• Tidak ada hasil yang ditemukan

J00811

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan " J00811"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Berbantuan Media Animasi Pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013

Oleh

Lia Luthfi Marwandari, Wahyudi

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan bagi siswa kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013 melalui penggunaan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi. Hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika masih banyak yang di bawah KKM 70. Hal itu dikarenakan guru masih menggunakan metode konvensional tanpa penggunaan media yang sesuai. Oleh sebab itu, peneliti berupaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui pembelajaran kooperatif tipe NHT Berbantuan Media Animasi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas, yang terdiri dari dua siklus. Masing-masing siklus terdiri atas tahapan perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan yang terakhir refleksi. Data yang diperoleh meliputi data hasil belajar matematika meliputi nilai evaluasi siswa, data proses pembelajaran dari aktifitas guru dan siswa hasil pengamatan oleh observer. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan hasil pra siklus, hasil siklus I, dan siklus II.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 4 pada mata pelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan di SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasil analisa data menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan nilai rata-rata kelas dari 64 pada pra siklus menjadi 75 pada siklus I dan 84 pada siklus II. Jumlah siswa yang tuntas belajar meningkat dari 16 siswa atau 37% pada pra siklus menjadi 31 siswa atau 72% pada siklus I dan 43 siswa atau 100% siswa tuntas pada siklus II. Penelitian ini dianggap berhasil karena sudah mencapai indikator kinerja yaitu 80% siswa tuntas belajar.

Kata Kunci : matematika, pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together), media animasi, hasil belajar matematika.

(2)

Sasaran utama pendidikan di Sekolah Dasar adalah memberikan bekal secara maksimal tiga kemampuan dasar yaitu meliputi kemampuan baca, tulis dan hitung. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Tingkat SD / MI dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa Standar Kompetensi Matematika merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik. Sedangkan dalam Standar Isi kurikulum KTSP 2006 dinyatakan bahwa Standar Kompetensi Matematika, pelajaran Matematika diberikan kepada peserta didik untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama.

Beberapa mata pelajaran yang disajikan pada Sekolah Dasar, matematika adalah salah satu mata pelajaran yang menjadi kebutuhan sistem dalam melatih penalarannya. Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dan kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitam antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Badan Nasional Standar Pendidikan, 2004:2). Dalam kurikulum SD 2004, Matematika merupakan salah satu komponen penting. Tujuan mempelajari matematika adalah untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir yang kritis. Khususnya bagi siswa SD yang taraf berpikirnya masih sangat sederhana, untuk dapat menanamkan pemahaman terhadap materi memerlukan ketekunan, kesabaran dan kreatifitas yang tinggi dari guru agar mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan tujuan. Oleh karena itu perlu model pembelajaran yang bervariatif dan media yang sesuai agar dapat menarik minat siswa terhadap materi yang disajikan.

Namun kenyataannya tidak sesuai dengan harapan. Dalam pembelajaran guru yang masih menggunakan model konvesional tanpa diselingi model mengajar yang inovatif dan penggunaan media yang sesuai, guru masih mendominasi atau menjadi pusat perhatian selama proses pembelajaran (teacher centered). Semua informasi bersumber dari guru tanpa adanya upaya siswa untuk menemukan sendiri konsep yang sedang dipelajarinya. Pada saat pembelajaran siswa hanya duduk, mencatat, dan mendengarkan apa yang disampaikannya dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif dan kurang menumbuhkan minat siswa yang menyebabkan siswa menjadi bosan dan menjadi tidak aktif dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Hal tersebut menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Dalam hal ini, diperlukan guru kreatif yang dapat membuat pembelajaran menjadi lebih menarik dan disukai oleh peserta didik. Suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran dan media yang tepat agar siswa menjadi aktif dan dapat memperoleh kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang optimal.

(3)

hasil belajar siswa merupakan masalah yang perlu segera dipecahkan. Hal tersebut dapat dilihat dari pengamatan aktivitas pembelajaran setelah dilakukan pretest yang menunjukkan bahwa siswa yang aktif dalam KBM hanya beberapa anak saja. Hasil pretest yang diperoleh peserta didik juga masih rendah dibawah KKM 70. Terbukti dari 43 siswa hanya 16 siswa atau 37 % yang berhasil memenuhi KKM, sedangkan 27 siswa atau 63 % belum memenuhi KKM. Ada lebih dari 50% siswa yang belum memenuhi KKM, berarti kegiatan pembelajaran ini belum berhasil.

