• Tidak ada hasil yang ditemukan

KH. MASTUR ASNAWI: STUDI PERAN SOSIAL KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1919-1982.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KH. MASTUR ASNAWI: STUDI PERAN SOSIAL KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1919-1982."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

KH. MASTUR ASNAWI (STUDI PERAN SOSIAL KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1919-1982)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh: Vony Mayanti NS NIM: A0.22.12.021

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul KH. Mastur Asnawi (Studi Peran Sosial Keagamaan Pada Masyarakat Kota Lamongan Tahun 1919-1982) ini memiliki tiga fokus penelitian yaitu: 1) bagaimana biografi singkat KH. Mastur Asnawi? bagaimana kondisi sosial dan keagamaan masyarakat kota Lamongan? bagaimana peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982?.

Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan sejarah ini adalah: pemilihan Topik, Heuristik (mencari dan menemukan data), kritik sumber, interpretasi atau penafsiran dan penulisan (Historiografi). Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis yaitu sebagai alat bantu yang bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sesuatu yang berinteraksi antara manusia dengan masyarakat. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori kepemimpinan kharismatik menurut Max Weber yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi

(6)

ABSTRACT

Thesis entitled KH. Mastur Asnawi (study of the role social religious in society Lamongan city year 1919-1982) has there research focuses, including: 1) how brief biography KH. Mastur Asnawi 2) how conditions social and religious in communities Lamongan city 3) how the role of KH. Mastur Asnawi preformance in the field of social religious community Lamongan city year 1919-1982?.

The methods used by researchers to writing of this history are: Election topics, heuristics (search and find data), Criticism resources, Interpretation and Writing (historiography). In general this research is historically used to describe the event that accured in the past. As for this study using sociological approach is a tool aims to describe the interaction between neighbor something with human society. Theory used in the writing of is Max Weber leadership theory that is based on the influence and personal dignity.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ………... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN TIM PENGUJI …………... iv

PEDOMAN TRANSLITERASI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 10

F. Penelitian Terdahulu ... 14

G. Metode Penelitian... 15

H. Sistematika Bahasan... 19

BAB II KH.MASTUR ASNAWI ... 21

A. Genealogi ... 21

B. Latar Belakang Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan Keluarganya... 26

(8)

2. Kehidupan Keluarga KH. Mastur Asnawi ... 27

C. Latar Belakang Pendidikan ... 30

BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1975-1982 ………... 35

A. Deskripsi Kabupaten Lamongan ... 35

1. Letak Geografis ... 35

2. Letak Demografis ... 40

B. Kondisi Umum Masyarakat Kabupaten Lamongan ... 41

1. Bidang Sosial ... 41

2. Bidang Keagamaan ... 45

BAB IV KH. MASTUR ASNAWI DALAM MASYARAKAT …………... 50

A. Posisi KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat ... 50

1. Sebagai Seorang Ulama ... 50

2. Sebagai Seorang Pendidik ... 54

B. Peran KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat ... 57

1. Bidang Sosial-Keagamaan ... 57

a. Majlis Ta’lim Tahfidhul Qur’an... 57

b. Masjid Agung Lamongan ... 59

2. Bidang Pendidikan ... 71

a. Pondok Pesantren Al-Masturiyah ... 71

b. Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ Lamongan ... 73

1) Madrasah Tsanawiyah Putra-Putri Lamogan ... 73

2) Madrasah Aliyah Pembangunan Lamongan ... 76

3) Susunan Pengurus Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ ... 78

C. Pandangan Masyarakat Terhadap KH. Mastur Asnawi ………... 80

1. Warga Nahdlatul Ulama ... 81

(9)

BAB IV PENUTUP ... 86 A. Kesimpulan ... 86

B. Saran ... 87

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari

peranan para kiai dan pemimpin Islam yang dengan penuh keikhlasan

membimbing dan mengajak umat manusia agar menjadi manusia yang

merdeka, memperoleh kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat. Ulama

dan kiai turut mengatasi keadaan sebelum dan sesudah kemerdekaan, usaha

aktifitas para kiai mampu membangkitkan semangat cinta tanah air dan

melawan para penjajah sebagai jihad fisabilillah. Kiai-kiai di Jawa juga

merupakan sektor kepemimpinan Islam yang dianggap paling dominan, dan

selama berabad-abad telah memainkan peranan yang menentukan dalam

proses perkembangan sosial, kultural, keagamaan dan politik.1

Istilah kiai dalam bahasa Jawa mempunyai pengertian yang luas. Ia

berarti mencirikan baik benda maupun manusia yang diukur dengan

sifat-sifatnya yang istimewa, dan karenanya sangat dihormati. Dalam konteks

kebudayaan Jawa, gelar kiai juga diberikan kepada laki-laki yang berusia

lanjut, arif dan dihormati. Bahkan persebaran agama Kristen, sebutan kiai juga

dipakai untuk beberapa pengkabar Injil pribumi, guna membedakannya

dengan pengkabar Injil Barat. Namun pengertian kiai dalam konteks Indonesia

modern telah mengalami transformasi makna, yakni diberikan kepada pendiri

1

(11)

2

dan pemimpin sebuah pondok pesantren membaktikan hidupnya demi Allah

serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan Islam

melalui kegiatan pendidikan.2

Dalam penelusuran sejarah agama Islam masa lalu, ternyata kiai

menjadi penggerak kebangkitan agama dengan memanfaatkan pengaruhnya

yang amat besar terhadap masyarakat sekitar. Kuntowijoyo menegaskan

bahwa kebangkitan agama dalam bentuk pembenahan lembaga pendidikan

pesantren dan tarekat Islam pada abad ke-19, dipimpin oleh para kiai.3

Kiai merupakan status yang dihormati dengan segudang peran yang

dimainkannya dalam masyarakat. Ketokohan dan kepemimpinan kiai sebagai

akibat dari status dan peran yang disandangnya, telah menunjukkan betapa

kuatnya kecakapan dan pancaran kepribadiannya dalam memimpin pesantren

dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana seorang kiai dapat

membangun peran strategisnya sebagai pemimpin masyarakat non formal

melalui suatu komunikasi intensif dengan masyarakat. Kedudukannya yang

penting di lingkungan pedesaan sama sekali bukan hal baru, tetapi justru sejak

masa kolonial, bahkan jauh sebelum itu, tampak lebih menonjol dibandingkan

dengan masa sekarang yang mulai memudar.4

Kepercayaan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kiai dan

didukung potensinya memecahkan berbagai problem menyebabkan kiai

menempati posisi kelompok elit dalam struktur sosial dan politik di

2

Edi Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai Studi Atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat (Surabaya: Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel, 2007), 113.

3

Kuntowijiyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi (Bandung: Mizan,1991), 81.

4

(12)

3

masyarakat. Kiai sangat dihormati oleh masyarakat melebihi penghormatan

mereka terhadap pejabat setempat. Petuah-petuahnya memiliki daya pikat

yang luar biasa, sehingga memudahkan baginya menggalang massa baik

secara kebetulan maupun terorganisasi. Ia memiliki pengikut yang banyak

jumlahnya dari kalangan santri dalam semua lapisan mulai dari anak-anak

sampai kelompok lanjut usia.5

Hubungan antara kiai dengan masyarakatnya diikat dengan emosi

keagamaan yang membuat kekuasaan sahnya semakin berpengaruh. Kharisma

yang menyertai kiai juga menjadikan hubungan itu penuh dengan emosi.

Karena kiai telah menjadi penolong bagi para penduduk dalam memecahkan

masalah-masalah mereka, yang tidak hanya terbatas pada masalah spiritual

tetapi juga mencakup aspek kehidupan yang lebih luas, maka para penduduk

juga mengganggap kiai sebagai pemimpin dan wakil mereka dalam sistem

nasional.

Kharisma kiai memperoleh dukungan masyarakat hingga batas

tertentu, disebabkan karena dia dipandang memiliki kemantapan moral dan

kualitas keimanan yang melahirkan suatu bentuk kepribadian magnetis bagi

para pengikutnya. Proses ini, mula-mula beranjak dari kalangan terdekat,

sekitar kediamannya, yang kemudian menjalar ke luar tempat-tempat yang

jauh. Kharisma yang dimiliki kiai tersebut dalam sejarahnya mampu menjadi

sumber dan inspirasi perubahan dalam masyarakat.

