlah pelatihan dan peningkatan kompetensi tenaga teknis kehutanan. 3) Kualitas penerapan program K3 dan angka kecelakaan kerja di unit usaha

(korban meninggal, cacat berat dan cacat ringan).

4) Pemenuhan hak-hak pekerja (KKB/PP, realisasi pemenuhannya). 5) Jumlah dan distribusi komposisi tenaga kerja (laki dan perempuan)

6) Realisasi pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat (PMDH, CSR). 7) Implementasi kegiatan peningkatan peran dan aktifitas ekonomi masyarakat. 8) Persepsi unit usaha terhadap pelibatan peran laki-laki, perempuan, kelompok

rentan dan difabel dalam penyerapan tenaga kerja.

9) Minat kelembagaan masyarakat/perorangan untuk mengelola areal hutan. 10) Minat Industri Rumah Tangga untuk mengembangkan usaha.

11) Dukungan para pihak dalam pengelolaan areal hutan/pengembangan usaha (pengrajin/IRT).

12) Tingkat pemanenan sesuai dengan daur ekonomis pohon.

13) Peningkatan ases dan pendapatan pengrajindan pengelola hutan hak. 14) Jumlah tenaga kerja yang diikutkan dalam mengikuti pelatihan peningkatan

kapasitas.

Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK adalah sebagai berikut :

1) Prinsip Keadilan: Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi parapihak yang mendapatkan manfaat maupun akses fungsional lainnya terhadap terhadap implementasi dan layanan kebijakan SVLK, khususnya pada kelompok rentan yang terkait dengan sumber penghidupan.

2) Prinsip Kolaborasi: Prinsip dasar kolaborasi adalah kerjasama dan kesetaraan

(esensi dasar), kebersamaan, berbagi peran, dan tanggung jawab, menentukan indikator monitoring dampak, menggali data dan informasi dalam setiap prosesnya.

3) Prinsip Akurasi dan kehati-hatian: Baseline data ini akan digunakan terus menerus sebagai alat untuk mengukur monitoring dampak SVLK, maka data-data yang diperoleh harus akurat dan valid dan dapat dipertanggung jawabkan baik secara ilmiah maupun juga secara sosial.

4) Prinsip Keberlanjutan: Baseline data ini harus dapat dipergunakan secara periodik mulai dari data awal, evaluasi maupun juga paska pelaksanaan monitoring dampak, dan terutama dapat dimanfaatkan untuk pengambilan-pengambilan keputusan penting dalam peningkatan keberterimaan SVLK baik di tingkat nasional maupun di daerah.

2.4. Identifikasi Sumber Data dan Informasi

Setelah disepakati indikator dan verifier yang akan digunakan, langkah selanjutnya adalah Tim IM melakukan pengumpulan data dan informasi dari sejumlah pihak. Adapun tabel yang leng-kap dari jenis data yang dikumpulkan dan identifikasi dari mana saja diharapkan sumber data tersebut diperoleh dapat dilihat dalam lampiran di bawah ini.

2.4.1. Indikator Baseline Data Efektifitas Kelembagaan dan Tata Kelola.

No INDIKATOR SUMBER DATA

1

Jumlah peraturan perundangan yang harus dipenuhi oleh Unit Usaha terkait:

a) PHPL b) SVLK

• Biro Hukum dan Organisasi – KLHK

• Setditjen PHPL (Bagian Hukum & Kerjasama Teknik) • Annex 2 dokumen VPA untuk VLK (SVLK Online,

MFP, dan delegasi EU)

2 Persepsi Unit Usaha terhadap kualitas dan kemudahan implementasi peraturan PHPL/ VLK

• Anekdotal persepsi unit usaha. • Pusat Litbang Sosek KLHK • CIFOR

• Berbagai hasil studi MFP (MFP2 & MFP3)

• Dokumen media massa dan kajian-kajian ilmiah dr entitias terkait.

3 Keberadaan peraturan perundangan yang berpihak kepada isu gender, kelompok rentan dan kaum difabel

• Biro Hukum dan Organisasi - KLHK • Kemensos

• Kemeneg PPA • Kemenaker

4 Jenis dan jumlah konflik dalam pengelolaan PHPL dan VLK dengan masyarakat/pihak lain

• Dit UHP, Ditjen PHPL - KLHK. • Dinas Kehutanan Provinsi. • Gakum, KLHK

• Data pemantau independen

5

Jumlah Unit Usaha yang telah memiliki ijin usaha lengkap (terdaftar): a) IUPHHK-HA/ HT/RE, b) HTR/HTHR/HD/HKM, c) Hutan Hak, d) IPK dari HGU, e) IPK dari Pinjam Pakai, f) Kawasan Hutan, g) IUIPHHK > 6.000 m3/tahun dan IUI di atas Rp 500 juta, h) IUIPHHK < 6.000 m3/tahun dan IUI di bawah Rp 500 juta, i) TDI, j) Pengrajin/IRT, k) TPT, l) Eksportir Non Produsen

• Dit UHP, Dit. PPHH, Ditjen PHPL - KLHK. • Ditjen PSKL • APHI • BKPM, BPKMD, • BPPT Daerah • Dinas Perindustrian • Laporan LVLK/LPHPL

(13)

6

Jumlah Unit Usaha yang melakukan serti-fikasi S-PHPL/S-LK : a) IUPHHK-HA/HT/RE, b) HTR/HTHR/HD/HKM, c) Hutan Hak, d) IPK dari HGU, e) IPK dari Pinjam Pakai, f) Kawa-san Hutan, g) IUIPHHK > 6.000 m3/tahun dan IUI di atas Rp 500 juta, h) IUIPHHK < 6.000 m3/tahun dan IUI di bawah Rp 500 juta, i) TDI, j) Pengrajin/IRT, k) TPT, l) Eksportir Non Produsen

• Dit. UHP, Dit. PPHH, Ditjen PHPL - KLHK. • LV-LK

• LP-PHPL • SILK

7

Jumlah Unit Usaha yang telah lulus S-PHPL/ S-LK : a) IUPHHK-HA/HT/RE, b) HTR/HTHR/ HD/HKM, c) Hutan Hak, d) IPK dari HGU, e) IPK dari Pinjam Pakai, f) Kawasan Hutan, g) IUIPHHK > 6.000 m3/tahun dan IUI di atas Rp 500 juta, h) IUIPHHK < 6.000 m3/tahun dan IUI di bawah Rp 500 juta, i) TDI, j) Pengrajin/ IRT, k) TPT, l) Eksportir Non Produsen

• Dit. UHP, Dit. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK. • LV-LK

• LP – PHPL • SILK

8

Peraturan persyaratan untuk Unit Usaha dan biaya resmi perizinan : a) Dokumen SK IUPH-HK, b) AMDAL, c) RKU/RKT, d) IHMB, e) LHC/ LHP, f) Dokumen angkutan, g) Peralatan, h) TPK/TPN, i) Tata ruang, j) Lainnya (HO, TDP, SIUP, Akta perusahaan, ETPIK), k) Prasyarat pemenuhan sertifikasi

• Dit. UHP, Dit. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK. • Biro Hukum – KLHK

• Dirjen Perdagangan Luar Negeri – Kemendag • Dinas Perzinan Daerah

• RTRW/RTRWP

9 Biaya penyiapan Unit Usaha untuk memenu-hi persyaratan sertifikasi PHPL/VLK.

• Jaringan pemantau independen • Litbang KPK

• Anekdotal persepsi unit usaha.

