viii ABSTRAK
Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul learner, hiperaktif, disgrafia, disleksia, diskalkulia dan tuna netra supaya dapat belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan metode pengajaran di sekolah inklusi se-Kabupaten Bantul dan memetakan metode pengajaran dari masing-masing sekolah dasar inklusi. Metode pengajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mendampingi siswa agar dapat mengembangkan potensi atau kemampuannya. Ada empat metode pengajaran di sekolah dasar inklusi yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding.
Peneliti menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner. Kuesioner divalidasi oleh dua validator dengan skor rata-rata 4, sehingga instrumen dapat dibagikan kepada 29 guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul. Kuesioner yang kembali berjumlah 29 kuesioner.
Dari hasil olah data 29 kuesioner, metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul adalah 38.81% guru menggunakan metode pengajaran tidak langsung, 20.37% guru menggunakan scaffolding, 20.01% guru menggunakan latihan mandiri dan 19.74% guru menggunakan metode pengajaran langsung. Jadi, metode pengajaran yang lebih banyak digunakan guru di Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran tidak langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.
ix ABSTRACT
Teaching Method Who Use The Teacher on Inclusion of Primary School in Bantul Regency
Lusia Eka Ristanti 121134213
Sanata Dharma University 2016
There are 43 inclusion of primary school in Bantul Regency who serve child slow learner, hyperactive, dysgraphia, dyslexia, dyscalculia and blind so that can learn with child need not special. The research have purpose to describe teaching method in inclusion school at Bantul Regency area and also to mapping how the teaching in elementary school which using inclusion method.teaching method is the ways in which teachers to assist students in order to develop the potential and ability. Teaching method on inclusion school namely direct teaching method, indirect teaching method, practice by themselves and also scaffolding.
The researcher will to develop by kuantitatif research. So, for get the data, researcher will dispence questioner to 29 teachers. Quesioner was validated by two validators who expert about it, so we can dispence questioner to 29 teachers to be research samples. The quesioner was back 29 now.
From the research result, we get presentase 38.81% teachers use undirect method teaching, 20.37% teachers use by scaffolding, 20.01% teachers use practice by themselves and 19.74%. teachers use direct method teaching. So, presentase for undirect teaching method is highest. Undirect method teaching is learning that is centered on the students and teachers as facilitators.
METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU
DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE- KABUPATEN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Lusia Eka Ristanti
NIM : 121134213
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
METODE PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU
DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE- KABUPATEN BANTUL
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh : Lusia Eka Ristanti
NIM : 121134213
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan untuk:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu memberikan rahmat dan perlindunganNya.
2. Ferdinandus Sudaris (Bapak), Margaretha Lutini (Ibu) yang telah memberikan
perhatian, kasih sayang, dukungan materi dan doa.
3. Sahabat di PGSD maupun di luar PGSD yang selalu menemani dan
memberikan dukungan.
v
MOTTO
“Sesuatu Akan Menjadi Kebanggaan Jika Dikerjakan
Bukan
Hanya Dipikirkan”
“Sesuatu yang Belum Dikerjakan, Seringkali Nampak
Mustahil; Kita Baru Yakin Kalau Kita Sudah Berhasil
Melakukannya Dengan Baik”
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 23 Agustus 2016
Peneliti
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Lusia Eka Ristanti
Nomor Mahasiswa : 121134213
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : “METODE
PENGAJARAN YANG DIGUNAKAN GURU DI SEKOLAH DASAR INKLUSI SE-KABUPATEN BANTUL” beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata
Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya
dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikannya di internet atau media lain untuk
kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan
royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti.
Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 23 Agustus 2016
Yang menyatakan,
viii ABSTRAK
Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul learner, hiperaktif, disgrafia, disleksia, diskalkulia dan tuna netra supaya dapat belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan metode pengajaran di sekolah inklusi se-Kabupaten Bantul dan memetakan metode pengajaran dari masing-masing sekolah dasar inklusi. Metode pengajaran merupakan cara yang digunakan guru untuk mendampingi siswa agar dapat mengembangkan potensi atau kemampuannya. Ada empat metode pengajaran di sekolah dasar inklusi yaitu metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding.
Peneliti menggunakan penelitian kuantitatif deskriptif. Data diperoleh dengan membagikan kuesioner. Kuesioner divalidasi oleh dua validator dengan skor rata-rata 4, sehingga instrumen dapat dibagikan kepada 29 guru sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul. Kuesioner yang kembali berjumlah 29 kuesioner.
Dari hasil olah data 29 kuesioner, metode pengajaran yang digunakan guru di sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul adalah 38.81% guru menggunakan metode pengajaran tidak langsung, 20.37% guru menggunakan scaffolding, 20.01% guru menggunakan latihan mandiri dan 19.74% guru menggunakan metode pengajaran langsung. Jadi, metode pengajaran yang lebih banyak digunakan guru di Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran tidak langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dan guru sebagai fasilitator.
ix ABSTRACT
Teaching Method Who Use The Teacher on Inclusion of Primary School in Bantul Regency
Lusia Eka Ristanti 121134213
Sanata Dharma University 2016
There are 43 inclusion of primary school in Bantul Regency who serve child slow learner, hyperactive, dysgraphia, dyslexia, dyscalculia and blind so that can learn with child need not special. The research have purpose to describe teaching method in inclusion school at Bantul Regency area and also to mapping how the teaching in elementary school which using inclusion method.teaching method is the ways in which teachers to assist students in order to develop the potential and ability. Teaching method on inclusion school namely direct teaching method, indirect teaching method, practice by themselves and also scaffolding.
The researcher will to develop by kuantitatif research. So, for get the data, researcher will dispence questioner to 29 teachers. Quesioner was validated by two validators who expert about it, so we can dispence questioner to 29 teachers to be research samples. The quesioner was back 29 now.
From the research result, we get presentase 38.81% teachers use undirect method teaching, 20.37% teachers use by scaffolding, 20.01% teachers use practice by themselves and 19.74%. teachers use direct method teaching. So, presentase for undirect teaching method is highest. Undirect method teaching is learning that is centered on the students and teachers as facilitators.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan kepada TuhanYang Maha Esa atas limpahan
berkat dan rahmatNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten
Bantul”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Peneliti menyadari penulisan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan hati yang tulus peneliti
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Drs. Rohandi, Ph.D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd., Ketua Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Dra. Ig. Esti Sumarah, M. Hum, dosen pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, arahan
semangat, dorongan serta masukan yang peneliti butuhkan dalam
xi
4. Brigitta Erlita Tri Anggadewi, S.Psi., M.Psi, Dosen pembimbing II yang telah
memberikan motivasi, semangat, dorongan, kritik dan saran dalam
menyelesaikan skripsi ini.
5. Para validator yang telah melakukan validasi instrumen yang dibutuhkan
dalam penelitian ini sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.
6. Dinas Pemerintahan Kabupaten Bantul yang telah memberikan ijin untuk
melaksanakan peneltian di Kabupaten Bantul.
7. Kepala Sekolah dan Guru-guru di SD N 2 Jambidan, SD N 2 Panjangrejo, SD
N Siluk, SD N Wojo, SD N Kepuhan, SD N Sawahan, SD N Soka yang telah
memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menyebarkan kuesioner di
sekolah yang Bapak/Ibu pimpin.
8. Ferdinandus Sudaris dan Margaretha Lutini serta segenap keluarga yang telah
memberikan dukungan, semangat dan doa.