Berdasarkan pengamatan di kelas 4 SD Negeri Pringapus 03, sebagai tindak lanjut untuk mengatasi permasalahan tersebut akan dilakukan alternatif tindakan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi untuk memperbaiki hasil belajar matematika. Model ini dapat dijadikan alternatif variasi model pembelajaran. NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Dengan cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok dan secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Selain itu alasan menggunakan model pembelajaran NHT adalah untuk meningkatkan aktivitas, keterampilan siswa dan pengakuan terhadap keragaman siswa.

Sedangkan dengan bantuan media animasi yang menggunakan stimulus audio visual dapat menarik perhatian siswa untuk mengikuti proses pembelajaran karena adanya kumpulan objek atau gambar yang diolah sedemikian rupa sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengkaji masalah tersebut melalui penelitian tindakan kelas dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Berbantuan Media Animasi pada Siswa Kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013.

Kajian Pustaka

1. Mata Pelajaran Matematika dan Pembelajarannya

Matematika mempunyai beberapa definisi dan tidak mempunyai definisi tunggal yang disepakati. Beberapa ahli matematika merumuskan pengertian matematika berdasarkan sudut pandang kebutuhannya masing-masing. Pengertian tersebut dapat diterima karena matematika dapat dipandang dari segala sudut sesuai dengan kebutuhannya. Berikut ini definisi matematika menurut beberapa ahli.

(4)

keterkaitam antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas (Badan Nasional Standar Pendidikan, 2004:2). Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjadi dalam Heruman (2012:1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif. James dan James dalam Anitah (2008:7.4) matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak dan terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika yang memiliki objek abstrak berpola pikir deduktif mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep hubungan lain yang jumlahnya banyak dan terbagi dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri.

Menurut Surya (1997) belajar dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Rusman, 2011:7). Sedangkan pembelajaran menurut Gagne, Briggs, dan Wager (1992) adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa (Winataputra, 2008:1.19).

Pembelajaran matematika dalam Muhsetyo (2008:1.26) adalah proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari. Salah satu komponen yang menentukan ketercapaian kompetensi adalah penggunaan strategi pembelajaran matematika, yang sesuai dengan (1) topik yang sedang dibicarakan, (2) tingkat perkembangan intelektual peserta didik, (3) prinsip dan teori belajar, (4) keterlibatan aktif peserta didik, (5) keterkaitan dengan kehidupan peserta didik sehari-hari, dan (6) pengembangan dan pemahaman penalaran matematis.

Dalam dokumen Standar Kompetensi mata pelajaran matematika untuk satuan SD dan MI menyatakan tujuan pembelajaran matematika adalah :

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkansolusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

(5)

Guna mencapai tujuan pembelajaran tersebut, perlu ada materi yang dibahas. Materi itu dibatasi oleh ruang lingkupnya yang tertera dalam Permendiknas RI Nomor 22 Tahun 2006 yang meliputi aspek bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data. Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan perbandingan kuantitas suatu obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran.

Standar untuk mengetahui tercapainya tujuan pembelajaran dapat ditetapkan melalui standar kompetensi dan kompetensi dasar. Standar Kompetensi (SK), merupakan ukuran kemampuan minimal yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap yang harus dicapai, diketahui, dan mahir dilakukan oleh peserta didik pada setiap tingkatan dari suatu materi yang diajarkan. Sedangkan, Kompetensi Dasar (KD) merupakan penjabaran SK peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan SK peserta didik.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan siswa. Selain itu dimaksudkan pula untuk mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lain. Berikut ini tabel Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika kelas 4 SD semester 2 tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan.

