• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress Pada Penderita Diabetes Mellitus di RS "X" Kota Cimahi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Deskriptif Mengenai Coping Stress Pada Penderita Diabetes Mellitus di RS "X" Kota Cimahi."

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

i Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK

Penelitian ini adalah studi deskriptif mengenai coping stress pada penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi. Responden yang diteliti berjumlah 44 orang. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian deskriptif.

Coping stress menurut Lazarus & Folkman (1984) adalah perubahan kognitif dan tingkah laku yang berlangsung terus-menerus, untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai sebagai beban atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan keberadaan atau kesejahteraannya.

Alat ukur yang digunakan merupakan modifikasi dari Ways of Coping Questionnaire dari Lazarus & Folkman (1984)dan terdiri dari 50 item. Data yang diperoleh diolah menggunakan uji validitas dari Spearman dan uji reliabilitas menggunakan Alpha Cronbach dengan menggunakan SPSS 17.

Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi sebanyak 47,8% menggunakan kedua jenis coping stress secara seimbang, 34% menggunakan emotion focused coping, dan 18,2% menggunakan problem focused coping.

Kesimpulan yang diperoleh adalah hampir setengah dari keseluruhan penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi menggunakan kedua jenis coping stress dengan frekuensi yang seimbang dalam mengatasi stres yang dirasakan saat menjalani pengobatan maupun kehidupannya.

(2)

ii Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This study is a descriptive study of coping stress in patients with Diabetes Mellitus in the Hospital "X" Cimahi city. Respondents who studied amounted to 44 persons. The study design used in this research is descriptive research design.

Coping stress by Lazarus & Folkman (1984) is a cognitive and behavioral changes that take place continuously, to cope with external and internal demands is considered as a burden or exceeding the resources of individuals, or endanger the existence or welfare .

Measuring instrument used is a modification of the Ways of Coping Questionnaire of Lazarus & Folkman (1984) and consists of 50 items. The data obtained were processed using Spearman's test of the validity and reliability test using Cronbach's Alpha using SPSS 17.

From research result, knowable that people with Diabetes Mellitus in the Hospital "X" Cimahi city as much as 47.8% use both types of stress coping in a balanced way, 34% use emotion focused coping, and 18.2% using problem

(3)

vi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi... vi

Daftar Tabel ... xi

Daftar Bagan ... xii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Identifikasi Masalah ... 9

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1.3.1. Maksud Penelitian ... 10

1.3.2. Tujuan Penelitian ... 10

1.4. Kegunaan Penelitian ... 10

1.4.1. Kegunaan Teoretis ... 10

1.4.2. Kegunaan Praktis ... 10

1.5. Kerangka Pikir...11

(4)

vii Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 21

2.1. Stress ... 21

2.1.1. Definisi Stress ... 21

2.1.2. Sumber-Sumber Stress ... 22

2.1.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Stress ... 24

2.1.4. Dampak Stress ... 26

2.2. Teori Tentang Penilaian Kognitif ... 26

2.3. Strategi Penanggulangan Stress (Coping Stress) ... 30

2.3.1. Definisi Strategi Penanggulangan Stress ... 30

2.3.2. Bentuk Strategi Penanggulangan Stress ... 31

2.3.3. Jenis Strategi Penanggulangan Stress... 33

2.3.4. Hubungan Strategi Penanggulangan Stress Yang Berpusat Pada Masalah Dan Strategi Penanggulangan Stress Yang Berpusat Pada Emosi ...35

