• Tidak ada hasil yang ditemukan

201143 ATR AP150 DUPLEX 50 SET REVISI ok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "201143 ATR AP150 DUPLEX 50 SET REVISI ok"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

De sk ripsi Pe t a Ekore gion Sum a t e ra

Sk a la 1 : 2 5 0 .0 0 0

Tim Penyusun

Pengarah:

Drs. Amral Fery, M.Si.

(Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera)

Penanggung Jawab Teknis

Ahmad Isrooil, S.E.

(Kepala Bidang Inventarisasi DDDT SDA dan Lingkungan Hidup)

Koordinator

Zuchri Abdi, S.Si. M.Sc.

Penyusun:

Suharyani, SP., M.Si.

Nurul Qisthi Putri, S.H.

Leonardo Siregar, S.T.

Ferdinand, S.S. M.ES.

Fran David

Yuni Ayu Annysha

Tenaga Ahli:

Dr. Langgeng Wahyu Santosa, M.Si. (UGM)

Dr. Agus Joko Pitoyo, M.A. (UGM)

Agus Suyanto, S.Hut., M.Sc. (UGM)

Asisten Tenaga Ahli:

Ahmad Cahyadi, S.Si., M.Sc. (UGM)

Bahtiar Arif Mujianto, S.Si. (UGM)

 Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera, Jl. HR. Soebrantas Km 10,5 Panam - Pekanbaru

(2)
(3)

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahi Rabbil Alamin, puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT

karena atas kehendakNya Kajian Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan

Hidup (DDDTLH) Ekoregion Sumatera ini dapat diselesaikan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), khususnya Pusat

Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sumatera (P3ES) menggunakan metode

Jasa Ekosistem (

Ecosystem Services

) dengan pendekatan spasial untuk menentukan

DDDTLH Ekoregion Sumatera. Pengintegrasian DDDTLH kedalam Kebijakan,

Rencana dan Program (KRP) akan lebih mudah dan komprehensif dengan

pendekatan spasial karena KRP yang terkait dengan sumberdaya alam dan

lingkungan hidup selalu menempati ruang tertentu dan bersinggungan bahkan

bertampalan dengan jasa-jasa yang disediakan oleh ekosistem yang tidak lain

adalah bentuk lain dari bentang lahan.

Sebagaimana diketahui bersama, pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah

rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung

lingkungan hidup. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan

hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan

keseimbangan antar keduanya. Sedangkan daya tampung lingkungan hidup adalah

kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen

lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup, sebagai dasar pertimbangan

dalam pembangunan sebenarnya telah diamanatkan sejak ditetapkannya

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan

Lingkungan Hidup yang kemudian digantikan oleh Undang-Undang 23 Tahun

1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam Undang-Undang 32 Tahun

2009 sebagai pengganti Undang-Undang 23 Tahun 1997, fungsi daya tampung

dan daya dukung lingkungan sebagai dasar perencanaan dan pengendalian

pembangunan semakin diperjelas.

(4)

dan/atau risiko lingkungan hidup, melalui Kajian Lingkungan Hidup Strategis

(KLHS). Pada Pasal 19 dinyatakan bahwa untuk menjaga kelestarian fungsi

lingkungan hidup dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang

wilayah wajib didasarkan pada KLHS dan ditetapkan dengan memperhatikan daya

dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Dengan kata lain daya dukung dan

daya tampung lingkungan hidup menjadi inti dari proses penyusunan KLHS dan

RPPLH atau lebih jauh lagi menjadi

core business

dari kelembagaan lingkungan

hidup baik di pusat maupun di daerah.

Hasil kajian DDDTLH Ekoregion Sumatera ini disajikan dalam dua (2) seri buku

yang terdiri dari Buku 1 yang berisi deskripsi tentang Daya Dukung dan Daya

Tampung Lingkungan Hidup Ekoregion Sumatera Berbasis Jasa Ekosistem dan

Buku 2 yang berisi deskripsi Peta Ekoregion Sumatera Skala1:250.000.

Dengan selesainya kedua buku ini maka salah satu tahapan dalam proses

perencanaan pengendalian pembangunan dibidang lingkungan hidup dan

kehutanan di Ekoregion Sumatera telah dapat diselesaikan. Tahapan berikutnya

adalah bagaimana mengimplementasikan dan mengintegrasikan hasil-hasil kajian

ini kedalam perencanaan pembangunan di daerah. Tentu saja untuk sampai

ketahap itu bukanlah pekerjaan yang mudah, diperlukan upaya-upaya lanjutan

seperti misalnya mensosialisasikannya dan melakukan pendampingan kepada

pemerintah daerah dalam hal penyusunan dan pemanfaatan data dan informasi

DDDTLH.

Terakhir, ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah

memberikan kontribusi bagi terwujudnya kedua buku ini baik dari kalangan

akademisi, praktisi dan birokrasi, serta orang-perorang yang tidak dapat

disebutkan satu persatu. Selanjutnya, kami menyadari bahwa buku ini masih jauh

dari sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat

diharapkan. Terima kasih.

Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan

Ekoregion Sumatera,

(5)

Kata Pengantar i

Daftar Isi iii

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vi

DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK EKOREGION PULAU

SUMATERA ... A1 A.1 Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta

Ekoregion ... A1 A.2 Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan

Ekoregion Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000... A10 A.2.1 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir

dengan Pantai Berlumpur (M1)... A11 A.2.2 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir

dengan Pantai Berpasir (M2) ... A14 A.2.3 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut

(O1) ... A16 A.2.4 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu

Karang (O2) ... A17 A.2.5 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran

Fluvio-vulkanik (F1) ... A18 A.2.6 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2). A20 A.2.7 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran

Fluvio-marin (F3)... A26 A.2.8 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan

(A1)... A29 A.2.9 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng

Gunungapi (V1) ... A30 A.2.10 Satuan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi (V2) A38 A.2.11 Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Kaki

Gunungapi (V3) ... A43 A.2.12 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan

Struktural Patahan (S1.P); ... A46 A.2.13 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan

Struktural Patahan (S2.P) ... A46 A.2.14 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar

Pegunungan Struktural Patahan (S3.P1) …... A58 A.2.15 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar

Perbukitan Struktural Patahan (S3.P2) ... A58 A.2.16 Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan

Struktural Lipatan (S1.L) …... A61 A.2.17 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan

Struktural Lipatan (S2.L) ... A61 A.2.18 Satuan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar

Perbukitan Struktural Lipatan (S3.L2) ... A63 A.2.19 Satuan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan

(6)

Perbukitan Denudasional (D4) ... A67 DESKRIPSI KARAKTERISTIK HAYATI EKOREGION PULAU SUMATERA

B1

B.1 Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ... B3 B.2 Ekoregion Bentangalam asal proses Organik ... B5 B.3 Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial ... B6 B.4 Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik .... B10 B.5 Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik ... B12 B.6 Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik

(Struktural) ... B15 B.7 Ekoregion Bentangalam asal proses Denudasional... B17

Deskripsi Karakteristik Kultural Ekoregion Pulau

Sumatera

C1

C.1 Ekoregion Bentangalam asal proses Marin ... C1 C.2 Ekoregion Bentangalam asal proses Organik... C5 C.3 Ekoregion Bentangalam asal proses Fluvial... C8 C.4 Ekoregion Bentangalam asal proses Antropogenik.... C12 C.5 Ekoregion Bentangalam asal proses Vulkanik... C14 C.6 Ekoregion Bentangalam asal proses Tektonik

(7)

Tabel Hal. A.1.1 Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan

Beda Tinggi ... A3 A.1.2 Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian A5 A.1.3 Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau

Sumatera skala 1 : 250.000 ... A7 A.2.1 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion

Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di

Sumatera Barat ... A33 A.2.2 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion

Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan di Sumatera

Barat ... A53 A.2.3 Hasil Survei Lapangan Karakteristik Ekoregion

Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di

Sumatera Barat ... A56 B.1 Kepemilikan RTH di Pulau Sumatera ... B11 01 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :

250.000

Aspek Karakteristik Bentanglahan, Potensi, dan

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-Hayati (Abiotik) ... I-1 02 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :

250.000

Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan

Sumberdaya Hayati ... I-18 0.3 Deskripsi Karakteristik Ekoregion Sumatera Skala 1 :

250.000

Aspek Karakteristik, Potensi, dan Permasalahan

(8)

Gambar Hal. A.1.1 Kenampakan Struktur Kulit Bumi akibat Tenaga dan

Proses Geomorfologi yang bekerja dari dalam maupun permukaan Bumi

A4

A.1.2 Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan A6

A.2.1a Kenampakan Dusun I Pantai Cermin Kecamatan Parbaungan yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

A13

A.2.1b Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

A14

A.2.1c Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api (Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

A14

A.2.2a Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

A22

A.2.2b Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (kiri atas) di daerah Batanganai, Padang Pariaman, dengan jenis tanah asosiasi Aluvial-Vertisol yang mengandung lempung cukup tinggi dan akan mengalami retak-retak saat kekurangan air (kanan atas); dan kenampakan Sungai Batanganai yang mengalir sepanjang tahun, dengan material pasir dan batu sungai yang dimanfaatkan penduduk untuk dijual sebagai bahan bangunan

A24

A.2.2c Kenampakan Penggunaan Lahan Sawah pada satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) di daerah Kampuang Tengah, Lubuk Basuang, Agam, yang tersusun atas asosiasi tanah

(9)

gambut. Gambar bawah berupa vegetasi rawa pamah, yang mengindikasikan biota lahan rawa dataran rendah

A.2.3 Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin di Desa Pantai cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara, dengan tanah bertekstur pasir (dengan mineral utama pasir kuarsa), dan pemanfaatan lahan berupa Perkebunan Kelapa Sawit. Tanah berupa Aluvial dengan solum sedang (±60 cm) berwarna coklat abu-abu gelap

A28

A.2.4a Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi berupa bukit-bukit terisolasi hasil penerobosan magma (intrusif batuan gunungapi) yang ada di sepanjang daerah Sondi dan Saribudolok Kebupatan Simalungun hingga daerah Merek Kabupaten Karo di Provinsi Sumatera Utara. Pemanfaatan lahan yang ada di lereng dan kakinya pada umumnya sebagai lahan-lahan kebun campur tanaman produksi dan buah-buahan, serta perladangan tanaman semusim berupa sayur-sayuran dan palawija

A32

A.2.4b Kenampakan Lembah Anai (kanan atas) sebagai bagian dari Satuan Ekoregion Lereng Vulkanik, dengan Fenomena Air Terjun (kiri dan kanan tengah), terbentuk akibat patahan yang memotong topografi lereng pegunungan yang sangat terjal, sehingga sungai yang mengalir menjadi air terjun yang berada di sisi Jalan Raya Padang – Bukit Tinggi. Tampak aliran sungai (kanan bawah) sebagai kelanjutan dari air terjun, dan bertemu dengan sungai dari bagian hulu pegunungan yang lainnya.

A35

A.2.4d Kenampakan Danau Kawah Maninjau sebagai bagian dari Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi, denagn kekayaan Fauna Endemik Kera Ekor Panjang yang menghuni hutan-hutan di sekitarnya

A36

A.2.4e Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Gunungapi Talang Desa Rawang Gadang, Danau Kembar dengan penggunaan lahan Perkebunan Teh pada Kaki Gunungapi

A37

A.2.4f Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi di sekitar Danau Bawah, Gunungapi Talang

A37

A.2.4g Pemunculan Mataair Panas di Desa Bukik Gadang, Lembangjaya, Solok, yang merupakan bagian dari Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi

(10)

pemanfaatan lahan berupa lahan sawah irigasi tanaman padi dan tanaman semusim lainnya (palawija), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal dan ketersediaan sumber air irigasi dari aliran permukaan yang melimpah.

A.2.5b Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Hapoltakan, Kecamatan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian, kopi, dan kakao), dengan tanah Latosol yang subur memiliki solum tebal

A41

A.2.5c Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Kaki Gunungapi di Saribudolok, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara, dengan bentuk pemanfaatan lahan berupa lahan kebun campur tanaman palawija dan buah-buahan (durian dan kopi), dengan tanah Andosol berwarna hitam dan Latosol coklat tua yang subur memiliki solum tebal

A42

A.2.6 Kenampakan Satuan Ekoregion Dataran Kaki Gunungapi atau Lembah antar Pegunungan Vulkanik di daerah Sungai Landia, Sumatera Barat. Lahan yang subur dengan ketersediaan air yang melimpah, menyebabkan pertumbuhan permukiman cukup pesat dan lahan dimanfaatkan untuk pengembangan pertanian berupa sawah-sawah irigasi sederhana hingga setengah teknis. Fenomena bentanglahan seperti ini banyak dijumpai antara perbukitan dan pegunungan gunungapi di Sumatera Barat

A46

A.2.7a Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) di sekitar Danau Toba (gambar kanan atas) yang merupakan danau kaldera sekaligus danau patahan yang dikelilingi dinding kubah lava berpola relatif lurus akibat struktur patahan di Desa Panatapan, Kecamatan Merek, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Material penyusun perbukitan dan pegunungan struktural patahan berupa blok-blok lava basaltis dengan struktur berlapis (gambar bawah), yang mengalami pengangkatan dan patah membentuk dinding tegak memanjang (escarpment)

dengan lereng curam hingga sangat curam.

A50

A.2.7b Kenampakan Bidang Patahan (Escarpment) pada Ekoregion Bentanglahan Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan (gambar kiri atas) dan aliran Sungai Renun (gambar kanan atas dan tengah) yang mengikuti pola struktur patahan di Desa Sitinjo, Kecamatan Sidikalang, Kabupaten Dairi, Provinsi

(11)

kalsit dan marmer muda sebagai hasil metamorfosis batugamping (sebagai bahan bangunan, gambar kanan bawah

A.2.7c Air Terjun Lae Pandaroh yang terbentuk karena pemotongan topografi akibat struktur patahan, dengan debit aliran yang sangat besar dan berpotensi untuk pengembangan pariwisata alam

A52

A.2.7d Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Perbukitan Struktural Patahan dengan jalur bidang patahan

(escarpment) yang tegas yang berdampingan dengan Bentanglahan Dataran Aluvial (gambar atas) dengan batuan penyusun berupa batuan beku Diabast (kiri bawah) dan Batuapung (kanan bawah), yang dijumpai di daerah Batangarai, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

A54

A.2.7e Kenampakan Lembah Sihanouk (gambar atas) di Kota Bukit Tinggi, yang merupakan sebuah lembah memanjang yang curam pada lereng gunung berapi

(Baranco) dan berasosiasi dengan jalur patahan, sehingga membentuk lembah curam yang dibatasi oleh tebing tegak dan lurus di sisi kanan dan kirinya berbatuan andesit tufaan, sebagai jalan aliran lahar yang berkembang menjadi sungai perenial. Tampak struktur lapisan sedimen sungai berupa endapan laharik di bagian atas lapisan batuan dasar andesit tufaan (gambar kiri bawah), dan keterdapatan fauna endemik berupa kera ekor panjang (gambar kanan bawah) pada hutan di sekitarnya.

A55

A.2.7f Kenampakan Satuan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Taman Hutan Rakyat Hatta dengan lereng sangat curam dan hutan hujan tropis yang rapat (gambar atas), dengan tanah didominasi oleh Podsolik merah kekuningan (gambar kiri bawah), serta banyak pemunculan mataair dan rembesan akibat retakan, struktur patahan, dan pemotongan topografi pada tekuk-tekuk lereng (gambar kanan bawah

A57

A.2.7g Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Pegunungan Struktural Patahan di Danau Bawah, Desa Air Dingin, Lembah Gumanti, Solok, dengan aktivitas penambangan rakyat yang sangat intensif (gambar atas); kalsit dan marmer sebagai mineral tambang utama (gambar tengah), serta kenampakan aliran sungai dengan debit besar saat penghujan dan sedimen terlarut sangat tinggi akibat pengolahan lahan dan penambangan (kanan bawah).

