i
MAKNA KEBAHAGIAAN PADA PELAKU MEDITASI
SUMARAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Progam Studi Psikologi
Disusun oleh :
Arga Yuda Pratama
119114163
PROGAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Kehidupan tidak Berhutang pada Kebahagiaan
Ia memberikan Makna
(Victor Frankl)
Trimakasih atas segala bentuk perjuanganmu
vi
MAKNA KEBAHAGIAAN BAGI PELAKU MEDITASI
SUMARAH
Studi Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma yogyakarta
Arga Yuda Pratama
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna kebahagian pada pelaku Meditasi Sumarah dan mengeksplorasi peran Meditasi Sumarah terhadap pemaknaan kebahagian. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah Bagaimana peran meditasi sumarah dalam memaknai kebahagian. Metode yang digunakan dalam penilitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan interpretative phenomenological analysis. Dalam penelitian ini melibatkan dua orang responden. Pengambilan data yang dilakukan menggunakan wawancara semi-terstruktur. Proses validasi menggunakan dua cara, pertama menggunakan validasi responden (respondent validation) yaitu dengan mengecek ulang data dengan menunjukan hasil salinan verbatim wawancara berserta analisis dari penelitian kepada responden atau subjek penelitian. Kedua, dengan cara mengecek ulang apakah ada tema-tema yang bersifat deviant atau menyimpang dan terkesan aneh berdasarkan pertimbangan dari peneliti. Hasil penelitian menunjukan bahwa praktik Meditasi Sumarah dengan menggunakan angan-angan, rasa dan budi dapat berperan dalam memaknai kebahagian. Pelaku Meditasi Sumarah memaknai kebahagian sebagai bentuk dari kedamaian.
vii
THE MEANING OF HAPPINESS FOR THE DOERS OF
SUMARAH MEDITATION
Studies on the Psychology Faculty Student Sanata Dharma University in Yogyakarta
Arga Yuda Pratama ABSTRACK
The purpose of this study is to discover the meaning of happiness for the doers of Sumarah Meditation and to explore the role of Sumarah Meditation towards the meaning of happiness. The research question submitted is about the role of sumarah meditation towards the meaning of happiness. The method used in this study is qualitative research with the approach of interpretative phenomenological analysis. This research involves two respondents. The data collection was performed using semi-structured interview. The validation process used two ways, the first one used respondent validation by double-checking the data and showing the result of verbatim interview copies along with the research analysis to the respondent or the subject of research. The second one was done by double-checking if there are themes that are deviant or seem odd considered to the researcher. The result of the study shows that the practice of Sumarah Meditation that is done takes role in defining happiness. The doers of Sumarah Meditation defines happiness as a form of peace.
ix
KATA PENGANTAR
Dalam melihat tugas akhir setiap individu pasti mempunyai caranya
masing-masing. Secara formal tugas akhir merupakan salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) dari Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma. Bagi peneliti tugas akhir ini mempunyai makna tersendiri, sebuah
karya yang dituangkan dari usaha keras peneliti. Selain itu, tugas akhir tersebut
menjadi awal atas petualangan yang akan dijalani penulis.
Karya tulis dengan judul “MAKNA KEBAHAGIAAN PADA PELAKU
MEDITASI SUMARAH”, tidak akan mewujud dalam sebuah tulisan jika tidak
ada bantuan dari berbagai pihak yang sayang dan peduli pada penulis. Oleh karena
itu penulis mengucapkan terimakasih atas sayang dan kepedulian dalam
membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Trimakasih ini
kupersembahkan kepada:
1. Bapak Dr Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si selaku dekan Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih atas dedikasinya
dalam menjalankan roda fakultas.
2. Bapak Siswa Widiyatmoko S.Psi., M.Psi selaku pembimbing skripsi.
Terimakasih atas bimbingan dan pengetahuan yang telah diturunkan
sampai terselesaikanya tulisan ini. Semoga kita masih dapat mengobrol
berkaitan dengan akademis ataupun pengalaman hidup.
3. Bapak Paulus Eddy Suhartanto M.si, selaku dosen pembimbing akademik.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……… ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……… ii
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……… iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……… v
ABSTRACT………... vi
ABSTRACT ……….. vii
LEBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ……… vii
KATA PENGANTAR ………. ix
DAFTAR ISI ……… xii
DAFTAR TABEL ……….. xv
BAB I. PENDAHULUAN ………. 1
A. Latar Belakang ……… 1
B. Rumusan Masalah ………... 8
C. Tujuan Penelitian ……… 8
xii
1. Manfaat teoritis ………... 9
2. Manfaat Praktis ………... 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ……….. 10
A. KEBAHAGIAAN …………. 10
1. Pengertian Kebahagiaan ……… 10
2. Dimensi-Dimensi Kebahagiaan (Psychological Well-Being) .. 11
3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kebahagiaan ……… 14
4. Bentuk Kebahagiaan ………. 20
B. MEDITASI SUMARAH ………… 22
1. Pengertian Meditasi ……… 22
2. Manfaat Meditasi ……… 24
3. Meditasi Sumarah ……….. 26
4. Pokok Ajaran Sumarah ………... 47
C.Dinamika Meditasi Sumarah dan Subjective Well-Being ……… 49
BAB III. METODE PENELITIAN ……… 52
A. Jenis Penelitian ……….. 52
B. Fokus Penelitian ……… 53
C. Informan Penelitian ……… 53
D. Metode Pengumpulan Data ………... 53
E. Prosedur Pengumpulan Data ………... 60
F. Metode Analisis Data ………... 63
xiii
BAB IV. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ……….. 67
A. Profil Responden ……… 67
B. Analisis Data ……….. 68
C. Pembahasan………. 86
1. Kondisi sebelum melakukan meditasi Sumarah ………… 86
2. Mekanisme meditasi Sumarah sehingga dapat memaknai Kebahagiaan ………. 87
BAB V. PENUTUP ……… 98
A. Kesimpulan ……… 98
B. Keterbatasan Penelitian ……….… 98
C. Saran ……….. 99
DAFTAR PUSTAKA ………. 100
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Persiapan Wawancara ……….. 40
Tabel 2 Pedoman Wawancara ……… 42
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Kunci dari hidup yang baik adalah kebahagiaan. Oleh karena itu, secara
disadari setiap individu pada dasarnya akan berusaha untuk mencapai kebahagiaan
dalam hidupnya. Kebahagiaan merupakan sebuah kebutuhan dan telah menjadi
sebuah kewajiban moral individu (Seligman, 2004). Ryff mengistilahkan
kebahagiaan sebagai subjective well-being atau psychological well-being (Nenny,
2015). Kebahagiaan merupakan indikator adanya psychological well-being pada
diri seseorang (Ryff, 1989). Baunmgardener & Crothers mengatakan bahwa
kebahagiaan (happiness) atau dalam terminologi psikologi sering disebut sebagai
subjective well-being merupakan kombinasi dari kepuasaan hidup, adanya afek
positif, dan tidak adanya afek negatif (Heimbach, 2009). Hal ini mengarah pada
well being dimana individu dikatakan sejahtera bila mengisi hidupnya dengan
hal-hal yang bermakna, bertujuan, dan berguna bagi kesejahteraan diri sendiri dan
orang lain. Kebahagiaan berbeda dengan “senang”. Secara filsafat kata “bahagia”
dapat diartikan dengan kenyamanan dan kenikmatan spiritual dengan sempurna
dan rasa kepuasan, serta tidak adanya cacat dalam pikiran sehingga merasa tenang
serta damai. Kosasih menyebutkan bahwa kebahagiaan erat hubungannya dengan
Kebahagiaan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
(Berscheid, 2003). Individu yang bahagia memiliki kreatifitas dan produktifitas
yang lebih dan terbukti memiliki umur yang panjang karena kebahagiaan
mempengaruhi kesehatan dan berdampak pada sistem imun (Carr, 2004).