5

(13)

4

Kiai dengan kharisma yang dimilikinya tidak hanya dikategorikan

sebagai elit agama, tetapi juga sebagai elit pesantren dan tokoh masyarakat

yang memiliki otoritas tinggi dalam menyimpan dan menyebarkan

pengetahuan keagamaan Islam serta berkompeten dalam mewarnai corak dan

bentuk kepemimpinan terutama dalam pesantren. Tipe kharismatik yang

melekat pada dirinya menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren. Dilihat dari

kehidupan santri, kharisma kiai merupakan karunia yang diperoleh dari

kekuatan dan anugerah Tuhan.6

Sosok kiai sangat jelas dibutuhkan oleh umat, oleh karena itu untuk

mengenang jasa para kiai yang membawa manfaat pada masyarakat, kiranya

diperlukan upaya-upaya untuk mendokumentasikan riwayat hidup para tokoh

keagamaan yang biasa disebut dengan kiai, baik yang berlatar pesantren

ataupun tidak. Selain itu, dengan mengetahui riwayat hidup kiai atau ulama

dapat memberikan informasi yang lebih konstruktif dan proporsional terhadap

peran dan posisinya dalam sejarah sosial keagamaan di masyarakat luas.

Penulisan riwayat hidup seorang tokoh ini juga diharapkan mampu

memberi cermin bagi generasi muda di masa sekarang dan selanjutnya. Selain

itu, dengan mengetahui biografi ulama, kita dapat mengetahui segala latar

belakang beliau serta perjuangannya dalam Islam. Oleh karena itu penulisan

biografi ulama ini dilakukan dengan harapan riwayat hidup seorang tokoh

dapat dijadikan percontohan bagi generasi muda Islam di masa sekarang dan

seterusnya. Dengan penulisan biografi ini juga diharapkan dapat mengetahui

6

(14)

5

dan merekam kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh tersebut.

Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang artinya hidup, dan

graphien yang artinya tulis. Biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai

sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa

baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku.7 Biografi

adalah buku riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain yang

bertujuan untuk menganalisa dan menerangkan beberapa peristiwa dalam

hidup seseorang.

Kabupaten Lamongan ditengarai hari jadinya adalah pada hari Kamis

Pahing tanggal 10 Dzulhijjah 976 H atau tanggal 26 Mei 1569 bertepatan pada

Grebek Besar di Kedaton Giri yaitu saat pelantikan Rangga Hadi menjadi

Tumenggung Soerodjojo (Bupati Lamongan Pertama).

Adapun Candrasengkala berdirinya kabupaten Lamongan menurut

Soetrimo berada di halaman Masjid Agung Lamongan berbunyi Masjid

Ambuko Sucining Manembah (berbentuk sebuah Masjid 1, Ambuko yang

mempunyai arti pintu gerbang atau gapura 4, Sucining yang berarti tempat

bersuci yaitu dua buah genuk berisi air bertuah 9, Manembah yang berarti

sujud atau batu tepas pasujudan satu buah 1, atau diartikan tahun 1491 Saka

sama dengan tahun 976 H atau 1569 M.8

Dalam bidang keagamaan perjuangan ulama-ulama Lamongan terlihat

aktif dan dinamis sepanjang masa sejak awal penyebaran Islam sampai zaman

7Feedburner, “Pengertian Biografi Serta Cara Menulis”, dalam

http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12 (11 November 2015).

8

(15)

6

pembangunan yang bertujuan mengubah dan meluruskan akidah umat

beragama menuju agama tauhid (mempunyai Tuhan Yang Maha Esa) yaitu

agama Islam, agama yang lurus, agama yang benar yang menghapus

kemusyrikan.9 Sehubungan dengan hal tersebut maka para ulama di

Lamongan mendirikan beberapa pesantren. Khususnya KH. Mastur Asnawi

yang mendirikan pesantren Al-Masturiyah berdiri tahun 1942 di kota

Lamongan, lalu pondok pesantren KH. Abdul Latif di Tlogoanyar yang

semuanya milik ulama Nahdlatul Ulama, dalam hal ini perjuangan para kiai

(ulama), para ustadz dan para santri di kabupaten Lamongan adalah kuat

berjuang bersama-sama untuk menegakkan agama Islam.

KH. Mastur Asnawi merupakan kiai yang mendapat dukungan semua

kalangan masyarakat Lamongan dan pada umumnya mendapat penghormatan

khusus oleh warga Nahdlatul Ulama Lamongan. Kiai Mastur lahir 3 Juli 1895

anak dari perkawinan Asnawi dengan Masyitoh yang ibunya merupakan

keturunan orang Arab yang berasal dari Solo sedangkan ayahnya merupakan

penduduk Lamongan asli.10

Ketika umur 10 tahun telah mengikuti belajar agama di pondok

pesantren di beberapa tempat, menjelang usia 17 tahun seperti ulama pada

umumnya KH. Mastur Asnawi dikirim ke Makkah al Mukarramah oleh orang

tuanya untuk belajar agama disana mulai tahun 1912 sampai 1919 selama

tujuh tahun bersama teman-temannya. Sepulang dari Makkah al Mukarramah

yang mempunyai ilmu agama tinggi. Peranan KH. Mastur Asnawi di mulai

9

Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku

(tth), 5.

10

(16)

7

dengan mendirikan majlis ta’lim yang bernama Tahfidhul Quran yang

pelajarannya lebih ditekankan pada kajian belajar Alquran dengan visi

“memberantas buta huruf Alquran dan meluruskan bacaan sesuai dengan ilmu

tajwid yang benar”.

Selain peranan dalam mendirikan majlis ta’lim KH. Mastur Asnawi

juga mempunyai peranan penting dalam pembangunan Masjid Agung

Lamongan berasal dari wakaf yang diberikan oleh KH. Mahmud yang tidak

memiliki ahli waris. KH. Mahmud menyerahkan wakaf berupa tanah dan

bangunan (seperti mushola) kepada umat Islam yang waktu itu diwakili oleh

KH. Mastur Asnawi.

Pada waktu panitia akan melakukan proses pembangunan, KH. Mastur

Asnawi mengusulkan agar posisi masjid dihadapkan arah kiblat. Namun, usul

ini tidak bisa diterima oleh tim panitia, dikarenakan faktor pembiayaan yang

amat besar. Pada tahun 1922 M tim pembangunan masjid dibubarkan oleh

Bupati dan kelanjutan pembangunan diserahkan sepenuhnya kepada KH.

Mastur Asnawi, dikarenakan tim panitia kala itu sudah tidak sanggup untuk

meneruskan pembangunan. Beliaulah nadhir pertama dalam kepengurusan

Masjid Agung Lamongan dan setelah wafatnya kiai Mastur pada tahun 1982

dibentuklah dewan nadhir yang dipimpin secara kolektif atau lebih dari satu

orang.11

Sedangkan peran dalam bidang pendidikan seperti, mendirikan

pesantren yang bernama Al-Masturiyah yang berada di Kranggan Lamongan.

11

(17)

8

Madrasah Tsanawiyah Putra Putri Lamongan dan Madrasah Aliyah

Pembangunan Lamongan, pembangunan sekolah yang perlu dilakukan karena

untuk mendidik masyarakat Lamongan yang pada saat itu masih dalam

kebodohan. setelah KH. Mastur Asnawi wafat kepemimpinannya diteruskan

oleh putranya yaitu KH. Mahbub Mastur.12

Saya tertarik untuk menulis biografi KH. Mastur Asnawi peran sosial

keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982 karena bagi

saya KH. Mastur Asnawi seorang kiai yang mempunyai kelebihan seperti

sebutannya dengan kiai khos dan mempunyai karomah serta mempunyai

peranan penting dalam pembangunan Masjid Agung Lamongan yang pada

waktu itu masyarakat setempat masih belum mempunyai masjid karena

pembangunannya terbengkalai. Selain peranan dalam pembangunan masjid

juga mempunyai peran di Pondok Pesantren Al-Masturiyah dan lembaga

pendidikan formal lainnya. Serta memperkenalkan kiai Mastur yang belum

diketahui oleh masyarakat, sehingga saya ingin mengenalkan kepada

masyarakat khususnya para pemuda- pemudi Indonesia untuk dapat

meneladani perjuangannya.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat

merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana biografi singkat KH. Mastur Asnawi?

12

(18)

9

2. Bagaimana kondisi sosial keagamaan masyarakat kota Lamongan tahun

1975-1982?

3. Bagaimana peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan

pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982?

