• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Padang Lamun 2.2. Faktor Lingkungan"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

2.1. Padang Lamun

Lamun merupakan tumbuhan tingkat tinggi yang mampu hidup terbenam dalam air di lingkungan perairan dekat pantai. Secara taksonomi, lamun termasuk ke dalam kelompok Angiospermae yang hidupnya terbatas pada lingkungan laut, di wilayah perairan pesisir mulai dari daerah pasang surut hingga kedalaman 40 meter (Kiswara 1997). Tumbuhan ini memiliki struktur morfologi yang terdiri dari akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji.

Fungsi akar lamun adalah sebagai tempat penyimpanan O2 hasil fotosintesis dan CO2 yang digunakan untuk fotosintesis (Tomascik et al. 1997). Rimpang dan akar lamun menangkap dan menggabungkan sedimen sehingga meningkatkan stabilitas permukaan air di bawahnya, dan saat itu air menjadi lebih jernih karena sedimen halus turun ke bawah, lalu berada diantara akar dan tidak dapat tersuspensi lagi oleh kekuatan ombak dan arus (Hutomo and Azkab 1987).

Stabilitas pertumbuhan lamun tergantung dari kecerahan, suhu, salinitas, substrat, dan kecepatan arus. Selain itu kondisi substrat dasar, kejernihan perairan dan adanya pencemaran sangat berperan dalam penentuan komposisi jenis, kerapatan, dan biomassa lamun. Menurut BTNKpS (2004) in Dwintasari (2009), jenis lamun yang tumbuh di wilayah pemukiman dengan kondisi lingkungan seperti kecerahan dan substrat yang kurang baik, serta adanya masukan pencemaran biasanya memiliki rata-rata kerapatan dan biomassanya yang lebih kecil dibandingkan dengan pulau yang bukan pemukiman.

2.2. Faktor Lingkungan

Kecerahan perairan sangat penting bagi ekosistem lamun, karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Campbell et al (2006) in Munira (2010) menyatakan bahwa penyinaran matahari berkorelasi positif dengan standing crop lamun, namun jika terlalu ekstrim dapat mengganggu pertumbuhan (Waycott et al. 2007).

Suhu perairan secara tidak langsung berpengaruh terhadap kelarutan oksigen yang diperlukan bagi respirasi biota akuatik. Suhu optimum yang dipelukan oleh tumbuhan ini berkisar 28-30ºC. Sedangkan dalam proses fotosintesis lamun

(2)

membutuhkan suhu optimum antara 28-35ºC. Salinitas yang ideal bagi kehidupan lamun senilai ±35‰. Penurunan salinitas akan mengganggu proses pertumbuhan dan menurunkan laju fotosintesis (Waycott et al. 2007) .

Sementara itu ketebalan dan kestabilan substrat akan mempengaruhi pertumbuhan. Semakin tebal substrat maka lamun akan tumbuh baik dengan daun yang panjang dan rimbun, yang disertai dengan pengikatan dan penangkapan sedimen yang tinggi. Peranan ketebalan substrat dan stabilitas sedimen mencakup pelindung tanaman dari arus laut dan tempat pengolahan dan pemasukan nutrien. Arus pasang dan surut yang kuat mengakibatkan sulitnya lamun untuk menancapkan akarnya, sehingga lamun sulit berkembang biak dengan baik (Susetiono 2004 in Kopalit 2010).

2.3. Distribusi Lamun

Tumbuhan ini memiliki adaptasi yang memungkinkannya untuk dapat hidup di laut, antara lain : mampu hidup di media air asin, mampu berfungsi normal di bawah permukaan air, mempunya sistem reproduksi secara vegetatif dan generatif, mampu melaksanakan daur generatif dalam keadaan terbenam, dan mampu bersaing dengan organisme lain di bawah kondisi lingkungan media air asin (Philips and Mendez 1998 in Kopalit 2010). Penyebaran lamun terbilang luas, mulai dari Arktik sampai ke Benua Afrika dan Selandia Baru. Lamun memiliki sebaran yang luas pada habitat litoral berpasir, tapi tetap mampu hidup di semua substrat, mulai dari lumpur hingga bebatuan (Nybakken 1997).

Jumlah spesies lamun di seluruh dunia yang teridentifikasi adalah sebanyak 58 spesies dalam 12 genus, 4 famili, dan 2 ordo (Kuo and McComb 1989 in English et al. 1997). Sedangkan jumlah spesies lamun di Indonesia tercatat ada 12 spesies yang tersebar di beberapa perairan di Indonesia seperti, Selat Flores, Teluk Jakarta, Teluk Banten, Kepulauan Seribu, dan Kepulaun Riau (Kiswara 1997).

Menurut Tomascik et al. (1997), di Kepulauan Seribu ditemukan delapan jenis spesies lamun. Spesies tersebut meliputi Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C. serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, H. minor, Syringodium isoetifolium, dan Thalassia hemprichii. Spesies yang dominan di intertidal paparan karang adalah Thalassia hemprichii dengan penutupan yang rendah, kurang dari

(3)

10%. Sedangkan di wilayah subtidal, didominasi oleh Enhalus acoroides yang biasa berkumpul dalam hamparan padang lamun monospesies (Kiswara 1992).

