• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Merger Perguruan Tinggi: studi kasus merger UKSW dan STIBA Satya Wacana T2 912011016 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dampak Merger Perguruan Tinggi: studi kasus merger UKSW dan STIBA Satya Wacana T2 912011016 BAB I"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Perubahan lingkungan bisnis seperti globalisasi, kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi telah mendorong para pelaku bisnis

pada persaingan yang sangat ketat. Keadaan ini menuntut setiap

perusahaan untuk terus membangun dan mengembangkan strategi

bisnis. Berbagai strategi muncul untuk membangun kekuatan agar

tetap kompetitif untuk bisa bertahan dan bahkan memenangkan

persaingan. Strategi penggabungan usaha merupakan salah satu cara

untuk membangun kekuatan dan menekan persaingan (Moin, 2007,

Gie dalam Payamta, 2004). Penggabungan usaha dapat dilakukan

dengan merger, akuisisi dan konsolidasi.

Penggabungan usaha melalui merger dan akuisisi (M & A)

merupakan salah satu strategi bisnis untuk memperoleh sinergi,

strategic opportunities, meningkatkan efektifitas dan mengeksploitasi mispricing di pasar modal (Foster dalam Payamta, 2004). Faktor lain yang mendorong perusahaan melakukan M & A

ialah untuk menekan persaingan dan mendapatkan nilai tambah yang

bersifat jangka panjang. Aktivitas penggabungan usaha dianggap

dapat mengatasi keadaan lingkungan bisnis yang kurang sehat, krisis

dan ketatnya persaingan. Kepercayaan terhadap penggabungan

usaha dapat tergambar pada banyaknya perusahaan yang melakukan

penggabungan pada periode berbeda. Berdasarkan data statistik

Bursa Efek Jakarta-berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia,

(2)

melakukan penggabungan. Pada periode tahun 2000 – 2008 hanya sebanyak 40 perusahaan yang melakukan aktivitas penggabungan

usaha (Dharmasetya dan Sulaimin, 2009).

Setiap tahun puluhan ribu perusahaan terlibat dalam proses

M & A (Gupta, 2002). Maraknya aktivitas M & A menunjukan

adanya manfaat yang diperoleh perusahaan. Gie (dalam Payamta,

2004) menyatakan bahwa melalui M & A, perusahaan dapat

memperoleh manfaat komplentari, pooling kekuatan, mengurangi persaingan dan menyelamatkan perusahaan dari kebangkrutan.

Secara spesifik Moin (2007) menyebutkan ada delapan manfaat yg

dapat diperoleh dari M & A yaitu: (1) Mendapatkan cash flow

dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas. (2) Memperoleh

kemudahan dana atau pembiayaan karena kreditor lebih percaya dengan perusahaan yang telah berdiri dan mapan. (3) Memperoleh

karyawan yang telah berpengalaman. (4) Mendapatkan pelanggan

yang telah mapan tanpa harus merintis dari awal. (5) Memperoleh

sistem operasional dan adminstratif yang mapan (6) Mengurangi

resiko kegagalan bisnis karena tidak harus mencari konsumen baru.

(7) Menghemat waktu untuk memasuki bisnis baru. (8) Memperoleh

infrastruktur untuk mencapai pertumbuhan yang lebih cepat.

M & A tidak selamanya berdampak positif bagi perusahaan.

Moin (2007) menyebutkan beberapa kelemahan M& A : (1) Proses

integrasi yang tidak mudah, (2) Kesulitan memberikan nilai

perusahaan target secara akurat, (3) Biaya konsultan yang mahal, (4)