Kebahagiaan atau subjective well-being juga berhubungan dengan gejala-gejala
depresi (Kim, Ann & Kim, 2011). Semakin tinggi tingkat kebahagiaan individu,
maka gejala-gejala depresi individu tersebut akan semakin rendah. Selain itu, Park
(Hakisukta & Saragih, 2012) mengatakan bahwa kebahagian juga memiliki
hubungan dengan karakter positif yang dimiliki oleh seorang individu. Karakter
positif sendiri adalah proses atau mekanisme yang mendefinisikan karakter inti
dimana karater inti ini memiliki nilai-nilai moral dan pemikiran yang religius,
seperti: kebijaksanaan, keberanian, kemanusiaan, justice, temperance dan
transcendence (Peterson, 2004). Myers menyatakan bahwa individu yang bahagia
cenderung untuk tidak memikirkan diri sendiri, tidak memiliki banyak musuh,
akrab dengan individu lain, dan lebih suka menolong (Anam & Diponegoro, 2008)
Kebahagiaan menjadi suatu hal yang ingin diraih oleh semua individu, baik
oleh kaum laki-laki maupun perempuan. Kebahagiaan mungkin menjadi jawaban
bagi sebagian besar individu sebagai tujuan hidup. Berbagai upaya dilakukan oleh
individu untuk mencapai kondisi bahagia (Miwa, 2012). Menurut Arsitoteles
(dalam Willliams dkk, 2006), kebahagiaan merupakan bentuk kesempurnaan,
sehingga banyak upaya yang dilakukan untuk mencapainya. Hal ini sesuai dengan
penting sehingga upaya untuk mencapai kebahagiaan menjadi fokus perhatian dan
tujuan dari individu sepanjang waktu (dalam Wiliams dkk, 2006). Dengan
demikian jelas bahwa setiap individu ingin mencapai kebahagiaan dan akan
berusaha melakukan upaya tertentu untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya.
Belum lama ini, salah satu surat kabar lokal memberitakan bahwa negara Uni
Emirat Arab membuat Menteri Kebahagiaan, demi membahagiakan
rakyatnya, Uni Emirat Arab (UAE) menunjuk Ohoud al-Roumi sebagai Menteri
Kebahagiaan pertama di negara itu. Pembentukan bidang kementerian baru itu
memang diharapkan akan mengendalikan kebijakan pemerintah demi
menciptakan kepuasan dan kebahagiaan rakyat. "Kebahagiaan tidak hanya
menjadi harapan di negara ini," demikian jelas Al-Maktoum dalam cuitannya di
Twitter, dikutip Al Jazeera (Detiknews.com, 2016)
Setiap individu berusaha untuk memperoleh kebahagiaan dengan berbagai
cara termasuk juga di Indonesia. Beberapa individu melakukan usaha yang keras
sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan dan untuk mengejar
kebahagiaan. Ada banyak cara yang dilakukan individu di Indonesia untuk
mengejar kebahagiaan, antara lain dengan berpuasa (seperti puasa di bulan
Ramadhan, puasa mutih, ngrowot, dll), bertapa dengan berbagai jenisnya,
menggunakan mantra serta susuk, dan masih banyak lagi (Endraswara, 2010).
Fenomena tersebut memperlihatkan bagaimana usaha keras dan sulitnya individu
Kebahagiaan sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kebahagiaan mungkin akan berbeda pada setiap individu. Individu
yang menjadikan satu faktor sebagai sumber kebahagiaan, belum tentu individu
lain juga menjadikan satu faktor tersebut sebagai sumber faktor kebahagiaannya.
Salah satu faktor kebahagian individu adalah budaya, Budaya memiliki
sumbangan terhadap pembentukan konsep psikologis individu, seperti halnya
konsep kebahagiaan. Kim dan Park (dalam Wahyu Jati, 2004) menyebutkan bahwa
budaya memiliki peranan yang sangat sentral dalam mempersepsikan fenomena
sosial. Budaya juga mempunyai peran seperti halnya fisiologi terkait dengan
persepsi individu terhadap realitas.
Hal tersebut dikarenakan budaya memuat simbol bahasa yang digunakan
untuk berkomunikasi dan memaknai suatu realitas social. Sedangkan fisiologi
menyumbang panca indra sebagai alat untuk mempersepsi realitas sosial tersebut.
Oleh karena itu, dapat dipahami apabila suatu nilai kebahagiaan individu pasti
dipengaruhi oleh konteks budaya yang berlaku di mana individu tersebut tinggal.
Uchida (dalam Wahyu Jati, 2004) menemukan bahwa terdapat perbedaan makna
kebahagiaan dalam budaya Barat (individualistik) dan Timur (kolektivistik).
Secara spesifik, dalam konteks budaya Barat atau Amerika Utara, kebahagian
memiliki kecenderungan didefinisikan terkait dengan pencapaian prestasi pribadi
(personal achievement) dan dalam konteks budaya ini, individu bertindak karena
termotivasi untuk memaksimalkan pengalaman afek positif. Hal ini bertolak
kecenderungan definisi yang terkait dengan pencapaian hubungan interpersonal.
Pada konteks budaya ini, individu bertindak karena termotivasi untuk
mempertahankan keseimbangan antara afek positif dan negatif. Cara terbaik untuk
memprediksi kebahagian di konteks ini adalah dengan melihat kelekatan diri atau
individu dalam hubungan sosial
Sedangkan menurut Seligman (2005) kebahagiaan dipengaruhi oleh dua
faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi kebahagiaan
diantaranya ialah uang, perkawinan, kehidupan sosial, emosi negatif, usia,
kesehatan, pendidikan, iklim, ras dan jenis kelamin. Sedangkan faktor internal
yang mempengaruhi individu menjadi bahagia adalah kepuasaan terhadap masa
lalu, optimisme, kepuasaan hidup dan kebahagiaan masa sekarang.
Selain faktor eksternal dan internal, meditasi juga merupakan salah satu faktor
yang membuat individu merasa bahagia (Rahmad, 2009). Meditasi dapat
digunakan untuk mengurangi atau mengeliminasi pengaruh-pengaruh destruktif
dari berbagai cobaan dan kesengsaraan hidup, jika pengaruh-pengaruh tersebut
dapat di eliminasi dengan meditasi akan tercapai suatu kebahagiaan. Shappiro
melakukan penelitian terhadap meditasi dan hasilnya ditemukan bahwa 88% dari
subjek penelitiannya yang melakukan meditasi merasa lebih bahagia dan gembira,
mampu berfikir positif, memiliki kepercayaan diri yang meningkat, dan memiliki
penyelesaiaan masalah yang lebih baik dibandingkan dengan subjek yang tidak
melakukan meditasi. Selain itu menurut salah satu pelaku Meditasi Sumarah,
apa lancar, dipermudah, terpenuhi ya bahagia”(Wawancara, Nugraha 2016). Etik
dalam wawancara dengan peneliti juga menyatakan perasaan bahagia setelah
melakukan meditasi sumarah “Ya itu tadi mas yang bisa menikmati kesejukan,
kenikmtan. Wahh seneng, bahagia banget mas”(Etik, Wawancara 2016).
Kebahagiaan adalah suatu hal yang menjadi harapan dalam diri seseorang,
bahkan setiap orang sangat mendambakan kehidupan yang berbahagia semasa
hidupnya. Menurut Lukman (2008) kebahagiaan pada tiap individu tergantung
pada pemaknaan dan memahami kebahagiaan. Studi mengenai konsep
kebahagiaan telah banyak dilakukan melalui berbagai perspektif. Masing-masing
perspektif menyediakan berbagai penjelasan yang berbeda-beda mengenai apa
yang dimaksud dengan kebahagiaan itu sendiri, yang pada akhirnya muncul hasil
yang berbeda-beda pula mengenai bagaimana ke bahagiaan itu bisa dicapai. Para
peneliti seringkali menemukan kesulitan untuk merumuskan konsep mengenai
kebahagiaan. Kata ”kebahagiaan” ini memiliki makna yang beragam. Seringkali
makna dari ”kebahagiaan” (happiness) disamakan dengan ”baik” (the good)
ataupun ”hidup yang bagus” (the good life) (Eddington & Shuman, 2005). Namun
demikian, beberapa peneliti mencoba untuk memaknai apa yang sebenarnya
dimaksud dengan kebahagiaan Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui apa
makna kebahagiaan pada pelaku meditasi sumarah
Meditasi Sumarah sendiri merupakan salah satu aliran kebatinan Jawa yang
ada di Indonesia. Menurut Soebagyo (1976), kebatinan merupakan religi beserta
keselarasaan, dan keseimbangan batin. Pada dasarnya kebatinan adalah
pengetahuan mengenai alam raya dengan tujuan mengadakan suatu hubungan
langsung antara individu dan Yang Maha Kuasa yaitu ketentraman, keselarasaan
dan hubungan langsung kepada Yang Maha Kuasa.
Sumarah adalah latihan Sujud atau yang lebih sering disebut meditasi.
Sumarah adalah praktik kebatinan dan tidak mempunyai buku rujukan tentang
ajarannya sehingga interaksi praktis berlangsung tanpa melibatkan pedoman
tertentu. Sumarah justru menekankan terbangunnya kesadaran sebagai proses
alamiah yang tidak bisa dipaksakan dengan kehendak dan tidak mungkin
dikembangkan berdasarkan pedoman (Stange, 2009).
