• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kultivar Tahan Tanaman Padi (Oryza sativa)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kultivar Tahan Tanaman Padi (Oryza sativa)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kultivar Tahan Tanaman Padi (Oryza sativa)

Padi merupakan tanaman pangan yang sangat penting di dunia, melebihi kentang, jagung, gandum dan serealia lainnya. Tanaman ini dipertimbangkan sangat penting kehadirannya di dunia, karena padi merupakan pangan pokok bagi lebih dari setengah penduduk dunia (Lu 1999). Beras selain sebagai makanan pokok bagi lebih dari 95% penduduk Indonesia, juga menjadi sumber mata pencaharian bagi 25 juta rumah tangga petani, sehingga tidak mengherankan bila fluktuasi produksi dan distribusi beras turut mempengaruhi stabilitas nasional (Balai Besar Penelitian Tanaman Padia 2009). Beras merupakan sumber bahan pangan fungsional, yaitu bahan makanan alami yang mengalami proses pengolahan dan mengandung satu atau lebih komponen pembentuk dengan fungsi-fungsi fisiologis tertentu dan bermanfaat bagi kesehatan (Widjayanti 2004). Kendala budidaya tanaman padi sangatlah banyak terutama dari segi organisme pengganggu tanaman. Serangan hama, patogen dan gulma disebabkan oleh karena banyak petani membudidayakan tanaman padi pada setiap musim tanam. Melimpahnya tanaman juga menyebabkan terjadinya ledakan hama dan penyakit karena tersedianya inang yang banyak dan seragam baik umur maupun varietas yang ditanam. Salah satu hama yang sangat meresahkan adalah wereng coklat (Nilaparvata lugens). Hama wereng coklat menyerang tanaman padi secara serempak dan mengakibatkan kerusakan yang besar. Akibat adanya serangan ini produksi padi atau beras menurun drastis (Malika 2012).

Pengaruh serangan hama wereng coklat adalah munculnya beberapa kultivar padi baru yang disebut kultivar tahan. Kultivar tahan ini memiliki sifat tahan terhadap serangan hama wereng. Sifat tahan dari kultivar-kultivar baru ini dapat diperoleh secara konvensional dari persilangan tanaman maupun secara molekular dengan penyisipan gen tahan. Namun dengan adanya sifat adaptasi tinggi dari

(2)

commit to user

Kultivar tahan adalah kultivar tanaman dengan sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar, atau pulih kembali dari serangan hama pada keadaan yang akan mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan (Soewito 1993). Kultivar padi tahan wereng merupakan satu rumpun padi yang memiliki ketahanan terhadap serangan hama wereng coklat pada tingkat biotipe tertentu. Tanaman padi yang memiliki sifat tahan terhadap serangan wereng coklat ini sering disebut sebagai varietas unggul tahan wereng (VUTW).

Perkembangan variteas unggul tahan wereng ini terus berlanjut karena adanya adaptasi dari hama wereng coklat yang mematahkan ketahanan kultivar tahan. Menurut Ikeda dan Vaughan (2004), saat ini telah diketahui ada empat biotipe wereng coklat. Keempat biotipe tersebut memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mematahkan ketahanan varietas padi yang telah mengandung gen resisten (bph). Biotipe-1 tahan terhadap padi VUTW-1, biotipe 2 tahan terhadap padi VUTW-2, biotipe 3 tahan terhadap padi varietas Mudgo, PB30 dan PB34. Biotipe 4 tahan terhadap varietas Babawee.