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

6. Menggunakan pecahan dalam pemecahan masalah

6.3 Menjumlahkan pecahan 6.4 Mengurangkan pecahan

Sumber : Badan Nasional Standar Pendidikan, 2004 : 425

2. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) Berbantuan Media Animasi

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

(6)

Numbered Heads Together (NHT) atau penomoran berfikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) dalam Trianto (2009:82) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Dalam Hamdani (2011:89) NHT (Numbered Heads Together) adalah metode belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor dan dibuat suatu kelompok, kemudian secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Sedangkan dalam Miftahul Huda (2011:130), NHT merupakan varian dari diskusi kelompok yang teknis pelaksanaannya hampir sama dengan diskusi kelompok. Pertama-tama, guru meminta siswa untuk duduk berkelompok-kelompok. Masing-masing anggota diberi nomor. Setelah selesai, guru memanggil nomor (anggota) untuk mempresentasikan hasil diskusinya. Guru tidak memberitahukan nomor berapa yang akan berpresentasi selanjutnya. Begitu seterusnya hingga semua nomor terpanggil. Pemanggilan secara acak ini akan memastikan semua siswa benar-benar terlibat dalam diskusi tersebut.

Menurut Robert E. Slavin (2005:256), menomori orang bersama pada dasarnya adalah sebuah varian dari Group Discussion: pembelokannya yaitu pada hanya ada satu siswa yang mewakili kelompoknya tetapi tidak sebelumnya tidak diberitahu siapa yang akan menjadi wakil kelompok tersebut. Pembelokan tersebut memastikan keterlibatan total dari semua siswa. Model Russ Frank ini adalah cara yang sangat baik untuk menambahkan tanggung jawab individual kepada diskusi kelompok.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dimana siswa dibuat suatu kelompok kemudian diberi nomor, lalu secara acak guru memanggil nomor dari siswa dan hanya ada satu siswa yang akan mewakili kelompoknya.

NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

b. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

Tahapan dalam pembelajan NHT (Numbered Heads Together) dalam Trianto (2009:82) :

1) Penomoran

(7)

2) Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya. 3) Berpikir Bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

4) Menjawab

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Dalam Miftahul Huda (2011:138) prosedur Kepala Bernomor (Numbered Heads Together) sebagai berikut :

1) Siswa dibagi dlam kelompok-kelompok. Masing-masing siswadalam kelompok diberi nomor.

2) Guru memberikan tugas/pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3) Kelompok berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut. 4) Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil

mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

Sedangkan dalam Hamdani (2011:90) langkah-langkah dalam NHT (Numbered Heads Together) sebagai berikut :

1) Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.

2) Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk mengerjakannya.

3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka.

5) Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru menunjuk nomor lain

6) Kesimpulan

Jadi, dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) adalah :

1) Penomoran

Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan nomor kepada setiap anggota sesuai dengan jumlah anggotanya.

2) Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari

3) Berpikir Bersama

(8)

4) Menjawab Pertanyaan

Guru memanggil salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran NHT, bisa dibuat langkah-langkah pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) dalam pembelajaran matematika sebagai berikut :

1. Penomoran

Guru membagi siswa dalam kelompok dan memberikan nomor kepala kepada setiap anggota sesuai dengan jumlah anggotanya.

2. Mengajukan pertanyaan

Siswa dalam kelompok mendapat pertanyaan dari guru berupa kartu soal tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan.

3. Berpikir bersama

Siswa berdiskusi dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan tentang penjumlahan dan pengurangan pecahan yang telah diberikan oleh guru dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawabannya.

4. Menjawab Pertanyaan

Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara acak memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkaut tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

c. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

Adapun kelebihan dan kelemahan NHT (Numbered Heads Together) dalam Hamdani (2011:90) adalah :

a) Kelebihan Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) 1. Setiap siswa menjadi siap semua.

2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh,

3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. b) Kelemahan Model Pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)

1. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan fasilitator. Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus membimbing jalannya diskusi. Agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.

d. Media Animasi

(9)

media audio visual. Media animasi termasuk jenis media visual audio, karena terdapat gerakan gambar dan suara. Levie dan Levie dalam Azhar Arsyad (2005:9) mengemukakan bahwa pengajaran menggunakan stimulus audio visual membuahkan hasil yang lebih baik untuk tugas-tugas seperti mengingat, mengenali, mengingat kembali, dan menghubung-hubungkan fakta dan konsep. Dalam Hamdani (2011:249) media audio visual merupakan kombinasi audio dan visual atau bisa disebut media pandang-dengar. Audio visual akan menjadikan penyajian bahan ajar kepada siswa semakin lengkap dan optimal. Selain itu media ini dalam batas-batas tertentu dapat juga menggantikan perandan tugas guru, Sebab penyajian materi bisa diganti oleh media dan guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu memberikan kemudahan bagi para siswa untuk belajar.