Berdasarkan genangan air dan kedalam, sebaran lamun secara vertikal dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu (Kiswara 1997):

1. Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal dan selalu terbuka saat air surut yang mencapai kedalaman kurang dari 1 m saat surut terendah. Contoh: Halodule pinifola, Halodule uninervis, Halophila minor/ovata, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata, Cymodoceae serrulata, Syringodinium isotifolium dan Enhalus acaroides.

2. Jenis lamun yang tumbuh di daerah kedalaman sedang atau daerah pasang surut dengan kedalaman perairan berkisar antara 1-5 m. Contoh: Halodule uninervis,

Halophila ovalis, Thalassia hemprichii, Cymodoceae rotundata,

Cymodoceae serrulata, Syringodinium isotifolium, Enhalus acaroides dan Thalassodendron ciliatum.

3. Jenis lamun yang tumbuh pada perairan dalam dengan kedalaman mulai 5-35 m. Contoh: Halophila ovalis, Halophila decipiens, Halophila spinulosa, Thalassia hemprichii, Syringodinium isotifolium dan Thalassodendron ciliatum.

Secara fisik, lamun berfungsi untuk menstabilkan dasar perairan, menangkap sedimen hasil erosi dari daratan (Kikuchi and Peres 1997 in Kiswara 1993). Lamun yang terdapat di hamparan karang juga berfungsi untuk menenggelamkan, menyangga, serta menyaring nutrien dan bahan kimia yang masuk ke lingkungan perairan (English et al. 1994). Peranan padang lamun secara biologis adalah sebagai habitat penting bagi ikan-ikan (spawning, nursery, dan feeding ground), memberikan perlindungan bagi ikan, sumber utama detritus, mendukung rantai makanan, dan juga berfungsi sebagai produsen primer. Sebagai tambahan, padang lamun juga menjadi habitat kritis bagi beberapa spesies yang terancam punah seperti Dugong dugon dan Chelonia mydas (Waycott et al. 2007).

2.4. Fauna yang Berasosiasi dengan Padang Lamun

Untuk suatu kejelasan, Howard et al. 1989 in Tomascik et al. 1997) membagi empat kelompok fauna permanen dan transit yang ada di padang lamun, tanpa melihat alasan ekologis atau biologis tertentu, yaitu :

(4)

2. Motile epifauna (fauna motile yang berasosiasi dengan lapisan permukaan sedimen)

3. Sessile epifauna (organisme yang melekat pada salah satu bagian dari lamun), 4. Epibenthic fauna (fauna yang bergerak dalam jarak yang luas di padang lamun).

Berbagai penelitian yang dilakukan di beberapa tempat seperti Samudra Hindia, Samudra Pasifik, dan Mozambique membuktikan bahwa lamun berfungsi sebagai habitat untuk ikan (Kopalit 2010). Lamun yang kaya akan nutrien menjadi sumber makanan bagi ikan muda. Helai daun lamun menjadi tempat perlindungan yang ideal dari ancaman predator dan sengatan matahari serta menjadi tempat penempelan epifit yang menjadi makanan bagi beberapa ikan (Baker and Sheppard 2006). Diduga beberapa ikan muda masuk ke padang lamun saat masa planktonik hingga usia muda. Setelah ikan menjadi berukuran dewasa, lamun tidak lagi menjadi tempat yang baik untuk bersembunyi dari predator.

Peranan padang lamun sebagai tempat mencari makan diperlihatkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Roblee dan Ziemann (1984) di Tague Bay. Sekitar 15 spesies yang ditemukannya adalah ikan nokturnal yang berpindah tempat di malam hari untuk mencari makan, dan lebih dari 87% pengunjung nokturnal didominasi oleh ikan karang. Tak hanya terbatas pada ikan nokturnal, lamun pun dijadikan sebagai feeding ground bagi juvenile ikan karang yang bermigrasi di siang hari. Dolar (1989) in Kopalit (2010) menyebutkan, keanekaragaman dan kelimpahan spesies ikan di padang lamun berhubungan dengan kelimpahan Crustacea seperti udang. Hal ini dikarenakan beberapa ikan menjadi predator penting bagi juvenile udang yang bermigrasi dari mangrove ke lamun.

