• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode pengajaran yang digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode pengajaran yang digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul learner, hiperaktif, disgrafia, disleksia, diskalkulia dan tuna netra supaya dapat belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan metode pengajaran di sekolah inklusi se-Kabupaten Bantul dan memetakan metode pengajaran dari masing-masing sekolah dasar inklusi. Metode pengajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mendampingi siswa agar dapat mengembangkan potensi atau kemampuannya. Ada empat metode pengajaran di sekolah dasar inklusi yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding.

Peneliti menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner. Kuesioner divalidasi oleh dua validator dengan skor rata-rata 4, sehingga instrumen dapat dibagikan kepada 29 guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul. Kuesioner yang kembali berjumlah 29 kuesioner.

Dari hasil olah data 29 kuesioner, metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul adalah 38.81% guru menggunakan metode pengajaran tidak langsung, 20.37% guru menggunakan scaffolding, 20.01% guru menggunakan latihan mandiri dan 19.74% guru menggunakan metode pengajaran langsung. Jadi, metode pengajaran yang lebih banyak digunakan guru di Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran tidak langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.

(2)

ix ABSTRACT

Teaching Method Who Use The Teacher on Inclusion of Primary School in Bantul Regency

Lusia Eka Ristanti 121134213

Sanata Dharma University 2016

There are 43 inclusion of primary school in Bantul Regency who serve child slow learner, hyperactive, dysgraphia, dyslexia, dyscalculia and blind so that can learn with child need not special. The research have purpose to describe teaching method in inclusion school at Bantul Regency area and also to mapping how the teaching in elementary school which using inclusion method.teaching method is the ways in which teachers to assist students in order to develop the potential and ability. Teaching method on inclusion school namely direct teaching method, indirect teaching method, practice by themselves and also scaffolding.

The researcher will to develop by kuantitatif research. So, for get the data, researcher will dispence questioner to 29 teachers. Quesioner was validated by two validators who expert about it, so we can dispence questioner to 29 teachers to be research samples. The quesioner was back 29 now.

From the research result, we get presentase 38.81% teachers use undirect method teaching, 20.37% teachers use by scaffolding, 20.01% teachers use practice by themselves and 19.74%. teachers use direct method teaching. So, presentase for undirect teaching method is highest. Undirect method teaching is learning that is centered on the students and teachers as facilitators.

(3)

METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU

DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE- KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Lusia Eka Ristanti

NIM : 121134213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU

DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE- KABUPATEN BANTUL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh : Lusia Eka Ristanti

NIM : 121134213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan rahmat dan perlindunganNya.

2. Ferdinandus Sudaris (Bapak), Margaretha Lutini (Ibu) yang telah memberikan

perhatian, kasih sayang, dukungan materi dan doa.

3. Sahabat di PGSD maupun di luar PGSD yang selalu menemani dan

memberikan dukungan.

(8)

v

MOTTO

“Sesuatu Akan Menjadi Kebanggaan Jika Dikerjakan

Bukan

Hanya Dipikirkan”

“Sesuatu yang Belum Dikerjakan, Seringkali Nampak

Mustahil; Kita Baru Yakin Kalau Kita Sudah Berhasil

Melakukannya Dengan Baik”

(9)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Agustus 2016

Peneliti

(10)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Lusia Eka Ristanti

Nomor Mahasiswa : 121134213

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “METODE

PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN BANTUL” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata

Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya

dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di internet atau media lain untuk

kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan

royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 23 Agustus 2016

Yang menyatakan,

(11)

viii ABSTRAK

Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul learner, hiperaktif, disgrafia, disleksia, diskalkulia dan tuna netra supaya dapat belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan metode pengajaran di sekolah inklusi se-Kabupaten Bantul dan memetakan metode pengajaran dari masing-masing sekolah dasar inklusi. Metode pengajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mendampingi siswa agar dapat mengembangkan potensi atau kemampuannya. Ada empat metode pengajaran di sekolah dasar inklusi yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding.

Peneliti menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner. Kuesioner divalidasi oleh dua validator dengan skor rata-rata 4, sehingga instrumen dapat dibagikan kepada 29 guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul. Kuesioner yang kembali berjumlah 29 kuesioner.

Dari hasil olah data 29 kuesioner, metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul adalah 38.81% guru menggunakan metode pengajaran tidak langsung, 20.37% guru menggunakan scaffolding, 20.01% guru menggunakan latihan mandiri dan 19.74% guru menggunakan metode pengajaran langsung. Jadi, metode pengajaran yang lebih banyak digunakan guru di Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran tidak langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.

(12)

ix ABSTRACT

Teaching Method Who Use The Teacher on Inclusion of Primary School in Bantul Regency

Lusia Eka Ristanti 121134213

Sanata Dharma University 2016

There are 43 inclusion of primary school in Bantul Regency who serve child slow learner, hyperactive, dysgraphia, dyslexia, dyscalculia and blind so that can learn with child need not special. The research have purpose to describe teaching method in inclusion school at Bantul Regency area and also to mapping how the teaching in elementary school which using inclusion method.teaching method is the ways in which teachers to assist students in order to develop the potential and ability. Teaching method on inclusion school namely direct teaching method, indirect teaching method, practice by themselves and also scaffolding.

The researcher will to develop by kuantitatif research. So, for get the data, researcher will dispence questioner to 29 teachers. Quesioner was validated by two validators who expert about it, so we can dispence questioner to 29 teachers to be research samples. The quesioner was back 29 now.

From the research result, we get presentase 38.81% teachers use undirect method teaching, 20.37% teachers use by scaffolding, 20.01% teachers use practice by themselves and 19.74%. teachers use direct method teaching. So, presentase for undirect teaching method is highest. Undirect method teaching is learning that is centered on the students and teachers as facilitators.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa atas limpahan

berkat dan rahmatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten

Bantul”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta.

Peneliti menyadari penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan hati yang tulus peneliti

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dra. Ig. Esti Sumarah, M. Hum, dosen pembimbing I yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan

semangat, dorongan serta masukan yang peneliti butuhkan dalam

(14)

xi

4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi, Dosen pembimbing II yang telah

memberikan motivasi, semangat, dorongan, kritik dan saran dalam

menyelesaikan skripsi ini.

5. Para validator yang telah melakukan validasi instrumen yang dibutuhkan

dalam penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

6. Dinas Pemerintahan Kabupaten Bantul yang telah memberikan ijin untuk

melaksanakan peneltian di Kabupaten Bantul.

7. Kepala Sekolah dan Guru-guru di SD N 2 Jambidan, SD N 2 Panjangrejo, SD

N Siluk, SD N Wojo, SD N Kepuhan, SD N Sawahan, SD N Soka yang telah

memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menyebarkan kuesioner di

sekolah yang Bapak/Ibu pimpin.

8. Ferdinandus Sudaris dan Margaretha Lutini serta segenap keluarga yang telah

memberikan dukungan, semangat dan doa.

9. Teman-teman kelompok penelitian Veronica Mayang Sari, Elisabet Lisara

Musita Sari, Tri Wahyu Setyaningsih, Laurentius Beny Widya Ardika yang

saling memberikan semangat, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan

skripsi ini.

10.Sahabat saya Christina Desty Ambarwati yang telah memberikan doa dan

dukungan selama ini.