C. Tujuan Masalah

Adapun tujuan penelitian tentang KH. Mastur Asnawi (studi peran

sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982) adalah:

1. Untuk mengetahui biografi singkat KH. Mastur Asnawi

2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial keagamaan masyarakat kota

Lamongan tahun 1975-1982.

3. Untuk mengetahui peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial

keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982.

D. Manfaat Penelitian

Mengenai kegunaan penelitian tentang KH. Mastur Asnawi adalah:

1. Bahwa peranan KH. Mastur Asnawi tentang peran sosial keagamaan pada

masyarakat terutama dalam pembangunan masjid Agung Lamongan

merupakan hal yang luar biasa yang sangat baik untuk dijadikan contoh

dan prinsip mengabdi kepada masyarakat secara ikhlas.

2. Sebagai calon sejarawan, penulis ingin memberikan sebuah manfaat

kepada para pemuda-pemudi pada umumnya dan saya khususnya untuk

(19)

10

3. Dapat dijadikan sebagai pengetahuan sejarah kepada generasi selanjutnya

pada umumnya dan kepada diri saya sendiri pada khususnya.

4. Khususnya bagi penulis sendiri adalah sebagai persyaratan untuk

mendapatkan gelar S1 Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan

Islam.

E. Pendekatan dan Kerangka Teori

Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

pendekatan historis. Dalam hal ini penulis berusaha mengungkapkan

bagaimana sejarah riwayat hidup KH. Mastur Asnawi dan perannya dalam

bidang sosial keagamaan. Untuk melengkapi analisis, penulis juga

menggunakan pendekatan sosiologis sabagai alat bantu. Penggunaan

pendekatan tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sesuatu yang

berinteraksi antara manusia dengan masyarakat, melalui pendekatan sosiologis

ini diharapkan bisa mengungkapkan latar belakang KH. Mastur Asnawi dan

kiprahnya dalam masyarakat. 13

Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang mencoba

menarasikan sejarah KH. Mastur Asnawi, dimana menurut Sartono

Kartodirdjo yang dimaksud sejarah naratif adalah sejarah yang

mendiskripsikan tentang masa lampau dengan merekontruksi apa yang terjadi

serta diuraikan sebagai cerita dengan perkataan lain kejadian-kejadian penting

13

(20)

11

diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun

sebagai cerita.14

Biografi sudah barang tentu merupakan unit sejarah yang sejak zaman

klasik telah ditulis.15 Biografi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani,

yaitu bios yang berarti hidup dan graphein yang berarti tulis. Biografi adalah

kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang. Buku riwayat hidup

seseorang yang ditulis oleh orang lain.16 Sebuah biografi lebih kompleks dari

pada sekedar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang,

biografi juga bercerita tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami

kejadian-kejadian tersebut.

Dalam biografi tersebut dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang

tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasa,

karya dan segala hal yang dihasilkan atau dilakukan oleh seorang tokoh.

Seorang penulis biografi diharapkan untuk mengetahui dan merekam

kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh, selain itu ia juga

mendalami aspek-aspek struktural yang mengelilinginya. Dalam hal ini tugas

utama penulisan biografi telah mencoba menangkap dan menguraikan jalan

hidup seseorang dan dalam hubungannya dengan lingkungan sosial-historis

yang mengitarinya

14

Ibid., 9.

15

Ibid., 76.

16

(21)

12

Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori

kepemimpinan menurut Max Weber. Max Weber mengklasifikasikan

kepemimpinan menjadi 3 jenis:17

1. Otoritas Kharismatik yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan

pribadi. Hal ini berarti aspek tertentu dari seseorang telah memberikan

suatu penampilan berkuasa dan menyebabkan orang lain menerima

perintahnya sebagai sesuatu yang mesti diikuti. Ia diyakini memperoleh

bimbingan “wahyu”, memiliki kualitas yang dipandang sakral dan

menghimpun massa dari masyarakat kebanyakan.

2. Otoritas Tradisional yang dimiliki berdasarkan perwarisan. Bersumber

pada kepercayaan yang telah mapan terhadap kesakralan tradisi kuno.

Kedudukan pemimpin ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan lama yang

dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam melaksanakan berbagai

tradisi.

3. Otoritas Legal-Rasional yakni dimiliki berdasarkan jabatan serta

kemampuan.18 Diwujudkan dalam organisasi birokrasi. Tanggung jawab

pemimpin dalam mengendalikan organisasi tidak ditentukan oleh

penampilan kepribadian individu melainkan dari prosedur aturan yang

telah disepakati.

Dari klasifikasi yang dikemukakan oleh Max Weber. Maka KH.

Mastur Asnawi termasuk kedalam klasifikasi kharismatik, berdasarkan

wawancara dengan KH. Mahbub Mastur dan H. Yunani bahwa KH. Mastur

17

Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai Studi Atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat, 115-117.

18

(22)

13

Asnawi merupakan figur ulama yang mempunyai pengaruh luar biasa terhadap

masyarakat, sehingga kiai Mastur sangat disegani dan dihormati masyarakat.

Dalam hal ini Max Weber membatasi bahwa kharismatik sebagai

kelebihan tertentu dalam kepribadian seseorang yang membedakan dengan

orang biasa dan diperlukan sebagai seseorang yang memperoleh anugerah

kekuasaan adi kodrati, adi manusiawi atau setidak-tidaknya kekuatan atau

kelebihan yang luar biasa. Kekuatan yang sedemikian rupa sehingga tidak

terjangkau oleh orang biasa, tetapi dianggap individu tersebut diperlukan

sebagai seorang pemimpin.

Pemimpin kharismatik biasanya lahir ketika suasana masyarakat dalam

kondisi kacau, suasana ini memerlukan pemecahan yang tuntas agar keadaan

masyarakat kembali normal. Untuk itu memang diperlukan kehadiran figur

yang memang dianggap sanggup menyelesaikan krisis tersebut. Dalam

konteks demikian, tidak heran bila proses kepemimpinan kharismatik hampir

mendekati otoriter, kurang mengandalkan unsur musyawarah, rasional dan

legal formal, meskipun bisa saja ia berjiwa demokratis.

Konsep kharismatik (charismatic) atau charisma (charisma) menurut

Max Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki

kekuatan luar biasa dan mengesankan dihadapan masyarakat, karenanya yang

bersangkutan sering berpikir sesuatu yang gaib, melakukan meditasi untuk

mencari inspirasi sehingga membuatnya terpisah dari kebiasaan yang

dilakukan oleh orang lain. Meski demikian, seseorang yang berkharisma

(23)

14

Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan

kharismatik yaitu:

1. Adanya seseorang yang memiliki bakat luar biasa

2. Adanya krisis sosial

3. Adanya sejumlah ide radikal untuk memecahkan krisis tersebut

4. Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki

kemampuan luar biasa yang bersifat transcendental dan supranatural.

5. Serta adanya bukti yang terus berulang bahwa apa yang dilakukan itu

mengalami kesuksesan.

Bukti dari kepemimpinan kharisma diberikan oleh hubungan

pemimpin-pengikut. Seperti dalam teori awal oleh House (1977), seorang

pemimpin yang memiliki kharisma memiliki pengaruh yang dalam dan tidak

biasa pada pengikutnya. Para pengikut merasa mereka bahwa keyakinan

pemimpin adalah benar, mereka bersedia mematuhi pemimpin, mereka

merasakan kasih sayang terhadap pemimpin, secara emosional mereka terlibat

dalam misi kelompok atau organisasi, mereka memiliki sasaran kinerja yang

tinggi, dan mereka yakin bahwa mereka dapat berkontribusi terhadap

keberhasilan dari misi itu.19

F. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu yang telah penulis teliti, penulis tidak

menemukan karya yang meneliti tentang judul yang saat ini peneliti bahas,

yakni tentang KH. Mastur Asnawi (studi peran sosial keagamaan pada

19

(24)

15

masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982). Namun penulis menemukan

beberapa referensi yaitu:

1. Dokumen yang berupa arsip profil singkat tentang Masjid Agung

Lamongan yang menceritakan tentang peranan KH. Mastur Asnawi.

2. Buku yang berjudul “Figur-Figur Kiaiku Pemerintah Kabupaten Daerah

Tingkat II Lamongan” karangan dari Drs. H. Achmad Chambali, buku ini

menjelaskan tentang sekilas riwayat hidup KH. Mastur Asnawi.

3. Skripsi dari Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab

Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam tahun 1994 yang berjudul “Peran

serta ulama dalam pembangunan masyarakat di desa Blajo kecamatan

Kalitengah kabupaten Lamongan”.