9. Teman-teman kelompok penelitian Veronica Mayang Sari, Elisabet Lisara
Musita Sari, Tri Wahyu Setyaningsih, Laurentius Beny Widya Ardika yang
saling memberikan semangat, motivasi dan dukungan dalam menyelesaikan
skripsi ini.
10.Sahabat saya Christina Desty Ambarwati yang telah memberikan doa dan
dukungan selama ini.
11.Sahabat di PGSD maupun di luar PGSD yang telah mendukung penelitian.
12.Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini dan tidak dapat
xii
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Peneliti berharap
skripsi ini dapat memberikan inspirasi dan sumber belajar bagi peneliti lain yang
memiliki tujuan memperkembangkan pendidikan inklusi.
Yogyakarta, 23 Agustus 2016
Peneliti
xiii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 5
1.3Rumusan Masalah ... 5
1.4Tujuan Penelitian ... 5
1.5Manfaat Penelitian ... 6
1.6Definisi Operasional... 6
BAB II KAJIAN TEORI ... 8
2.1Landasan Teori ... 8
2.1.1Pendidikan Inklusi ... 8
2.1.1.1Pengertian Pendidikan Inklusi... 8
2.1.1.2Tujuan Pendidikan Inklusi ... 11
2.1.1.3Karakteristik Pendidikan Inklusi ... 12
2.1.1.4Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi ... 13
2.1.1.5Fungsi Pendidikan Inklusi ... 15
2.1.2Sekolah Dasar Inklusi ... 16
2.1.3Metode Pengajaran ... 18
2.1.4Sekolah Dasar Inklusi di Bantul ... 24
2.1.5Kecerdasan Ganda ... 27
2.1.6Anak Berkebutuhan yang Sukses ... 28
2.2Hasil Penelitian yang Relevan ... 32
2.3Kerangka Berpikir ... 37
xiv
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
3.1Jenis Penelitian ... 39
3.2Setting Penelitian ... 39
3.3Variabel Penelitian ... 40
3.4Populasi dan Sampel ... 41
3.5Teknik Pengumpulan Data ... 42
3.6Instrumen Penelitian... 43
3.7Teknik Pengujian Instrumen ... 47
3.8Teknik Analisis Data ... 54
3.9Jadwal Penelitian ... 57
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 58
4.1Deskripsi Penelitian ... 58
4.2Analisis Kuesioner ... 58
4.3Hasil Penelitian ... 63
4.3.1 Metode Pengajaran yang Digunakan... 63
4.3.2 Pemetaan Bentuk Metode Pengajaran ... 64
4.4Pembahasan ... 65
BAB V PENUTUP ... 69
5.1 Kesimpulan ... 69
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 69
5.3 Saran ... 70
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jumlah Siswa ABK di Kabupaten Bantul ... 25
Tabel 2.2 Daftar Jumlah ABK dan Karakterisiknya ... 26
Tabel 3.1 Kisi-Kisi Lembar Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran di Sekolah Dasar Inklusi se- Kabupaten Bantul ... 44
Tabel 3.2 Kuesioner Bentuk Metode Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten Bantul ... 46
Tabel 3.3 Hasil Validasi Konstruk ... 51
Tabel 3.4 Koefisien Reliabilitas ... 53
Tabel 3.5 Hasil Reliabilitas ... 54
Tabel 3.6 Contoh Coding Data... 55
Tabel 3.7 Jadwal Penelitian... 57
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 1
Lampiran 2 Validitas Isi ... 5
Lampiran 3 Hasil Validitas Konstruk ... 9
Lampiran 4 Hasil Reliabilitas ... 10
Lampiran 5 Pengolahan Data Mean ... 11
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Bagan Hasil Penelitian yang Relevan ... 36
Gambar 3.1 Gambar Alpha Croncbach ... 53
Gambar 4.1 Gambar Hasil Kuesioner Metode Pengajaran Langsung ... 59
Gambar 4.2 Gambar Hasil Kuesioner Metode Pengajaran Tak Langsung ... 60
Gambar 4.3 Gambar Hasil Kuesioner Latihan Mandiri ... 61
Gambar 4.4 Gambar Hasil Kuesioner Scaffolding ... 62
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, identifikasi masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
1.1Latar Belakang
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar
belakang siswa baik mental, sosial, fisik, maupun intelektual. Anak yang
memiliki kelainan mental, fisik, sosial maupun intelektual disebut anak
berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki
karakteristik berbeda dengan anak lain pada umumnya (Wiyani, 2014: 17)..
Pemerintah membantu mengupayakan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
untuk mengenyam pendidikan bersama anak berkebutuhan tidak secara khusus
dengan menyelenggarakan sekolah inklusi.
Ilahi (20013: 87) menyebutkan, sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang
mengakomodasi dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan
khusus ke dalam satu sistem pendidikan. Dalam sekolah inklusi, anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara
khusus. Ada 43 sekolah dasar inklusi di Kabupaten Bantul yang tersebar di 16
kecamatan yaitu Kecamatan Dlingo, Kecamatan Imogiri, Kecamatan Kasihan,
2
Piyungan, Kecamatan Kretek, Kecamatan Sedayu Kecamatan Pandak, Kecamatan
Jetis, Kecamatan Bambanglipuro, Kecamatan Sewon, Kecamatan Pajangan,
Kecamatan Sanden, dan Kecamatan Pleret. Sekolah inklusi di Kabupaten Bantul
melayani anak berkebutuhan khusus slow learner, diskalkulia, diseleksia, digrafia
hiperaktif dan tunanetra.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan sekolah inklusi, guru perlu
mengetahui metode pengajaran yang harus dikuasai supaya dapat
mengembangkan potensi siswa. Metode pengajaran adalah cara yang digunakan
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran (Siregar 2010: 32). Di sekolah dasar
inklusi ada empat metode pengajaran yaitu metode pengajaran langsung, metode
pengajaran tidak langsung, latihan mandiri dan scaffolding. Metode pengajaran
langsung adalah pendekatan yang dirancang khusus untuk menunjang proses
belajar siswa demi meningkatkan kemampuan kognitif, afektif, serta
psikomotorik siswa berkebutuhan khusus maupun siswa berkebutuhan tidak
secara khusus. Dalam metode pengajaran langsung guru sebagai penyampai
informasi dan perlu memberikan latihan untuk memeriksa pemahaman siswa
dengan mengajukan pertanyaan untuk materi baru. Keterampilan guru dalam
menyampaikan materi bisa melalui metode demonstrasi, tanya jawab, dan
ceramah. Selanjutnya guru memberikan umpan balik ketika jawaban siswa salah.
Bentuk metode pengajaran yang selanjutnya yaitu metode pengajaran tidak
langsung. Metode pengajaran tidak langsung adalah pembelajaran yang berpusat
pengajaran tidak langsung disebut juga dengan pengajaran inkuiri, atau
pengajaran penemuan (dalam Maroney: 2003). Peran guru dalam pendekatan
inkuiri sebagai fasilitator yang membimbing penyelidikan siswa dengan
membantu mengidentifikasi persoalan kemudian menemukan solusi dari
permasalahan yang ditemukan siswa. Guru merancang lingkungan belajar, dengan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dan guru memberikan
umpan balik ketika siswa melakukan inkuiri.
Metode pengajaran dengan latihan mandiri memberikan kesempatan kepada
siswa supaya mandiri. Latihan yang diberikan untuk siswa bersifat individual
sehingga memungkinkan siswa bekerja secara mandiri tanpa bantuan guru atau
siswa lain. Tujuan dari penggunaan metode latihan mandiri supaya siswa
membangun insiatif secara mandiri untuk meningkatkan kemampuan yang
dimilikinya. Dengan memberikan latihan yang tersistem sangat membantu anak
berkebutuhan khusus supaya dapat menguasai keterampilan akademis.