• Hasil kajian-kajian lembaga independen

10 Biaya riil sertifikasi (penilaian awal dan penilikan) • Hasil studi MFP • Anekdotal persepsi Unit Usaha • Anekdotal data LP-PHPL/LV-LK

11 Nilai kinerja Unit Usaha berdasarkan penila-ian PHPL • Ditjen UHP, Ditjen PHPL – KLHK

2.4.2. Indikator Baseline Data Pemberantasan Illegal Logging.

No INDIKATOR SUMBER DATA

1

Jumlah kejadian, luas areal dan taksiran volume kayu akibat pembalakan liar setiap tahunnya di :

a) IUPHHK-HA/HT/RE, b) Perhutani,

c) HTR/HTHR/HD/HKM

• Gakum – KLHK

• Dit. UHP, Dit IKPH, Ditjen PHPL • Ditjen PSKL – KLHK

• Badan Planologi KLHK • Badan Litbang KLHK

• Dinas Kehutanan Provinsi/BPHP • Anekdotal data media massa • Perum Perhutani

• Litbang KPK

• Dokumen inkuiri nasional Komnas HAM • Laporan JPIK dan NGO

2

Jumlah kejadian, luas areal dan taksiran volume kayu akibat pembalakan liar setiap tahunnya di : a) Taman Nasional, b) Hutan Lindung, c) Kawasan Konservasi, d) Lainnya

• Gakum - KLHK

• Dinas Kehutanan Provinsi/BPHP • Dirjen KSDAE – KLHK

• Balai Taman Nasional – KLHK • Balai Konservasi

• Laporan JPIK dan NGO

3 Jumlah produksi dari hutan negara: a) BBS, b) Kayu Bulat (kel. Meranti, kel. Kayu Campu-ran, Kel. Kayu Indah).

• Dit. UHP, Dit. IKPHH, Ditjen PHPL, KLHK (SIPUHH, LHP)

• Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten (LHP) • BPS

4 Jumlah produksi kayu dari HTR/HTHR/HD/HKM • Ditjen PSKL• Direktorat UHP dan IKP HH, Ditjen PHH • Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten (LMKB)

5 Jumlah produksi kayu dari IPK (kel. Meranti, kel. Kayu Campuran, Kel. Kayu Indah, KBK) • Dit. UHP, Dit IKPHH, Ditjen PHPL - KLHK• Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten (LMKB)

6 Jumlah kayu yang dijual/ ditransportasikan dari hutan negara

• Dit IKPHH, Dit. UHP. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK (SIPUHH, LMKB)

• Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten (LMKB) • Dirjen PHH – KLHK (DR/PSDH)

• BPS

7 Jumlah kayu bulat dari hutan hak yang tum-buh alami yang diterima industri (TPT-KB, IUIPHHK)

• Dit IKPHH, Dit. UHP. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK (SIPUHH, LMKB)

• Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten (LMKB, RPB-BI)

• LVLK/LP-PHPL

8 Jumlah kayu bulat dari hutan hak yang dib-udidayakan yang diterima industri (TPT-KB, IUIPHHK)

• Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK (SIPUHH, LMKB)

• Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten (LMKB, RPBBI, LMK)

• LVLK /LP-PHPL

9 Keberadaan bukti kepemilikan lahan (hutan hak) dan kesesuaiannya dengan kondisi lapangan

• LVLK /LP-PHPL

• Anekdotal persepsi unit usaha.

10 Kesesuaian dokumen angkutan dengan fisik kayu yang diterima di industri primer (IUIPHHK)

• LVLK /LP-PHPL

• Anekdotal persepsi unit usaha.

11 Jumlah kayu impor yang masuk ke Indonesia (bulat dan olahan) • LVLK /LP-PHPL• Kemendag • Bea Cukai

12 Jumlah produksi produk primer kayu (dalam m3 dan atau ton) • Dit IKPHH, Dit. UHP. Dit. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK (SIPUHH, LMKB) • LVLK /LP-PHPL

13 Jumlah produksi produk lanjutan(dalam m3 dan atau ton) • Dirjen PHH – KLHK (SIPUHH, LMKO)• LVLK /LP-PHPL

14 Jumlah produk kayu yang dieksport(dalam m3 dan atau jumlah nilai yang dieksport)

• Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK (SIPUHH, LMKO)

• SILK

• LVLK /LP-PHPL

15 Jumlah produk kayu yang dikonsumsi dalam negeri

• Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK

• (SIPUHH, RPBBI, LMKB) • Dinas Kehutanan Provinsi (LMK) • LVLK /LP-PHPL

(14)

2.4.3. Indikator Baseline Data Kondisi Hutan.

2.4.4. Indikator Baseline Data Pembangunan Ekonomi.

No INDIKATOR SUMBER DATA

1 Rencana dan realisasi produksi hasil hutan kayu dari hutan negara (m3, ton)

• Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL – KLHK

• (SIPUHH, RPBBI, LMKB) • LP-PHPL/LV-LK

2 Prosentase kesesuaian AAC dengan potensi hutan • Dit IKPHH, Dit. UHP, Dit. PPHH, Dirjen PHPL – KLHK.• Sampling unit usaha/data anekdotal (RKU/RKT) • LP-PHPL / LV-LK

3 Data luas kawasan konservasi dan kawasan lindung • Ditjen PHKA - KLHK • Baplan – KLHK

4 Jumlah Unit Usaha yang melakukan pen-gelolaan dan monitoring kawasan konserva-si dan kawasan lindung

• Dit. UHP, Ditjen PHPL • Data monitoring di KLHK • Dinas Kehutanan

• Laporan hasil penilaian dari LP-PHPL

5 Data luas tutupan hutan • Baplan - KLHK • Pusdatin KLHK

6 Efektifitas penanganan dampak terhadap lingkungan akibat pemanenan • Data monitoring di Ditjen PHKA - KLHK,• Laporan hasil penilaian dari LP-PHPL

7 Efektifitas perlindungan keanekaragaman hayati • Data monitoring di Ditjen PHKA - KLHK,• Laporan hasil penilaian dari LP-PHPL

8 Jumlah IUPHHK yang kepastian kawasannya telah dikukuhkan oleh Menteri • Ditjen PHKA - KLHK • Baplan – KLHK

9

Jumlah pengelola HKM-HTR-HD- HTHR yang melakukan kegiatan yang berkaitan dengan dampak lingkungan terkait dengan penebangan

• Ditjen PSKL,

• Laporan LP-PHPL/LVLK

10 Jumlah pengelola HKM-HTR-HD- HTHR yang melaporkan hasil dampak lingkungan kepada instansi terkait

• Ditjen PSKL,

• Laporan LP-PHPL/LVLK

11 Data luas dan volume produksi kayu dari hutan hak yang tumbuh alami. • Ditjen PSKL, Dit UHP, Ditjen PHPL• Laporan LP-PHPL/LVLK

