KH. MASTUR ASNAWI (STUDI PERAN SOSIAL KEAGAMAAN PADA MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1919-1982)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh: Vony Mayanti NS NIM: A0.22.12.021
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul KH. Mastur Asnawi (Studi Peran Sosial Keagamaan Pada Masyarakat Kota Lamongan Tahun 1919-1982) ini memiliki tiga fokus penelitian yaitu: 1) bagaimana biografi singkat KH. Mastur Asnawi? bagaimana kondisi sosial dan keagamaan masyarakat kota Lamongan? bagaimana peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982?.
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam penulisan sejarah ini adalah: pemilihan Topik, Heuristik (mencari dan menemukan data), kritik sumber, interpretasi atau penafsiran dan penulisan (Historiografi). Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang digunakan untuk mendeskripsikan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Adapun penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologis yaitu sebagai alat bantu yang bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sesuatu yang berinteraksi antara manusia dengan masyarakat. Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori kepemimpinan kharismatik menurut Max Weber yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan pribadi
ABSTRACT
Thesis entitled KH. Mastur Asnawi (study of the role social religious in society Lamongan city year 1919-1982) has there research focuses, including: 1) how brief biography KH. Mastur Asnawi 2) how conditions social and religious in communities Lamongan city 3) how the role of KH. Mastur Asnawi preformance in the field of social religious community Lamongan city year 1919-1982?.
The methods used by researchers to writing of this history are: Election topics, heuristics (search and find data), Criticism resources, Interpretation and Writing (historiography). In general this research is historically used to describe the event that accured in the past. As for this study using sociological approach is a tool aims to describe the interaction between neighbor something with human society. Theory used in the writing of is Max Weber leadership theory that is based on the influence and personal dignity.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ………... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PERSETUJUAN TIM PENGUJI …………... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Pendekatan dan Kerangka Teori ... 10
F. Penelitian Terdahulu ... 14
G. Metode Penelitian... 15
H. Sistematika Bahasan... 19
BAB II KH.MASTUR ASNAWI ... 21
A. Genealogi ... 21
B. Latar Belakang Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan Keluarganya... 26
2. Kehidupan Keluarga KH. Mastur Asnawi ... 27
C. Latar Belakang Pendidikan ... 30
BAB III KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA LAMONGAN TAHUN 1975-1982 ………... 35
A. Deskripsi Kabupaten Lamongan ... 35
1. Letak Geografis ... 35
2. Letak Demografis ... 40
B. Kondisi Umum Masyarakat Kabupaten Lamongan ... 41
1. Bidang Sosial ... 41
2. Bidang Keagamaan ... 45
BAB IV KH. MASTUR ASNAWI DALAM MASYARAKAT …………... 50
A. Posisi KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat ... 50
1. Sebagai Seorang Ulama ... 50
2. Sebagai Seorang Pendidik ... 54
B. Peran KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat ... 57
1. Bidang Sosial-Keagamaan ... 57
a. Majlis Ta’lim Tahfidhul Qur’an... 57
b. Masjid Agung Lamongan ... 59
2. Bidang Pendidikan ... 71
a. Pondok Pesantren Al-Masturiyah ... 71
b. Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ Lamongan ... 73
1) Madrasah Tsanawiyah Putra-Putri Lamogan ... 73
2) Madrasah Aliyah Pembangunan Lamongan ... 76
3) Susunan Pengurus Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ ... 78
C. Pandangan Masyarakat Terhadap KH. Mastur Asnawi ………... 80
1. Warga Nahdlatul Ulama ... 81
BAB IV PENUTUP ... 86 A. Kesimpulan ... 86
B. Saran ... 87
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejarah pergerakan dan perjuangan bangsa Indonesia tidak lepas dari
peranan para kiai dan pemimpin Islam yang dengan penuh keikhlasan
membimbing dan mengajak umat manusia agar menjadi manusia yang
merdeka, memperoleh kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat. Ulama
dan kiai turut mengatasi keadaan sebelum dan sesudah kemerdekaan, usaha
aktifitas para kiai mampu membangkitkan semangat cinta tanah air dan
melawan para penjajah sebagai jihad fisabilillah. Kiai-kiai di Jawa juga
merupakan sektor kepemimpinan Islam yang dianggap paling dominan, dan
selama berabad-abad telah memainkan peranan yang menentukan dalam
proses perkembangan sosial, kultural, keagamaan dan politik.1
Istilah kiai dalam bahasa Jawa mempunyai pengertian yang luas. Ia
berarti mencirikan baik benda maupun manusia yang diukur dengan
sifat-sifatnya yang istimewa, dan karenanya sangat dihormati. Dalam konteks
kebudayaan Jawa, gelar kiai juga diberikan kepada laki-laki yang berusia
lanjut, arif dan dihormati. Bahkan persebaran agama Kristen, sebutan kiai juga
dipakai untuk beberapa pengkabar Injil pribumi, guna membedakannya
dengan pengkabar Injil Barat. Namun pengertian kiai dalam konteks Indonesia
modern telah mengalami transformasi makna, yakni diberikan kepada pendiri
1
2
dan pemimpin sebuah pondok pesantren membaktikan hidupnya demi Allah
serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan Islam
melalui kegiatan pendidikan.2
Dalam penelusuran sejarah agama Islam masa lalu, ternyata kiai
menjadi penggerak kebangkitan agama dengan memanfaatkan pengaruhnya
yang amat besar terhadap masyarakat sekitar. Kuntowijoyo menegaskan
bahwa kebangkitan agama dalam bentuk pembenahan lembaga pendidikan
pesantren dan tarekat Islam pada abad ke-19, dipimpin oleh para kiai.3
Kiai merupakan status yang dihormati dengan segudang peran yang
dimainkannya dalam masyarakat. Ketokohan dan kepemimpinan kiai sebagai
akibat dari status dan peran yang disandangnya, telah menunjukkan betapa
kuatnya kecakapan dan pancaran kepribadiannya dalam memimpin pesantren
dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana seorang kiai dapat
membangun peran strategisnya sebagai pemimpin masyarakat non formal
melalui suatu komunikasi intensif dengan masyarakat. Kedudukannya yang
penting di lingkungan pedesaan sama sekali bukan hal baru, tetapi justru sejak
masa kolonial, bahkan jauh sebelum itu, tampak lebih menonjol dibandingkan
dengan masa sekarang yang mulai memudar.4
Kepercayaan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kiai dan
didukung potensinya memecahkan berbagai problem menyebabkan kiai
menempati posisi kelompok elit dalam struktur sosial dan politik di
2
Edi Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai Studi Atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat (Surabaya: Program Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel, 2007), 113.
3
Kuntowijiyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi (Bandung: Mizan,1991), 81.
4
3
masyarakat. Kiai sangat dihormati oleh masyarakat melebihi penghormatan
mereka terhadap pejabat setempat. Petuah-petuahnya memiliki daya pikat
yang luar biasa, sehingga memudahkan baginya menggalang massa baik
secara kebetulan maupun terorganisasi. Ia memiliki pengikut yang banyak
jumlahnya dari kalangan santri dalam semua lapisan mulai dari anak-anak
sampai kelompok lanjut usia.5
Hubungan antara kiai dengan masyarakatnya diikat dengan emosi
keagamaan yang membuat kekuasaan sahnya semakin berpengaruh. Kharisma
yang menyertai kiai juga menjadikan hubungan itu penuh dengan emosi.
Karena kiai telah menjadi penolong bagi para penduduk dalam memecahkan
masalah-masalah mereka, yang tidak hanya terbatas pada masalah spiritual
tetapi juga mencakup aspek kehidupan yang lebih luas, maka para penduduk
juga mengganggap kiai sebagai pemimpin dan wakil mereka dalam sistem
nasional.
Kharisma kiai memperoleh dukungan masyarakat hingga batas
tertentu, disebabkan karena dia dipandang memiliki kemantapan moral dan
kualitas keimanan yang melahirkan suatu bentuk kepribadian magnetis bagi
para pengikutnya. Proses ini, mula-mula beranjak dari kalangan terdekat,
sekitar kediamannya, yang kemudian menjalar ke luar tempat-tempat yang
jauh. Kharisma yang dimiliki kiai tersebut dalam sejarahnya mampu menjadi
sumber dan inspirasi perubahan dalam masyarakat.
