• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode pengajaran yang digunakan guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode pengajaran yang digunakan guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman."

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Se-Kabupaten Sleman Elisabet Lisara Musita Sari Universitas Sanata Dharma

2016

Pemerintah memberikan perhatian pada sekolah inklusi. Sekolah inklusi adalah lembaga pendidikan yang mendidik siswa berkebutuhan khusus dengan siswa tidak berkebutuhan secara khusus untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. Ada empat metode pengajaran ialah metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri, dan scaffolding; yang digunakan guru untuk mengembangkan kemampuan siswa. Skripsi ini bertujuan mendiskripsikan dan memetakan metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman yang berjumlah 33 sekolah.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data dikumpulkan dengan membagikan kuesioner. Kuesioner divalidasi oleh dua validator, dan mendapat nilai rata-rata 4 sehingga layak dibagikan kepada 30 guru sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

Dari hasil olah data 30 kuesioner, peneliti mendapatkan data: metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman adalah 25% guru menggunakan metode pengajaran langsung, 24.5% guru menggunakan metode pengajaran tidak langsung, 24.8% guru menggunakan metode latihan mandiri, dan 25.3% guru menggunakan metode scaffolding. Dari hasil kuesioner tersebut dapat dilihat bahwa scaffolding memiliki presentase paling tinggi. Scaffolding adalah bentuk dukungan yang diberikan oleh guru untuk membatu siswa mengembangkan potensinya, bentuk dukungan lain ialah dari siswa yang tidak berkebutuhan secara khusus untuk menjembatani antara kemampuan yang dimiliki sekarang dengan target yang dituju.

(2)

IN INCLUSIVE SCHOOLS IN THE SLEMAN DISTRICT Elisabet Lisara Musita Sari

Sanata Dharma University 2016

Nowadays the government give the good attention for inclusive school. Inclusive school is a school who has the specific educational of law, there education divided into two are with special needs disabled athletes and not disabled. In there divided to four educational teaches method, the first method is direct and indirect learning, third is independence learning then scaffolding. Goals of this thesis are describe and divide into some of the educational method for teacher in thirty three school in a Sleman district.

(3)

DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Elisabet Lisara Musita Sari NIM : 1211342017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh :

Elisabet Lisara Musita Sari NIM : 1211342017

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

MOTTO

Kegagalan dalam satu hal adalah tanda ada

keberhasilan dalam hal berikutnya

-

Mario Teguh -

Cara tercepat untuk mengubah hidup sangat

sederhana. Anda mulai ketika yang lain menunda dan

tetap berjalan ketika yang lain lelah melangkah

(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1)

Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan rahmat dan perlindunganNya.

2)

Antonius Mujiran (Bapak), Mariana Yatinem (Ibu), Chistyawan Putra Nur Fajar (Suami),

Agatha Dea Silviana (Adik), Marcellinus Fadli Firstky Putra dan Nicollaus Alberga Aksa

Putra (Anak) yang telah memberikan perhatian, kasih sayang, dukungan materi dan

doa.

3)

Teman-teman payung Lusia Eka Ristanti, Veronica Mayang Sari, Tri Wahyu

Setyaningsih, dan Laurentius Beny Widiardika yang selalu memberi dukungan dan

semangat.

4)

Keluarga besar SD Negeri 2 Dompyongan yang telah memberikan dukungannya.

5)

Sahabat di PGSD maupun di luar PGSD yang selalu menemani dan memberikan

dukungan.

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 12 Agustus 2016 Peneliti

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Elisabet Lisara Musita Sari Nomor Mahasiswa : 121134017

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “METODE

PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN SLEMAN” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 12 Agustus 2016

Yang menyatakan,

(11)

viii ABSTRAK

Metode Pengajaran yang Digunakan Guru Di Sekolah Dasar Inklusi Se-Kabupaten Sleman

Elisabet Lisara Musita Sari Universitas Sanata Dharma

2016

Pemerintah memberikan perhatian pada sekolah inklusi. Sekolah inklusi adalah lembaga pendidikan yang mendidik siswa berkebutuhan khusus dengan siswa tidak berkebutuhan secara khusus untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. Ada empat metode pengajaran ialah metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri, dan scaffolding; yang digunakan guru untuk mengembangkan kemampuan siswa. Skripsi ini bertujuan mendiskripsikan dan memetakan metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman yang berjumlah 33 sekolah.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data dikumpulkan dengan membagikan kuesioner. Kuesioner divalidasi oleh dua validator, dan mendapat nilai rata-rata 4 sehingga layak dibagikan kepada 30 guru sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

Dari hasil olah data 30 kuesioner, peneliti mendapatkan data: metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman adalah 25% guru menggunakan metode pengajaran langsung, 24.5% guru menggunakan metode pengajaran tidak langsung, 24.8% guru menggunakan metode latihan mandiri, dan 25.3% guru menggunakan metode scaffolding. Dari hasil kuesioner tersebut dapat dilihat bahwa scaffolding memiliki presentase paling tinggi. Scaffolding adalah bentuk dukungan yang diberikan oleh guru untuk membatu siswa mengembangkan potensinya, bentuk dukungan lain ialah dari siswa yang tidak berkebutuhan secara khusus untuk menjembatani antara kemampuan yang dimiliki sekarang dengan target yang dituju.

(12)

ix ABSTRACT

TEACHING METHOD USED BY TEACHERS IN INCLUSIVE SCHOOLS IN THE SLEMAN DISTRICT

Elisabet Lisara Musita Sari Sanata Dharma University

2016

Nowadays the government give the good attention for inclusive school. Inclusive school is a school who has the specific educational of law, there education divided into two are with special needs disabled athletes and not disabled. In there divided to four educational teaches method, the first method is direct and indirect learning, third is independence learning then scaffolding. Goals of this thesis are describe and divide into some of the educational method for teacher in thirty three school in a Sleman district.

Teacing method used by teachers in inclusive schools in the Sleman district, after processed data it can be inferred : 25% teacher use direct learning, 24.5% teacher use indirect learning then 24.8% teacher use independence learning and the last is 25.3% teacher use scaffolding method. If we see in this data, scaffolding method have the high result that used in more thirty schools in Sleman region. Scaffolding is a support from teacher that given to their student for help their student to fostering their potential and also teachers as the media who always maintain their student potential at this time until the goals target from the teacher.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa atas limpahan berkat dan rahmatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuajn berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan hati yang tulus peneliti mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dra. Ig. Esti Sumarah, M. Hum, dosen pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan semangat, dorongan serta masukan yang peneliti butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

(14)

xi

5. Para validator yang telah melakukan validasi instrumen yang dibutuhkan dalam penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

6. Dinas Pemerintahan Kabupaten Sleman yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan peneltian di Kabupaten Sleman.

7. Kepala Sekolah dan Guru-guru yang telah memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menyebarkan kuesioner di sekolah yang Bapak/Ibu pimpin. 8. Antonius Mujiaran dan Mariana Yatinem serta segenap keluarga yang telah

memberikan dukungan, semangat dan doa.

9. Teman-teman kelompok penelitian Veronica Mayang Sari, Lusia Eka Ristanti, Tri Wahyu Setyaningsih, Laurentius Beny Widya Ardika yang saling memberikan semangat, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Sahabat di PGSD maupun di luar PGSD yang telah mendukung penelitian. 11.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan tidak dapat

(15)

xii

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Peneliti berharap skripsi ini dapat memberikan inspirasi bagi peneliti lain untuk melakukan penelitian sejenis dengan lebih baik lagi.

Yogyakarta,12 Agustus 2015 Peneliti

(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 4

1.3Rumusan Masalah ... 4

1.4Tujuan Penelitian ... 5

1.5Manfaat Penelitian ... 5

1.6Definisi Operasional... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 7

2.1Landasan Teori ... 7

2.1.1Pendidikan Inklusi ... 7

2.1.1.1Pengertian Pendidikan Inklusi... 7

2.1.1.2Tujuan Pendidikan Inklusi ... 14

2.1.1.3Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 15

2.1.1.4Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi ... 15

2.1.1.5Fungsi Pendidikan Inklusi ... 16

2.1.2Sekolah Dasar Inklusi ... 17

2.1.3Metode Pengajaran ... 20

2.1.4Sekolah Dasar Inklusi di Sleman ... 29

2.1.5Anak Berkebutuhan yang Sukses ... 31

2.1.6Kecerdasan Ganda ... 34

2.2Hasil Penelitian yang Relevan ... 36

2.3Kerangka Berpikir ... 40

(17)

xiv

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1Jenis Penelitian ... 42

3.2Setting Penelitian ... 43

3.3Variabel Penelitian ... 43

3.4Populasi dan Sampel ... 44

3.5Teknik Pengumpulan Data ... 46

3.6Instrumen Penelitian... 47

3.7Teknik Pengujian Instrumen ... 50

3.8Teknik Analisis Data ... 57

3.9Jadwal Penelitian ... 58

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 59

4.1Deskripsi Penelitian ... 59

4.2Analisis Hasil Kuesioner ... 60

4.3Hasil Penelitian ... 60

4.3.1Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan ... 64

4.3.2Pemetaan Metode Pengajaran ... 65

4.4Pembahasan ... 66

BAB V PENUTUP ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 71

5.3 Saran ... 72

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Daftar Jumlah ABK dan Karakterisiknya ... 30

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran di Sekolah Dasar Inklusi se- Kabupaten Sleman ... 47

Tabel 3.2 Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman ... 48

Tabel 3.3 Hasil Validasi Konstruk ... 56

Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas ... 56

Tabel 3.5 Hasil Reliabilitas ... 57

Tabel 3.6 Jadwal Penelitian... 58

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 1

Lampiran 2 Ekspert Judgement ... 6

Lampiran 3 Daftar SD Inklusi ... 10

Lampiran 4 Analisis Data Penelitian ... 12

Lampiran 5 kuesioner yang diisi... 17

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini terdapat delapan poin yang akan dibahas anatara lain tentang latar belakang, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika penulisan.

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan inklusi menurut Subini (2014:50) adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh siswa berkebutuhan khusus usia sekolah, mulai dari tingkat TK, SD, SMP atau SLTP, hingga SMA/SMK sederajat. Pendidikan inklusi merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan siswakarena keterbatasan fisik maupun mental (Ilahi, 2013: 23). Maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan inklusi adalah pendidikan yang diberikan untuk siswa yang berkebutuhan khusus dan siswatidak berkebutuhan secara khusus untuk mendapatkan pendidikan bersama. Wiyani (2014:17) berpendapat bahwa siswa berkebutuhan khusus disebut juga heward adalah siswadengan kepemilikan karakteristik khusus yang berbeda

(22)

Maka dapat disimpulkan bahwa siswa berkebutuhan khusus merujuk pada siswa yang memiliki kesulitan belajar yang membuatnya lebih sulit untuk belajar atau mengakses pendidikan dibanding kebanyakan siswaseusianya.

Di Kabupaten Sleman terdapat 33 sekolah dasar inklusi yang terdapat di 14 kecamatan. Hal tersebut menunjukan bahwa pemerintah Kabupaten Sleman juga memperhatikan tentang pendidikan inklusi. Sekolah dasar inklusi tersebut melayani siswa yang berkebutuhan khusus dan siswa yang tidak berkebutuhan secara khusus. Siswa berkebutuhan khusus yang dilayani antar lain siswa dengan slow learner, autis, hiperaktif, dan tunarungu.

Guru perlu menguasai metode pengajaran supaya dapat mengembangkan potensi yang dimiliki dari masing-masing anak. Menurut Ahmadi (2005:52), metode pengajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai oleh seorang guru untuk menyajikan materi pelajaran kepada murid di dalam kelas baik secara individual atau secara kelompok agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh murid dengan baik. Di sekolah inklusi, guru perlu menguasai empat metode pengajaran yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, metode pengajaran saffolding, dan metode pengajaran latihan mandiri. Menurut Majid (2013:

(23)

siswa yang tinggi dalam melakukan observasi, penyelidikan, penggambaran inferensi berdasarkan data, atau pembentukan hipotesis. Dalam metode ini peran guru berubah menjadi fasilitator. Dan pembelajaran berpusat pada siswa. Menurut Rosenshine & Stevens (1992: 2), scaffolding merupakan bentuk dukungan yang disediakan oleh guru (atau siswa lain) untuk membantu siswa menjembatani jarak antara kemampuan mereka yang sekarang dengan target yang dituju. Pada metode ini guru perlu mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran, guru juga perlu memanfaatkan model pembelajaran yang beragam, dan guru perlu melatih tanggung jawab siswa. Sedangkan dalam buku Sani (2013:25), memaparkan bahwa latihan mandiri merupakan strategi untuk mengembangkan inisiatif siswa secara individual, rasa percaya diri, dan pengmbangan diri siswa. Pada latihan mandiri ini guru perlu dalam memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri, guru juga perlu melatih sejumlah kecil keterampilan, dan guru sebaiknya memberikan latihan agar siswa dapat memperkembangkan kemampuan.

(24)

pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman”.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik masalah-masalah yang ada antara lain, adalah:

1. Menemukan sekolah dasar tempat penelitian sesuai dengan ciri-ciri sekolah inklusi.

2. Memetaka metode pengajaran yang digunakan di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas maka rumusan masalah yangdiperoleh sebagai berikut:

1. Seperti apakah metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman?

(25)

1.5Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan di atas, penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Mendiskripsikan metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

2. Memetaan metode pengajaran dari setiap sekolah di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

1.4Manfaat Penelitian A. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi guru di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman tentang metode pengajaran yang sesuai.

B. Manfaat Praktis

1. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan tentang metode pengajaran yang sebaiknya lebih banyak digunakan untuk sekolah dasar inklusi.

2. Bagi Guru

(26)

3. Bagi Peneliti

Peneliti mampu memetakan tentang metode pengajaran yang digunakan guru sekolah dasr inklusi dari data yang diperoleh setelah melakukan penelitian kuantitatif.

1.5Definisi Operasional

Rumusan definisi operasional pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang diberikan kepada siswa

tanpa memandang keterbatasan yang dimilikinya.

2. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar yang diperuntukan siswaberkebutuhan khusus dengan siswanormal untuk belajar bersama dalam satu ruangan.

(27)

7 BAB II

KAJIAN TEORI

Pada bab ini peneliti akan membahas empat poin antara lain landasan teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

2.1Landasan Teori 2.1.1 Pendidikan Inklusi

2.1.2.1Pengertian Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi menurut Subini (2014:50) adalah kebersamaan untuk memperoleh pelayanan pendidikan dalam satu kelompok secara utuh bagi seluruh anak berkebutuhan khusus usia sekolah, mulai dari tingkat TK, SD, SMP atau SLTP, hingga SMA/SMK sederajat. Pendidikan inklusif merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang kehidupan anak karena keterbatasan fisik maupun mental Ilahi (2013: 23). Sementara itu, O’ Neil ( dalam Ilahi, 2013: 27) berpendapat bahwa

pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama dengan teman seusianya.

(28)

akan dilayani di kelas-kelas reguler dengan anak-anak sesusianya tanpa membeda-bedakan antara satu dengan yang lain.

Dari penjabaran di atas maka yang perlu dilayani dalam sekolah inklusi ialah anak dengan kebutuhan tidak khusus dan anak yang berkebutuhan khusus. Menurut Alwi (2002:2) anak berkebutuhan khusus diartikan tidak sesuai dengan keadaan yang biasa, mempunyai kelainan dan tidak normal. Sedangakan dalam bukunya Wiyani (2014:17) berpendapat bahwa anak berkebutuhan khusus disebut juga heward adalah anak dengan kepemilikan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak lainnya pada umumnya menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Penyandang tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, dan anak dengan gangguan kesehatan masuk dalam kategori anak berkebutuhan khusus. Sedangkan Thompson (2010:2) menyatakan bahwa istilah ABK merujuk pada anak yang memiliki kesulitan belajar yang membuatnya lebih sulit untuk belajar atau mengakses pendidikan dibanding kebanyakan anak seusianya. Selain itu Cahya (2013:5) juga mengemukakan anak berkebutuhan khusus ialah anak yang dalam proses pendidikannya memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini mengalami hambatan dalam belajar dan perkembangannya atau dengan kata lain anak dengan masalah belajar.

(29)

lain atau tenaga pendidikan khusus. Adapun beberapa jenis dari anak berkebutuhan khusus antar lain anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra), anak dengan gangguan pendengaran (tuna rungu), anak dengan gangguan intelektual (tuna grahita), anak dengan gangguan gerak anggota tubuh (tuna daksa), anak dengan gangguan perilaku atau emosi (tuna laras), anak berbakat istimewa (gifted), anak lamban belajar ( slow learner), anak berkesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, diskalkulia), anak autis, dan anak ADHD. Berikut ini merupakan jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus menurut Cahya (2013:11):

a) Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra), ialah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan khusus baik dalam pendidikan maupun kehidupan sehari-hari. Karakteristik dari anak tunanetra ialah mereka tidak bisa melihat sering meraba bahkan tersandung saat berjalan.

(30)

c) Anak dengan gangguan intelektual (tuna grahita) merupakan anak yang secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental intelektual di bawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam penyelesaian tugas-tugas yang diberikan padanya. Anak dengan tunagrahita memiliki karakteristik antara lain keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau dibawah rata-rata, ketidak mampuan dalam berperilaku sosial/ adaptif, hambatan perilaku sosial/adaptif yang terjadi sampai usia 18 tahun.

d) Anak dengan gangguan gerak anggota tubuh (tuna daksa) adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada anggota gerak (tulang, sendi, otot). Mereka mengalami gangguan gerak karena kelayuan otot, atau gangguan fungsi syaraf otak atau disebut Cerebral Palsy/CP. Anak dengan gangguan gerak anggota tubuh atau sering disebut tuna daksa biasanya memiliki karakteristik seperti jari tangan kaku atau tidak dapat menggenggam terdapat anggota gerak yang tidak lengkap ataupun ukurannya lebih kecil dari biasanya, serta anggota gerak layu, kaku, lemah/ lumpuh.

(31)

emosi dan sosial atau keduanya sehingga dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang-orang yang ada di sekitarnya. Gangguan perilaku ini biasanya terjadi pada usia anak dan remaja. Anak dengan tuna laras ini baiasanya membangkang, mudah tersulut emosinya(emosional), sering melakukan tidakan yang merusak, sering bertindak melanggar norma sosial, persati belajar dan motivasi belajar rendah, serta sering membolos atau jarang masuk sekolah.

f) Anak dengan bakat istimewa (gifted) ialah anak yang memiliki potensi kecerdasan, kreativitas, dan tanggung jawab pada tugas di atas anak-anak seusianya sehingga untuk mengoptimalkan potensinya diperlukan pelayanan pendidikan ynag khusus. Anak dengan bakat istimewa biasanya memiliki karakteristik seperti memiliki perbendaharaan kata yang sangat luas, memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, senang mengutarakan pendapatnya, mampu memberi alasan yang logis dan kritis, serta mampu berkonsentrasi dalam waktu yang panjang atau lama.

(32)

terlambat bila dibandingkan dengan teman seusianya, dan daya tangkap terhadap materi pelajara yang diberikan lambat.

h) Anak autis ialah anak yang memiliki dunianya sendiri atau anak yang hidup dalam dunianya. Anak autis cenderung mengalami hambatan dalam interaksi, komunikasi, dan perilaku sosial. Anak autis dapat dilihat dari perilaku mereka yang sering berkata tanpa arti, sering menirukan perkataan orang lai secara spontan, ketertarikan dengan benda mati lebih tinggi dibanding orang, serta minat terhadap objek tertentu sangat luar biasa atau tidak lazim. i) Anak berkesulitan belajar spesifik

(33)

karakteristik sangat lamban dalam menyalin tulisan yang tersedia, sering salah menulis huruf (b dengan p, b dengan q, v dengan u, 2 enga 5, 6 dengan 9, dan sebagainya), tulisan yang dihasilkan jelek dan cenderung tidak terbaca, dan sering nenulis huruf dengan posisi terbalik, serta sulit nenulis lurus pada kertas tak bergaris. Sedangakan anak dengan kesulitan belajar berhitung mereka memiliki karakteristik sulit membedakan tanda-tanda (+, -, x, :, >, <,=), sulit mengoperasikan hitungan/ bilangan, sering salah dalam membilang berurutan, sering salah membedakan angka, dan sulit membedakan bangun geometri.

j) Anak ADHD ( Attention Defisit Hyperactivity Disorders) adalah anak yang mengalami gangguan perkembangan yang ditandai dengan sekumpulan masalah berupa gangguan pengendalian diri, masalah perhatian, hiperaktivitas dan implusivitas, yang menyebabkan kesulitan berperilaku, berpikir, dan mengendalikan emosi. Anak dengan ADHD biasaya serinng menggeliat jika duduk, sulit berkonsentrasi dan duduk untuk waktu yang cukup lama, sering lari-lari dimana hal tersebut tidak pantas dilakukan saat itu, sering berbicara berlebihan, serta perhatiannya mudah terganggu jika ada suara atau cahaya dari tempat lain.

(34)

Adapun beberapa jenis dari anak berkebutuhan khusus antar lain anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra), anak dengan gangguan pendengaran (tuna rungu), anak dengan gangguan intelektual (tuna grahita), anak dengan gangguan gerak anggota tubuh (tuna daksa), anak dengan gangguan perilaku atau emosi (tuna laras), anak berbakat istimewa (gifted), anak lamban belajar ( slow learner), anak berkesulitan belajar spesifik (disleksia,

disgrafia, diskalkulia), anak autis, dan anak ADHD

2.1.2.2Tujuan Pendidikan Inklusi

Menurut Ilahi (2013: 38) menyatakan bahwa tujuan dari pendidikan inklusi ialah:

1) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sessuai dengan tingkat kebutuhan dari masing-masing anak.

2) Menyelenggarakan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak mendiskriminasikan anak satu sama lain.

3) Memastikan bahwa semua anak memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau, efektif, relevan dan tepat dalam wilayah tempat tinggalnya

(35)

2.1.2.3Karakteristik Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi memiliki empat karakteristik makna yang dikemukakan oleh Direktorat Pendidikan Luar Biasa dalam Ilahi (2013:44) antara lain:

1) Proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara-cara merespon keragaman individu.

2) Mempedulikan cara-cara untuk menghilangkan hambatan-hambatan anak dalam belajar.

3) Peserta didik di sekolah, berpartisipasi dan mendapatkan hasil yang bermakna bagi hidupnya.

4) Diperuntukan terutama bagi anak yang tergolong marginal, eksklusif dan membutuhkan layanan pendidikan khusus dalam belajarnya.

2.1.2.4Prinsip Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi menurut Ilahi (2013:48) memiliki tujuh prinsip utama yang dikemukakan antara lain:

1) Terbuka, adil, tanpa diskriminasi 2) Peka terhadap setiap perbedaan

3) Relevan dan akomodatif terhadap cara belajar

(36)

5) Inovatif dan fleksibel

6) Kerja sama dan saling mengupayakan bantuan

7) Kecakapan hidup yang mengefektifkan potensi individu peserta didik dengan potensi lingkungan

2.1.2.5Fungsi Pendidikan Inklusi

Alimin (dalam Kustawan & Meimulyani, 2013: 20) menjelaskan bahwa sesuai dengan disiplin ilmu fungsi pendidikan khusus dibagi menjadi 3 yaitu:

1. Fungsi Preventif

Melalui pendidikan inklusi guru melakukan upaya pencegahan agar tidak muncul hambatan-hambatan yang lainnya pada anak berkebutuhan khusus.

2. Fungsi Intervensi

Pendidikan inklusi menangani anak berkebutuhan khusus agar dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. 3. Fungsi kompensasi

(37)

2.1.2 Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar reguler yang mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program yang sama Ilahi (2013: 87). Salah satu karakteristik penting dalam sekolah inklusi adalah satu komunitas yang kohesif, menerima, dan resoinsif terhadap kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon- Shevin (dalam Sunardi, 2002) mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusi.

1. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Dengan adanya pendidikan inklusi, tidak hanya meingkatkan potensi melainkan juga menciptakan keterbukaan dan meghargau tanpa ada diskriminasi terhadap anak berkebutuhan khusus. Guru mempunyai tanggung jawab dalam menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh dengan menekankan suasana dan perilaku sosial yang menghargai perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi dan sebagainya.

(38)

yang serius untuk memberikan pelayanan terbaik, karena siswa memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda dengan anak normal. Pendekatan pengajaran membutuhkan kerjasama antara guru dan peserta didik. Dalam sekolah inklusi mengguakan pendekatan kooperatif yang melibatkan kerjasama antar siwa dan bahan belajar tematik. Penggunaan pembelajaran ini juga pada kondisi peserta didik, apakah mereka sanggup menerima materi pelajaran. 3. Mendorong guru untuk mengajar pendidikan inklusi berarti

berupaya menyiapkan pembelajaran secara interaktif. Seorang guru secara sendirian di dalam kelas harus bisa berjuang memenuhi kebutuhan semua anak di kelas. Karena semua anak di dalam kelas ketika belajar bukan saling berkompetisi melainkan belajar bersama dan saling mengajar satu sama lain.

(39)

5. Pendidikan inklusif berarti melibatkan peran orangtua secara bermakna dalam proses perencanaan. Keberhasilan pendidikan sangat bergantung pada pertisipasi aktif orangtua pada pendidikan anaknya, misal keterlibatan mereka dala penyususnan Program Pengajaran Individual (PPI) dan bantuan dalam belajar di rumah.

2.1.3 Metode Pengajaran

Metode pengajaran menurut Samana (1992: 123) ialah kesatuan langkah kerja yang dikembangkan berdasarkan pertimbangan rasional tertentu, masing-masing jenisnya bercorak khas, dan semuanya berguna untuk mencapai tujuan pengajaran tertentu. Sedangkan menurut Ahmadi (2005:52) metode pengajaran adalah teknik penyajian yang dikuasai oleh seorang guru untuk menyajikan materi pelajaran kepada murid di dalam kelas baik secara individual atau secara kelompok agar materi pelajaran dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh murid dengan baik.

(40)

digunakan harus sesuai dengan kebutuhan siswa dan apa yang diperlukan.

2.1.4.1Bentuk Metode Pengajaran

Terdapat beberapa metode pengajaran yang biasanya digunakan guru untuk mengajar. Metode dalam rangkaian sistem pengajaran memegang peran yang sangat penting, karena keberhasilan pengajaran sangat tergantung pada cara guru dalam menggunakan metode pengajaran. Namun guru juga harus menyesuaikan antar metode pengajaran dengan kebutuhan siswa. Metode pengajaran juga merupakan jembatan untuk siswa meraih sukses dan mengembangkan bakat dan talentanya. Metode pengajaran yang biasa digunakan guru ialah:

2.1.4.1.1 Metode Pengajaran Langsung

(41)

pelajaran, demontrasi, pelatihan terbimbing, umpan balik, dan pelatihan lanjut (mandiri) Nur (2000:7). Pengajaran langsung ini memiliki ciri-ciri antara lain:

1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur hasil belajar

2. Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran

3. Sistem pengolahan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil Nur (2000 : 3).

Dalam pengajaran langsung terdapat lima langkah pembelajaran langsung, yaitu:

1. Mengkondisikan 2. Penjelasan/demontrasi 3. Latihan terbimbing 4. Umpan balik, dan

5. Latihan lanjutan yang diperluas (penerapannya).

Terdapat pula beberapa elemen kunci yang ada dalam pembelajran langsung menurut (Rosenshine & Stevens, 1986) yaitu:

(42)

menetapkan kegiatan rutinitas untuk memeriksa pekerjaan rumah serta mengulas kembali keterampilan prasayarat dan pengajaran yang dulu.

b. Menampilkan muatan atau keterampilan baru. Para guru memulai pelajaran dengan pernyataan pendek mengenai gambaran ringkas mengenai apa yang akan dipelajari. Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan terapi juga dapat dijadikan bekal dalam kehidupan kelak. Selektif yaitu untuk mengarahkan minat, bakat serta keterampilan. Edukatif berarti membimbing anak untuk berpikir logis, berperasaan halus dan kemampuan untuk bekerja. Rekreatif adalah kegiatan yang dipergagakan sangat menyenangkan bagi anak berkebutuhan khusus. Terapi yaitu aktivitas keterampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana habilitasi akibat kelainan atau ketunaan yang disandangnya.

(43)

untuk berlatih namun juga memungkinkan kita untuk memantau sejauh mana pengetahuan siswa.

d. Memberikan umpan balik dan koreksi serta mengajari ulang. Ketika siswa menjawab dengan percaya diri dan jawaban benar, maka guru wajib memberikan pengakuan singkat dari jawaban siswa.

e. Menyediakan latihan mandiri. Siswa-siswi diberikan tugas latihan mandiri yang berkaitan langsung dengan keterampilan yang diajarkan sampai siswa bisa menjawab dengan benar.

f. Sering-sering mengulas kembali. Memberikan ulasan mengenai materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pekerjaan rumah dan ulangan. Materi yang terlewatkan dalam pekerjaan rumah atau ulangan bisa diajarkan kembali.

2.1.4.1.2 Metode Pengajaran Tidak Langsung

(44)

digunakannya bahan-bahan cetah, non-cetak, dan sumber-sumber belajar lainnya. Sedangkan dalam buku Sani (2013:24) menyatakan bahwa pengajaran tidak langsung ini berpusat pada peserta didik, di mana siswa aktif membangun pemahaman dan guru hanya berperan sebagai fasilitator saja. Startegi ini memungkinkan peserta didik untuk terlibat secara mental dalam mengamati, menyelidiki, membuat penjelasan berdasarkan data, membuat hipotesis dan sebagainya.

2.1.4.1.3 Scaffolding

Scaffolding merupakan suatu istilah yang dikemukakan

oleh seorang ahli psikologi perkembangan kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni proses yang digunakan orang dewasa untuk menuntun anak-anak melalui zona perkembangan proksimalnya. Metode scaffolding didasarkan pada teori Vygotsky. Menurut Vygotsky (dalam Trianto, 2007: 76) bahwa pembelajaran terjadi apabila anak bekerja atau belajar menangani tugas-tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut berada dalam Zone of Proximal Development (ZPD) yaitu perkembangan sedikit di atas

(45)

mempunyai tingkat perkembangan, dimana Vygotsky mendefinisikan sebagai tingkat seorang individu dapat memfungsikan atau mencapai tingkat itu dengan bantuan orang lain seperti guru, orang tua atau teman sejawat yang kemampuannya lebih tinggi (Dina, 13 November 2007).

Scaffolding merupakan bantuan kepada siswa secara

terstruktur pada awal pembelajaran dan kemudian secara bertahap mengaktifkan siswa untuk belajar mandiri (Hari, 2004: 35). Scaffolding merupakan “bentuk dukungan yang disediakan oleh guru (atau siswa lain) untuk membantu siswa menjembatani jarak antara kemampuan mereka yang sekarang dengan target yang dituju” ((Rosenshine & Stevens,1992: 2). Scaffolding (mediated

learning) yaitu siswa seharusnya diberi tugas-tugas kompleks,

(46)

metode Scaffolding guru harus mencari tahu pengetahuan awal yang dimiliki siswa mengenai materi yang akan disampaika.

a. Memberikan strategi kognitif yang baru. Guru memperkenalkan strategi yang konkret. Pertama-tama guru memperkenalkan strategi pemecahan masalah dengan mendefinisikan masalah, mengajukan hipotesis untuk menjelaskan masalah, mengumpulkan data untuk mengevaluasi hipotesis, mengevaluasi bukti, dan membuat kesimpulan.

b. Mengatur tingkat kesulitan selama latihan terbimbing. Pada tahap ini, siswa mulai melatih strategi baru dengan materi pelajaran yang sudah disederhanakan sehingga mudah untuk mempelajarinya.

c. Menyediakan konteks yang beraneka ragam untuk latihan siswa. Proses pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, melainkan bisa di luar kelas sehingga suasana menjadi lebih menyenangkan.

d. Menyediakan umpan balik. Guru membuat daftar evaluasi berdasarkan pada pemecahan masalah.

e. Mengingkatkan tanggung jawab siswa. Siswa diberikan tugas mandiri, namun dengan meminimalisir bantuan dari guru atau teman lain.

(47)

Jadi dapat disimpulkan bahwa Scaffolding ialah bentuk dukungan yang diberikan guru kepada peserta didiknya agar siswa dapat mengerjakan soal-soal yang memiliki tingkat atau kompetensi yang lebih tinggi.

2.1.4.1.4 Latihan Mandiri

Latihan mandiri merupakan strategi pembelajaran yang bertujuan membangaun inisiatif individu, kemandirian, dan peningkatan diri. Fokusnya adalah pada perencanaan pengajaran mandiri yang dilakuakan oleh peserta didik dengan bantuan guru menurut Majid (2013: 12). Sedangkan dalam buku Sani (2013:25) memaparkan bahwa latihan mandiri merupakan strategi untuk mengembangkan inisiatif peserta didik secara individual, rasa percaya diri, dan pengmbangan diri peserta didik.

(48)

2.1.4 Sekolah Dasar Inklusi di Sleman

Di Kabupaten Sleman terdapat 33 sekolah dasar inklusi yang tersebar di 14 kecamatan se-Kabupaten Sleman. Adapun 14 kecamatan tersebut ialah Kecamatan Moyudan, Kecamatan Godean, Kecamatan Sayegan, Kecamtan Gampig, Kecamatan Mlati, Kecamatan Tempel, Kecamatan Ngaglik, Kecamatan Depok, Kecamatan Ngemplak, Kecamatan Turi, Kecamatan Pakem, Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Kalasan dan yang terakhit Kecamatan Prambanan.

(49)

Depok terdapat 6 sekolah dasar inklusi antara lain SD N Gejayan, SD Budi Mulia Dua, SD N Mustokorejo, SD N Puren, SD N Teruna Bangsa, dan SD Budi Mulia Dua Pandeansari. Sedangakan di Kecamatan ngemplak ada satu sekolah dasar inklusi yaitu SD N Sempu. Selanjutnya di Kecamatan Turi terdapat SD Muh Dadapan. Di Kecamatan Pakem terdapat SD N Purworejo 1. Di Kecamatan Cangkringan terdapa 2 sekolah dasar negeri yaitu SD N Cancangan dan SD N Bronggang. Di Kecamatan Kalasan terdapat 1 sekolah dasar inklusi yaitu SD Muh Bayen. Selanjutnya yangterakhir di Kecamatan Prambanan ada 2 sekolah dasar inklusi yaitu SD N Bendungan dan SDIT Baitussalam Prambanan.

Berikut ini pada tabel 2.1 akan di jabarkan jumlah anak berkebutuhan khusus yang ada dimasing-masing sekolah dasa yang ada di Kabupaten Sleman:

Tabel 2.1 Daftar Sekolah Inklusi dan Jumlah Siswa ABK di Kabupaten Sleman No Sekolah Dasar Kecamatan Jumlah Keterangan

1. SD Negeri Ngijon 2 Moyudan 4 siswa 3 siswa slow learner 8. SD Negeri Mustokorejo Depok 4 siswa 3 siswa hiperaktif

(50)

Dari 33 sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Sleman, peneliti menggunakan 10 sekolah dasar inklusi sebagai sapel. Dari 10 sekolah dasar inklusi tersebut peneliti mendapatkan data tentang karakteristik anak yang ada di 10 sekolah dasar inklusi tersebut. Karateristik anak berkebutuhan khusus yang ada udi 10 sekolah dasar yang menjadi sampel penelitian tersebut antara lain ialah anak dengan lamban belajar (slow learner), hiperaktifitas, tuna rungu, dan autis.

2.1.5 Thomas Alva Edison: ABK yang Sukses

Tidak selamanya anak berkebutuhan khusus selalu terbelakang dan tertinggal dibanding oang-orang kebanyakan. Tidak selamanya anak berkebutuhan khusus gagal dalam hidupnya, ada pula anak berkebutuhan khusus yang berhasil dan sukses. Mereka mampu mengembangakan talenta dan kelebihan yang telah Tuhan berikan pada mereka. Anak berkebutuhan khusus yang mampu mengoptimalkan kecerdasannya ataupun bakat yang dimiliki dalam dirinya merupakan orang yang hebat dan sanggat tangguh. Salah satu tokoh yang mampu sukses dan berhasil walau memiliki kebutuhan khusus ialah seseorang yang menemukan lampu dan mampu membebaskan kita dari kegelapan.

(51)

Tomas Alva Edison adalah seorang penemu lampu pijar pada 1879. Thomas Alva Edison lahir pada 11 Febuari 1947 di Milan, Ohio, Amerika Serikat. Siapa yang menyangka bahwa Thomas hanya mengenyam pendidikan selama 3 bulan saja, namun penemuanya sangat mebrei arti yang besar dalam hidup kita. Saat usia 4 tahun ia tergolong anak yang bodoh dan tuli. Di sekolah ia menjadi bahan ejekan teman-temannya, bahkan gurunya pernah memberikan surat untuk orang Thomas yang berisi, orang Thomas harus segera mengeluarkanya dari sekolah tersebut. Setelah membaca surat tersebut sang Ibu bertekat untuk mendidik Thomas sendiri.

Thomas termasuk orang yang sangat gemar membaca. Orang tuanya selalu memberikannya buku-buku pelajaran, terutama yang berhubungan dengan fisika dan kimia. Kebiasaan membaca membuat dirinya banyak melakukan percobaan. Dengan kondisinya yang tidak dapat mendengar orang berbicara Thomas sangat senang karena itu mampu membuatnya lebih fokus. Dalam satu biografinya tertulis Thomas melakukan 999 percobaan dan barulah pada percobaan yang ke 1000 ia berhasil.

(52)

mencerna dan merespon secara tepat suasana hatinya yang sering dicemooh oleh orang. Thomas juga mampu memotivasi dirinya sendiri untuk tidak pernah menyerah dan selalu mencoba, walaupun sampai 999 kali dan baru pada percobaan ke 1000 berhasil menemukanlampu. Kemudian Thomas juga memiliki kecerdasan ruang visual, ditunjukan dengan Thomas mampu mengambarkan pemikirannya tentang bentuk lampu dan menuangkannya dengan membuat bentuk lampu seperti apa yang dipikirkannya. Thomas juga memiliki kecerdasan matematis ditandai dengan Thomas mampu menghitung dan menganalisis rumus-rumus fisika yang kemudian ia kembangkan. Berkembang dan berkembnag kemudian ia mampu menemuka lampu yang mampu menerangi dunia ini. Kecerdasan yang selanjutnya dimiliki Thomas ialah kecerdasan kinestetik ditandai dengan bahasa tubuh yang dilakukan, karena Thomas merupakan seorang dengan tuna rungu maka ia berkomunikasi dengan orang menggunakan bahasa isarat atau juga dengan bahasa tubuh. Ia juga mudah belajar engan langsung praktek atau langsung melakukan ditengarai dengan Thomas yang selalu belajar dan mencoba sendiri dalam menemukan lampu, ini juga termasuk kecerdasan kinestetik.

(53)

yang dimiliki anaknya. Ibunya mengajari Thomas dengan sangat sabar dan tak jarang memberikan buku-buku. Walaupun guru sekolah Thomas meragukan kemampuannya, namun ibunya tetap optimis dengan kemampuan yang dimiliki anaknya. Ibunda Thomas mampu melihat potensi dari anaknya dan mampu mengembangkannya.

Itulah sekelumit cerita tentang tokoh yang sangat berpengaruh pada cahaya dunia. Kegigihan dan semangat, serta keuletan Thomas Alva Edison itulah yang perlu kita contoh. Meskipun ia idiot dan tuli namun penemuanya membuat ia dikenal di seluruh dunia. Sungguh-sungguh hal yang luar biasa.

2.1.6 Kecerdasan Ganda

(54)

keistimewaan dan kelebihan. Karena naka memiliki kecerdasan dan keistimewaan yang diberikan oleh Tuhan maka setiap anak pastilah memiliki kecerdasan ganda. Kecerdasan menurut (Gardner dalam Suparno, 2004:15) diartikan sebagai suatu kemampuan, dengan proses kelengkapannya, yang sanggup menangani kandungan masalah yang spesifik di dunia. Meskipun demikian, tidak berarti bahwa orang yang memiliki jenis kecerdasan tertentu, kecerdasan musikal misalnya, akan menunjukkan kemampuan tersebut dalam setiap aspek hidupnya. Dikatakan lebih lanjut bahwa setiap orang memiliki delapan jenis kecerdasan dalam tingkat yang berbeda-beda. Howard Gardner menunjukkan bahwa tiap-tiap kecerdasan memiliki ciri-ciri yang dapat dikategorikan ke dalam satu jenis kecerdasan tertentu. Apabila dikaitkan dengan komponen inti adalah sebagai berikut.

Dari penjelasan-penjelasan diatas telah dijabarkan berbagai macam kecerdasan ganda, dari uraian yang ada di atas dapat dipermudah dalam memahami dengan tabel 2.2 di bawah ini.

2.2Hasil Penelitian yang Relevan

Gunawan (2013), dengan penelitiannya yang berjudul “Survei

(55)

penelitian ini yaitu pelaksanaan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh tiga indikator, yakni perencanaan pembelajaran yang baik, proses pelaksanaan yang baik dan evaluasi pembelajaran yang baik. Salah satu faktor penentu pelaksanaan pembelajaran yang baik adalah dari pendidik (guru) dalam memilih metode yang sesuai untuk mengajar siswanya. Dari hasil penelitian yang Gunawan lakukan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul proses pelaksanaan pembelajaran berjalan baik dengan menggunakan pembelajaran adaptif. Pembelajaran adaptif adalah pembelajaran yang menyesuaikan kondisi siswa. Metode yang digunakan di sekolah luar biasa se-Kabupaten Gunung Kidul yang paling sesuai adalah metode langsung, yaitu berupa ceramah, tanya jawab, demonstrasi dan penugasan. Penelitian tersebut memberikan infomasi yaitu proses pembelajaran berjalan baik dengan menggunakan pembelajaran adaptif yaitu pembelajaran yang menyesuaikan kondisi siswa, artinya menyesuaikan antara bahan ajar, metode, media pembelajaran dan lingkungan sekitar. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul, metode yang sesuai adalah metode langsung.

Karim (2011), dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan

Metode Penemuan Dalam Pembelajaran Untuk Meningkatkan Konsep dan Kemampuan Siswa Berkebutuhan Khusus”. Dilatarbelakangi karena

(56)

di sekolah umum mamupun sekolah inklusi. Dari penelitian yang dilakukan, menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode penemuan dapat meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis dan siswa dapat mengikuti pembelajaran. Penelitian tersebut memberikan informasi yaitu dengan metode penemuan membuat siswa menjadi lebih berpikir kreatif, maka dari itu sebagai seorang guru bisa menggunakan metode penemuan ketika melakukan pembelajaran.

Aisyah (2015), dengan judul penelitiannya yaitu “Dampak Pola

(57)

tesebut memberikan informasi bahwa guru bisa menggunakan pembelajaran adaptif untuk membuat siswa menjadi lebih kreatif sehingga bisa memberikan dampak positif kepada siswa berkebutuhan khusus.

(58)

Gambar 2.1

(59)

2.3Kerangka Berpikir

Pendidikan merupakan hak semua orang tanpa terkecuali. Berangkat dari hal tersebut maka pemerintah sedang mengalakan sistem pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus dengan anak tidak berkebutuhan secara khusus untuk belajar bersama dalam satu ruangan dan mengembangkan potensi yang dimiliki dari masing-masing anak. Karena tercetusnya tentang pendidikan inklusi maka terselengaralah sekolah inklusi. Karena dalam sekolah inklusi nantinya akan melayani anak berkebutuhan khusus maka metode pengajaran yang digunakan harus khusus pula. Dalam sekolah inklusi terdapat empat metode pengajaran yang digunakan yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, metode pengajaran latihan mandiri dan metode pengajaran scaffolding. Jika guru menggunakan metode pengajaran yang sesuai dengan latar belakang dan karakteristik dari anak berkebutuhan khusus dan anak tidak berkebutuhan secara khusus maka guru akan mampu mengembangkan potensi dari masing-masing siswanya secara optimal.

(60)

yang telah diperoleh peneliti mampu memetakan metode pengajaran di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

2.4Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penjabaran yang ada di atas, maka dapat ditarik hipotesis yang dapat diajukan pada penelitian yang dilakukan ini, yaitu:

(61)

41 BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III ini terdapat delapan poin yang akan dibahas, antara lain adalah jenis penelitian, waktu penelitian, dan tempat penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, validitas instrumen dan reliabilitas instrumen, serta teknik analisis data.

3.1Jenis Penelitian dan Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian non experimental cross sectional, dan menggunakan metode survei. Penelitian survei adalah penelitian

(62)

3.2Waktu dan Tempat Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini mengambil tempat di Sekolah Dasar negeri di Kabupaten Sleman yang berstatus sebagai sekolah dasar inklusi. Di Kabupaten Sleman terdapat 33 Sekolah Dasar Inklusi, namun peneliti hanya mengambil 10 sampel sekolah. Sekolah tersebut antara lain: SD N Bendungan, SD N Mustokorejo, SD N Gejayan, SD N Demakijo 2, SD N Plaosan 1, SD Sendangadi 2, SD N Semarangan 5, SD N Ngijon 2, dan SD N Bedelan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2015 hingga bulan Juli 2016 dengan beberapa agenda pokok yang telah dirancang.

3.3Variabel Penelitian

(63)

3.3.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel bebas merupakan variabel yang menjadi sebab atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel independen dalam penelitian ini adalah sekolah dasar inkulsi se-Kabupaten Sleman.

3.3.2 Variabel Dependen (terikat)

Variabel terikat ialah variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat dari adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini ialah bentuk Metode pengajaran yang digunakan guru.