Adanya sifat adaptasi tinggi dari hama wereng coklat (Nilaparvata lugens) menjadikan setiap jangka waktu tertentu, peneliti di bidang pertanian padi harus menciptakan kultivar baru tanaman padi yang tahan wereng coklat. Beberapa contoh kultivar yang telah dihasilkan adalah IR26, IR42 dan Inpari 13. IR26 adalah kultivar tahan wereng coklat yang mengandung gen tahan bph 1 untuk mengatasi serangan wereng coklat biotipe 1. Namun, ketahanannya dipatahkan oleh werng coklat biotipe 2 yang telah mengalami adaptasi, kemudian diciptakan kembali kultivar padi dengan gen tahan bph 2 untuk mengatasinya. Akan tetapi, sekali lagi ketahanan tersebut dipatahkan oleh munculnya biotipe baru wereng coklat yaitu biotipe 3. Sedangkan Inpari 13 merupakan kultivar tahan yang dirilis pada tahun 2010 dan memiliki sifat tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, biotipe 2 dan biotipe 3 (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi 2010).

(3)

B. Perkembangan Biotipe Wereng Coklat (Nilaparvata lugens Stall.)

Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) merupakan hama dari golongan insekta yang sangat merugikan hasil padi di Indonesia. Akibat perilaku makan wereng coklat, tanaman menjadi kering dan menjadikan gejala puso. Selain itu, wereng coklat juga berperan sebagai vektor penyakit virus kerdil rumput dan kerdil hampa sehingga kehilangan panen dapat mencapai 100% (Laba 1992). Wereng coklat merupakan serangga dengan genetik plastisitas yang tinggi sehingga mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan pada waktu yang relatif singkat. Hal ini terbukti dengan timbulnya biotipe/populasi baru yang dapat mengatasi sifat ketahanan tanaman atau hama tersebut menjadi resisten terhadap insektisida.

Biotipe didefinisikan sebagai suatu populasi atau individu yang dapat dibedakan dari populasi atau individu lain bukan karena sifat morfologi, tetapi didasarkan kepada kemampuan adaptasi, perkembangan pada tanaman inang tertentu, daya tarik untuk makan, dan meletakkan telur. Dari pengalaman yang panjang, yakni sejak munculnya serangan wereng coklat di Indonesia yang pertama kali pada tahun 1930, wereng coklat terbukti mampu beradaptasi secara terus menerus bila dipelihara pada suatu varietas dan mampu mematahkan ketahanan varietas serta menghilangkan daya seleksi varietas yang ditempatinya (Baehaki 2007).

Sejak diketahuinya ada wereng coklat pada 1930 (biotipe nol), baru timbul wereng coklat biotipe 1 pada tahun 1971. Pada Tahun 1967 diintroduksi varietas padi unggul ajaib IR5 dan IR8 yang tidak mempunyai gen ketahanan terhadap wereng coklat, namun berproduksi tinggi yaitu lebih dari 2 kali lipat produksi padi yang telah ada saat ini. Hanya saja nasinya berasa pera. Lalu, pada tahun 1971 dilepas varietas Pelita I/1 yang tidak mempunyai gen ketahanan terhadap wereng coklat dengan rasa nasi enak dan pulen. Tetapi pada tahun 1972 terjadi ledakan

(4)

commit to user

terjadi ledakan wereng coklat yang hebat dibeberapa daerah sentral produksi padi. Hal ini karena ada perubahan wereng coklat biotipe 1 ke wereng coklat biotipe 2. Pada tahun 1980, untuk menghadapi wereng biotipe 2 diintroduksi lagi varietas IR42 (gen tahan bph2) dari IRRI. Wereng coklat yang meledak di Sumatera Utara hampir mirip dengan wereng coklat populasi Asia Selatan (SAA) yang terdapat di India dan Srilangka. Pengujian biotipe terus dilanjutkan dan akhirnya diketahui bahwa wereng yang menyerang IR42 di Sumut adalah wereng coklat biotipe 3. Untuk menghadapi wereng coklat biotipe 3 telah diintroduksikan varietas padi IR 56 (gen tahan Bph3) pada 1983 dan IR64 (gen tahan Bph1+) tahun 1986. Ternyata varietas IR64 ini menyelamatkan bangsa, karena mempunyai rasa nasi enak, produksi tinggi, dan tahan wereng coklat biotipe 3, sehingga petani menjadi tenang bila menanam varietas tersebut (Baehaki 2010).

