BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH
2.1. Aspek Geografi dan Demografi
2.1.1. Kondisi Geografis dan Topografis
2.1.1.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah
Kabupaten Cilacap adalah kabupaten dengan wilayah administrasi
yang terluas di Provinsi Jawa Tengah. Luas Kabupaten Cilacap ± 6,94 persen
dari luas Provinsi Jawa Tengah atau ± 225.360,84 ha (2.253,61 km2),
termasuk Pulau Nusakambangan ± 11.511 ha. Kabupaten Cilacap terletak
pada bagian ujung barat daya dan selatan wilayah Provinsi Jawa Tengah
memiliki letak geografis pada 108o4 30 -109o30 30 Bujur Timur dan 7o30
-7o45 20 Lintang Selatan.
Tabel 2.1
Letak Geografis Kabupaten Cilacap
Arah Batas Wilayah
Derajat Keterangan
Utara 7o30 LS Kabupaten Banyumas dan Brebes
Selatan 7o45 20 LS Laut Indonesia
Barat 108o4 30 BT Provinsi Jawa Barat
Timur 109o30 30 BT Kabupaten Kebumen
Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka, 2012
Secara administratif Kabupaten Cilacap terbagi menjadi 24
kecamatan dengan 269 desa dan 15 kelurahan. Kecamatan dengan wilayah
terluas adalah Kecamatan Wanareja (190,63 Km2) dan terkecil adalah
Kecamatan Cilacap Selatan (9,11 Km2) belum termasuk Pulau
Nusakambangan yang masuk wilayah administrasi Kecamatan Cilacap
Selatan. Kecamatan Dayeuluhur menjadi kecamatan dengan jarak terjauh
Tabel 2.2
Kepadatan Wilayah Kecamatan di Kabupaten Cilacap Tahun 2011
Kecamatan Luas Wilayah
Dayeuhluhur 185,03 48.573 262 2,77
Wanareja 190,63 95.630 504 5,45
Majenang 138,52 126.175 911 7,19
Cimanggu 167,44 97.883 585 5,58
Karangpucung 115,02 73.018 635 4,16
Cipari 121,27 61.657 508 3,51
Sidareja 54,24 57.123 1.040 3,25
Kedungreja 74,50 80.182 1.123 2,59
Patimuan 72,27 45.535 605 4,57
Gandrungmangu 143,19 102.373 715 5,83
Bantarsari 97,50 68.940 722 3,93
Kawunganten 133,38 80.280 684 4,57
Kampung Laut 125,75 16.840 115 0,96
Jeruk Legi 99,30 62.879 650 3,58
Kesugihan 82,31 96.039 1.167 5,47
Adipala 61,19 79.717 1.303 4,54
Maos 28,04 48.079 1.714 2,74
Sampang 27,30 37.269 1.365 2,12
Kroya 58,84 103.004 1.751 5,87
Binangun 51,42 65.872 1.281 3,75
Nusawungu 61,26 77.090 1.258 4,39
Cilacap Selatan 9,11 78.464 8.613 4,47
Cilacap Tengah 22,15 83.985 3.792 4,78
Cilacap Utara 18,84 68.661 3.644 3,91
Sub Total 2.138,50 1.755.268 821 100
P. Nusakambangan 115,11 - -
-Total 2.253,61 1.755.268 821 100
Tahun 2010 2.138,50 1.748.705 818
Tahun 2009 2.138,50 1.744.128 816
Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka, 2012
Kabupaten Cilacap memiliki posisi yang strategis karena berada
pada jalur transportasi regional utama yang menghubungkan Provinsi Jawa
Barat dengan Provinsi Jawa Tengah di sepanjang pesisir Selatan Pulau Jawa.
Kabupaten Cilacap juga berada di Kawasan Barlingmascakeb (Kabupaten
Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Cilacap
Sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9
Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun
2011-2031, untuk pengembangan dan pemantapan pusat-pusat pelayanan
secara merata dan seimbang dalam sistem perkotaan dan sistem perdesaan,
sebagai berikut :
a. Penguatan kawasan perkotaan Cilacap sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(PKN) melalui pengembangan kegiatan-kegiatan yang berbasis
ekonomi sektor migas dan ekonomi sektor non migas, serta
peningkatan pelayanan transportasi;
b. Penguatan Pusat Kegiatan Lokal (PKL) Kroya diarahkan menjadi Pusat
Kegiatan Wilayah yang dipertahankan mengingat peran kota ini
terutama sebagai simpul transportasi kerata api dengan keberadaan
Stasiun Kroya, disamping perekonomian kota;
c. Penguatan Pusat Kegiatan Kawasan (PPK) Sidareja diarahkan menjadi
PKL yang dipromosikan (PKLp) mengingat keberadaan kota ini sebagai
pusat pelayanan untuk beberapa kecamatan di sekitarnya;
d. Penguatan fungsi dan peran PPK sebagai pusat pelayanan skala
e. Penguatan fungsi dan peran Pusat Pelayanan Lokal (PPL) sebagai pusat
pelayanan kegiatan skala antar desa;
f. Penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan
perdesaan secara sinergis.
2.1.1.2.
TopografiKondisi topografi Kabupaten Cilacap beragam mulai dari kawasan
pegunungan, dataran miring hingga daerah pesisir pantai. Arah barat laut
Kabupaten Cilacap merupakan kawasan pegunungan dengan ketinggian lebih
dari 100 m dpl (di atas permukaan laut) dengan puncak tertinggi 1.210 m dpl
yakni berada di Gunung Subang di Kecamatan Dayeuhluhur. Kabupaten
Cilacap bagian tenggara terbagi menjadi dua kawasan bentang alam, yakni
pegunungan di sebelah utara dan dataran miring yang landai ke arah barat
daya-selatan sampai ke Segara Anakan dengan elevasi kurang dari 100 m dpl.
Kabupaten Cilacap bagian timur dan selatan memiliki kondisi
wilayah dataran rendah berbatasan dengan Samudera Hindia di selatan.
Pulau Nusakambangan memanjang dengan panjang sekitar 30 km dari barat
ke timur dengan topografi pegunungan yang tidak terlalu tinggi, kurang dari
100 m dpl.
Berdasarkan ketinggian wilayah di Kabupaten Cilacap,
Kecamatan Dayeuhluhur merupakan kecamatan pada letak wilayah tertinggi
yaitu 198 m dpl, sedangkan Kecamatan Kampung Laut menjadi kecamatan
yang letak wilayahnya paling rendah yaitu 1 m dpl. Adapun pusat keramaian
Kabupaten Cilacap yang terletak di Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap
Tabel 2.3
Ketinggian Wilayah Kecamatan di Kabupaten Cilacap
Kecamatan m dpl Kecamatan m dpl
Dayeuhluhur 198 Kampung Laut 1
Wanareja 25 Jeruk Legi 9
Majenang 23 Kesugihan 8
Cimanggu 40 Adipala 8
Karangpucung 50 Maos 8
Cipari 50 Sampang 8
Sidareja 26 Kroya 10
Kedungreja 45 Binangun 8
Patimuan 5 Nusawungu 10
Gandrungmangu 15 Cilacap Selatan 6
Bantarsari 8 Cilacap Tengah 5
Kawunganten 56 Cilacap Utara 6
Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka, 2012
2.1.1.3. Klimatologi
Kondisi klimatologi Kabupaten Cilacap sepanjang periode tahun
2007-2011 menunjukkan kondisi yang cukup stabil. Hal ini ditunjukkan oleh
temperatur rata-rata Kabupaten Cilacap berada pada suhu 26-27oC, dengan
kelembapan rata-rata yang sedikit mengalami peningkatan 2 persen, dari 81
persen pada tahun 2009 menjadi 83 persen pada tahun 2011 dan kecepatan
angin rata-rata yang juga meningkat dari 4,0 knots pada tahun 2007-2010
menjadi 4,7 knots pada tahun 2011.
Selama periode 2007-2011, arah angin rata-rata berada pada
rentang 146-182 derajat. Curah hujan berada pada rentang 2807-1668 mm
per tahun. Indikator klimatologi lain disajikan dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Klimatologi Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
Temperatur Rata-rata (oC) 27,1 26,8 27,1 27,6 26,7
Kelembapan Rata-rata (%) 82 82 81 83 83
Kecepatan Angin Rata-rata (knots) 4 4 4 4 4,7
Arah Angin Rata-rata (derajat) 176 153 146 182 179,2
Curah Hujan Rata-rata (mm) 2.807 1.668 2.036 2.047 1.743
2.1.1.4. Geologi
Kondisi topografi Kabupaten Cilacap yang beragam mulai dari
kawasan pegunungan, dataran miring, hingga daerah pesisir pantai, sedikit
banyak mempengaruhi geologi wilayah Kabupaten Cilacap. Faktor variasi
ketinggian wilayah dari 1 m dpl hingga 198 m dpl juga turut mempengaruhi
geologis wilayah sehingga diperlukan wawasan mengenai kemungkinan
terjadinya bencana alam.
Struktur geologi Kabupaten Cilacap berupa struktur perlipatan,
sesar dan kekar. Struktur tersebut terjadi pada batuan yang berumur Tersier
Awal dan Tersier Akhir, dibeberapa tempat tampak jelas dan tercerminkan
oleh bentuk bentang alamnya, ditempat lain hanya dapat diketahui dari pola
sebaran batuan atau dari hasil penafsiran pengukuran kedudukan bidang
perlapisannya. Struktur lipatan sebagian besar berarah Barat-Timur dan
sebagian lagi berarah Barat Laut Tenggara dan Timur Laut Barat Daya.