5
4
Kiai dengan kharisma yang dimilikinya tidak hanya dikategorikan
sebagai elit agama, tetapi juga sebagai elit pesantren dan tokoh masyarakat
yang memiliki otoritas tinggi dalam menyimpan dan menyebarkan
pengetahuan keagamaan Islam serta berkompeten dalam mewarnai corak dan
bentuk kepemimpinan terutama dalam pesantren. Tipe kharismatik yang
melekat pada dirinya menjadi tolak ukur kewibawaan pesantren. Dilihat dari
kehidupan santri, kharisma kiai merupakan karunia yang diperoleh dari
kekuatan dan anugerah Tuhan.6
Sosok kiai sangat jelas dibutuhkan oleh umat, oleh karena itu untuk
mengenang jasa para kiai yang membawa manfaat pada masyarakat, kiranya
diperlukan upaya-upaya untuk mendokumentasikan riwayat hidup para tokoh
keagamaan yang biasa disebut dengan kiai, baik yang berlatar pesantren
ataupun tidak. Selain itu, dengan mengetahui riwayat hidup kiai atau ulama
dapat memberikan informasi yang lebih konstruktif dan proporsional terhadap
peran dan posisinya dalam sejarah sosial keagamaan di masyarakat luas.
Penulisan riwayat hidup seorang tokoh ini juga diharapkan mampu
memberi cermin bagi generasi muda di masa sekarang dan selanjutnya. Selain
itu, dengan mengetahui biografi ulama, kita dapat mengetahui segala latar
belakang beliau serta perjuangannya dalam Islam. Oleh karena itu penulisan
biografi ulama ini dilakukan dengan harapan riwayat hidup seorang tokoh
dapat dijadikan percontohan bagi generasi muda Islam di masa sekarang dan
seterusnya. Dengan penulisan biografi ini juga diharapkan dapat mengetahui
6
5
dan merekam kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh tersebut.
Biografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios yang artinya hidup, dan
graphien yang artinya tulis. Biografi secara sederhana dapat dikatakan sebagai
sebuah kisah riwayat hidup seseorang. Biografi dapat berbentuk beberapa
baris kalimat saja, namun juga dapat berupa lebih dari satu buku.7 Biografi
adalah buku riwayat hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain yang
bertujuan untuk menganalisa dan menerangkan beberapa peristiwa dalam
hidup seseorang.
Kabupaten Lamongan ditengarai hari jadinya adalah pada hari Kamis
Pahing tanggal 10 Dzulhijjah 976 H atau tanggal 26 Mei 1569 bertepatan pada
Grebek Besar di Kedaton Giri yaitu saat pelantikan Rangga Hadi menjadi
Tumenggung Soerodjojo (Bupati Lamongan Pertama).
Adapun Candrasengkala berdirinya kabupaten Lamongan menurut
Soetrimo berada di halaman Masjid Agung Lamongan berbunyi Masjid
Ambuko Sucining Manembah (berbentuk sebuah Masjid 1, Ambuko yang
mempunyai arti pintu gerbang atau gapura 4, Sucining yang berarti tempat
bersuci yaitu dua buah genuk berisi air bertuah 9, Manembah yang berarti
sujud atau batu tepas pasujudan satu buah 1, atau diartikan tahun 1491 Saka
sama dengan tahun 976 H atau 1569 M.8
Dalam bidang keagamaan perjuangan ulama-ulama Lamongan terlihat
aktif dan dinamis sepanjang masa sejak awal penyebaran Islam sampai zaman
7Feedburner, “Pengertian Biografi Serta Cara Menulis”, dalam
http://kolom-biografi.blogspot.com/2009/12 (11 November 2015).
8
6
pembangunan yang bertujuan mengubah dan meluruskan akidah umat
beragama menuju agama tauhid (mempunyai Tuhan Yang Maha Esa) yaitu
agama Islam, agama yang lurus, agama yang benar yang menghapus
kemusyrikan.9 Sehubungan dengan hal tersebut maka para ulama di
Lamongan mendirikan beberapa pesantren. Khususnya KH. Mastur Asnawi
yang mendirikan pesantren Al-Masturiyah berdiri tahun 1942 di kota
Lamongan, lalu pondok pesantren KH. Abdul Latif di Tlogoanyar yang
semuanya milik ulama Nahdlatul Ulama, dalam hal ini perjuangan para kiai
(ulama), para ustadz dan para santri di kabupaten Lamongan adalah kuat
berjuang bersama-sama untuk menegakkan agama Islam.
KH. Mastur Asnawi merupakan kiai yang mendapat dukungan semua
kalangan masyarakat Lamongan dan pada umumnya mendapat penghormatan
khusus oleh warga Nahdlatul Ulama Lamongan. Kiai Mastur lahir 3 Juli 1895
anak dari perkawinan Asnawi dengan Masyitoh yang ibunya merupakan
keturunan orang Arab yang berasal dari Solo sedangkan ayahnya merupakan
penduduk Lamongan asli.10
Ketika umur 10 tahun telah mengikuti belajar agama di pondok
pesantren di beberapa tempat, menjelang usia 17 tahun seperti ulama pada
umumnya KH. Mastur Asnawi dikirim ke Makkah al Mukarramah oleh orang
tuanya untuk belajar agama disana mulai tahun 1912 sampai 1919 selama
tujuh tahun bersama teman-temannya. Sepulang dari Makkah al Mukarramah
yang mempunyai ilmu agama tinggi. Peranan KH. Mastur Asnawi di mulai
9
Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku
(tth), 5.
10
7
dengan mendirikan majlis ta’lim yang bernama Tahfidhul Quran yang
pelajarannya lebih ditekankan pada kajian belajar Alquran dengan visi
“memberantas buta huruf Alquran dan meluruskan bacaan sesuai dengan ilmu
tajwid yang benar”.
Selain peranan dalam mendirikan majlis ta’lim KH. Mastur Asnawi
juga mempunyai peranan penting dalam pembangunan Masjid Agung
Lamongan berasal dari wakaf yang diberikan oleh KH. Mahmud yang tidak
memiliki ahli waris. KH. Mahmud menyerahkan wakaf berupa tanah dan
bangunan (seperti mushola) kepada umat Islam yang waktu itu diwakili oleh
KH. Mastur Asnawi.
Pada waktu panitia akan melakukan proses pembangunan, KH. Mastur
Asnawi mengusulkan agar posisi masjid dihadapkan arah kiblat. Namun, usul
ini tidak bisa diterima oleh tim panitia, dikarenakan faktor pembiayaan yang
amat besar. Pada tahun 1922 M tim pembangunan masjid dibubarkan oleh
Bupati dan kelanjutan pembangunan diserahkan sepenuhnya kepada KH.
Mastur Asnawi, dikarenakan tim panitia kala itu sudah tidak sanggup untuk
meneruskan pembangunan. Beliaulah nadhir pertama dalam kepengurusan
Masjid Agung Lamongan dan setelah wafatnya kiai Mastur pada tahun 1982
dibentuklah dewan nadhir yang dipimpin secara kolektif atau lebih dari satu
orang.11
Sedangkan peran dalam bidang pendidikan seperti, mendirikan
pesantren yang bernama Al-Masturiyah yang berada di Kranggan Lamongan.
11
8
Madrasah Tsanawiyah Putra Putri Lamongan dan Madrasah Aliyah
Pembangunan Lamongan, pembangunan sekolah yang perlu dilakukan karena
untuk mendidik masyarakat Lamongan yang pada saat itu masih dalam
kebodohan. setelah KH. Mastur Asnawi wafat kepemimpinannya diteruskan
oleh putranya yaitu KH. Mahbub Mastur.12
Saya tertarik untuk menulis biografi KH. Mastur Asnawi peran sosial
keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982 karena bagi
saya KH. Mastur Asnawi seorang kiai yang mempunyai kelebihan seperti
sebutannya dengan kiai khos dan mempunyai karomah serta mempunyai
peranan penting dalam pembangunan Masjid Agung Lamongan yang pada
waktu itu masyarakat setempat masih belum mempunyai masjid karena
pembangunannya terbengkalai. Selain peranan dalam pembangunan masjid
juga mempunyai peran di Pondok Pesantren Al-Masturiyah dan lembaga
pendidikan formal lainnya. Serta memperkenalkan kiai Mastur yang belum
diketahui oleh masyarakat, sehingga saya ingin mengenalkan kepada
masyarakat khususnya para pemuda- pemudi Indonesia untuk dapat
meneladani perjuangannya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang masalah di atas, penulis dapat
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana biografi singkat KH. Mastur Asnawi?
12
9
2. Bagaimana kondisi sosial keagamaan masyarakat kota Lamongan tahun
1975-1982?