12 Data luas dan volume produksi kayu dari hutan hak yang pohonnya dibudidayakan • Ditjen PSKL, Dit UHP, Ditjen PHPL• Laporan LP-PHPL/LVLK

No INDIKATOR SUMBER DATA

1 Nilai produksi kayu bulat dari hutan negara (BBS, kel. Meranti, kel. Kayu Campuran, Kel. Kayu Indah)

• Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL-KLHK • Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten

• Dit. IKPHH, Ditjen PHPL (DR/PSDH) • BPS

• Anekdotal persepsi Unit Usaha

2 Nilai jual kayu yang diproduksi oleh Hutan Hak yang tumbuh alami • Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL-KLHK• Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL-KLHK • Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten

2.4.5. Indikator Baseline Data Keberlanjutan Penghidupan dan Mata Pencaharian (Livelihoods).

No INDIKATOR SUMBER DATA

1 Kualitas penerapan program pengembangan kapasitas pekerja, jenjang karir dan kese-jahteraan pekerja

• Hasil kajian-kajian lembaga independen. • Litbang Kehutanan

• LP-PHPL / LV-LK

2 Jumlah pelatihan dan peningkatan kompe-tensi tenaga teknis kehutanan

• Dit. IKPHP, Ditjen PHPL • Pusdiklat SDM LHK • BPHP

• LP-PHPL / LV-LK

3 Kualitas penerapan program K3 dan angka kecelakaan kerja di Unit Usaha (Korban meninggal, cacat berat, cacat ringan)

• Hasil kajian-kajian lembaga independen. • Litbang Kemenaker.

• Litbang Kehutanan. • LP-PHPL / LV-LK

4 Pemenuhan hak-hak pekerja (KKB/PP, realis-asi pemenuhannya)

• Hasil kajian-kajian lembaga independen. • Litbang Kemenaker.

• Litbang Kehutanan. • LP-PHPL / LV-LK

5 Jumlah dan distribusi komposisi tenaga kerja (laki dan perempuan) • Anekdotal persepsi unit usaha.• LP-PHPL/LV-LK

3 Nilai jual kayu yang diproduksi oleh Hutan Hak yang dibudidayakan • Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL-KLHK• Dit IKPHH, Dit. UHP. , Dit. PPHH, Ditjen PHPL-KLHK • Dinas Kehutanan Provinsi/Kabupaten

4 Iuran DR dan PSDH dari pengelolaan hutan (Hutan Negara, Hutan Hak yang tumbuh

alami) • Dit. IKPHH, Ditjen PHPL (DR/PSDH)

5 Pendapatan daerah dari sektor kehutanan • Data dari Dispenda

6 Jumlah IUIPHHK yang ada di daerah dari tahun ke tahun • Dit UHP Ditjen PHPL;• Dinas Kehutanan Provinsi • BPHP/KPH

7 Volume ekspor produk industri kehutanan yang dihasilkan oleh unit usaha (lanjutan) – eksportir produsen dan non-produsen.

• Perdagangan Luar Negeri – Kemendag; • SILK, LV-LK

• Anekdotal persepsi Unit Usaha

8 Nilai ekspor produk industri kehutanan yang dihasilkan oleh unit usaha – eksportir produsen dan non-produsen.

• Perdagangan Luar Negeri – Kemendag; • SILK, LV-LK

• Anekdotal persepsi Unit Usaha

9 Jumlah negara dan pelabuhan tujuan ekspor – eksportir produsen dan non-produsen. • Perdagangan Luar Negeri – Kemendag;• SILK, LV-LK • Anekdotal persepsi Unit Usaha

10 Jumlah daerah dan pelabuhan muat ekspor – eksportir produsen dan non-produsen. • Perdagangan Luar Negeri – Kemendag;• SILK, LV-LK • Anekdotal persepsi Unit Usaha

11 Volume produk industri kehutanan dari unit usaha bersertifikat VLK untuk pasar domes-tik (primer dan olahan).

• Anekdotal persepsi Unit Usaha (LMK) • LV-LK

12 Volume dan nilai kayu yang ditransaksikan oleh pengelola TPT-KB dan TPT-KO

• SIPUHH; • LMK;

• Laporan hasil audit LV-LK.

• Anekdotal persepsi Unit Usaha (TPT KB dan TPT-KO)

(15)

6 Realisasi pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat (PMDH, CSR)

• Ditjen PHPL-KLHK.

• Hasil kajian-kajian lembaga independen. • Litbang Kehutanan

• LP-PHPL/LV-LK

7 Implementasi kegiatan peningkatan peran serta dan aktifitas ekonomi masyarakat

• Ditjen PHPL-KLHK

• Hasil kajian-kajian lembaga independen. • Litbang Kehutanan

• LP-PHPL/LV-LK

8 Persepsi Unit Usaha terhadap pelibatan per-an laki-laki, perempuan, kelompok rentan dan difabel dalam penyerapan tenaga kerja

• Hasil kajian-kajian lembaga independen. • Anekdotal persepsi unit usaha.

9 Minat kelembagaan masyarakat /peroran-gan untuk mengelola areal hutan • Hasil kajian-kajian lembaga independen.• Anekdotal persepsi unit usaha.

10 Minat IRT untuk mengembangkan usaha • Hasil kajian-kajian lembaga independen.• Anekdotal persepsi unit usaha.

11 Dukungan para pihak dalam pengelolaan areal hutan / pengembangan usaha (pengra-jin/IRT)

• Hasil kajian-kajian lembaga independen. • Anekdotal persepsi unit usaha.

12 Tingkat pemanenan sesuai dengan daur ekonomis pohon • Hasil kajian-kajian lembaga independen.• Anekdotal persepsi unit usaha.

13 Peningkatan aset dan pendapatan • Hasil kajian-kajian lembaga independen.• Anekdotal persepsi unit usaha.

14 Jumlah tenaga kerja yang diikutkan dalam mengikuti pelatihan peningkatan kapasitas. • Hasil kajian-kajian lembaga independen.• Anekdotal persepsi unit usaha

2.5. Proses Verifikasi and Validasi Baseline Data

Verifikasi memastikan bahwa data sekunder dan dokumen terkait implementasi SVLK yang dilaporkan adalah akurat, sesuai indikator dan verifier yang ditetapkan. Langkah pertama adalah memastikan data dan informasi yang dikumpulkan sudah mendapat persetujuan teknis dan sudah diperiksa oleh wali data terkait. Setelah memastikan adanya persetujuan wali data, maka sudah dapat digunakan untuk menyusun baseline data monitoring dampak SVLK. Langkah selanjutnya adalah melakukan verifikasi dan validasi untuk memastikan bahwa baseline data yang diperoleh dapat diandalkan untuk melihat dampak implementasi SVLK terhadap Social Safeguard. Barulah setelah itu langkah terakhir menyusun baseline data di tiap lima wilayah dampak pada tahun-tahun yang disepakati yaitu 2009, 2013, 2019.

Alur verifikasi dan validasi baseline data, digambarkan sebagai berikut:

Dari hasil proses verifkasi dan validasi ini terhadap data sekunder yang dikumpulkan, hasil data terkait dengan baseline data monitoring dampak implementasi SVLK masing-masing wilayah dampak, kemudian dikelompokkan menjadi 3 tipe data, yaitu :

• Data tersedia (available data), yaitu data yang sudah dipublikasikan secara resmi oleh lembaga pemerintah dan non-pemeritah.