3.4Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi

(64)

seluruh guru kelas di Sekolah Dasar Inklusi di Kabupaten Sleman yang berjumlah 185 guru yang terdiri dari guru kelas 1, 2, 3, 4, 5, dan 6.

Penelitian ini menggunakan seluruhnya SD Negeri karena terdapat beberapa pertimbangan dari peneliti. Salah satunya ialah sebagian banyak sekolah dasar inklusi swasta yang belum mendapatkan SK Inklusi dari dinas dan sekolah swasta cenderung tertutup dalam pengambilan data untuk penelitian.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini/ miniatur population (Arifin: 2011:93). Sampel pada penelitian ini

berjumlah 30 guru kelas di 10 sekolah dasar inklusi negeri di Kabupaten Sleman.

3.4.2 Sampel

Sampel merupakan anggota dari populasi, yang dipilih dengan menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasi (Martono 2012:74). Sedangkan Sugiyono (2011:215) menjelaskan bahwa sampel penelitian adalah sebagian dari populasi itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari populasi yang diteliti. Teknik pengmbilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive random sampling. Menurut Margono (2003:45) Purposive sampling adalah teknik

(65)

digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 guru pengampu kelas di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan ditentukan berdasarkan pertimbangan tertentu yaitu guru kelas sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman.

3.5Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan kuisioner.

3.5.1 Kuesioner

Teknik pengumpulan data dengan kuisioner termasuk dalam teknik pengumpulan data non tes. Kuisioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan seperangkat pertanyaan lisan atau pertanyaan tertulis kepada responden yang nantinya akan dijawab (Sugiyono: 2012:308). Kuisioner ini disebarkan pada responden untuk mendapatkan data yang dibutuhkan peneliti. Tujuan dari penyebaran kuisioner ini adalah untuk mengetahui bentuk metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman.

(66)

Sleman. Dalam hal pengisian kuisioner ini guru akan diberikan jangka waktu untuk mengisinya sesuai kesepakatan dengan peneliti atau dengan kata lain kuisioner ini ditinggal untuk diisi dan diambil pada jangka waktu yang telah disepakati.

3.6 Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat ukur yang berupa lembar kuisioner. Lembar kuisioner ini akan disebarkan atau diberikan pada guru kelas /responden untuk mendapatkan data yang

1.Memberikan latihan dengan bimbingan 1,2

2.Penyampaian materi 3,4

3.Memberikan umpan balik 5 2.

Metode

Pengajaran Tak Langsung

1.Guru sebagai fasilitator 6

2.Berpusat pada siswa 7

3. Latihan Mandiri

1.Memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri

8,9 2.Melatih siswa untuk berlatih sejumlah

kecil keterampilan

1.Mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran

13 2.Memenfaatkan model pembelajaran

yang beragam

14 3.Melatih tanggung jawab 15

(67)

4 aspek yaitu metode pengajaran langsung, tmetode pengajaran tidak langsung, Scaffolding, latihan mandiri. Dalam metode pengajaran langsung terdapat 3 indikator yaitu memberikan latihan dengan bimbingan, penyampaian materi, memberi umpan balik. Pada aspek metode pengajaran tidak langsung terdapat 2 indikator yaitu guru sebagai fasilitator dan berpusat pada siswa. Sedangkan pada aspek latihan mandiri terdapat 3 indikator yaitu memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri, melatih siswa untuk berlatih sejumlah kecil keterampilan, dan memberi latihan agar siswa dapat memperkembangkan kemampuannya. Dan selanjutnya dalam aspek scaffolding terdapat 3 indikator yaitu mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran, memanfaatkan model pembelajaran yang beragam, dan melatih tanggung jawab.

Tabel 3.2

Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran

No. Aspek Indikator Pernyataan

1.

1. Saya mengajukan pertanyaan untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa.

2. Saya mengkoreksi kesalahan konsep yang dipahami siswa.

2.Penyampaian materi

3. Saya memberikan contoh konkret untuk menyoroti poin-poin penting dalam pembelajaran.

4. Saya menggunakan metode

demonstrasi saat

menyampaikan materi pembelajaran.

3.Memberikan umpan balik

(68)

disampaikan. memecahkan masalah yang ditemukan siswa dalam pembelajaran.

2.Berpusat pada siswa

7. Saya mengajak siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. setiap akhir pelajaran yang harus dikerjakan siswa secara mandiri. 9. Saya mendorong siswa untuk

bersemangat mengerjakan tugas tanpa bantuan guru/ teman. 2.Melatih siswa

untuk berlatih sejumlah kecil keterampilan

10. Saya memberikan latihan sederhana sesuai dengan keterampilan siswa.

12. Saya memberikan latihan tambahan kepada siswa agar mereka dapat meningkatkan kemampuannya. pembelajaran sesuai dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus.

2.Memenfaatkan model

pembelajaran yang beragam

14. Saya menggunakan model pembelajaran yang cocok dengan kemampuan siswa.

3.Melatih tanggung jawab

(69)

3.7Validitas Instrumen dan Reliabilitas Instrumen

Semua instrumen yang terdapat dalam penelitian ini baik kuisioner akan diuji validitas dan reliabilitasnya sebagai berikut:

3.7.1 Uji Validitas

Menurut Azwar (2012:43) berpendapat bahwa validitas adalah ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur tes dalam melakukan fungsinya. Menurut Cresswell (2012:79) terdapat tiga bentuk uji validitas yang harus dilakukan oleh peneliti, yaitu content validity, predictive validity, dan construck validity.

3.7.1.1Validitas Isi (Content Validity)

(70)

yang bidang keahliannya berhubungan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, instrumen yang divalidasi adalah angket yang akan diberikan kepada guru. Peneliti memilih 2 ahli untuk melakukan validasi, yakni dua dosen. Ahli memberikan penilaian pada lembar penilaian yang diberikan. Skala skor yang digunakan dalam lembar penilaian instrumen ini menggunakan skala penilaian terhadap metode pengajaran 5 (sudah baik), 4 (sudah baik, perlu perbaikan), 2 (tidak layak), dan 1 (sangat tidak layak).

Validasi pertama merupakan validasi dari Dosen A. Beliau ialah dosen yang masih aktif mengajar di Universitas Sanata Dharma. Alasan memilih dosen tersebut ialah karena beliau meruakan dosen lulusan Psikologi dan juga ahli dalam hal siswaberkebutuhan khusus serta sekolah inklusi. Dosen A memberi nilai 4 sampai dengan 5. Hanya terdapat satu buah nilai 5, yaitu pada aspek pertanyaan disusun sesuai dengan kekhasan metode pengajaran di sekolah inklusi. Namun, dosen A tidak memberi komentar pada aspek tersebut. Kemudian untuk aspek yang lain beliau memberikan nilai 5, dan tidak diberikan komentar juga. Dari rata-rata nilai yang diberikan Dosen A ialah 4.8 dapat dibulatkan menjadi 5 yang berarti masuk dalam kategori sudah baik.

(71)

nomer. Pada 5 aspek pertama dosen tersebut memberi nilai 4 tantapa memberikan komentar. Kemudian pada aspek 6 dan 7 beliau memberi skor 4 dan memberikan komentar indikator agar lebih dispesifikan lagi. Kemudian pada aspek selanjutnya beliau memberikan nilai 4 dan tidak memberikan komentar. Dari nilai-nilai yang telah diberikan oleh Dosen B ini dapat di rata-rata beliau memberikan nilai 4, yang artinya masuk dalam kategori sudah baik, perlu perbaikan.

Dari komentar-komentar yang telah diberikan 2 dosen yang ahli tersebut peneliti mlakukan pembenahan sesuai dengan komentar yang telah diberikan oleh dosen-dosen tersebut. .

Setelah divalidasi oleh dua ahli, peneliti memakai 15 pernyataan sebagai item kuesioner untuk diujikan pada 30 guru sebagai responden yang menjadi sampel dari sekolah dasar inklusi di Kabupaten Sleman. Kemudian hasil pengujian yang telah diujikan dan kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS.