3. Bagaimana peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial keagamaan
pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan penelitian tentang KH. Mastur Asnawi (studi peran
sosial keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982) adalah:
1. Untuk mengetahui biografi singkat KH. Mastur Asnawi
2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial keagamaan masyarakat kota
Lamongan tahun 1975-1982.
3. Untuk mengetahui peran KH. Mastur Asnawi dalam bidang sosial
keagamaan pada masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982.
D. Manfaat Penelitian
Mengenai kegunaan penelitian tentang KH. Mastur Asnawi adalah:
1. Bahwa peranan KH. Mastur Asnawi tentang peran sosial keagamaan pada
masyarakat terutama dalam pembangunan masjid Agung Lamongan
merupakan hal yang luar biasa yang sangat baik untuk dijadikan contoh
dan prinsip mengabdi kepada masyarakat secara ikhlas.
2. Sebagai calon sejarawan, penulis ingin memberikan sebuah manfaat
kepada para pemuda-pemudi pada umumnya dan saya khususnya untuk
10
3. Dapat dijadikan sebagai pengetahuan sejarah kepada generasi selanjutnya
pada umumnya dan kepada diri saya sendiri pada khususnya.
4. Khususnya bagi penulis sendiri adalah sebagai persyaratan untuk
mendapatkan gelar S1 Fakultas Adab Jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam.
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
pendekatan historis. Dalam hal ini penulis berusaha mengungkapkan
bagaimana sejarah riwayat hidup KH. Mastur Asnawi dan perannya dalam
bidang sosial keagamaan. Untuk melengkapi analisis, penulis juga
menggunakan pendekatan sosiologis sabagai alat bantu. Penggunaan
pendekatan tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan tentang sesuatu yang
berinteraksi antara manusia dengan masyarakat, melalui pendekatan sosiologis
ini diharapkan bisa mengungkapkan latar belakang KH. Mastur Asnawi dan
kiprahnya dalam masyarakat. 13
Secara umum penelitian ini adalah penelitian historis yang mencoba
menarasikan sejarah KH. Mastur Asnawi, dimana menurut Sartono
Kartodirdjo yang dimaksud sejarah naratif adalah sejarah yang
mendiskripsikan tentang masa lampau dengan merekontruksi apa yang terjadi
serta diuraikan sebagai cerita dengan perkataan lain kejadian-kejadian penting
13
11
diseleksi dan diatur menurut poros waktu sedemikian sehingga tersusun
sebagai cerita.14
Biografi sudah barang tentu merupakan unit sejarah yang sejak zaman
klasik telah ditulis.15 Biografi secara etimologi berasal dari bahasa Yunani,
yaitu bios yang berarti hidup dan graphein yang berarti tulis. Biografi adalah
kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang. Buku riwayat hidup
seseorang yang ditulis oleh orang lain.16 Sebuah biografi lebih kompleks dari
pada sekedar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang,
biografi juga bercerita tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami
kejadian-kejadian tersebut.
Dalam biografi tersebut dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang
tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasa,
karya dan segala hal yang dihasilkan atau dilakukan oleh seorang tokoh.
Seorang penulis biografi diharapkan untuk mengetahui dan merekam
kejadian dan situasi yang mengitari kehidupan tokoh, selain itu ia juga
mendalami aspek-aspek struktural yang mengelilinginya. Dalam hal ini tugas
utama penulisan biografi telah mencoba menangkap dan menguraikan jalan
hidup seseorang dan dalam hubungannya dengan lingkungan sosial-historis
yang mengitarinya
14
Ibid., 9.
15
Ibid., 76.
16
12
Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah teori
kepemimpinan menurut Max Weber. Max Weber mengklasifikasikan
kepemimpinan menjadi 3 jenis:17
1. Otoritas Kharismatik yakni berdasarkan pengaruh dan kewibawaan
pribadi. Hal ini berarti aspek tertentu dari seseorang telah memberikan
suatu penampilan berkuasa dan menyebabkan orang lain menerima
perintahnya sebagai sesuatu yang mesti diikuti. Ia diyakini memperoleh
bimbingan “wahyu”, memiliki kualitas yang dipandang sakral dan
menghimpun massa dari masyarakat kebanyakan.
2. Otoritas Tradisional yang dimiliki berdasarkan perwarisan. Bersumber
pada kepercayaan yang telah mapan terhadap kesakralan tradisi kuno.
Kedudukan pemimpin ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan lama yang
dilakukan oleh kelompok masyarakat dalam melaksanakan berbagai
tradisi.
3. Otoritas Legal-Rasional yakni dimiliki berdasarkan jabatan serta
kemampuan.18 Diwujudkan dalam organisasi birokrasi. Tanggung jawab
pemimpin dalam mengendalikan organisasi tidak ditentukan oleh
penampilan kepribadian individu melainkan dari prosedur aturan yang
telah disepakati.
Dari klasifikasi yang dikemukakan oleh Max Weber. Maka KH.
Mastur Asnawi termasuk kedalam klasifikasi kharismatik, berdasarkan
wawancara dengan KH. Mahbub Mastur dan H. Yunani bahwa KH. Mastur
17
Susanto, Krisis Kepemimpinan Kiai Studi Atas Kharisma Kiai dalam Masyarakat, 115-117.
18
13
Asnawi merupakan figur ulama yang mempunyai pengaruh luar biasa terhadap
masyarakat, sehingga kiai Mastur sangat disegani dan dihormati masyarakat.
Dalam hal ini Max Weber membatasi bahwa kharismatik sebagai
kelebihan tertentu dalam kepribadian seseorang yang membedakan dengan
orang biasa dan diperlukan sebagai seseorang yang memperoleh anugerah
kekuasaan adi kodrati, adi manusiawi atau setidak-tidaknya kekuatan atau
kelebihan yang luar biasa. Kekuatan yang sedemikian rupa sehingga tidak
terjangkau oleh orang biasa, tetapi dianggap individu tersebut diperlukan
sebagai seorang pemimpin.
Pemimpin kharismatik biasanya lahir ketika suasana masyarakat dalam
kondisi kacau, suasana ini memerlukan pemecahan yang tuntas agar keadaan
masyarakat kembali normal. Untuk itu memang diperlukan kehadiran figur
yang memang dianggap sanggup menyelesaikan krisis tersebut. Dalam
konteks demikian, tidak heran bila proses kepemimpinan kharismatik hampir
mendekati otoriter, kurang mengandalkan unsur musyawarah, rasional dan
legal formal, meskipun bisa saja ia berjiwa demokratis.
Konsep kharismatik (charismatic) atau charisma (charisma) menurut
Max Weber lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki
kekuatan luar biasa dan mengesankan dihadapan masyarakat, karenanya yang
bersangkutan sering berpikir sesuatu yang gaib, melakukan meditasi untuk
mencari inspirasi sehingga membuatnya terpisah dari kebiasaan yang
dilakukan oleh orang lain. Meski demikian, seseorang yang berkharisma
14
Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan
kharismatik yaitu:
1. Adanya seseorang yang memiliki bakat luar biasa
2. Adanya krisis sosial
3. Adanya sejumlah ide radikal untuk memecahkan krisis tersebut
4. Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki
kemampuan luar biasa yang bersifat transcendental dan supranatural.
5. Serta adanya bukti yang terus berulang bahwa apa yang dilakukan itu
mengalami kesuksesan.
Bukti dari kepemimpinan kharisma diberikan oleh hubungan
pemimpin-pengikut. Seperti dalam teori awal oleh House (1977), seorang
pemimpin yang memiliki kharisma memiliki pengaruh yang dalam dan tidak
biasa pada pengikutnya. Para pengikut merasa mereka bahwa keyakinan
pemimpin adalah benar, mereka bersedia mematuhi pemimpin, mereka
merasakan kasih sayang terhadap pemimpin, secara emosional mereka terlibat
dalam misi kelompok atau organisasi, mereka memiliki sasaran kinerja yang
tinggi, dan mereka yakin bahwa mereka dapat berkontribusi terhadap
keberhasilan dari misi itu.19
F. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu yang telah penulis teliti, penulis tidak
menemukan karya yang meneliti tentang judul yang saat ini peneliti bahas,
yakni tentang KH. Mastur Asnawi (studi peran sosial keagamaan pada
19
15
masyarakat kota Lamongan tahun 1919-1982). Namun penulis menemukan
beberapa referensi yaitu:
1. Dokumen yang berupa arsip profil singkat tentang Masjid Agung
Lamongan yang menceritakan tentang peranan KH. Mastur Asnawi.