• Data meragukan (inconsistant data), yaitu data yang bersumber dari lembaga pemerintah dan non-pemerintah, namun data tersebut tidak konsisten waktu pendataannya atau memiliki perbedaan tafsir/makna.

• Data tidak tersedia (not available data), yaitu data yang belum bisa dikumpulkan atau diakses dari lembaga pemerintah dan non-pemerintah karena memang belum ada data tersebut atau belum ada tupoksi dari lembaga terkait untuk mengelola data-data tersebut.

Klasifikasi ini menentukan hasil data yang digunakan untuk penyusunan baseline data monitoring dampak implementasi SVLK.

(16)

2.6. Limitasi dan Tantangan dalam Proses Pengumpulan Data

Terdapat sejumlah limitasi dan hambatan dalam proses pengumpulan data. Selain masalah akses data yang kadang tidak diperoleh di tingkat nasional, Tim pada umumnya kesulitan untuk mengakses data ke tingkat provinsi dan kabupaten yang tidak mudah dilakukan tanpa datang langsung ke kabupaten dan provinsi terkait. Selain itu, dengan berlakunya Undang-Undang No 23/2014 tentang otonomi daerah yang menarik kewenangan kabupaten ke provinsi, maka tidak tersedia lagi wali data terkait dengan sektor kehutanan di tingkat kabupaten. Situasi ini mengakibatkan sulit tersedia data industri di bawah 6000 m3 per tahun dan dan hutan hak yang seharusnya menjadi kewenangan kabupaten. Di sisi lainya, meskipun data industri ini tersedia di tingkat kabapten, belum tentu kabupaten melaporkannya ke provinsi. Sementara untuk data hutan hak, tidak semua kabupaten melakukan inventarisasi.

Pada saat ini KLHK khususnya Direktorat PPPH (Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan) memang sedang melakukan inventarisasi data industri dengan kapasitas di bawah 6000M3 dalam rangka melakukan fasilitasi sertifikasi IKM. Namun ketika laporan ini di susun, inventarisasi ini belum selesai di lakukan.

(17)

Laporan Penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak Implementasi SVLK

22 23

Baseline Data yang dapat dikumpulkan telah dikonfirmasi pada proses konsultasi publik pada bulan Oktober 2017, sebagai berikut:

3.1. Baseline Data Efektifitas Kelembagaan dan Tata Kelola

III. BASELINE DATA MONITORING

DAMPAK IMPLEMENTASI SVLK

Dari 11 indikator wilayah dampak Efektiftas Kelembagaan dan Tatakelola, baseline data yang tersedia jumlah peraturan yang menjadi landasan implementasi SVLK. Banyaknya peraturan terkait SVLK yang berubah dari waktu ke waktu karena Pemerintah melakukan perbaikan tata kelola dalam pelaksanaan seritifikasi, perubahan tersebut diantaranya adalah:

1. Peran serta para pihak dalam proses pelaksanaan sertifikasi dari perencanaan sampai kepada penerbitan sertifikat, termasuk mekanisme complain dan banding; peran pemerintah daerah (Dinas Provinsi) dalam melakukan fasilitasi sertifikasi. 2. Keberpihakan kepada kelompok usaha kecil dan menengah.

3. Keberpihakan kepada pemilik dan pengolah hutan rakyat termasuk Industri Rumah Tangga melalui penerbitan DKP.

4. Keterbukaan informasi kepada para pihak.

5. Pendanaan Sertifikasi yang berpihak kepada UKM antara lain diturunkannya biaya sertifikasi, sertifikasi kelompok, fasilitasi dari pemerintah dan para pihak yang tidak mengikat.

6. Penerapan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) secara on line. 7. Kemudahan penatausahaan hasil hutan kayu rakyat yang semula dari SKAU yang

diterbitkan oleh Kepala Desa menjadi nota angkutan yang diterbitkan oleh pemilik kayu.

8. Kemudahan pemberian IPK pada wilayah tambang yang dalam hal ini disatukan dengan ijin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) untuk eksplorasi dan eksploitasi tambang.

9. Penggunaan SILK sebagai instrument dalam penerbitan dokumen V Legal/Lisensi FLEGT

10. Memberi peluang pendanaan bagi pemantau independen.

Dampak yang ditimbulkan dari perubahan peraturan terkait SVLK dari waktu ke waktu, mulai dirasakan oleh unit usaha atau unit manajemen di dalam menjalankan usahanya. Impak yang dirasakan terhadap perbaikakan tatakelola ini lebih banyak dirasakan oleh unit usaha kecil dan menengah, antara lain:

1. Kepatuhan UM dalam pemenuhan peraturan tentang perijinan, yaitu: a. Perizinan UMKM menjadi lengkap.

b. Manajemen UMKM menjadi lebih tertib.

(18)

c. UM menjadi lebih tertib melaporkan (lingkungan, K3, Ketenagakerjaan, produksi, bahan baku) kewajibannya.

d. Pembayaran pajak menjadi tertib.

2. UMKM dapat melakukan penjualan langsung ke buyer dengan ekspor tanpa melalui perantara atau jasa pihak ketiga.

Sedangkan dampak yang dirasakan bagi pemerintah atas kepatuhan unit usaha dalam memenuhi kewajiban sesuai peraturan terkait SVLK, antara lain:

1. Adanya keterbukaan Informasi Publik terkait SVLK, yaitu: a. Data sebaran UMKM menjadi lebih jelas.

b. Kinerja, data produksi dan pemasaran menjadi lebih jelas. c. Kinerja UM terpantau secara online.

2. Deregulasi perizinan, sehingga proses perizinan di daerah yang telah memiliki Perbup/ Perda tentang SVLK, lebih cepat.

3. Pemegang Konsesi menjadi lebih taat membayar kewajiban ke Negara, berupa DR/PSDH, bahkan pada tahun 2016 KemenLHK mendapat penghargaan menjadi Kementerian pembayar PNBP terbesar sepanjang tahun 2015.

4. Mengurangi ekonomi biaya tinggi, aksesibilitas terhadap informasi dan transparansi dalam pengurusan dokumen RPBBI, transportasi termasuk ekspor.

5. Keterlibatan publik dalam penyusunan regulasi.

6. Menurunkan laju illegal logging (Kajian Prof. Boer, 2017), dan merubah stigma menjadi apresiasi dalam pengelolaan dan pemasaran hasil hutan.