3.7.1.2 Validasi Konstruk

Validitas konstruk kadang-kadang disebut dengan logical validity.Validitas konstruk adalah validitas yang bertitik tolak dari

(72)

2010: 176) mengungkapkan bahwa jika bangunan teorinya sudah benar maka hasil pengukuran dengan alat ukur (instrumen) yang berbasis pada teori itu sudah dipandang sebagai hasil yang valid. Jika ada kecocokan yang logik antara item dengan definisi, items itu dipandang valid. Jika sebaliknya akan dipandang tidak valid Hadi (2004:125).

Instrumen kuesioner strategi pembelajaran bagi siswa berprestasi rendah dalam penelitian ini memiliki 30 item dengan jumlah sampel sebanyak 44. Penentuan sampel dilakukan secara acak. Proses analisis data menggunakan product moment 30 dengan bantuan SPSS 21 mengingat keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti.

(73)

Tabel 3.3. Hasil Validasi Pernyataan Kuesioner

Dari data tabel 3.3 diatas dapat dilihat bahwa terdapat 9 item yang valid dan terdapat 6 item yang tidak valid. Item 1 dan 2 menunjukan hasil tidak valid. Sedangkan item 3,4,dan 5 menunjukan hasil valid. Kemudian item 6 menunjukan hasil tidak valid. Selanjutnya item 7 dan 8 menunjukan hasil valid. Dijelaskan selanjutnya pada item 9 dan 10 menunjukan hasil tidak valid. Kemudian pada item 11, 12, dan 13 menunjukan hasil valid. Sealnjutnya pada item 14 menunjukan hasil tidak valid. Dan yang terakhir item 15 menunjukan hasil valid.

Item valid dan tidak valid diasalisis dengan membandingkan rhitung

> rtabel (Sugiyono, 2011:631). Sebanyak 9 item yang valid memliki nilai

rhitung > rtabel. Tabel 3.3 merupakan hasil perhitungan proses analisis data

(74)

21.0, taraf signifikansi dinyatakan tinggi apabila berada pada tingkat 0.01

yang dinyatakan dengan lambang ** (dua bintang), dan taraf signifikansi dinyatakan rendah apabila berada pada tingkat 0.05 yang dilambangkan dengan * (satu bintang).

3.7.2 Uji Reabilitas

(75)

Gambar 3.1 Rumus Alpha Cronbach

Hasil perhitungan dibandingkan dengan rtabel dengan taraf

signifikan 0,05. Jika rtabel lebih besar maka tidak reliabel. Jika r tabel lebih

kecil, maka dinyatakan reliabel. Taraf reliabilitas suatu tes dinyatakan dalam suatu koefisien yang disebut koefisien reliabilitas. Besar koefisien dapat dilihat pada tabel 3.4:

Tabel 3.4. Koefisien Reliabilitas Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91 – 1,00 Sangat tinggi

0,71 – 0,90 Tinggi

0,41 – 0,70 Cukup

0,21 – 0,40 Rendah

Negative – 0,20 Sangat rendah Sumber: Masidjo (2010:310)

(76)

Tabel 3.5. Reabilitas Pernyataan Kuesioner

Coronbach Alpha Jumlah Item Kategori Keterangan

0,624 15 Cukup Reliabel

Pada tabel 3.5 menunjukan hasil perhitungan untuk pernyataan pada kuesioner. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa hasil reliabel dilihat dari hasiil koefisien reliabilitas sebesar 0.518. dari hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 3.4 kuesioner tersebut dapat dikategorika reliabilitasnya cukup. Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa angket yang telah dibuat oleh peneliti layak untuk di sebarkan.

3.8 Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif untuk mengetahui bentuk metode pengajaran yang digunakan di sekolah dasar inklusi se Kabupaten Sleman. Data dari hasil penelitian dianalisis kemudian dideskripsikan mengenai gambaran data sehingga mudah untuk dibaca dan dipahami. Penelitian ini menggunakan lembar kuesioner yang berjumlah 15 item pernyataan.

3.9Jadwal Penelitian

(77)
(78)

58 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV dalam penelitian ini membahas tentang deskripsi penelitian, analisis hasil angket, hasil penelitian, dan pembahasan.

4.1Deskripsi Penelitian

Penelitian ini berjudul “ Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan di

Sekolah Dasar Inklusi se- Kabupaten Sleman” penelitian ini termasuk dalam penelitian non-ekperimen. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016 penelitian ini dilaksanakan bersama pasangan kelompok yang telah disepakati. Sebelum penelitian kami meminta surat pengantar dari kampus untuk mencari perijinan ke Kabupaten Sleman. Setelah mendapat surat dari kampus, peneliti membawa surat tersebut ke Dinas Kesatuan Bangsa Kabupaten Sleman. Setelah dari Dinas kesatuan Bangsa peneliti diberi surat pengantar untuk ke Bappeda Kabupaten Sleman. Setelah peneliti mendapat surat ijin dan surat tembusan, peneliti mengantarkan surat tembusan tersebut kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Setelah surat-surat tembusan sudah diberikan, barulah peneliti membawa angket yang telah dibuat dan surat tembusan untuk kepala sekolah untuk menyerahkan angket.

(79)

yang diampu terdapat siswa yang ABK. Teknis pengumpulan kuesioner diterima oleh peneliti sesuai dengan tanggal dan hari yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.

Dari 10 sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Sleman yang menjadi sampel dalam penelitian ini, ada sebanyak 30 guru yang diminta mengisi kuesioner. Semua guru yang di dalam kelasnya terdapat siswa ABK mengisi kuesioner yang telah diberikan oleh peneliti. Kuesioner yang dibagikan oleh peneliti sebanyak 30 buah kuesioner dan koesioner yang kembali sebanyak 30 buah kuesioner. Hal tersebut menunjukan bahwa kuesioner yang kembali sebanyak 100%.

4.2Analisis Hasil Angket

Dari angket yang telah diserahkan pada 30 responden yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini maka didapat hasil sebagai berikut:

Tabel 4.1

Hasil Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Sleman

Gambar

Tabel 3.2 Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di
Gambar 3.1  Gambar Alpha Croncbach ...............................................................................
Tabel 2.1 Daftar Sekolah Inklusi dan Jumlah Siswa ABK di Kabupaten Sleman
Gambar 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam setiap sekolah inklusi setidaknya memiliki guru pembimbing khusus yang sudah terlatih untuk membimbing anak berkebutuhan khusus yang diharapkan guru pembimbing khusus tersebut

Dari beberapa pengertian yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah dasar inklusi adalah satuan pendidikan selama enam tahun yang menampung semua siswa

Implementasi Pendidikan Inklusi bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Menengah Atas (SMA) (Studi Kasus di Sekolah Inklusi SMA Negeri 10 Surabaya); Prahoro Kukuh

Aspek kedua adalah non tes, indikatornya (1) melakukan asesmen awal, tengah, dan akhir, (2) melakukan penilaian afektif, (3) melakukan penilaian psikomotorik, dan (4)

Penelitian ini dilaksanakan karena belum diketahuinya tanggapan Guru Pendidikan Jasmani dan Pembimbing Khusus terhadap penerapan Pendidikan Jasmani Adaptif di Sekolah Dasar Inklusi

Adapun Pendidikan Inklusi diselenggarakan oleh Sekolah umum yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus sebagai peserta didik untuk belajar bersama peserta didik lain yang

SD N Bangunrejo 2 Yogyakarta merupakan sekolah yang berbasis inklusi. Sekolah tersebut memiliki beberapa golongan siswa berkebutuhan khusus, termasuk slow learner di dalamnya. Siswa

Penyelenggaraan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan khusus hendaknya menciptakan lingkungan yang menyenangkan, ramah dan dapat menumbuhkan rasa percaya diri siswa