A58

A.2.8 Kenampakan Ekoregion Bentanglahan Lembah antar Perbukitan dan Pegunungan Struktural Patahan, yang

(12)
(13)

DESKRIPSI KARAKTERISTIK FISIK (ABIOTIK)

EKOREGION PULAU SUMATERA

Pemetaan EKOREGION Sumatera Skala 1 : 250.000

A.1. Kerangka Fikir dan Teknik Penyusunan Peta Ekoregion

(14)

mempertimbangkan kesamaan dalam hal: karakteristik bentang alam (natural landscape), daerah aliran sungai, iklim, flora dan fauna asli, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat, dan hasil inventarisasi lingkungan hidup. Merujuk terhadap isi UUPPLH tersebut, maka identifikasi bentanglahan geografis memegang peranan penting dalam penyusunan satuan Ekoregion sebagai kerangka dasar bagi perumusan seluruh kegiatan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, sejak tahap perencanaan hingga pengawasan dan pengendaliannya. Dengan kata lain bahwa satuan ekoregion dapat dideskripsikan sebagai satuan ekosistem berbasis bentangalam atau bentanglahan (natural landscape) yang diintegrasikan dengan batas wilayah administrasi (regional) dan beberapa komponen lingkungan yang dipandang penting bagi suatu wilayah administrasi.

Menurut Verstappen (1983), bentangalam atau bentanglahan (natural landscape) merupakan bentangan permukaan bumi yang di dalamnya terjadi hubungan saling terkait (interrelationship) dan saling kebergantungan (interdependency) antar berbagai komponen lingkungan, seperti: udara, air, batuan, tanah, dan flora-fauna, yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan manusia. Bentanglahan tersusun atas 8 (delapan) unsur, yaitu: bentuk morfologinya (bentuklahan), batuan, tanah, udara, air, flora dan fauna, serta manusia dengan segala perilakunya terhadap alam. Artinya bahwa dengan memahami bentanglahan sebenarnya sudah cukup untuk mendeskripsikan ekoregion dengan lengkap, karena setiap satuan bentanglahan akan mencerminkan kondisi sumberdaya alam (aspek abiotik), yang mencakup kondisi morfologi, iklim, batuan, tanah, dan air, serta kerawanan lingkungan fisik; mencerminkan keberadaan atau keanekaragaman hayati (aspek biotik); dan mencerminkan bentuk manifestasi atau perilaku manusia terhadap alam (aspek kultural).

Berdasarkan definisi Verstappen (1983) tentang bentanglahan seperti yang telah disebutkan di atas, maka bentanglahan dapat dirinci lagi ke dalam satu-satuan yang lebih kecil dan spesifik, yang disebut dengan bentuklahan (landform). Karakteristik dan dinamika bentuklahan sangat ditentukan oleh perbedaan relief (morfologi), struktur dan proses geomorfologi, material penyusun (litologi), dan waktu (kronologi) (Strahler, 1983 dan Whitton, 1984 dalam Santosa, 1995 dan 2010). Bentuklahan adalah konfigurasi permukaan bumi yang memiliki morfologi atau relief khas, yang dikontrol oleh struktur tertentu, akibat bekerjanya proses-proses geomorfologi pada material batuan penyusunnya, dalam skala ruang dan waktu tertentu (Santosa, 2010). Berdasarkan pengertian ini, faktor-faktor penentu bentuklahan (Lf) dapat dirumuskan sebagai:

Lf = ƒ (T, P, S, M, K)

Keterangan: Lf (bentuklahan) T (morfologi atau topografi)

P (proses alam) S (struktur geologis)

(15)

Aspek-aspek penyusun satuan bentuklahan adalah morfologi, struktur, proses dan material. Setiap aspek penyusun satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap karakteristik dan sebaran komponen-komponen penyusun lingkungan, seperti: udara, tanah, air, batuan dan mineral, vegetasi, penggunaan lahan, serta perilaku manusia yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan dalam lingkungan tersebut.

Morfologi atau relief merupakan kesan atau kenampakan topografi di permukaan bumi yang berpengaruh terhadap homogenitas dan kompleksitas permukaan bumi, yang dikontrol oleh struktur di dalamnya dan terubah oleh proses geomorfologi yang bekerja pada material penyusunnya dalam skala ruang dan waktu tertentu. Perbedaan relief akan memberikan pengaruh pada tinggi-rendah, panjang-pendek, halus-kasar dan miring tidaknya suatu permukaan bumi (Verstappen, 1983). Aspek morfologi dapat diidentifikasi secara kuantitatif berdasarkan faktor kemiringan lereng dan beda tinggi, serta secara kualitatif berdasarkan kesan konfigurasi permukaan bumi atau relief. Untuk keperluan ini, interpretasi Peta Topografi atau Peta Rupa Bumi dan Citra SRTM (Suttle Radar Topographic Mission) sangat mendukung dalam klasifikasi kemiringan lereng dan beda tinggi (Santosa, 2010). Pada kegiatan penyusunan Ekoregion Pulau Sumatera berbasis bentanglahan skala 1 : 250.000, klasifikasi morfologi didasarkan atas kriteria yang ditetapkan oleh Verstappen (1983), yang diuraikan dalam Tabel A1.1.

Tabel A1.1. Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi

Lereng (%) Beda Tinggi (meter) Unit Relief Topografi

0 - 3 0 - 5 Datar

Dataran

3 - 8 5 - 25 Berombak / Landai

8 - 15 25 - 75 Bergelombang / Agak miring Lerengkaki / Kaki

15 - 30 50 - 200 Miring

Perbukitan

30 - 45 200 - 500 Agak curam

45 - 65 500 - 1000 Curam

Pegunungan

> 65 > 1000 Sangat curam

Sumber: Verstappen (1983) dengan modifikasi

(16)

terlipat (dome and folded) dan struktur berlapis terpatahkan (faulted) akibat proses pengangkatan tektonik (structurally), serta struktur tidak menentu akibat terdenudasi (denudasionally), seperti nampak pada Gambar A1.1.

Genesis dan kronologis proses pembentukan bentuklahan merupakan informasi penting dalam upaya penanganan dan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Sementara genesis juga mempengaruhi proses strukturisasi permukaan bumi, yang tercermin pada bentuklahannya. Thornbury (1954) menyatakan bahwa struktur geologi merupakan salah satu faktor pengontrol evolusi bentuklahan, sebaliknya bentuklahan dicerminkan oleh struktur geologinya. Konteks lain menyatakan bahwa struktur geologi sangat menentukan struktur geomorfologi, yang memberikan kenampakan yang khas pada bentuklahannya. Untuk mempelajari dan memahami genesis daerah penelitian secara lengkap, maka dilakukan telaah pustaka secara mendalam, berdasarkan berbagai rujukan atau hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada di daerah penelitian dan sekitarnya. Berbagai referensi yang dapat dijadikan dasar untuk mempelajari genesis wilayah kajian adalah: Bemmelen (1970) dan Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014), yang secara terinci diuraikan dalam dalam Tabel A1.2.

Gambar A1.1.

(17)

Tabel A1.2. Rujukan Utama untuk Analisis Genesis di Wilayah Kajian

Sumber Deskripsi Umum

Bemmelen (1970)

The Geology of Indonesia

Menjelaskan tentang genesis, stratigrafi geologis, dan berbagai formasi batuan penyusun di setiap bentanglahan asal proses di Indonesia.

Verstappen (2000, dalam Sutikno, 2014)

The Outline Geomorphology of Indonesia

Menjelaskan tentang genesis dan berbagai proses geomorfologi masa lampau, serta dinamika bentuklahan yang ada di Indonesia secara umum.

Sumber: Hasil Telaah Pustaka (2015)

Proses geomorfologi merupakan suatu bentuk perubahan fisik maupun kimiawi yang mampu mengikis dan/atau mengangkut material di permukaan bumi (Lobeck, 1939). Proses-proses tersebut mengakibatkan perubahan bentuklahan dalam waktu pendek maupun panjang yang disebabkan oleh tenaga geomorfologi. Lebih lanjut disebutkan bahwa proses yang bekerja pada masa lampau akan berpengaruh terhadap proses masa sekarang, dan proses yang terjadi pada saat ini dapat dipakai untuk menelusur proses yang terjadi pada masa lampau. Proses-proses geomorfik akan meninggalkan bekas pada bentuklahan, dan setiap proses geomorfik yang berkembang memberikan karakteristik tertentu pada bentuklahan (Thornbury, 1954). Proses geomorfologi yang terjadi sekarang lebih bersifat eksogen berupa pelapukan, pentorehan, pengangkutan dan gerak massa batuan, yang ternyata juga telah mengubah struktur geomorfologi aslinya dan menghasilkan bentukan-bentukan yang lebih kecil dan sangat kompleks (Santosa, 2014).