11.Sahabat di PGSD maupun di luar PGSD yang telah mendukung penelitian.

12.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan tidak dapat

(15)

xii

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Peneliti berharap

skripsi ini dapat memberikan inspirasi dan sumber belajar bagi peneliti lain yang

memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.

Yogyakarta, 23 Agustus 2016

Peneliti

(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 5

1.3Rumusan Masalah ... 5

1.4Tujuan Penelitian ... 5

1.5Manfaat Penelitian ... 6

1.6Definisi Operasional... 6

BAB II KAJIAN TEORI ... 8

2.1Landasan Teori ... 8

2.1.1Pendidikan Inklusi ... 8

2.1.1.1Pengertian Pendidikan Inklusi... 8

2.1.1.2Tujuan Pendidikan Inklusi ... 11

2.1.1.3Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 12

2.1.1.4Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi ... 13

2.1.1.5Fungsi Pendidikan Inklusi ... 15

2.1.2Sekolah Dasar Inklusi ... 16

2.1.3Metode Pengajaran ... 18

2.1.4Sekolah Dasar Inklusi di Bantul ... 24

2.1.5Kecerdasan Ganda ... 27

2.1.6Anak Berkebutuhan yang Sukses ... 28

2.2Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

2.3Kerangka Berpikir ... 37

(17)

xiv

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1Jenis Penelitian ... 39

3.2Setting Penelitian ... 39

3.3Variabel Penelitian ... 40

3.4Populasi dan Sampel ... 41

3.5Teknik Pengumpulan Data ... 42

3.6Instrumen Penelitian... 43

3.7Teknik Pengujian Instrumen ... 47

3.8Teknik Analisis Data ... 54

3.9Jadwal Penelitian ... 57

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1Deskripsi Penelitian ... 58

4.2Analisis Kuesioner ... 58

4.3Hasil Penelitian ... 63

4.3.1 Metode Pengajaran yang Digunakan... 63

4.3.2 Pemetaan Bentuk Metode Pengajaran ... 64

4.4Pembahasan ... 65

BAB V PENUTUP ... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 69

5.3 Saran ... 70

(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jumlah Siswa ABK di Kabupaten Bantul ... 25

Tabel 2.2 Daftar Jumlah ABK dan Karakterisiknya ... 26

Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran di Sekolah Dasar Inklusi se- Kabupaten Bantul ... 44

Tabel 3.2 Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul ... 46

Tabel 3.3 Hasil Validasi Konstruk ... 51

Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas ... 53

Tabel 3.5 Hasil Reliabilitas ... 54

Tabel 3.6 Contoh Coding Data... 55

Tabel 3.7 Jadwal Penelitian... 57

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 1

Lampiran 2 Validitas Isi ... 5

Lampiran 3 Hasil Validitas Konstruk ... 9

Lampiran 4 Hasil Reliabilitas ... 10

Lampiran 5 Pengolahan Data Mean ... 11

(20)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gambar Bagan Hasil Penelitian yang Relevan ... 36

Gambar 3.1 Gambar Alpha Croncbach ... 53

Gambar 4.1 Gambar Hasil Kuesioner Metode Pengajaran Langsung ... 59

Gambar 4.2 Gambar Hasil Kuesioner Metode Pengajaran Tak Langsung ... 60

Gambar 4.3 Gambar Hasil Kuesioner Latihan Mandiri ... 61

Gambar 4.4 Gambar Hasil Kuesioner Scaffolding ... 62

(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.

1.1Latar Belakang

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar

belakang siswa baik mental, sosial, fisik, maupun intelektual. Anak yang

memiliki kelainan mental, fisik, sosial maupun intelektual disebut anak

berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki

karakteristik berbeda dengan anak lain pada umumnya (Wiyani, 2014: 17)..

Pemerintah membantu mengupayakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus

untuk mengenyam pendidikan bersama anak berkebutuhan tidak secara khusus

dengan menyelenggarakan sekolah inklusi.

Ilahi (20013: 87) menyebutkan, sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang

mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan

khusus ke dalam satu sistem pendidikan. Dalam sekolah inklusi, anak

berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara

khusus. Ada 43 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul yang tersebar di 16

kecamatan yaitu Kecamatan Dlingo, Kecamatan Imogiri, Kecamatan Kasihan,

(22)

2

Piyungan, Kecamatan Kretek, Kecamatan Sedayu Kecamatan Pandak, Kecamatan

Jetis, Kecamatan Bambanglipuro, Kecamatan Sewon, Kecamatan Pajangan,

Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Pleret. Sekolah inklusi di Kabupaten Bantul

melayani anak berkebutuhan khusus slow learner, diskalkulia, diseleksia, digrafia

hiperaktif dan tunanetra.

Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan sekolah inklusi, guru perlu

mengetahui metode pengajaran yang harus dikuasai supaya dapat

mengembangkan potensi siswa. Metode pengajaran adalah cara yang digunakan

guru untuk mencapai tujuan pembelajaran (Siregar 2010: 32). Di sekolah dasar

inklusi ada empat metode pengajaran yaitu metode pengajaran langsung, metode

pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding. Metode pengajaran

langsung adalah pendekatan yang dirancang khusus untuk menunjang proses

belajar siswa demi meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, serta

psikomotorik siswa berkebutuhan khusus maupun siswa berkebutuhan tidak

secara khusus. Dalam metode pengajaran langsung guru sebagai penyampai

informasi dan perlu memberikan latihan untuk memeriksa pemahaman siswa

dengan mengajukan pertanyaan untuk materi baru. Keterampilan guru dalam

menyampaikan materi bisa melalui metode demonstrasi, tanya jawab, dan

ceramah. Selanjutnya guru memberikan umpan balik ketika jawaban siswa salah.

Bentuk metode pengajaran yang selanjutnya yaitu metode pengajaran tidak

langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat

(23)

pengajaran tidak langsung disebut juga dengan pengajaran inkuiri, atau

pengajaran penemuan (dalam Maroney: 2003). Peran guru dalam pendekatan

inkuiri sebagai fasilitator yang membimbing penyelidikan siswa dengan

membantu mengidentifikasi persoalan kemudian menemukan solusi dari

permasalahan yang ditemukan siswa. Guru merancang lingkungan belajar, dengan

memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dan guru memberikan

umpan balik ketika siswa melakukan inkuiri.

Metode pengajaran dengan latihan mandiri memberikan kesempatan kepada

siswa supaya mandiri. Latihan yang diberikan untuk siswa bersifat individual

sehingga memungkinkan siswa bekerja secara mandiri tanpa bantuan guru atau

siswa lain. Tujuan dari penggunaan metode latihan mandiri supaya siswa

membangun insiatif secara mandiri untuk meningkatkan kemampuan yang

dimilikinya. Dengan memberikan latihan yang tersistem sangat membantu anak

berkebutuhan khusus supaya dapat menguasai keterampilan akademis.