7. Posisi Indonesia selaku Negara Produsen di pergaulan Internasional meningkat. Secara rinci, data tersedia pada wilayah dampak efektifitas kelembagaan dan tata kelola, sebagai berikut:

3.1.1. Jumlah peraturan perundangan yang harus dipenuhi oleh unit usaha terkait PHPL dan SVLK. Sumber data: Biro Hukum dan Organisasi KLHK, Setditjen PHPL (Bagian Hukum dan Kerjasama Teknik), Annex 2 dokumen VPA (MFP, EU dan SVLK on-line). Data yang tersedia (sebagaimana tercantum pada lampiran 3 no. 1.1)

Bertambahnya jumlah peraturan yang terkait PHPL dan SVLK, tidak terlepas dari situasi dan dinamika implementasi peraturan di lapangan. Pada tahun 2009, diterbitkan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) No: P.38/Menhut-II/2009 tentang Standard Dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Ijin Atau Pada Hutan Hak yang diundangkan pada tanggal 12 Juni 2009 dan mulai dilaksanakan mulai tanggal 1 September 2009. Permenhut P.38/2009 mengandung 2 substansi utama yaitu Standard dan Pedoman untuk Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK). Standard dan Pedoman Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) adalah persyaratan untuk memenuhi pengelolaan hutan lestari yang memuat standard, kriteria, indikator alat penilaian, metode penilaian, dan panduan penilaian. Adapun Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah persyaratan untuk memenuhi legalitas kayu/produk yang dibuat berdasarkan kesepakatan parapihak (stakeholders) kehutanan yang memuat standard, kriteria, indikator, verifier, metode verifikasi, dan norma penilaian. Perangkat baru ini diharapkan memberi kontribusi pada terwujudnya tata kelola Kehutanan yang baik, penegakan hukum, dan perdagangan.

Sebagai landasan operasional dari Permenhut ini, diterbitkan pula Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Bina Produksi Kehutanan nomor : P.6/VI-Set/2009 tentang Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu. Permenhut dan Perdirjen tentang Standard dan Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) ini terus mengalami penyempurnaan, sampai tahun 2016. Diagram perkembang-an jumlah peraturperkembang-an terkait SVLK dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram perkembangan jumlah peraturan terkait SVLK

Melihat diagram pada Gambar 1, dapat ditafsirkan secara fisik dokumen bahwa jumlah peraturan yang memperkuat pelaksanaan implementasi SVLK dari tahun 2009, 2013 dan 2016 terus mengalami peningkatan. Peraturan tersebut mencakup peraturan menteri, peraturan direktur jendral dan surat edaran. Perubahan dapat dikelompokkan ke dalam peraturan yang terkait langsung dengan Standar dan Pedoman Penilaian Kinerja PHPL dan VLK dan peraturan yang tidak terkait langsung tetapi memiliki dampak penting terhadap implementasi SVLK. Contohnya peraturan tentang penataan hasil hutan dari hutan negara dan hutan hak. Secara umum, subtansi perubahan terhadap peraturan perundangan yang harus dipenuhi oleh unit usaha terkait PHPL dan SVLK, dapat dilihat pada (lampiran 2).

Berikut perkembangan perubahan peraturan terkait SVLK berupa Permenhut, Perdirjen dan Surat Edaran.

a. Jumlah peraturan yang diterbitkan dalam kurun waktu tahun 2009, sebagaimana lampiran 3 no. 1.1.1.

b. Peraturan yang diterbitkan selama kurun waktu 2010 – 2013, sebagaimana lampiran 3 no. 1.1.2.

c. Peraturan yang diterbitkan selama kurun waktu 2014 – 2016, sebagaimana lampiran 3 no. 1.1.3.

(19)

3.1.2. Keberadaan peraturan perundangan yang berpihak kepada isu gender, kelompok rentan dan kaum disabilitas.

Peraturan perundangan yang dapat dihimpun dan dianalisa, secara eksplisit belum mengatur keberpihakan pada isu gender, kelompok rentan dan kaum disabilitas dalam implementasi SVLK. Secara umum, data yang diperoleh dari Kementerian Sosial dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan tersedia, belum menjawab indikator dan verifier implementasi SVLK yang menunjukkan keberpihakan secara teknis kepada gender, kelompok rentan dan kaum disabilitas. Berikut jumlah peraturan terkait isu gender, kelompok rentan dan kaum disabilitas pada periode tahun 2009, 2013 dan 2016 (lampiran 3 no. 1.2.).

Rincian jumlah peraturan yang terkait dengan isu gender, kelompok rentan dan kaum disabilitas, sebagaimana tercantum pada lampiran 3 no. 1.2.1.

Diagram perkembangan jumlah peraturan terkait keberpihakan pada isu gender, kelompok rentan dan kaum disabilitas dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Diagram jumlah peraturan terkait gender, kelompok rentan dan disabilitas

3.1.3. Jumlah unit usaha yang telah memiliki ijin usaha lengkap (terdaftar): IUPHHK-HA/ HT/RE; HTR/HTHR/HD/HKM; Hutan Hak; IPK (HGU dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan/ IPPKH); IUIPHHK > 6.000 m3/tahun dan IUI di atas Rp 500 juta; IUIPHHK < 6.000 m3/ tahun dan IUI di bawah Rp 500 juta; TDI; Pengrajin/IRT; TPT (KB dan KO) dn Eksportir Non Produsen.

Data jumlah unit usaha yang mematuhi peraturan terkait implementasi SVLK dengan pemenuhan persyaratan perijinan usaha bersumber dari sumber data yang berbeda sesuai tupoksinya. Konsekuensinya bahwa masing-masing sumber data menggunakan format yang berbeda, dan beberapa data yang menyangkut obyek yang sama hasilnya berbeda/tidak konsisten. Data yang bisa dikumpulkan dibedakan sesuai jenis unit usaha, sebagai berikut:

Gambar 3. Perkembangan jumlah IUPHHK HA/HT/RE yang memiliki ijin usaha

Gambar 4. Perkembangan luas IUPHHK HA/HT/RE yang memiliki ijin usaha.

3.1.3.1. Jenis Usaha Pemegang IUPHHK.

Unit usaha pemegang IUPHHK dibedakan sesuai kawasannya, yaitu IUPHHK Hutan Alam, IUPHHK Hutan Tanaman, IUPHHK Restorasi. Pemegang IUPHHK jenis ini didominasi oleh perusahaan-perusahaan besar. Sedangkan IUPHHK yang dimiliki kelompok masyarakat atau koperasi berupa IUPHHK Hutan Tanaman Rakyat, IUPHHK Hutan Tanaman Hasil Rehabilitasi, IUPHHK Hutan Desa, IUPHHK Hutan Kemasyarakatan dan IUPHHK Kemitraan. Perkembangan jumlah dan luas IUPHHK yang telah memenuhi ijin usaha sesuai peraturan terkait SVLK pada tahun 2009, 2013 dan 2016 sebagaimana lampiran 3 no. 1.3. Diagram perkembangan jumlah dan luas pemegang IUPHHK pada Hutan Alam, Hutan Tanaman dan Restorasi Ekosistim yang memiliki pemenuhan ijin usaha, sebagai berikut:

(20)

Diagram perkembangan jumlah dan luas pemegang IUPHHK pada HTR/HD/ HKM dan Kemitraan yang memiliki pemenuhan ijin usaha, sebagai berikut :

Gambar 5. Perkembangan jumlah IUPHHK HTR/HD/HKM dan Kemitraan yang memiliki ijin usaha

Gambar 6. Perkembangan luas IUPHHK HTR/HD/HKM dan Kemitraan yang memiliki ijin usaha