Sumarah merupakan sebuah kata dalam bahasa jawa yang berarti keadaan
pasrah atau menerima secara total (Stange, 2009). Pengertian penerimaaan
merupakan sebuah ide dasar filsafat Jawa yang tidak dipandang sebagai tanda
kepasrahan diri pasif terhadap nasib, berbeda apabila dibandingkan dengan budaya
Barat yang mengartikan penerimaan sebagai kalahnya kemampuan kita. Bagi
orang Jawa, penerimaan mengindikasikan kebijaksanaan yang mendalam, yang
sebagai pilihan dewasa dari individu yang telah memperoleh rasa Utuh/ Whole.
Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapan oleh sesepuh Sumarah “pasrah
disini bukan berarti pasrah secara harafiah, pasrah disini adalah pasrah pada
kehendah tuhan yang artinya pasrah secara rohani atau batin” (Untung 90th,
Celestin-Westreich (2012) menambahkan bahwa meditasi Sumarah ini adalah
meditasi mindfullness yang menentukan pelepasan dari pengendalian internal pada
tingkat fisik mental dan emosional. praktek meditasi yang berfokus, tidak
menghakimi (judgement), tidak reaktif (non-reaktif), dan merupakan kesadaran
metakognitif.
Tujuan dari meditasi Sumarah adalah menyerah-pasrahkan seluruh aspek
keberadaan pribadi sehingga sang diri (the self) tidak lebih dari sekedar wahana
kehendak Tuhan. Selain itu, meditasi Sumarah adalah cara mencapai
keseimbangan lahir batin yang artinya memelihara kesehatan badan dan
kedamaian batin (Stange, 2009) dimana kesehatan badan dan kedamaian batin
merupakan faktor dari kebahagiaan. Selain itu menurut Stange (2009) ketika
latihan sujud selesai, warga Sumarah yakin mengalami kedamaian batin yang
secara otomatis meluas menuju penyelarasaan yang menghasilkan tindakan
konstruktif bagi kehidupan masyarakat. Seligman (2013) juga menyatakan bahwa
hidup yang nyaman adalah kehidupan dimana segala keperluan kehidupan
terpenuhi, yaitu semua keperluan hidup secara jasmani, rohani dan sosial. Hidup
yang nyaman adalah hidup yang aman, tentram dan damai.
Berdasarkan penjelasan di atas diketahui bahwa kebahagiaan atau subjective
well-being menjadi hal yang sangat berbeda setiap individu (subjektif) . Oleh sebab
itu dalam penelitian tersebut, peneliti ingin mengeksplorasi makna kebahagiaan
mengeksplorasi peran Meditasi Sumarah, termasuk mekanisme yang ada di
dalamnya khususnya dalam kaitannya dengan pemaknaan kebahagiaan.
B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan pertanyaan yang menjadi permasalahan penetian: apa makna
kebahagiaan pada pelaku meditasi sumarah?
C.TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna kebahagiaan pada pelaku
meditasi Sumarah dan mengeksplorasi peran meditasi sumarah terhadap
pemaknaan kebahagiaan.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi mengenai psikologi
positif umumnya dan meditasi Sumarah sebagai cara untuk meningkatkan
kesehatan fisik dan mental khususnya.
b. Dalam bidang ilmu Psikologi, penelitian ini dapat menjelaskan peran budaya
dalam hal ini meditasi Sumarah dalam memaknai kebahagiaan.
2. Manfaat Praktis
Hasil ekplorasi dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan salah satu
cara untuk mendapatkan kebahagiaan sebagai faktor yang sangat penting pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Kebahagiaan
1. Pengertian Kebahagiaan
Menurut Schimmel (2009) kebahagiaan merupakan penilaian individu
terhadap keseluruhan kualitas hidupnya. Schimmel menambahkan
kebahagiaan terkadang juga disebut sebagai kesejaterahan subjektif
(subjective well being). Sedangkan, menurut Deiner & Ryan (2009),
kebahagiaan mengacu kepada emosi yang lebih bersifat positif, sedangkan
subjective well being mencakup emosi yang positif dan negatif. Akan tetapi,
kedua istilah tersebut menunjukan penilaian individu terhadap kualitas
individu.
Andrews mengatakan bahwa well-being merupakan suatu keadaan
mental, intelektual, dan kematangan psikologis (Nenny, 2015). Well-being
diasosiasikan melalui pengalaman sebelumnya, kesenangan, kebahagiaan,
pengalaman spritual, dan personalisasi yang berkelanjutan. Sementara Brough
(2005) menyatakan bahwa psychological well being mencakup fungsi mental
untuk jangka pendek dan juga jangka panjang yang terdiri dari afek positif dan
moral serta afek negatif seperti kecemasan, depresi dan fatigue. Sedangkan
Bradburn (dalam Ryff, 1989) mendifinisikan psychological well being sebagai
tertinggi hasil dari kesejahterahan psikologis yang ingin dicapai oleh setiap
manusia (wiling).
Veenhoven (1984) menyatakan bahwa kebahagiaan adalah sejauh mana
seorang individu menentukan secara keseluruhan kualitas hidupnya sendiri
secara lebih positif. Veenhoven menambahkan bahwa kebahagiaan bisa
disebut sebagai kepuasaan hidup (life statisfication). Sedangkan Carr (2004)
menyatakan bahwa kebahagiaan sebagai suatu keadaan psikologis positif yang
ditandai dengan tingginya derajat kepuasaan hidup, afek positif, dan
rendahnya derajat negatif.
Seligman (2002) mendefinisikan kebahagiaan sebagai muatan emosi dan
aktifitas positif. Argyle, Martin & Crossland (1989) mengungkapkan bahwa
kebahagian juga didefinisikan sebagai keunggulan afek positif pada afek
negatif dan sebagai kepuasaan hidup yang menyeluruh.
Dari banyak penjelasan para ahli di atas, maka peneliti menyimpulkan
bahwa pengertian kebahagiaan adalah penilaian individu terhadap keseluruhan
kualitas hidupnya yang memunculkan suatu perasaan bahagia, senang dan
tenteram dalam hidup.
2. Dimensi-dimensi Kebahagiaan (Psychological Well-Being)
Enam dimensi psychological well-being merupakan intisari dari teori-teori
positif functioning psychology yang dirumuskan oleh Ryff (dalam Ryff, 1989;
Ryff dan Keyes, 1995), yaitu:
a. Penerimaan diri (Self-acceptance)
Self-acceptance berkaitan dengan penerimaan diri individu pada masa
kini dan masa lalunya. Seorang individu dikatakan memiliki nilai yang
tinggi dalam dimensi penerimaan diri apabila ia memiliki sikap yang positif
terhadap dirinya sendiri, menghargai dan menerima berbagai aspek yang ada
pada dirinya, baik kualitas diri yang baik maupun buruk. Sebaliknya,
individu dikatakan memiliki nilai yang rendah dalam dimensi penerimaan
diri apabila ia merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri, merasa kecewa
dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya, dan berharap menjadi
orang yang berbeda dari dirinya sendiri.
b. Hubungan positif dengan orang lain (Positive relations with others)
Individu yang memiliki hubungan yang positif dengan orang lain
mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan
orang lain. Selain itu, individu tersebut memiliki kepedulian terhadap
kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi dan intimitas
serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan pribadi.
Sementara individu yang kurang baik dalam dimensi hubungan positif
dengan orang lain ditandai dengan tingkah laku yang tertutup dalam
berhubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap hangat, peduli dan
terbuka dengan orang lain, terisolasi dan merasa frustrasi dalam membina
c. Otonomi (autonomy)
Ciri utama dari seorang individu yang memiliki otonomi yang baik
antara lain dapat menentukan segala sesuatu seorang diri (self-determining)
dan mandiri. Ia mampu mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur
tangan dari orang lain.
d. Penguasaan lingkungan (Environmental mastery)
Individu yang baik dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki
keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat
mengendalikan berbagai aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya
termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari
e. Tujuan hidup (Purpose in life)
Individu yang memiliki nilai tinggi dalam dimensi tujuan hidup
memiliki rasa keterarahan (directedness) dalam hidup, mampu merasakan
arti dari masa lalu dan masa kini, memiliki keyakinan yang memberikan
tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan target yang ingin dicapai dalam
hidup
f. Pertumbuhan pribadi (Personal growth)
Individu yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan
adanya,perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam
dirinya, memandang diri sendiri sebagai individu yang selalu tumbuh dan
kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan
peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta
dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki pengetahuan
yang bertambah.
Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebahagian memiliki
6 dimensi yaitu penerimaan diri, hubungan positif dengan orang lain, otonomi,
penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebahagiaan
a. Faktor Eksternal
Seligman (2002) memberikan delapan faktor eksternal yang
mempengaruhi kebahagian seseorang, namun tidak semuanya memiliki
pengaruh yang besar. Seligman (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi kebahagiaan sebagai berikut :
1. Uang
Seligman (2005) mengatakan bahwa di negara yang sangat miskin,
kaya bisa berarti lebih bahagia.Namun, di negara yang yang lebih makmur
dimana semua rakyatnya sudah bisa memperoleh kebutuhan dasar,
peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahagiaan.
2. Perkawinan
Seligman (2005) mengatakan bahwa pernikahan sangat erat
hubungannya dengan kebahagiaan. Ada dua penjelasan mengenai
lebih atraktif sebagai pasangan daripada orang yang tidak bahagia, Kedua,
pernikahan memberikan banyak keuntungan yang dapat membahagiaan
seseorang, diantaranya keintiman psikologis dan fisik, memiliki anak,
membangun keluarga, menjalankan peran sebagai pasangan dan orang tua,
menguatkan identitas dan menciptakan keturunan. Menurut Seligman
(2005), kebahagiaan orang yang menikah mempengaruhi panjang usia dan
besar penghasilan dan hal ini berlaku bagi pria dan wanita.
3. Kehidupan Sosial
Seligman (2005) mengatakan bahwa orang yang sangat bahagia
menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan, paling sedikit
menghabiskan waktu sendirian dan mayoritas dari mereka bersosialisasi.
4. Emosi negatif
Seligman (2005) mengatakan bahwa hanya ada sedikit korelasi negatif
antara emosi positif dan emosi negatif.Ini berarti bahwa jika individu
banyak memiliki emosi negatif, dimungkinkan bahwa individu tersebut
memiliki sedikit emosi positif dibandingkan dengan rata-rata.Namun, ini
tidak berarti jauh dari kehidupan riang gembira.Demikian pula, meskipun
banyak memiliki emosi postif dalam hidup, tidak berarti sangat terbebas
dari kesedihan.
5. Usia
Kepuasaan hidup sedikit meningkat dengan bertambahnya usia, afek
Hal yang berubah ketika seseorang menua adalah intensitas emosi dimana
perasaan “mencapai puncak dunia” dan “terpuruk dalam keputusasaan”
berkurang seiring dengan bertambannya umur dan pengalaman.
6. Kesehatan
Menurut Seligman (2005) yang terpenting adalah persepsi subjektif
kita terhadap seberapa sehat diri kita. Seligman juga menambahkan bahwa
orang yang memiliki liam atau lebih masalah kesehatan, kebahagiaan
mereka berkurang sejalan dengan waktu.
7. Pendidikan, Iklim, Ras, dan Jenis Kelamin
Seligman (2005) menmasukan keempat kondisi ini menjadi satu
kelompok dikarenakan tidak ada satupun dari keempat hal ini yang penting
bagi kebahagiaan. Meskipun sebagai sarana untu mencapai penghasilan
yang tinggi, pendidikan bukan sara untuk mencapai kebahagiaan yang lebih
tinggi, kecuali hanya sedikit dan terjadi di kalangan mereka yang
berpenghasilan rendah. Begitupun dengan iklim, meskipun sinar matahari
berlimpah melawan gangguan afektif akibat depresi musim dingin, tingkat
kebahagiaan tidak bervariasi sesuai dengan iklim.
Seligman menambahkan bahwa ras, setidaknya di Amerika sama sekali
tidak berkaitan dengan kebahagiaan. Meskipun mereka secara ekonomi,
keadaan mereka lebih buruk namun orang Afro-Amerika dan Hispanik
memiliki angka depresi yang jauh lebih rendah dibandingkan orang
laki-laki dan perempuan tidak berbeda. Lebih mengherankan adalah bahwa
perempuan ternyata lebih bahagia dan lebih sedih daripada laki-laki
(Seligman, 2005).
8. Agama
Orang yang religius lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan
daripada orang yang tidak religius (Seligman, 2005). Hal ini dikarenakan
bahwa agama memberikan harapan akan masa depan dan menciptakan
makanan dalam hidup bagi manusia. Selain, itu, keterlibatan seseorang
dalam kegiatan keagaaman atau komunitas agama dapat memberikan
dukungan sosial bagi orang tersebut. Hubungan antara harapan akan masa
depan dan keyakinan beragama merupakan landasan mengapa keimanan
sangat efektif melawan keputusaan dan meningkatkan kebahagiaan
(Seligman, 2005).
b. Faktor Internal
Menurut Seligman (2002), ada tiga faktor internal yang berkontribusi
terhadap kebahagiaan. Ketiga hal tersebut tidak selalu dirasakan secara
bersamaan, artinya seseorang bisa saja bangga dan puas akan masa lalunya
namun merasa getir dan pesimis terhadap masa sekarang dan masa yang akan
datang. Ketika seseorang dapat mengetahui dan mempelajari ketiga bentuk
emosi positif ini, diharapkan dapat mengarahkan emosinya kearah yang positif
dengan mengubah perasaan tentang masa lalu, cara berpikir tentang masa
1. Kepuasaan Terhadap Masa Lalu
Kepuasaan terhadap masa lalu dapat dicapai melalui tiga cara :
a. Melepaskan pandangan masa lalu sebagai penentu masa depan
seseorang.
Pemahaman dan penghayatan yang tidak memadai terhadap
perristiwa masa lalu dan terlalu menekankan pada peristiwa yang
buruk adalah dua hal antara yang menurunkan ketenangan, kelegaan
dan kepuasaan (Seligman, 2005).
b. Gratitude (bersyukur) terhadap hal-hal baik dalam hidup akan
meningkat kenangan-kenangan positif.
Bersyukur dapat menambah pemahaman dan penghayatan
terhadap peristiwa baik pada masa lalu.
c. Forgiving dan forgetting (memaafkan dan melupakan)
Perasaan seseorang terhadap masa lalu tergantung sepenuhnya
pada ingatan yang dimiliki oleh seseorang. Salah satu cara untuk
menghilangkan emosi negatif mengenai masa lalu adalah
memaafkan. Memaafkan merupakan tindakan yang membiarkan
memori tetap utuh tetapi dengan membauang dan metranformasi
kepedihan (Seligman, 2005). Memaafkan dapat mengurangi
kegetiran terhadap peristiwa-peristiwa buruk bahkan dapat mengubah
2.Optimisme Kepuasaan hidup
Optimisme didefinisikan sebagai ekspektasi secara umum bahwa
akan terjadi lebih banyak lagi hal baik dibandingkan dengan hal buruk
dimasa yang akan datang (Carr, 2004).
3. Kebahagiaan Masa Sekarang
Kebahagian masa sekarang melibatkan dua hal, yaitu :
a. Pleasure yaitu kesenangan atau kenikmatab yang memiliki
komponen sensori dan emosional yang kuat atau yang biasa disebut
dengan perasaan-perasaan dasar raw feels (Seligman, 2005).
Kenikmatan ini bersifat sementara dan hanya sedikit melibatkan
pemikiran atau malah tidak melibatkan pemikiran sama
sekali.Contoh dari kenikmatan antara lain ekstase, orgasme, gairah,
rasa senang, riang, ceria, dan nyaman (Seligman, 2005)
b. Gratificationatau gratifikasi berasal dari kegiatan yang sangat disukai
individi namun tidak harus disertai dengan peraaan sadar (Seligman,
2005). Gratifikasi merupakan emosi positif pada masa sekarang yang
berkaitan dengan kekuatan dan kualitas, serta datang dari
kegiatan-kegiatan yang disukai. Gratifikasi membuat seseorang terlibat
sepenuhnya sehingga dia merasa terserap di dalam kegiatan yang
tengah dia lakukan dan waktu terasa berhenti ketika ia melakukannya
bersentuhan dengan kekuatan diri sendiri. Gratifikasi dapat bertahan
lebih lama dari pada kenikamtan dan lebih banytak melibatkan
pemikiran serta intepretasi serta dapat diperoleh dan ditingkatkan
dengan cara membangun kekuatan dan kebajikan personal (Seligman,
2005).
Perbuatan baik adalah suatu gratifikasi dimana merupakan
keadaan menyenangkan yang mengikuti pencapaian
hasrat.Gratifikasi berbeda dengan kepuasaan (statisfaction)
dikarenakan kepuasaan diperoleh setelah salah satu motif terpenuhi.