(18)

dan bentuklahan akibat aktivitas manusia atau antropogenik (A), seperti disajikan dalam Gambar A1.2. Perbedaan setiap satuan bentuklahan akan berpengaruh terhadap keterdapatan dan potensi sumberdaya, serta permasalahan lingkungan yang mungkin terjadi, sehingga satuan bentuklahan dapat dipakai sebagai pendekatan analisis dalam setiap kajian geomorfologi terapan, yang salah satu terapannya adalah dalam penyusunan ekoregion dan karakteristiknya di Pulau Sumatera.

Gambar A1.2. Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan (Santosa, 2014)

(19)

penyebarannya, sangat menentukan proses pelapukan dan erosi yang akan berpengaruh terhadap perkembangan bentuklahannya (Goldich, 1938; Bowen, 1972 dalam Santosa, 1995 dan 2014). Secara umum berdasarkan cara pembentukannya, jenis material penyusun bumi ini dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: batuan beku akibat pembekuan aliran magma, batuan sedimen akibat proses pengendapan material oleh berbagai tenaga geomorfologi, dan batuan malihan atau metamorfosis akibat proses penekanan yang begitu kuat dan lama dengan suhu yang sangat tinggi, yang menyebabkan perubahan struktur dan tekstur batuan asalnya. Pada penyusunan Peta Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 kali ini, belum memasukkan aspek batuan secara terinci sebagai komponen penyusun bentanglahan lainnya. Berdasarkan pertimbangan komponen morfologi, proses, dan strutkur penyusun bentanglahan, maka klasifikasi satuan Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000, seperti disajikan dalam Tabel A1.3.

Tabel A1.3. Klasifikasi Ekoregion Berbasis Bentanglahan Pulau Sumatera skala 1 : 250.000

Genesis Lereng &

Morfologi Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan

Marin 0 – 3 % Dataran

Pengendapan lumpur oleh

sungai dan gelombang Berlapis horisontal

M1 Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur Pengendapan pasir oleh

gelombang M2

Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir

Organik 0 – 3 % Dataran

Proses pembusukan mineral organik dan pembentukan gambut

Berlapis

horisontal O1 Dataran Gambut Proses pertumbuhan

terumbu karang pada pulau-pulau kecil lepas pantai

Tidak

berstruktur O2 Pulau Terumbu

Fluvial gunungapi oleh aliran

sungai Berlapis tersortasi

F1 Dataran Fluvio-vulkanik

0 – 3% Dataran

Proses pengendapan material aluvium oleh aliran sungai secara murni / umum

F2 Dataran Aluvial

Proses pengendapan oleh aktivitas marin masa lalu (di lapisan bagian bawah) dan tertutup oleh pengendapan aluvium oleh aliran sungai (di lapisan bagian atas)

F3 Dataran Fluvio-marin

Antropogenik

Bentuk adabtasi dan rekayasa manusia terhadap lahan, yang umumnya berasosiasi dengan bentanglahan vulkanik, fluvial, dan marin

Umumnya berlapis horisontal

(20)

Lanjutan Tabel A1.3.

Genesis Lereng &

Topografi Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan

Vulkanik

30 – >45% Bergunung

Proses utama aliran magma (vulkanism): lava dan lahar, pengendapan secara periodik sesuai intensitas erupsi, yang menempati morfologi

paling atas Berlapis secara mengerucut dan mengikuti pola lereng

V1 Kerucut dan Lereng Gunungapi

15 – 30% Berbukit

Pengendapan aliran piroklastik secara periodik dengan bantuan gravitasi, hujan, atau aliran sungai: kaki gunungapi menempati morfologi bagian tengah, dan dataran kaki gunungapi menempati morfologi paling bawah

V2 Kaki Gunungapi

8 – 15% terhadap lapisan batuan yang keras (batuan beku dan metamorfik), sehingga terbentuk plok patahan (horst)

Berlapis dengan dip-strike yang tegas

S1.P Pegunungan Struktural Patahan (Horst)

Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang plastik (batuan sedimen klastik dan organik), sehingga terlipat membentuk punggungan

S1.L Pegunungan Struktural Lipatan (Antiklinal)

30 – 45% Berbukit

Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang keras (batuan beku dan metamorfik), sehingga terbentuk plok patahan (horst)

Berlapis dengan dip-strike yang tegas

S2.P Perbukitan Struktural Patahan (Horst)

Pengangkatan tektonik terhadap lapisan batuan yang plastik (batuan sedimen klastik dan organik), sehingga terlipat membentuk punggungan

S2.L Perbukitan Struktural Lipatan (Antiklinal)

8 – 15% Dataran Bergelom-bang

Bagian atau morfologi yang turun (terban atau

graben) dari proses tektonik blok pegunungan patahan

Bagian atau morfologi yang turun (sinklinal) dari proses tektonik lipatan

(21)

Lanjutan Tabel A1.3.

Genesis Lereng &

Topografi Proses Geomorfologi Struktur Nama Ekoregion Bentanglahan

Denudasional

30 – 45% Degradasi permukaan bumi: erosional dan gerak massa batuan sangat dominan

Sangat dipengaruhi oleh tenaga endogennya: volkanik atau tektonik

D2 Perbukitan Denudasional

15 – 35% D3 Lerengkaki Perbukitan

Denudasional

3 – 15%

Proses deposisional material rombakan lereng (koluvium), yang dapat terbentuk akibat gaya gravitatif atau atas bantuan aliran sungai

Tidak berstruktur (material tercampur-aduk)

D4

Lembah antar Perbukitan Denudasional

Sumber: Hasil Analisis dan Perumusan Tim Ahli (2015)

(22)

Gambar A1.3. Pendekatan Kajian dan Kerangka Fikir Penyusunan Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup

A.2. Deskripsi dan Karakteristik Fisik (Abiotik) Satuan Ekoregion

Pulau Sumatera Skala 1 : 250.000

Berdasarkan hasil analisis dan perumusan satuan ekoregion bentanglahan berdasarkan aspek genesis, morfologi, proses, dan struktur lapisan batuannya, maka Peta Ekoregion Pulau Sumatera skala 1 : 250.000 terdiri atas 21 (dua puluh satu) satuan ekoregion yang berasal dari 7 (tujuh) genesis atau asal proses utama bentanglahan. Parameter deskripsi dan karakteristik aspek fisik (komponen abiotik) ekoregion bentanglahan yang akan diuraikan meliputi: (a) karakteritik bentanglahan (morfologi, proses pembentukan, struktur, dan material penyusun secara umum); (b) potensi

Implementasi Strategi dan Program Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Karakteristik Lingkungan

Hidup Spasial berbasis Sistem Informasi Geografis

Citra Penginderaan Jauh Peta Topografi Peta Geologi

Interpretasi Relief dan Proses Geomorfologi

Interpretasi Relief dan Kelerengan

Interpretasi Struktur dan Materi Penyusun

Cek Lapangan

Satuan Bentuklahan sebagai Satuan Terkecil Ekologi Bentanglahan

Inventarisasi Data

Analisis dan Evaluasi

Karakteristik Lingkungan A-B-C Potensi dan Masalah

PETA EKOREGION

(23)

sumberdaya alam non-hayati (iklim, mineral, tanah dan penggunaan lahan, air permukaan dan airtanah, serta arahan fungsi lahan sebagai jasa lingkungan secara umum); dan (c) permasalahan sumberdaya alam non-hayati dan kerawanan lingkungan. Selanjutnya deskripsi dan karakteristik setiap satuan ekoregion bentanglahan, akan disampaikan sebagaimana berikut ini.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES MARIN

A.2.1. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur (M1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini.

 Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <15 meter.

 Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) yang berasosiasi dengan aliran sungai (fluvial) yang membawa material sedimen terlarut tinggi, diendapkan di sepanjang kanan-kiri muara membentuk rataan lumpur (mudflat) atau rawa-rawa payau (salt marsh) dan delta.

 Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen terlarut yang tinggi dari daratan yang dibawa oleh aliran sungai, dan didukung oleh kondisi di sekitar muara yang datar dan gelombang yang tenang, maka bentanglahan pesisir yang seperti ini dapat disebut sebagai pesisir hasil pengendapan dari daratan (sub-aerial deposition coast).

 Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa lumpur (mud), yaitu campuran antara lempung dan pasir halus.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini.

 Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.

(24)

 Proses pengendapan material lumpur yang sangat intensif oleh aliran sungai yang bermuara pada bentanglahan ini, sangat berpotensi untuk membentuk lahan-lahan baru, yang berupa rataan pasang-surut (tidalflat) dan delta.

 Tanah yang mungkin berkembang dengan kandungan lempung yang tinggi adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Material lempung mempunyai sifat mampu menjerab atau menjebab air apalagi air yang bersifat elektrolit (air asin), sehingga airtanah pada bentanglahan ini secara keseluruhan berasa asin. Substrat berlumpur dengan kandungan airtanah asin, merupakan media pertumbuhan vegetasi magrove yang sangat, yang berpotensi membentuk ekosistem hutan mangrove yang lebat dan mempunyai fungsi sangat penting secara fisik, kimia, ekologis (biologis), sosial ekonomi, dan pendidikan.

 Potensi lain dari kondisi tanah lempung bergaram adalah memungkinkan untuk pengembangan area tambak (udang dan bandeng) pada musim penghujan dan tambah garam pada kemarau.

 Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas (perikanan darat), dengan fungsi utama sebagai kawasan lindung sempadan pantai, dengan hutan mangrove sebagai zona lindungnya.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berlumpur, seperti diuraikan berikut ini.

 Kondisi morfologinya yang berupa dataran yang berada pada bagian paling hilir aliran sungai dan langsung ketemu laut, maka aliran sungai terhenti, yang berpotensi meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir, drainase buruk, lingkungan kumuh, pencemaran, dan kesehatan masyarakat buruk.

 Infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser.

 Karena genesisnya merupakan hasil proses pengendapan fluvial dengan material lempung dan berada di sekitar muara sungai, maka juga berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut, yang berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi pula.

(25)

 Pengendapan material sedimen yang intensif menyebabkan pendangkalan muara (estuari), laguna, dan perairan laut dangkal, yang berpotensi menurunnya produktivitas penangkapan perikanan laut.

 Masalah lainnya adalah konversi hutan mangrove untuk lahan tambak (ilegal logging), pertumbuhan permukiman yang tidak teratur, dan meningkatnya biaya konservasi lingkungan.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi : Pantai Cermin Kanan (Dusun I), Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Swerdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0498115; 0402990

Karakteristik : Lereng < 3%, elevasi ±5 meter dpal, material berupa lumpur berpasir (kuarsa), daerah pasang-surut air laut.

Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), air permukaan berupa genangan air laut dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 34.900 µmhos/cm (sangat asin).

Tanah aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu, struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang.

Ekosistem hayati berupa Hutan Mangrove dengan vegetasi dominan Api-api (Avecinea sp.), Nipah (Nifa fruticans), dan mangrove ikutan berupa semak-semak.

Pemanfaatan lahan sebagai lahan permukiman pedesaan dengan pola mengelompok, dan matapencaharaian utama adalah nelayan dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Banjir air laut pasang secara periodik dan abrasi pantai.

(26)

Gambar A2.1b Kenampakan Tanah Aluvial dengan solum tebal, tekstur pasir berdebu (pasir kuarsa), struktur lepas-lepas, pH<4, dan kandungan bahan organik (BO) sedikit hingga sedang, pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara (Foto: Langgeng W.S., November 2015)

Gambar A2.1c Kenampakan Ekosistem Hayati Hutan Mangrove dengan vegetasi utama Api-api

(Avecinea sp.) dan Nipah (Nifa fruticans) yang terdapat pada Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir Pantai Berlumpur di Dusun I, Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

(Foto: Langgeng W.S., November 2015)

A.2.2. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir (M2)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah pesisir Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini.

(27)

 Secara genesis, bentanglahan ini terbentuk akibat pengendapan material sedimen pasir oleh aktivitas gelombang di sepanjang minatkat pantainya, sehingga bentanglahan ini dapat disebut sebagai pesisir hasil proses pengendapan gelombang (marine deposition coast).

 Material atau batuan utama penyusunnya berupa bahan-bahan aluvium marin berupa pasir marin (sand).

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir, seperti diuraikan berikut ini.

 Bentanglahan ini terletak pada tepian laut (pesisir dan pantai), sehingga suhu udara terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan.

 Material berupa bahan-bahan aluvium endapan pasir marin, sebagai hasil proses pengendapan gelombang.

 Proses pengendapan material pasir sangat intensif oleh gelombang yang membentuk berbagai fenomena, seperti: gisik (beach), gisik penghalang (barrier beach), maupun beting gisik (beach ridges).

 Tanah relatif belum berkembang, tetapi masih berupa bahan induk tanah (parent material) atau regolith, sehingga terkadang dapat dikelompokkan sebagai tanah Regosol (tanah pasiran).

 Material pasir pada mintakat pantai dan pesisir ini merupakan media potensial untuk menangkap dan menyimpan air hujan, sehingga berpotensi membentuk akuifer yang baik dengan kandungan airtanah yang tawar dan berpotensi sebagai sumber air bersih.

 Melihat karakteristik dan kedudukannya, maka secara keruangan wilayah ini dapat dikembangkan untuk berbagai fungsi, seperti: kawasan lindung sempadan pantai, pertanian lahan kering tanaman semusim, atau kawasan wisata alam pantai. Pasir marin yang membentuk gisik dan beting gisik dapat berfungsi sebagai peredam gelombang tsunami, sehingga rayapan gelombang (run up) nya tidak sampai jauh ke daratan.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan

secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Pesisir dengan Pantai Berpasir yang sering muncul lebih disebabkan oleh sifat material pasir penyusunnya, yang merupakan material lepas-lepas dengan panyak pori-pori, sehingga berpotensi untuk terjadinya:

 intrusi air laut, jika penurapan airtanah di pantai dan pesisirnya melebihi kemampuan daya tampung akuifernya;

(28)

 konflik lahan akibat tumpah tindih kepentingan dan kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir, khususnya permasalahan fungsi ruang, yaitu antara fungsi lindung dan fungsi budidaya sesuai potensi pengembangannya.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ORGANIK

A.2.3. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Gambut (O1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini.

 Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai, kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%).

 Asal proses utama adalah aktivitas organik, yaitu hasil pembusukan sisa aktivitas vegetasi lahan basah, seperti rawa-rawa pada dataran rendah (low land), yang kemudian membentuk lapisan gambut yang relatif tebal dengan penyebaran luas di dataran rendah bagian timur Sumatera.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Gambut, seperti diuraikan berikut ini.

 Relatif beriklim basah dengan curah hujan tinggi, yang umum terjadi pada bentanglahan seperti ini.

 Secara genetik, material penyusun berupa gambut (sedimen organik), sebagai hasil proses pembusukan dan reduksi bahan-bahan organik pada lingkungan perairan daratan yang menggenang, seperti rawa-rawa.

 Potensi sumberdaya mineral adalah gambut dan humus, sebagai bahan organik yang berpotensi menyuburkan tanaman apabila dicampur dengan tepung batugamping.

 Pemanfaatan lahan secara umum untuk lahan sawah, kebun, ladang, atau bentuk usaha pertanian lainnya, dan lahan-lahan dibiarkan berupa semak-semak.