Meningkatnya kompleksitas birokrasi, (5) Biaya koordinasi yang

mahal, (6) Seringkali menurunkan moral organisasi, (7) Tidak

menjamin peningkatan nilai perusahaan, (8) Tidak menjamin

(3)

kelemahan diatas dapat memberikan dampak negatif terhadap

perusahaan yang melakukan M & A

M & A bukanlah solusi yang selalu berhasil, justru

sebaliknya menurut Giessner (2011) pada kenyataanya sering

mengalami kegagalan. Berbagai data dan penelitian menunjukkan

kelemahan strategi M & A. Data statistik tentang perekonomian di

Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa 75% dari semua M & A

di AS gagal, dan hanya15% yang benar-benar mencapai tujuan

dengan keuangan yang menjadi stabil. Di Eropa, sebuah studi yang

telah menelan biaya lebih dari US $500 juta berhasil

mengungkapkan bahwa setengah dari semua M & A tidak berhasil

dan justru menghancurkan nilai perusahaan, 30% dinilai cukup

berhasil dengan dampak minimal, dan hanya 17% benar-benar

berhasil dan memperbaiki nilai perusahaan (Schuler dan Jackson,

2001). Di Indonesia sendiri, berbagai penelitian telah dilakukan dan

menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda. Payamta (2004)

menemukan bahwa M & A berpengaruh negatif terhadap rasio

keuangan perusahaan. Yudyatmoko dan Na'im (2000), Samosir

(2003), King et al. (2004) menunjukkan bahwa M & A tidak

memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan.

Penggabungan usaha juga terjadi dalam lembaga pendidikan.

Beberapa contoh perguruan tinggi yang melakukan penggabungan,

seperti merger antara London Guildhall University (LGU) dan

University of North London (UNL) yang kemudian menjadi

London Metropolitan University (Floud, 2012), penggabungan

Victoria University of Manchester and University of Manchester

Institute of Science and Technology kemudian menjadi University

(4)

tinggi juga pernah terjadi. Perguruan Tinggi Kedokteran Bagian

Klinik di Klaten dan Surakarta, Perguruan Tinggi Teknik dan Balai

Perguruan Tinggi Gadjah Mada di Yogyakarta yang kemudian

menjadi Universitas Gadjah Mada (Bramastia, 2007).

Beberapa tahun terakhir, bahkan pemerintah mendorong

perguruan tinggi swasta yang dinilai kurang kompetitif untuk

melakukan merger. Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis)

wilayah V Yogyakarta, Budi Santoso Wignyosukarto meminta

Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah tidak sehat di DI

Yogyakarta untuk merger. Diakui Budi, jumlah PTS yang ada di DI

Yogyakarta hingga tahun 2010 ini mencapai 115 perguruan tinggi.

Dari jumlah tersebut 40 persen atau sekitar 46 perguruan tinggi di

antaranya tidak sehat, baik dari sisi manajemen, keuangan dan

sumber daya manusia (Yulianingsih, 2010). Budi Djatmiko, Ketua

Bidang Organisasi dan Evaluasi Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta

Indonesia (Aptisi) Jawa Barat, mengatakan bahwa dengan

pemberlakuan Badan Hukum Perguruan Tinggi dalam beberapa

tahun kedepan maka perguruan-perguruan tinggi swasta akan

terdorong melakukan merger atau konsolidasi (Harjono, 2013). Hal

ini dianggap menjadi jalan keluar bagi PTS untuk tetap bertahan.

Pemberlakuan BHP akan membuat persaingan antar perguruan

tinggi bakal lebih ketat. Ini disebabkan diperbolehkannya modal

asing untuk masuk, meskipun harus lewat dasar kerjasama dengan

perguruan tinggi lokal.

Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) merupakan salah

satu lembaga pendidikan yang melakukan merger. Pada tahun 2012

UKSW melakukan merger dengan Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa

(5)

satu yayasan yaitu Yayasan Perguruan Tinggi Kristen Satya Wacana

(YPTKSW). UKSW dan STIBA selama ini merupakan saingan.

Kedua lembaga berada dalam satu kota serta pasar yang dibidik

memiliki kesamaan.