Sedangkan metode pengajaran scaffolding merupakan bentuk dukungan yang
disediakan oleh guru atau siswa lain untuk membantu siswa menjembatani jarak
antara kemampuan mereka sekarang dengan target yang akan dituju. Dukungan
yang diberikan guru kepada siswa untuk meningkatkan kemampuan serta potensi
siswa dengan menyediakan pembelajaran yang beraneka ragam, mengatur tingkat
kesulitan selama memberikan latihan dengan materi sederhana serta melatih
4
Peneliti tertarik untuk menemukan data tentang metode pengajaran di sekolah
dasar inklusi se-Kabupaten Bantul. Dalam penelitian ini menggunakan kuesioner
dengan 15 pertanyaan tertutup. Pernyataan yang disusun berdasarkan kisi-kisi
indikator bentuk metode pengajaran. Dalam aspek pertama yaitu metode
pengajaran langsung terdapat 3 indikator yaitu (1) memberikan latihan dengan
bimbingan, (2) penyampaian materi, dan (3) memberikan umpan balik. Indikator
dari aspek kedua tentang metode pengajaran tak langsung yaitu (1) guru sebagai
fasilitator, (2) berpusat pada siswa. Indikator aspek ketiga tentang latihan mandiri
yaitu (1) memfasilitasi siswa untuk dapat bekerja mandiri, (2) melatih siswa untuk
berlatih sejumlah kecil keterampilan, (3) memberikan latihan agar siswa dapat
memperkembangkan kemampuan. Indikator aspek ketiga tentang scaffolding
yaitu (1) mengatur tingkat kesulitan materi pelajaran, (2) memanfaatkan model
pembelajaran yang beragam, (3) melatih tanggung jawab.
Kuesioner dibagikan kepada 29 guru yang ada di 7 sekolah dasar inklusi
se-Kabupaten Bantul agar peneliti dapat memetakan metode pengajaran yang
digunakan oleh guru. Oleh karena itu, penelitian ini berjudul “Metode
Pengajaran yang Digunakan Guru di Sekolah Dasar Inklusi se-Kabupaten
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi
masalah-masalah yang ada, yaitu :
1.1.1Menemukan sekolah dasar tempat penelitian sesuai dengan ciri-ciri sekolah
inklusi.
1.1.2Memetakan metode pengajaran yang digunakan di sekolah dasar inklusi
se-Kabupaten Bantul.
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1.3.1Apakah metode pengajaran yang digunakan oleh guru di sekolah dasar
inklusi se-Kabupaten Bantul?
1.3.2Bagaimanakah hasil pemetaan metode pengajaran dari setiap sekolah di SD
inklusi se-Kabupaten Bantul?
1.4Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1.4.1Mendeskripsikan metode pengajaran yang digunakan oleh guru di sekolah
dasar inklusi se-Kabupaten Bantul.
1.4.2Memetakan metode pengajaran dari setiap sekolah di sekolah dasar inklusi
6
1.5Manfaat Penelitian A.Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi guru di sekolah
dasar inklusi di Kabupaten Bantul tentang metode pengajaran yang sesuai.
B.Manfaat Praktis
1. Bagi Sekolah Dasar Inklusi
Sekolah memperoleh data mengenai metode pengajaran yang diberikan
2. Bagi Guru
Guru mendapatkan informasi tentang metode pengajaran yang diberikan
pada siswa berkebutuhan khusus.
3. Bagi Peneliti
Peneliti dapat melakukan penelitian kuantitatif di sekolah dasar inklusi
se-Kabupaten Bantul untuk dapat memetakan tentang metode pengajaran yang
digunakan guru.
1.6Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi menjadikan variabel-variabel yang sedang
diteliti bersifat operasional dalam kaitannya dengan proses pengukuran
variabel-variabel tersebut (Sarwono, 2006: 27). Untuk menghindari kesalahpahaman
beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka penelitian ini
merumuskan definisi operasional:
1. Metode pengajaran adalah cara tertentu yang digunakan guru dalam
2. Sekolah dasar inklusi adalah sekolah dasar yang melayani siswa-siswi
berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama siswa-siswi yang tidak
berkebutuhan secara khusus. khusus dan anak berkebutuhan khusus untuk
belajar bersama.
3. SD Inklusi se-Kabupaten Bantul adalah sekolah dasar inklusi di Kabupaten
8 BAB II KAJIAN TEORI
Pada bab kajian teori ini, peneliti membahas tentang landasan teori, hasil
penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.
2.1 Landasan Teori 2.1.1Pendidikan Inklusi
2.1.1.1Pengertian Pendidikan Inklusi
Pendidikan membawa perkembangan yang penting dalam
perkembangan manusia. Dengan begitu pendidikan juga menjadi hak asasi
bagi manusia tanpa terkecuali, baik anak berkebutuhan tidak secara khusus
maupun anak yang memiliki kebutuhan khusus tanpa memandang latar
belakang kehidupan. Dalam hal ini anak yang memiliki kebutuhan khusus
berhak mendapatkan kesempatan untuk memperoleh kesempatan seperti anak
berkebutuhan tidak secara khusus yang lain. Permasalahan yang terjadi
sekarang ini adalah tidak semua daerah di Indonesia dekat dengan SLB
(sekolah luar biasa), kalaupun ada biasanya terdapat di di daerah ibukota
kabupaten. Padahal anak-anak yang berkelainan tidak hanya di daerah
kabupaten, banyak yang tersebar di daerah-daerah terpencil. Keadaan
ekonomi orang tua yang lemah terpaksa tidak disekolahkan di SLB, dan tidak
semua sekolah regular mampu menangani siswa yang memiliki kebutuhan
Dalam persoalan yang seperti ini, muncul pendidikan inklusi yang bisa
menjadi solusi bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus. Inklusi berasal
dari Bahasa Inggris yaitu inclution. Smith (2012: 45) menyebutkan inklusi
adalah istilah terbaru yang dipergunakan untuk mendeskripsikan penyatuan
bagi anak-anak berkelainan (penyandang hambatan/ cacat) ke dalam
program-program sekolah. Ilahi (2013: 23) menyebutkan pendidikan inklusi
merupakan konsep pendidikan yang tidak membeda-bedakan latar belakang
kehidupan anak karena keterbatasan fisik dan mental. Di Indonesia,
pendidikan inklusi secara resmi didefinisikan sebagai sistem layanan
pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama
dengan anak sebayanya di sekolah regular yang terdekat dengan tempat
tinggalnya, Ilahi (2013: 23). Melalui pendidikan inklusi ini, anak yang
memiliki kebutuhan khusus bisa mendapatkan hak untuk memperoleh
pendidikan tanpa merasa berkecil hati apabila harus berkumpul bersama anak
lain yang memiliki fisik yang normal.