Dari beberapa referensi di atas masih banyak yang harus diambil

sebagai bahan referensi ataupun informasi dalam penulisan skripsi ini.

G. Metode Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan oleh peneliti sejarah yang berkaitan

dengan penerapan metode sejarah adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan Topik

Pada umumnya dalam melakukan suatu penelitian sejarah, langkah

pertama yang harus dilakukan adalah menentukan topik, dalam

menentukan topik harus topik sejarah yang dapat diteliti sejarahnya.20

Tema skripsi ini adalah “KH. Mastur Asnawi (Studi Peran Sosial

20

(25)

16

Keagamaan Pada Masyarakat Kota Lamongan Tahun 1919-1982)”. Alasan

penulis menulis tema ini karena:

a. Ulama atau kiai sering dijuluki sebagai pemimpin non formal saja,

akan tetapi sesungguhnya ulama itu mempunyai pengaruh yang sangat

besar di tengah-tengah masyarakat. Selain itu ulama mempunyai

kharisma yang tinggi dan juga mempunyai kepribadian yang bisa

dijadikan tauladan bagi santrinya serta masyarakat yang ada

disekelilingnya, ulama juga bisa dijadikan inspirasi bagi generasi yang

akan datang.

b. Rasa ketertarikan penulis terhadap KH. Mastur Asnawi sebagai salah

satu publik figur yang ada di sekelilingnya (khususnya di kota

Lamongan).

2. Pencarian data (Heuristik)

Heuristik berasal dari bahasa Yunani heurishein yang artinya

memperoleh, secara terminologi adalah suatu teknik, suatu seni mencari

sumber dalam penelitian sejarah.21 Diharapkan sejarawan sebagai peneliti

mencari sumber yang utama yang berkaitan dengan penelitian, karena

sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara.22 Maka sumber dalam

penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang akan

menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami oleh

orang lain.

Adapun sumber yang digunakan, yakni:

21

Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 55.

22

(26)

17

a. Sumber Primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis oleh

pihak-pihak yang secara langsung terlibat atau menjadi saksi mata dalam

peristiwa sejarah23, dalam karya ini peneliti menggunakan sumber:

1) Dokumen yang berupa arsip profil singkat tentang Masjid Agung

Lamongan

2) Karangan kitab KH. Mastur Asnawi Tadzkiroh.

3) Sertifikat tanah musholla di Kenduruan sebagai tanda bukti hak

milik

4) Sertifikat tanah Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ Lamongan

sebagai tanda bukti hak milik

5) Surat pernyataan waqaf Masjid Agung Lamongan

b. Sumber Sekunder adalah sumber yang dihasilkan oleh orang yang

tidak terlibat atau menyaksikan secara langsung peristiwa yang

ditulis.24

1) Wawancara langsung dengan KH. Mahbub Mastur putra KH.

Mastur Asnawi di Kranggan Lamongan.

2) Wawancara langsung dengan H. Moch Yunani selaku takmir dan

santri KH. Mastur Asnawi.

3) Achmad Chambali, Enam Figur Ketua DPRD Kabupaten

Lamongan 1951-2004. Lamongan: Sanggar Pusaka, 2003.

4) Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Lamongan Daerah

Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku. (Tanpa Tahun Terbit).

23

Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 64.

24

(27)

18

3. Kritik Sumber

Kritik sumber dilakukan terhadap sumber-sumber pertama, kritik

ini menyangkut verivikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran

atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal

dengan kritik ekstern (mencari kredibilitas sumber) dan kritik intern

(mencari otentisitas sumber). Kritik Ekstern adalah proses untuk melihat

apakah sumber yang didapatkan autentik ataukah tidak, sedangkan kritik

intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber

tersebut cukup layak atau tidak. 25

4. Interpretasi atau Penafsiran

Interpretasi atau Penafsiran sering disebut sebagai subyektivitas,26

adalah tahapan yang memberikan penafsiran atas data yang tersusun

menjadi fakta juga merupakan suatu usaha sejarawan untuk mengkaji

kembali terhadap sumber-sumber yang ada, apakah sumber-sumber yang

didapatkan dan yang telah teruji keasliannya dapat saling berhubungan.

Maka peneliti melakukan penafsiran terhadap sumber atau data yang telah

didapatkan. Interpretasi juga menguraikan hal setelah data terkumpul dan

dibandingkan, lalu disimpulkan untuk ditafsirkan sehingga dapat diketahui

kualitas dan kesesuaian dengan masalah yang dibahas.

5. Penulisan (Historiografi)

Historiografi adalah cara penyusunan dan pemaparan hasil

penelitian dalam bentuk tulisan yang didapatkan dari penafsiran

25

Lilik, Metodologi Sejarah I, 160.

26

(28)

19

sumber yang terkait dengan penelitian ini. Dalam buku lain, historiografi

juga menunjuk kepada tulisan atau bacaan yang dapat diproses penulisan

sejarah yakni. Mempersatukan didalam sebuah sejarah, unsur-unsur yang

diperoleh dari rekaman-rekaman melalui penetrapan yang seksama.27

Dalam hal ini penulis berusaha menuliskan laporan penelitian ke dalam

suatu karya ilmiah.

H. Sistematika Bahasan

Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini akan terbagi menjadi

lima bab utama dengan beberapa sub bab yang mempunyai keterkaitan dengan

bab tersebut. Untuk mendapatkan gambaran dari lima bab tersebut dapat

disebutkan sebagai berikut:

BAB I : Menjelaskan Pendahuluan, Latar Belakang Masalah, Rumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka

Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Bahasan.

BAB II: Menjelaskan tentang Genealogi KH. Mastur Asnawi, Latar Belakang

Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan Keluarganya, danLatar

Belakang Pendidikan.

BAB III : Menjelaskan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat

KotaLamongan tahun 1975-1982, Deskripsi Kabupaten Lamongan meliputi

letak geografis dan letak demografis, dan Kondisi Umum Masyarakat

Kabupaten Lamongan meliputi bidang sosial dan keagamaan.

27

(29)

20

BAB IV: Menjelaskan tentang KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat antara

lain: Posisi KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat yaitu Sebagai Seorng

Ulama dan Sebagai seorang Pendidik. Peran KH. Mastur Asnawi dalam

Masyarakat yaitu Bidang Sosial-Keagamaan dan Bidang Pendidikan.

BAB V: Penutup, di bab terakhir ini akan berisi kesimpulan atas apa yang

(30)

BAB II

KH. MASTUR ASNAWI

A. Genealogi

Kota Lamongan tempat KH. Mastur Asnawi berasal, merupakan kota

berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur. Kota

ini terdapat beberapa tempat peninggalan sejarah seperti dua buah genuk atau

gentong yang berada di depan halaman Masjid Agung mempunyai arti bahwa

perempuan meminang laki-laki di Lamongan Panji Laras Liris yang bertujuan

syiar Islam.

Sebenarnya ulama di Kabupaten Lamongan tidak banyak yang

diketahui setelah Sunan Drajat, Sunan Lamongan, Sunan Sendang Duwur

karena keilmuan dan kealimannya yang luar biasa. Maka yang termasuk

kategori ulama menurut masyarakat Lamongan adalah KH. Musthofa Kranji,

KH. Masjkoer, KH. Abdul Fatah, dan KH. Mastur Asnawi.

Tokoh kharismatik yang mendapat dukungan semua kalangan

masyarakat Lamongan pada umumnya dan mendapat penghormatan khusus

oleh warga Nahdlatul Ulama di Lamongan adalah KH. Mastur Asnawi yang

dikenal dengan sebutan mbah yai Mastur dilahirkan di Lamongan pada hari

(31)

22

Asnawi anak seorang santri pedagang bernama Asnawi asli Lamongan

sedangkan ibunya bernama Masitoh keturunan Arab yang berasal dari Solo.1

Pada waktu itu di Lamongan terdapat pemukiman etnis antara orang

Arab dan Jawa yang ada konflik berkepanjangan sehingga tidak bisa

terselesaikan oleh kedua belah pihak yang pada akhirnya semua etnis Arab

kalah dan harus meninggalkan Lamongan, termasuk ibu kiai Mastur Asnawi

yang asalnya bertempat di Kranggan bersama keluarganya harus pindah ke

Kembangbahu sampai wafat.2

Tidak ada cerita tentang peristiwa-peristiwa istimewa menjelang

kelahiran KH. Mastur Asnawi, tidak ada kejadian-kejadian luar biasa yang

menyertai pada saat maupun setelah dilahirkan. Mastur Asnawi lahir secara

wajar dan biasa, sebagaimana biasanya kelahiran bayi-bayi yang lainnya. KH.