2.5. Asosiasi Ikan dengan Padang Lamun

Hutomo and Martosewojo (1977) in Tomascik et al (1997) membagi asosiasi ikan dengan padang lamun menjadi empat kategori utama, yakni :

1. Penghuni penuh yang memijah dan menghabiskan sisa hidupnya di padang lamun, misalnya Apogon margaritophorus

2. Penghuni yang menghabiskan hidupnya di padang lamun selama masa juvenil hingga siklus dewasa, tetapi memijah di luar padang lamun, misalnya Halichoeres leparensis

(5)

3. Penghuni yang menghabiskan tahapan juvenilenya di padang lamun, misalnya Siganus canaliculatus

4. Penghuni berkala atau transit untuk mencari makan dan berlindung.

Berdasarkan karakteristik asosiasi ikan dengan padang lamun, Bell dan Pollard (1989) in Tomascik et al. (1997) mengidentifikasi 7 karakteristik kumpulan ikan yang berasosiasi dengan lamun, meliputi:

1. Keanekaragaman dan kelimpahan ikan pada ekosistem lamun lebih tinggi daripada daerah yang berdekatan dengan substrat kosong seperti pasir, pecahan karang, dan lumpur.

2. Lamanya asosiasi ikan dan dengan ekosistem lamun berbeda setiap spesies dan stadia hidupnya.

3. Sebagian besar asosiasi ikan dengan ekosistem lamun berasal dari plankton, sehingga padang lamun merupakan wilayah yang penting bagi pembibitan spesies komersial penting.

4. Zooplankton dan Crustasea epifauna merupakan makanan utama ikan yang berasosiasi dengan lamun. Tumbuhan, detirtal, dan komponen infauna dari jaring makanan padang lamun kurang dimanfaatkan oleh ikan.

5. Perbedaan yang jelas (pembagian sumberdaya) pada komposisi spesies terjadi pada sebagian besar ekosistem lamun.

6. Hubungan yang kuat terjadi antara ekosistem lamun dengan habitat yang berbatasan, kelimpahan relatif dan komposisi spesies ikan pada ekosistem lamun menjadi tergantung pada tipe terumbu karang, estuaria, mangrove.

7. Kumpulan ikan dari ekosistem lamun yang berbeda sering kali akan berbeda pula walaupun dua habitat tersebut berdekatan.

Menurut Phillips and Mennez (1998) in Kopalit (2010), struktur komunitas lamun setidaknya terdiri dari tiga subkomponen utama yang saling terkait, yakni : komposisi tumbuhan dan hewan, susunan organisme dalam ruang dan waktu, serta hubungan timbal balik dalam komunitas dan lingkungan abiotik. Ekosistem lamun biasanya berbatasan dan berinteraksi dengan ekosistem terumbu karang dan mangrove. Interaksi dari ketiga ekosistem ini meliputi lima interaksi utama berupa : fisik, nutrien, bahan organik terlarut, bahan organik tersuspensi, ruaya hewan, dan dampak manusia (Hutomo and Azkab 1987). Lamun yang berasosiasi dengan

(6)

terumbu karang diperkirakan menyumbang 12% hasil tangkapan dunia, dan menyediakan lebih dari 1/5 perikanan tangkap di negara berkembang (Fortes 1990 in Munira 2010).

Pada daerah subtropis, seluruh produksi tumbuhan di padang lamun digunakan oleh invertebrata sebagai sumber energi. Sedangkan di daerah tropis, aliran energi terletak pada ikan herbivora. Ikan ini berperan sebagai agen penghubung dari produsen primer ke konsumen tingkat tinggi. Menurut Hutomo dan Azkab (1987), ikan-ikan pemakan lamun adalah ikan terumbu diurnal yang meliputi Scarrus sp., Sparisoma sp., dan famili Siganidae.

Ekosistem lamun dengan kepadatan yang tinggi mampu mendukung tingginya kepadatan ikan. Tinggi rendah dan besar kecilnya ukuran daun juga mempengaruhi kemampuan lamun dalam menyokong kelimpahan ikan. Ekosistem lamun dengan vegetasi campuran (keanekaragaman tinggi) didominasi oleh lamun yang berdaun pendek, sehingga kurang mendukung kepadatan ikan dan keragaman spesies (Tomascik et al. 1997).

Referensi

Dokumen terkait

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh Ayu Sari dan Rina Harimurti dengan judul Sistem Pakar untuk Menganalisis Tingkat Stres Belajar pada Siswa

Merujuk pada studi Elmeskov, InterCAFE (International Center for Applied Finance and Economics) tahun 2008 melakukan studi tentang persistensi pengangguran yang terjadi di

Kinerja Algoritma C4.5 yang digunakan untuk meenyelesaian masalah yang dihadapi direktur utama dalam penentuan pegawai yang direkomendasikan untuk promosi

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis akan meneliti pengaruh dari penerapan PSAK 24 khususnya mengenai imbalan pascakerja terhadap risiko perusahaan dan

Upacara Uleak dalam bahasa Suku Bangsa Rejang disebut juga dengan alek atau umbung (yang berarti pekerjaan atau kegiatan yang diaturr selama pesta

Namun pada neonatus dengan gejala klinis TB dan didukung oleh satu atau lebih pemeriksaan penunjang (foto toraks, patologi anatomi plasenta dan mikrobiologis darah v.umbilikalis)

Langkah atau tugas tidak dikerjakan secara benar, atau dalam urutan yang salah (bila diperlukan) atau diabaikan.. 2 Cukup Langkah atau tugas dikerjakan secara benar,