Salah satu tujuan UKSW merger dengan STIBA ialah untuk

memperkuat dan memperluas pasar agar lebih kompetitif. Perluasan

pasar yang dimaksud adalah dengan penambahan program studi baru

pada salah satu fakultas di PT A yaitu Fakultas Bahasa dan Sastra

(FBS). Selama ini FBS hanya memiliki satu program studi yaitu

Pendidikan Bahasa Inggris (PBI). Penambahan program studi

diharapkan dapat memberikan manfaat bagi FBS dan tentunya bagi

UKSW. Berdasarkan aturan dari pemerintah melalui Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi bahwa fakultas minimal memiliki dua

program studi. Peraturan ini memberikan dorongan bagi UKSW

untuk membuka program studi baru di FBS. Penambahan program

studi baru tentunya bukan hal yang mudah. Salah satu syarat yang

harus dipenuhi adalah ketersediaan tenaga pengajar pada program

studi yang akan dibuka. Melihat keadaan ini, UKSW membuat suatu

keputusan merger dengan STIBA. Langkah ini diambil bertepatan

dengan keadaaan STIBA yang sedang mengalami masalah finansial. Merger antar UKSW dan STIBA diharapkan dapat membantu

STIBA dalam masalah financial.

Merger ini sendiri menjadi angin segar bagi STIBA.

Semenjak beroperasi pada tahun 1998, Secara keuangan tidak

pernah mandiri. Berdasarkan keterangan pengurus harian YPTKSW,

selama ini keadaan keuangan STIBA kurang sehat. Untuk tetap

beroperasi, STIBA dibantu dengan subsidi dana operasional oleh

(6)

operasional dan pemberian beasiswa bagi mahasiswa yang

direkomendasikan gereja-gereja pendiri dan pendukung YPTKSW.

Subsidi ini dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada STIBA

Satya Wacana untuk mengembangkan diri sampai pada akhirnya

bisa mandiri secara keuangan. Sampai tahun 2012, keadaan STIBA

tidak kunjung membaik, meskipun sudah diberi kesempatan dan

suntikan dana oleh YPTKSW. Melihat kondisi ini, YPTKSW

melakukan pertemuan dengan pimpinan STIBA dan UKSW.

Pertemuan ini dimaksudkan untuk membicarakan kemungkinan

penggabungan STIBA ke UKSW. Penggabungan dengan merger

merupakan salah satu jalan yang ditempuh YPTKSW dan pimpinan

STIBA untuk menyelamatkan STIBA. Disisi lain, dengan

bergabungnya STIBA dengan UKSW maka mengurangi persaingan.

Selama ini STIBA bergerak dalam bidang bahasa dan sastra Asing,

begitu juga halnya UKSW yang memiliki fakultas yang bergerak

dibidang yang kurang lebih sama.

Pada dasarnya, alasan merger perguruan tinggi ialah

pertimbangan penghematan biaya, akademik dan hukum. (McBain,

2009). Bagi UKSW, penggabungan ini diharapkan dapat

memberikan dampak pada peningkatan daya saing secara financial

maupun non financial. Secara financial, mungkin STIBA tidak dapat memberikan dampak dikarenakan kondisi lembaga tersebut kurang

sehat. Tapi, dengan Sumber Daya Manusia (SDM), fasilitas dan

program studi yang dimiliki STIBA akan menjadi nilai tambah bagi

UKSW untuk menarik lebih banyak calon mahasiswa baru. Selain

itu UKSW memperoleh suntikan tenaga (dosen) baru yang

diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam proses belajar

(7)

Terlepas dari dampak yang akan diterima oleh UKSW dan

STIBA, dampak terhadap SDM yang terdiri dari pegawai dan dosen

kedua lembaga perlu diperhatikan. Ketika pembicaraan merger

berjalan, sempat muncul isu penolakan dan kekuatiran dari dosen

dan pegawai. Oleh sebab itu, dampak terhadap karyawan juga

menjadi perhatian yang sangat penting. Menurut Vergos and

Christopoulos (2008), dalam melakukan M & A jangan hanya

melihat pada sisi penurunan persaingan di pasar tapi juga

memperhatikan faktor lainya seperti dampak terhadap karyawan.