2. Buku yang berjudul “Figur-Figur Kiaiku Pemerintah Kabupaten Daerah
Tingkat II Lamongan” karangan dari Drs. H. Achmad Chambali, buku ini
menjelaskan tentang sekilas riwayat hidup KH. Mastur Asnawi.
3. Skripsi dari Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya Fakultas Adab
Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam tahun 1994 yang berjudul “Peran
serta ulama dalam pembangunan masyarakat di desa Blajo kecamatan
Kalitengah kabupaten Lamongan”.
Dari beberapa referensi di atas masih banyak yang harus diambil
sebagai bahan referensi ataupun informasi dalam penulisan skripsi ini.
G. Metode Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan oleh peneliti sejarah yang berkaitan
dengan penerapan metode sejarah adalah sebagai berikut:
1. Pemilihan Topik
Pada umumnya dalam melakukan suatu penelitian sejarah, langkah
pertama yang harus dilakukan adalah menentukan topik, dalam
menentukan topik harus topik sejarah yang dapat diteliti sejarahnya.20
Tema skripsi ini adalah “KH. Mastur Asnawi (Studi Peran Sosial
20
16
Keagamaan Pada Masyarakat Kota Lamongan Tahun 1919-1982)”. Alasan
penulis menulis tema ini karena:
a. Ulama atau kiai sering dijuluki sebagai pemimpin non formal saja,
akan tetapi sesungguhnya ulama itu mempunyai pengaruh yang sangat
besar di tengah-tengah masyarakat. Selain itu ulama mempunyai
kharisma yang tinggi dan juga mempunyai kepribadian yang bisa
dijadikan tauladan bagi santrinya serta masyarakat yang ada
disekelilingnya, ulama juga bisa dijadikan inspirasi bagi generasi yang
akan datang.
b. Rasa ketertarikan penulis terhadap KH. Mastur Asnawi sebagai salah
satu publik figur yang ada di sekelilingnya (khususnya di kota
Lamongan).
2. Pencarian data (Heuristik)
Heuristik berasal dari bahasa Yunani heurishein yang artinya
memperoleh, secara terminologi adalah suatu teknik, suatu seni mencari
sumber dalam penelitian sejarah.21 Diharapkan sejarawan sebagai peneliti
mencari sumber yang utama yang berkaitan dengan penelitian, karena
sejarah tanpa sumber maka tidak bisa bicara.22 Maka sumber dalam
penelitian sejarah merupakan hal yang paling utama yang akan
menentukan bagaimana aktualitas masa lalu manusia bisa dipahami oleh
orang lain.
Adapun sumber yang digunakan, yakni:
21
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 55.
22
17
a. Sumber Primer adalah sumber yang dihasilkan atau ditulis oleh
pihak-pihak yang secara langsung terlibat atau menjadi saksi mata dalam
peristiwa sejarah23, dalam karya ini peneliti menggunakan sumber:
1) Dokumen yang berupa arsip profil singkat tentang Masjid Agung
Lamongan
2) Karangan kitab KH. Mastur Asnawi Tadzkiroh.
3) Sertifikat tanah musholla di Kenduruan sebagai tanda bukti hak
milik
4) Sertifikat tanah Madrasah Islam Nahdlatul Ulama’ Lamongan
sebagai tanda bukti hak milik
5) Surat pernyataan waqaf Masjid Agung Lamongan
b. Sumber Sekunder adalah sumber yang dihasilkan oleh orang yang
tidak terlibat atau menyaksikan secara langsung peristiwa yang
ditulis.24
1) Wawancara langsung dengan KH. Mahbub Mastur putra KH.
Mastur Asnawi di Kranggan Lamongan.
2) Wawancara langsung dengan H. Moch Yunani selaku takmir dan
santri KH. Mastur Asnawi.
3) Achmad Chambali, Enam Figur Ketua DPRD Kabupaten
Lamongan 1951-2004. Lamongan: Sanggar Pusaka, 2003.
4) Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Lamongan Daerah
Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku. (Tanpa Tahun Terbit).
23
Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, 64.
24
18
3. Kritik Sumber
Kritik sumber dilakukan terhadap sumber-sumber pertama, kritik
ini menyangkut verivikasi sumber yaitu pengujian mengenai kebenaran
atau ketepatan (akurasi) dari sumber itu. Dalam metode sejarah dikenal
dengan kritik ekstern (mencari kredibilitas sumber) dan kritik intern
(mencari otentisitas sumber). Kritik Ekstern adalah proses untuk melihat
apakah sumber yang didapatkan autentik ataukah tidak, sedangkan kritik
intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber
tersebut cukup layak atau tidak. 25
4. Interpretasi atau Penafsiran
Interpretasi atau Penafsiran sering disebut sebagai subyektivitas,26
adalah tahapan yang memberikan penafsiran atas data yang tersusun
menjadi fakta juga merupakan suatu usaha sejarawan untuk mengkaji
kembali terhadap sumber-sumber yang ada, apakah sumber-sumber yang
didapatkan dan yang telah teruji keasliannya dapat saling berhubungan.
Maka peneliti melakukan penafsiran terhadap sumber atau data yang telah
didapatkan. Interpretasi juga menguraikan hal setelah data terkumpul dan
dibandingkan, lalu disimpulkan untuk ditafsirkan sehingga dapat diketahui
kualitas dan kesesuaian dengan masalah yang dibahas.
5. Penulisan (Historiografi)
Historiografi adalah cara penyusunan dan pemaparan hasil
penelitian dalam bentuk tulisan yang didapatkan dari penafsiran
25
Lilik, Metodologi Sejarah I, 160.
26
19
sumber yang terkait dengan penelitian ini. Dalam buku lain, historiografi
juga menunjuk kepada tulisan atau bacaan yang dapat diproses penulisan
sejarah yakni. Mempersatukan didalam sebuah sejarah, unsur-unsur yang
diperoleh dari rekaman-rekaman melalui penetrapan yang seksama.27
Dalam hal ini penulis berusaha menuliskan laporan penelitian ke dalam
suatu karya ilmiah.
H. Sistematika Bahasan
Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini akan terbagi menjadi
lima bab utama dengan beberapa sub bab yang mempunyai keterkaitan dengan
bab tersebut. Untuk mendapatkan gambaran dari lima bab tersebut dapat
disebutkan sebagai berikut:
BAB I : Menjelaskan Pendahuluan, Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Pendekatan dan Kerangka
Teoritik, Penelitian Terdahulu, Metode Penelitian, dan Sistematika Bahasan.
BAB II: Menjelaskan tentang Genealogi KH. Mastur Asnawi, Latar Belakang
Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan Keluarganya, danLatar
Belakang Pendidikan.
BAB III : Menjelaskan Kehidupan Sosial Keagamaan Masyarakat
KotaLamongan tahun 1975-1982, Deskripsi Kabupaten Lamongan meliputi
letak geografis dan letak demografis, dan Kondisi Umum Masyarakat
Kabupaten Lamongan meliputi bidang sosial dan keagamaan.
27
20
BAB IV: Menjelaskan tentang KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat antara
lain: Posisi KH. Mastur Asnawi dalam Masyarakat yaitu Sebagai Seorng
Ulama dan Sebagai seorang Pendidik. Peran KH. Mastur Asnawi dalam
Masyarakat yaitu Bidang Sosial-Keagamaan dan Bidang Pendidikan.
BAB V: Penutup, di bab terakhir ini akan berisi kesimpulan atas apa yang
BAB II
KH. MASTUR ASNAWI
A. Genealogi
Kota Lamongan tempat KH. Mastur Asnawi berasal, merupakan kota
berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur. Kota
ini terdapat beberapa tempat peninggalan sejarah seperti dua buah genuk atau
gentong yang berada di depan halaman Masjid Agung mempunyai arti bahwa
perempuan meminang laki-laki di Lamongan Panji Laras Liris yang bertujuan
syiar Islam.
Sebenarnya ulama di Kabupaten Lamongan tidak banyak yang
diketahui setelah Sunan Drajat, Sunan Lamongan, Sunan Sendang Duwur
karena keilmuan dan kealimannya yang luar biasa. Maka yang termasuk
kategori ulama menurut masyarakat Lamongan adalah KH. Musthofa Kranji,
KH. Masjkoer, KH. Abdul Fatah, dan KH. Mastur Asnawi.
Tokoh kharismatik yang mendapat dukungan semua kalangan
masyarakat Lamongan pada umumnya dan mendapat penghormatan khusus
oleh warga Nahdlatul Ulama di Lamongan adalah KH. Mastur Asnawi yang
dikenal dengan sebutan mbah yai Mastur dilahirkan di Lamongan pada hari
22
Asnawi anak seorang santri pedagang bernama Asnawi asli Lamongan
sedangkan ibunya bernama Masitoh keturunan Arab yang berasal dari Solo.1
Pada waktu itu di Lamongan terdapat pemukiman etnis antara orang
Arab dan Jawa yang ada konflik berkepanjangan sehingga tidak bisa
terselesaikan oleh kedua belah pihak yang pada akhirnya semua etnis Arab
kalah dan harus meninggalkan Lamongan, termasuk ibu kiai Mastur Asnawi
yang asalnya bertempat di Kranggan bersama keluarganya harus pindah ke
Kembangbahu sampai wafat.2
Tidak ada cerita tentang peristiwa-peristiwa istimewa menjelang
kelahiran KH. Mastur Asnawi, tidak ada kejadian-kejadian luar biasa yang
menyertai pada saat maupun setelah dilahirkan. Mastur Asnawi lahir secara
wajar dan biasa, sebagaimana biasanya kelahiran bayi-bayi yang lainnya. KH.
Mastur Asnawi sewaktu kecil tumbuh menjadi anak yang lembut, santun dan
cerdas. Kiai Mastur mewarisi sifat kedua orang tuanya yaitu gemar membaca
Alquran dan belajar ilmu-ilmu agama. Sewaktu kecil KH. Mastur Asnawi
bernama Soleh penduduk setempat memanggilnya “Mas Sholeh” tetapi
ayahnya tidak suka karena penduduk setempat menyanjungnya dengan nama
“Mas” sehingga diganti ayahnya dengan nama Mastur, sedangkan nama
“Asnawi” yang terdapat dibelakangnya merupakan pelengkap yang diambil
dari nama asli ayahnya.3
1
Achmad Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II LamonganFigur-figur Kiaiku (tth), 21.
2
Mahbub Mastur, Wawancara, Lamongan, 1 November 2015.
3
23
KH. Mastur Asnawi memiliki postur tubuh tidak terlalu tinggi, juga
tidak terlalu pendek, terlihat gemuk singset, berambut lurus dan berkumis
tipis. Paras mukanya mencerminkan kelembutan, tatapan matanya teduh
berwibawa, mengundang kedamaian sekaligus menimbulkan rasa hormat bagi
siapa saja yang memandangnya. Dari gambaran tersebut dapat dipastikan
bahwa pada masa mudanya termasuk seorang pemuda tampan dan simpatik.
KH. Mastur Asnawi sejak kecil hidup dalam lingkungan masyarakat santri
yang ketat didalam menghayati dan mengamalkan ajaran Islam. Sejak kecil
Mastur Asnawi sudah tampak sebagai anak yang patuh dan taat kepada orang
tua dan juga selalu taat melaksanakan ibadah, Mastur Asnawi merupakan anak
yang berbakti terhadap kedua orang tua, selalu rajin membantu pekerjaan
orang tua di sela-sela waktu belajar dan bermainnya.
KH. Mastur Asnawi termasuk orang alim yang dimuliakan Allah. KH.
Mastur Asnawi mempunyai karomah karena banyak feeling dan perkataan
yang cocok dengan kenyataan meskipun cara menyampaikan ceplas-ceplos.
Islam melarang umatnya berbuat syirik, berbuat maksiat, belajar ilmu sihir,
meramal nasib, jodoh, rezeki, lahir-mati seseorang dan mendatangi dukun
perewangan Jin-Setan. Bila ada muslim belajar pengobatan dengan tenaga
dalam berolah batin tafakur pada Allah memperoleh ketenangan batin dengan
jalan berdzikir pada Allah tidak ada halangan dalam Islam. Hal ini justru akan
menghalau serangan santet, sihir yang dimotori Iblis, orang yang dekat dengan
24
dikasihi Allah dinamakan waliyullah yang diberi kelebihan dan kemuliaan
yang disebut dengan karomah.4
Keberadaan KH. Mastur Asnawi di tengah-tengah lingkungan
masyarakat sekitarnya cukup dihormati dan disegani. Hal ini bukan
semata-mata karena mempunyai ilmu agama yang tinggi, melainkan karena
pengabdiannya terhadap masyarakat. Hampir semua perhatian dan aktifitas
KH. Mastur Asnawi untuk masyarakat yang mana dalam hal ini KH. Mastur
memberikan solusi terhadap masyarakat yang mempunyai masalah.5
KH. Mastur Asnawi dalam menegakkan Islam termasuk “ulama
pembaharu Islam”, Kiai Mastur adalah orang yang pertama kali memberantas
perbuatan syirik di kota Lamongan. Perbuatan orang mengirim sesaji ke
punden-punden desa dengan tegas dilarangnya, perhitungan Nogodino (neptu
hari baik) kepercayaan leluhur juga dilarangnya karena termasuk nujum
perbuatan yang dilarang Allah Swt. Dakwahnya disampaikan melalui
pengajian rutin bertempat dirumah Kepala Desa dan Carik Desa yang
berdekatan dengan punden desa. Pada waktu itu KH. Mastur Asnawi pernah
dikejar akan dibacok dengan calok oleh bapaknya H. Choiri Ndapur karena
masalah punden ini. Namun karena dakwah yang disampaikan benar maka
orang itu akhirnya sadar akan kekeliruannya lalu menjadi seorang sahabat dan
ikut memberantas punden-punden desa yang ada, termasuk sesajinya dalam
acara Sedekah Bumi.6
4
Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 22.
5
Moch Yunani, Wawancara, Lamongan, 16 September 2015.
6
25
Selain itu KH. Mastur Asnawi adalah perintis “pendiri madrasah”
sebab pada waktu itu di masyarakat kota Lamongan masih belum ada
madrasah, dalam hal ini kiai Mastur menghadapi banyak tantangan. KH.
Mastur Asnawi menganjurkan wanita harus belajar menulis dan membaca
karena saat itu banyak orang tua yang mengharamkan wanita dapat menulis.
Dalam hal ini KH. Mastur Asnawi merupakan seorang ulama intelektual
namun penampilannya tetap tradisional dan istiqomah.7
Jasa lain yang perlu diketahui bahwa pada tahun 1922 diadakan
pembangunan secara total masjid Agung kota Lamongan yang dibangun atas
upaya nadzir KH. Mastur Asnawi dengan bangunan kokoh terbuat dari kayu
jati yaitu sebagai pengganti bangunan masjid sebelumnya yang di nadziri oleh
Kiai Mahmud (makamnya sekarang berada dalam masjid Agung Lamongan).8
Datang dan pergi itu merupakan sesuatu yang biasa. Hidup dan mati
seseorang juga sudah ditentukan oleh Allah Swt. Begitu pula dengan KH.
Mastur Asnawi setelah sekian lama beliau berjuang untuk agama, masyarakat
dan negaranya, akhirnya beliau pun harus kembali menghadap Allah. KH.
Mastur Asnawi menghembuskan nafas terakhir pada hari Senin Kliwon
tanggal 2 Agustus 1982 M, di rumah Kranggan dalam usia 87 tahun karena
sakit tua dan dimakamkan di dalam masjid Agung Lamongan berdampingan
dengan makam kiai Mahmud. Ketika kiai Mastur wafat ribuan pelayat
mengiringi kepergian dan suasana duka yang sangat mendalam bukan hanya
dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan saja, akan tetapi masyarakat yang
7
Ibid, 22.
8
26
ditinggalkan pun merasa kehilangan salah satu kiai atau ulama yang menjadi
panutan dan juga sangat berpengaruh di Lamongan.9
Penghormatan pemerintah Kabupaten Dati II Lamongan terhadap
perjuangan KH. Mastur Asnawi terlihat bahwa setiap tahun bila memperingati
hari jadi Lamongan selalu diadakan acara ziarah ke makam mbah Lamong dan
KH. Mastur Asnawi sebagai tokoh sentral keagamaan di kota Lamongan.
B. Latar Belakang Kehidupan KH. Mastur Asnawi Waktu Kecil dan
Keluarganya
1. Masa Kecil dan Masa Dewasa KH. Mastur Asnawi
Masa kecil KH. Mastur Asnawi tumbuh dan berkembang secara
wajar seperti halnya anak-anak yang lainnya. Kiai Mastur mempunyai sifat
ramah tamah, sopan sehingga teman-temannya banyak yang senang
bergaul dengan beliau. Sejak kecil kiai Mastur berada di bawah asuhan
dan bimbingan langsung dari ayah dan ibunya. KH. Mastur Asnawi hidup
dalam lingkungan keluarga santri yang sangat ketat dan mengamalkan
ajaran agama. Sejak kecil kiai Mastur merupakan anak yang sangat patuh
terhadap kedua orang tua dan juga taat dalam melaksanakan ibadah. Kiai
Mastur merupakan anak yang berbakti terhadap kedua orang tua, selalu
rajin membantu pekerjaan orang tua di sela-sela waktu belajar dan
bermainnya.10
9
Ibid., 23.
10
27
Salah satu prinsip hidup yang beliau pegang sejak kecil yaitu selalu
mengalah, itulah sebabnya sejak kecil kiai Mastur hampir tidak pernah
terjadi pertengkaran dengan saudara-saudaranya atau teman-temannya.
Kalaupun ada pertengkaran segera akan cepat selesai, namun dengan sifat
mengalah itu bukan berarti beliau tidak memiliki ketegasan. Hitam dan
putih adalah warna kesukaan KH. Mastur Asnawi. Jarang sekali kiai
Mastur mengenakan pakaian berwarna lain kecuali hitam dan putih,
bahkan kopyahnya juga beliau pilih dengan sorban warna putih. Tidak
diketahui mengapa kiai Mastur menyukai warna putih, yang pasti putih
adalah lambang kesucian, kebersihan dan kesederhanaan. Selain itu warna
putih dapat mengingatkan manusia akan hakikat kefanaan wujudnya.
Sebab pada akhir perjalanan hidup setiap manusia, yang menyelimuti
jasadnya adalah kain kafan yang berwarna putih. Mungkin persepsi inilah
yang melatar belakangi kiai Mastur menyukai warna putih. KH. Mastur
Asnawi juga sangat menyukai sarung, sepanjang hidup selalu hampir tidak
pernah menggunakan celana panjang dan selalu memakai sarung
kemanapun akan pergi.
2. Kehidupan Keluarga KH. Mastur Asnawi
Orang tua KH. Mastur Asnawi merupakan seorang pedagang, kiai
Mastur merupakan anak terakhir dan mempunyai dua saudara laki-laki dan
28
beliau tidak pernah melakukan poligami terhadap istrinya melainkan
karena istrinya meninggal sehingga kiai Mastur menikah lagi.11
Isteri pertama KH. Mastur Asnawi adalah Hj. juwariyah dari
Sambeng yang tidak mempunyai keturunan sampai wafat. Kemudian KH.
Mastur Asnawi menikah dengan Masturoh, lalu menikah dengan Hj.
Latifah dan terakhir beliau menikah dengan Maskanah. Pernikahan dengan
istri yang ketiga dan keempat juga tidak mempunyai keturunan.
Sedangkan dengan ibu Masturoh kiai Mastur dikaruniai tujuh orang anak
yaitu: jamilah, Muchtar Mastur, Raudhoh, khamim, Ramlah, Mahbub dan
Khoiriyah.12
Setiap orang tua niscaya mencintai dan menyayangi anak-anaknya,
begitu pula KH. Mastur Asnawi. Kiai Mastur sangat menyayangi putra dan
putrinya. Salah satu contoh dari kesamarataan kasih sayang KH. Mastur
Asnawi terhadap putra dan putrinya. Apabila KH. Mastur Asnawi
mempunyai sesuatu maka sesuatu itu diberikan kepada anaknya dengan
rata sehingga anak-anaknya tidak ada yang iri atau bertengkar.
Kebijaksanaan KH. Mastur Asnawi ini berlangsung sejak anak-anaknya
belum berkeluarga sampai dengan akhir hayat KH. Mastur Asnawi.
Anak KH. Mastur Asnawi yaitu Kiai Muchtar Mastur merupakan
tokoh pendiri organisasi keagamaan Muhammadiyah di Lamongan.
Padahal kiai Muchtar dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang
berfaham Nahdlatul Ulama dan seorang pengurus besar Nahdlatul Ulama
11
Mahub Mastur, Wawancara, Lamongan, 1 November 2015.
12
29
bagian Syuriah. Suatu hal yang sangat mengherankan, bagaimana seorang
PBNU juga memimpin Muhammadiyah. Muchtar Mastur seorang
pengurus Nahdlatul Ulama, namun jiwa keagamaannya sudah tidak
sefaham lagi dengan organisasi itu. Dia merasa bahwa Nahdlatul Ulama
lebih condong menyuburkan masyarakat Islam tradisional tidak dapat
dibenarkan. Muchtar disebut oleh orang-orang Muhammadiyah sangat
keras dalam memberikan ceramah-ceramah keagamaan, bahkan tidak
segan-segan mengkafirkan orang-orang yang tidak sefaham dengan
Muhammadiyah.
Meskipun Kiai Muchtar Mastur menjadi pendiri Muhammadiyah di
Lamongan tapi KH. Mastur Asnawi tidak melarangnya karena menurut
kiai Mastur organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah sama-sama
organisasi Islam sehingga KH. Mastur Asnawi memberikan kemudahan
pada anaknya Kiai Muchtar Mastur untuk memberikan ceramah-ceramah
keagamaan, menyampaikan pengajian-pengajian di tengah-tengah
masyarakat NU, dan itu baginya merupakan kesempatan untuk
memasukkan ide-ide pembaharuan. Pada perkembangan selanjutnya
masyarakat mengetahui dari ketidakjelasan Muchtar itu, dan
menyimpulkan bahwa Muchtar benar-benar telah berfaham
Muhammadiyah. Hal itu terlihat jelas dalam pemikirannya yang disajikan
30
meninggalkan tradisi-tradisi yang dianggapnya menyimpang dari Alquran
dan Al-hadits.13
Keberadaan anak-anak KH. Mastur Asnawi di tengah-tengah
lingkungan masyarakat sekitarnya cukup dihormati dan di segani. Hal ini
bukan semata-mata mereka seorang putra kiai yang mempunyai peran
penting di Lamongan melainkan karena penguasaan dan pengabdian
mereka terhadap ilmu dan bidang yang mereka tekuni. Hampir semua
perhatian dan aktifitas mereka curahkan untuk kepentingan masyarakat.
Anak-anak dan cucu KH. Mastur Asnawi kini banyak yang terjun dalam
dunia pendidikan agama sebagai kiai dan nyai mendirikan pesantren
salafiyah dan ada yang menjadi tokoh Muhammadiyah.14
C.Latar Belakang Pendidikan
Kecenderungan intelektual keagamaan yang paling mencolok adalah
harmonisasi antara syariat dan tasawwuf.15 Begitu juga perjalanan intelektual
KH. Mastur Asnawi. Sejak kecil KH. Mastur Asnawi tidak pernah
mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah formal “sekuler”. Kiai Mastur
hanya mengenyam pendidikan agama di madrasah dan pondok pesantren saja.
Potensi intelektual KH. Mastur Asnawi di bidang ilmu Alquran, mahir dalam
13Fathur Rochiem, “PimpinanDaerah Muhammadiyah Lamongan”,
dalam http://pdm-lamongan jatim.blogspot.com/p/sejarah.html (28 Oktober 2015).
14
Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-Figur Kiaiku, 24.
15
31
ilmu hadis, Asbabul Nuzul Alquran, dan juga mempunyai kelebihan di bidang
ilmu tauhid, tasawwuf dan Fiqih (hukum Islam).16
KH. Mastur Asnawi mulai belajar agama di madrasah dan pondok
pesantren ketika umur 10 tahun. Pertama Kiai Mastur menuntut ilmu di
Pondok Pesantren Sidoresmo Surabaya, namun tidak berlangsung lama karena
di pesantren sering bermain bola bersama teman-temannya sehingga oleh
orang tua KH. Mastur Asnawi dipindahkan di Pesantren Maskumambang
Gresik. Begitu pula di Pesantren Maskumambang juga tidak bertahan lama
menuntut ilmu disana dikarenakan kebanyakan bermain bola sehingga pada
akhirnya KH. Mastur Asnawi dipindahkan orang tuanya di Pesantren Langitan
Widang Tuban yang pada saat itu pengasuhnya adalah KH. Khozin.17
Mata pelajaran yang diberikan di madrasah diantaranya adalah: Tauhid,
Fiqih, Akhlak, Tajwid, Nahwu, Shorof, Bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama
yang lainnya. Selama berada di madrasahKiai Mastur mempunyai prestasi
yang sangat menonjol, Kiai Mastur dikenal sebagai murid yang rajin, tekun
dan cerdas. Sehingga Kiai Mastur bisa mengikuti semua mata pelajaran yang
diberikan tanpa mengalami kesulitan.
Sebelum belajar di madrasah Kiai Mastur telah mendapatkan pendidikan
agama dari orang tuanya. Sejak kecil KH. Mastur Asnawi telah di didik oleh
kedua orang tuanya belajar shalat dan membaca Alquran. KH. Mastur Asnawi
bukanlah anak yang cepat puas dengan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari.
Setelah lulus dari madrasah Kiai Mastur melanjutkan belajarnya di berbagai
16
Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 23.
17
32
pondok pesantren diluar Lamongan. Kiai Mastur meninggalkan kota
kelahirannya untuk menuntut ilmu pengetahuan (agama Islam) sebanyak
mungkin.18
Bagi KH. Mastur Asnawi menuntut ilmu merupakan tugas suci dari
ajaran agama yang diyakini. Pentingnya ilmu menurut agama Islam
merupakan dorongan serta kewajiban mencari dan menuntut ilmu, yang telah
menjadikan dunia Islam pada suatu masa di zaman lampau pusat
pengembangan ilmu dan kebudayaan. Di masa yang akan datang, kejayaan di
zaman lampau itu Insyallah akan datang berulang. Kalau pemeluk agama
Islam menyadari makna firman Allah: kuntum khaira ummatin ukhrijat lin nas
(kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia).
Dengan bekal nasehat dan doa restu orang tua dari kedua orang tua KH.
Mastur Asnawi mulai perjalanannya untuk berkelana mencari guru-guru yang
masyhur dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam. Kiai Mastur
mengembara dari kiai yang satu ke kiai yang lainnya, dari satu pesantren ke
pesantren yang lainnya. Kisah yang berkembang dari satu kiai kepada kiai
lainnya ini menunjukkan karakter dasar santri, yakni mematuhi apa kata kiai
tanpa membantah dalam kondisi dan situasi apapun. Masa remaja Kiai Mastur
dihabiskan untuk menuntut ilmu pengetahuan agama Islam.
Ketika umur 10 tahun telah mengikuti belajar ilmu agama di beberapa
pondok pesantren, seperti ulama pada umumnya menjelang usia 17 tahun KH.
Mastur Asnawi setelah dari pesantren Langitan dikirim ke Makkah (kota suci)
18
33
oleh orang tuanya untuk belajar agama disana mulai tahun 1912-1919 selama
tujuh tahun bersama teman-temannya. Kiai Mastur dalam perjalanannya
menuntut ilmu ke Hijaz, pusat ilmu pengetahuan Islam, merupakan pilihan
terbaik yang pernah dilakukan karena Kiai Mastur yakin bahwa ilmu
pengetahuan adalah segalanya. Pada saat itu suasana di Saudi Arabia (Hijaz)
dalam keadaan perang saudara yang masing-masing di dukung oleh Inggris
dan Turki, sehingga mencari ilmu agama dalam keadaan sulit. Selain belajar
agama di Makkah beliau dapat menunaikan ibadah haji setiap tahunnya
disana, meskipun keadaan sangat sulit karena kiriman dari tanah air tidak
dapat sampai.19
Untuk mengatasi kesulitan ini dan untuk bertahan belajar agama di
Makkah terpaksa KH. Mastur Asnawi dengan teman-temannya menjadi
tentara (asykar) berperang dipihak Raja Syarif Husain melawan pemberontak
yang dibantu Turki. Selama tujuh tahun belajar agama di Makkah KH. Mastur
Asnawi berteman dengan Mas Mansyur dari Surabaya (KH. Mas Mansur
tokoh Muhammadiyah) dan dengan Muhammad Wahab (KH.Wahab pendiri
Nahdlatul Ulama) tiga orang ini menjadi sahabat akrab.20
KH. Mastur Asnawi mengalami kesulitan karena suasana perang
sehingga sulit untuk mencari makan dan kerja. Oleh sebab itu Muhammad
Mastur masuk asykar dipihak penguasa yang sah waktu itu melawan
pemberontak yang dibantu Turki dan pihak penguasa dibantu Inggris. Dengan
menjadi asykar ini Muhammad Mastur mendapat gaji dan jata makanan, atas
19
Chambali, Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan Figur-figur Kiaiku, 22.
20
34
jerih payah ini jatah makanan dan gaji para asykar dari Indonesia
dikumpulkan untuk membiayai teman-teman Indonesia yang belajar agama di
Makkah. Hal ini merupakan solidaritas yang tinggi di negeri orang.21
Ketika menjadi asykar Muhammad Mastur dengan teman-temannya
berhasil membunuh Jendral Turki dengan tugas Snipper (penembak jitu), pada
waktu itu dalam regu penembak jitu ternyata KH. Mastur Asnawi yang paling
mahir menembak musuh. Setelah Syarif Husain kalah perang maka yang
memegang kekuasaan adalah Raja Ibnu Saud, dengan kejadian ini maka
tentara bantuan terdiri dari warga Indonesia termasuk KH. Mastur Asnawi dan
teman-temannya dipulangkan ke Indonesia karena diusir oleh penguasa baru.
Pada tahun 1919 KH. Mastur Asnawi diangkut pulang dengan kapal Inggris
sampai di India dan ditelantarkan disana. KH. Mastur Asnawi bersama
teman-temannya yang saat itu rata-rata berusia 23-24 tahun berusaha pulang dengan
susah payah untuk kembali ke Indonesia.22
21
Ibid., 22.
22
BAB III
KEHIDUPAN SOSIAL DAN KEAGAMAAN MASYARAKAT KOTA
LAMONGAN TAHUN 1975-1982
Untuk mengawali kajian mengenai kehidupan sosial dan keagamaan
masyarakat kota Lamongan, digambarkan terlebih dahulu gambaran geografis
yang meliputi: luas wilayah, pembagian wilayah, keadaan topografi. Disamping
itu juga dijelaskan gambaran demografi yang meliputi: jumlah penduduk menurut
jenis kelamin dan jumlah penduduk menurut usia. Selain itu menjelaskan kondisi
umum masyarakat kabupaten Lamongan dalam bidang sosial terdapat empat
aspek yakni aspek ekonomi, pendidikan, seni budaya dan perangkat pemerintah.
Dalam bidang keagamaan, menjelaskan jumlah pemeluk agama dan jumlah
tempat ibadah yang ada di kabupaten Lamongan.
A. Deskripsi Kabupaten Lamongan
1. Letak Geografis
Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak antara
6º51'54''sampai dengan 7º23 6''lintang Selatan dan antara 112º4'41''sampai
dengan 112º33'12'' bujur Timur. Kabupaten Lamongan memiliki luas
wilayah kurang lebih 1. 628. 04 Km² +3.78% dari luas wilayah Propinsi
Jawa Timur. Dengan panjang garis pantai sepanjang 47 km, maka wilayah
perairan laut Kabupaten Lamongan adalah seluas 902,4 km2, apabila
36
kabupaten di provinsi Jawa Timur, batas administrasi wilayah Kabupaten
Lamongan adalah:1
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Timur : Kabupaten Gresik
Sebelah Selatan : Kabupaten Jombang dan Kabupaten Mojokerto
Sebelah Barat : Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban
Secara garis besar daratan Kabupaten Lamongan dibelah oleh Sungai
Bengawan Solo, dan secara garis besar daratannya dibedakan menjadi 3
karakteristik yaitu:2
a. Daratan bagian tengah belahan selatan, yaitu kawasan yang berada di
sebelah selatan arteri primer Surabaya-Semarang terdiri dari dataran
rendah yang relatif subur, meliputi wilayah Kecamatan Babat, Pucuk,
Sukodadi, Lamongan, Kedungpring, Sugio, Kembangbahu, Deket dan
Tikung. Di kawasan ini terdapat 25 waduk irigasi sebagai pendukung
pertanian, termasuk Waduk Gondang yang merupakan waduk terbesar
yang diresmikan Presiden Soeharto tahun 1987.
b. Daratan bagian utara terdiri dari daerah bonorowo yang rawan banjir,
meliputi wilayah kecamatan Turi, Sekaran, Karanggeneng, Laren,
Kalitengah, Karangbinangun, dan Glagah. Pada dekade 1970-an daerah
ini merupakan daerah yang amat tidak produktif yang terkenal dengan
pola sawah tambak.
1
Kantor Statistik Propinsi Jawa Timur (Statistik Kabupaten Daerah Tingkat II Lamongan, 1975-1978), 2.