Bentuk antiklin umumnya setangkup , dengan lereng utara lebih
terjal kecuali antiklin yang melalui sungai Donan dengan lereng Utara lebih
landai. Struktur sesarnya ada yang berupa patahan naik, sesar geser jurus
dan sesar turun. Sesar naik terdapat dibagian Barat dan Timur, berarah
hampir Barat-Timur. Sesar geser mendatar dijumpai dengan arah barat
laut-tengara, utara-selatan, dan timur laut-barat daya. Sesar geser diduga terjadi
setelah perlipatan memotong struktur lipatan. Sesar turun arahnya
umumnya barat-timur, sesar inipun memotong lipatan. Struktur kekar-kekar
banyak dijumpai pada batuan umur tersier, arahnya tak beraturan.
Pada Oligeson Akhir terjadi peningkatan tektonik sampai Miosen
Awal, kegiatan tektonik didalam karang bolong dan daerah Gabon
menghasilkan Formasi Gabon Tektonik ini berpengaruh pada pembentukan
cekungan Banyumas, sesarnya terentang diutara Cilacap arah barat
laut-tenggara melalui karang bolong sampai di barat Banyumas, sesar lain
terentang melalui Majenang-Cilacap.
Pada akhir Miosen Awal terjadi penerobosan andesit di Karang
bolong, yang diikuti oleh suatu pengangkatan, proses ini menyebabkan
daerah tersebut terangkat muncul di permukaan laut. Tektonik kemudian
aktif lagi pada Miosen akhir sampai Pliosen lereng cekungan labil, sehingga
terjadi penerobosan basalt yang disusun oleh pengangkatan kemudian
pelipatan dan pergeseran. Pengangkatan tersebut berlanjut pada Kala
Pleistosen ditandai dengan adanya kegiatan gunung api kemudian disertai
pembentukan alluvium dan endapan pantai yang berlanjut hingga sekarang.
Gambar 2.2 Peta Geologi Kabupaten Cilacap
Menurut para ahli geologi dan ilmuwan tsunami, Kabupaten
Cilacap digolongkan sebagai daerah berisiko tinggi tsunami karena beberapa
ratus kilometer sebelah selatan Cilacap, terdapat salah satu zona utama
tumbukan lempeng tektonik bumi, yang merupakan sumber utama gempa
bumi penyebab tsunami. Apabila tsunami besar terjadi, maka wilayah
Kabupaten Cilacap dan sekitarnya dapat terkena dampak, khususnya di
sepanjang pantai yang banyak dihuni oleh penduduk dengan tingkat
kepadatan tinggi.
2.1.1.5. Hidrologi
Kabupaten Cilacap mempunyai 5 (lima) kawasan cekungan air
tanah yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. Kawasan
cekungan air tanah ini berupa kawasan imbuhan air dan lepasan air tanah
air tanah di Kabupaten Cilacap berdasarkan Perda Propinsi Jawa Tengah
Nomor 6 Tahun 2010 tentang RTRW Propinsi, sebagai berikut :
a. Cekungan air tanah Majenang;
b. Cekuangan air tanah Sidareja;
c. Cekungan air tanah Nusakambangan;
d. Cekungan air tanah Cilacap; dan
e. Cekungan air tanah Kroya.
Gambar 2.3. Peta Cekungan Air Tanah
Wilayah sungai di Kabupaten Cilacap terbagi dalam dua jenis
yaitu: Wilayah Sungai Citanduy yang merupakan wilayah sungai lintas
provinsi dan Wilayah Sungai Serayu yang merupakan wilayah sungai
strategis nasional sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor
9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap
Tahun 2011-2031, yaitu sebagai berikut:
1. Jaringan sumber daya air lintas provinsi wilayah sungai Citanduy
meliputi:
a. DAS Citanduy;
c. DAS Citotok;
d. DAS Cimeneng;
e. DAS Cikonde;
f. DAS Sapuregel;
g. DAS Gatel;
h. DAS Branalang;
i. DAS Kipah;
j. DAS Panembung;
k. DAS Karanganyar;
l. DAS Tambakreja;
m. DAS Nirbaya;
n. DAS Solokjari;
o. DAS Permisan;
p. DAS Lempongpucung;
q. DAS Solok Permisan;
r. DAS Solokpring;
s. DAS Pandan; dan
t. DAS Solokdewata.
2. Jaringan sumber daya air strategis nasional wilayah sungai Serayu
meliputi:
a. DAS Ijo;
b. DAS Tipar;
c. DAS Serayu; dan
d. DAS Donan.
Adapun prasarana pengairan atau irigasi merupakan prasarana
yang penting, mengingat sektor pertanian merupakan salah satu sektor
ekonomi unggulan di Kabupaten Cilacap. Pemanfaatan lahan untuk pertanian
(sawah) sebesar 29,91 persen dari seluruh luas tanah Kabupaten Cilacap
diluar Pulau Nusakambangan yaitu 213.850,288 Ha. Prasarana irigasi primer
sepanjang 168.576 m, saluran sekunder sepanjang 240.086 m, sedangkan
bangunan pelengkap irigasi sepanjang 2.383 m.
Air bersih merupakan kebutuhan mendasar yang dapat
mendukung terciptanya masyarakat yang sehat serta mendukung terciptanya
Cilacap dipenuhi antara lain melalui air tanah dangkal (sumur) dan air bersih
yang disalurkan oleh PDAM. Berdasarkan data sampai dengan tahun 2012,
PDAM Cilacap telah melayani 58.929 pelanggan baik industri, niaga, sosial,
rumah tangga, kantor maupun pelanggan khusus. Jumlah pelanggan tersebut
paling banyak adalah pelanggan rumah tangga yang mencapai lebih dari 90
persen.
2.1.1.6. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap sepanjang periode tahun
2007-2011 cenderung stabil yaitu pada penggunaan lahan sawah 29,50
persen dan mengalami peningkatan menjadi 29,61 persen (2010) dan 29,91
persen (2011). Begitu pula dengan penggunaan lahan bukan sawah yang
stabil sepanjang tahun 2007-2011 yaitu sebesar 68,7 persen, namun
persentasenya terus menurun menjadi 68,6 (2010) dan 64,59 persen (2011).
Adapun penggunaan lahan lainnya juga stabil pada periode 2007-2011 yaitu
1,7-1,8 persen, namun mengalami peningkatan persentase menjadi 5,49
persen pada 2011. Jenis penggunaan lahan lainnya yaitu rawa-rawa, tambak
dan kolam.
Tabel 2.5
Luas dan Persentase Penggunaan Lahan Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Jenis Penggunaan
2007 2008 2009 2010 2011
Ha % Ha % Ha % Ha % Ha %
Lahan Sawah 63.093 29,50 63.093 29,50 63.093 29,50 63.318 29,61 63.963 29,91
Irigasi Teknis 36.842 17,23 36.842 17,23 36.717 17,17 37.256 17,42 37.881 17,71 Irigasi Setengah
Tehnis 2.741 1,28 2.741 1,28 2.900 1,36 2.629 1,23 2.861 1,34
Irigasi
Sederhana 1.887 0,88 1.887 0,88 2.197 1,03 3.867 1,81 4.312 2,02 Irigasi Desa
/Non-PU 3.651 1,71 3.651 1,71 1.630 0,76 2.027 0,95 2.066 0,97
Tadah Hujan 17.358 8,12 17.358 8,12 19.649 9,19 17.499 8,18 16.541 7,73
Lebak - - - 82 0,04
Polder dan
Lainnya 614 0,29 614 0,29 - - 40 0,02 220 0,10
Bukan Lahan
Pekarangan 32.920 15,39 32.920 15,39 32.920 15,39 35.334 16,52 4.784 2,24 Tegal/ Kebun 45.213 21,14 45.213 21,14 45.213 21,14 45.797 21,42 42.397 19,83
Ladang/ Huma 719 0,34 719 0,34 719 0,34 284 0,13 284 0,13
Penggembalaan/
Padang Rumput - - - 3 0,00
Sementara Tidak
Diusahakan 211 0,10 211 0,10 211 0,10 148 0,07 136 0,06
Ditanami Pohon
/Hutan Rakyat 4.206 1,97 4.206 1,97 4.208 1,97 4.294 2,01 5.747 2,69 Hutan Negara 43.519 20,35 43.519 20,35 43.518 20,35 42.823 20,02 40.992 19,17 Perkebunan 9.579 4,48 9.579 4,48 9.579 4,48 10.153 4,75 11.921 5,57 Lain-lain 10.596 4,95 10.596 4,95 10.540 4,93 7.872 3,68 31.870 14,90
Lahan Lainnya 3.794 1,77 3.794 1,77 3.849 1,80 3.827 1,79 11.693 5,49
Rawa-rawa 3.069 1,44 3.069 1,44 3.069 1,44 3.069 1,44 2.993 1,40
Tambak 171 0,08 171 0,08 171 0,08 151 0,07 111 0,05
Kolam/Empang 554 0,26 554 0,26 609 0,28 607 0,28 514 0,24
Total Luas
Lahan 213.850 100 213.850 100 213.850 100 213.850 100 213.850 100
Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2007-2009, Indikator Pembangunan Kab. Cilacap 2012
2.1.2. Kondisi Demografi
2.1.2.1. Penduduk dan Persebarannya
Penduduk merupakan faktor penting yang mendorong
pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu persoalan jumlah penduduk dan
ketenagakerjaan merupakan merupakan salah satu isu utama dalam
pembangunan. Jumlah penduduk Kabupaten Cilacap menurut data dari BPS
pada tahun 2011 adalah 1.755.268 jiwa dengan jumlah laki-laki 879.198 jiwa
(50,08 persen) dan jumlah perempuan 876.070 jiwa (49,92 persen).
Tabel 2.6
Laju Pertumbuhan Penduduk, Pertumbuhan Penduduk Alami danSex Ratiodi Kabupaten Cilacap 2007-2011
Tahun Laki-laki 2007 865.619 864.850 1.730.469 0,46 17.723 8.600 0,53 100,09 54,97
2008 870.295 868.308 1.738.603 0,47 17.258 9.131 0,54 100,23 43,62
2009 873.251 870.877 1.744.128 0,32 16.630 9.084 0,43 100,27 45,08
2010 875.825 872.880 1.748.705 0,26 17.990 9.775 0,47 100,34 47,17
Kecamatan-kecamatan dengan jumlah penduduk paling banyak
adalah Kecamatan Majenang, Kroya, Gandrungmangu, Cimanggu, Kesugihan
dan Wanareja (Gambar 2.4). Sekitar 35 persen penduduk Kabupaten Cilacap
tinggal di kecamatan-kecamatan tersebut (7,12 persen di Kecamatan
Majenang; 5,87 persen di Kecamatan Kroya; 5,84 persen di Kecamatan
Gandrungmangu; 5,61 persen di Kecamatan Cimanggu; 5,49 persen di
Kecamatan Kesugihan dan 5,44 persen di Kecamatan Wanareja).
Sumber: BPS, Cilacap dalam Angka 2011 Gambar 2.4
Grafik Jumlah Penduduk per Kecamatan Tahun 2011
Kepadatan jumlah yang diukur dengan jumlah penduduk untuk
setiap km2 menggambarkan persebaran penduduk di suatu wilayah. Pola
persebaran penduduk antar wilayah selain memberikan gambaran aspek
demografi antar wilayah yang terkait dengan aspek geografi juga
memberikan gambaran pusat-pusat gravitasi kegiatan ekonomi antar
wilayah.
Kepadatan penduduk antar kecamatan di Kabupaten Cilacap
bervariasi dengan rata-rata dari 107,26 penduduk per km2 di Kecamatan
Kampung Laut sampai 8.583,82 penduduk per km2 di Kecamatan Cilacap
Selatan. Secara geografis kepadatan penduduk di Kabupaten Cilacap relatif
kecil di wilayah-wilayah pegunungan dengan basis ekonomi pertanian.
Sedangkan wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi di
Kabupaten Cilacap terletak di wilayah dengan topografi datar dan pesisir
dengan basis kegiatan ekonomi industri, perdagangan, transportasi dan jasa
keuangan serta jasa-jasa.
Tabel 2.7
Kepadatan Penduduk Kabupaten Cilacap per Kecamatan (orang/km2)
No Kecamatan Tahun Rata-rata
2007 2008 2009 2010 2011
1 Dayeuhluhur 259,96 261,02 262,24 262,86 262 261,62
2 Wanareja 493,82 496,55 499,30 500,33 504 498,80
3 Majenang 882,77 886,94 889,43 892,18 911 892,46
4 Cimanggu 584,93 585,31 585,78 586,39 585 585,48
5 Karangpucung 626,94 630,43 632,17 632,96 635 631,50
6 Cipari 499,94 502,78 502,78 505,13 508 503,73
7 Sidareja 1.033,08 1.035,32 1.039,04 1.040,24 1.040 1.037,54
8 Kedungreja 1.121,73 1.121,29 1.121,70 1.122,24 1.123 1.121,99
9 Patimuan 579,99 585,00 591,37 598,19 605 591,91
10 Gandrungmangu 703,51 706,16 709,01 711,62 715 709,06
11 Bantarsari 705,59 710,73 714,17 717,65 722 714,03
12 Kawunganten 613,16 613,50 617,21 615,35 684 628,64
13 Kampung Laut 96,81 97,71 108,53 118,23 115 107,26
14 Jeruklegi 624,12 624,32 636,90 641,27 650 635,32
15 Kesugihan 1.172,59 1.171,36 1.169,97 1.167,87 1.167 1.169,76
16 Adipala 335,99 337,16 336,39 336,41 1.303 529,79
17 Maos 1.658,01 1.661,18 1.676,48 1.679,51 1.714 1.677,84
18 Sampang 1.353,82 1.353,27 1.352,98 1.356,05 1.365 1.356,22
19 Kroya 1.724,90 1.728,34 1.731,58 1.736,69 1.751 1.734,50
20 Binangun 1.284,80 1.308,14 1.311,86 1.314,78 1.281 1.300,12
21 Nusawungu 1.236,92 1.242,65 1.254,83 1.255,94 1.258 1.249,67 22 Cilacap Selatan 8.514,56 8.594,51 8.609,22 8.587,81 8.613 8.583,82 23 Cilacap Tengah 3.759,79 3.770,04 3.799,50 3.796,71 3.792 3.783,61 24 Cilacap Utara 3.565,56 3.599,90 3.627,72 3.627,72 3.644 3.612,98
2.1.2.2. Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Cilacap selama periode
1990-2010 adalah 1,00 persen dengan kecenderungan menurun1. Rata-rata
pertumbuhan penduduk tahunan adalah 0,93 persen. Selama periode waktu
tersebut, pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada tahun 1991 (2,95
persen) dan tahun 1996 (2,75 persen).
Pertumbuhan penduduk pada dasarnya mencakup 2 komponen,
komponen alamiah dan komponen migrasi. Pertumbuhan alamiah melihat
pertambahan penduduk yang disebabkan oleh faktor-faktor alamiah
(kematian dan kelahiran) bukan faktor migrasi. Seperti halnya pertumbuhan
penduduk total, pertumbuhan penduduk alamiah Kabupaten Cilacap juga
menunjukkan kecenderungan menurun (dari 0,86 persen pada tahun 1990
menjadi 0,47 persen pada tahun 2010) dengan pola yang relatif tidak terlalu
fluktuatif dibandingkan pertumbuhan penduduk total. Satu hal yang menarik
adalah sebelum tahun 2002 pertumbuhan penduduk total lebih tinggi
(kecuali tahun 1992 dan 1993) dibandingkan pertumbuhan penduduk
alamiah.
Setelah tahun 2006, pertumbuhan penduduk alamiah lebih tinggi
dari pertumbuhan penduduk total. Ini mengindikasikan bahwa sebelum
tahun 2002 pertumbuhan penduduk Cilacap banyak dipengaruhi oleh faktor
migrasi, terutama migrasi masuk. Pada tahun-tahun tersebut banyak orang
luar yang menetap dan bekerja di Kabupaten Cilacap. Sebaliknya, setelah
tahun 2006 faktor-faktor alamiah lebih mempengaruhi pertumbuhan
penduduk. Setelah tahun 2006, lebih sedikit orang Kabupaten Cilacap yang
bekerja di luar atau orang luar yang menetap di Kabupaten Cilacap.
Pertumbuhan penduduk Kabupaten Cilacap tahun 1990-2010 bisa dilihat
dalam Gambar 2.5.
2,98
Sumber: BPS, Cilacap dalam Angka 2011
Gambar 2.5
Grafik Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Cilacap Tahun 1990-2010
Kecamatan dengan pertumbuhan penduduk natural tertinggi pada
tahun 2011 adalah Kecamatan Majenang dengan pertumbuhan penduduk
1,55 persen, Kecamatan Wanareja 0,76 persen, Kecamatan Cilacap Selatan
0,75 persen dan Kecamatan Jeruklegi 0,73 persen. Sementara kecamatan
dengan pertumbuhan terendah adalah Kecamatan Dayeuhluhur 0,02 persen.
Tabel 2.8
Jumlah Penduduk per Kecamatan (orang)
Kecamatan 2007 2008 2009 2010 2011
DAYEUHLUHUR 48.219 48.427 48.635 48.608 48.573
WANAREJA 93.964 94.423 94.765 95.139 95.630
MAJENANG 122.617 123.008 123.447 124.519 126.175
CIMANGGU 97.950 98.025 98.125 98.150 97.883
KARANGPUCUNG 72.332 72.560 72.737 72.881 73.018
CIPARI 60.924 60.799 61.151 61.422 61.657
SIDAREJA 56.838 56.964 57.071 57.176 57.123
KEDUNGREJA 80.191 80.050 80.174 80.141 80.182
PATIMUAN 43.766 44.328 44.816 45.220 45.535
GANDRUNGMANGU 100.889 101.325 101.726 102.097 102.373
BANTARSARI 67.641 68.041 68.494 68.732 68.940
KAWUNGANTEN 78.606 78.645 78.828 78.989 80.280
KAMPUNGLAUT 13.839 15.349 16.750 16.821 16.840
JERUKLEGI 60.414 61.529 61.691 62.113 62.879
ADIPALA 80.162 80.169 80.118 79.909 79.717
MAOS 46.580 46.669 46.978 47.222 48.079
SAMPANG 37.004 36.955 36.957 37.028 37.269
KROYA 101.866 102.013 102.364 102.597 103.004
BINANGUN 64.392 65.469 65.633 65.803 65.872
NUSAWUNGU 75.860 76.803 76.854 77.059 77.090
CILACAP SELATAN 77.445 78.230 78.297 78.310 78.464
CILACAP TENGAH 84.940 84.268 84.052 84.136 83.985
CILACAP UTARA 67.486 68.161 68.292 68.619 68.661
JUMLAH 1.730.469 1.738.603 1.744.128 1.748.705 1.755.268
Sumber: BPS, Cilacap dalam Angka 2011
2.1.2.3. Komposisi Penduduk
Disamping melihat jumlah penduduk absolut dan
pertumbuhannya, melihat struktur penduduk baik berdasarkan umur
maupun jenis kelamin sangatlah penting. Struktur penduduk berdasarkan
umur dan jenis kelamin sangat berguna untuk memproyeksi pertumbuhan
penduduk di masa yang akan datang dan kebutuhan lapangan pekerjaan,
pangan, pendidikan dan kesehatan.
Struktur penduduk dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu; kelahiran,
kematian dan migrasi. Ketiga hal tersebut saling terkait satu dengan yang
lainnya. Pengaruh faktor sosial ekonomi terhadap pertumbuhan penduduk
melalui perantara tiga hal tersebut (tidak langsung)
Struktur penduduk berdasarkan umur ditentukan oleh
banyakanya penduduk yang berusia 15 tahun ke bawah dan 65 tahun ke atas.
Menurut Mantra (2000)2, suatu wilayah dikatakan berstruktur umur muda
jika jumlah penduduk berumur 15 tahun ke bawah besar (lebih besar dari 40
persen) sedangkan jumlah penduduk berumur 65 tahun ke atas kecil (lebih
kecil dari 10 persen). Sebaliknya, suatu wilayah dikatakan berstruktur umur
tua jika jumlah penduduk berumur 15 tahun ke bawah kecil (lebih kecil dari
40 persen) dan jumlah penduduk berumur 65 tahun ke atas besar (sekitar 10
persen).
Struktur penduduk Kabupaten Cilacap berdasarkan umur
menunjukkan evolusi dari kecenderungan berstruktur umur muda menuju
kecenderungan umur tua. Pada tahun 1990, sebanyak 36,10 persen
penduduk berusia di bawah 15 tahun dan 3,58 persen penduduk berusia di
atas 65 tahun. Pada tahun 2010, persentase penduduk berumur di bawah 15
tahun menurun menjadi 28,35 persen dan persentase penduduk berumur di
atas 65 tahun meningkat menjadi 7,12 persen. Struktur umur yang menua
membawa implikasi pada rasio ketergantungan (akan dibahas pada sub bab
2.8 poin 4).
Tabel 2.9
Penduduk Usia Muda dan Penduduk Usia Tua
Tahun Penduduk Umur < 15 Tahun Penduduk Umur > 65 Tahun
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1990 525.641 36,10 52.138 3,58
1995 514.785 33,20 78.568 5,07
2000 506.777 30,33 93.578 5,60
2005 474.334 27,64 110.439 6,43
2010 495.749 28,35 124.559 7,12
2011 497.612 28,34 125.026 7,12
Sumber: BPS, Cilacap dalam Angka 2012
Sejalan dengan struktur penduduk yang cenderung menua,
bentuk piramida penduduk Kabupaten Cilacap tahun 1990-2010
memperlihatkan perkembangan bentuk dari bentuk piramida menuju bentuk
lonceng. Bentuk piramida tahun 1990 dan 1995 cenderung ekspansif dengan
komposisi penduduk muda cenderung lebih banyak dari komposisi
penduduk tua. Pada piramida ekspansif, angka kelahiran tinggi dan angka
kematian tinggi. Hal ini disebabkan antara lain karena usia pernikahan yang
cenderung dini, fasilitas kesehatan yang kurang memadai dan gizi buruk.
Memasuki tahun 2000, bentuk piramida penduduk
bertransformasi menuju bentuk piramida stasioner. Karakteristik dari
piramida stasioner adalah jumlah penduduk pada masing-masing kelompok
umur tidak jauh berbeda (kecuali pada kelompok umur tertentu).
Berkebalikan dengan pada piramida ekspansif, angka kelahiran dan kematian
rendah pada piramida stasioner. Piramida stasioner adalah bentuk umum
menggambarkan perkembangan bentuk piramida penduduk Kabupaten
Cilacap tahun 1990, 1995, 2000, 2005 dan 2010.
Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2011 Gambar 2.6
Grafik Piramida Penduduk Kabupaten Cilacap 1990-2010
Keterangan : Jumlah penduduk di atas 65 tahun tampak sangat banyak yang ditunjukkan oleh batang yang melebar. Hal ini disebabkan data penduduk yang tersedia tidak memecah penduduk usia 65 tahun ke atas dalam kelompok umur 65-69 tahun, 70-74 tahun dan 75 tahun ke atas.
Perkembangan bentuk piramida mencerminkan perubahan
tingkat kelahiran, kematian dan juga migrasi. Sejak tahun 1990, tingkat
kelahiran terlihat menurun yang ditandai dengan dasar piramida yang
semakin menjorok ke dalam. Ini menunjukkan jumlah penduduk usia 0-4
tahun lebih sedikit dari jumlah penduduk 5-9 tahun. Bagian tengah piramida
masih menggelembung yang mencerminkan angka kelahiran yang relatif
lebih tinggi pada tahun-tahun sebelumnya. Penurunan angka kelahiran
membawa implikasi bayi-bayi yang lahir ketika menjadi dewasa akan
menanggung penduduk usia tua yang jumlahnya lebih banyak (angka
kelahiran masih lebih tinggi). Penurunan angka kelahiran ini sekaligus
menunjukkan karakteristik transisi demografis pada tahap kedua (tahap
transisi). Perkembangan piramida penduduk disajikan dalam Gambar 2.6.
Selain komposisi penduduk berdasarkan umur, piramida
penduduk juga menunjukkan komposisi penduduk berdasarkan jenis 13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00
0 - 4
Perempuan Laki - Laki
13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00 0 - 4
Perempuan Laki - Laki
13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00 0 - 4
Perempuan Laki - Laki
13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00 0 - 4 Perempuan Laki - Laki
13.00 8.00 3.00 2.00 7.00 12.00 0 - 4
kelamin. Sejak 2007, rasio jenis kelamin (sex ratio) Kabupaten Cilacap relatif
tidak berubah, berada pada angka 100. Rasio yang tidak terlalu jauh dari 100
menunjukkan jumlah laki-laki dan perempuan relatif seimbang.
Tabel 2.10 Rasio Jenis Kelamin
Tahun Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin
2007 865.619 864.850 100,09
2008 870.295 868.308 100,23
2009 873.251 870.877 100,27
2010 875.825 872.880 100,34
2011 879.198 876.070 100,40
Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2011
Rasio jenis kelamin kelompok umur muda (di bawah 15 tahun)
berada di atas angka 100 dan menunjukkan kecenderungan meningkat
selama periode 1990-2010. Secara spesifik, rasio jenis kelamin kelompok
umur 0-4 tahun meningkat dari 101 (tahun 1990) menjadi 107 (tahun 2010).
Ini berarti jumlah anak laki-laki yang dilahirkan lebih banyak daripada
jumlah anak perempuan yang dilahirkan. Sebaliknya, rasio jenis kelamin
kelompok umur 15-45 tahun cenderung berada di bawah angka 100. Artinya,
jumlah penduduk perempuan di kelompok umur tersebut lebih banyak
daripada jumlah penduduk laki-laki. Turunnya rasio jenis kelamin pada
kelompok umur di atas kelompok umur muda bisa disebabkan oleh tingginya
angka kematian laki-laki dan atau tingginya migrasi penduduk laki-laki
keluar kabupaten. Jika menilik pola terkini pertumbuhan penduduk yang
lebih banyak dipengaruhi oleh komponen alamiah, bisa jadi turunnya rasio
jenis kelamin lebih disebabkan oleh tinggi angka kematian penduduk
laki-laki. Dengan kata lain, angka harapan hidup laki-laki lebih rendah
dibandingkan dengan perempuan.
Pola rasio jenis kelamin menurut kelompok umur bisa dilihat
dalam Gambar 2.7. Komposisi penduduk menurut umur membawa implikasi
penting bagi tinggi/ rendahnya beban ketergantungan bagi penduduk
Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka
Gambar 2.7
Grafik Rasio Jenis Kelamin Menurut Kelompok Umur
2.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat:
2.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
Perkembangan Pendapatan Masyarakat
Produk Domestik Bruto Kabupaten Cilacap memiliki karakteristik
khusus yaitu besarnya pengaruh sektor migas terhadap pembentukan PDRB.
Ini bisa dilihat dari besarnya selisih nominal antara PDRB migas dan PDRB
non migas.
Tabel 2.11
PDRB dan Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2006-2011 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Milyaran Rp)
Tahun
Dengan Migas Tanpa Migas
PDRB Pertumbuhan (%) PDRB Pertumbuhan (%)
2008 22.390,02 6,07 8.730,44 5,00
2009 22.732,98 1,53 9.174,60 5,08
2010 23.739,17 4,43 9.660,59 5,30
2011 24.792,15 4,44 10.169,96 5,27
Secara sektoral, sektor yang memberi sumbangan terbesar
terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Cilacap selama 4 tahun terakhir
adalah sektor pertanian, perdagangan dan industri pengolahan. Meskipun
memiliki kontribusi paling besar, kontribusi sektor pertanian menunjukkan
kecenderungan menurun, yaitu; dari 33,10 persen (2008) menjadi 31,34
persen (2011). Sebaliknya, kontribusi sektor perdagangan menunjukkan
kecenderungan meningkat, yaitu; dari 20,84 persen (2008) menjadi 21,38
persen (2011). Kontribusi setiap sektor terhadap pembentukan PDRB
Kabupaten Cilacap selengkapnya disajikan dalam Tabel 2.12
Tabel 2.12
Distribusi Persentase PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Konstan 2007-2011 (%)
No Sektor 2007 2008 2009 2010 2011
1 Pertanian n.a 33,10 32,71 32,30 31,34
2 Pertambangan dan Penggalian n.a 3,03 3,07 3,12 3,15
3 Industri Pengolahan n.a 19,32 19,27 19,24 19,59
4 Listrik dan Air Bersih n.a 0,84 0,83 0,81 0,80
5 Bangunan n.a 4,71 4,81 4,95 5,09
6 Perdagangan, hotel dan restaurant n.a 20,84 20,95 21,10 21,38
7 Angkutan dan Komunikasi n.a 5,65 5,69 5,76 5,88
8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan n.a 4,93 4,95 5,01 5,04
9 Jasa-jasa n.a 7,58 7,70 7,71 7,74
PDRB 100 100 100 100
Sumber: BPS, Cilacap Dalam Angka 2012
2.2.1.1. Pertumbuhan Ekonomi dan Dinamika Bisnis
Selama periode 2008-2011, pertumbuhan ekonomi Kabupaten
Cilacap (tanpa migas) terus meningkat, yaitu dari 5,00 persen (2008)
menjadi 5,27 persen (2011). Angka PDRB tanpa migas digunakan karena
terlampau besarnya pengaruh sektor migas terhadap PDRB Kabupaten
Cilacap. Secara nominal, besarnya pengaruh sektor non migas ditunjukkan
dengan selisih antara PDRB migas dengan PDRB tanpa migas yang sangat
besar (nilai PDRB dengan migas besarnya lebih dari dua kali lipat nilai PDRB
tanpa migas). Pertumbuhan ekonomi yang dihitung dengan PDRB migas
cenderung lebih fluktuatif dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi
2.2.1.2. Perkembangan Pendapatan menurut Kecamatan
Rata-rata pertumbuhan ekonomi kecamatan di Kabupaten Cilacap
kurun waktu 2006-2010 sebesar 4,87 persen. Hampir separuh kecamatan di
Kabupaten Cilacap memiliki rata pertumbuhan lebih rendah dari
rata-rata totalnya. Kecamatan yang tumbuh di bawah rata-rata-rata-rata total kecamatan
adalah Kecamatan Dayeuhluhur (3,34 persen), Wanareja (4,75 persen),
Cimanggu (4,42 persen), Cipari (3,84 persen), Bantarsari (4,37 persen),
Kawunganten (3,68 persen), Kampung Laut (3,68 persen), Jeruklegi (4,54
persen), Kesugihan (4,47 persen), Binangun (4,29 persen) dan Nusawungu
(4,77 persen).
Kecamatan yang memiliki pertumbuhan di atas rata-rata total
kecamatan adalah Kecamatan Majenang (4,88 persen), Sidareja (4,97 persen),
Kedungreja (5, 5 persen), Patimuan (5,07 persen), Gandrungmangu (4,84
persen), Adipala (5,08 persen), Maos (5,7 persen), Sampang (6,11 persen),
Kroya (5,29 persen), Cilacap Selatan (5,03 persen), Cilacap Tengah (6,34
persen), dan Cilacap Utara (5,20 persen).
Sumber : PDRB Kabupaten Cilacap Tahun 2004, 2007, 2010, Buku 2, BPS Kabupaten Cilacap
Gambar 2.8
Pada tahun 2000, kontribusi PDRB kecamatan terhadap PDRB
total Kabupaten Cilacap tidak merata. Hal ini terlihat dari persebaran
kontribusi PDRB kecamatan terhadap total PDRB yang berkisar antara 1,75
persen (Kecamatan Patimuan) hingga 8,44 persen (Kecamatan Majenang).
Kisaran kontribusi PDRB per kecamatan terhadap PDRB total tahun 2005
dan 2010 tidak jauh berbeda. Pada tahun 2005, kisaran kontribusi PDRB
kecamatan berada pada rentang 1,41 persen (Kecamatan Patimuan) hingga
8,59 persen (Kecamatan Cilacap Selatan). Pada tahun 2010, kisaran
kontribusinya berada pada kisaran 1,43 persen (Kecamatan Patimuan)
hingga 8,66 persen (Kecamatan Cilacap Selatan).
2.2.1.3. Pendapatan Perkapita
Pendapatan perkapita menunjukkan rata-rata tingkat pendapatan
setiap penduduk dalam suatu wilayah dalam periode waktu tertentu. Sejalan
dengan pertumbuhan ekonomi yang konsisten, pendapatan perkapita
masyarakat juga mengalami peningkatan.
Tabel 2.13
Pendapatan Perkapita Tanpa Migas
Tahun Harga Berlaku (Rupiah)
Pertumbuhan atas dasar Harga
berlaku (%)
Harga Konstan (Rupiah)
Pertumbuhan atas dasar Harga
Konstan (%)
2007 7.463.364,77 12,81 4.375.341,51 3,90
2008 8.448.162,23 13,20 4.570.667,34 4,46
2009 9.290.090,47 9,97 4.775.136,00 4,47
2010 10.266.250,18 10,48 5.003.992,94 4,79
2011* 11.322.314,80 10,29 5.245.709,13 4,83
Rata2 9.358.036,49 11,35 4.794.169,38 4,49
Ket : * Angka sementara
Sumber: Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap Tahun 2012
Selama 2007-2011, pendapatan perkapita tanpa migas baik
menurut harga berlaku maupun harga konstan meningkat. Secara umum,
peningkatan ini mengindikasikan kesejahteraan yang semakin meningkat.
2.2.1.4. Ketimpangan Pendapatan
Indeks Gini Kabupaten Cilacap selama 2001-2011 berada pada
rentang 0,20-0,32 (kategori ketimpangan relatif rendah). Meskipun tergolong
rendah, kecenderungan angka indeks gini yang meningkat menunjukkan
Tabel 2.14
Perkembangan Rasio Gini dan Ukuran Pemerataan
Menurut Kriteria Bank Dunia Kabupaten Cilacap Tahun 2001-2010
Tahun Indeks Gini Kriteria Bank Dunia
40% I 40% II 20 % III
2001 0,2032 27,43 40,63 31,94
2002 0,2680 25,00 35,90 39,10
2003 0,2381 26,06 38,52 35,42
2004 0,2308 27,40 37,06 35,55
2005 0,2864 23,11 37,54 39,35
2006 0,2629 24,01 39,06 36,92
2007 0,2732 24,06 37,04 38,89
2008 0,2403 25,70 39,00 35,30
2009 0,2706 24,85 38,52 36,63
2010 0,2509 26,01 37,62 36,37
2011 0,3209 21,23 35,66 43,11
Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan Provinsi Jawa Tengah 2002-2009
Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Jawa Tengah, berbagai Tahun Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap Tahun 2012
Kelemahan Indeks Gini adalah besarnya nilai Indeks Gini tidak
bisa menjelaskan letak ketimpangannya. Untuk mengatasi kelemahan Indeks
Gini, para pakar ekonomi menganjurkan ukuran yang lain untuk melengkapi,
seperti ukuran bank dunia.
Bank Dunia mengkategorikan kesenjangan distribusi pendapatan
menjadi; (1) tinggi, bila 40 persen penduduk berpenghasilan terendah
menerima kurang dari 12 persen bagian pendapatan; (2) sedang, bila 40
persen penduduk berpenghasilan terendah menerima 12 hingga 17 persen
bagian pendapatan dan (3) rendah, bila 40 persen penduduk berpenghasilan
terendah menerima lebih dari 17 persen bagian pendapatan. Menurut
kategori Bank Dunia, Kabupaten Cilacap tergolong memiliki tingkat
kesenjangan distribusi pendapatan yang rendah karena 40 persen penduduk
yang berpenghasilan terendah menerima lebih dari 17 persen bagian
pendapatan (sekitar 24-28 persen). Gambar ketimpangan menurut Bank
Dunia ini senada dengan angka Indeks Gini, yaitu; Kabupaten Cilacap
memiliki tingkat ketimpangan yang rendah.
Dalam hal Upah Minimal Kabupaten (UMK) di Kabupaten Cilacap
dibagi dalam tiga wilayah berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Tengah
2007 wilayah kota Rp.647.500; timur Rp.560.000 dan barat Rp.555.000.
kemudian pada tahun 2011 baru mencapai: kota Rp.852.000; timur
Rp.747.000 dan barat Rp.720.000.
2.2.1.5. Ketimpangan Antar Wilayah
Ketimpangan pendapatan antar wilayah diukur dengan Indeks
Williamson. Semakin besar nilai Indeks Williamson semakin tinggi
ketimpangan antar wilayah. Sebaliknya, semakin kecil Indeks Williamson
semakin kecil ketimpangan antar wilayah.
Ketimpangan antar wilayah di Kabupaten Cilacap cukup tinggi.
Nilai Indeks Williamson Kabupaten Cilacap di atas 0,50. Selain tinggi,
ketimpangan antar wilayah di Kabupaten Cilacap menunjukkan
kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya indeks Williamson dari 0,58 (2000) menjadi 0,80 (2010).
Ketimpangan antar wilayah yang tinggi di Kabupaten Cilacap
disebabkan oleh ketidakmerataan output perekonomian di semua wilayah
Kabupaten Cilacap. Ketimpangan yang tinggi ini tampaknya disebabkan oleh
tingginya konsentrasi industri migas di wilayah tertentu di Kabupaten
Cilacap. Dengan mengeluarkan sektor migas dalam perhitungan, nilai Indeks
Williamson menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan Indeks
Williamson yang memasukan Sektor Migas. Indeks Williamson yang tidak
memasukkan sektor migas pada tahun 2000 adalah sebesar 0,36. Angka ini
meningkat menjadi 0,57 pada tahun 2010.
Gambar 2.9
2.2.1.6. Inflasi
Secara umum inflasi di Kabupaten Cilacap bergerak sejalan
dengan inflasi Jawa tengah. Pengaruh kebijakan nasional berkaitan dengan
harga (harga BBM) tentu berdampak pada inflasi di daerah. Sebagaimana
tampak pada Gambar 2.11, inflasi yang tinggi pada tahun 2005 dan 2008
disebabkan oleh kebijakan harga BBM yang dilakukan oleh pemerintah pusat.
Dampak kenaikan inflasi di Kabupaten Cilacap akibat kebijakan harga BBM
oleh pemerintah pusat pada tahun 2005 dan 2008 nampak lebih tinggi
dibandingkan dampak kenaikan inflasi di Jawa Tengah secara umum.
Sebaliknya pada saat harga BBM diturunkan oleh pemerintah pusat pada
tahun 2009 penurunan inflasi di Cilacap jauh lebih rendah dibandingkan
Jawa Tengah secara umum.
Gambar 2.10
Grafik Inflasi Cilacap dan Jawa Tengah (%)
Gambar 2.11 menggambarkan inflasi di Kabupaten Cilacap
berdasarkan kelompok pengeluaran barang. Naiknya harga BBM pada tahun
2005 dan 2008 secara langsung berimbas pada inflasi kelompok-kelompok
pengeluaran untuk bahan bakar, transportasi, makanan, bahan makanan,
pendidikan dan kesehatan. Sebaliknya kelompok pengeluaran untuk sandang
nampak tidak terpengaruh oleh kebijakan harga BBM. Namun demikian pada
tahun 2011 ada lonjakan yang tajam pada inflasi untuk kelompok
pengeluaran sandang. Pada tiga tahun terakhir, seluruh kelompok
pengeluaran menunjukkan kecenderungan inflasi yang rendah dan stabil
Sumber: BPS Indek harga konsumen Kabupaten Cilacap, berbagai edisi Gambar 2.11
2.2.2. Fokus Kesejahteraan
2.2.2.1. Pendidikan
Angka melek huruf merupakan indikator pendidikan yang
menunjukkan kemampuan membaca dan menulis penduduk yang berusia 15
tahun ke atas. Tabel 2.15 menunjukkan angka melek huruf mengalami
peningkatan sepanjang periode tahun 2007-2011, dari 90,1 persen (2007)
menjadi 91,48 persen (2011). Hal ini mengindikasikan mayoritas penduduk
berusia 15 tahun ke atas di Kabupaten Cilacap telah menerima dan
mengakses pendidikan dasar.
Tabel 2.15
Angka Melek Huruf Penduduk Berusia 15 Tahun Keatas Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
Angka Melek Huruf (%) 90.10 90.10 90.28 90.28 91.48 Sumber: Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap Tahun 2012
Angka rata-rata lama sekolah di Kabupaten Cilacap juga
meningkat selama 2007-2011, yaitu dari 6,6 tahun (2007) menjadi 6,86
tahun (2011). Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar penduduk
Kabupaten Cilacap belum menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun.
Tabel 2.16
Angka Rata-rata Lama Sekolah Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
Rata-rata Lama Sekolah (tahun) 6.6 6.6 6.72 6.85 6.86 Sumber: Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap Tahun 2012
Data rata-rata lama sekolah sejalan dengan data pendidikan yang
ditamatkan oleh penduduk. Selama 2007-2011, sekitar 34-39 persen
penduduk berpendidikan terakhir SD/MI dan sekitar 22-29 persen penduduk
tidak tamat SD. Dengan kata lain, sekitar 60 persen penduduk berpendidikan
SD ke bawah. Data ini sekaligus mengindikasikan Kabupaten Cilacap belum
bisa memenuhi program pemerintah wajib belajar sembilan tahun (Wajar
Tabel 2.17
Angka Pendidikan yang Ditamatkan di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011 (%)
Pendidikan 2007 2008 2009 2010 2011
Tidak/Belum Pernah Sekolah 8.33 8.12 7.43 6.06 5.93
Tidak Tamat SD 22.58 29.89 27.49 25.07 25.13
SD/MI 39.42 34.04 33.74 35.49 34.60
SMP/MTS 15.84 15.88 15.42 17.15 18.54
SMA/SMK/MA 11.06 10.12 12.37 11.79 12.71
PT (D1/D2/D3/DIV/S1/S2) 2.77 1.94 3.56 4.44 3.08
Sumber: Statistik Sosial dan Kependudukan Jateng, 2007-2011
Angka Partisipasi Murni (APM) pada tiap tingkat pendidikan di
Kabupaten Cilacap memiliki perkembangan yang berbeda-beda. Pada tingkat
SD/MI, APM mengalami penurunan dari 96,83 (2007) menjadi 90,85 (2011).
Sebaliknya, APM SMP/MTS dan SMA/SMK/MA berkecenderungan yang
meningkat, masing-masing dari 69.84 (2008) menjadi 72,89 (2011) dan dari
39,66 (2009) menjadi 42,01 (2011). APM perguruan tinggi juga mengalami
peningkatan dari 3,66 (2009) menjadi 4,33 (2010).
Tabel 2.18
Angka Partisipasi Murni SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA, dan Perguruan Tinggi Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Pendidikan 2007 2008 2009 2010 2011
SD/MI 96.38 97.33 98.03 96.46 90.85
SMP/MTS 72.90 69.84 71.03 69.14 72.89
SMA/SMK/MA 44.81 45.19 39.66 42.99 42.01
PT n.a n.a 3.66 4.33 n.a
Sumber: Indikator Utama Sosial, Politik, dan Keamanan Prov. Jateng 2008-2011 Statistik Kependidikan Prov. Jateng, 2010
Angka Partisipasi Kasar (APK) menunjukkan perkembangan
serupa dengan APM. Tabel 2.19 menunjukkan APK SD/MI menurun dari
111,26 (2007) ke 105,03 (2011). Angka partisipasi kasar perguruan tinggi
juga menurun dari 9,03 (2009) menjadi 8,76 (2010). Sebaliknya, APK
SMP/MTS dan APK SMA/SMK/MA berkecenderungan meningkat. Angka
partisipasi kasar SMP/MTS meningkat dari 79,39 (2007) menjadi 91,13
(2011). Angka partisipasi kasar SMA/SMK/MA meningkat dari 56,69 (2007)
Tabel 2.19
Angka Partisipasi Kasar SD/MI, SMP/MTS, SMA/SMK/MA, dan Perguruan Tinggi Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Pendidikan 2007 2008 2009 2010 2011
SD/MI 111.26 110.22 112.62 112.98 105.03
SMP/MTS 79.39 75.21 78.79 77.87 91.13
SMA/SMK/MA 56.69 60.82 55.07 59.72 60.71
PT n.a n.a 9.03 8.76 n.a
Sumber: Indikator Utama Sosial, Politik, dan Keamanan Prov. Jateng 2008-2011 Statistik Kependidikan Prov. Jateng, 2010
2.2.2.2. Kesehatan
Indikator kesejahteraan masyarakat bidang kesehatan mencakup
Angka Kelangsungan Hidup Bayi (AKHB), persentase balita gizi buruk dan
angka usia harapan hidup. Indikator-indikator kesehatan tersebut disajikan
dalam Tabel 2.20.
Tabel 2.20
Beberapa Indikator Kesehatan Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Indikator 2007 2008 2009 2010 2011
Angka Kelangsungan Hidup Bayi (per
1000 kelahiran) 986,20 986,43 988,88 990,19 990,67
Balita Gizi Buruk (persen) 0,13 0,11 0,07 0,06 0,07
Angka Usia Harapan Hidup (tahun) 69,86 70,20 70,51 70,82 71,12 Sumber: Indikator Pembangunan Kabupaten Cilacap 2012
Data tahun 2007-2011 menunjukkan AKHB Kabupaten Cilacap
mengalami peningkatan dari 986.2 (2007) menjadi 990.67 (2011).
Peningkatan AKHB Kabupaten Cilacap menunjukkan meningkatnya jumlah
bayi lahir hidup dalam setiap 1000 kelahiran. Mendukung data AKHB,
persentase balita gizi buruk menurun dari 0,13 persen (2007) menjadi 0,07
persen (2011). Secara umum, meningkatnya AKHB dan menurunnya
persentase balita gizi buruk bisa jadi disebabkan; peningkatan kuantitas dan
kualitas pelayanan persalinan dan peningkatan kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan ibu dan bayi.
Seperti halnya AKHB, Usia Harapan Hidup (UHH) mengalami
peningkatan yaitu; dari 69,86 tahun (2007) menjadi usia 71,12 tahun (2011).
Peningkatan UHH mengindikasikan adanya peningkatan kualitas hidup
2.2.2.2.1. Kasus Kematian Bayi
Indikator kasus kematian bayi yang tinggi bukan saja
mengindikasikan buruknya status kesehatan masyarakat, tetapi lebih jauh
mengindikasikan lemahnya beberapa aspek yang saling terkait, antara lain
lemahnya kesadaran masyarakat terhadap persoalan maternalitas selama
proses kehamilan dan pasca melahirkan serta ketidak-terjangkauan layanan
kesehatan yang memadai oleh masyarakat. Oleh karena itu kasus kematian
bayi merupakan indikator yang sangat sensitif bagi pemerintah daerah
menyangkut layanan kesehatan sekaligus status kesehatan masyarakat.
Gambar 2.13. adalah data kasus kematian bayi Kabupaten/ Kota di Jawa
Tengah tahun 2010 dan 2011 yakni jumlah bayi yang mati dalam satu tahun.
Pada tahun 2010, jumlah kasus kematian bayi di Kabupaten
Cilacap menempati urutan ke-3 terbanyak dari 35 Kabupaten/ Kota di Jawa
Tengah dengan jumlah kasus sebanyak 285 kasus. Pada tahun 2011 terjadi
penurunan peringkat, menjadi peringkat ke-4 terbanyak. Jumlah kasus
kematian bayi di Kabupaten Cilacap pada tahun 2011 juga mengalami
penurunan dari tahun sebelumnya, menjadi 198 kasus.
Pada level kecamatan, empat kecamatan dengan kasus kematian
bayi tertinggi pada tahun 2008 adalah Kecamatan Kroya, Kecamatan
Kawunganten, Kecamatan Kedungreja dan Kecamatan Cipari. Pada tahun
2010, empat kecamatan tersebut tidak lagi tergolong dalam empat
kecamatan dengan kasus kematian bayi tertinggi. Sekalipun demikian kasus
kematian bayi pada kecamatan-kecamatan tersebut masih tergolong tinggi.
Pada tahun 2010, tiga kecamatan dengan kasus kematian bayi tertinggi
adalah Kecamatan Wanareja, Kecamatan Cimanggu, dan Kecamatan
Majenang.
2.2.2.2.2. Angka Kematian Bayi(Infant Mortality Rate)
Angka kematian bayi menunjukkan banyaknya bayi yang mati
sebelum mencapai ulang tahunnya yang pertama per 1.000 kelahiran hidup
pada suatu waktu tertentu. Angka ini menggambarkan tingkat permasalahan
kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan faktor penyebab kematian bayi,
program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Keluarga Berencana (KB), serta
kondisi lingkungan dan sosial ekonomi.
Tabel 2.21
Angka Kematian Bayi (per 1000 Kelahiran Hidup) Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Tahun Kasus AKB
2007 392 12,4
2008 385 13,3
2009 314 10,8
2010 283 9,8
2011 275 9,3
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap 2011
Sejak tahun 2008 hingga 2011, Angka Kematian Bayi (AKB)
Kabupaten Cilacap terus mengalami penurunan. Pada tahun 2011 AKB
Kabupaten Cilacap sebesar 9,3/1000 kelahiran hidup. Angka tersebut sangat
baik mengingat target MDG s untuk AKB Kabupaten Cilacap adalah sebesar
10/1000 kelahiran hidup. Sekalipun AKB Kabupaten Cilacap telah mendekati
target MDG s, tetap diperlukan adanya perhatian khusus terhadap
pembangunan kesehatan termasuk masalah kematian bayi. Hal tersebut
mengingat kasus kematian bayi Kabupaten Cilacap masih menduduki
peringkat ke-4 tertinggi di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011 (sekalipun
membaik dibanding tahun 2010, lihat gambar 2.13).
Penyebab kematian bayi tertinggi (dengan mengabaikan
penyebab lain-lain) pada tahun 2008-2009 adalah Berat Bayi Lahir Rendah
(BBLR). Pada tahun 2008 dan 2009 kasus BBLR tinggi pada Kecamatan Cipari,
Kecamatan Kedungreja, Kecamatan Kroya, dan Kecamatan Kawunganten
(merupakan kecamatan yang sama dengan empat kecamatan dengan kasus
kematian bayi tertinggi). Pada tahun 2010 penyebab kematian bayi tertinggi
(dengan mengabaikan penyebab lain-lain) adalah Asfiksia. Kecamatan
dengan penyebab kematian bayi Asfiksia tertinggi pada tahun 2010 adalah
Kecamatan Cimanggu, Kecamatan Kawunganten, Kecamatan Kroya (7 kasus).
BBLR merupakan bayi dengan usia kehamilan yang belum cukup
38 minggu) tapi berat badan lahirnya lebih kecil yaitu kurang dari 2500 gram.
Dari sisi ibu dalam masa kehamilan, hal ini dapat terjadi karena adanya
penyakit (DM, anemia defisiensi besi, toksemia gravidarum), faktor usia ibu
yang melahirkan dalam usia muda (<20 th), sebab lain (alkohol, merokok,
narkotik kelainan plasenta, infeksi, hipertensi, radiasi lingkungan) dan
keadaan lain yang menyebabkan suplai makanan ke bayi berkurang.
Tingginya kasus BBLR sebagai penyebab kematian bayi mengindikasikan
perlunya perhatian pada gizi ibu hamil dan usia melahirkan ibu.
Asfiksia merupakan kondisi dimana tubuh kehabisan oksigen
karena tidak mampu melakukan pernafasan. Pada bayi, kasus asfiksia berarti
bayi tidak mampu bernafas secara spontan dan teratur pada saat
kelahirannya. Asfiksia sangat terkait dengan gangguan kesehatan ibu hamil,
kelainan tali pusar, atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi
selama atau sesudah persalinan (Asuhan Persalinan Normal, 2007). Hal ini
memiliki makna sangat diperlukannya tenaga penolong persalinan yang
memahami dengan baik faktor-faktor resiko yang berpotensi untuk
menimbulkan Asfiksia dan tindakan pertolongan yang harus segera
Tabel 2.22
Angka Kematian Bayi (per 1000 kelahiran hidup) dan Penyebab Kematian Bayi Menurut Kecamatan, Kabupaten Cilacap Tahun 2008-2011
No Kecamatan
Kasus Kematian Bayi
Penyebab Kematian Bayi
2008 2009 2010
2008 2010 BBLR Asfiksia Lain-lain Tetanus BBLR Asfiksia Lain-lain BBLR Asfiksia Lain-lain Tetanus
1 Dayeuhluhur 4 15 0 1 3 0 3 0 5 7 2 1 0
2 Wanareja 16 28 5 2 7 0 6 5 4 4 4 12 1
3 Majenang 23 19 3 2 18 0 3 7 6 8 4 4 0
4 Cimanggu 23 20 1 1 20 1 7 4 7 3 7 7 0
5 Karangpucung 19 8 2 1 16 0 2 2 6 2 2 2 0
6 Cipari 24 19 9 1 14 0 6 2 6 9 1 1 0
7 Sidareja 14 14 7 4 3 0 1 2 4 2 6 6 0
8 Kedungreja 24 18 6 2 15 0 1 2 10 4 2 2 0
9 Patimuan 8 5 1 3 4 0 2 4 5 1 1 1 0
10 Gandrungmangu 17 10 5 3 9 0 6 3 11 2 2 2 0
11 Bantarsari 20 12 6 5 9 0 4 1 7 2 1 5 0
12 Kawunganten 25 11 7 5 13 0 7 1 4 2 7 2 0
13 Kampung Laut 4 3 2 0 1 0 2 1 4 0 1 0 0
14 Jeruklegi 2 8 1 2 7 0 5 0 1 0 2 1 0
15 Kesugihan 4 17 2 5 5 0 2 3 10 0 7 2 0
16 Adipala 1 4 1 5 15 0 0 0 2 4 0 0 0
17 Maos 1 8 3 0 14 0 2 0 1 0 2 2 0
18 Sampang 5 7 2 3 3 0 3 3 2 1 2 1 0
19 Kroya 28 17 7 3 18 0 3 5 2 4 7 2 0
20 Binangun 10 5 7 0 3 0 1 1 13 0 0 1 0
21 Nusawungu 15 13 4 4 7 0 6 4 14 3 1 2 0
22 Cilacap Selatan 15 11 4 4 4 0 0 0 11 2 2 2 0
23 Cilacap Tengah 18 9 3 6 9 0 1 1 4 0 4 1 0
24 Cilacap Utara 14 0 4 2 7 0 5 2 4 4 2 0 0
Total 334 281 92 64 224 1 78 53 143 64 69 59 1
2.2.2.2.3. Kasus Kematian Balita
Selain kematian bayi, kematian balita juga merupakan salah satu
aspek yang sangat penting dalam mendeskripsikan pembangunan manusia
dari sisi kesehatan masyarakatnya. Gambar 2.14 menunjukkan kasus
kematian balita di Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah tahun 2010 dan 2011.
Dibandingkan tahun 2010, jumlah kasus kematian balita di Kabupaten
Cilacap mengalami penurunan. Pada tahun 2010 Kabupaten Cilacap
menempati peringkat ke- 7 kasus kematian balita tertinggi di Provinsi Jawa
Tengah dengan jumlah kasus kematian balita 84 jiwa. Pada tahun 2011 kasus
kematian balita turun menjadi 14 kasus. Meskipun demikian, dibandingkan
kabupaten/ kota yang lain di Jawa Tengah, peringkat kasus kematian balita di
Kabupaten Cilacap masih tergolong tinggi, yakni urutan ke-16 dari 35
kabupaten/ kota dengan kasus kematian balita.
2.2.2.2.4. Angka Kematian Balita
Berkaitan dengan Angka Kematian Balita (AKBA), Dinas
kesehatan Kabupaten Cilacap melaporkan pada tahun 2011 angka kematian
balita Kabupaten Cilacap adalah sebesar 10,14 per 1000 kelahiran hidup.
Angka ini menurun dibandingkan tahun tahun 2010 dengan angka kematian
balita sebesar 12,7 per 1000 kelahiran hidup. Target angka kematian balita
tahun 2015 yang ditetapkan dalam MDG s adalah 11,03 11,03 per 1000
kalahiran hidup. Dengan dmikian angka kematian balita di Kabupaten Cilacap
telah mencapai target yang telah ditetapkan.
Tabel 2.23
Angka Kematian Balita (per 1000 kelahiran hidup) Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Tahun AKBA
2007 15,5
2008 14,7
2009 12,7
2010 12,7
2011 10,14
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap 2011
Indikator angka kematian balita memberikan gambaran
ekonomi dan lingkungan anak- anak bertempat tinggal termasuk
pemeliharaan kesehatannya. Oleh karena itu Angka Kematian Balita biasanya
dipakai untuk memberikan gambaran kesulitan ekonomi penduduk.
Angka Kematian Balita juga erat kaitannya dengan pelayanan
dasar kesehatan balita, gizi, serta tingkat pengetahuan ibu mengenai
kesehatan bayi dan balita. Dari jumlah balita yang ada di Kabupaten Cilacap,
sebesar 0,06 persennya masih mengalami gizi buruk. Target angka gizi buruk
tahun 2015 yang ditetapkan dalam MDG s sebesar 1 persen, dengan demikian
sejalan dengan angka kematian balita di Kabupaten Cilacap yang telah
mencapai target MDG s, angka gizi buruk di Kabupaten Cilacap juga sejalan
dengan target MDG s.
Tabel 2.24
Persentase Balita Gizi Buruk Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
Tahun Persentase Balita Gizi Buruk
2007 0,13
2008 0,11
2009 0,07
2010 0,06
2011 0,06
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap 2011
2.2.2.2.5. Kasus Kematian Ibu
Seberapa besar jumlah kasus kematian ibu menggambarkan
status dan tingkat kesehatan perempuan. Di Indonesia, dalam 1 jam terdapat
2 orang ibu meninggal karena komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas
(Mantra, 2011). Hal tersebut mencerminkan perlunya penanganan kesehatan
yang lebih baik terhadap ibu hamil dan melahirkan.
Kabupaten Cilacap, pada tahun 2010 menduduki peringkat ke-4
tertinggi di Jawa Tengah untuk kasus kematian ibu. Pada tahun 2011, terjadi
sedikit perbaikan jumlah kasus kematian ibu. Kasus kematian ibu menurun
dari 34 kasus di tahun 2010 menjadi 24 kasus di tahun 2011, dan berada
pada peringkat ke-6 di antara Kabupaten/ Kota di Jawa Tengah dengan kasus
2.2.2.2.6. Angka Kematian Ibu
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu target MDG s
yang pada tingkat nasional masih sulit dicapai. Angka Kematian Ibu
melahirkan per 100.000 kelahiran hidup Kabupaten Cilacap menunjukkan
penurunan yang sangat besar di tahun 2011 dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada tahun 2011 AKI Kabupaten Cilacap sebesar 95,2 sedangkan target
MDG s untuk AKI adalah 100. Dengan demikian AKI Kabupaten Cilacap sudah
mencapai target MDG s yang telah ditetapkan.
AKI memberikan gambaran risiko yang dihadapi ibu-ibu selama
kehamilan dan melahirkan. Tingkat risiko tersebut sangat dipengaruhi oleh
status gizi ibu, keadaan sosial ekonomi, keadaan kesehatan menjelang
kehamilan dan kelahiran, ketersedianya dan penggunaan fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk pelayanan prenatal dan obstetri. Tingginya angka
kematian ibu menunjukkan keadaan sosial ekonomi yang rendah dan fasilitas
pelayanan kesehatan ibu hamil dan melahirkan termasuk pelayanan prenatal
dan obstetri yang rendah pula.
Tabel 2.25
Angka Kematian Ibu (AKI) Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
TAHUN AKI
2007 139,00
2008 127,84
2009 120,00
2010 117,00
2011 94,92
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap
Terdapat 3 faktor yang berpengaruh terhadap proses terjadinya
kematian maternal. Proses yang paling dekat terhadap kejadian kematian
maternal (determinan dekat) yaitu kehamilan itu sendiri dan komplikasi
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas (komplikasi obstetri).
Kematian ibu nifas memiliki pengertian kematian ibu pada masa
0-40 hari pasca persalinan, biasanya akibat pendarahan. Perdarahan pada
masa nifas dapat disebabkan oleh :
1. Akibat minum ramuan obat atau jamu bersih darah yang tidak aman
untuk ibu baik setelah keguguran maupun setelah melahirkan;
3. Akibat pijat daerah perut ke dukun, dengan tujuan memulihkan posisi
alat kandungan;
4. Gizi buruk dan lemahnya kontraksi rahim selama masa pemulihan.
Selain pada masa nifas, pendarahan memang tercatat sebagi
faktor penyebab kematian ibu terbanyak (dengan mengabaikan penyebab
lain-lain) di Kabupaten Cilacap tahun 2006-2010. Pada saat persalinan,
pendarahan dapat disebabkan oleh beberapa sebab yaitu :
1. Proses persalinan yang tidak aman yang ditolong oleh dukun yang
tidak terlatih;
2. Proses pengguguran kandungan yang disengaja dan tidak aman;
3. Usia ibu terlalu muda yang berusia kurang dari 20 tahun (Ibu
yang hamil usia muda kondisi alat kandungan belum siap
sehingga mudah terjadi perdarahan);
4. Ibu melahirkan pada usia yang terlalu tua/ lebih dari 35 tahun
(Kondisi fisik ibu bila tidak terjaga kesehatannya akan berisiko
terhadap kemungkinan perdarahan);
5. Melahirkan anak dengan jarak terlalu dekat (kurang dari 2 tahun);
6. Terlalu sering melahirkan, misalnya ibu yang melahirkan lebih
dari 3 kali;
7. Kondisi kesehatan ibu akibat penyakit kronis dan anemia (kurang
darah) dan gizi yang buruk;
8. Gangguan pembekuan darah;
9. Gangguan kelemahan kontraksi otot rahim setelah bayi dan tali
pusar/ ari-ari, dan sebagainya.
Terkait dengan hal tersebut, perlu dilakukan upaya-upaya
penanganan dan pencegahan pendarahan pada ibu hamil dan melahirkan.
Mengingat pendarahan pada masa kehamilan, saat persalinan maupun masa
nifas merupakan sebab yang multifaktor, perlu dilakukan kegiatan antisipasi
sejak awal mengenai kemungkinan terjadinya pendarahan.
Kegiatan antisipasi pendarahan yang dapat dilakukan oleh
pemerintah diantaranya penyuluhan yang dapat meningkatkan pengetahuan
ibu hamil mengenai tanda-tanda dan bahaya pendarahan pada masa hamil,
wawasan ibu hamil, pemerintah perlu memperhatikan kuantitas dan kualitas
penyediaan sarana prasarana serta tenaga kesehatan yang ada, khususnya
yang terkait langsung dengan kehamilan dan persalinan.
Tabel 2.26
Penyebab Kematian Ibu dikarenakan Pendarahan dan Eklamasi di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
No Kecamatan
2007 2008 2009 2010 2011
Penda-10 Gandrungmangu 2 1 2 1
11 Bantarsari
12 Kawunganten 2 2
13 Kampung Laut 2 2
14 Jeruklegi 2
21 Nusawungu 1 1
22 Cilacap Selatan 1 2 1 2 1
23 Cilacap Tengah 4
24 Cilacap Utara 3 3 4
Total 14 2 14 6 14 2 14 6 29
Tabel 2.27
Penyebab Kematian Ibu dikarenakan Infeksi dan Lainnya di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
No. Kecamatan
2007 2008 2009 2010 2011
Lain-1 Dayeuhluhur 1 1
2 Wanareja 1 1 1 1 1
3 Majenang 2 2
4 Cimanggu 1 1
5 Karangpucung 3 3
6 Cipari 1 1 1 1
7 Sidareja 1
8 Kedungreja 1 1 1
9 Patimuan 1 1 1 1
10 Gandrungmangu 1 2 1 2
11 Bantarsari 2 1 2 2 1 2
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap
2.2.2.2.7. Status Gizi
Gizi merupakan hal yang sangat penting bagi tubuh. Gizi akan
mempengaruhi pertumbuhan tubuh, kesehatan dan kecerdasan seseorang.
Secara tidak langsung seseorang dengan gizi yang buruk berimplikasi pada
tingkat kesejahteraannya. Hal ini disebabkan karena tingkat kesehatan dan
kecerdasan yang kurang baik akibat gizi buruk akan mengakibatkan
produktivitas yang rendah. Oleh karena itu status gizi masyarakat
Secara umum , kondisi balita di Kabupaten Cilacap menunjukkan
kecenderungan stagnan atau menurun. Selama kurun waktu tahun 2008
2011, persentase anak balita yang ditimbang untuk status gizi baik meskipun
berfluktuasi cenderung meningkat dari 93,96% pada tahun 2008 menjadi
96,55% di tahun 2011. Kemudian untuk status gizi lebih juga berfluktuasi
namun berkecenderungan turun dari 1,47% di tahun 2008 menjadi 0,78% di
tahun 2011. Untuk kasus gizi kurang meskipun di tahun 2008 mencapai
4,46% dan pada tahun tahun 2009 turun menjadi 2,5% namun kemudian
selalu naik sehingga pada tahun 2011 mencapai 3,5%. Kemudian untuk
kasus gizi buruk cenderung stagnan mulai dari 0,11% di tahun 2008 menjadi
0,1% di tahun 2011.
Tabel. 2.28
Prosentase Status Gizi Anak Balita yang Ditimbang di Kabupaten Cilacap Tahun 2007-2011
TAHUN BURUK KURANG BAIK LEBIH
2007 n.a n.a n.a n.a
2008 0,11 4,46 93,96 1,47
2009 0,07 2,5 96,36 1,09
2010 0,08 3,09 95,69 1,13
2011 0,1 3,5 96,55 0,78
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap
Tabel 2.29
Jumlah Kasus Gizi Buruk
Keterangan 2009/2010 2010/2011
Sisa Tahun sebelumnya 11 60
Baru Murni 149 42
Kambuhan - 5
Sub 160 107
Mati 3 2
Sembuh 151 41
Sisa 6 64
Persentase Balita Ditimbang 44.55 88.83
Sumber: Jawa Tengah dalam Angka, 2009 dan 2010
Sampai dengan tahun 2011, kasus gizi buruk di Kabupaten Cilacap
masih tergolong sangat tinggi. Kabupaten Cilacap menempati urutan ke- 3
tertinggi kasus gizi buruk terbanyak di antara Kabupaten/ Kota di Provinsi