Karena salah satu penyebab kegagalan atau berhasilnya M & A

adalah masalah strategi pengelolaan SDM dalam

organisasi/perusahaan (Love, 2000). SDM memiliki pengaruh yang

sangat strategis dan sangat menentukan dalam keberhasilan M & A.

Menyadari hal tersebut, maka pengelolaan SDM dari kedua lembaga

menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam proses merger

tersebut.

SDM merupakan aset organisasi yang sangat vital. Lebih

lanjut Yuniarsih (2009) menyebutkan bahwa keberadaan SDM

dalam organisasi atau perusahaan tidak bisa digantikan oleh sumber

daya lainya. Teknologi modern dan dana yg besar yang dimiliki

tidak akan memiliki makna yang berarti jika tanpa dukungan SDM

yang profesional. SDM memiliki posisi strategis dalam organisasi,

namun tidak jarang menjadi korban kebijakan perusahaan atau

lembaga. Kebijakan lembaga untuk melakukan penggabungan

dengan lembaga lain melalui merger dapat memberikan pengaruh

negatif terhadap karyawan. Merger akan memperhadapkan

karyawan pada perubahan organisasi dalam hal budaya organisasi,

(8)

kekuatiran adanya kemungkinan penolakan, kurang dihargai dan

kehilangan posisi ketika bergabung dengan lingkungan baru menjadi

persoalan yang dihadapi (Yuwono & Putra, 2005). Tekanan ini bisa

mengarah pada penolakan terhadap merger, penurunan motivasi

kerja, perubahan sikap dan menurunnya kepuasan kerja dosen dan

pegawai.

Selain menjadi faktor penting dalam organisasi, karyawan

juga menjadi pihak yang sering dirugikan dalam setiap kebijakan

dan strategi perusahaan atau lembaga. Pada beberapa kasus

kebijakan untuk merger, karyawan menjadi korban Pemutusan

Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan efisiensi biaya. Penelitian

yang dilakukan Love (2000), ditemukan bahwa lebih dari 10%

karyawan menjadi korban PHK setelah proses M & A. Karyawan

yang dinilai kurang dibutuhkan dan tidak sesuai dengan rencana

bisnis akan diberhentikan atau kehilangan jabatan dalam struktur

manajemen. Berbagai alasan pihak perusahaan dalam melakukan

PHK terhadap karyawan diantaranya: (1) Kesewenang-wenangan

semata, (2) Alasan yang dicari-cari karena pekerja yang

bersangkutan tidak disukai, baik alasan objektif pada pekerja

maupun alasan subjektif menurut pimpinan, (3) Perampingan tenaga

dilembaga demi efisiensi, (4) Lembaga kerja menurun kinerjanya,

bangkrut atau ditutup seluruhnya karena tidak mampu melanjutkan

usaha (Mardjana, 2002). Kondisi ini menempatkan karyawan dalam

situasi tertekan dan keraguan akan masa depan pekerjaan mereka

setelah merger.

Ketidakpastian dan adanya ancaman keamanan kerja setelah

merger (naveed dkk, 2011) membuat karyawan mengalami tekanan

(9)

aman tentang posisi mereka dan tidak yakin apakah mereka masih

akan memiliki pekerjaan pada akhir merger (Malatjie, 2007).

Kondisi ini dapat menyebabkan karyawan mengalami perubahan

sikap (Gulati, 2009). Pada dasarnya perubahan sikap karyawan dapat

bersifat positif atau negatif. Perubahan sikap kearah positif akan

didorong oleh proses merger yang berjalan dengan baik. Karyawan

memiliki keyakinan akan masa depan perusahaan setelah merger.

Adanya jamiman dan peningkatan kesejahteraan setelah merger.

Selain itu, perubahan sikap karyawan juga dapat dipicu oleh

lingkungan kerja yang baru. Lingkungan yang ramah akan membuat

karyawan nyaman. Sedangkan perubahan sikap kearah negatif dapat

disebabkan oleh proses merger yang tidak berjalan dengan baik.