Dalam Undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional ditegaskan bahwa anak atau peserta didik yang memiliki
kelainan fisik dan mental disebut dengan istilah anak luar biasa. Sementara
dalam Undang-undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, anak yang memiliki kelainan fisik dan mental disebut dengan istilah
anak berkebutuhan khusus, Wiyani (2014: 17). Anak bekebutuhan khusus
10
pada umumnya pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada
ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Kirk dan Gallagher (1986: 5).
mengemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus (the exceptional child)
adalah anak yang berbeda dari anak rata-rata atau normal dalam perihal;
karakteristik mental, kemampuan sensori, kemampuan komunikasi, perilaku
sosial serta karakterisitik fisik. Sedangkan Hallan dan Kauffman (1986: 7)
mengemukakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
memerlukan pendidikan khusus yang disebabkan karena mereka mempunyai
perbedaan yang sangat mencolok dari anak-anak pada umumnya. Dari
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan
khusus adalah anak yang memiliki karakteristik berbeda dengan anak lain
pada umumnya tanpa selalu menunjukkan perbedaan emosi, fisik dan mental,
sehingga membutuhkan layanan pendidikan secara khusus. Menurut
Mangunsong (dalam Aziz, 2015: 59) menyebutkan bahwa jenis-jenis anak
berkebutuhan khusus terdiri atas, autis (Autistic Spectrum Disorder), Attention
Defict Hyperactivity Disorder (ADHD), anak berbakat (gifted), anak dengan hambatan berbicara dan bahasa, anak berkesulitan belajar, tunanetra,
tunarungu, dan tunagrahita. Sedangkan Cahya (2013: 9) menyebutkan jenis
anak berkebutuhan khusus meliputi tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, tuna
daksa, tuna laras, gifted, slow learner, anak berkesulitan belajar spesifik, anak
autis, anak ADHD.
2.1.1.2Tujuan Pendidikan Inklusi
Pendidikan menjadi kebutuhan dasar manusia di jaman sekarang, hal
ini menjadi kewajiban pemerintah dalam mengupayakan pelayanan
pendidikan yang bermutu bagi masyaratkatnya. Dalam pemenuhan kebutuhan
pendidikan hendaknya secara menyeluruh bagi siapa saja termasuk mereka
yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (berkebutuhan khusus). Anak
yang memiliki kebutuhan khusus disediakan sekolah khusus yaitu Sekolah
Luar Biasa (SLB). Sementara tidak semua wilayah di sekitar lingkungan
tempat tinggal ada sekolah khusus ini, meskipun ada jaraknya sangat jauh.
Dengan adanya sekolah untuk anak berkebutuhan khusus dapat membangun
tembok bagi anak yang berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan tidak
secara khusus pada umumnya. Adanya tembok pemisah ini menjadikan proses
saling mengenal antara anak berkebutuhan khusus dengan anak berkebutuhan
tidak secara khusus lainnya terhambat.
Salah satu kesepakatan internasional yang mendorong terwujudnya
sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with
Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban
untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan
pendidikan. Tujuan dari penyelenggaraan pendidikan inklusi adalah, Ilahi
12
1. memberikan layanan pendidikan bagi siswa yang berkesulitan belajar dan
siswa yang memerlukan layanan pendidikan khusus, agar potensi yang
dimiliki (kognitif,afektif, dan psikomotorik) dapat berkembang secara
optimal dan mereka dapat hidup mandiri bersama anak- anak normal sesuai
dengan prinsip pendidikan serta dapat berperan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
2. memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang
memilki kelainna fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
3. mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai
keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik,
meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan
angka tinggal kelas dan putus sekolah.
2.1.1.3Karakteristik Pendidikan Inklusi
Hakikat pendidikan inklusi sesungguhnya berupaya memberikan
peluang sebesar-besarnya kepada setiap anak Indonesia untuk memperoleh
pelayanan pendidikan yang terbaik dan memadahi demi membangun masa
depan bangsa. Hal ini sesuai dengan kebijakan pendidikan inklusi yang
tertuang dalam Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan
Inklusi yang menyatakan bahwa “sistem penyelenggaran pendidikan yang
dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara
bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya” Ilahi (2013:42). Dalam
pendidikan inklusi, menempatkan anak berkebutuhan khusus tingkat ringan,
sedang, dan berat secara penuh di kelas biasa, karena tujuan dari inklusi
sendiri adalah layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus pada
waktu yang sama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus, Sunardi
(dalam Ilahi, 2013: 42).
Karakter pendidikan inklusi yakni terbuka dan menerima tanpa syarat
anak Indonesia yang berkeinginan kuat untuk mengembangkan kreativitas dan
keterampilan mereka dalam satu wadah yang sudah direncanakan dengan
matang. Pendidikan inklusi memiliki empat karakter makna, antara lain (1)
proses yang berjalan terus dalam usahanya menemukan cara merespon
keragaman individu; (2) memperdulikan cara-cara untuk meruntuhkan
hambatan-hambatan anak dalam belajar; (3) anak kecil yang hadir (di
sekolah), berpartisipasi dan mendapatkan hasil belajar yang bermakna dalam
hidupnya; (4) diperuntukkan utamanya bagi anak-anak yang tergolong
marginal, eksklusif, dan membutuhakn layanan pendidikan khusus dalam
belajar (Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004).
2.1.1.4Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi
Dalam dunia pendidikan sudah sewajarnya apabila tidak ada
14
memungkinkan, semua anak belajar bersama-sama tanpa memandang
kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah
inklusi harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda
dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan
belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada
semua siswa. Hal itu dapat dicapai melalui penyusunan kurikulum yang tepat,
pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat,
pemanfaatan sumber-sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan
kemitraan dengan masyarakat sekitar.
Prinsip pendidikan inklusi berkaitan langsung dengan jaminan akses
dan peluang bagi semua anak Indonesia untuk memperoleh pendidikan tanpa
memandang latar belakang kehidupan mereka. Jaminan akses dan peluang
merupakan catatan penting yang harus dipertimbangkan dalam menolak anak
berkebutuhan khusus yang hendak belajar bersama dengan anak berkebutuhan
tidak secara khusus lainnya. Bagi anak berkebutuhan khusus, akses
pendidikan formal sangat mereka impikan demi mendapatkan layanan
pendidikan terbaik seperti anak berkebutuhan tidak secara khusus pada
umumnya, Ilahi (2013:46). Pendidikan inklusi menekankan pada keterbukaan
dan penghargaan terhadap anak berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi
menjamin akses dan kualitas yang terintegrasi tanpa terkecuali. Satu tujuan
kecacatannya di kelas regular bersama-sama dengan anak berkebutuhan tidak
secara khusus lainnya dengan dukungan yang sesuai dengan kebutuhannya.
Prinsip dasar pendidikan inklusi harus sejalan dengan rekomendasi
dan dokumen internasional yang menegaskan perlunya kesempatan pada anak
berkebutuhan khusus dalam lingkungan formal. Prinsip ini harus sejalan
dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan sebagai basis utama dalam membela anak berkelainan atau
penyandang cacat. Ini karena, pendidikan inklusi lahir atas dasar prinsip
bahwa layanan sekolah seharusnya diperuntukan untuk semua siswa tanpa
menghiraukan perbedaan yang ada, baik siswa dengan kondisi kebutuhan
khusus, perbedaan sosial, emosional, kultural, maupun bahasa, Florian (2008:
123). Atas dasar pengertian dan dasar pendidikan inklusi tersebut, dapat
dikatakan bahwa pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang berusaha
mengakomodasi segala jenis perbedaan dari peserta didik.
2.1.1.5Fungsi Pendidikan Inklusi
Alimin (dalam Kustawan & Meimulyani, 2013: 20) menjelakan bahwa
sesuai disiplin ilmu fungsi pendidikan khusus dibagi menjadi 3 yaitu :
1. Fungsi Preventif
Melalui pendidikan inklusif guru melakukan upaya pencegahan agar tidak
muncul hambatan-hambatan yang lainnya pada anak berkebutuhan
16
2. Fungsi Intervensi
Pendidikan inklusif menangani anak berkebutuhan khusus agar dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
3. Fungsi Kompensasi
Pendidikan inklusif membantu anak berkebutuhan khusus untuk
menangani kekurangan yang ada pada dirinya dengan menggantikan
dengan fungsi lainnya.
2.1.2Sekolah Dasar Inklusi
Sekolah inklusi adalah sekolah reguler yang mengakomodasi dan
mengintegrasikan siswa reguler dan siswa penyandang cacat dalam program
yang sama, Ilahi (2013: 87). Salah satu karakteristik penting dalam sekolah
inklusi adalah satu komunitas yang kohesif, menerima, dan responsif terhadap
kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon- Shevin (dalam 2013: 87)
mengemukakan lima profil pembelajaran di sekolah inklusi.
1. Pendidikan inklusi berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang
menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan. Dengan adanya
pendidikan inklusi, tidak hanya meingkatkan potensi melainkan juga
menciptakan keterbukaan dan meghargau tanpa ada diskriminasi terhadap
anak berkebutuhan khusus. Guru mempunyai tanggung jawab dalam
menciptakan suasana kelas yang menampung semua anak secara penuh
perbedaan yang menyangkut kemampuan, kondisi fisik, sosial ekonomi
dan sebagainya.
2. Mengajar di kelas memerlukan perubahan dalam penerapan kurikulum.
Berbeda dengan mengajar di kelas reguler, karena dalam sekolah inklusi
membutuhkan penanganan yang serius untuk memberikan pelayanan
terbaik, karena siswa memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda
dengan anak normal. Pendekatan pengajaran membutuhkan kerjasama
antara guru dan peserta didik. Dalam sekolah inklusi mengguakan
pendekatan kooperatif yang melibatkan kerjasama antar siwa dan bahan
belajar tematik. Penggunaan pembelajaran ini juga pada kondisi peserta
didik, apakah mereka sanggup menerima materi pelajaran.
3. Mendorong guru untuk mengajar pendidikan inklusi berarti berupaya
menyiapkan pembelajaran secara interaktif. Seorang guru secara sendirian
di dalam kelas harus bisa berjuang memenuhi kebutuhan semua anak di
kelas. Karena semua anak di dalam kelas ketika belajar bukan saling
berkompetisi melainkan belajar bersama dan saling mengajar satu sama
lain.
4. Pendidikan inklusi berbarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya
untuk menghapus segala hambatan dalam proses pembelajaran. Kerjasama
antar guru sangatlah penting, selain itu guru juga bisa bekerjasama dengan
para professional, ahli bina bicara, petugas bimbingan, guru pembimbing
18
5. Pendidikan inklusif berarti melibatkan peran orangtua secara bermakna
dalam proses perencanaan. Keberhasilan pendidikan sangat bergantung
pada pertisipasi aktif orangtua pada pendidikan anaknya, misal
keterlibatan mereka dala penyususnan Program Pengajaran Individual
(PPI) dan bantuan dalam belajar di rumah.
2.1.3Metode Pengajaran
Metode adalah salah satu alat untuk mencapai suatu tujuan, Djamarah
(dalam Zain, 2010: 11). Pengajaran dapat diartikan sebagi praktik menularkan
informasi untuk proses pembelajaran, Huda (2013:6). Metode pengajaran
merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, Siregar (2010: 32). Pendapat serupa juga diungkapkan oleh Bahri
(dalam Siregar, 2010: 32) bahwa metode pengajaran sebagai cara yang
digunakan guru sehingga dalam menjalankan fungsinya, metode merupakan
alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan tercapai
secara maksimal apabila seorang guru menggunakan metode pengajaran
dengan tepat, Raharjo (2012: 56). Dari beberapa pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa metode merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan, dan
tujuan akan tercapai apabila metode yang digunakan sesuai dengan
karakteristik siswa. Dengan begitu, dalam memilih metode pengajaran yang
akan digunakan ketika mengajar di dalam kelas, guru harus mengetahui latar
Dalam pendidikan inklusi, bentuk metode pengajaran yang digunakan
guru di kelas meliputi, metode pengajaran langsung, metode pengajaran tidak
langsung, scaffolding, dan latihan mandiri, Rosenshine dan Stevens (dalam
Friend 2015: 202). Berikut ini berbagai bentuk metode yang digunakan dalam
pendidikan inklusi:
1. Metode Pengajaran Langsung
Siswa akan lebih siap untuk mempelajari keterampilan dan pokok bahasan
ketika materi tersebut disampaikan secara sistematis dan eksplisit melalui
metode pengajaran langsung, Rosenshine dan Stevens (dalam Friend 1986:
202). Pengajaran langsung adalah suatu model pengajaran yang bersifat
teacher center. Model pengajaran ini merupakan model yang kadar berpusat pada gurunya paling tinggi dan paling sering digunakan, Majid
(2013: 11). Dalam metode ini di dalamnya termasuk metode ceramah,
praktek, latihan dan demonstrasi. Menurut Arends (dalam Trianto
2009:41) model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan yang
dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan
dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang
terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang
betahap. Berikut beberapa elemen kuncinya:
20
Aspek dari pengajaran langsung ini termasuk menetapkan kegiatan
rutinitas untuk memeriksa pekerjaan rumah serta mengulas kembali
keterampilam prasyarat dan pengajaran yang sebelumnya.
b. Menampilkan muatan atau keterampilan baru. Para guru memulai
pelajaran dengan pernyataan pendek mengenai gambaran ringkas
mengenai apa yang akan dipelajari. Materi disampaikan dengan langkah
kecil, misalnya demonstrasi atau menggunakan ilustrasi dan contoh
konkret. Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada anak
berkebutuhan khusus selain berfungsi selektif, edukatif, rekreatif dan
terapi juga dapat dijadikan bekal dalam kehidupan kelak. Selektif yaitu
untuk mengarahkan minat, bakat serta keterampilan. Edukatif berarti
membimbing anak untuk berpikir logis, berperasaan halus dan
kemampuan untuk bekerja. Rekreatif adalah kegiatan yang dipergagakan
sangat menyenangkan bagi anak berkebutuhan khusus. Terapi yaitu
aktivitas keterampilan yang diberikan dapat menjadi salah satu sarana
habilitasi akibat kelainan atau ketunaan yang disandangnya.
c.Menyediakan latihan dengan bimbingan (dan memeriksa pemahaman
siswa). Cara guru membimbing yaitu dengan mengajukan beberapa
pertanyaan kepada siswa mengenai materi yang berkaitan dengan
keterampilan baru. Respon siswa tidak hanya memberikan kesempatan
bagi siswa untuk berlatih namun juga memungkinkan kita untuk
d. Memberikan umpan balik dan koreksi serta mengajari ulang. Ketika
siswa menjawab dengan percaya diri dan jawaban benar, maka guru
wajib memberikan pengakuan singkat dari jawaban siswa misalnya
dengan “Ya, itu benar”. Apabila siswa menjawab dengan ragu-ragu,
guru bisa memberikan pengakuan singkat, misalnya “Ya, Aris itu benar
karena……”. Apabila jawaban siswa masih salah atau kurang tepat,
maka guru wajib memberikan umpan balik dengan membenarkan
jawaban siswa.
e.Menyediakan latihan mandiri. Siswa-siswi diberikan tugas latihan
mandiri yang berkaitan langsung dengan keterampilan yang diajarkan
sampai siswa bisa menjawab dengan benar.
f.Sering-sering mengulas kembali. Memberikan ulasan mengenai materi
yang telah dipelajari sebelumnya termasuk ke dalam pekerjaan rumah
dan ulangan. Materi yang terlewatkan dalam pekerjaan rumah atau
ulangan bisa diajarkan kembali.