Menurut Wahyono (2006:125) media animasi merupakan kumpulan objek yang memiliki berbagai bentuk sebagai sebuah gerakan. Objek bisa berbentuk satu dimensi, dua dimensi, dan tiga dimensi. Sedangkan media animasi menurut Rusman (2011:72) adalah kumpulan gambar yang diolah sedemikian rupa sehingga muncul pergerakan. Menurut Sutopo (2006:2) media animasi menggambarkan objek yang bergerak agar kelihatan hidup. Media animasi dalam Hamdani (2011:253) mampu menunjukkan suatu proses abstrak sehingga siswa dapat melihat pengaruh perubahan suatu variabel.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa media animasi adalah kumpulan objek atau gambar yang diolah sedemikian rupa sehingga muncul pergerakan yang kelihatan hidup. Media Animasi dalam pembelajaran bertujuan untuk memaksimalkan efek visual dan memberikan interaksi berkelanjutan sehingga pemahaman bahan ajar meningkat.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Sudjana (2012:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajaranya. Hasil belajar ini diperoleh siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar. Untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil belajar siswa atau kemampuan siswa dalam suatu pokok bahasan guru biasanya mengadakan tes hasil belajar. Hasil belajar dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh siwa setelah mengikuti suatu tes hasil belajar yang diadakan setelah selesai program pengajaran. Menurut Hamalik (2006:30), hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Dalam Purwanto (2013:45) hasil belajar menurut Winkel adalah perubahan yang mengakibatkan siswa berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Hasil belajar menurut Soedijarto dalam Purwanto (2013:46) adalah perubahan perilaku siswa akibat belajar. Perubahan perilaku disebabkan karena siswa mencapai penguasaan atas sejumlah bahan yang diberikan dalam proses belajar mengajar. Pencapaian itu didasarkan atas tujuan pengajaran yang telah ditetapkan. Hasil itu dapat berupa perubahan dalam aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor.

(10)

dari tidak tahu menjadi tahu dan tidak mengerti menjadi mengerti setelah siswa mengalami pengalaman belajarnya.

Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor (Depdiknas, 2006). Secara umum teknik asesmen dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni teknik tes dan non tes.

Tes pada umunnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 2012:35). Ada dua jenis tes yaitu tes uraian atau tes essay dan tes objektif. Tes uraian terdiri dari uraian bebas, uraian terbatas, dan uraian berstruktur. Sedangkan tes objektif terdiri dari bentuk pilihan benar salah, pilihan berganda berbagai variasinya, menjodohkan, dan isian pendek atau melengkapi.

Teknik non tes merupakan teknik penilaian berisi pertanyaan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Alat penilaian non tes yang sering digunakan antara lain kuesioner dan wawancara, skala (skala penilaian, skala sikap, skala minat), observasi atau pengamatan, stusi kasus dan sosiometri (Sudjana, 2012:67).

Metode Penelitian

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) untuk mata pelajaran matematika yang dilaksanakan di kelas 4 SD Negeri Pringapus 03, Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 4 sebanyak 43 siswa yang terdiri dari 26 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Penelitian ini termasuk jenis Penelitian Tindakan Kelas dengan menggunakan jenis PTK kolaboratif. Penelitian Tindakan Kelas ini terdiri dari dua siklus dengan model spiral dari Kemmis dan Mc. Tagart dalam Pardjono (2007). Setiap siklus tediri dari tiga tahap yaitu tahap perencanaan, tahap implementasi dan observasi, dan tahap refleksi.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil pengamatan lembar observasi guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi. Sedangkan data kuantitatif adalah data yang diperoleh langsung dari skor yang diperoleh dari tes evaluasi.

(11)

dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi.

Instrumen merupakan alat yang digunakan untuk pengumpulan data suatu penelitian. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dan lembar evaluasi. Lembar observasi digunakan untuk mengamati kegiatan guru dan siswa dalam penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi. Sedangkan lembar evaluasi diberikan kepada masing-masing siswa untuk dikerjakan secara individual sehingga dapat diketahui hasil atau kemampuan siswa secara perorangan setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi.