Gratifikasi tidak muncul setelah melakukan kegiataan yang
menyenangkan namun muncul saat individu tersebut menggunakan
kekuatan dan keutamaannya saat melakukan aktivitas tersebut
(Seligman, 2005)
Dari definisi di atas didapatkan bahwa faktor kebahagiaan meliputi faktor
eksternal dan internal. Faktor eksternal mencakup uang, perkawinan,
kehidupan sosial, emosi negatif, usia, kesehatan, pendidikan dan agama.
Sedangkan faktor internal mencakup kepuasan terhadap masa lalu, optimisme
kepuasaan hidup, dan kebahagiaan masa sekarang.
4. Bentuk Kebahagiaan
Seligman (2013) dalam bukunya Autentic Happiness menjelaskan secara
umum bahwa ada tiga macam bentuk kebahagiaan yang dicari oleh manusia
a. Hidup yang penuh kesenangan (pleasant life)
Hidup yang penuh kesenangan ialah kondisi kehidupan dimana
individu mencari kesenangan hidup, kepuasaan nafsu, keinginan dan
berbagai bentuk kesenangan lainnya yang menjadi tujuan hidup manusia.
Hidup yang menyenangkan adalah ketika sebanyak mungkin kesenangan
hidup telah dimiliki oleh individu yang bersangkutan
b. Hidup yang nyaman (good life)
Hidup yang nyaman ialah kehidupan dimana segala keperluan
kehidupan terpenuhi, terpenuhinya semua keperluan hidup secara jasmani,
rohani dan sosial.Hidup yang nyaman dimaksudkan memiliki hidup yang
aman, tentram dan damai.
c. Hidup yang bermakna (meaningful life)
Hidup bermakna memiliki derajat yang lebih tinggi daripada tingkat
kehidupan yang nyaman, selain segala keperluan hidupnya telah terpenuhi,
iamenjalani hidup ini dengan penug pemahaman tentang makna dan tujuan
kehidupan. Individu ini tidak hanya memberikan kebaikan untuk diri dan
keluarga melinkan juga memberikan kebaikan bagi orang lain dan
lingkungan sekitarnya. Rasa kebahagiaan yang timbul ketika banyak orang
lain mendapatkan kebahagiaan karena usaha kita atau yang biasa disebut
pleasure in giving (kebahagiaan dalam berbagi). Individu yang memiliki
Dari definisi di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ada tiga macam bentuk
kebahagiaan yaitu : hidup yang penuh kesenangan, hidup yang nyaman dan
hidup yang bermakna.
B. Meditasi Sumarah
1. Pengertian meditasi
Dalam beberapa literatur psikologi, Smith (Subandi 2003) istilah
meditasi mengacu pada sekelompok latihan untuk membatasi pikiran dan
perhatian. Sementara itu Walsh (dalam Subandi, 2003) menyatakan
bahwa meditasi merupakan teknik atau metode latihan yang digunakan
untuk melatih perhatian sehingga dapat meningkatkan taraf kesadaran,
yang selanjutnya dapat membawa proses‐proses mental menjadi lebih
terkontrol secara sadar.
Pamungkas (2006) mendefinisikan meditasi sebagai suatu cara
yang digunakan untuk mendekatkan diri dengan sang Pencipta dengan
mengabungkan konsentrasi, sikap dan keyakinan untuk sebuah tujuan.
Tujuan dari meditasi antara lain adalah untuk memohon diberikan
petunjuk dan kekuatan atau kemampuan.
Hirai (Cozzolino, 2006) menjelaskan bahwa meditasi bukan hanya
suatu keadaan stabilitas mental dan tidur, tetapi juga suatu kondisi pikiran
yang beroperasi maksimal yang membuat seseorang rileks tetapi siap
mencapainya.Meditasi tersebut dilakukan dengan memfokuskan pikiran
pada suatu objek seperti nafas seseorang atau mantra.
Selain itu, Mautahpin (Tart, 1969) mengatakan bahwa meditasi
merupakan tehnik latihan untuk mengembangkan dunia internal atau
dunia batin seseorang, sehingga menambah makna hidup bagi pelakunya.
Sarayadarian (2007) mengaatakan bahwa meditasi merupakan suatu
proses pemekaran batin (inner blooming), suatu proses pengisian
wahana-wahana dalam tubuh menggunakan energi spiritual. Energi tersebut dapat
meregenerasi tubuh, meredamkan emosional dan memurnikan pikiran.
Sehingga membuat pelaku meditasi tampak lebih muda, hati semakin
damai dan pikiran menjadi lebih fokus.
Humphrey (Baskara Adya, 2008) menyatakan bahwa meditasi
dapat dianggap sebagai suatu keadaan kesadaran atau sebagai cara hidup,
dapat dianggap sebagai jalan ke arah pencerahan dan disiplin rohani, dan
dapat pula dianggap sebagai proses psikologis serta sarana untuk lebih
mawas diri. Humphrey (Baskara Adya 2008) mengatakan bahwa
berbagai metode yang berbeda dalam meditasi tidak menjadi masalah.
Menurut mereka meditasi adalah suatu proses meniti jalan ke dalam diri
yang pada gilirannya akan menghantarkan pada transformasi diri melalui
berubahnya tingkat kesadaran.
Barraclough (2002) menyatakan bahwa meditasi merupakan proses
meningkatkan ketenangan dan konsentrasi, menenagkan pikiran dan
meningkatkan kesadaran rohani. Ada beberapa teknik dalam bermeditasi
antara lain mengulangi kata-kata selain itu ada yang memfokuskan
perhatian pada pernafasan.
Meditasi merupakan suatu kondisi yang rileks untuk konsentrasi
pada kejadian realitas yang sedang berlangsung, atau suatu kondisi yang
pikiran bebas dari segala macam pikiran, atau suatu kondisi yang bebas
dari semua yang melelahkan dan berfokus pada Tuhan atau suatu
konsentrasi yang tinggi. Meditasi dapat menenangkan otak dan
memperbaiki (memulihkan tubuh), meditasi yang dilakukan secara teratur
dapat digunakan untuk menurunkan stres, depresi dan (Widodo 2013).
2. Manfaat meditasi
Meditasi banyak di gunakan oleh masyarakat timur ataupun barat.
Pada zaman modern ini meditasi banyak digunakan untuk mencari
ketenangan, kedamaian, kesehatan. Banyak literature dan jurnal ilmiah
yang menyatakan manfaat dari meditasi, berikut ini adalah manfaat
meditasi yang di dapat dari praktek meditasi.
Meditasi dapat menenangkan otak dan memperbaiki (memulihkan
tubuh), meditasi yang dilakukan secara teratur dapat digunakan untuk
menurunkan stres, depresi dan salah satu pilihannya yaitu terapi meditasi
Menurut Rachmad (2006) salah satu teknik yang efektif dari
pengendalian diri melalui berfikir positif adalah meditasi. Eksperimen
ilmiah telah menunjukan bahwa reaksi organisme terhadap meditasi
adalah kebalikan dari reaksinya terhadap stres, yaitu menenangkan sistem
saraf, menenangkan denyut jantung, menurunkan tekanan darah dan
irama pernafasan, serta menstimulasi keseimbangan pengeluaran
hormon-hormon.
Selain itu Albeniz (2000) menyatakan bahwa meditasi mempunyai
beberapa manfaat psikis. Salah satunya adalah membantu pasien untuk
menyadari, meningkatkan kemampuan dalam mempertimbangkan
perilaku, membantu untuk merasanya nyaman dengan ambiguitas, ketidak
tentuan dan ketidaktahuan serta membantu dalam memahami dan
meyakini sifat dasar dan kebijaksanaan serta menguatkan pemahaman
terhadap respon.
Bogart (1991) menyatakan manfaat dari meditasi dapat membuat
seseorang menjadi tenang, mencapai keseimbangan antara pikiran dan
emosi serta dapat lebih percaya diri. Individu yang melakukan meditasi
akan lebih mudah menyesuaikan diri, perubahan perilaku negative dan
menciptakan perasaan tenang, terbuka, penerimaan dan membangkitkan
Craven (Albeniz, 2000) menyatakan bahwa meditasi mempunyai
manfaat seperti, pengintegrasian pengalaman subjektif, penerimaan dan
toleransi tentang perasaan dan kesadaran diri yang meningkat.
3. Meditasi Sumarah
a. Sejarah Sumarah
Sumarah lahir di tengah-tengah masyarakat Yogyakarta sekitar tahun
1935. Paguyuban ini lahir di tengah masyarakat Jawa yang berorientasi
pada Keraton Yogyakarta. Mereka menjalani kehidupan yang penuh
dengan tekanan politik dan ekonomi Penjajah Belanda (Muchit, 2011).