3.1.3.2. Jenis Usaha Pemegang IUIPHHK.

Unit usaha pemegang IUIPHHK dibedakan berdasarkan kapasitas produksi (m3 per tahun), yaitu kapasitas di atas 6.000 m3/tahun dan kapasitas di bawah 6.000 m3/ tahun. Data yang dikumpulkan baru jumlah unit usaha pemegang IUIPHHK dengan kapasitas di atas 6.000 m3/tahun. Data diakses dari data RPBBI pada tahun 2009, 2013 dan 2016. Sedangkan data jumlah unit usaha pemegang IUIPHHK kapasitas di bawah 6.000 m3/tahun sulit

diperoleh, karena data ini tidak tersedia di KLHK. Sebelum ada revisi UU No. Gambar 7. Jumlah unit usaha yang tersertifikasi PHPL

23/2014 tentang Pemerintah Daerah, kewenangan pemberian ijin IUIPHHK dilaksanakan oleh Kepala Daerah Bupati/Walikota untuk industri dengan kapasitas sampai dengan 2.000 m3/tahun dan Gubernur untuk industri dengan kapasitas antara 2000 m3 sampai dengan 6.000 m3/tahun. Dengan dikembalikannya kewenangan/urusan kehutanan oleh Pusat, maka tidak ada lagi lembaga atau badan yang memiliki Tupoksi untuk melakukan monitoring dan menghimpun laporan produksi pada IUIPHHK di bawah 6.000 m3/tahun. Perkembangan jumlah dan kapasitas pemegang IUIPHHK di atas 6.000 m3/ tahun sebagaimana lampiran 3 no. 1.4.

3.1.4. Jumlah unit usaha yang melakukan sertifikasi S-PHPL/S-LK: IUPHHK-HA/HT/RE; HTR/ HTHR/HD/HKM; Hutan Hak; IPK (HGU dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan/IPPKH); IUIPHHK > 6.000 m3/tahun dan IUI di atas Rp 500 juta; IUIPHHK < 6.000 m3/tahun dan IUI di bawah Rp 500 juta; TDI; Pengrajin/IRT; TPT (KB dan KO) dan Eksportir Non Produsen.

3.1.4.1. Unit Usaha yang melakukan sertifikasi PHPL.

Unit usaha yang melakukan sertifikasi PHPL adalah jenis unit usaha yang ada di Hulu pemegang IUPHHK dan Hak Pengelolaan. Data unit usaha dan luas areal kawasan hutan yang sudah tersertifikasi PHPL pada IUPHHK HA/HT/ RE dan Hak Pengelolaan (Perum Perhutani), sebagaimana tercantum pada lampiran 3 no. 1.5.

Jumlah unit usaha IUPHHK HA yang melakukan sertifikasi PHPL mengalami peningkatan secara siginifikan mulai tahun 2009 sampai 2016. Sertifikasi PHPL di wilayah Perum Perhutani pada tahun 2013 masih berbasis KPH, sesuai aturan yang menetapkan ketentuan unit manajemen dengan metode N (akar dari jumlah KPH). Karena ada perubahan dalam metode penentuan unit usaha pada Hak Pengelolaan, maka digunakan pendekatan kawasan Unit atau Divisi Regional Jawa Barat Banten, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mencakup 57 Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH). Diagram perkembangan jumlah unit usaha yang sudah tersertifikasi PHPL, sebagai berikut:

(21)

Pertambahan luas areal yang tersertifikasi PHPL sesuai dengan

perkembangan jumlah unit usaha yang melakukan sertififikasi. Rata-rata luas areal yang tersertifikasi pada IUPHHK HA sebesar 82.729,83 hektar, pada IUPHHK HT sebesar 55.830,1687 hektar. Untuk kawasan yang dikelola Perum Perhutani di Jawa, luas arealnya cenderung tetap dan bahkan mungkin mengalami penurunan karena berbagai faktor. Diagaram pertambahan luas areal yang tersertifikasi PHPL, sebagai berikut:

Gambar 8. Luas areal yang tersertifikasi PHPL.

3.1.4.2. Unit usaha yang melakukan sertifikasi legalitas kayu (S-LK).

Jumlah unit usaha di Hulu dan Hilir yang melakukan sertifikasi S-LK mengalami perkembangan pesat pada tahun 2013, sejak mulai

diberlakukannya SVLK sebagai mandatory (tercantum pada lampiran 3 no. 1.6).

Data di atas masih terdapat beberapa data yang meragukan dan perlu dilakukan pengecekan ulang dari sumber data terkait, yaitu data unit usaha di Hilir seperti Pengrajin, IUIPHHK tanpa keterangan kapasitas, dan IUI. Adapun data unit usaha di Hulu tidak diperoleh data, yaitu RE/Perhutani/ HTHR/HD/HKM/Hutan Hak Tumbuh Alami. Khusus pada unit usaha IUPHHK RE, dalam peraturan yang ada belum diwajibkan memiliki S-PHPL dan S-LK sampai dengan 5 tahun terhitung sejak dikeluarkannya ijin usaha. Diagram perkembangan jumlah unit usaha yang melakukan sertifikasi legalitas kayu berdasarkan data yang tersedia, sebagai berikut:

Gambar 9. Jumlah unit usaha yang melakukan S-LK

3.1.5. Jumlah unit usaha yang telah lulus S-PHPL/S-LK: IUPHHK-HA/HT/RE; HTR/HTHR/HD/ HKM; Hutan Hak; IPK(HGU dan Pinjam Pakai Kawasan Hutan/IPPKH); IUIPHHK > 6.000 m3/tahun dan IUI di atas Rp 500 juta; IUIPHHK < 6.000 m3/tahun dan IUI di bawah Rp 500 juta; TDI; Pengrajin/IRT; TPT (KB dan KO) dn Eksportir Non Produsen.

3.1.5.1. Unit usaha yang telah lulus S-PHPL.

Jumlah dan prosentase unit usaha yang lulus sertifikasi PHPL adalah jenis unit usaha yang ada di Hulu pemegang IUPHHK dan Hak Pengelolaan. Data unit usaha dan luas areal kawasan hutan yang sudah tersertifikasi PHPL pada IUPHHK HA/HT/RE dan Hak Pengelolaan (Perum Perhutani), sebagaimana lampiran 3 no. 1.7.

Tingkat kelulusan unit usaha mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 2009 sampai tahun 2016. Data ini mengindikasikan bahwa kepatuhan pemenuhan persyaratan S-PHPL yang dilakukan oleh IUPHHK HA semakin membaik. Adapun prosentase IUPHHK HT dan Hak Pengelolaan (Perum Perhutani) dalam penyiapan pemenuhan S-PHPL dapat dikatakan lebih baik jika dibandingkan dengan IUPHHK HA. Diagram tingkat kelulusan S-PHPL pada unit usaha IUPHHK HA/HT/RE dan Hak Pengelolaan (Perum Perhutani) sebagai berikut:

(22)

3.1.5.2. Unit usaha yang telah lulus S-LK.

Jumlah dan prosentase unit usaha yang telah lulus sertifikasi LK pada industri Hulu dan Hilir, menunjukkan kenaikan secara signifikan seiring dengan diberlakukannya SVLK secara mandatory dan setelah dicapainya kesepakatan memberikan hak kepada Indonesia untuk menerbitkan lisensi FLEGT bagi Indonesia. Peningkatan pada unit usaha di Hulu, seperti pada IUPHHK HT, Hutan Hak Budidaya dan IPK HGU sangat impresif sekali dengan tingkat kelulusan mencapai 100%, selain terjadi peningkatan jumlah unit usaha yang lulus S-LK dari tahun 2009 sampai 2016. S-LK bagi pemegang IUPHHK hanya berlaku selama 3 tahun, dan sesudahnya unit usaha pemegang IUPHKK harus memenuhi S-PHPL.