Sesuai dengan genesisnya, pada satuan Ekoregion Dataran Gambut mempunyai Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati secara relatif dan rentan atau berpotensi terhadap Kerawanan Lingkungan, yaitu:

 kualitas sumberdaya air dan tanah yang rendah, karena sifat kemasaman yang sangat tinggi (pH sangat rendah, mencapai <4), atau kandungan sulfat (SO4=) yang tinggi akibat proses reduksi bahan-bahan organik yang menghasilkan lepisan pirit;

(29)

 dampak dari kegiatan pembakaran lahan adalah pencemaran udara yang sangat tinggi, hingga mengganggu pandangan (bagi penerbangan dan transportasi darat), sampai kesehatan manusia; serta

 dampak pencemaran udara dapat mencapai jarak sangat jauh, hingga ke negara tetangga, bergantung arah dan kecepatan angin, seperti: Malaysia dan Singapura.

A.2.4. Satuan Ekoregion Bentanglahan Pulau Terumbu Karang (O2)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Bengkulu, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini.

 Topografi berupa dataran, dengan morfologi atau relief datar hingga landai, kemiringan lereng secara umum 0-3%, hingga berombak (3-8%).

 Asal proses utama adalah aktivitas organik (terumbu karang) pada zona laut dangal (lithoral), yang kemudian mengalami pengangkatan daratan atau penurunan muka air laut, sehingga terumbu karang muncul ke permukaan dan mengalami metamorfosis membentuk batugamping terumbu (CaCO3).

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang, seperti diuraikan berikut ini.

 Relatif beriklim kering dengan curah hujan rendah (hujan konveksi), yang umum terjadi pada bentanglahan seperti ini.

 Secara genetik, material penyusun adalah batuan sedimen organik atau non klastik berupa batugamping terumbu atau koral sebagai hasil proses pengangkatan dan metamorfosis terumbu karang.

 Potensi sumberdaya mineral adalah bahan galian golongan C, berupa batugamping terumbu dan pasir marin sebagai hancuran batugamping terumbu.

 Sifat material batugamping terumbu yang banyak diaklas dan lubang-lubang pelarutan, menyebabkan material ini tidak mampu menyimpan air dengan baik. Airtanah dijumpai berupa airtanah dangkal atau airtanah bebas dengan potensi sangat terbatas dan input utama air hujan, dijumpai pada gisik-gisik pantainya yang bermaterial pasir. Mataair juga relatif sulit dijumpai pada satuan ini, dan tidak berkembang sistem hidrologi permukaan.

(30)

yang berupa material pasir terumbu berwarna putih, dan bersifat lepas-lepas (granuler).

 Pemanfaatan lahan secara umum untuk pariwisata alam dan jasa lingkungan, permukiman dan berfungsi sebagai habitat keanekaragaman hayati lingkungan perairan laut dangkal (taman laut).

Secara relatif satuan Ekoregion Pulau Terumbu Karang akan rentan atau berpotensi terhadap Permasalahan Sumberdaya Alam non-Hayati dan Kerawanan Lingkungan, sebagai berikut:

 pencemaran airtanah dan perairan lautnya oleh aktivitas pariwisata;

 kerusakan ekosistem terumbu karang;

 kenaikan permukaan air laut dan tsunami pada daerah yang berhadapan dengan zona penunjaman samudera, seperti di pantai barat Sumatera; serta

 kekeringan dan degradasi sumberdaya air.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES FLUVIAL

A.2.5. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-vulkanik (F1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini.

 Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 3-8%, beda tinggi rerata <25 meter.

 Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahan-bahan piroklastik endapan lahar, dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan pengendapan secara periodik.

 Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lahar dan aliran sungai, berupa pasir, kerikil, dan kerakal, dengan sedikit debu dan lempung.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, seperti diuraikan berikut ini.

(31)

 Material berupa bahan-bahan piroklastik hasil erupsi gunungapi, yang umumnya didominasi oleh bahan-bahan lepas-lepas, seperti pasir, kerikil, dan kerakal hasil proses endapan lahar, yang apabila berada di sungai dapat menjadi sumber galian golongan C, sebagai bahan bangunan.

 Tanah berkembang dengan baik, solum tanah tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur pasir bergeluh, struktur remah hingga sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang subur.

 Mataair sudah jarang dijumpai karena sudah berada di luar jalur sabuk mataair (spring belt). Namun demikian, bentanglahan ini lebih berperan sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat potensial dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik.

 Aliran sungai semakin berkembang dengan lembah sungai semakin melebar, landai, dan stabil, yang berfungsi sebagai media transport material dari hulu ke hilir, dan persifat mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent).

 Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan produktif berupa sawah dengan irigasi intensif dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanamn padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk sangat berkembang.

 Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sebagian bagian paling bawah dari morfologi gunungapi, sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah pencadangan airtanah (storage groundwater) dan daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (perkotaan), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-vulkanik, diuraikan berikut ini.

 Kondisi morfologi yang berupa dataran yang luas dan mengarah ke kaki dan lereng gunungapi merupakan jalur potensial bagi pergerakan angin menuju ke pegunungan, sehingga berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata.

(32)

 Perkebangan kota dengan infrastruktur penutupan permukaan tanah, memicu terjadinya banjir kota pada musim penghujan.

A.2.6. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial (F2)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini.

 Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter.

 Terbentuk dari proses utama aliran sungai (fluvial) yang membawa material bahan-bahan aluvium dari berbagai sumber didaerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land) dengan struktur berlapis tersortasi baik (kasar di bagian bawah dan halus di bagian atas, secara berulang), yang menunjukkan periodisasi pengendapannya.

 Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, seperti diuraikan berikut ini.

 Karena kedudukannya pada dataran rendah, maka suhu udara terasa hangat hingga panas, bergantung musim. Kondisi udara sangat dipengaruhi oleh kondisi perkembangan wilayah.

 Material berupa bahan-bahan aluvium tersortasi dengan baik sebagai hasil proses pengendapan aliran sungai, dengan jenis mineral bergantung sumber asal material di bagian hulu (hinterland).

 Tanah berkembang dengan baik, solum tanah sangat tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur geluh pasir berlempung, struktur gumpal membulat hingga remah dengan sedikit menggumpal, membentuk tanah-tanah Aluvial yang sangat subur.

(33)

 Aliran sungai mulai kelebihan bebas sehingga membentuk pola saluran mulai berkelok, lembah sungai semakin melebar, landai, dan tidak stabil lagi karena mulai terjadi proses pengendapan beban sedimen terlaut. Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent).

 Pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk pengembangan sawah irigasi intensif dan teknis, dengan produktivitas sangat tinggi (dapat 4 kali tanaman padi dalam setahun) karena tanah yang subur dan ketersediaan air melimpah, dan permukiman penduduk juga terus berkembang.

 Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), sehingga secara hidrogeomorfologi berfungsi sebagai daerah penurapan airtanah (discharge area) yang berperan sebagai cekungan hidrogeologi dengan akuifer yang potensial dan penyebaran luas. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian (lumbung padi) dan pengembangan permukiman (pedesaan atau transisi desa-kota), dengan pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas yang sangat mudah.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Aluvial, diuraikan berikut ini.

 Kondisi morfologi yang berupa dataran yang sangat luas, berpotensi menciptakan angin puting beliung apabila kondisi tekanan udara tidak stabil dan tidak merata.

 Perkembangan wilayah memicu masalah pemanfaatan lahan dan konflik penataan ruang berupa konversi lahan sawah menjadi lahan-lahan permukiman, pengembangan wilayah perkotaan, konflik sosial, dan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi - 01 : Desa Sei Rampah dan Desa Sukadamai, Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0515750; 0384784

Karakteristik : Lereng < 3%, elevasi ±6 meter dpal, material aluvium endapan sungai, Daerah Aliran Sungai Rambang.

Air minum berasal dari air PDAM (sumur bor dalam), airtanah dangkal, air permukaan berupa aliran Sungai Rambang dengan nilai daya hantar listrik (DHL) 114,5 µmhos/cm (tawar), debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial), air berwarna keruh kecoklatan.

(34)

Pemanfaatan lahan berupa lahan pertanian sawah irigasi dengan tanaman padi; kebun campur dengan tanaman berupa jagung, ketela pohon, tebu, dan sagu; serta perkebunan kelapa sawit.