Perjuangan yang dilakukan oleh penghayat kepercayaan Sumarah
dilakukan dengan cara (berdo’a) kepada Tuhan dengan melakukan cara
melakukan Sujud Sumarah (menyerah pada Tuhan Yang Maha Esa) dalam
mencari jalan keluar permasalahan hidupnya. Sujud Sumarah juga
dilakukan saat terjadi kesenjangan antara realita dan kehendak yang di
inginkan.
Menurut Dewan Pimpinan Pusat Paguyuban Sumarah Arymurthi
(1978) sujud Sumarah tidak dapat dilepaskan dari perjuangan bangsa
Indonesia dalam mencapai dan mengisi kemerdekaan. Hal tersebut tersirat
pada petunjuk yang mengantar turunnya Tuntunan/Wahyu Sumarah
pertama kalinya, ketika pak Sukino memanjatkan permohonan pada Tuhan
Yang Maha Esa untuk kemerdekaan bangsa Indonesia (Muchit A Karim,
Sukinohartono lahir pada tanggal 27 Desember 1897 dan meninggal pada
27 Maret 1971 di sebuah desa di wilayah Semanu, Kabupaten Gunung
Kidul, Yogyakarta. Pada masa dewasanya Sukino secara intens mengikuti
berbagai paguron di Yogyakarta, keterlibatanya dalam dua paguron yaitu
Hardopusoro dan Subud membantu Sukino dalam memperoleh wahyu
yang akan menutunnya menuju kelahiran Sumarah.
Wahyu pertama di terima Sukino pada Agustus 1935, Sukino
mengatakan bahwa ia mulai merasakan banyak sekali terpaan ujian dan
godaan. Pada tahap inilah dia mengalami kontak batin yang jernih dengan
Hakiki. Hakiki sering di sebut “Hak” merupakan istilah yang sering
digunakan Sukino dan para warga Sumarah yang berarti kontak langsung
dengan Tuhan. Bagi sukino kekuatan dan kemurnian Hakiki yang
diperolehnya menciptakan titik balik personal yang begitu signifikan.
Pertama , ia meragukan beberapa istilah yang dia peroleh
meskipun sedikit yang terwariskan sejak dalam kandungan. Akan tetapi,
penyangkalan yang paling besar tentang pendirian fanatiknya ketika di
Hardopusoro, yang telah membuat dirinya meragukan Tuhan.
Kedua, Sukino mengalami proses penghukuman dan pembersihan
yang terjadi pada 29 juni 1936. Pertama-tama ia menyaksikan beberapa
timbangan yang menakjubkan dimana terukur segala keseimbangan
hidup. Disana, kebaikan (becik) berada di sisi kanan, sedangkan
lebih besar dari kebaikan sehingga sebagai hukumanya dia harus dipotong
menjadi tiga bagian lalu dibakar. Sukino merasakan secara sadar leher
dan perutnya dipotong dan dibakar menjadi abu. Serakan tubuh tadi yang
telah hangus ahirnya terstuan dan hidup kembali. Meskipun Sukino hanya
meninggalkan sebuah cerita saja, sebuah catatan dalam sejarah Sumarah
menjelaskan lebih lanjut mengenai signifikansi kisah tadi. Tubuh yang
dipotong menjadi tiga dan terbakar menandakan tiga pusat okultis utama
(Trimurti yang terdiri dari Janaloka, Endraloka, dan Guruloka) sudah
termurnikan. Meski sudah mengalami pembersihan, Sukino tetap merasa
dosanya melimpah sehingga ia yakin akan masuk neraka.
Meskipun masih dibebani oleh perasaan itu, Sukino mendapat
bisikan gaib (kedhawuhan) agar ia mengikuti petunjuk apapun yang
datang padanya melalui Hakiki dan Malaikat Jibril. Pertama, ia
memasuki suatu alam yang damai dan membahagiakan tanpa matahari,
bulan dan bintang. Dari sana ia bisa melihat bumi meski diselimuti kabut.
Tempat yang damai itu ditinggali segala macam penghuni. Sukino lantas
diperingatkan untuk meneruskan kepasrahan totalnya karena ia
mengadapi suatu godaan. Kedua, ia masuk ke alam hijau penuh
tumbuh-tumbuhan. Ketiga, ia masuk ke alam binatang. Setiap transisi yang
dialaminya, dirasakan layaknya layar kaca. Kemudian untuk beberapa
saatu ia dikembalikan ke alam kesadaran manusia normal. Setelah itu, ia
kelima, sebuah jagad arwah yang tampak penuh damai dalam keadaan
iman (in the state of faith).
Beberapa waktu kemudian, tepatnya 7 juli 1937, dia mendapatkan
wahyu yang menyuruhnya untuk menjadi warana bagi Sumarah sampai
tahun 1949. Wahyu datang dalam bentuk mahkota yang memancarkan
cahaya biru langit. Ketika mahkota itu menyentuh kepalanya , dia
merasakan berat dan bertanya-tanya apakah ini hanya tipuan iblis semata.
Perlahan berat mahkota berkurang, rasa takutnya sirna, dan hatinya
menjadi lega. Menjelang tujuh hari, perasaan tadi sudah kembali normal.
Sejak saat itulah, dirinya menjadi terbuka , bersih dan tanpa tabir dalam
menerima pancaran wahyu Sumarah (Stange, 2009)
Dari sanalah lahirnya eksistensi ajaran Sumarah, yaitu ketika R. Ng.
Soekinohartono untuk pertama kalinya tahun 1935 menerima
Tuntunan/Bimbingan atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Tuntunan ini
dihayati sebagai bimbingan kerohanian yang berasaskan bukti, saksi,
nyata dalam menjalankan ibadat sujud Sumarah kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Oleh karena itu sampai sekarang Soekino dinobatkan oleh
penganutnya sebagai warono perintis.
Selanjutnya untuk mengembangkan ajaran dan memberikan
bimbingan pada para penghayatnya, iadidampingi oleh dua orang pamong
yakni Soehardo dan H. Soetadi. Keduanya adalah pamong pertama dan
dunia tugas warono dan pamong diemban dan berkembang pada diri
petugas-petugas yang dikehendaki oleh Tuntunan Sumarah atas kesaksian
dalam Sujud bersama. Pada era tahun 1935-1950 Sumarah masih
berbentuk Paguyuban bukan organisasi. Paguyuban didasarkan pada
kesatuan kelompok yang berbasis pada budaya kerohanian atau
kepentingan kehidupan spiritual. Tetapi dalam paguyuban tersebut
dikenal kepemimpinan atau kepengurusan yang dikehendaki oleh
Tuntunan Sumarah atas kesaksian dalam sujud bersama. Kepengurusan
tersebut bukanlah berdasar kesepakatan pamong (guru) dan para
muridnya.
Dalam periode ini Paguyuban Sumarah berada di tangan tiga orang
pinisepuh dengan pembagian tugas: Soekino bagian kerohanian/
Ketuhanan Yang Maha Esa, Sohardo bagian pendidikan dan pengembang,
serta Soetadi bagian organisasi (kepengurusan) dan praja (pengaturan).
Tingkat bimbingan kerohanian juga baru dititik beratkan pada tahap
bimbingan aneka martabat yang berorientasi kepada perjuangan ragawi
(fisik) dalam kesadaran ber-Tuhan Yang Maha Esa. Pada waktu itu belum
ada tahapan-tahapan ajaran yang lebih tinggi seperti sujud kanoman,
kesepuhan (Muchit, 2011). Sekarang ini Sumarah menjadi organisasi
kebatinan dengan sekitar enam ribu anggota. Kepengurusaan tertinggi
dipegang oleh Dewan Pimpinan Pusat (DPP) di Jakarta, sedangkan untuk
Diantara daerah tersebut adalah Bandung, Yogyakarta, Surakarta,
Semarang, Magelang, Madiun, Ponorogo, Kediri, Malang, dan Surabaya
(Stange, 2009)
Dalam Sumarah tidak dikenal Kitab Suci (ajaran) atau buku
pegangan ajaran Sumarah.Ajaran tertulis atau lisan hanyalah berbentuk
Sesanggeman dan himpunan wewarah. Sesanggeman (pedoman,
tuntunan) yang terdiri empat kalimat atau kaidah yang berfungsi
mengarahkan sikap mental penghayatnya dan untuk memahami moral
kehidupan dalam penghayatan Sujud Sumarah. Ia juga dijadikan sebagai
identitas umum Sumarah. Sedangkan himpunan wewarah (nasehat lisan)
sebagai catatan dan kumpulan tuntunan yang pernah muncul dalam
perjalanan sejarah Paguyuban Sumarah sehingga dapat diketahui
kesinambungan dan konsistensinya serta bukti, saksi dan kenyataan
petunjuk-petunjuk masalalu. Himpunan wewarah ini diperlakukan
sebagai pedoman internal dalam penghayatan Sujud Sumarah warga
paguyuban (perkembangan).
b. Proses Sujud Sumarah
Menurut Basuki, Sujud Sumarah dapat disebut juga meditasi. Menurut
Handoyo (dalam Saputro, 2009) meditasi bukan sebuah cara berfikir,
bukan pula membiarkan pikiran melayang-layang atau menghayal.
Meditasi melampaui pengalaman inderawi meperkaya kehidupan dan
Dalam Paguyuban Sumarah, tujuan Sujud Sumarah adalah untuk
memperoleh ketenangan dan ketentraman hidup lahir maupun batin, serta
mencapai kesempurnaan hidup di dunia dan di akhirat. Menurut
Arymurthy, Sujud Sumarah dapat dipelajari oleh semua umat manusia,
terutama umat manusia yang ahli kebatinan atau kerohanian. Kemudian
untuk posisi Sujud adalah dengan duduk, menghadap ke arah mana saja
diperbolehkan, karena Tuhan itu ada di mana-mana. Waktu untuk
melakukan Sujud ini juga bisa kapan saja, baik pagi, siang, sore, ataupun
malam hari, jadi tidak terikat oleh waktu. Inti sujud adalah berdiam diri
dengan tenang dan tentram, artinya: tenang dalam pikiran dan panca
inderanya (dalam Bahasa Jawa disebut lerem), tentram hatinya yang akan
mengakibatkan sepi atau suwung. Dalam waktu sepi atau suwung itu hanya
ada rasa Sujud Sumarah yang tertuju kepada Allah atau Tuhan Yang Maha
Esa (Saputro, 2009).
Dalam melakukan sujud Sumarah, memiliki susunan tersendiri yang
wajib di ikuti dengan benar,yaitu;
1. Pembukaan, dalam sujud Sumarah akan di pimpin oleh seorang
pamong dari Paguyuban Sumarah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Sebelum memulai kegiatan sujud, pamong akan mengarahkan anggota
lainya agar memposisikan badan senyaman mungkin.
2. Setelah itu pamong biasanya akan mengarahkan anggota Sumarah
“Monggo poro kadang senajan mboten wonten ingkang di
entosi, enjang meniko kito wiwiti sujud Sumarah. Kuataken tekad kito
ingkang bade sujud sumarah, pasrah jiwo rogo kalian allah kito
tingkataken tekad kito amben kito tansah timandang ing allah.
Monggo kito sareng-sareng hinggo kito saget sujud, sujud Sumarah.
Monggo alon-alon mboten kanti keseso, ampun kesupen kangge
gampilaken kempaling angen-angen, roso lan budi kumpul ing
sanubari. Rogo kendo ampun kenceng, penggalihipun suwung mboten
penggalih nopo-nopo. Ingkang sampun keraos angen-angen, roso lan
budi lenggah ing sanubari barniku pasrah. Ingkang sampun keroso
sakniki monggo dzikiraken. Monggo mulai sujud Sumarah ing Allah.
Sujud ipun mbotensah ragu-ragu kendor lan pasrah.
Allah….Allahh….Allahhhh….” (Mari saudara-saudara dikarenakan
tidak ada lagi teman-teman yang ditunggu, kita mulai saja sujud
sumarah. Kuatkan tekad yang akan melakukan Sujud Sumarah,
berserah jiwa dan raga kepada Tuhan. Kita kuatkan tekad saat bertemu
dengan Tuhan. Mari kita bersama-sama sampai kita dapat sujud, Sujud
Sumarah. Mari pelan-pelan tidak usah terburu-buru, jangan lupa untuk
memudahkan berkumpulnya angen-angen, roso dan budi menjadi satu
di sanubari. Raga rileks jangan tegang, keinginan dikosongkan, yang
sudah merasakan angen-angen, roso dan budi menjadi satu di sanubari
mulai Sujud Sumarah kepada Tuhan. Dalam melakukan sujud jangan
ada keraguan rileks dan pasrah. Allah..Allahhh..Allahhh..
3. Dzikir akan dilakukan berulang-ulangkali setelah itu pamong pertama
akan menunjuk salah satu anggota yang dipercaya oleh pamong
pertama untuk memimpin sujud dan itu akan berlangsung beberapa
kali.
4. Pada proses sujud Sumarah pamong akan memberi instruksi anggota
untuk sejenak beristirahat. Waktu istirahat digunakan para anggota dan
pamong untuk berdiskusi apakah latihan sujud yang dilakukan tersebut
sudah benar atau belum.
5. Setelah istirahat di rasa cukup, pamong akan melanjutkan kembali sesi
meditasi. Pamong tidak mengulangi kata-kata diawal seperti sebelum
meditasi di mulai. Pamong akan melanjutkan dzikir kembali. Setelah
dirasa cukup pamong akan menutup sesi meditasi, (Wawancara
Untung, 2016).
Apabila Sujudnya sudah benar, maka ada tandanya, ialah terasa
di dalam dadanya, pertama rasanya seperti kena air yang dingin, tetapi
rasanya enak, lama-lama akan terasa semakin enak sekali. Rasa yang
demikian itu, yang enak sekali, tiap melakukan latihan Sujud
Sumarah harus diusahakan. Apabila rasa itu belum ada, berarti Sujud
dari Perbawa Tuhan Yang Maha Esa (Zat kesucian dan keluhuran dari
kenyataan Allah).
Dalam prakteknya atau pelaksanaanya, Sujud Sumarah harus
mengalami eneng, ening, dan eling Eneng atau meneng itu ialah diam,
yang maksudnya kosong, diamnya panca indera, pikiran, perasaan,
angan-angan, semuanya suwung (sunyi-sepi). Ening maksudnya hati
lerem (tenang), tentrem, mewujudkan wening, bening, atau jernihnya
hati. Kemudian eling artinya selalu ingat kepada Allah atau Tuhan
Yang Maha Esa (Saputro 2009).
Menurut Pak Soehardo, jika Sujud Sumarahnya sudah berada
pada tahap kedua (indra loka) tepatnya jiwa sudah berada di sanubari
(lapisan pertama), maka panca indera dan nafsu menjadi tenang, dan
hati terasa tentram. Kemudian jika posisi jiwanya berada di kolbu
(lapisan kedua), maka akan terasa tenang, tentram, heneng, dan
hening. Di dalam kolbu ada sinar, disebut Nur Illahi/budi/pepadanging
urip/Zat Yang Maha Esa. Selama Sujudnya berada di kolbu, maka
diperkenankan memohon segala kebutuhan hidup di dunia, baik untuk
pribadi, keluarga, saudara, maupun orang lain. Diperkenankan juga
untuk menerima “wahyu” dari Allah melalui perantara hakiki, dan
seterusnya sampai tak terbatas.
Kemudian apabila posisi Sujud Sumarahnya atau jiwanya berada
mencapai tenang, tentram, heneng, hening, awas-eling atau eneng,
ening, eling. Kalau eneng, ening, dan eling sudah terwujud, maka akan
menyatukan trimurti, yaitu angan-angan (mewakili raga), ditambah
rasa (mewakili jiwa), dan budi (mewakili nur pepadanging urip).
Eneng, ening, eling, adalah menyatukan sifat Kemanusiaan, yaitu jiwa
dan raga (rasa dan angan-angan) dengan sifat Ketuhanan, yaitu budi
(nur pepadang urip), sehingga pada akhirnya sifat kemanusiaan lebur
ke dalam sifat Ketuhanan (manunggaling kawula lan gusti atau
jumbuhing kawula lan gusti).
Kondisi tersebut artinya sudah lepas dari belenggu alam materi
atau jagad lahir, dan telah menuju ke alam kesucian atau alam Surga.
Sujud Sumarah itu ialah menyatukan trimurti (angan-angan, rasa, budi)
melalui eneng, ening, eling (diam, hening atau jernihnya hati, dan
sadar hidup). Menurut penjelasan Pak Kino, angan-angan, rasa, dan
budi itu kejadian dari tiga macam unsur, yaitu: angan-angan sebagai
wakil dari raga, rasa sebagai wakil dari jiwa, dan budi itu sebagai
wakil Nur Pepadanging Urip atau yang menerangi hidup. Sujud
Sumarah itu kumpulnya jiwa dan raga (jasmani-rohani). Jadi yang
melakukan Sujud Sumarah itu adalah angan-angan (raga), rasa (jiwa).
Sedangkan budi itu sebagai cahaya yang menerangi kehidupan
dan tidak turut Sujud Sumarah. Budi itu yang memberikan
manusia sedang berfikir tentang persoalan yang rumit. Tempat
kedudukan cahaya hidup itu berada di otak kecil. Jika budi itu
menerangi batin manusia, maka manusia akan paham atau mengerti
tentang ajaran (pendidikan) dari Allah, sebab menurut Pak Kino, budi
itu bagian dari Allah yang menguasai hidup, juga yang menerangi
alam gaib (Basuki, 2007: 38).
Jika seseorang sudah dapat mempersatukan trimurti
(angan-angan, rasa, dan budi), dengan mewujudkan eneng, ening, eling, maka
sudah dapat disebut manunggaling kawula lan gusti atau jumbuhing
kawula lan gusti. Kemudian yang dianggap manusia adalah rasa dan
angan-angan (jiwa-raga), sedangkan yang disebut gusti adalah
pepadang atau sinar (Nur Ilahi, Nur Pepadanging Urip), semuanya
(rasa, angan-angan, pepadang) berkumpul menjadi satu yang disebut
trimurti atau manunggaling kawula lan gusti (Basuki, 2007: 43).
Menyatunya trimurti tersebut adalah ketika jiwa berada di
baital mukharam (tepatnya di lapisan ketiga, yaitu bait Allah) dan jiwa
berada di baital makmur (guru loka), karena sinar urip atau pepadang
itu berada dibaital mukharam dan baital makmur. Jika seseorang sudah
dapat mengendalikan semua piranti (perlengkapan) hidup di dunia,
seperti: empat macam hawa nafsu (nafsu luamah, amarah, supiyah,
dan mutmainah), ditambah angan-angan, rasa, sudah menyatu dalam
diibaratkan manunggaling kawula lan gusti atau jumbuhing kawula lan
gusti, yaitu jiwa atau rohnya diijinkan masuk ke alam suwung kang
amengku hana, yaitu suwung yang pada kenyataanya tidak ada apa-apa
dan tidak mempunyai apa-apa, sepi, sunyi, kosong, dan hana yang
kenyataanya berada di alam suwung, hanya ada jiwa atau roh dengan
perasaan eling (sadar), dan itu sebenarnya intisari dari panembah atau
menyembah atau Sujud Sumarah.
Di Alam Suwung itu sudah tidak ada kiblat lagi, tidak ada
arah, tidak ada atas-bawah, timur-barat, utara-selatan, yang ada hanya
pepadang, yang disebut Nur Ilahi atau Zat Tuhan Yang Maha Esa atau
Zat Allah atau Urip (hidup), yang menghidupi dunia beserta isinya,
tidak ada yang terlewatkan. Hal ini seperti dalam perumpamaan Jawa
“gusti kuwi adoh tanpa wangenan, cedak ora senggolan”. Allah itu
ada meliputi jagad raya, jauh tidak terbatas, dekat tidak bersentuhan
(Saputo 2009)
Menurut Hertoto (2007) Sujud Sumarah dapat juga disebut
meditasi. Menurut Handoyo (Saputro, 2009), meditasi bukan sebuah
cara berpikir, bukan pula membiarkan pikiran melayang-layang atau
menghayal. Meditasi melampaui pengalaman inderawi, memperkaya
kehidupan dan memberikannya arah tujuan. Meditasi memiliki tujuan
yang pasti. Meditasi adalah hubungan dengan Tuhan. Hal ini sama
Sujud Sumarah ialah tercapainya kesatuan antara jiwa manusia dengan
Zat Tuhan. Warga Sumarah menyebutnya dengan istilah
Manunggaling Kawula Lan Gusti atau Jumbuhing Kawulo Lan Gusti
Paguyuban sumarah mengajarkan bahwa pada dasarnya manusia
dalam melakukan hubungan dengan Tuhanya dapat dilakukan melalui
sujud Sumarah. Sujud sumarah menurut Arymurthy merupakan cara atau
system pendekatan diri pribadi kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan cara
ini dapat di pelajari serta dihayati oleh semua umat manusia dari
kepercayaan dan keyakinan apapun sepanjang yang bersangkutan
berpegang dan bernaung terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Hertoto, 2006).
Sedangkan Sudarno (Stange, 2009) menjelaskan meditasi sumarah
sebagai suatu proses alami yang terus bergerak menuju kesadaran batin dan
terhadap apa yang sedang berlangsung saat itu sehingga batas antara
pengawas dan diawasi menjadi cair, dalam melakukan meditasi sumarah
sesorang harus membuka diri dan tetap rileks.
Dwiyanto (2011) mengatakan Sujud Sumarah merupakan bentuk
komunikasi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, karena sujud itu pada
hakikatnya merupakan aktifitas batin/ rohani/ spiritual/ jiwa seorang manusia
untuk berdoa dan memohon menghaturkan puja dan puji serta berserah diri
secara total kepada Tuhan melalui kehendak Tuhan Yang Maha Esa. Dari
beberapa pengertian mengenai sujud sumarah yang di uangkapkan oleh para
Paguyuban Sumarah untuk lebih dekat dengan Sang Pencipta dengan cara
pasrah dan menyerahkan diri secara total kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Stange (2009), mengungkapkan bahwa meditasi Sumarah merupakan
suatu proses alami yang terus bergerak menuju kesadaran batin (awareness)
dan terhadap apa yang sedang berlangsung waktu itu (here and now).
Sedangkan, Edi (wawancara, 2016) menyatakan bahwa dalam proses meditasi
sumarah kemampuan untuk mengamati aliran kesadaran tanpa melakukan
penilaian (judgement) merupakan hal yang sangat penting, “delok sak delok, krungu sak krungu lan roso sak roso”.
Meditasi sumarah berarti berada dalam keadaan santai secara fisik,
emosional, mental, dan mengurangi hambatan yang biasanya muncul antara
kita dengan realitas yang berada di sekitar kita. Meditasi sumarah dimulai
dengan relaksasi tubuh, perasaan dan pikiran untuk menciptakan ruang dan
keheningan yang diperlukan untuk kebangkitan dan terungkapnya kesadaran
Meditasi sumarah dimaknai sebagai pemusatan batin, bukan merubah
perhatian dari luar kedalam.Perhatian yang tadinya berada di pikiran
kemudian terpendar melalui segala yang ada. Setelah perhatiaan dihayati
sebagai sesuatu yang bersifat batin, lebih dari sekedar sadar tentang dimensi
batin, muncul apa yang disebut dengan kesadaran batiniah dan penerimaan
lahiriah (Stange, 2009).“Perhatian yang tadinya berada di pikiran kemudian
mekanisme yang dipakai oleh meditasi mindfulness. Menurut Segall (2005)
manfaat latihan meditasi mindfulness dalam wilayah psikologi yaitu
meluaskan wilayah kesadaran, mekanisme tersebut dapat meningkatkan
pencatatan (pengawasan) terhadap tubuh (body) serta pengalaman perasaan.
Mekanisme tersebut dapat meningkatkan kapasitas kewaspadaan, perasaan
dan perilaku. Selain itu, Mindfulness adalah keseluruhan pikiran yang
terus-menerus berubah dan mengalir. Mindfulness memerlukan konsentrasi untuk
mengendalikan dan memfokuskan perhatian, tetapi pikiran yang sudah
terkonsentrasi tersebut kemudian di arahkan pada objek yang bergerak, yaitu
aliran kesadaran (stream of consciousness) (Heimbach, 2009).
Terminologi meditasi yang dipakai Sumarah sama dengan yang
dipakai dalam ajaran Buddhisme yaitu “ kesadaran” dan “perhatian yang
benar” yang terkait dengan meditasi Vipassanabhavana (Stange, 2009).
Meditasi vipassana sering disebut juga dengan meditasi mindfulness. Objek
dari meditasi mindfulness sama dengan yang dipakai oleh meditasi sumarah
yaitu keseluruhan pikiran yang terus menerus berubah dan mengalir
(Heimbach, 2009). Sedangkan, Celestin-Westreich (2012) mengatakan bahwa
meditasi Sumarah ini adalah meditasi mindfullness yang menentukan
pelepasan dari pengendalian internal pada tingkat fisik mental dan emosional.
Praktek meditasi yang berfokus, tidak menghakimi (nonjudgement), tidak
reaktif (non-reaktif), dan merupakan kesadaran metakognitif. Pengertian