Peningkatan tingkat kelulusan juga terjadi pada unit usaha di Hilir, seperti IUI, industri integrasi, TDI, Pengrajin/IRT, TPT KB/KO dan Eksportir Non Produsen. Berikut data jumlah dan prosentase tingkat kelulusan S-LK pada unit usaha di Hulu dan Hilir (lampiran 3 no. 1.8.)

Diagram prosentase tingkat kelulusan VLK pada Hutan dan Industri, sebagaimana gambar berikut di bawah ini.

Gambar 10. Tingkat kelulusan S-PHPL pada unit usaha

Gambar 11. Prosentase tingkat kelulusan VLK pada Hutan

(23)

3.1.6. Peraturan persyaratan untuk usaha dan biaya resmi perizinan: Dokumen SK IUPHHK, AMDAL, RKU/RKT, IHMB, LHC/LHP, Dokumen angkutan, Peralatan, TPK/TPN, Tata ruang, Lainnya (HO, TDP, SIUP, Akta perusahaan, ETPIK), dan Prasyarat pemenuhan sertifikasi.

Peraturan yang bisa dikumpulkan terkait dengan persyaratan untuk usaha dan biaya resmi perijinan baru sebatas data jumlah dan jenis peraturan perundangan. Perubahan jumlah peraturan dari tahun 2009 ke tahun 2013 terjadi karena ada amandemen, revisi, pencabutan dan atau penggabungan peraturan. Namun antara tahun 2014 sampai 2016, jumlah peraturan meningkat karena ada beberapa peraturan terkait SVLK yang juga dikeluarkan oleh kementrian selain KLHK. Adapun terkait data biaya resmi perijinan belum bisa didapatkan dan diperlukan pengumpulan data primer dengan menanyakan langsung kepada instansi/lembaga yang mengeluarkan ijin dan pelaku usaha. Jumlah peraturan yang terkait ijin usaha dan biaya resminya, sebagaimana lampiran 3 no. 1.9. Rincian jumlah dan jenis peraturan yang terkait dengan perijinan, dikelompokkan sebagai berikut:

Peraturan yang mengatur persyaratan perizinan unit usaha terkait dengan pemenuhan prinsip legalitas usaha dalam pemenuhan audit S-LK. Namun jumlah peraturan yang dapat dikumpulkan untuk baseline data belum bisa menjelaskan sejauh mana peraturan-peraturan ini memberikan dampak positif terhadap upaya perbaikan mekanisme pengurusan legalitas usaha bagi pelaku unit usaha. Jumlah dan jenis peraturan yang terkait perizinan unit usaha dapat dilihat pada tabel 15 dan Lampiran 3, sedangkan pengelompokan jenis peraturan sebagai berikut:

1) Peraturan Ijin Usaha (Dokumen SK IUPHHK), sebagaimana lampiran 3 no. 1.9.1 2) Peraturan AMDAL, sebagaimana lampiran 3 no. 1.9.2.

3) Peraturan RKU/RKT lampiran 3 no. 1.9.3. 4) Peraturan IHMB lampiran 3 no. 1.9.4.

5) Peraturan LHC/LHP, Dokumen Angkutan, dan TPK/TPN lampiran 3 no. 1.9.5. 6) Peraturan Peralatan lampiran 3 no. 1.9.6.

7) Peraturan Tata Ruang lampiran 3 no. 1.9.7. 8) Peraturan Legalitas Usaha, lampiran 3 no. 1.9.8.

9) Peraturan Pemenuhan Persyaratan Lainnya lampiran 3 no. 1.9.9.

Dari jumlah tersebut, peraturan yang terkait data biaya resmi perijinan belum bisa didapatkan dan diperlukan pengumpulan data primer dengan menanyakan langsung kepada instansi/lembaga yang mengeluarkan ijin dan pelaku usaha. Jumlah peraturan yang terkait ijin usaha dan biaya resminya.

Baseline data yang diperlukan dalam rangka analisis dampak SVLK terhadap

keefektifan kelembagaan dan tata kelola hampir keseluruhannya tersedia, time series, sehingga layak untuk dipakai sebagai dasar analisis, walaupun beberapa indikatornya tidak kontinyu. Boleh jadi kontinuitasnya memang tidak mutlak diperlukan untuk indikator tertentu karena sifat dan kondisionalitasnya yang mungkin memang tidak memerlukan kontinuitas perubahan/penambahan seperti misal peraturan yang berpihak pada isu gender, kelompok rentan dan kaum disabilitas (lampiran 3 no. 1.2). Dalam kaitannya dengan Jumlah Peraturan yang harus dipenuhi unit usaha terkait PHPL/SVLK (lampiran 3 no. 1.1), Konsultan berhasil melakukan inventarisasi

peraturan-peraturan beserta perubahan dan penyempurnaannya dari waktu ke waktu secara kontinyu dalam suatu daftar panjang peraturan. Apabila dibedah lebih lanjut substansi peraturan dimaksud, jelas terdapat perbaikan/penyempurnaan maupun pertimbangan keberpihakan kepada kelompok tertentu (baca: IKM) yang memberikan kemudahan terhadap compliance sehingga memberikan dampak langsung terhadap kelembagaan dan tata kelolanya.

Dalam pandangan Konsultan, indicator 2.3.1 tersebut erat kaitannya dengan indicator lain pada wilayah dampak ini, terutama lampiran 3 no. 1.3., 1.4., dan 1.5.

3.2. Baseline Data Pemberantasan Illegal Loging

Data tersedia pada wilayah dampak illegal loging, sebagai berikut:

3.2.1. Jumlah kejadian, luas areal dan taksiran volume kayu akibat illegal logging setiap tahunnya di Taman Nasional, Hutan Lindung, Kawasan Konservasi, lainnya. Data yang bisa dikumpulkan adalah data illegal logging pada kawasan tersebut yang teridentifikasi dan diproses hukum. Tim belum bisa mendapatkan akses data yang bersumber dari sumber data selain dari Ditjen Gakum KLHK. Berikut ini data jumlah kejadian dan jumlah barang bukti (BB) yang tersedia, sebagaimana lampiran 3 no 2.1. 3.2.2. Jumlah produksi dari hutan negara: BBS, Kayu Bulat (kel. Meranti, kel. Kayu Campuran,

Kel. Kayu Indah). Data jumlah produksi dari hutan negara berasal dari 2 (dua) sumber data yang berbeda, yaitu data menurut Statistik Kehutanan dan data menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Kedua sumber data menyajikan jumlah volume kayu (m3) yang berbeda, pada tahun 2013 dan 2016. Perbedaan ini diduga bahwa sumber data yang digunakan KLHK dalam menyusun dokumen Statistik Kehutanan berasal dari dokumen laporan satuan kerja di lingkungan internal KLHK, sehingga bisa dikelompokkan volume produksi kayu berdasarkan jenis izin unit usahanya. Sedangkan data yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik berasal dari berbagai sumber data yang berbeda institusinya. Data volume produksi kayu dibedakan per jenis kayu bukan per jenis izin usaha sebagaimana data pada Statistik Kehutanan. Berikut data jumlah produksi dari hutan negara yang bisa dikumpulkan, sebagaimana lampiran 3 no. 2.2.

a. Sumber data Statistik Kehutanan, lampiran 3 no. 2.2.1. Data yang dipublikasikan Pusat Data dan Informasi KLHK bisa digunakan untuk melihat perkembangan dan atau perubahan volume produksi kayu bulat yang dihasilkan oleh masing-masing pemegang izin unit usaha, kecuali yang berasal dari IUPHHK RE/HTHR/HD/HKm. Dari data di atas, gambar diagram data jumlah produksi hutan negara berupa Kayu Bulat yang bisa dibuat hanya berasal dari IUPHHK-HT, karena data time series-nya lebih valid dan reabel, sebagaimana dibawah ini.