Untuk menentukan keberhasilan dalam penelitian ini, maka dibuatlah indikator kinerja. Indikator tersebut terbagi menjadi dua indikator yaitu indikator proses dan indikator hasil. Indikator proses dalam penelitian ini dikatakan baik apabila dalam indikator proses ini guru sudah melaksanakan semua tahap kegiatan pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media aimasi. Sedangkan indikator hasil dalam penelitian ini berhasil jika 80% dari 43 siswa mencapai ketuntasan belajar dengan KKM = 70.

Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu teknik analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif. Teknik analisis deskriptif kualitatif diperoleh dari hasil lembar observasi guru dan siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi. Deskriptif kualitatif dipaparkan dalam bentuk kalimat untuk memperoleh kesimpulan dari hasil lembar observasi guru dan siswa. Sedangkan teknik analisis deskriptif kuantitatif diperoleh dari hasil belajar kognitif siswa. Penyajian data kuantitatif dipaparkan dalam bentuk persentase kemudian dianalisis dengan deskriptif komparatif yaitu membandingkan hasil belajar matematika antar siklus berdasarkan kriteria yang ditentukan. Analisis data kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Fokus analisis dititik beratkan pada pencapaian ketuntasan belajar untuk masing-masing siklus. Ketuntasan belajar siswa dikelompokkan ke dalam dua kategori tuntas dan tidak tuntas dengan KKM 70.

Hasil-hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bagian ini akan dilakukan analisis hasil penelitian yang berkaitan dengan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika materi penjumlahan dan pengurangan pecahan di kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang. Data hasil belajar siswa dilakukan analisis dengan cara analisis deskriptif komparatif yaitu membandingkan hasil belajar siswa antar siklus. Pada bagian ini akan dipaparkan pelaksanaan penelitian semua siklus secara bersamaan dan diperbandingkan sehingga akan diketahui perkembangan hasil belajar siswa.

(12)

suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif yang berdampak pada hasil belajar siswa. Bentuk pemecahan dari permasalahan ini adalah dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi.

Hasil belajar siswa pada siklus I masih belum optimal. Namun, keaktifan siswa dalam pembelajaran siklus I mengalami peningkatan dibandingkan sebelum tindakan kelas dilaksanakan. Meskipun pada awalnya siswa masih belum terbiasa menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi karena jarang digunakan oleh guru dan pada saat diskusi kelompok masih ada siswa yang hanya bergurau tidak memperhatikan materi yang disampaikan gurunya. Dalam menyelesaikan tugas pun masih banyak yang mengandalkan hasil pekerjaan teman yang dianggap mampu. Akan tetapi setelah siswa mulai terbiasa dengan kegiatan kelompok, hal tersebut dapat teratasi. Lama kelamaan siswa mulai dapat ikut berperan aktif dalam pembelajaran. Media animasi yang telah disiapkan juga dapat menarik minat siswa untuk memperhatikan penjelasan guru. Pada pengamatan pembelajaran siklus I, guru masih belum sepenuhnya melaksanakan semua yang sudah direncahakan. Dalam memulai pelajaran guru tergesa-gesa untuk memasuki kegiatan inti tanpa memberikan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan dan menyampaikan tujuan pembelajaran dan dalam penyampaian materi terlalu cepat sehingga ada beberapa siswa yang tertinggal. Guru juga belum memberikan bimbingan kepada kelompok secara merata dan tidak memberikan penghargaann kepada kelompok yang mendapat skor tertinggi dan memotivasi pada siswa yang belum berhasil. Namun pada pertemuan II dan III guru sudah tidak mengulang kesalahan tersebut dan mampu melaksanakan dengan baik. Guru dan siswa harus bekerjasama lebih baik lagi dalam pembelajaran di siklus II agar penggunaaan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi ini dapat terlaksana dengan efektif.

Keadaan siswa pada siklus II ini jauh lebih baik lagi. Proses KBM berjalan lebih efektif. Masing-masing anggota dalam satu tim sudah bisa menempatkan posisinya. Kerja sama antar anggota atau antar tim jauh lebih maksimal. Antusias siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan lebih meningkat. Hal ini tampak pada hasil nilai yang meningkat. Perhatian siswa sudah terfokus kepada gurunya dan kegiatan berbicara sendiri serta bergurau sudah tidak ada lagi. Secara umum siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik, siswa senang, siswa aktif, siswa menunjukkan minat belajar yang baik, perhatian siswa fokus dan siswa mampu bekerjasama dalam kelompoknya. Sedangkan pada siklus II, guru menyadari benar kekurangan-kekurangan pada pembelajaran siklus I sehingga ketika membuka pelajaran, guru tidak lagi tergesa-gesa untuk memasuki kegiatan inti tapi lebih dulu memberikan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan, menyampaikan tujuan pembelajaran dan menerangkan cakupan matei yang akan dipelajari. Semua kegiatan inti yang direncanakan sudah dilaksanakan dan guru tidak mengulang lagi kesalahannya dan mampu melaksanakan dengan baik

(13)
[image:13.595.139.478.163.240.2]

maka dipaparkan hasil pengolahan nilai hasil belajar siswa dalam bentuk tabel berikut ini.

Tabel 2

Perolehan Nilai Tes Siswa Antar Siklus

No. Kategori Pra Siklus Siklus I Siklus II

1. Nilai terendah 45 50 70

2. Nilai tertinggi 80 95 100

3. Rata-rata nilai 64 75 84

Dari data tabel 2 dapat dijelaskan bahwa terjadi peningkatan nilai hasil belajar pada mata pelajaran matematika dari pra siklus yaitu sebelum penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi dan setelah menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi pada siklus I dan siklus II. Terjadi peningkatan nilai terendah siswa yaitu dari 45 menjadi 70 pada siklus II terjadi kenaikan sebesar 25 point, demikian juga pada nilai tertinggi siswa juga terjadi peningkatan dari 80 pada pra siklus menjadi 100 pada siklus II atau 20 point sedangkan rata-rata nilai siswa secara klasikal menunjukkan peningkatan yaitu dari 64 pada pra siklus menjadi 84 pada akhir pembelajaran siklus II atau terjadi peningkatan sebesar 18 point.

Untuk mengukur keberhasilan proses pembelajaran matematika di kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) berbantuan media animasi maka ditetapkan indikator keberhasilan yaitu 80% siswa tuntas belajar pada materi penjumlahan dan pengurangan pecahan dengan KKM 70. Kriteria Ketuntasan Minimal digunakan sebagai acuan untuk menyatakan siswa tuntas dalam mengikuti pembelajaran, KKM harus ditetapkan diawal tahun pembelajaran berdasarkan hasil musyarwarah pendidik dan lembaga pendidikan. KKM pada setiap sekolah berbeda-beda tergantung dengan karakteristik setiap sekolah. KKM sebagai acuan bagi seorang guru untuk menilai pencapaian kompetensi siswa sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar suatu mata pelajaran.

Berhasilnya pencapaian kompetensi siswa dilihat dari hasil belajarnya apakah sudah tuntas atau belum dengan didasarkan pada KKM yang telah ditentukan setiap sekolah. Peningkatan hasil belajar peserta didik dikatakan meningkat apabila 80% siswa telah berhasil mencapai kriteria ketuntasan minimal yang ditentukan. Untuk mengetahui keberhasilan atau kegagalan proses pembelajaran maka dapat dilihat pada paparan tabel 3 tentang ketuntasan belajar siswa berikut ini.

Tabel 3

Ketuntasan Belajar Siswa Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

No. Ketuntasan Belajar

Pra Siklus Siklus I Siklus II

Jml % Jml % Jml %

1. Siswa tuntas 16 37% 31 72% 43 100%

2. Siswa tidak tuntas 27 63% 12 28% 0 0%

[image:13.595.126.513.665.755.2]
(14)

Dari paparan data pada tabel 3 dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas belajar matematika dari pra siklus sampai dengan pembelajaran siklus II. Pada pra siklus 37% siswa tuntas dan 63% siswa tidak tuntas, pada siklus I 72% siswa tuntas dan 28% siswa tidak tuntas. Sedangkan pada siklus II siswa mengalami ketuntasan belajar sebesar 100% dengan jumlah 43 siswa mengalami ketuntasan belajar secara keseluruhan.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi ini juga membantu guru dalam mengajarkan sebuah materi serta dapat sesuai dengan perkembangan karakteristik siswa yaitu dengan model belajar bersama di dalam kelompok dalam proses pembelajaran.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ismiyati (2012) yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) pada Siswa Kelas 1 Semester 2 SD N Boloh Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012”. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Pada pra siklus ketuntasan belajar 42 % pada siklus 1 menjadi 64 % dan pada siklus 2 menjadi 83% tuntas.

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini terbukti bahwa hasil belajar matematika dapat ditingkatkan dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi melalui empat tahapan kegiatan, yaitu : (1) penomoran, (2) mengajukan pertanyaan, (3) berpikir bersama, dan (4) menjawab pertanyaan pada siswa kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013.

Kesimpulan

1. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) berbantuan media animasi pada pembelajaran matematika terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika di kelas 4 SD Negeri Pringapus 03 Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang semester 2 tahun pelajaran 2012/2013. Hal itu dibuktikan dari hasil penelitian bahwa telah terjadi peningkatan persentase siswa yang tuntas belajar pada pra siklus sebanyak 16 siswa atau 37%, pada siklus I meningkat sebanyak 31 siswa atau 73% dan pada siklus II menjadi 43 siswa atau 100% siswa tuntas belajar. 2. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT berbantuan media animasi

(15)

Daftar Pustaka

Anitah, Sri. 2008. Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.

Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Perdasa. BNSP. 2004. Standar Isi Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Matematika 2004.

Jakarta: BNSP.

Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika, Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

tentang standar Isi. Jakarta: Depdiknas.

Hamdani. 2011. Stategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia.

Heruman. 2008. Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Huda, Miftahul. 2012. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ismiyati. 2012. Peningkatan Hasil Belajar Matematima melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together) pada Siswa Kelas 1 Semester 2 SD N 4 Boloh Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Tahun Pelajaran 2011/2012. Skripsi. PGSD FKIP UKSW.

Muhsetyo, Gatot dkk. 2008. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.

Pardjono, dkk. 2007. Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta : Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta.

PT. Indismart Kreatif Idea.2013. Media Animasi Penjumlahan dan Pengurangan Pecahan. www.indi-smart.com. Diakses pada 9 Februari 2013, 10.47. Purwanto. 2013. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Puataka Pelajar.

Rusman. 2011. Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi. Jakarta: Rajawali Press.

Slavin E. Robert. 2005. Cooperative Learning. Bandung: Nusa Media.

Sudjana, Nana. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.Bandung: Alfabeta.

Sutopo, Hadi Ariesto. 2008. Komputer dan Media Pembelajaran.

http://www.scribd.com/doc/61414659/Komputer-Dan-Media-Pembelajaran. Diakses pada 24 April 2013, 12:06.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif - Progresif : Konsep, Landasan, dan Implementasi pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Prenada Media.

Wahyono, Teguh. 2006. 36 Jam Belajar Komputer Animasi dengan Macromedia Flash 8. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Gambar

Tabel 2 Perolehan Nilai Tes Siswa Antar Siklus

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Tidak menahan buang air besar: Pencernaan juga akan lancar jika tidak menahan buang air besar karena dengan menahan buang air besar feses akan kering sehingga penyakit wasir

HARAPAN MANUSIA AKAN KEKUATAN ALLAH SWT DAN GAIB PADA RAJAH DALAM TRADISI TERBANGAN DI KABUPATEN BANDUNG. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Bengkayang Bengkayang Pengadaan Langsung Rehabilitasi Drainase Jalan Ngura (depan Gedung Pancasila), Kec. Bengkayang Bengkayang Pengadaan Langsung Rehab Jembatan Ruas Jalan Lumar

Pada hari ini Rabu tanggal Tujuh belas bulan Juni tahun Dua ribu lima belas kami yang bertanda tangan dibawah ini Pokja Pengadaan Barang/Jasa ULP Kabupaten Aceh Barat Daya

Faktor Produksi Luas Lahan, Jumlah Tanaman, dan Umur Tanaman Usahatani Kakao Petani Responden di Desa Seppong, Kecamatan Tammerodo Sendana, Kabupaten

a. Memahami pengendalian internal-penjualan: auditor mempelajari bagan arus klien, menyusun kuesioner, dan pengujian penelusuran. Mengukur resiko pengendalian

Ketua Pengawas mengarahkan calon mengisi butiran pada Helaian Jawapan dalam Kertas Soalan dan Buku Jawapan.

Lampiran 16 Instrumen Lembar Observasi Guru Terhadap Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Siklus 1 Pertemuan kedua...165. Lampiran 17 Instrumen Lembar Observasi