Timbulnya biotipe wereng coklat merupakan tantangan yang tidak mudah diatasi. Berdasarkan penelitian, untuk mengatasi wereng coklat biotipe 1 telah digunakan kultivar IR26 yang ditanam secara luas dan ternyata hanya dapat bertahan 4-5 bulan saja. Pada munculnya biotipe 2, IR26 harus digantikan dengan kultivar baru yang memiliki gen tahan bph2 seperti IR32, IR 36 dan IR 42. Kultivar ini mampu bertahan di lapangan. Pada MH 1981/1982 di kabupaten Simaluhun, Sumatera Utara IR 42 telah terserang wereng coklat. Wereng coklat tersebut diuji di laboratorium dan ternyata reaksinya terhadap kultivar diferensial menyimpang dari sifat biotipe yang telah diketahui. Pengujian biotipe dilanjutkan dan diketahui bahwa wereng yang menyerang IR42 di Sumatera Utara adalah wereng coklat biotipe 3 (Baehaki et al. 1991). Untuk mengidentifikasi keragaman tanaman padi yang terserang wereng coklat dapat dilakukan dengan analisa molekular berdasarkan penanda (marker) protein/enzim (allozyms) dan DNA (Loxdale dan Lushai 1998).

(5)

C. Analisis Marka Protein Total

Teknologi marka molekular dapat dipakai untuk mengidentifikasi padi yang tahan atau tidak terhadap serangan wereng coklat. Oleh karena itu, kegiatan pemuliaan perlu dilakukan secara terus-menerus untuk menghasilkan varietas tahan yang sesuai dengan biotipe wereng coklat yang berkembang di lapangan. Varietas IR64 dan Ciherang telah rentan terhadap wereng coklat. Dengan bantuan teknologi marka molekular, kedua varietas dapat dimuliakan kembali dengan memperbaiki ketahanannya terhadap wereng coklat dengan menambahkan gen Bph3 dan gen tahan wereng coklat lainnya. Marka molekular yang dimanfaatkan dapat berupa DNA dan isozim/protein dari tanaman yang bersangkutan (Bahagiawati 2012).

Protein merupakan senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Sebagai enzim, hampir semua reaksi biologis dipercepat atau dibantu oleh suatu senyawa makromolekul spesifik yang disebut enzim, dari reaksi yang sangat sederhana seperti reaksi transportasi karbon dioksida sampai yang sangat rumit seperti replikasi kromosom. Protein besar peranannya terhadap perubahan-perubahan kimia dalam sistem biologis (Safnowandi 2012).

Kebanyakan protein hanya berfungsi aktif biologis pada daerha pH dan suhu yang terbatas. Jika pH dan suhu berubah melewati batas-batas tersebut, protein akan mengalami denaturasi. Denaturasi adalah proses pengubahan bentuk dan lipatan protein sehingga molekul protein yang menggulung seperti terlepas dan mengalami pemanjangan, tetapi proses ini tidak merusak ikatan peptida antara asam amino dalam struktur primer. Dalam analisis molekular berdasarkan marka protein total, proses denaturasi inilah yang paling penting dimana molekul protein yang memanjang inilah yang nantinya akan menunjukkan pita-pita protein total

(6)

commit to user

proses denaturasi/pemanjangan molekul. Hal ini dikarenakan jika proses denaturasi ini berlanjut maka akan mengakibatkan rusaknya protein sehingga pita-pita protein tidak akan terlihat pada gel poliakrilamid (Anonim 2012).

Teknik elektroforesis protein pada prinsipnya sama dengan elektroforesis DNA, yaitu dengan memanfaatkan muatan listrik makromolekul protein. Jika suatu molekul bermuatan dilewatkan medium tertentu dan dialiri arus listrik dari satu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya, maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul ini tergantung pada massa/berat molekul dan juga bentuk molekul (Yuwono 2005).