(24)

Gambar 13. Data Produksi Kayu Bulat dari IUPHHK-HT

Gambar 14. Data produksi kayu bulat menurut BPS

b. Sumber data Badan Pusat Statistik (BPS), lampiran 3 no. 2.2.2. Data volumen produksi kayu bulat yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2009 masih bisa dibedakan berdasarkan jenis izin usahanya. Akan tetapi, data yang sama untuk tahun 2013 dan 2015, BPS menyajikan data berdasarkan jenis kayu yang diproduksi. Sehingga agak sulit untuk mengetahui dari mana jenis kayu tersebut diproduksi atau dihasilkan.

Data produksi yang disajikan BPS pada tahun 2009 memiliki angka yang sama dengan data Statistik Kehutanan. Namun, pada tahun 2013 dan 2015, data yang disajikan BPS disajikan dalam angka umum (global) tanpa ada penjelasan atau penyebutan pengelompokan berdasarkan jenis kayu dan jenis ijin usaha. Pada time series ini, ada perbedaan besarnya angka produksi kayu dari kawasan hutan negara. Diagram produksi kayu bulat dari kawasan hutan negara berdasarkan BPS dapat dilihat sebagaimana gambar di bawah ini.

3.2.3. Jumlah kayu bulat dari hutan negara yang diterima industri primer.

Data penerimaan bahan baku yang bisa dikumpulkan berasal dari data RPBBI pada industri primer IUIPHHK > 6.000 m3/thn. Sedangkan data penerimaan bahan baku pada industri primer IUIPPHK < 6.000 m3/tahun tidak tersedia di Subdit Pengendalian Bahan Baku dan Produksi Industri Primer Hasil Hutan, data tersebut ada di Dinas Kehutanan daerah yang membidangi Industri Kayu. Berikut data penerimaan bahan baku yang berasal dari hutan negara pada industri primer IUIPHHK > 6.000 m3/tahun, lampiran 3 no. 2.3.1.

Jumlah kayu bulat dari hutan hak yang tumbuh alami yang diterima industri primer, lampiran 3 no. 2.4.

3.2.4. Jumlah kayu bulat dari hutan hak yang dibudidayakan yang diterima industri primer, lampiran 3 no. 2.5.

3.2.5. Jumlah kayu impor yang masuk ke Indonesia (bulat dan olahan).

Data jumlah kayu impor yang masuk ke Indonesia berasal dari 3 sumber yang berbeda, yaitu data Statistik Kehutanan tahun 2009 dan 2013, data Ditjen Bea Cukai dan data BPS tahun 2009, 2013, 2016. Data jumlah kayu impor yang dipublikasikan dalam Statistik Kehutanan berbeda dengan data yang dipublikasi Ditjen Bea Cukai dan BPS. Berikut ini data jumlah kayu impor yang masuk ke Indonesia berdasarkan sumber data yang berbeda. Agak sulit untuk melakukan analisis mengapa perbedaan ini bisa terjadi. Akan tetapi dengan melihat Tupoksi lembaga yang mempublikasikan data kayu impor, maka data dari Bea Cukai bisa dianggap lebih kredibel dan mendekati fakta di lapangan. Sebagai bahan perbandingan, dalam baseline data ini tetap disajikan data kayu impor yang dipublikasikan Pusat Data dan Informasi KLHK dengan data yang dipublikasikan Ditjen Bea Cukai.

a. Data Statistik Kehutanan, lampiran 3 no. 2.6.1. Data yang dipublikasikan dalam Statistik Kehutanan, kayu impor dibedakan berdasarkan jenis produk impor, seperti pada tabel 22.

b. Data Ditjen Bea Cukai dan BPS, lampiran 3 no. 2.6.2. Data yang dipublikasikan Ditjen Bea Cukai dan BPS, kayu impor dibesakan berdasarkan HS Code, seperti pada tabel 23.

Berdasarkan data Ditjen Bea Cukai dan BPS di atas, dapat dibuat diagram import kayu berdasarkan berat dan nilai uang kebutuhan import kayu untuk bahan baku, sebagaimana di bawah ini.

(25)

Gambar 15. Data berat (tonase) import kayu yang masuk Indonesia

Gambar 16. Data nilai uang untuk import kayu yang masuk Indonesia

Gambar 17. Data produksi bubur kayu (pulp)

Gambar 18. Data produksi produk kayu

3.2.6. Jumlah produksi produk primer kayu.

Data jumlah produksi produk primer kayu berasal dari BPS tahun 2009, 2013 dan 2016. Berikut ini data jumlah produksi kayu primer, lampiran 3 no. 2.7.

Dari data di atas, dapat dibedakan jumlah produk bubur kayu (pulp) dengan produk kayu secara umum, sebagaimana diagram dibawah ini.

Gambar

Gambar 1. Alur Pelaksanaan Penyusunan Baseline Data Monitoring Dampak SVLK.
Gambar 1. Diagram perkembangan jumlah peraturan terkait SVLK
Gambar 2. Diagram jumlah peraturan terkait gender, kelompok rentan dan disabilitas
Diagram perkembangan jumlah dan luas pemegang IUPHHK pada HTR/HD/
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisis data kemampuan membaca pemahaman tanpa menggunakan metode PQRST ( Preview, Question, Read, Summerize, Test ) pada kelas kontrol dengan 20

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan hasil belajar biologi dan karakter antara kelompok siswa yang belajar dengan model pengajaran kuantum dan

Dan untuk jarak dan sumber cahaya ke tanaman dan intensitas lampu yang diberikan ketanaman juga sangat berperan penting dalam memicu karotenoid untuk terus

Terkait dengan peraturan dari BAPEPAM yang mengatur bahwa setiap perusahaan go public harus menyajikan laporan keuangan perusahaannya yang telah diaudit oleh auditor

Biaya Usaha Pembesaran Itik Turi Umur 35 hari Hingga Umur Bibit di DIY Bentuk usaha yang sangat umum dilakukan peternak di hampir semua wilayah pengamatan adalah pola pembesaran

l73,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3894) sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang - Undang

Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi yang berjudul ”Penerapan Pembelajaran Problem Posing

Persamaan struktural terdiri dari: (1) empat persamaan areal panen jagung, (2) empat persamaan produktivitas jagung, (3) satu persamaan impor jagung Indonesia, (4)