2
37
c. Daratan bagian selatan dan utara terdiri dari sebagian berupa
pegunungan kapur dan sebagian berupa dataran agak rendah dengan
tingkat kesuburan yang rendah, meliputi wilayah kecamatan Mantup,
Sambeng, Ngimbang, Bluluk, Modo, Sukorame, Brondong, Paciran dan
Solokuro. Di daerah ini terdapat kawasan hutan yang luasnya mencapai
17,57%, Lamongan pada bagian utaranya terbentang kawasan pantai
sepanjang 47 km yang kaya akan sumber daya perikanan.
Selain itu, Lamongan di batasi oleh dua sungai yaitu Sungai
Bengawan Solo (berbatasan dengan kota Tuban) dan Kali Lamong
(berbatasan dengan Kabupaten Gresik). Luas wilayah Kabupaten
Lamongan adalah 1.628.040 Km². Sedangkan secara administratif
Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 22 kecamatan dengan Lamongan
sebagai ibukota kabupaten.
Kondisi topografi kabupaten Lamongan menunjukkan dua
karakteristik yang berbeda. Perbedaan tinggi rata-rata kecamatan dari
permukaan air laut yang berada di Kabupaten Lamongan cukup bervariasi.
Untuk kawasan selatan ketinggian dari permukaan laut lebih tinggi
dibandingkan dengan kawasan utara. Kecamatan Ngimbang tercatat
sebagai kecamatan dengan wilayah yang memiliki ketinggian tertinggi di
Kabupaten Lamongan yaitu 81,79 m. selanjutnya disusul oleh kecamatan
Sukorame, kecamatan Bluluk kemudian kecamatan Sambeng. Keempat
kecamatan tersebut termasuk kecamatan yang terdapat dikawasan selatan.3
3
Luas wilayah / Daerah Per-Kecamatan Dalam Daerah Kabupaten Lamongan
No Kecamatan Luas Kecamatan (Km²)
1 Lamongan 37, 59 Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan
Dilihat dari segi tingkat kemiringan tanah daratan Kabupaten
Lamongan merupakan daratan yang relatif datar. Sebanyak 72,46º atau
setara dengan 131.352 hektar, daratan Kabupaten Lamongan memiliki
tingkat kemiringan 0-2º yang tersebar di beberapa kecamatan yakni
39
Babat, Kalitengah, Karanggeneng, Glagah, Karangbinangun, Mantup,
Sugio, Kedungpring, sebagian Bluluk, Modo dan Sambeng. Sedangkan
untuk wilayah yang sedikit curah dengan kemiringan tanah diatas 40º
hanya seluas 0,16% atau setara sebesar 282 hektar.4
Seperti daerah lainnya yang berada di garis khatulistiwa,
Kabupaten Lamongan beriklim tropis dan mengenal 2 musim yaitu musim
kemarau dan musim penghujan. Musim kemarau berkisar antara bulan Mei
sampai September dan di bulan selebihnya yaitu Oktober sampai bulan
April adalah musim hujan. Suhu udara berkisar 20-35º derajat. Secara
administratif, Kabupaten Lamongan terbagi menjadi 22 kecamatan, 475
desa dan 12 kelurahan.5
4
Ibid., 1.
5
40
Tabel 3.2
Pembagian Daerah Wilayah Kerja Dalam Daerah Tingkat II Lamongan
No Ex. Kawedanan Kecamatan Jumlah Desa
1. LAMONGAN Lamongan 20
6. KARANGBINANGUN Karangbinangun 21
Glagah 30
Kalitengah 20
JUMLAH 22 Kecamatan 475 Desa
Sumber Data: Kantor Statistik Kabupen Lamongan
2. Letak Demografis
Penduduk kabupaten Lamongan menurut hasil registrasi penduduk
tahun 1982 jumlahnya tercatat sebanyak 1.064.394 jiwa. Komposisi
jumlah penduduk laki-laki sebanyak 519.960 jiwa dan penduduk
perempuan sebanyak 544.434 jiwa. berdasarkan komposisi penduduk
tersebut secara umum akan terlihat rasio jenis kelamin penduduk
Kabupaten Lamongan dilihat dari desa dan kelurahan. Dengan mengetahui
41
penduduk perempuan di kabupaten Lamongan lebih banyak dari pada
penduduk laki-laki.6
Dengan terus bertambahnya jumlah penduduk pada setiap
tahunnya, sedangkan luas tidak berubah, maka angka kepadatan penduduk
akan terus bergerak naik seiring dengan naiknya jumlah penduduk. Dilihat
dari usia penduduk, jumlah terbanyak diduduki oleh kelompok umur 25-49
tahun yakni 167.410 jiwa, seperti yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.3
Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan
B. Kondisi Umum Masyarakat Kabupaten Lamongan
1. Bidang Sosial
a. Aspek Ekonomi
Dalam pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat,
kondisi Kabupaten Lamongan tahun 1975 masih memperlihatkan
beberapa pesoalan sosial yang patut dicermati, beberapa contoh
persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, diantaranya pertama masalah
kemiskinan. Dengan tingkat pendidikan penduduk yang minim dapat
memepengaruhi tipe pekerjaan masyarakat. Dalam konteks ekonomi
6
42
Penduduk Kabupaten Lamongan banyak menggantungkan hidupnya
pada sektor pertanian dan perdagangan. Hal ini mengindikasikan bahwa
sektor perdagangan dan pertanian menjadi penopang utama dalam
pengembangan perekonomian lokal. Jumlah angkatan kerja di
Kabupaten Lamongan cukup besar dan memiliki latar belakang
pendidikan yang relatif rendah. Angkatan kerja yang bekerja di sektor
pertanian diperkirakan sebesar 52,68%, sektor perdagangan 13,42%,
sektor industri pengolahan sebanyak 8,75%, sedang untuk sektor-sektor
yang lain sebesar 10,7%. Faktor wilayah secara langsung berdampak
terhadap profesi penduduk wilayah tersebut.7
b. Aspek Pendidikan
Kondisi dan potensi Sumber Daya Manusia yang dimiliki daerah
merupakan salah satu modal penting dalam pengembangan daerah
tersebut. Berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah tertinggi adalah
penduduk di Kabupaten Lamongan yang mengenyam pendidikan
Sekolah Dasar/Sederajat. Berdasarkan data, penduduk Kabupaten
Lamongan masih kurang kesadaran dalam hal pedidikan. Salah satu
faktor yang mempengaruhi adalah tidak semua penduduk mampu
membayar kebutuhan pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang
pentingnya suatu pendidikan. Berikut jumlah penduduk berdasarkan
tingkat pendidikan tahun 1982.
7
43
Tabel 3.4
Penduduk Kabupaten Lamongan Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tahun 1982
No Keterangan Jumlah
1 Penduduk tamat SD/Sederajat 82.227
2 Penduduk tamat SLTP/Sederajat 8.116
3 Penduduk tamat SLTA/Sederajat 1.568
Sumber Data: Kantor Statistik Kabupaten Lamongan
Dengan adanya fasilitas pendidikan turut menunjang masyarakat
yang mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Berikut jumlah sekolah
menurut tingkat sekolah yang ada di Kabupaten Lamongan tahun 1982.
Tabel 3.5
Jumlah Fasilitas Pendidikan Kabupaten Lamongan Tahun 1982
No Kecamatan Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Sekolah
SD SLTP SLTA
44
Dengan adanya fasilitas pendidikan keagamaan turut menunjang
jumlah masyarakat yang mengikuti kegiatan belajar mengajar khususnya
dalam ajaran agama Islam. Berikut jumlah fasilitas pendidikan keagamaan
yang ada di Kabupaten Lamongan pada tahun 1982.
Tabel 3.6
Jumlah Lembaga Pendidikan Keagamaan Kabupaten Lamongan Tahun 1982
No Nama Sekolah Kelas Jumlah Murid
1 Roudlatul Atfal 103 248 9.316
2 Madrasah Diniyah 12 35 982
3 Pondok Pesantren 29 8 2.208
Sumber Data: Kantor Departemen Agama Kabupaten Lamongan
c. Aspek Perangkat Pemerintah
Lamongan seperti halnya kadipaten-kadipaten lain
pemerintahan di Lamongan dan pengaturannya sesuai dengan
penataan hirarki-birokrasi model Barat. Lamongan dimasukkan dalam
kesatuan wilayah administratif propinsi dan karesidenan, diletakkan
dalam kedudukan pada tingkat kabupaten (Regent). Secara
hirarki-birokrasi kabupaten Lamongan terbagi dalam tingkatan (berturut-turut
dari atas kebawah):8
Regent (Kabupaten)
District (Kawedanan/ pembantu Bupati)
Onderdistrict (Kaonderan/kecamatan)
Kelurahan (Desa)
8