Pemanfaatan lahan lain sebagai lahan permukiman pedesaan dan perkotaan dengan pola mengtikuti jalan, dan matapencaharaian utama adalah petani dan pedagang, dengan etnis campuran, yaitu: Jawa, Melayu, dan China.

Permasalahan : Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk dataran banjir di sekitar aliran sungai (terbentuk rawa-rawa air tawar yang ditumbuhi vegetasi ilalang).

Gambar A2.2a. Kenampakan aliran Sungai Rambang di Desa Sei Rampah dengan bentuk pemanfaatan lahan di sekitarnya berupa kebun campur dengan tanaman jagung, ketela pohon, dan sagu (gambar atas); dan kenampakan lahan sawah irigasi tanaman padi, serta perkebunan kelapa sawit di Desa Sukadamai (gambar bawah), yang merupakan Ekoregion Bentanglahan Dataran Aluvial di Kecamatan Sei Bambam, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara

(35)

Lokasi - 02 : Desa Pasar Usang, Kecamatan Batanganai, Kabupaten Padang Pariaman, Provinsi Sumatera Barat

Koordinat : 00° 44’ 24.9” LS; 100° 18’ 57.4” BT

Lokasi - 03 : Desa Kampuang Tengah, Kecamatan Lubuk Basuang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat

Koordinat : 47M 0609842; 9964243

Karakteristik : Relief datar, dengan lereng datar hingga landai (0-15%), topografi dataran, dan elevasi ± 21 meter dpal. Tersusun atas batuan sedimen aluvium sungai, berbatasan dengan aluvium marin. Dikontrol oleh struktur berlapis horisontal tersortasi baik. Dinamika proses yang potensial terjadi berupa pengendapan dan banjir akibat luapan aliran sungai. Secara genesis, pada awalnya berupa dataran marin dengan endapan material aluvium marin di bagian bawah, dan tertutup oleh material aluvium sungai (fluvial) di bagian atas.

Sumberdaya Udara

Saat pengukuran udara cerah dan cukup panas, suhu 30.9°C, dan kecepatan angin 1.9 - 3.6 meter/detik (sepoi-sepoi).

Sumberdaya Air

Terdapat aliran Sungai Batanganai dengan kondisi air agak keruh (sedimen terlarut rendah), tawar, dan tidak berbau. Debit aliran cukup besar dan mengalir sepanjang tahun (perennial), bahkan pada musim penghujan sering meluap yang menyebabkan banjir dan menggenangi permukiman di sekitarnya. Menurut penuturan penduduk, periode banjir ulang berpola 10 tahunan, dengan banjir besar terakhir terjadi pada tahun 2000. Nilai daya hantar listrik (DHL) air sungai sebesar 144 µmhos/cm (air tawar), pH sebesar 8.3, suhu air 30.1°C, dan total sedimen terlarut (TDS) sebesar 96 ppm.

Airtanah relatif dangkal (< 7 meter dpt), tetapi penduduk lebih banyak memanfaatkan air PDAM sebagai sumber air domestik (rumah tangga) yang berasal dari mataair pada tekuk perbukitan di sekitarnya.

Sumberdaya Lahan

Tanah penyusun sangat tebal berwarna coklat gelap, bertekstur lempung berdebu, struktur gumpal membulat, konsistensi agak lekat hingga lekat (saat basah), teguh (saat lembab), dank eras (saat kering), dengan drainase baik hingga agak terhambat. Daya dukung sedang hingga tinggi, pH 6 - 7, kandungan bahan organik (BO) tinggi, mangan (Mn) sedang, dan tidak mengandung karbonat (CaCO3), yang menyebabkan tanah relatif subur dan potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan.

(36)

Budidaya pertanian tanaman pangan dengan 2 hingga 3 kali padi (irigasi sederhana hingga setengah teknis) dan 1 kali palawija dalam setahun; di samping juga permukiman penduduk dengan pola menyebar dan mengikuti jalan.

Sumberdaya Mineral

Terdapat kegiatan penambangan rakyat berupa penambangan pasir dan batu kali (secara tradisional dengan mengambil dari dasar sungai menggunakan perahu), serta tanah urug dengan menggunakan bego dan truk yang mencapai ±100 truk sehari.

Sumberdaya Hayati

Fauna endemik berupa babi hutan (celeng) dan ular sawah, selebihnya berupa fauna domestik.

(37)
(38)

A.2.7. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Fluvio-marin (F3)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, Kep. Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Kep. Bangka Belitung, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini.

 Morfologi dataran dengan relief datar dan terkadang agak cekung, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter.

 Terbentuk dari proses utama aktivitas gelombang (marine) pada masa lalu yang membentuk endapan lempung marin di bagian bawah, dan sekarang tertutup oleh endapan sungai (fluvial) yang membentuk lapisan aluvial di bagian atas.

 Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai di bagian atas berupa campuran lempung dan pasir fluvial, dan endapan lempung marin (biasanya berwarna keabu-abuan) yang membentuk lapisan di bagian bawah.

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, seperti diuraikan berikut ini.

 Bentanglahan ini merupakan daerah transisi daratan dengan pesisir, sehingga suhu udara mulai terasa panas karena pengaruh uap air laut, dan akan semakin apabila pada bentanglahan ini berkembang wilayah perkotaan hingga pesisirnya.

 Material berupa bahan-bahan aluvium dengan lapisan lempung laut di bagian bawah sebagai tinggalan hasil proses marin masa lalu, dan lapisan lempung berpasir di bagian atas sebagai hasil proses fluvial masa kini.

 Tanah yang mungkin berkembang berupa tanah Aluvial Hidromorf atau Aluvial Gleisol dengan solum yang relatif masih tebal, berwarna relatif gelap kehitaman, tekstur lempung bergeluh, struktur gumpal membulat, dengan drainase buruk. Jenis tanah lain yang mungkin berkembang pada daerah dengan lempung lebih tinggi dan dominan adalah tanah Vertisol atau Grumusol, struktur gumpal dengan konsistensi teguh, dan drainase sangat buruk. Pada kedua jenis tanah ini seringkali terdapat lapisan gambut yang relatif tebal, yang menyebabkan tanah masam (pH rendah) dan menjadi kendala bagi usaha pengembangan lahan pertanian produktif.

(39)

(burried valley), serta banyak dijumpai fenomena igir di tengah sungai (levee ridges) atau gosong sungai (sand point). Sifat aliran sungai mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), debit aliran besar dengan sedimen terlaut yang tinggi, sehingga seringkali air berwarna sangat keruh. Pada bagian muara sungai sering dijumpai rataan lumpur (mud flat), rawa-rawa payau (salt marsh), dan berujung pada pembentukan suatu delta.

 Pemanfaatan lahan bersifat budidaya berupa sawah irigasi dengan pola surjan (selang-seling saluran dan guludan), dengan produktivitas sedang karena berbagai kendala sifat tanah masam dan penggenangan atau banjir. Permukiman juga tumbuh dengan baik, namun terkadang terkendala sumber air bersih dan pengembangan aksesibiltas karena sifat kembang-kerut tanah yang tinggi, menyebabkan bangunan infrastruktur cepat atau mudah rusak.

 Bentanglahan ini termasuk daerah bawahan (low land), dengan beberapa kendala alami terkait sifat akuifer aliran sungai. Oleh karena itu secara keruangan lebih baik ditetapkan sebagai kawasan budidaya pertanian terbatas dan pengembangan permukiman (pedesaan), dengan keterdapatan kendala pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas akibat sifat tanahnya.

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Dataran Fluvio-marin, diuraikan berikut ini.

 Kondisi morfologinya yang berupa dataran relatif agak cekung dan berada pada bagian hilir aliran sungai dan merupakan daerah transisi dari fluvial ke wilayah pesisir, maka kecepatan aliran sungai sedikit terhambat, yang menyebabkan meluapnya aliran sungai pada saat debit aliran besar ketika musim penghujan, yang berpotensi terhadap proses penggenangan dan banjir.

 Material penyusun yang didominasi oleh endapan lempung yang mempunyai sifat kembang kerut tanah yang tinggi, yang menyebabkan bangunan infrastruktur jalan aspal dan pondasi bangunan lainnya cepat rusak, patah, atau menggeser.

 Karena genesisnya merupakan hasil proses marin masa lalu, berpotensi untuk dijumpainya jebakan-jebakan air laut purba pada endapan lempung marin yang telah terkubur oleh endapan fluvial masa kini, yang selanjutnya berpengaruh terhadap airtanah berasa payau hingga asin, dengan nilai daya hantar listrik tinggi.

Contoh Kenampakan Ekoregion Bentanglahan

Lokasi : Desa Pantai Cermin, Kecamatan Parbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara

Koordinat : 47N 0494812; 0398053

(40)

Airtanah dangkal, jernih, dengan nilai daya hantar listrik (DHL) <1.000 µmhos/cm (tawar), dan aliran permukaan berupa Sungai Ular dengan debit aliran besar dan bersifat mengalir sepanjang tahun (perenial).

Tanah aluvial dengan warna coklat abu-abu gelap (10YR 3/2), solum cukup tebal (±60 cm), tekstur pasir, struktur lepas-lepas, drainase baik, pH 5.8, daya dukung tinggi (pnetrometer 3 kg/m2), dan kandungan bahan organik (BO) relatif sedikit.

Pemanfaatan lahan berupa lahan perkebunan kelapa sawit.

Permasalahan : Banjir luapan aliran sungai secara periodik, sehingga membentuk dataran banjir di sekitar aliran sungai, dan konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit.

Gambar A2.3.

(41)

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES ANTROPOGENIK

A.2.8. Satuan Ekoregion Bentanglahan Dataran Perkotaan (A1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah perkotaan provinsi dan kabupaten atau kota di seluruh Pulau Sumatera.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Dataran Perkotaan, seperti diuraikan berikut ini.

 Morfologi dataran dengan relief datar, kemiringan lereng 0-3%, beda tinggi rerata <25 meter.

 Asal-usul terbentuk pada dasarnya karena proses utama aliran sungai (fluvial) yang mengendapkan bahan-bahan aluvium dari berbagai sumber di daerah hulu (hinterland) dan diendapkan di bagian bawah (low land), yang kemudian dikembangkan oleh manusia untuk wilayah perkotaan.

 Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil pengendapan aliran sungai, berupa batu dan kerakal membentuk lapisan di bagian bawah, kemudian di atasnya terbentuk lapisan kerikil, pasir, dan yang paling atas lapisan dengan ukuran material sedimen halus, berupa debu dan lempung.

Pada prinsipnya Potensi Sumberdaya Alam mempunyai kemiripan dengan dataran aluvial, sesuai dengan genesis bentanglahannya, yaitu:

 beriklim sejuk bagi yang ada di daerah dataran tinggi dan panas bagi yang berkembang di wilayah pesisir;

 material penyusun berupa bahan-bahan aluvium hasil proses pengendapan aliran sungai;

 tanah yang berkembang adalah tanah-tanah Aluvial yang sangat subur;

 berpotensi sebagai cekungan hidrogelogi dengan akuifer sangat baik dan persebaran sangat meluas, airtanah dangkal dengan ketersediaan tinggi dan kualitas baik;

 sungai umumnya mengalir sepanjang tahun (perenial), akibat input dari air hujan dan airtanah (effluent), dan berpola aliran dendritik;

 pemanfaatan lahan bersifat budidaya dan sangat produktif untuk permukiman, yang berselang-seling dengan pertanian sawah irigasi teknis dengan produktivitas sangat tinggi; dan

 pembangunan infrastuktur dan aksesibiltas sangat mudah.

Perkembangan wilayah berpotensi memicu munculnya berbagai Masalah atau Kerawanan Lingkungan, seperti:

(42)

 tumpang tindih kepentingan dalam pengembangan infrastruktur wilayah perkotaan;

 permasakahan sampah dan limbah perkotaan, yang menyebabkan pencemaran air, tanah, dan udara, yang bergantung kepada tingkat perkembangan wilayahnya; serta

 permasalahan banjir kota akibat penutupan permukaan tanah oleh bangunan dan jalan, serta sistem drainase perkotaan yang buruk atau tidak memadahi, yang menyebabkan proses infiltrasi air hujan menjadi terhambat.

EKOREGION BENTANGLAHAN ASAL PROSES VULKANIK

A.2.9. Satuan Ekoregion Bentanglahan Kerucut dan Lereng Gunungapi (V1)

Cakupan wilayah pada satuan ekoregion bentanglahan ini menempati area di sebagian wilayah Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, dan Lampung.

Karakteristik Bentanglahan pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini.

 Morfologi puncak gunungapi dengan relief sangat curam, lereng 30 hingga >45%, beda tinggi >500 meter, dengan ketinggian >1000 meter dari permukaan air laut.

 Terbentuk dari proses utama aliran magma (vulkanism), dengan struktur pengendapan secara periodik dan membentuk sistem perlapisan secara mengerucut.

 Material atau batuan utama penyusun berupa bahan-bahan piroklastik hasil pengendapan aliran lava, lahar, dan material jatuhan (airborne deposite).

Potensi Sumberdaya Alam Non-hayati secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini.

 Karena ketinggiannya yang berada di atas 1.000 meter dari permukaan air laut, maka sesuai hukum barometris suhu udara sangat dingin dan udara relatif lebih lembab, akibat tingginya kandungan uap air di udara.

 Material masih berupa material segar, yang dapat berupa agregat atau bongkahan (block lava) maupun lepas-lepas (seperti pasir dan kerikil endapan lahar).

 Pada gunungapi yang tidak aktif (post volcano) atau masa istirahat, mulai terbentuk tanah-tanah muda yang masih menunjukkan bahan material tanah (parent material atau regolith).

(43)

 Pada bagian tekuk lereng di bawah morfologi lereng gunungapi, mulai mucul mataair topografik sebagai bagian dari jalur pertama sabuk mataair (spring belt) dan menjadi hulu sebuah sungai (cabang pertama).

 Pada tekuk lereng di bawah morfologi lereng, mulai muncul aliran sungai yang bersumber dari sebuah mataair, dengan bentuk lembah vertikal, sangat curam, sempit, dan dalam, sehingga seringkali dijumpai penyempitan aliran (rapid valley) dan pembentukan air terjun (waterfall) yang besar akibat pemotongan topografi atau proses pembekuan lava yang tiba-tiba dan membentuk topografi berupa dinding terjal (sudden stop of lava flow), seperti: Lembah Anai dan Sihanouk di Bukit Tinggi. Aliran air dan air terjun tersebut dapat dimanfaatkan sebagai energi alternatif pembangkit listrik (mikrohidrolika).

 Pada gunungapi dengan ketinggian puncak (kerucut dan lereng) di bawah 1.500-2.000 meter, yang secara hidrogeomorfologi dapat berfungsi sebagai daerah pengisian air hujan (recharge area) atau tangkapan air hujan (cathment area), dan secara keruangan berfungsi sebagai kawasan lindung (protected area).

Permasalahan Sumberdaya Alam Non-hayati dan Kerawanan Lingkungan secara umum pada satuan Ekoregion Kerucut dan Lereng Gunungapi, seperti diuraikan berikut ini.

 Pada gunungapi yang masih aktif, merupakan zona bahaya utama akibat ancaman aliran lava, lahar, dan awan panas, yang langsung mengalir dari kepundan atau kawah utamanya.

 Pada gunungapi yang masih aktif, belum terbentuk tanah karena material masih baru (fresh) dan belum menunjukkan tanda-tanda proses pembentukan tanah (pedogenesis).

 Pada gunungapi yang tidak aktif atau sedang istirahat, akibat lereng yang sangat curam, material belum padu, dengan curah hujan tinggi, maka menyebabkan potensi bencana alam berupa longsor lahan.

Gambar

Tabel A1.1. Klasifikasi Morfologi Berdasarkan Kemiringan Lereng dan Beda Tinggi
Gambar A1.1.
Gambar A1.2. Berbagai Fenomena Genesis Bentuklahan (Santosa, 2014)
Gambar A1.3.  Pendekatan Kajian dan Kerangka Fikir Penyusunan Ekoregion dan Inventarisasi Lingkungan Hidup
+7

Referensi

Dokumen terkait