Karyawan tidak dilibatkan dalam proses merger, sehingga dapat

menyebabkan penolakan. Penolakan ini akan membuat proses

merger tidak berjalan dengan baik bahkan terancam gagal. Hal lain

yg membuat karyawan mengalami perubahan sikap negatif adalah

kekuatiran atas keamanan kerja setelah merger, perbedaan budaya

kedua organisasi, adanya kekuatiran penolakan dan perlakuan tidak

adil setelah merger

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melakukan merger

ialah motivasi kerja karyawan. Asnawi (2002) menjelaskan bahwa

motivasi merupakan konstruksi dan proses interaksi antara harapan

dan kenyataan yang akan datang baik dalam jangka pendek, sedang

atau pun panjang. Lebih lanjut Armstrong (dalam Ezar 2009)

menyebutkan bahwa motivasi kerja ialah gambaran hubungan antara

harapan dan tujuan. Adanya harapan yang lebih baik dimasa

mendatang setelah merger dapat mengangkat moral dan motivasi

(10)

perkembangan karir dan kesejahteraan yang lebih baik, sehingga

membuat karyawan menyambut baik dan termotivasi setelah merger.

Kendati demikian merger juga dapat membuat motivasi kerja

karyawan menurun (naveed dkk, 2011). Berbagai kekuatiran setelah

merger membuat motivasi kerja karyawan terganggu. Kekuatiran

karyawan dapat disebabkan oleh ketidakpastian atau ancaman

kehilangan pekerjaan, kehilangan jabatan dan tuntutan adaptasi

dengan lingkungan kerja yang baru.

Meningkat atau menurunnya motivasi setiap karyawan dapat

berpengaruh dan menentukan tercapainya tujuan suatu perusahaan

atau lembaga secara keseluruhan. Pada dasarnya, jika karyawan

memiliki motivasi kerja yang tinggi maka akan memilki semangat

kerja yang tinggi, penuh gairah, produktif dan akan menunjukukan

kinerja yang tinggi. Sedangkan karyawan yang memiliki motivasi

rendah akan menunjukkan semangat kerja yang rendah, tidak

bergairah, tidak produktif dan mengalami penurunan kinerja.

Dampak lain dari M &A ialah terhadap kepuasan kerja

karyawan (Rathogwa, 2008). Menurut Frederick Hezberg (dalam

Luthans, 2006) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh dua faktor

yaitu faktor motivator (intrinsik) dan faktor Hygiene (ekstrinsik).

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan karyawan

diantaranya seperti lingkungan kerja, gaji, pengakuan, kerja tim,

dan keamanan yang juga dapat menyebabkan ketidakpuasan

karyawan (Huges et al, 2002). Lingkungan kerja akan mengalami

perubahan siiring dengan proses M & A. Perubahan ini dapat

membuat karyawan merasakan kepuasan atau ketidakpuasan atas

pekerjaanya. Karyawan akan merasa tidak puas ketika lingkungan

(11)

kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya jika lingkungan kerja dinilai

ramah setelah M & A maka akan memberikan kepuasan kerja bagi

karyawan. Faktor lain yang dapat membuat ketidakpuasan karyawan

terhadap pekerjaanya ialah gaji yang tidak sesuai dengan yang

diharapkan, kerja tim yang buruk, tidak ada jaminan atas keamanan

kerja yaitu terbebas dari ancaman PHK dan kehilangan jabatan

dalam struktur manajemen. Sebaliknya jika lingkungan kerja baik,

gaji sesuai dengan yang diharapkan dan keamanan kerja terjamin

maka karyawan akan mengalami kepuasan terhadap pekerjaan yang

sedang dijalani. Roshidi (dalam Paramitha, 2010) menyebutkan

bahwa dengan tercapainya kepuasan kerja maka karyawan dapat

memiliki konsep yang positif terhadap peranan mereka pada jabatan

yang dipegang saat ini.