2. Metode Pengajaran Tidak Langsung
Metode pengajaran langsung memperlihatkan bentuk keterlibatan siswa
yang tinggi dalam melakukan observasi dan penyelidikan. Borich
menyebutkan tipe pengajaran ini sering disebut sebagai konstruktivis
karena adanya keyakinan bahwa siswa-siswi mampu membangun
pengertian mereka sendiri, dan dari sebagian kasus tanpa pengajaran
22
pengajaran tidak langsung paling umum disebut dengan pengajaran inkuiri,
atau pengajaran penemuan (dalam Maroney: 2003). Peran guru dalam
pendekatan inkuiri sebagai fasilitator yang membimbing penyelidikan
siswa dengan membantu mengidentifikasi persoalan kemudian menemukan
solusi dari permasalahan yang ditemukan siswa. Dalam pembelajaran tidak
langsung guru merancang lingkungan belajar, dengan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat dan guru memberikan umpan balik
ketika siswa melakukan inkuiri. Metode pengajaran tidak langsung
mensyaratkan digunakannya bahan pengajaran non cetak maupun cetak
serta sumber-sumber lain.
3. Latihan Siswa Mandiri
Dalam metode pengajaran latihan mandiri ini memberikan kesempatan
kepada siswa supaya mandiri. Latihan yang diberikan untuk siswa bersifat
individual sehingga memungkinkan siswa bekerja secara mandiri.
Penggunaan model pengajaran ini bertujuan untuk membangun inisiatif
dari masing-masing siswa secara individu, kemandirian serta peningkatan
diri. Selain itu, pemberian tugas juga harus spesifik dan tersistem, harus
berkaitan dengan objek sasarannya. Dengan memberikan latihan yang
tersistem sangat membantu anak berkebutuhan khusus supaya dapat
menguasai keterampilan akademis. Bentuk latihan lain yang dapat
membantu siswa, yaitu dengan memberikan pekerjaan rumah. Pekerjaan
4. Scaffolding
Scaffolding merupakan “bentuk dukungan yang disediakan oleh guru (atau siswa lain) untuk membantu siswa menjembatani jarak antara kemampuan
mereka yang sekarang dengan target yang dituju”, Rosenshine & Stevens
(dalam Friend 1992: 2). Dukungan yang diberikan ini meliputi strategi
pengajaran tersistematis. Sebelum menggunakan scaffolding, mula-mula
guru mencari tahu jika siswa-siswinya memiliki pengetahuan dasar yang
diperlukan untuk mempelajari keterampilan yang akan diajarkan.
a. Memberikan strategi kognitif yang baru. Guru memperkenalkan strategi
yang konkret. Pertama-tama guru memperkenalkan strategi pemecahan
masalah dengan mendefinisikan masalah, mengajukan hipotesis untuk
menjelaskan masalah, mengumpulkan data untuk mengevaluasi hipotesis,
mengevaluasi bukti, dan membuat kesimpulan.
b. Mengatur tingkat kesulitan selama latihan terbimbing. Pada tahap ini, siswa
mulai melatih strategi baru dengan materi pelajaran yang sudah
disederhanakan sehingga mudah untuk mempelajarinya.
c. Menyediakan konteks yang beraneka ragam untuk latihan siswa. Proses
pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, melainkan bisa di
luar kelas atau dibuat kelompok kooperatif sehingga masing-masing siswa
24
d. Menyediakan umpan balik, guru membuat daftar ceklis evaluasi
berdasarkan pada pemecahan masalah. Siswa mengajukan pertanyaan
kepada dirinya sendiri untuk mengevaluasi kemampuan diri siswa.
e. Mengingkatkan tanggung jawab siswa. Siswa diberikan tugas mandiri,
namun dengan meminimalisir bantuan dari guru atau teman lain.
f. Menyediakan latihan mandiri. Guru memberikan tugas individu kepada
siswa untuk membantu mereka dalam menerapkan hal yang telah mereka
pahami terhadap situasi baru.
Berdasarkan bentuk-bentuk metode pengajaran di sekolah inklusi, maka
sangatlah perlu bagi guru di sekolah dasar inkusi untuk memahami bentuk
metode pengajaran ini sehingga dalam penarapannya di dalam kelas
mampu meningkatkan kemampuan serta potensi dari siswa. Untuk itu, teori
dalam metode pengajaran ini dijadikan acuan dalam penyusunan kisi-kisi
metode pengajaran yang peneliti lakukan.
2.1.4Sekolah Dasar Inklusi di Bantul
Di Bantul ada 43 sekolah dasar inklusi yang terletak di 16 kecamatan. Ada
6 sekolah dasar inklusi yang terletak di Kecamatan Dlingo, 2 sekolah dasar
inklusi di Kabupaten Imogiri, 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Kasihan,
4 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Banguntapan, 2 sekolah dasar inklusi di
Kecamatan Bantul, 4 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Pundong, 3 sekolah
dasar inklusi di Kecamatan Piyungan, 3 sekolah dasar inklusi di Kecamatan
di Kecamatan Pandak, 3 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Jetis, 2 sekolah
dasar inklusi di Kecamatan Bambanglipuro, 4 sekolah dasar inklusi di
Kecamatan Sewon, 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan Pajangan, 1 sekolah
dasar inklusi di Kecamatan Sanden, dan 1 sekolah dasar inklusi di Kecamatan
Pleret.
Tabel 2.1
Daftar Sekolah Inklusi dan Jumlah Siswa ABK.
26
dasar inklusi se-Kabupaten Bantul yang menjadi sampel dalam penelitian.
Tabel 2.2
Daftar Jumlah ABK dan Karakteristiknya
No Nama SD Kecamatan Keterangan 1 SD N 2 Jambidan Banguntapan 4 siswa slow learner
1 siswa diskalkulia 5 SD Negeri Siluk Imogiri 10 siswa slow learner
6 SD Negeri Kepuhan Sewon
31 siswa slow learner 9 siswa hiperaktif 1 siswa tuna wicara
7 SD Negeri Sawahan Jetis 11 siswa slow learner 5 siswa hiperaktif Tabel 2.2, menyebutkan jumlah siswa ABK yang ada di 7 sekolah dasar
inklusi yang menjadi sampel dalam penelitian. Di sekolah dasar inklusi
se-Kabupaten Bantul, kategori siswa yang bersekolah di sekolah dasar inklusi
bermacam-macam. Dari 7 sekolah dasar inklusi yang menjadi sampel dalam
penelitian, ada berbagai karakteristik anak berkebutuhan khusus yaitu slow
learner, tunanetra, dan hiperaktif. Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang merata di berbagai sekolah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul yaitu slow
learner.
2.1.5Kecerdasan Ganda
Teori kecerdasan ganda (multiple intelligences atau MI) ditemukan dan
dikembangkan oleh Howard Gardner, seorang ahli psikologi perkembangan
dan professor pendidikan dari Graduate School of Education, Havard
University, Amerika Serikat, Suparno (2004: 17). Intelegensi memuat
kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang
bermacam-macam. Gardner membedakan antara intelegensi lama yang dikur
dengan IQ dan intelegensi ganda yang ia temukan. Dalam pengertian lama,
intelegensi seseorang dapat diukur dengan ters tertulis (tes IQ); IQ seseorang
28
menonjol dalam pengukuran IQ adalah kemampuan matematis-logis dan
linguistik, Suparno (2004: 19). Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai
kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam
suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Ada 9
intelegensi yang diterima yaitu intelegensi linguistik, intelegensi
matematis-logis, intelegensi ruang visual, intelegensi kinestetik, intelegensi musikal,
intelegensi interpersonal, intelegensi intrapersonal, intelegensi lingkungan,
dan intelegensi eksistensial.