Sedangkan metode pengajaran scaffolding merupakan bentuk dukungan yang

disediakan oleh guru atau siswa lain untuk membantu siswa menjembatani jarak

antara kemampuan mereka sekarang dengan target yang akan dituju. Dukungan

yang diberikan guru kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan serta potensi

siswa dengan menyediakan pembelajaran yang beraneka ragam, mengatur tingkat

kesulitan selama memberikan latihan dengan materi sederhana serta melatih

(24)

4

Peneliti tertarik untuk menemukan data tentang metode pengajaran di sekolah

dasar inklusi se-Kabupaten Bantul. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner

dengan 15 pertanyaan tertutup. Pernyataan yang disusun berdasarkan kisi-kisi

indikator bentuk metode pengajaran. Dalam aspek pertama yaitu metode

pengajaran langsung terdapat 3 indikator yaitu (1) memberikan latihan dengan

bimbingan, (2) penyampaian materi, dan (3) memberikan umpan balik. Indikator

dari aspek kedua tentang metode pengajaran tak langsung yaitu (1) guru sebagai

fasilitator, (2) berpusat pada siswa. Indikator aspek ketiga tentang latihan mandiri

yaitu (1) memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri, (2) melatih siswa untuk

berlatih sejumlah kecil keterampilan, (3) memberikan latihan agar siswa dapat

memperkembangkan kemampuan. Indikator aspek ketiga tentang scaffolding

yaitu (1) mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran, (2) memanfaatkan model

pembelajaran yang beragam, (3) melatih tanggung jawab.

Kuesioner dibagikan kepada 29 guru yang ada di 7 sekolah dasar inklusi

se-Kabupaten Bantul agar peneliti dapat memetakan metode pengajaran yang

digunakan oleh guru. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Metode

Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten

(25)

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi

masalah-masalah yang ada, yaitu :

1.1.1Menemukan sekolah dasar tempat penelitian sesuai dengan ciri-ciri sekolah

inklusi.

1.1.2Memetakan metode pengajaran yang digunakan di sekolah dasar inklusi

se-Kabupaten Bantul.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah:

1.3.1Apakah metode pengajaran yang digunakan oleh guru di sekolah dasar

inklusi se-Kabupaten Bantul?

1.3.2Bagaimanakah hasil pemetaan metode pengajaran dari setiap sekolah di SD

inklusi se-Kabupaten Bantul?

1.4Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1.4.1Mendeskripsikan metode pengajaran yang digunakan oleh guru di sekolah

dasar inklusi se-Kabupaten Bantul.

1.4.2Memetakan metode pengajaran dari setiap sekolah di sekolah dasar inklusi

(26)

6

1.5Manfaat Penelitian A.Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi guru di sekolah

dasar inklusi di Kabupaten Bantul tentang metode pengajaran yang sesuai.

B.Manfaat Praktis

1. Bagi Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah memperoleh data mengenai metode pengajaran yang diberikan

2. Bagi Guru

Guru mendapatkan informasi tentang metode pengajaran yang diberikan

pada siswa berkebutuhan khusus.

3. Bagi Peneliti

Peneliti dapat melakukan penelitian kuantitatif di sekolah dasar inklusi

se-Kabupaten Bantul untuk dapat memetakan tentang metode pengajaran yang

digunakan guru.

1.6Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi menjadikan variabel-variabel yang sedang

diteliti bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran

variabel-variabel tersebut (Sarwono, 2006: 27). Untuk menghindari kesalahpahaman

beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penelitian ini

merumuskan definisi operasional:

1. Metode pengajaran adalah cara tertentu yang digunakan guru dalam

(27)

2. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar yang melayani siswa-siswi

berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama siswa-siswi yang tidak

berkebutuhan secara khusus. khusus dan anak berkebutuhan khusus untuk

belajar bersama.

3. SD Inklusi se-Kabupaten Bantul adalah sekolah dasar inklusi di Kabupaten

(28)

8 BAB II KAJIAN TEORI

Pada bab kajian teori ini, peneliti membahas tentang landasan teori, hasil

penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

2.1 Landasan Teori 2.1.1Pendidikan Inklusi

2.1.1.1Pengertian Pendidikan Inklusi

Pendidikan membawa perkembangan yang penting dalam

perkembangan manusia. Dengan begitu pendidikan juga menjadi hak asasi

bagi manusia tanpa terkecuali, baik anak berkebutuhan tidak secara khusus

maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus tanpa memandang latar

belakang kehidupan. Dalam hal ini anak yang memiliki kebutuhan khusus

berhak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kesempatan seperti anak

berkebutuhan tidak secara khusus yang lain. Permasalahan yang terjadi

sekarang ini adalah tidak semua daerah di Indonesia dekat dengan SLB

(sekolah luar biasa), kalaupun ada biasanya terdapat di di daerah ibukota

kabupaten. Padahal anak-anak yang berkelainan tidak hanya di daerah

kabupaten, banyak yang tersebar di daerah-daerah terpencil. Keadaan

ekonomi orang tua yang lemah terpaksa tidak disekolahkan di SLB, dan tidak

semua sekolah regular mampu menangani siswa yang memiliki kebutuhan

(29)

Dalam persoalan yang seperti ini, muncul pendidikan inklusi yang bisa

menjadi solusi bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus. Inklusi berasal

dari Bahasa Inggris yaitu inclution. Smith (2012: 45) menyebutkan inklusi

adalah istilah terbaru yang dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan

bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/ cacat) ke dalam

program-program sekolah. Ilahi (2013: 23) menyebutkan pendidikan inklusi

merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang

kehidupan anak karena keterbatasan fisik dan mental. Di Indonesia,

pendidikan inklusi secara resmi didefinisikan sebagai sistem layanan

pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama

dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat

tinggalnya, Ilahi (2013: 23). Melalui pendidikan inklusi ini, anak yang

memiliki kebutuhan khusus bisa mendapatkan hak untuk memperoleh

pendidikan tanpa merasa berkecil hati apabila harus berkumpul bersama anak

lain yang memiliki fisik yang normal.

Dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem

Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa anak atau peserta didik yang memiliki

kelainan fisik dan mental disebut dengan istilah anak luar biasa. Sementara

dalam Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional, anak yang memiliki kelainan fisik dan mental disebut dengan istilah

anak berkebutuhan khusus, Wiyani (2014: 17). Anak bekebutuhan khusus

(30)

10

pada umumnya pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada

ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Kirk dan Gallagher (1986: 5).

mengemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus (the exceptional child)

adalah anak yang berbeda dari anak rata-rata atau normal dalam perihal;

karakteristik mental, kemampuan sensori, kemampuan komunikasi, perilaku

sosial serta karakterisitik fisik. Sedangkan Hallan dan Kauffman (1986: 7)

mengemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang

memerlukan pendidikan khusus yang disebabkan karena mereka mempunyai

perbedaan yang sangat mencolok dari anak-anak pada umumnya. Dari

pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan

khusus adalah anak yang memiliki karakteristik berbeda dengan anak lain

pada umumnya tanpa selalu menunjukkan perbedaan emosi, fisik dan mental,

sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus. Menurut

Mangunsong (dalam Aziz, 2015: 59) menyebutkan bahwa jenis-jenis anak

berkebutuhan khusus terdiri atas, autis (Autistic Spectrum Disorder), Attention

Defict Hyperactivity Disorder (ADHD), anak berbakat (gifted), anak dengan hambatan berbicara dan bahasa, anak berkesulitan belajar, tunanetra,

tunarungu, dan tunagrahita. Sedangkan Cahya (2013: 9) menyebutkan jenis

anak berkebutuhan khusus meliputi tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna

daksa, tuna laras, gifted, slow learner, anak berkesulitan belajar spesifik, anak

autis, anak ADHD.

(31)

2.1.1.2Tujuan Pendidikan Inklusi

Pendidikan menjadi kebutuhan dasar manusia di jaman sekarang, hal

ini menjadi kewajiban pemerintah dalam mengupayakan pelayanan

pendidikan yang bermutu bagi masyaratkatnya. Dalam pemenuhan kebutuhan

pendidikan hendaknya secara menyeluruh bagi siapa saja termasuk mereka

yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (berkebutuhan khusus). Anak

yang memiliki kebutuhan khusus disediakan sekolah khusus yaitu Sekolah

Luar Biasa (SLB). Sementara tidak semua wilayah di sekitar lingkungan

tempat tinggal ada sekolah khusus ini, meskipun ada jaraknya sangat jauh.

Dengan adanya sekolah untuk anak berkebutuhan khusus dapat membangun

tembok bagi anak yang berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan tidak

secara khusus pada umumnya. Adanya tembok pemisah ini menjadikan proses

saling mengenal antara anak berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan

tidak secara khusus lainnya terhambat.

Salah satu kesepakatan internasional yang mendorong terwujudnya

sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with

Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban

untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan

pendidikan. Tujuan dari penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah, Ilahi

(32)

12

1. memberikan layanan pendidikan bagi siswa yang berkesulitan belajar dan

siswa yang memerlukan layanan pendidikan khusus, agar potensi yang

dimiliki (kognitif,afektif, dan psikomotorik) dapat berkembang secara

optimal dan mereka dapat hidup mandiri bersama anak- anak normal sesuai

dengan prinsip pendidikan serta dapat berperan dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara.

2. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang

memilki kelainna fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi

kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang

bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.

3. mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai

keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik,

meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan

angka tinggal kelas dan putus sekolah.

2.1.1.3Karakteristik Pendidikan Inklusi

Hakikat pendidikan inklusi sesungguhnya berupaya memberikan

peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia untuk memperoleh

pelayanan pendidikan yang terbaik dan memadahi demi membangun masa

depan bangsa. Hal ini sesuai dengan kebijakan pendidikan inklusi yang

tertuang dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan

Inklusi yang menyatakan bahwa “sistem penyelenggaran pendidikan yang

(33)

dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti

pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara

bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya” Ilahi (2013:42). Dalam

pendidikan inklusi, menempatkan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan,

sedang, dan berat secara penuh di kelas biasa, karena tujuan dari inklusi

sendiri adalah layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada

waktu yang sama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus, Sunardi

(dalam Ilahi, 2013: 42).

Karakter pendidikan inklusi yakni terbuka dan menerima tanpa syarat

anak Indonesia yang berkeinginan kuat untuk mengembangkan kreativitas dan

keterampilan mereka dalam satu wadah yang sudah direncanakan dengan

matang. Pendidikan inklusi memiliki empat karakter makna, antara lain (1)

proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara merespon

keragaman individu; (2) memperdulikan cara-cara untuk meruntuhkan

hambatan-hambatan anak dalam belajar; (3) anak kecil yang hadir (di

sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam

hidupnya; (4) diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong

marginal, eksklusif, dan membutuhakn layanan pendidikan khusus dalam

belajar (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004).

2.1.1.4Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi

Dalam dunia pendidikan sudah sewajarnya apabila tidak ada

(34)

14

memungkinkan, semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang

kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah

inklusi harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda

dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan

belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada

semua siswa. Hal itu dapat dicapai melalui penyusunan kurikulum yang tepat,

pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat,

pemanfaatan sumber-sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan

kemitraan dengan masyarakat sekitar.

Prinsip pendidikan inklusi berkaitan langsung dengan jaminan akses

dan peluang bagi semua anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan tanpa

memandang latar belakang kehidupan mereka. Jaminan akses dan peluang

merupakan catatan penting yang harus dipertimbangkan dalam menolak anak

berkebutuhan khusus yang hendak belajar bersama dengan anak berkebutuhan

tidak secara khusus lainnya. Bagi anak berkebutuhan khusus, akses

pendidikan formal sangat mereka impikan demi mendapatkan layanan

pendidikan terbaik seperti anak berkebutuhan tidak secara khusus pada

umumnya, Ilahi (2013:46). Pendidikan inklusi menekankan pada keterbukaan

dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi

menjamin akses dan kualitas yang terintegrasi tanpa terkecuali. Satu tujuan

(35)

kecacatannya di kelas regular bersama-sama dengan anak berkebutuhan tidak

secara khusus lainnya dengan dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya.

Prinsip dasar pendidikan inklusi harus sejalan dengan rekomendasi

dan dokumen internasional yang menegaskan perlunya kesempatan pada anak

berkebutuhan khusus dalam lingkungan formal. Prinsip ini harus sejalan

dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan sebagai basis utama dalam membela anak berkelainan atau

penyandang cacat. Ini karena, pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip

bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukan untuk semua siswa tanpa

menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan

khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa, Florian (2008:

123). Atas dasar pengertian dan dasar pendidikan inklusi tersebut, dapat

dikatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang berusaha

mengakomodasi segala jenis perbedaan dari peserta didik.

2.1.1.5Fungsi Pendidikan Inklusi

Alimin (dalam Kustawan & Meimulyani, 2013: 20) menjelakan bahwa

sesuai disiplin ilmu fungsi pendidikan khusus dibagi menjadi 3 yaitu :

1. Fungsi Preventif

Melalui pendidikan inklusif guru melakukan upaya pencegahan agar tidak

muncul hambatan-hambatan yang lainnya pada anak berkebutuhan

(36)

16

2. Fungsi Intervensi

Pendidikan inklusif menangani anak berkebutuhan khusus agar dapat

mengembangkan potensi yang dimilikinya.

3. Fungsi Kompensasi

Pendidikan inklusif membantu anak berkebutuhan khusus untuk

menangani kekurangan yang ada pada dirinya dengan menggantikan

dengan fungsi lainnya.

2.1.2Sekolah Dasar Inklusi

Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasi dan

mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program

yang sama, Ilahi (2013: 87). Salah satu karakteristik penting dalam sekolah

inklusi adalah satu komunitas yang kohesif, menerima, dan responsif terhadap

kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon- Shevin (dalam 2013: 87)

mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusi.

1. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang

menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Dengan adanya

pendidikan inklusi, tidak hanya meingkatkan potensi melainkan juga

menciptakan keterbukaan dan meghargau tanpa ada diskriminasi terhadap

anak berkebutuhan khusus. Guru mempunyai tanggung jawab dalam

menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh

(37)

perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi

dan sebagainya.

2. Mengajar di kelas memerlukan perubahan dalam penerapan kurikulum.

Berbeda dengan mengajar di kelas reguler, karena dalam sekolah inklusi

membutuhkan penanganan yang serius untuk memberikan pelayanan

terbaik, karena siswa memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda

dengan anak normal. Pendekatan pengajaran membutuhkan kerjasama

antara guru dan peserta didik. Dalam sekolah inklusi mengguakan

pendekatan kooperatif yang melibatkan kerjasama antar siwa dan bahan

belajar tematik. Penggunaan pembelajaran ini juga pada kondisi peserta

didik, apakah mereka sanggup menerima materi pelajaran.

3. Mendorong guru untuk mengajar pendidikan inklusi berarti berupaya

menyiapkan pembelajaran secara interaktif. Seorang guru secara sendirian

di dalam kelas harus bisa berjuang memenuhi kebutuhan semua anak di

kelas. Karena semua anak di dalam kelas ketika belajar bukan saling

berkompetisi melainkan belajar bersama dan saling mengajar satu sama

lain.

4. Pendidikan inklusi berbarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya

untuk menghapus segala hambatan dalam proses pembelajaran. Kerjasama

antar guru sangatlah penting, selain itu guru juga bisa bekerjasama dengan

para professional, ahli bina bicara, petugas bimbingan, guru pembimbing

(38)

18

5. Pendidikan inklusif berarti melibatkan peran orangtua secara bermakna

dalam proses perencanaan. Keberhasilan pendidikan sangat bergantung

pada pertisipasi aktif orangtua pada pendidikan anaknya, misal

keterlibatan mereka dala penyususnan Program Pengajaran Individual

(PPI) dan bantuan dalam belajar di rumah.

2.1.3Metode Pengajaran

Metode adalah salah satu alat untuk mencapai suatu tujuan, Djamarah

(dalam Zain, 2010: 11). Pengajaran dapat diartikan sebagi praktik menularkan

informasi untuk proses pembelajaran, Huda (2013:6). Metode pengajaran

merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan, Siregar (2010: 32). Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Bahri

(dalam Siregar, 2010: 32) bahwa metode pengajaran sebagai cara yang

digunakan guru sehingga dalam menjalankan fungsinya, metode merupakan

alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai

secara maksimal apabila seorang guru menggunakan metode pengajaran

dengan tepat, Raharjo (2012: 56). Dari beberapa pendapat diatas dapat

disimpulkan bahwa metode merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, dan

tujuan akan tercapai apabila metode yang digunakan sesuai dengan

karakteristik siswa. Dengan begitu, dalam memilih metode pengajaran yang

akan digunakan ketika mengajar di dalam kelas, guru harus mengetahui latar

(39)

Dalam pendidikan inklusi, bentuk metode pengajaran yang digunakan

guru di kelas meliputi, metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak

langsung, scaffolding, dan latihan mandiri, Rosenshine dan Stevens (dalam

Friend 2015: 202). Berikut ini berbagai bentuk metode yang digunakan dalam

pendidikan inklusi:

1. Metode Pengajaran Langsung

Siswa akan lebih siap untuk mempelajari keterampilan dan pokok bahasan

ketika materi tersebut disampaikan secara sistematis dan eksplisit melalui

metode pengajaran langsung, Rosenshine dan Stevens (dalam Friend 1986:

202). Pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat

teacher center. Model pengajaran ini merupakan model yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi dan paling sering digunakan, Majid

(2013: 11). Dalam metode ini di dalamnya termasuk metode ceramah,

praktek, latihan dan demonstrasi. Menurut Arends (dalam Trianto

2009:41) model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan yang

dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan

dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang

terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang

betahap. Berikut beberapa elemen kuncinya:

(40)

20

Aspek dari pengajaran langsung ini termasuk menetapkan kegiatan

rutinitas untuk memeriksa pekerjaan rumah serta mengulas kembali

keterampilam prasyarat dan pengajaran yang sebelumnya.

b. Menampilkan muatan atau keterampilan baru. Para guru memulai

pelajaran dengan pernyataan pendek mengenai gambaran ringkas

mengenai apa yang akan dipelajari. Materi disampaikan dengan langkah

kecil, misalnya demonstrasi atau menggunakan ilustrasi dan contoh

konkret. Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak

berkebutuhan khusus selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan

terapi juga dapat dijadikan bekal dalam kehidupan kelak. Selektif yaitu

untuk mengarahkan minat, bakat serta keterampilan. Edukatif berarti

membimbing anak untuk berpikir logis, berperasaan halus dan

kemampuan untuk bekerja. Rekreatif adalah kegiatan yang dipergagakan

sangat menyenangkan bagi anak berkebutuhan khusus. Terapi yaitu

aktivitas keterampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana

habilitasi akibat kelainan atau ketunaan yang disandangnya.

c.Menyediakan latihan dengan bimbingan (dan memeriksa pemahaman

siswa). Cara guru membimbing yaitu dengan mengajukan beberapa

pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang berkaitan dengan

keterampilan baru. Respon siswa tidak hanya memberikan kesempatan

bagi siswa untuk berlatih namun juga memungkinkan kita untuk

(41)

d. Memberikan umpan balik dan koreksi serta mengajari ulang. Ketika

siswa menjawab dengan percaya diri dan jawaban benar, maka guru

wajib memberikan pengakuan singkat dari jawaban siswa misalnya

dengan “Ya, itu benar”. Apabila siswa menjawab dengan ragu-ragu,

guru bisa memberikan pengakuan singkat, misalnya “Ya, Aris itu benar

karena……”. Apabila jawaban siswa masih salah atau kurang tepat,

maka guru wajib memberikan umpan balik dengan membenarkan

jawaban siswa.

e.Menyediakan latihan mandiri. Siswa-siswi diberikan tugas latihan

mandiri yang berkaitan langsung dengan keterampilan yang diajarkan

sampai siswa bisa menjawab dengan benar.

f.Sering-sering mengulas kembali. Memberikan ulasan mengenai materi

yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pekerjaan rumah

dan ulangan. Materi yang terlewatkan dalam pekerjaan rumah atau

ulangan bisa diajarkan kembali.

2. Metode Pengajaran Tidak Langsung

Metode pengajaran langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan siswa

yang tinggi dalam melakukan observasi dan penyelidikan. Borich

menyebutkan tipe pengajaran ini sering disebut sebagai konstruktivis

karena adanya keyakinan bahwa siswa-siswi mampu membangun

pengertian mereka sendiri, dan dari sebagian kasus tanpa pengajaran

(42)

22

pengajaran tidak langsung paling umum disebut dengan pengajaran inkuiri,

atau pengajaran penemuan (dalam Maroney: 2003). Peran guru dalam

pendekatan inkuiri sebagai fasilitator yang membimbing penyelidikan

siswa dengan membantu mengidentifikasi persoalan kemudian menemukan

solusi dari permasalahan yang ditemukan siswa. Dalam pembelajaran tidak

langsung guru merancang lingkungan belajar, dengan memberikan

kesempatan kepada siswa untuk terlibat dan guru memberikan umpan balik

ketika siswa melakukan inkuiri. Metode pengajaran tidak langsung

mensyaratkan digunakannya bahan pengajaran non cetak maupun cetak

serta sumber-sumber lain.

3. Latihan Siswa Mandiri

Dalam metode pengajaran latihan mandiri ini memberikan kesempatan

kepada siswa supaya mandiri. Latihan yang diberikan untuk siswa bersifat

individual sehingga memungkinkan siswa bekerja secara mandiri.

Penggunaan model pengajaran ini bertujuan untuk membangun inisiatif

dari masing-masing siswa secara individu, kemandirian serta peningkatan

diri. Selain itu, pemberian tugas juga harus spesifik dan tersistem, harus

berkaitan dengan objek sasarannya. Dengan memberikan latihan yang

tersistem sangat membantu anak berkebutuhan khusus supaya dapat

menguasai keterampilan akademis. Bentuk latihan lain yang dapat

membantu siswa, yaitu dengan memberikan pekerjaan rumah. Pekerjaan

(43)

4. Scaffolding

Scaffolding merupakan “bentuk dukungan yang disediakan oleh guru (atau siswa lain) untuk membantu siswa menjembatani jarak antara kemampuan

mereka yang sekarang dengan target yang dituju”, Rosenshine & Stevens

(dalam Friend 1992: 2). Dukungan yang diberikan ini meliputi strategi

pengajaran tersistematis. Sebelum menggunakan scaffolding, mula-mula

guru mencari tahu jika siswa-siswinya memiliki pengetahuan dasar yang

diperlukan untuk mempelajari keterampilan yang akan diajarkan.

a. Memberikan strategi kognitif yang baru. Guru memperkenalkan strategi

yang konkret. Pertama-tama guru memperkenalkan strategi pemecahan

masalah dengan mendefinisikan masalah, mengajukan hipotesis untuk

menjelaskan masalah, mengumpulkan data untuk mengevaluasi hipotesis,

mengevaluasi bukti, dan membuat kesimpulan.

b. Mengatur tingkat kesulitan selama latihan terbimbing. Pada tahap ini, siswa

mulai melatih strategi baru dengan materi pelajaran yang sudah

disederhanakan sehingga mudah untuk mempelajarinya.

c. Menyediakan konteks yang beraneka ragam untuk latihan siswa. Proses

pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, melainkan bisa di

luar kelas atau dibuat kelompok kooperatif sehingga masing-masing siswa

(44)

24

d. Menyediakan umpan balik, guru membuat daftar ceklis evaluasi

berdasarkan pada pemecahan masalah. Siswa mengajukan pertanyaan

kepada dirinya sendiri untuk mengevaluasi kemampuan diri siswa.

e. Mengingkatkan tanggung jawab siswa. Siswa diberikan tugas mandiri,

namun dengan meminimalisir bantuan dari guru atau teman lain.

f. Menyediakan latihan mandiri. Guru memberikan tugas individu kepada

siswa untuk membantu mereka dalam menerapkan hal yang telah mereka

pahami terhadap situasi baru.

Berdasarkan bentuk-bentuk metode pengajaran di sekolah inklusi, maka

sangatlah perlu bagi guru di sekolah dasar inkusi untuk memahami bentuk

metode pengajaran ini sehingga dalam penarapannya di dalam kelas

mampu meningkatkan kemampuan serta potensi dari siswa. Untuk itu, teori

dalam metode pengajaran ini dijadikan acuan dalam penyusunan kisi-kisi

metode pengajaran yang peneliti lakukan.

2.1.4Sekolah Dasar Inklusi di Bantul

Di Bantul ada 43 sekolah dasar inklusi yang terletak di 16 kecamatan. Ada

6 sekolah dasar inklusi yang terletak di Kecamatan Dlingo, 2 sekolah dasar

inklusi di Kabupaten Imogiri, 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Kasihan,

4 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Banguntapan, 2 sekolah dasar inklusi di

Kecamatan Bantul, 4 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Pundong, 3 sekolah

dasar inklusi di Kecamatan Piyungan, 3 sekolah dasar inklusi di Kecamatan

(45)

di Kecamatan Pandak, 3 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Jetis, 2 sekolah

dasar inklusi di Kecamatan Bambanglipuro, 4 sekolah dasar inklusi di

Kecamatan Sewon, 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Pajangan, 1 sekolah

dasar inklusi di Kecamatan Sanden, dan 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan

Pleret.

Tabel 2.1

Daftar Sekolah Inklusi dan Jumlah Siswa ABK.

(46)

26

dasar inklusi se-Kabupaten Bantul yang menjadi sampel dalam penelitian.

Tabel 2.2

Daftar Jumlah ABK dan Karakteristiknya

No Nama SD Kecamatan Keterangan 1 SD N 2 Jambidan Banguntapan 4 siswa slow learner

(47)

1 siswa diskalkulia 5 SD Negeri Siluk Imogiri 10 siswa slow learner

6 SD Negeri Kepuhan Sewon

31 siswa slow learner 9 siswa hiperaktif 1 siswa tuna wicara

7 SD Negeri Sawahan Jetis 11 siswa slow learner 5 siswa hiperaktif Tabel 2.2, menyebutkan jumlah siswa ABK yang ada di 7 sekolah dasar

inklusi yang menjadi sampel dalam penelitian. Di sekolah dasar inklusi

se-Kabupaten Bantul, kategori siswa yang bersekolah di sekolah dasar inklusi

bermacam-macam. Dari 7 sekolah dasar inklusi yang menjadi sampel dalam

penelitian, ada berbagai karakteristik anak berkebutuhan khusus yaitu slow

learner, tunanetra, dan hiperaktif. Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang merata di berbagai sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul yaitu slow

learner.

2.1.5Kecerdasan Ganda

Teori kecerdasan ganda (multiple intelligences atau MI) ditemukan dan

dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan

dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Havard

University, Amerika Serikat, Suparno (2004: 17). Intelegensi memuat

kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang

bermacam-macam. Gardner membedakan antara intelegensi lama yang dikur

dengan IQ dan intelegensi ganda yang ia temukan. Dalam pengertian lama,

intelegensi seseorang dapat diukur dengan ters tertulis (tes IQ); IQ seseorang

(48)

28

menonjol dalam pengukuran IQ adalah kemampuan matematis-logis dan

linguistik, Suparno (2004: 19). Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai

kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam

suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Ada 9

intelegensi yang diterima yaitu intelegensi linguistik, intelegensi

matematis-logis, intelegensi ruang visual, intelegensi kinestetik, intelegensi musikal,

intelegensi interpersonal, intelegensi intrapersonal, intelegensi lingkungan,

dan intelegensi eksistensial.

2.1.6Anak Berkebutuhan Khusus yang Sukses

Setiap anak adalah unik dan mereka memiliki karakter yang berbeda,

Subini (2014: 80). Dengan begitu, karakter anak yang satu dengan yang lain

berbeda dan setiap orang tidak ada yang sempurna. Namun, dibalik

ketidaksempurnaan seseorang tersimpan sebuah kelebihan dan potensi yang

perlu digali sehingga dapat dikembangkan menjadi kemampuan yang luar

biasa. Tidak jarang anak berkebutuhan khusus lebih berpotensi dibandingkan

dengan anak normal secara fisik. Banyak anak inklusi yang sukses dan

mampu mengembangkan potensinya sehingga potensi yang ia miliki dapat

menjadi luar biasa. Banyak faktor yang mempengaruhi seorang anak

berkebutuhan khusus menjadi sukses, diantaranya dukungan dari orang tua

dan lingkungan sekitar, serta pemilihan pendidikan yang bagus. Salah satu

anak berkebutuhan khusus yang sudah memberi bukti bahwa dengan

(49)

Albert Einstein adalah seorang ilmuwan fisika teoritis yang dipandang

luas sebagai ilmuwan besar dan mengemukakan teori relativitas serta banyak

menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistika,

dan kosmologi. Albert Einstein lahir di Ulm, Kerajaan Wuttemberg, Jerman

pada tanggal 14 Maret 1879. Ayahnya bekerja sebagai penjaja ranjang bulu

yang kemudian beralih pekerjaan menjadi ahli elektrokimia. Keluarga yang

dimiliki oleh Einstein sangatlah konsen terhadap pendidikan anaknya

terutama dibidang sains dan musik. Einstein yang terkenal dianggap sebagai

pelajar yang lambat, ia mengalami diseleksia (kesulitan membaca) dan

pemalu. Pendapat lain mengatakan bahwa Einstein menderita Sindrom

Asperger yaitu kondisi yang berhubungan dengan autisme. Albert mengalami

kesulitan saat mengikuti mata pelajaran di sekolahnya terutama dalam hal

hitungan dan ilmu alam. Dia dianggap murid yang terbelakang di sekolahnya,

dikarenakan kepribadiannya yang pemalu, namun setelah diteliti otaknya saat

meninggal dunia, hal itu dikarenakan struktur otaknya yang tidak biasa dan

cenderung berpikir dengan olah pikirannya sendiri.

Pada tahun 1896, Albert Einstein masuk Institut Teknologi Swiss

Federal, di Zurich. namun ia gagal saat tes. Kemudian dikirim oleh

keluarganya ke Aarau, Swiss, untuk menyelesaikan sekolah menengahnya, di

mana dia menerima diploma. Dengan beberapa kali usaha untuk mendaftar,

akhirnya Einstein bisa menimba ilmu di Institut Teknologi Swiss Federal, di

(50)

30

sains kepada teman dekatnya termasuk Mileva yang kemudian menjadi

istrinya dan dikaruinai dua orang anak. Setelah lulus, ia memutuskan untuk

melamar perkerjaan yang berkaitan dengan penelitian namun selalu ditolak,

akhirnya ayah dari teman kelasnya menolong dan kemudian dipromisikan

untuk bekerja di Kantor Paten Swiss sebagai asisten teknik pemeriksa pada

tahun 1902. Einstein bertugas sebagai menilai aplikasi paten penemu untuk

alat yang memerlukan pengetahuan fisika. Dia kadang-kadang membetulkan

desain mereka dan juga mengevaluasi kepraktisan hasil kerja mereka.

Pada 1904, posisi Einstein di Kantor Paten Swiss menjadi tetap. Dia

mendapatkan gelar doktor setelah menyerahkan thesis "Eine neue

Bestimmung der Moleküldimensionen" (On a new determination of molecular

dimensions) pada tahun 1905 dari Universitas Zurich. Pada tahun yang sama pula Einstein menulis empat artikel yang memberikan dasar fisika modern.

Banyak fisikawan yang setuju bahwa ketiga thesis yang ia buat (tentang gerak

Brownian), efek fotolistrik, dan relativitas khusus) pantas mendapat

Penghargaan Nobel. Albert Einstein kemudian menyerahkan thesis-thesisnya

ke “Annalen der Physik” yaitu organisasi Persatuan Fisika Murni dan

Aplikasi.

Dari cerita Albert Eisntein, dapat dilihat bahwa anak berkebutuhan

khusus bisa saja memiliki potensi yang lebih dibandingkan anak berkebutuhan

tidak secara khusus lainnya. Ia memiliki kecerdasan ganda seperti teori

(51)

linguistik, yaitu kemampuan mengolah kata-kata secara baik. Meskipun ia

memiliki kelainan (diseleksia) namun ia mampu menyusun empat artikel dan

menyususn thesis yang kemudian menemukan berbagai teori mengenai fisika.

(2) Kecerdasan matematis-logis, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan

penggunaan bilangan dan logika. Orang yang berintelegensi matematis-logis

senang menggeluti simbol dan angka. Ensitein dengan teori relativitasnya,

yang terkenal dengan rumus E=mc2 memiliki intelegensi matematis-logis. (3)

Kecerdasan interpersonal juga dimiliki oleh Einstein, yaitu dengan melakukan

banyak penelitian dan pembuatan artikel tentunya memerlukan kerjasama dan

serta berkomunikasi dengan orang lain. Einstein juga memiliki kecerdasan

intrapersonal. (4) Kecerdasan intrapersonal yaitu berkaitan dengan

pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif

berdasar pengenalan diri. Ketika Einstein sedang menuntut ilmu, ia adalah

sosok orang yang pendiam dan pemalu, lebih sering sendiri sehingga dia

mampu merenungkan bagaimana tujuan hidupnya dengan begitu ia menjadi

orang yang terkenal hingga sekarang dengan menciptakan berbagai teori

diantaranya teori relativitas (E=mc2). (5) Kecerdasan kinestetik, dalam hal ini

Albert senang dalam melakukan penelitian dalam menemukan berbagai teori

yang membuatnya terkenal hingga sekarang. Dalam menemukan berbagai

teori sangat diperlukan bergerak dengan menggunakan anggota tubuhnya

(52)

32

Dalam kisah ini. Eisntein mendapat dukungan (scaffolding) dari

orangtuanya. Orangtua Eisntein sangat memperhatikan mengenai pendidikan

di dalam keluarganya, terutama kepada Eisntein, anaknya. Ketika ia

berkali-kali gagal masuk ke perguruan tinggi di Swiss, ia tetap berusaha dan berulang

kali mencoba mendaftar, hingga akhirnya ia lolos. Dukungan dari orangtuanya

menjadi peran penting dalam karir dan pendidikan Eintein. Orangtua yang

selalu memberikan semangat dan motivasi kepada Einstein yang mana ia

berkali-kali gagal namun orangtua ada untuk memberikan dorongan

kepadanya supaya jangan menyerah.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

Gunawan (2013), dengan penelitiannya yang berjudul “Survei

Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaftif Sekolah Dasar Luar

Biasa se-Kabupaten Gunung Kidul”. Penelitian ini merupakan penelitian

survey dengan menggunakan kuesioner tertutup. Hasil dari penelitian ini yaitu

pelaksanaan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh tiga indikator, yakni

perencanaan pembelajaran yang baik, proses pelaksanaan yang baik dan

evaluasi pembelajaran yang baik. Salah satu faktor penentu pelaksanaan

pembelajaran yang baik adalah dari pendidik (guru) dalam memilih metode

yang sesuai untuk mengajar siswanya. Dari hasil penelitian yang Gunawan

lakukan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul proses pelaksanaan pembelajaran

berjalan baik dengan menggunakan pembelajaran adaptif. Pembelajaran

(53)

digunakan di sekolah luar biasa se-Kabupaten Gunung Kidul yang paling

sesuai adalah metode langsung, yaitu berupa ceramah, tanya jawab,

demonstrasi dan penugasan. Penelitian tersebut memberikan infomasi yaitu

proses pembelajaran berjalan baik dengan menggunakan pembelajaran adaptif

yaitu pembelajaran yang menyesuaikan kondisi siswa, artinya menyesuaikan

antara bahan ajar, metode, media pembelajaran dan lingkungan sekitar. Dari

hasil penelitian didapatkan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul, metode yang

sesuai adalah metode langsung.

Karim (2011), dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode

Penemuan Dalam Pembelajaran Untuk Meningkatkan Konsep dan

Kemampuan Siswa Berkebutuhan Khusus”. Dilatarbelakangi karena

rendahnya pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa serta

kemampuan siswa yang beragam dalam pelajaran matematika, maka perlu

adanya suatu metode pengajaran yang sesuai dan dapat dilaksanakan baik di

sekolah umum mamupun sekolah inklusi. Dari penelitian yang dilakukan,

menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode penemuan dapat

meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis dan siswa dapat mengikuti

pembelajaran. Penelitian tersebut memberikan informasi yaitu dengan metode

penemuan membuat siswa menjadi lebih berpikir kreatif, maka dari itu

sebagai seorang guru bisa menggunakan metode penemuan ketika melakukan

(54)

34

Aisyah (2015), dengan judul penelitiannya yaitu “Dampak Pola

Pembelajaran Sekolah Inklusi Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus”.

Dilatarbelakangi karena jumlah anak berkebutuhan khusus di SD Sada Ibu

Cirebon yang lebih banyak dibandingkan jumlah anak normal, maka peneliti

memiliki ketertarikan untuk meneliti mengenai sejauh mana dampak pola

pembelajaran di sekolah tesebut terhadap anak berkebutuhan khusus. Metode

penelitian dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik

pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan angket.

Berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan, dapat diambil

kesimpulan bahwa dengan menggunakan pola pembelajaran adaptif membuat

siswa menjadi lebih kreatif. Selain itu hasil akademik serta sosial dari siwa

berkebutuhan khusus mengalami perkembangan dan menimbulkan dampak

positif dari segi afektif, kognitif dan psikomotornya. Pembelajaran adaptif

adalah pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi siswa, artinya

menyesuaikan antara bahan ajar, metode, alat/ media pembelajaran dan

lingkungan sekitar. Penelitian tesebut memberikan informasi bahwa guru bisa

menggunakan pembelajaran adaptif untuk membuat siswa menjadi lebih

kreatif sehingga bisa memberikan dampak positif kepada siswa berkebutuhan

khusus.

Relevansi dari ketiga penelitian tersebut adalah, bahwa berhasil tidaknya

suatu sistem pembelajaran bergantung pada berbagai faktor, diantaranya

(55)

guru ketika mengajar peserta didiknya. Pola pembelajaran dan metode

pengajaran yang digunakan guru ketika mengajar siswanya di dalam kelas

diharapkan mampu mengembangkan konsep mengenai pemahaman

pembelajaran serta meningkatkan potensi yang dimiliki siswa. Selain untuk

memgembangkan potensi, juga bisa membuat siswa lebih kreatif untuk

semakin berkembang baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotor. Hal

ini sesuai dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu mengenai metode

(56)

36

Gambar 2.1

Bagan Hasil Penelitian yang Relevan

(57)

2.3Kerangka Berpikir

Sekolah inklusi merupakan sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan

khusus belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus

lainnya. Dalam proses pembelajaran di dalam sekolah inklusi, seharusnya

tidak perlu adanya tembok penghalang antara siswa yang memiliki kebutuhan

khusus dengan siswa berkebutuhan tidak secara khusus. Maka dari itu,

diperlukan metode pengajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa yang

beragam, sehingga sebagai seorang guru perlu memahami karakteristik siswa,

mulai dari latar belakang kemampuan serta keadaan fisik, emosi, mental dan

intelektual. Guru harus pintar dan menguasai metode pengajaran yang sesuai

dengan keadaan siswa yang beragam tersebut, sebab jika guru mampu

menguasai dan dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai maka siswa

dapat mengembangkan potensi serta kemampuan yang dimiliki.

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk itu peneliti

membagikan kuesioner kepada 29 guru di Kabupaten Bantul, untuk

memperoleh data mengenai kekhasan dalam metode pengajaran di sekolah

inklusi. Dari data yang diperoleh, maka peneliti bisa memetakan metode

pengajaran di sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Bantul.

2.4Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah bentuk

(58)

se-38

Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran langsung, metode pengajaran

tidak langsung, latihan mandiri, dan scaffolding.

(59)

39 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab III ini akan dibahas tentang metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan metode penelitian yaitu mengenai

jenis penelitian yang digunakan, setting penelitian, variabel penelitian, populasi

dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian

instrumen, dan teknik analisis data.

3.1Jenis Penelitian

Penelitian yang berjudul “Metode pengajaran yang digunakan di Sekolah

Dasar Inklusi se Kabupaten Bantul” merupakan jenis penelitian non

eksperimental dengan cross sectional design melalui metode survey, yaitu dengan

membandingkan dua kelompok/orang atau lebih untuk melihat perbedaaan.

Cohen dan Nomion (1982) dalam Sukardi (2003) berpendapat bahwa penelitian

survey sebenarnya masih merupakan salah satu dari jenis penelitian deskriptif.

3.2Setting Penelitian a. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai Agustus 2015 sampai Agustus 2016.

b. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 7 sekolah dasar inklusi yang ada di

(60)

40

Wojo, SD Negeri 2 Panjangrejo, SD Negeri Siluk, SD Negeri Kepuhan, dan

SD Negeri Sawahan.

3.3Variabel Penelitian

Sarwono (2006: 53) mengatakan variabel ialah sesuatu yang berbeda atau

bervariasi, penekanan kata sesuatu diperjelas dalam definisi kedua yaitu simbol

atau konsep yang diasumsikan sebagai seperangkat nilai-nilai. Dalam penelitian

ini, ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu:

3.3.1Variabel bebas (independent variabel)

Variabel bebas yaitu variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi

variabel lain, Sarwono (2006: 54). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah sekokah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul.

3.3.2Variabel tergantung atau terikat (dependent variabel)

Variabel terikat yaitu variabel yang memberikan reaksi/respon jika

dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel tergantung adalah variabel

yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan untuk menentukan

pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas, Sarwono (2006: 54).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah bentuk metode pengajaran di

Gambar

Gambar 3.1  Gambar Alpha Croncbach ...............................................................................
Tabel 2.1 Daftar Sekolah Inklusi dan Jumlah Siswa ABK.
Tabel 2.2 Daftar Jumlah ABK dan Karakteristiknya
Tabel 2.2, menyebutkan jumlah siswa ABK yang ada di 7 sekolah dasar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi Frekuensi Persepsi Guru Pendidikan Jasmani Terhadap Pembelajaran Menggunakan Media Gambar di SMA Negeri Se- Kabupaten Bantul Berdasarkan Indikator

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelatihan incredible teacher efektif meningkatkan kompetensi guru yang mengajar di sekolah inklusi secara signifikan.. Kata

Tujuan pendidikan inklusi adalah memberikan kesempatan kepada siswa berkebutuhan khusus dalam menempuh pendidikan dengan mendapatkan hak yang sama seperti siswa

Penelitian ini merupakan penelitian survei terhadap kondisi riil guru-guru PAI SD, guna memformulasikan peta guru PAI SD di kabupaten Bantul, yang dilakukan pada bulan

Skripsi dengan judul “Hubungan Atara Masa Kerja Guru Penjasorkes dengan Pengetahuan UKS di Sekolah Dasar se-Kecamatan Pandak, Bantul” telah dipertahankan di depan

Permasalahan terkait delapan aspek penyelenggaraan sekolah inklusi yang ditemukan peneliti yaitu (1) Pelaksanaan PPDB tidak didampingi oleh Guru Pendamping Khusus

ini strategi pengajaran adalah tertumpu kepada pengajaran berpusatkan pelajar amat digalakkan kerana semasa proses pengajaran dan pembelajaran (P&P) , guru akan melibatkan

Berdasarkan hasil wawancara yang telah digambarkan pada Gambar 2 dapat disimpulkan, bahwa guru penjas sekolah dasar di Kabupaten Bantul sebagaian besar