Mastur Asnawi sewaktu kecil tumbuh menjadi anak yang lembut, santun dan

cerdas. Kiai Mastur mewarisi sifat kedua orang tuanya yaitu gemar membaca

Alquran dan belajar ilmu-ilmu agama. Sewaktu kecil KH. Mastur Asnawi

bernama Soleh penduduk setempat memanggilnya “Mas Sholeh” tetapi

ayahnya tidak suka karena penduduk setempat menyanjungnya dengan nama

“Mas” sehingga diganti ayahnya dengan nama Mastur, sedangkan nama

“Asnawi” yang terdapat dibelakangnya merupakan pelengkap yang diambil

dari nama asli ayahnya.3

1

Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II LamonganFigur-figur Kiaiku (tth), 21.

2

Mahbub Mastur, Wawancara, Lamongan, 1 November 2015.

3

(32)

23

KH. Mastur Asnawi memiliki postur tubuh tidak terlalu tinggi, juga

tidak terlalu pendek, terlihat gemuk singset, berambut lurus dan berkumis

tipis. Paras mukanya mencerminkan kelembutan, tatapan matanya teduh

berwibawa, mengundang kedamaian sekaligus menimbulkan rasa hormat bagi

siapa saja yang memandangnya. Dari gambaran tersebut dapat dipastikan

bahwa pada masa mudanya termasuk seorang pemuda tampan dan simpatik.

KH. Mastur Asnawi sejak kecil hidup dalam lingkungan masyarakat santri

yang ketat didalam menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Sejak kecil

Mastur Asnawi sudah tampak sebagai anak yang patuh dan taat kepada orang

tua dan juga selalu taat melaksanakan ibadah, Mastur Asnawi merupakan anak

yang berbakti terhadap kedua orang tua, selalu rajin membantu pekerjaan

orang tua di sela-sela waktu belajar dan bermainnya.

KH. Mastur Asnawi termasuk orang alim yang dimuliakan Allah. KH.

Mastur Asnawi mempunyai karomah karena banyak feeling dan perkataan

yang cocok dengan kenyataan meskipun cara menyampaikan ceplas-ceplos.

Islam melarang umatnya berbuat syirik, berbuat maksiat, belajar ilmu sihir,

meramal nasib, jodoh, rezeki, lahir-mati seseorang dan mendatangi dukun

perewangan Jin-Setan. Bila ada muslim belajar pengobatan dengan tenaga

dalam berolah batin tafakur pada Allah memperoleh ketenangan batin dengan

jalan berdzikir pada Allah tidak ada halangan dalam Islam. Hal ini justru akan

menghalau serangan santet, sihir yang dimotori Iblis, orang yang dekat dengan

(33)

24

dikasihi Allah dinamakan waliyullah yang diberi kelebihan dan kemuliaan

yang disebut dengan karomah.4

Keberadaan KH. Mastur Asnawi di tengah-tengah lingkungan

masyarakat sekitarnya cukup dihormati dan disegani. Hal ini bukan

semata-mata karena mempunyai ilmu agama yang tinggi, melainkan karena

pengabdiannya terhadap masyarakat. Hampir semua perhatian dan aktifitas

KH. Mastur Asnawi untuk masyarakat yang mana dalam hal ini KH. Mastur

memberikan solusi terhadap masyarakat yang mempunyai masalah.5

KH. Mastur Asnawi dalam menegakkan Islam termasuk “ulama

pembaharu Islam”, Kiai Mastur adalah orang yang pertama kali memberantas

perbuatan syirik di kota Lamongan. Perbuatan orang mengirim sesaji ke

punden-punden desa dengan tegas dilarangnya, perhitungan Nogodino (neptu

hari baik) kepercayaan leluhur juga dilarangnya karena termasuk nujum

perbuatan yang dilarang Allah Swt. Dakwahnya disampaikan melalui

pengajian rutin bertempat dirumah Kepala Desa dan Carik Desa yang

berdekatan dengan punden desa. Pada waktu itu KH. Mastur Asnawi pernah

dikejar akan dibacok dengan calok oleh bapaknya H. Choiri Ndapur karena

masalah punden ini. Namun karena dakwah yang disampaikan benar maka

orang itu akhirnya sadar akan kekeliruannya lalu menjadi seorang sahabat dan

ikut memberantas punden-punden desa yang ada, termasuk sesajinya dalam

acara Sedekah Bumi.6

4

Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 22.

5

Moch Yunani, Wawancara, Lamongan, 16 September 2015.

6

(34)

25

Selain itu KH. Mastur Asnawi adalah perintis “pendiri madrasah”

sebab pada waktu itu di masyarakat kota Lamongan masih belum ada

madrasah, dalam hal ini kiai Mastur menghadapi banyak tantangan. KH.

Mastur Asnawi menganjurkan wanita harus belajar menulis dan membaca

karena saat itu banyak orang tua yang mengharamkan wanita dapat menulis.

Dalam hal ini KH. Mastur Asnawi merupakan seorang ulama intelektual

namun penampilannya tetap tradisional dan istiqomah.7

Jasa lain yang perlu diketahui bahwa pada tahun 1922 diadakan

pembangunan secara total masjid Agung kota Lamongan yang dibangun atas

upaya nadzir KH. Mastur Asnawi dengan bangunan kokoh terbuat dari kayu

jati yaitu sebagai pengganti bangunan masjid sebelumnya yang di nadziri oleh

Kiai Mahmud (makamnya sekarang berada dalam masjid Agung Lamongan).8

Datang dan pergi itu merupakan sesuatu yang biasa. Hidup dan mati

seseorang juga sudah ditentukan oleh Allah Swt. Begitu pula dengan KH.

Mastur Asnawi setelah sekian lama beliau berjuang untuk agama, masyarakat

dan negaranya, akhirnya beliau pun harus kembali menghadap Allah. KH.

Mastur Asnawi menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin Kliwon

tanggal 2 Agustus 1982 M, di rumah Kranggan dalam usia 87 tahun karena

sakit tua dan dimakamkan di dalam masjid Agung Lamongan berdampingan

dengan makam kiai Mahmud. Ketika kiai Mastur wafat ribuan pelayat

mengiringi kepergian dan suasana duka yang sangat mendalam bukan hanya

dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan saja, akan tetapi masyarakat yang

7

Ibid, 22.

8

(35)

26

ditinggalkan pun merasa kehilangan salah satu kiai atau ulama yang menjadi

panutan dan juga sangat berpengaruh di Lamongan.9

Penghormatan pemerintah Kabupaten Dati II Lamongan terhadap

perjuangan KH. Mastur Asnawi terlihat bahwa setiap tahun bila memperingati

hari jadi Lamongan selalu diadakan acara ziarah ke makam mbah Lamong dan

KH. Mastur Asnawi sebagai tokoh sentral keagamaan di kota Lamongan.

B. Latar Belakang Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan

Keluarganya

1. Masa Kecil dan Masa Dewasa KH. Mastur Asnawi

Masa kecil KH. Mastur Asnawi tumbuh dan berkembang secara

wajar seperti halnya anak-anak yang lainnya. Kiai Mastur mempunyai sifat

ramah tamah, sopan sehingga teman-temannya banyak yang senang

bergaul dengan beliau. Sejak kecil kiai Mastur berada di bawah asuhan

dan bimbingan langsung dari ayah dan ibunya. KH. Mastur Asnawi hidup

dalam lingkungan keluarga santri yang sangat ketat dan mengamalkan

ajaran agama. Sejak kecil kiai Mastur merupakan anak yang sangat patuh

terhadap kedua orang tua dan juga taat dalam melaksanakan ibadah. Kiai

Mastur merupakan anak yang berbakti terhadap kedua orang tua, selalu

rajin membantu pekerjaan orang tua di sela-sela waktu belajar dan

bermainnya.10

9

Ibid., 23.

10

(36)

27

Salah satu prinsip hidup yang beliau pegang sejak kecil yaitu selalu

mengalah, itulah sebabnya sejak kecil kiai Mastur hampir tidak pernah

terjadi pertengkaran dengan saudara-saudaranya atau teman-temannya.