2.1.6Anak Berkebutuhan Khusus yang Sukses
Setiap anak adalah unik dan mereka memiliki karakter yang berbeda,
Subini (2014: 80). Dengan begitu, karakter anak yang satu dengan yang lain
berbeda dan setiap orang tidak ada yang sempurna. Namun, dibalik
ketidaksempurnaan seseorang tersimpan sebuah kelebihan dan potensi yang
perlu digali sehingga dapat dikembangkan menjadi kemampuan yang luar
biasa. Tidak jarang anak berkebutuhan khusus lebih berpotensi dibandingkan
dengan anak normal secara fisik. Banyak anak inklusi yang sukses dan
mampu mengembangkan potensinya sehingga potensi yang ia miliki dapat
menjadi luar biasa. Banyak faktor yang mempengaruhi seorang anak
berkebutuhan khusus menjadi sukses, diantaranya dukungan dari orang tua
dan lingkungan sekitar, serta pemilihan pendidikan yang bagus. Salah satu
anak berkebutuhan khusus yang sudah memberi bukti bahwa dengan
Albert Einstein adalah seorang ilmuwan fisika teoritis yang dipandang
luas sebagai ilmuwan besar dan mengemukakan teori relativitas serta banyak
menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistika,
dan kosmologi. Albert Einstein lahir di Ulm, Kerajaan Wuttemberg, Jerman
pada tanggal 14 Maret 1879. Ayahnya bekerja sebagai penjaja ranjang bulu
yang kemudian beralih pekerjaan menjadi ahli elektrokimia. Keluarga yang
dimiliki oleh Einstein sangatlah konsen terhadap pendidikan anaknya
terutama dibidang sains dan musik. Einstein yang terkenal dianggap sebagai
pelajar yang lambat, ia mengalami diseleksia (kesulitan membaca) dan
pemalu. Pendapat lain mengatakan bahwa Einstein menderita Sindrom
Asperger yaitu kondisi yang berhubungan dengan autisme. Albert mengalami
kesulitan saat mengikuti mata pelajaran di sekolahnya terutama dalam hal
hitungan dan ilmu alam. Dia dianggap murid yang terbelakang di sekolahnya,
dikarenakan kepribadiannya yang pemalu, namun setelah diteliti otaknya saat
meninggal dunia, hal itu dikarenakan struktur otaknya yang tidak biasa dan
cenderung berpikir dengan olah pikirannya sendiri.
Pada tahun 1896, Albert Einstein masuk Institut Teknologi Swiss
Federal, di Zurich. namun ia gagal saat tes. Kemudian dikirim oleh
keluarganya ke Aarau, Swiss, untuk menyelesaikan sekolah menengahnya, di
mana dia menerima diploma. Dengan beberapa kali usaha untuk mendaftar,
akhirnya Einstein bisa menimba ilmu di Institut Teknologi Swiss Federal, di
30
sains kepada teman dekatnya termasuk Mileva yang kemudian menjadi
istrinya dan dikaruinai dua orang anak. Setelah lulus, ia memutuskan untuk
melamar perkerjaan yang berkaitan dengan penelitian namun selalu ditolak,
akhirnya ayah dari teman kelasnya menolong dan kemudian dipromisikan
untuk bekerja di Kantor Paten Swiss sebagai asisten teknik pemeriksa pada
tahun 1902. Einstein bertugas sebagai menilai aplikasi paten penemu untuk
alat yang memerlukan pengetahuan fisika. Dia kadang-kadang membetulkan
desain mereka dan juga mengevaluasi kepraktisan hasil kerja mereka.
Pada 1904, posisi Einstein di Kantor Paten Swiss menjadi tetap. Dia
mendapatkan gelar doktor setelah menyerahkan thesis "Eine neue
Bestimmung der Moleküldimensionen" (On a new determination of molecular
dimensions) pada tahun 1905 dari Universitas Zurich. Pada tahun yang sama pula Einstein menulis empat artikel yang memberikan dasar fisika modern.
Banyak fisikawan yang setuju bahwa ketiga thesis yang ia buat (tentang gerak
Brownian), efek fotolistrik, dan relativitas khusus) pantas mendapat
Penghargaan Nobel. Albert Einstein kemudian menyerahkan thesis-thesisnya
ke “Annalen der Physik” yaitu organisasi Persatuan Fisika Murni dan
Aplikasi.
Dari cerita Albert Eisntein, dapat dilihat bahwa anak berkebutuhan
khusus bisa saja memiliki potensi yang lebih dibandingkan anak berkebutuhan
tidak secara khusus lainnya. Ia memiliki kecerdasan ganda seperti teori
linguistik, yaitu kemampuan mengolah kata-kata secara baik. Meskipun ia
memiliki kelainan (diseleksia) namun ia mampu menyusun empat artikel dan
menyususn thesis yang kemudian menemukan berbagai teori mengenai fisika.
(2) Kecerdasan matematis-logis, yaitu kemampuan yang berkaitan dengan
penggunaan bilangan dan logika. Orang yang berintelegensi matematis-logis
senang menggeluti simbol dan angka. Ensitein dengan teori relativitasnya,
yang terkenal dengan rumus E=mc2 memiliki intelegensi matematis-logis. (3)
Kecerdasan interpersonal juga dimiliki oleh Einstein, yaitu dengan melakukan
banyak penelitian dan pembuatan artikel tentunya memerlukan kerjasama dan
serta berkomunikasi dengan orang lain. Einstein juga memiliki kecerdasan
intrapersonal. (4) Kecerdasan intrapersonal yaitu berkaitan dengan
pengetahuan akan diri sendiri dan kemampuan untuk bertindak secara adaptif
berdasar pengenalan diri. Ketika Einstein sedang menuntut ilmu, ia adalah
sosok orang yang pendiam dan pemalu, lebih sering sendiri sehingga dia
mampu merenungkan bagaimana tujuan hidupnya dengan begitu ia menjadi
orang yang terkenal hingga sekarang dengan menciptakan berbagai teori
diantaranya teori relativitas (E=mc2). (5) Kecerdasan kinestetik, dalam hal ini
Albert senang dalam melakukan penelitian dalam menemukan berbagai teori
yang membuatnya terkenal hingga sekarang. Dalam menemukan berbagai
teori sangat diperlukan bergerak dengan menggunakan anggota tubuhnya
32
Dalam kisah ini. Eisntein mendapat dukungan (scaffolding) dari
orangtuanya. Orangtua Eisntein sangat memperhatikan mengenai pendidikan
di dalam keluarganya, terutama kepada Eisntein, anaknya. Ketika ia
berkali-kali gagal masuk ke perguruan tinggi di Swiss, ia tetap berusaha dan berulang
kali mencoba mendaftar, hingga akhirnya ia lolos. Dukungan dari orangtuanya
menjadi peran penting dalam karir dan pendidikan Eintein. Orangtua yang
selalu memberikan semangat dan motivasi kepada Einstein yang mana ia
berkali-kali gagal namun orangtua ada untuk memberikan dorongan
kepadanya supaya jangan menyerah.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Gunawan (2013), dengan penelitiannya yang berjudul “Survei
Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaftif Sekolah Dasar Luar
Biasa se-Kabupaten Gunung Kidul”. Penelitian ini merupakan penelitian
survey dengan menggunakan kuesioner tertutup. Hasil dari penelitian ini yaitu
pelaksanaan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh tiga indikator, yakni
perencanaan pembelajaran yang baik, proses pelaksanaan yang baik dan
evaluasi pembelajaran yang baik. Salah satu faktor penentu pelaksanaan
pembelajaran yang baik adalah dari pendidik (guru) dalam memilih metode
yang sesuai untuk mengajar siswanya. Dari hasil penelitian yang Gunawan
lakukan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul proses pelaksanaan pembelajaran
berjalan baik dengan menggunakan pembelajaran adaptif. Pembelajaran
digunakan di sekolah luar biasa se-Kabupaten Gunung Kidul yang paling
sesuai adalah metode langsung, yaitu berupa ceramah, tanya jawab,
demonstrasi dan penugasan. Penelitian tersebut memberikan infomasi yaitu
proses pembelajaran berjalan baik dengan menggunakan pembelajaran adaptif
yaitu pembelajaran yang menyesuaikan kondisi siswa, artinya menyesuaikan
antara bahan ajar, metode, media pembelajaran dan lingkungan sekitar. Dari
hasil penelitian didapatkan bahwa di Kabupaten Gunung Kidul, metode yang
sesuai adalah metode langsung.
Karim (2011), dengan penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode
Penemuan Dalam Pembelajaran Untuk Meningkatkan Konsep dan
Kemampuan Siswa Berkebutuhan Khusus”. Dilatarbelakangi karena
rendahnya pemahaman konsep dan kemampuan berpikir kritis siswa serta
kemampuan siswa yang beragam dalam pelajaran matematika, maka perlu
adanya suatu metode pengajaran yang sesuai dan dapat dilaksanakan baik di
sekolah umum mamupun sekolah inklusi. Dari penelitian yang dilakukan,
menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode penemuan dapat
meningkatkan kemampuan siswa berpikir kritis dan siswa dapat mengikuti
pembelajaran. Penelitian tersebut memberikan informasi yaitu dengan metode
penemuan membuat siswa menjadi lebih berpikir kreatif, maka dari itu
sebagai seorang guru bisa menggunakan metode penemuan ketika melakukan
34
Aisyah (2015), dengan judul penelitiannya yaitu “Dampak Pola
Pembelajaran Sekolah Inklusi Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus”.
Dilatarbelakangi karena jumlah anak berkebutuhan khusus di SD Sada Ibu
Cirebon yang lebih banyak dibandingkan jumlah anak normal, maka peneliti
memiliki ketertarikan untuk meneliti mengenai sejauh mana dampak pola
pembelajaran di sekolah tesebut terhadap anak berkebutuhan khusus. Metode
penelitian dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan teknik
pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan angket.
Berdasarkan penelitian yang sudah peneliti lakukan, dapat diambil
kesimpulan bahwa dengan menggunakan pola pembelajaran adaptif membuat
siswa menjadi lebih kreatif. Selain itu hasil akademik serta sosial dari siwa
berkebutuhan khusus mengalami perkembangan dan menimbulkan dampak
positif dari segi afektif, kognitif dan psikomotornya. Pembelajaran adaptif
adalah pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi siswa, artinya
menyesuaikan antara bahan ajar, metode, alat/ media pembelajaran dan
lingkungan sekitar. Penelitian tesebut memberikan informasi bahwa guru bisa
menggunakan pembelajaran adaptif untuk membuat siswa menjadi lebih
kreatif sehingga bisa memberikan dampak positif kepada siswa berkebutuhan
khusus.
Relevansi dari ketiga penelitian tersebut adalah, bahwa berhasil tidaknya
suatu sistem pembelajaran bergantung pada berbagai faktor, diantaranya
guru ketika mengajar peserta didiknya. Pola pembelajaran dan metode
pengajaran yang digunakan guru ketika mengajar siswanya di dalam kelas
diharapkan mampu mengembangkan konsep mengenai pemahaman
pembelajaran serta meningkatkan potensi yang dimiliki siswa. Selain untuk
memgembangkan potensi, juga bisa membuat siswa lebih kreatif untuk
semakin berkembang baik dalam kognitif, afektif, maupun psikomotor. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu mengenai metode
36
Gambar 2.1
Bagan Hasil Penelitian yang Relevan
2.3Kerangka Berpikir
Sekolah inklusi merupakan sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan
khusus belajar bersama dengan anak berkebutuhan tidak secara khusus
lainnya. Dalam proses pembelajaran di dalam sekolah inklusi, seharusnya
tidak perlu adanya tembok penghalang antara siswa yang memiliki kebutuhan
khusus dengan siswa berkebutuhan tidak secara khusus. Maka dari itu,
diperlukan metode pengajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa yang
beragam, sehingga sebagai seorang guru perlu memahami karakteristik siswa,
mulai dari latar belakang kemampuan serta keadaan fisik, emosi, mental dan
intelektual. Guru harus pintar dan menguasai metode pengajaran yang sesuai
dengan keadaan siswa yang beragam tersebut, sebab jika guru mampu
menguasai dan dapat menerapkan metode pengajaran yang sesuai maka siswa
dapat mengembangkan potensi serta kemampuan yang dimiliki.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Untuk itu peneliti
membagikan kuesioner kepada 29 guru di Kabupaten Bantul, untuk
memperoleh data mengenai kekhasan dalam metode pengajaran di sekolah
inklusi. Dari data yang diperoleh, maka peneliti bisa memetakan metode
pengajaran di sekolah dasar inklusi yang ada di Kabupaten Bantul.
2.4Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah bentuk
se-38
Kabupaten Bantul adalah metode pengajaran langsung, metode pengajaran
tidak langsung, latihan mandiri, dan scaffolding.
39 BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab III ini akan dibahas tentang metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini. Pembahasan metode penelitian yaitu mengenai
jenis penelitian yang digunakan, setting penelitian, variabel penelitian, populasi
dan sampel, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik pengujian
instrumen, dan teknik analisis data.
3.1Jenis Penelitian
Penelitian yang berjudul “Metode pengajaran yang digunakan di Sekolah
Dasar Inklusi se Kabupaten Bantul” merupakan jenis penelitian non
eksperimental dengan cross sectional design melalui metode survey, yaitu dengan
membandingkan dua kelompok/orang atau lebih untuk melihat perbedaaan.
Cohen dan Nomion (1982) dalam Sukardi (2003) berpendapat bahwa penelitian
survey sebenarnya masih merupakan salah satu dari jenis penelitian deskriptif.
3.2Setting Penelitian a. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai Agustus 2015 sampai Agustus 2016.
b. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah 7 sekolah dasar inklusi yang ada di
40
Wojo, SD Negeri 2 Panjangrejo, SD Negeri Siluk, SD Negeri Kepuhan, dan
SD Negeri Sawahan.
3.3Variabel Penelitian
Sarwono (2006: 53) mengatakan variabel ialah sesuatu yang berbeda atau
bervariasi, penekanan kata sesuatu diperjelas dalam definisi kedua yaitu simbol
atau konsep yang diasumsikan sebagai seperangkat nilai-nilai. Dalam penelitian
ini, ada dua variabel yang akan diteliti, yaitu:
3.3.1Variabel bebas (independent variabel)
Variabel bebas yaitu variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi
variabel lain, Sarwono (2006: 54). Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah sekokah dasar inklusi se-Kabupaten Bantul.
3.3.2Variabel tergantung atau terikat (dependent variabel)
Variabel terikat yaitu variabel yang memberikan reaksi/respon jika
dihubungkan dengan variabel bebas. Variabel tergantung adalah variabel
yang variabelnya diamati dan diukur untuk menentukan untuk menentukan
pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas, Sarwono (2006: 54).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah bentuk metode pengajaran di