Teknik pemisahan protein dapat dilakukan dengan eletroforesis pada medium gel pati (starch gel), gel polyacrylamid, cellulose acetat atau pada SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate-polyacrylamide Gel Electrophoresis) (Loxdale dan Lushai 1998). Elektroforesis adalah suatu cara pemisahan dalam suatu larutan atas dasar proses perpindahan partikel-partikel bermuatan karena pengaruh medan listrik (Arora 2003). Perbedaan jarak migrasi pada pita-pita merupakan wujud dari perbedaan muatan dan bentuk molekul enzim (Weier 1982). Media yang digunakan dalam elektroforesis ini adalah gel poliakrilamid yang memiliki beberapa keuntungan seperti bersifat lentur, transparan dan bermuatan netral. Melalui prosedur tersebut dapat dihasilkan profil pita protein individu yang merupakan perwujudan sifat genetiknya. Profil pita protein digunakan individu untuk memprediksi keragaman genetik suatu populasi (May 1992).

Menurut Suketi (1994) protein atau enzim dapat dipisahkan dengan menggunakan metode elektroforesis dan hasilnya berupa zimogram pola pita. Zimogram hasil elektroforesis bercorak khas sehingga dapat digunakan sebagai ciri fenotip untuk mencerminkan pembuka genetik. Setelah proses elektroforesis, akan terlihat perbedaan pita-pita yang terbentuk pada gel. Perbedaan hanya terlihat dari tebal-tipisnya pita karena perbedaan jumlah molekul-molekul protein yang termigrasi atau perbedaan kandungan/kuantitas protein. Perbedaan ketebalan pita protein tidak menunjukan perbedaan berat molekul, tetapi hanya menunjukkan perbedaan kandungan/kuantitas protein yang termigrasi (Maryati 2008).

(7)

Elektroforesis protein menggunakan gel poliakrilamid, dimana dalam pembuatannya sering ditambahkan SDS (Sodium Dodecyl Sulphate) yang merupakan senyawa yang berfungsi untuk mendisosiasi protein menjadi subunitnya. Karena itu, metode elektroforesis ini disebut sebagai SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamid Gel Electrophoresis). SDS-PAGE adalah teknik molekul penting yang digunakan untuk identifikasi sampai pada tingkat spesies protein sel utuh dan memiliki keuntungan yaitu cukup sederhana dan memerlukan waktu yang singkat. Tapi untuk identifikasi teknik ini memerlukan data luas untuk mencakup semua jenis target dikenal (Yuwono 2005).

Teknik ini dinilai lebih menguntungkan daripada elektroforesis kertas dan gel pati, karena media penyangga yang digunakan dalam SDS-PAGE yaitu gel poliakrilamid yang bersifat transparan dan dapat dipindai pada daerah sinar tampak maupun UV, juga dapat diperoleh resolusi yang lebih baik dan ukuran pori medium dapat diatur berdasarkan perbandingan konsentrasi akrilamid yang digunakan. Pada medium poliakrilamid pengaruh arus konveksi dapat dikurangi sehingga pemisahan komponen menjadi sempurna dan pita-pita yang terbentuk menjadi lebih jelas. Poliakrilamid merupakan medium yang bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan sampel dan tidak terjadi ikatan antara sampel dan matrik (Andrews 1986).

Gel yang digunakan dalam penelitian ini sendiri adalah gel poliakrilamid dengan konsentrasi 12,5% resolving gel dan 5% stacking gel. Resolving gel ini berfungsi untuk memisahkan atau menseparasi protein berdasarkan berat molekulnya (Janson 1998). Metode SDS PAGE dengan resolving gel 12,5% dilakukan dengan menentukan perbedaan letak pita (band) pada gel yang dibandingkan dengan protein marker yang berkisar antara 10-200 kDa. Semakin kecil berat molekul protein yang diperiksa maka semakin besar prosentase gel,

(8)

commit to user

stacking gel yaitu bis-acrylamid sebagai pembentuk pori-pori untuk memisahkan protein berdasarkan ukuran yang dimilikinya, tris HCL yang berfungsi untuk menjaga pH protein, SDS 10% digunakan untuk memutuskan ikatan disulfida protein dan dapat menyelubungi protein dengan muatan negatif, APS 10% digunakan sebagai katalisator dalam polimerasi gel poliakrilamid, serta TEMED yang digunakan sebagai katalisator pembentukan radikal bebas dari ammonium persulfat. pH stacking gel yang digunakan yaitu 6,8 agar kondisi pH dari stacking gel berada di bawah isoelektrik protein sehingga protein akan tersusun berjajar pada bagian bawah stacking gel (Janson 1998).

Sebelum dilakukan running, pada masing-masing sampel tanaman ditambahkan dengan larutan buffer, kemudian dilakukan perebusan. Larutan buffer berfungsi memutus ikatan disulfida protein sehingga diperoleh protein dalam bentuk linier, yang nantinya akan memudahkan separasi protein tersebut dalam gel saat running. Hal ini disebabkan karena dalam larutan buffer sampel ini mengandung 1M Tris-HCl pH 6,8 dan SDS 10% berfungsi sebagai agen pereduksi yang memutuskan ikatan disulfida sehingga protein berbentuk linier yang memberi muatan negatif , sehingga memudahkan separasi menuju kutub positif saat dilewatkan arus (Syah et al. 2010).

Pewarna/cat protein didasarkan pada pengikatan diferensial cat tersebut oleh protein dan matriks. Karakteristik utama untuk cat yang efisien adalah sensitivitas tinggi, latar belakang rendah, berbagai linier yang besar, dan kemudahan penggunaan. Sensitivitas pewarna yang diberikan tergantung pada ekstensi koefisien dan aviditas, yang menentukan linear kisaran deteksi untuk protein itu. Pewarna/cat yang biasa digunakan dalam pewarnaan protein adalah Coomassie Brilliant Blue. Coomasie Brilliant Blue R-250 ini sensitif terhadap protein yang memiliki ukuran kecil. Dalam reaksi pewarnaan, pewarna Coomassie mengikat protein melalui ionic interaksi antara gugus asam sulfonat dan gugus positif amina protein melalui atraksi Van der Waals.

Referensi

Dokumen terkait

2. Penelitian dilakukan dengan 3 variasi kedalaman. Penelitian dilakukan di sungai Kahayan tepatnya di lokasi pemancingan Amang Talen di desa Pahandut sebrang.. Kecepatan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang dapat meningkatkan brand awareness Usaha Makmur Jaya, memperkuat merek Naturalz, dan meningkatkan penjualan Usaha

Melakukan inovasi dan kreatifitas dalam memproduksi barang merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan, karena dengan adanya

Jumlah, kualifikasi dan jadwal praktik Tenaga Kesehatan ; Tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit ; Hak dan kewajiban pasien dan Pembiayaan. Rumah Sakit wajib

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persepsi nilai, persepsi kualitas, persepsi citra dan kepuasan konsumen memberikan pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas konsumen

Penyakit Jantung Bawaan merupakan kelainan yang paling sering dijumpai pada periode fetus dan neonatus yang berupa kelainan struktural dari jantung atau pembuluh

Pendekatan kuantitatif yaitu melakukan analisis dengan memanfaatkan teknologi Sistem Informasi Geografis dengan teknik pengharkatan (secoring) variable

Untuk itu, dengan dasar pemikiran di atas dan situasi nasabah yang ada di BPR Tulen Amanah, maka dalam rencana penelitian ini akan mengkaji berbagai hubungan relationship