Kalaupun ada pertengkaran segera akan cepat selesai, namun dengan sifat

mengalah itu bukan berarti beliau tidak memiliki ketegasan. Hitam dan

putih adalah warna kesukaan KH. Mastur Asnawi. Jarang sekali kiai

Mastur mengenakan pakaian berwarna lain kecuali hitam dan putih,

bahkan kopyahnya juga beliau pilih dengan sorban warna putih. Tidak

diketahui mengapa kiai Mastur menyukai warna putih, yang pasti putih

adalah lambang kesucian, kebersihan dan kesederhanaan. Selain itu warna

putih dapat mengingatkan manusia akan hakikat kefanaan wujudnya.

Sebab pada akhir perjalanan hidup setiap manusia, yang menyelimuti

jasadnya adalah kain kafan yang berwarna putih. Mungkin persepsi inilah

yang melatar belakangi kiai Mastur menyukai warna putih. KH. Mastur

Asnawi juga sangat menyukai sarung, sepanjang hidup selalu hampir tidak

pernah menggunakan celana panjang dan selalu memakai sarung

kemanapun akan pergi.

2. Kehidupan Keluarga KH. Mastur Asnawi

Orang tua KH. Mastur Asnawi merupakan seorang pedagang, kiai

Mastur merupakan anak terakhir dan mempunyai dua saudara laki-laki dan

(37)

28

beliau tidak pernah melakukan poligami terhadap istrinya melainkan

karena istrinya meninggal sehingga kiai Mastur menikah lagi.11

Isteri pertama KH. Mastur Asnawi adalah Hj. juwariyah dari

Sambeng yang tidak mempunyai keturunan sampai wafat. Kemudian KH.

Mastur Asnawi menikah dengan Masturoh, lalu menikah dengan Hj.

Latifah dan terakhir beliau menikah dengan Maskanah. Pernikahan dengan

istri yang ketiga dan keempat juga tidak mempunyai keturunan.

Sedangkan dengan ibu Masturoh kiai Mastur dikaruniai tujuh orang anak

yaitu: jamilah, Muchtar Mastur, Raudhoh, khamim, Ramlah, Mahbub dan

Khoiriyah.12

Setiap orang tua niscaya mencintai dan menyayangi anak-anaknya,

begitu pula KH. Mastur Asnawi. Kiai Mastur sangat menyayangi putra dan

putrinya. Salah satu contoh dari kesamarataan kasih sayang KH. Mastur

Asnawi terhadap putra dan putrinya. Apabila KH. Mastur Asnawi

mempunyai sesuatu maka sesuatu itu diberikan kepada anaknya dengan

rata sehingga anak-anaknya tidak ada yang iri atau bertengkar.

Kebijaksanaan KH. Mastur Asnawi ini berlangsung sejak anak-anaknya

belum berkeluarga sampai dengan akhir hayat KH. Mastur Asnawi.

Anak KH. Mastur Asnawi yaitu Kiai Muchtar Mastur merupakan

tokoh pendiri organisasi keagamaan Muhammadiyah di Lamongan.

Padahal kiai Muchtar dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang

berfaham Nahdlatul Ulama dan seorang pengurus besar Nahdlatul Ulama

11

Mahub Mastur, Wawancara, Lamongan, 1 November 2015.

12

(38)

29

bagian Syuriah. Suatu hal yang sangat mengherankan, bagaimana seorang

PBNU juga memimpin Muhammadiyah. Muchtar Mastur seorang

pengurus Nahdlatul Ulama, namun jiwa keagamaannya sudah tidak

sefaham lagi dengan organisasi itu. Dia merasa bahwa Nahdlatul Ulama

lebih condong menyuburkan masyarakat Islam tradisional tidak dapat

dibenarkan. Muchtar disebut oleh orang-orang Muhammadiyah sangat

keras dalam memberikan ceramah-ceramah keagamaan, bahkan tidak

segan-segan mengkafirkan orang-orang yang tidak sefaham dengan

Muhammadiyah.

Meskipun Kiai Muchtar Mastur menjadi pendiri Muhammadiyah di

Lamongan tapi KH. Mastur Asnawi tidak melarangnya karena menurut

kiai Mastur organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sama-sama

organisasi Islam sehingga KH. Mastur Asnawi memberikan kemudahan

pada anaknya Kiai Muchtar Mastur untuk memberikan ceramah-ceramah

keagamaan, menyampaikan pengajian-pengajian di tengah-tengah

masyarakat NU, dan itu baginya merupakan kesempatan untuk

memasukkan ide-ide pembaharuan. Pada perkembangan selanjutnya

masyarakat mengetahui dari ketidakjelasan Muchtar itu, dan

menyimpulkan bahwa Muchtar benar-benar telah berfaham

Muhammadiyah. Hal itu terlihat jelas dalam pemikirannya yang disajikan

(39)

30

meninggalkan tradisi-tradisi yang dianggapnya menyimpang dari Alquran

dan Al-hadits.13

Keberadaan anak-anak KH. Mastur Asnawi di tengah-tengah

lingkungan masyarakat sekitarnya cukup dihormati dan di segani. Hal ini

bukan semata-mata mereka seorang putra kiai yang mempunyai peran

penting di Lamongan melainkan karena penguasaan dan pengabdian

mereka terhadap ilmu dan bidang yang mereka tekuni. Hampir semua

perhatian dan aktifitas mereka curahkan untuk kepentingan masyarakat.

Anak-anak dan cucu KH. Mastur Asnawi kini banyak yang terjun dalam

dunia pendidikan agama sebagai kiai dan nyai mendirikan pesantren

salafiyah dan ada yang menjadi tokoh Muhammadiyah.14

C.Latar Belakang Pendidikan

Kecenderungan intelektual keagamaan yang paling mencolok adalah

harmonisasi antara syariat dan tasawwuf.15 Begitu juga perjalanan intelektual

KH. Mastur Asnawi. Sejak kecil KH. Mastur Asnawi tidak pernah

mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah formal “sekuler”. Kiai Mastur

hanya mengenyam pendidikan agama di madrasah dan pondok pesantren saja.

Potensi intelektual KH. Mastur Asnawi di bidang ilmu Alquran, mahir dalam

13Fathur Rochiem, “PimpinanDaerah Muhammadiyah Lamongan”,

dalam http://pdm-lamongan jatim.blogspot.com/p/sejarah.html (28 Oktober 2015).

14

Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku, 24.

15

(40)

31

ilmu hadis, Asbabul Nuzul Alquran, dan juga mempunyai kelebihan di bidang

ilmu tauhid, tasawwuf dan Fiqih (hukum Islam).16

KH. Mastur Asnawi mulai belajar agama di madrasah dan pondok

pesantren ketika umur 10 tahun. Pertama Kiai Mastur menuntut ilmu di

Pondok Pesantren Sidoresmo Surabaya, namun tidak berlangsung lama karena

di pesantren sering bermain bola bersama teman-temannya sehingga oleh

orang tua KH. Mastur Asnawi dipindahkan di Pesantren Maskumambang

Gresik. Begitu pula di Pesantren Maskumambang juga tidak bertahan lama

menuntut ilmu disana dikarenakan kebanyakan bermain bola sehingga pada

akhirnya KH. Mastur Asnawi dipindahkan orang tuanya di Pesantren Langitan

Widang Tuban yang pada saat itu pengasuhnya adalah KH. Khozin.17

Mata pelajaran yang diberikan di madrasah diantaranya adalah: Tauhid,

Fiqih, Akhlak, Tajwid, Nahwu, Shorof, Bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama

yang lainnya. Selama berada di madrasahKiai Mastur mempunyai prestasi

yang sangat menonjol, Kiai Mastur dikenal sebagai murid yang rajin, tekun

dan cerdas. Sehingga Kiai Mastur bisa mengikuti semua mata pelajaran yang

diberikan tanpa mengalami kesulitan.

Sebelum belajar di madrasah Kiai Mastur telah mendapatkan pendidikan

agama dari orang tuanya. Sejak kecil KH. Mastur Asnawi telah di didik oleh

kedua orang tuanya belajar shalat dan membaca Alquran. KH. Mastur Asnawi

bukanlah anak yang cepat puas dengan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari.

Setelah lulus dari madrasah Kiai Mastur melanjutkan belajarnya di berbagai

16

Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 23.

17

(41)

32

pondok pesantren diluar Lamongan. Kiai Mastur meninggalkan kota

kelahirannya untuk menuntut ilmu pengetahuan (agama Islam) sebanyak

mungkin.18

Bagi KH. Mastur Asnawi menuntut ilmu merupakan tugas suci dari

ajaran agama yang diyakini. Pentingnya ilmu menurut agama Islam

merupakan dorongan serta kewajiban mencari dan menuntut ilmu, yang telah

menjadikan dunia Islam pada suatu masa di zaman lampau pusat

pengembangan ilmu dan kebudayaan. Di masa yang akan datang, kejayaan di

zaman lampau itu Insyallah akan datang berulang. Kalau pemeluk agama

Islam menyadari makna firman Allah: kuntum khaira ummatin ukhrijat lin nas

(kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia).

Dengan bekal nasehat dan doa restu orang tua dari kedua orang tua KH.

Mastur Asnawi mulai perjalanannya untuk berkelana mencari guru-guru yang

masyhur dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam. Kiai Mastur

mengembara dari kiai yang satu ke kiai yang lainnya, dari satu pesantren ke

pesantren yang lainnya. Kisah yang berkembang dari satu kiai kepada kiai

lainnya ini menunjukkan karakter dasar santri, yakni mematuhi apa kata kiai

tanpa membantah dalam kondisi dan situasi apapun. Masa remaja Kiai Mastur

dihabiskan untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam.

Ketika umur 10 tahun telah mengikuti belajar ilmu agama di beberapa

pondok pesantren, seperti ulama pada umumnya menjelang usia 17 tahun KH.

Mastur Asnawi setelah dari pesantren Langitan dikirim ke Makkah (kota suci)

18

(42)

33

oleh orang tuanya untuk belajar agama disana mulai tahun 1912-1919 selama

tujuh tahun bersama teman-temannya. Kiai Mastur dalam perjalanannya

menuntut ilmu ke Hijaz, pusat ilmu pengetahuan Islam, merupakan pilihan

terbaik yang pernah dilakukan karena Kiai Mastur yakin bahwa ilmu

pengetahuan adalah segalanya. Pada saat itu suasana di Saudi Arabia (Hijaz)

dalam keadaan perang saudara yang masing-masing di dukung oleh Inggris

dan Turki, sehingga mencari ilmu agama dalam keadaan sulit. Selain belajar

agama di Makkah beliau dapat menunaikan ibadah haji setiap tahunnya

disana, meskipun keadaan sangat sulit karena kiriman dari tanah air tidak

dapat sampai.19

Untuk mengatasi kesulitan ini dan untuk bertahan belajar agama di

Makkah terpaksa KH. Mastur Asnawi dengan teman-temannya menjadi

tentara (asykar) berperang dipihak Raja Syarif Husain melawan pemberontak

yang dibantu Turki. Selama tujuh tahun belajar agama di Makkah KH. Mastur

Asnawi berteman dengan Mas Mansyur dari Surabaya (KH. Mas Mansur

tokoh Muhammadiyah) dan dengan Muhammad Wahab (KH.Wahab pendiri

Nahdlatul Ulama) tiga orang ini menjadi sahabat akrab.20

KH. Mastur Asnawi mengalami kesulitan karena suasana perang

sehingga sulit untuk mencari makan dan kerja. Oleh sebab itu Muhammad

Mastur masuk asykar dipihak penguasa yang sah waktu itu melawan

pemberontak yang dibantu Turki dan pihak penguasa dibantu Inggris. Dengan

menjadi asykar ini Muhammad Mastur mendapat gaji dan jata makanan, atas

19

Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 22.

20

(43)

34

jerih payah ini jatah makanan dan gaji para asykar dari Indonesia

dikumpulkan untuk membiayai teman-teman Indonesia yang belajar agama di

Makkah. Hal ini merupakan solidaritas yang tinggi di negeri orang.21

Ketika menjadi asykar Muhammad Mastur dengan teman-temannya

berhasil membunuh Jendral Turki dengan tugas Snipper (penembak jitu), pada

waktu itu dalam regu penembak jitu ternyata KH. Mastur Asnawi yang paling

mahir menembak musuh. Setelah Syarif Husain kalah perang maka yang

memegang kekuasaan adalah Raja Ibnu Saud, dengan kejadian ini maka

tentara bantuan terdiri dari warga Indonesia termasuk KH. Mastur Asnawi dan

teman-temannya dipulangkan ke Indonesia karena diusir oleh penguasa baru.

Pada tahun 1919 KH. Mastur Asnawi diangkut pulang dengan kapal Inggris

sampai di India dan ditelantarkan disana. KH. Mastur Asnawi bersama

teman-temannya yang saat itu rata-rata berusia 23-24 tahun berusaha pulang dengan

susah payah untuk kembali ke Indonesia.22

21

Ibid., 22.

22

(44)

BAB III

KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA

LAMONGAN TAHUN 1975-1982

Untuk mengawali kajian mengenai kehidupan sosial dan keagamaan

masyarakat kota Lamongan, digambarkan terlebih dahulu gambaran geografis

yang meliputi: luas wilayah, pembagian wilayah, keadaan topografi. Disamping

itu juga dijelaskan gambaran demografi yang meliputi: jumlah penduduk menurut

jenis kelamin dan jumlah penduduk menurut usia. Selain itu menjelaskan kondisi

umum masyarakat kabupaten Lamongan dalam bidang sosial terdapat empat

aspek yakni aspek ekonomi, pendidikan, seni budaya dan perangkat pemerintah.

Dalam bidang keagamaan, menjelaskan jumlah pemeluk agama dan jumlah

tempat ibadah yang ada di kabupaten Lamongan.

A. Deskripsi Kabupaten Lamongan

1. Letak Geografis

Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak antara

6º51'54''sampai dengan 7º23 6''lintang Selatan dan antara 112º4'41''sampai

dengan 112º33'12'' bujur Timur. Kabupaten Lamongan memiliki luas

wilayah kurang lebih 1. 628. 04 Km² +3.78% dari luas wilayah Propinsi

Jawa Timur. Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km, maka wilayah

perairan laut Kabupaten Lamongan adalah seluas 902,4 km2, apabila

(45)

36

kabupaten di provinsi Jawa Timur, batas administrasi wilayah Kabupaten

Lamongan adalah:1

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kabupaten Gresik

Sebelah Selatan : Kabupaten Jombang dan Kabupaten Mojokerto

Sebelah Barat : Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban

Secara garis besar daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai

Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3

karakteristik yaitu:2

a. Daratan bagian tengah belahan selatan, yaitu kawasan yang berada di

sebelah selatan arteri primer Surabaya-Semarang terdiri dari dataran

rendah yang relatif subur, meliputi wilayah Kecamatan Babat, Pucuk,

Sukodadi, Lamongan, Kedungpring, Sugio, Kembangbahu, Deket dan

Tikung. Di kawasan ini terdapat 25 waduk irigasi sebagai pendukung

pertanian, termasuk Waduk Gondang yang merupakan waduk terbesar

yang diresmikan Presiden Soeharto tahun 1987.

b. Daratan bagian utara terdiri dari daerah bonorowo yang rawan banjir,

meliputi wilayah kecamatan Turi, Sekaran, Karanggeneng, Laren,

Kalitengah, Karangbinangun, dan Glagah. Pada dekade 1970-an daerah

ini merupakan daerah yang amat tidak produktif yang terkenal dengan

pola sawah tambak.

1

Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur (Statistik Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan, 1975-1978), 2.

2

(46)

37

c. Daratan bagian selatan dan utara terdiri dari sebagian berupa

pegunungan kapur dan sebagian berupa dataran agak rendah dengan

tingkat kesuburan yang rendah, meliputi wilayah kecamatan Mantup,

Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Modo, Sukorame, Brondong, Paciran dan

Solokuro. Di daerah ini terdapat kawasan hutan yang luasnya mencapai

17,57%, Lamongan pada bagian utaranya terbentang kawasan pantai

sepanjang 47 km yang kaya akan sumber daya perikanan.

Selain itu, Lamongan di batasi oleh dua sungai yaitu Sungai

Bengawan Solo (berbatasan dengan kota Tuban) dan Kali Lamong

(berbatasan dengan Kabupaten Gresik). Luas wilayah Kabupaten

Lamongan adalah 1.628.040 Km². Sedangkan secara administratif

Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 22 kecamatan dengan Lamongan

sebagai ibukota kabupaten.

Kondisi topografi kabupaten Lamongan menunjukkan dua

karakteristik yang berbeda. Perbedaan tinggi rata-rata kecamatan dari

permukaan air laut yang berada di Kabupaten Lamongan cukup bervariasi.

Untuk kawasan selatan ketinggian dari permukaan laut lebih tinggi

dibandingkan dengan kawasan utara. Kecamatan Ngimbang tercatat

sebagai kecamatan dengan wilayah yang memiliki ketinggian tertinggi di

Kabupaten Lamongan yaitu 81,79 m. selanjutnya disusul oleh kecamatan

Sukorame, kecamatan Bluluk kemudian kecamatan Sambeng. Keempat

kecamatan tersebut termasuk kecamatan yang terdapat dikawasan selatan.3

3

(47)

Luas wilayah / Daerah Per-Kecamatan Dalam Daerah Kabupaten Lamongan

No Kecamatan Luas Kecamatan (Km²)

1 Lamongan 37, 59 Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan

Dilihat dari segi tingkat kemiringan tanah daratan Kabupaten

Lamongan merupakan daratan yang relatif datar. Sebanyak 72,46º atau

setara dengan 131.352 hektar, daratan Kabupaten Lamongan memiliki

tingkat kemiringan 0-2º yang tersebar di beberapa kecamatan yakni

(48)

39

Babat, Kalitengah, Karanggeneng, Glagah, Karangbinangun, Mantup,

Sugio, Kedungpring, sebagian Bluluk, Modo dan Sambeng. Sedangkan

untuk wilayah yang sedikit curah dengan kemiringan tanah diatas 40º

hanya seluas 0,16% atau setara sebesar 282 hektar.4

Seperti daerah lainnya yang berada di garis khatulistiwa,

Kabupaten Lamongan beriklim tropis dan mengenal 2 musim yaitu musim

kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara bulan Mei

sampai September dan di bulan selebihnya yaitu Oktober sampai bulan

April adalah musim hujan. Suhu udara berkisar 20-35º derajat. Secara

administratif, Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 22 kecamatan, 475

desa dan 12 kelurahan.5

4

Ibid., 1.

5

(49)

40

Tabel 3.2

Pembagian Daerah Wilayah Kerja Dalam Daerah Tingkat II Lamongan

No Ex. Kawedanan Kecamatan Jumlah Desa

1. LAMONGAN Lamongan 20

6. KARANGBINANGUN Karangbinangun 21

Glagah 30

Kalitengah 20

JUMLAH 22 Kecamatan 475 Desa

Sumber Data: Kantor Statistik Kabupen Lamongan

2. Letak Demografis

Penduduk kabupaten Lamongan menurut hasil registrasi penduduk

tahun 1982 jumlahnya tercatat sebanyak 1.064.394 jiwa. Komposisi

jumlah penduduk laki-laki sebanyak 519.960 jiwa dan penduduk

perempuan sebanyak 544.434 jiwa. berdasarkan komposisi penduduk

tersebut secara umum akan terlihat rasio jenis kelamin penduduk

Kabupaten Lamongan dilihat dari desa dan kelurahan. Dengan mengetahui

(50)

41

penduduk perempuan di kabupaten Lamongan lebih banyak dari pada

penduduk laki-laki.6

Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk pada setiap

tahunnya, sedangkan luas tidak berubah, maka angka kepadatan penduduk

akan terus bergerak naik seiring dengan naiknya jumlah penduduk. Dilihat

dari usia penduduk, jumlah terbanyak diduduki oleh kelompok umur 25-49

tahun yakni 167.410 jiwa, seperti yang terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3

Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan

B. Kondisi Umum Masyarakat Kabupaten Lamongan

1. Bidang Sosial

a. Aspek Ekonomi

Dalam pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat,

kondisi Kabupaten Lamongan tahun 1975 masih memperlihatkan

beberapa pesoalan sosial yang patut dicermati, beberapa contoh

persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, diantaranya pertama masalah

kemiskinan. Dengan tingkat pendidikan penduduk yang minim dapat

memepengaruhi tipe pekerjaan masyarakat. Dalam konteks ekonomi

6

(51)

42

Penduduk Kabupaten Lamongan banyak menggantungkan hidupnya

pada sektor pertanian dan perdagangan. Hal ini mengindikasikan bahwa

sektor perdagangan dan pertanian menjadi penopang utama dalam

pengembangan perekonomian lokal. Jumlah angkatan kerja di

Kabupaten Lamongan cukup besar dan memiliki latar belakang

pendidikan yang relatif rendah. Angkatan kerja yang bekerja di sektor

pertanian diperkirakan sebesar 52,68%, sektor perdagangan 13,42%,

sektor industri pengolahan sebanyak 8,75%, sedang untuk sektor-sektor

yang lain sebesar 10,7%. Faktor wilayah secara langsung berdampak

terhadap profesi penduduk wilayah tersebut.7

b. Aspek Pendidikan

Kondisi dan potensi Sumber Daya Manusia yang dimiliki daerah

merupakan salah satu modal penting dalam pengembangan daerah

tersebut. Berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah tertinggi adalah

penduduk di Kabupaten Lamongan yang mengenyam pendidikan

Sekolah Dasar/Sederajat. Berdasarkan data, penduduk Kabupaten

Lamongan masih kurang kesadaran dalam hal pedidikan. Salah satu

faktor yang mempengaruhi adalah tidak semua penduduk mampu

membayar kebutuhan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang

pentingnya suatu pendidikan. Berikut jumlah penduduk berdasarkan

tingkat pendidikan tahun 1982.

7

(52)

43

Tabel 3.4

Penduduk Kabupaten Lamongan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 1982

No Keterangan Jumlah

1 Penduduk tamat SD/Sederajat 82.227

2 Penduduk tamat SLTP/Sederajat 8.116

3 Penduduk tamat SLTA/Sederajat 1.568

Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan

Dengan adanya fasilitas pendidikan turut menunjang masyarakat

yang mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Berikut jumlah sekolah

menurut tingkat sekolah yang ada di Kabupaten Lamongan tahun 1982.

Tabel 3.5

Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Lamongan Tahun 1982

No Kecamatan Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Sekolah

SD SLTP SLTA

(53)

44

Dengan adanya fasilitas pendidikan keagamaan turut menunjang

jumlah masyarakat yang mengikuti kegiatan belajar mengajar khususnya

dalam ajaran agama Islam. Berikut jumlah fasilitas pendidikan keagamaan

yang ada di Kabupaten Lamongan pada tahun 1982.

Tabel 3.6

Jumlah Lembaga Pendidikan Keagamaan Kabupaten Lamongan Tahun 1982

No Nama Sekolah Kelas Jumlah Murid

1 Roudlatul Atfal 103 248 9.316

2 Madrasah Diniyah 12 35 982

3 Pondok Pesantren 29 8 2.208

Sumber Data: Kantor Departemen Agama Kabupaten Lamongan

c. Aspek Perangkat Pemerintah

Lamongan seperti halnya kadipaten-kadipaten lain

pemerintahan di Lamongan dan pengaturannya sesuai dengan

penataan hirarki-birokrasi model Barat. Lamongan dimasukkan dalam

kesatuan wilayah administratif propinsi dan karesidenan, diletakkan

dalam kedudukan pada tingkat kabupaten (Regent). Secara

hirarki-birokrasi kabupaten Lamongan terbagi dalam tingkatan (berturut-turut

dari atas kebawah):8

Regent (Kabupaten)

District (Kawedanan/ pembantu Bupati)

Onderdistrict (Kaonderan/kecamatan)

Kelurahan (Desa)

8

Gambar

Tabel 3.1  Luas wilayah / Daerah Per-Kecamatan Dalam Daerah
 Tabel 3.2
Tabel 3.3  Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
 Tabel 3.5 Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Lamongan Tahun 1982
+4

Referensi

Dokumen terkait

KATA PENGANTAR ... Latar Belakang Masalah ... Pembatasan Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Kajian Teori ... Makna dan Perubahan Makna

ABSTRAK BAHASA INGGRIS ... Latar Belakang Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Kerangka Teori ... Permainan Futsal ... Pengertian Futsal

Terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, kerangka teori, hipotesis penellitian, metode penelitian,

BANDAR LAMPUNG 2015.. Latar Belakang ... Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian ... Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual... Teori

DAFTAR GAMBAR ... Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Landasan Teori ... Tinjauan Penelitian Terdahulu ... Literatur Riview ...

Halaman Pernyataan ... Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Kerangka Konsep ... Kerangka Pemikiran ... Metode Penelitian ...

KATA PENGANTAR ... DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Identifikasi Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Kajian Teori ...

KATA PENGANTAR ... Latar Belakang Masalah... Rumusan Masalah ... Tujuan dan kegunaan Penelitian ... Pembatasan Masalah ... Kajian Terdahulu ... Kerangka Teori ... Sistematika