Berdasarkan dengan uraian latar belakang diatas, maka

penelitian ini akan membahas tentang dampak merger terhadap

pegawai dan Dosen. Dampak yang mau dilahat yaitu menyangkut

keamanan kerja, sikap kerja, motivasi kerja, kepuasan kerja serta

tugas Tri Dharma Perguruan Tinggi. Penelitian ini akan dilakukan

berdasarkan studi kasus merger Universitas Kristen Satya Wacana

dan Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa Asing Satya Wacana.

1.2.Masalah Penelitian

Berdasarkan dengan uraian latar belakang diatas, maka masalah

penelitian adalah dampak merger terhadap dosen dan pegawai

setelah proses merger. Ingin diketahui sejauh mana merger memberi

dampak terhadap motivasi kerja, keamanan kerja, sikap kerja dan

(12)

Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pendidikan dan pengajaran,

penelitian dan pengembagan serta pengabdian masyarakat.

1.3. Persoalan Penelitian

Merujuk pada latarbelakang masalah dalam penelitian ini, maka

dapat dirumuskan masalah seperti berikut:

1. Apakah merger memberikan dampak terhadap motivasi kerja

dosen dan pegawai?

2. Apakah merger memberikan dampak terhadap keamanan kerja

dosen dan pegawai?

3. Apakah merger memberikan dampak terhadap sikap kerja

dosen dan pegawai?

4. Apakah merger memberikan dampak terhadap kepuasan kerja

dosen dan pegawai?

5. Apakah merger memberikan dampak terhadap tugas Tri

Dharma Perguruan Tinggi?

1.4. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Menganalisa dampak merger terhadap motivasi kerja dosen

dan pegawai.

2. Menganalisa dampak merger terhadap keamanan kerja dosen

dan pegawai.

3. Menganalisa dampak merger terhadap sikap kerja dosen dan

pegawai.

4. Menganalisa dampak merger terhadap kepuasan kerja dosen

(13)

5. Menganalisa dampak merger terhadap pelaksanaan tugas Tri

Dharma Perguruan Tinggi.

1.5.Kegunaan Penelitian 1.5.1. Bidang Akademis

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam

dunia ilmu pengetahuan sumber daya manusia yang

berhubungan dengan merger, motivasi kerja,

keamanan kerja, sikap kerja, kepuasan kerja dan Tri

Dharma Perguruan Tinggi.

b. Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya.

1.5.2. Bidang Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan

dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

pengambilan kebijakan di UKSW yang berhubungan

dengan motivasi kerja, kemanan kerja, sikap kerja dan

kepuasan kerja dosen dan pegawai serta pelaksanaan

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Utami et,.al (2009) Dampak Pengumuman Stock Split Terhadap Return, Variabilitas Tingkat Keuntungan, dan Aktivitas Volume perdagangan Saham Return, abnormal return ,

Adapun manfaat praktis adalah untuk memberikan masukan kepada para pelaksana operasional bank (banker) tentang peran stakeholder dalam pengembangan bank melalui merger serta

kebutuhan pelanggan dan prospek, penyedia jasa melakukan pengamatan terhadap tren lingkungan dan mempelajari informasi dari pihak lain. Dengan sejumlah perubahan atau

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk menganalisis kepemimpinan transformasional dan kepuasan kerja sebagai prediktor terhadap kinerja pegawai

trap telah terjadi dan dampak dari perubahan tersebut sudah dirasakan oleh masyarakat Booi.. Baik itu dampak positif maupun dampak negatif merupakan konsekuensi

memudahkan dalam urusan berkomunikasi. Namun smartphone dapat memberikan dampak negatif kepada penggunanya khususnya dari segi pergaulan. Khususnya pengguna smartphone

Smartphone merupakan alat penunjang komunikasi, fitur aplikasi yang dimilikinya dapat memudahkan dalam urusan berkomunikasi. Namun smartphone dapat memberikan dampak

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah budaya organisasi dan motivasi kerja berpengaruh terhadap kinerja dosen Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana