• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sahuri Staf Peneliti Balai Peneltian Sembawa, Pusat Penelitian Karet

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Sahuri Staf Peneliti Balai Peneltian Sembawa, Pusat Penelitian Karet"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

Kajian Pola Tanaman Sela Padi Diantara Tanaman Karet Belum

Menghasilkan (TBM) Pada Tingkat Petani Di Lahan Pasang Surut

The Study of Paddy as Intercrops in Immature Rubber Plantation on

Farmer Level in Tidal Swamp

Sahuri

Staf Peneliti Balai Peneltian Sembawa, Pusat Penelitian Karet *)

Tel./Faks : +62 21 5794 7988/+62 21 5794 7999,email : sahuri_agr@ymail.com

ABSTRACT

Petani karet di daerah pasang surut umumnya masih memiliki tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah. Hal ini karena produksi karet mengalami penurunan, harga jual produk karet yang rendah, dan modal usaha petani yang terbatas. Pengkajian ini bertujuan mengetahui pertumbuhan karet pola intercropping karet+padi, hasil padi sebagai tanaman sela karet, dan nilai tambah pola intercropping karet+padi pada tingkat petani di daerah pasang surut. Pengkajian dilaksanakan di lahan pasang surut tipe luapan C Air Sugihan, Sumatera Selatan pada bulan Juni dan Oktober 2014. Penggkajian menggunakan metode survey pada lahan petani secara purposive sampling. Analisis usahatani intercropping karet+padi dengan R/C dan analisis pertumbuhan lilit batang karet dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi sebagai tanaman sela karet berpengaruh terhadap pertumbuhan lilit batang karet, meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan pemeliharaan tanaman karet. Pertumbuhan lilit batang karet pola intercropping 20,78% lebih besar dibandingkan dengan pola karet monokultur. Sistem bedengan mampu menekan keracunan pirit sehingga produktivitas tanaman karet dan padi meningkat. Pola intercropping karet+padi menguntungkan dengan R/C ratio 1,46 saat harga rendah dan R/C ratio 2,09 saat harga tinggi dengan produksi padi 2.800 kg/ha GKG. Pola intercropping karet+padi secara ekonomis menguntungkan dan layak untuk dikembangkan pada areal karet rakyat di daerah pasang surut.

Key words: intercrops, paddy, rubber, tidal swamp ABSTRAK

Petani karet di daerah pasang surut umumnya masih memiliki tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah. Hal ini karena produksi karet mengalami penurunan, harga jual produk karet yang rendah, dan modal usaha petani yang terbatas. Pengkajian ini bertujuan mengetahui pertumbuhan karet pola intercropping karet+padi, hasil padi sebagai tanaman sela karet, dan nilai tambah pola intercropping karet+padi pada tingkat petani di daerah pasang surut. Pengkajian dilaksanakan di lahan pasang surut tipe luapan C Air Sugihan, Sumatera Selatan pada bulan Juni dan Oktober 2014. Penggkajian menggunakan metode survey pada lahan petani secara purposive sampling. Analisis usahatani intercropping karet+padi dengan R/C dan analisis pertumbuhan lilit batang karet dengan uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani padi sebagai tanaman sela karet berpengaruh terhadap pertumbuhan lilit batang karet, meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan pemeliharaan tanaman karet. Pertumbuhan lilit batang karet pola intercropping 20,78% lebih besar dibandingkan dengan pola karet monokultur. Sistem bedengan mampu menekan keracunan pirit sehingga produktivitas tanaman karet dan padi meningkat. Pola intercropping karet+padi menguntungkan dengan R/C ratio 1,46

(2)

2

saat harga rendah dan R/C ratio 2,09 saat harga tinggi dengan produksi padi 2.800 kg/ha GKG. Pola intercropping karet+padi secara ekonomis menguntungkan dan layak untuk dikembangkan pada areal karet rakyat di daerah pasang surut.

Kata kunci: karet, lahan pasang surut, padi, tanaman sela

PENDAHULUAN

Petani karet di daerah pasang surut umumnya masih memiliki tingkat pendapatan rumah tangga yang rendah. Faktor utama penyebabnya antara lain: (1) hasil produksi karet yang mengalami penurunan; (2) harga jual produk karet yang rendah, dan (3) modal usaha petani yang terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan usahatani melalui pola intercropping karet+padi di daerah pasang surut. Pola tersebut berpengaruh terhadap pertumbuhan lilit batang karet, meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan pendapatan petani, dan meningkatkan pemeliharaan tanaman karet.

Tanaman sela di antara karet tidak mengganggu pertumbuhan lilit batang karet, bahkan pada banyak penelitian pertumbuhan lilit batang karet lebih baik pada sistem tanaman sela dibandingkan dengan penggunaan kacangan penutup tanah (Wibawa dan Rosyid, 1995). Pemeliharaan dan perawatan tanaman karet belum menghasilkan sangat berpengaruh terhadap produksi lateks tanaman. Selain pemberian pupuk untuk mensuplai kebutuhan hara tanaman, pemanfaatan lahan melalui penanaman tanaman sela juga merupakan hal yang sangat penting. Pemanfaatan lahan kosong di antara tanaman karet belum menghasilkan (TBM) di bawah umur tiga tahun untuk tanaman pangan merupakan peluang yang potensial untuk dikembangkan (Anwar, 2001). Penanaman tanaman yang berumur pendek di sela-sela tanaman berumur panjang, bertujuan menekan pertumbuhan gulma dengan cara menutupi areal yang biasa ditumbuhi gulma (Anwar, 2001; Syawal, 2010).

Keuntungan dari penanaman tanaman pangan sebagai tanaman sela karet, yaitu 1) tanaman sela dapat berfungsi sebagai tanaman penutup tanah, sehingga berfungsi untuk konservasi lahan karet, 2) efisiensi biaya usahatani dan tenaga kerja, karena biaya usahatani pemeliharaan tanaman karet dapat dilakukan bersama-sama dengan pemeliharaan tanaman sela, 3) meningkatkan pendapatan petani dan 4) petani dapat menyediakan kebutuhan pangan keluarganya secara swadaya, sehingga dapat menghemat kebutuhan pangan di daerah. Pola tanaman pangan sebagai tanaman sela karet seperti tumpang sari jagung + padi dan tumpang gilir padi gogo – kedelai dapat diusahakan sebagai tanaman sela karet yang menggunakan jarak tanam 6 m x 3 m atau 7 m x 3 m sampai dengan tanaman karet berumur dua atau tiga tahun (Rosyid et al., 2012). Di negara - negara lain juga seperti di India, Srilangka, Vietnam, Laos, Cina dan Pilipina menunjukkan bahwa menanam tanaman pangan dan palawija sebagai tanaman sela karet hanya dapat ditanam sampai dengan tanaman karet berumur dua atau tiga tahun. Pada saat ini dengan semakin menyempitnya pemilikan lahan, para petani cenderung menanam karet dengan jarak tanam yang lebih rapat, yaitu 4 m x 3 m, 5 m x 2 m, dan 3 m x 3 m. Pada kondisi seperti ini tanaman sela pangan hanya pada umur satu tahun (Rodrigo et al., 2004; Raintree, 2005; dan Zeng Xianhai et al., 2012).

Tujuan pengkajian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan karet pola intercropping karet+padi, hasil padi sebagai tanaman sela karet, dan nilai tambah pola intercropping karet+padi pada tingkat petani di daerah pasang surut.

(3)

3

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat. Pengkajian dilaksanakan di Desa Nusantara, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Provinsi Sumatera Selatan. Waktu pengkajian pada bulan Juni sampai Oktober 2014. Lokasi pengkajian adalah lahan pasang surut tipe luapan C dengan permukaan air tanah dangkal < 50 cm.

Metode dan Pengumpulan Data. Kegiatan pengkajian dilakukan pada lahan petani yang di pilih secara purposive sampling dengan metode survey. Data primer input-output usahatani pola intercropping karet+padi diperoleh dari wawancara langsung pada 5 petani contoh dan data pertumbuhan lilit batang karet diperoleh dari pengamatan langsung dilapangan membandingkan antara pola intercropping dengan pola monokultur. Plot pengkajian yang digunakan adalah tanaman belum menghasilkan (TBM) klon PB 260 tahun tanam 2010. Jarak tanam karet yang digunakan adalah 6 m x 3 m (populasi 550 tanaman/ha). Lokasi kajian sudah dibuat sistem bedengan. Pada daerah bedengan (daerah kering) ditanami tanaman karet sedangkang pada daerah tabukan (daerah basah) ditanami padi.

Pengamatan Tanaman Karet. Parameter tanaman karet yang diamati adalah pertumbuhan lilit batang tanaman karet (cm) pada umur 9, 18, 27, dan 36 bulan setelah tanam (BST) 100 cm dari pertautan okulasi (dpo). Jumlah tanaman karet contoh yang diambil adalah 20 pada masing-masing jenis klon karet pola intercropping karet+padi dan 20 tanaman karet pola monokultur, sehingga terdapat 120 tanaman karet sebagai contoh.

Pengamatan Tanah. Analisis kimia tanah pada kedalaman 0-60 cm dilakukan sebelum tanam. Analisis tanah dilakukan untuk komposisi pH, C organik, N, P2O5, K2O, nilai tukar kation Ca, Mg, dan KTK. Kemasaman tanah (pH) ditentukan dengan ekstrak 1:5 menggunakan H2O dan KCl, C organik ditentukan dengan metode kurmis, N ditentukan dengan metode Kjedahl, P2O5 ditentukan dengan metode Bray I, K2O ditentukan dengan metode Morgan, Kation dan unsur hara mikro dengan metode Atomic Absorption Spectrometer (AAS), dan KTK dengan metode titrasi.

Analisis Data. Analisis data secara statistik menggunakan uji statistik yaitu uji kesamaan nilai tengah (uji–t) pada taraf 5 % dengan program statistik SAS 9.0 dan Table Curve 2.01 (Gomez dan Gomez, 1995). Analisis ekonomi usahatani intercropping karet+padi menggunakan metoda input-output analisis (Soekartawi, 1995), yaitu :

R / C = Po . Q / (TFC+TVC) Keterangan: R = penerimaan C = biaya P = harga produksi Q = produksi

TFC = biaya tetap (fixed cost)

TVC = biaya variabel (variable cost)

Dengan keputusan : RC Ratio > 1, usahatani secara ekonomi menguntungkan, RC Ratio = 1, usahatani secara ekonomi berada pada titik impas RC Ratio < 1, usahatani secara ekonomi tidak menguntungkan.

(4)

4 HASIL Kondisi Lahan Pengkajian

Berdasarkan hasil analisis tanah pada pola intercropping karet+padi menunjukkan bahwa pH tanah cenderung meningkat dari sangat masam menjadi masam, C-Organik dari rendah menjadi tinggi, N-total dari rendah menjadi sedang, kation N, P, K, Ca, Mg dari sangat rendah menjadi rendah, dan kapasitas tukar kation (KTK) dari sedang ke tinggi (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa tanah yang demikian tergolong lahan bermasalah dan mempunyai tingkat kesuburan yang rendah.

Tabel 1. Hasil analisis tanah dengan dan tanpa pola intercropping karet-padi di lahan pasang surut

Parameter Nilai

Intercropping karet+padi Monokultur

pH 4,2sm 3,5sm C (%) 6,1st 3,23t N (%) 0,5sd 0,2r P2O5 (me/100 g) 0,9r 0,2sr K2O (me/100 g) 0,21r 0,15r Ca (me/100 g) 2,31r 1,84sr Mg (me/100 g) 1,67sd 0,53sr KTK (me/100 g) 36,79t 22,98sd

Sumber: data primer diolah (2014)

Keterangan : r = rendah; sr = sangat rendah; sd = sedang; t = tinggi; st = sangat tinggi; m = masam; sm = sangat masam.

Dinamika Pertumbuhan Lilit Batang Karet

Berdasarkan hasil uji t-student, menunjukan bahwa pertumbuhan lilit batang karet tanaman karet di lahan pasang surut nyata lebih tinggi pada pola intercropping karet+padi dibandingkan pada pola karet monokultur (Tabel 2).

Tabel 2. Pertumbuhan lilit batang karet klon PB 260 umur 3 tahun dengan dan tanpa pola intercropping karet-padi di lahan pasang surut

Perlakuan Lilit Batang (cm) Signifikasi (P)

Intercropping /Bedengan 30,87*

0.001

Monokultur/Tanpa Bedengan 25,56*

Keterangan : *) = Hasil uji t-student berbeda nyata pada taraf 5%

Adanya pembuatan bedengan pada pola intercropping merupakan salah satu cara untuk melindungi tanaman karet dari genangan air pada kebun dengan drainase yang kurang baik sehingga pertumbuhan tanaman karet tidak terhambat dan sebaliknya tanpa adanya pengelolaan air dengan membuat bedengan tanaman karet akan tergenang dan pertumbuhan tanaman karet terhambat. Menurut Wijaya et al. (2014), menyatakan bahwa pertumbuhan lilit batang tanaman karet di lahan pasang surut tanpa menggunakan sistem bedengan mengalami penurunan lilit batang karet sekitar 20 % dibandingkan dengan pertumbuhan lilit batang tanaman karet dengan bedengan.

(5)

5 y = 0,020x2- 0,382x + 12,74 R² = 0,999 y = 0,018x2- 0,413x + 12,71 R² = 0,999 0 10 20 30 40 0 8 16 24 32 40 L il it B a ta n g (c m ) Bulan Intercropping/ Bedengan Monokultur/ Tanpa Bedengan

Gambar 1. Dinamika pertumbuhan lilit batang karet pola intercropping karet-padi dan karet monokultur

Dinamika pertumbuhan lilit batang karet klon PB 260 dari pengamatan umur 8 - 40 bulan di lahan pasang surut berdasarkan hasil analisis regresi pertumbuhan lilit batang karet pola intercropping karet+padi lebih besar dibandingkan dengan pola karet monokultur (Gambar 1).

Gambar 2. Keragaan agronomis pola intercropping karet+padi dan pola karet monokultur Keragaan agronomis tanaman karet pada pola intercropping karet+padi di lahan pasang surut sangat baik dibandingkan dengan pola monoklutur (Gambar 2). Pada pola intercropping tanaman karet ditanam pada daerah bedengan, sedangkan tanaman padi ditanam pada daerah tabukan. Adanya sistem tersebut air pada saluran irigasi secara terus-menerus dapat dipertahankan sehingga tinggi muka air dalam saluran selalu tetap sehingga karet akan terhindar dari pengaruh negatif genangan, dapat mencegah oksidasi pirit, dan telah terbukti meningkatkan produktivitas karet di lahan pasang surut (Gambar 2a).

Pada pola karet monokultur tanpa adanya sistem bedengan menyebabkan tata air buruk, dan menjadi faktor pembatas untuk pertumbuhan tanaman karet. Tanaman karet tidak menyukai areal yang tergenang. Secara fisiologis, akar karet tidak mempunyai akar nafas, sehingga pada drainase buruk akar tanaman tidak dapat bernafas dengan baik. Hal tersebut menyebabkan perkembangan dan penyerapan unsur hara menjadi terhambat.

(6)

6

Pengaruh lain akibat tata air yang buruk adalah daya ketahanan tanaman terhadap penyakit akan menurun. Gejala tanaman yang terlihat akibat tata air yang buruk adalah daun menguning, batang mengecil, produksi menurun. Pengaruh lanjut adalah akar membusuk dan tanaman mati (Gambar 2b).

Nilai Tambah Pola Intercropping Karet+Padi

Usahatani padi sebagai tanaman sela karet dengan luas 1 ha pada saat harga gabah kering giling (GKG) rendah Rp 3.500,-/kg memperoleh penerimaan sebesar Rp 9.800.000,- dan pendapatan sebesar Rp 3.093.000,-, sedangkan pada saat harga GKG tinggi Rp 5.000,-/kg memperoleh penerimaan sebesar Rp 14.000.000,- dan pendapatan sebesar Rp 7.293.162,- per satu musim tanam dengan biaya pengeluaran sebesar Rp 6.706.838,-. Hal ini menunjukkan bahwa pola tanam padi sebagai tanaman sela karet di daerah pasang surut pada saat harga jual GKG rendah masih menguntungkan dengan R/C ratio 1,46, sedangkan pada saat harga jual GKG tinggi sangat menguntungkan dengan nilai R/C ratio 2,09 (Tabel 3).

Tabel 3. Analisis usahatani pola intercropping karet-padi pada tingkat petani di lahan pasang surut

Uraian Tahun I

Harga Tinggi Harga Rendah

Harga (Rp/kg) 5000 3500

Hasil Padi (kg/ha) 2.800 2.800

Penerimaan (Rp) 14.000.000 9.800.000

Pengeluaran (Rp) 6.706.838 6.706.838

Pendapatan (Rp) 7.293.162 3.093.162

Tenaga kerja (HOK) 85 85

R/C 2,09 1,46

Sumber: data primer diolah, 2015

PEMBAHASAN

Pola intercropping karet+padi di lahan pasang surut berpengaruh positif terhadap peningkatan produktivitas lahan. Melalui pola intercropping karet+padi petani di daerah pasang surut membuat sistem bedengan yang membetuk bedengan (bagian atas yang kering) dan tabukan (bagian bawah yang basah). Sistem bedengan sangat bermanfaat untuk mengurangi genangan air pada musim hujan dan mengurangi kekurangan air pada musim kemarau. Pada daerah bedengan ditanami karet, sedangkan pada daerah tabukan ditanami padi. Kondisi ini akan meningkatkan produktivitas lahan dan pendapatan petani di daerah pasang surut.

Dinamika pertumbuhan lilit batang karet pada pola intercropping karet+padi lebih besar dibandingkan dengan pola karet monokultur. Hal ini karena pola intercropping dibuat sistem bedengan dengan memberikan air irigasi, membuat tinggi muka air tetap agar lapisan di bawah perakaran tanaman karet dan padi dalam kondisi jenuh air sehingga

(7)

7

mampu menekan keracunan pirit (FeS2). Tinggi muka air tetap pada parit bedengan akan menghilangkan pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman karet.

Tingkat kesuburan tanah pada pola intercropping karet+padi seperti pH tanah cenderung meningkat dari sangat masam menjadi masam, C-Organik cenderung dari rendah menjadi tinggi, unsur makro dari sangat rendah menjadi rendah, dan kapasitas tukar kation (KTK) dari sedang menjadi tinggi. Menurut Sahuri et al. (2014), pengembangan karet pada lahan pasang surut akan menghadapi kendala air tanah yang dangkal dan pH tanah yang rendah. Namun dengan perbaikan aerasi, tata kelola air yang tepat dan pemilihan lokasi yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman karet dengan kedalaman lapisan pirit lebih dari 50 cm, maka pertumbuhan karet akan normal. Wiajya dan Hidayati (2003), dan Firmansyah et al. (2012), menambahkan dengan pengelolaan saluran drainase dan sistem tanam yang tepat telah mampu meningkatkan kelas kesesuaianlahan dari tidak sesuai (N1) menjadi sesuai marjinal (S3), dan kelas sesuai marjinal (S3) menjadi kelas cukup sesuai (S2).

Nilai tambah pola intercropping karet+padi adalah meningkatkan produktivitas lahan, meningkatkan pendapatan petani, dan meningkatkan pemeliharaan tanaman utama karet. Pola tanam tersebut mampu mengatasi kegagalan usahatani karet karena adanya persaingan antara tanaman karet dengan gulma atau juga disebabkan kebakaran dimana lahan karet didominasi alang-alang yang rawan kebakaran. Pola tanam tersebut dapat dilakukan sepanjang tanaman karet belum menghasilkan dengan memperhatikan pola tanaman yang sesuai dengan musim. Pola intercropping karet+padi menguntungkan dengan R/C ratio 1,46 saat harga rendah dan R/C ratio 2,09 saat harga tinggi dengan produksi padi 2.800 kg/ha GKG. Hal ini menunjukkan bahwa pola tanam padi sebagai tanaman sela karet di daerah pasang surut secara ekonomis menguntungkan dan layak untuk dikembangkan, terutama pada areal perekebunan karet rakyat.

KESIMPULAN

Pertumbuhan lilit batang karet pola intercropping 20,78% lebih besar dibandingkan dengan pola karet monokultur. Sistem bedengan mampu menekan keracunan pirit sehingga produktivitas tanaman karet dan padi meningkat. Pola intercropping karet+padi menguntungkan dengan R/C ratio 1,46 saat harga rendah dan R/C ratio 2,09 saat harga tinggi dengan produksi padi 2.800 kg/ha GKG. Pola intercropping karet+padi secara ekonomis menguntungkan dan layak untuk dikembangkan pada areal karet rakyat di daerah pasang surut.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, K. 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet Medan. 24 hal.

Firmansyah, M.A., N. Yuliani, W.A. Nugroho dan A. Bhermana. 2012. Kesesuaian Lahan Rawa Pasang Surut untuk Tanaman Karet di Tiga Desa Eks Lahan Sejuta Hektar, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. 1(2): 149-157.

(8)

8

Gomez, K.A and A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hal.

Raintree, J. 2005. Intercropping with Rubber for Risk Management. In: the National University of Laos, National Agriculture and Forestry Research Institute and National Agriculture and Forestry Extension Service. Improving Livelihoods in the Lao PDR. Volume 2: Options and Opportunities. Vientiane, Lao PDR. pp. 41-46. Rodrigo, V.H.L., T.U.K. Silva dan E.S. Munasinghe. 2004. Improving the spatial

arrangement of planting rubber (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) for long-term intercropping. Field Crops Research. 89(2): 327-335.

Rosyid, M.J., G. Wibawa dan A. Gunawan. 2012. Pola Usahatani Karet. Saptabina.Usahatani Karet. Balai Penelitian Sembawa. Pusat Penelitian Karet (eds) ke- 6. Palembang. 126 hal.

Rosyid, M.J dan Sahuri. 2014. Budidaya karet pada lahan pasang surut di Sumatera Selatan. Seminar Nasional Lahan Suboptimal “Pengembangan Teknologi Pertanian yang Inklusif untuk Memajukan Petani Lahan Suboptimal”. Pusat Unggulan Riset Pengembangan Lahan Suboptimal (PUR-PLSO) Universitas Sriwijaya. Hal 126-133. Sahuri, C.T. Stevanus dan M.J. Rosyid. 2014. Potensi pemanfaatan lahan dan perbaikan

kultur teknis lahan rawa pasang surut untuk tanaman karet di Desa Riding, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Seminar Nasional Lahan Suboptimal “Pengembangan Teknologi Pertanian yang Inklusif untuk Memajukan Petani Lahan Suboptimal”. Pusat Unggulan Riset Pengembangan Lahan Suboptimal (PUR-PLSO), Universitas Sriwijaya. Hal 63 - 70.

Sahuri dan M.J. Rosyid. 2014. Keragaan agronomi dan hasil karet pada areal lebakan di Sembawa, Sumatera Selatan. Prosiding Semonar nasional dalam Rangka Dies Natalis ke- 51 Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, Palembang 27 Oktober 2014. Hal 113-119.

Syawal, Y. 2010. Pergeseran gulma pada tanaman pepaya (Carica papaya) yang diberi pupuk organik dan anorganik. Jurnal Agroteknologi. 2(2):34-38.

Soekartawi, 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Wibawa, G. dan M.J. Rosyid. 1995. Peningkatan Produktivitas Padi Sebagai Tanaman Sela Karet. Warta Perkaretan. 14(1): 40-46.

Wijaya, T. dan U. Hidayati. 2003. Evaluasi Lahan Untuk Pengembangan Tanaman Karet Di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Karet. 2(1-3):1-11.

Wijaya, T., Istianto, I., Susetyo, dan S.R. Ahmad. 2014. Teknologi Pemupukan dan Kultur Teknis yang Adaptif Terhadap Anomali Iklim pada Tanaman Karet. Seminar Nasional Upaya Peningkatan Produktivitas Perkebunan dengan Teknologi Pemupukan dan Antisipasi Anomali Iklim. Pusat Penelitian Karet. PT. Riset Perkebunan Nusantara.

Zeng Xianhai, Cai Mingdao and Lin Weifu. 2012. Improving Planting Pattern for Intercropping in The Whole Production Span of Rubber Tree. African Journal of Biotechnology. 11(34): 8484-8490.

Gambar

Tabel  1.  Hasil  analisis  tanah  dengan  dan  tanpa  pola  intercropping  karet-padi  di  lahan  pasang surut
Gambar 1. Dinamika pertumbuhan lilit batang karet pola intercropping karet-padi dan karet  monokultur
Tabel  3.    Analisis  usahatani  pola  intercropping  karet-padi  pada  tingkat  petani  di  lahan  pasang surut

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi utama arrester adalah melindungi trafo, karena dilihat dari segi penyaluran daya dan ekonomisnya trafo merupakan alat yang paling penting dan paling

Diharapkan dengan adanya pengabdian kepada masyarakat oleh Jurusan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan ini, Posyandu Lansia Kelurahan Meteseh mendapatkan

Penelitian pengaruh pengasaman terhadap contoh zeolit yang berasal dari Cikembar, Bayah dan Cikalong dievaluasi dengan cara: (1) menentukan nilai kapasitas tukar kation,

Dengan diselesaikannya Rencana Strategis Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat 2016 – 2021, maka pelaksanaan pembangunan di Sektor Pertanian Tanaman Pangan

Davis dan Hodgets yakin Kennison dapat menyelesaikan tugas tersebut meningat Kennison memiliki pengalaman bisnis yang kaya, dihormai di antara para subkontraktor

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Faktor Host dan

Konsep pesan dalam perancangan buku ilustrasi yang menarik, berisikan informasi tentang hal-hal apa saja yang membuat jantung kita tidak sehat, hal-hal yang dapat dilakukkan untuk

dipusatkan pada media pendukung seperti kartu bilangan saja, tetapi lebih kepada panduan cara pembelajaran yang juga dapat diterapkan oleh orang tua anak dengan