2.3.5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Coping Stress ... 36

2.4 Hubungan Antara Stress, Penilaian Kognitif, dan Coping Stress ... 39

2.4. Masa Dewasa Awal ... 40

2.4. Masa Dewasa Awal ... 40

2.4.1. Pengertian Dewasa Awal... 40

(5)

viii Universitas Kristen Maranatha

2.5. Diabetes Mellitus ... 42

2.5.1. Definisi Diabetes Mellitus ... 42

2.5.2. Tipe Diabetes Mellitus ... 42

2.5.3. Penyebab Diabetes Mellitus ... 47

2.5.4. Cara Mengatasi Diabetes Mellitus ... 50

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 54

3.1. Rancangan penelitian ... 54

3.2. Bagan Rancangan Penelitian ... 54

3.3. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 55

3.3.1. Variabel Penelitian ... 55

3.3.2. Definisi Operasional ... 55

3.4. Alat Ukur ... 58

3.4.1. Jenis Alat Ukur ... 58

3.4.2. Prosedur Pengisian ... 59

3.4.3. Sistem Penilaian ... 59

3.4.4. Data Pribadi dan Data Penunjang ... 60

3.4.5. Uji Coba Alat Ukur ... 61

3.4.5.1. Validitas Alat Ukur ... 61

(6)

ix Universitas Kristen Maranatha

3.5. Populasi dan Teknik Penarikan Sampel ... 64

3.5.1. Populasi ... 64

3.5.2. Kriteria Sampel ... 64

3.5.3. Teknik Penarikan Sampel ... 64

3.6. Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

4.1. Gambaran Responden... 67

4.2. Hasil penelitian ... 68

4.2.1. Coping Stress ... 68

4.2.1.1. Jenis Coping Stress Seimbang ... 69

4.2.1.2. Jenis Coping Stress Emotion Focused Coping ... 70

4.2.1.3. Jenis Coping Stress Problem Focused Coping ... 71

4.2.4. Faktor yang Mempengaruhi ... 73

4.3. Pembahasan Hasil Penelitian... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

5.1. Kesimpulan ... 84

5.2. Saran ... 84

5.2.1. Saran Teoretis ... 84

(7)

x Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA ... 87

DAFTAR RUJUKAN ... 88

(8)

xi Universitas Kristen Maranatha DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Gambaran Alat Ukur Coping Stress... 58

Tabel 3.2. Sistem Penilaian ... 59

Tabel 3.3. Kategori Penilaian ... 60

Tabel 4.1 Gambaran Responden ... 67

Tabel 4.2. Coping Stress ... 68

Tabel 4.3. Jenis Coping stress Seimbang ... 69

Tabel 4.4. Jenis Coping stress Emotion focused coping ... 70

Tabel 4.5. Jenis Coping stress Problem focused coping ... 71

(9)

xii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1. Skema Kerangka Pikir ... 19

(10)

xiii Universitas Kristen Maranatha DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kisi- Kisi Alat Ukur Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Lampiran 3 Data Penunjang

Lampiran 4 Daftar Pertanyaan Survey Awal Lampiran 5 Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur Lampiran 6 Data Hasil Pengkategorian Coping Stress Lampiran 7 Hasil Data Penunjang

(11)

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

disembuhkan, salah satu jenis penyakit tersebut adalah Diabetes Mellitus (DM).

DM adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di dalam darah

tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara

cukup. Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang

bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin

memasukkan gula ke dalam sel, sehingga tubuh bisa menghasilkan energi atau

menyimpannya sebagai cadangan energi

(http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus).

Terdapat dua jenis Penyakit DM, yaitu DM tipe satu atau Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe dua atau Non Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada DM tipe satu, pankreas yang

menghasilkan insulin rusak, pankreas hanya menghasilkan sedikit insulin atau

sama sekali tidak menghasilkan insulin. Pada DM tipe dua, pankreas tetap

menghasilkan insulin, namun kadarnya lebih tinggi (Fitria, 2009).

Data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO)

menunjukkan bahwa Indonesia menempatkan urutan keempat terbesar dalam

jumlah penderita DM di dunia. Pada tahun 2000 terdapat 8,4 juta penduduk yang

(12)

2

Universitas Kristen Maranatha

WHO juga memperkirakan, di tahun 2030 akan ada sekitar 21,3 juta penduduk

Indonesia yang mengidap DM.

www.freelist.org/post/ppiindia-Jumlah-Penderita-di-Indonesia-Keempat-Dunia).

Salah satu penyebab tingginya jumlah penderita DM di Indonesia

diakibatkan pola makan orang Indonesia yang terlalu banyak mengkonsumsi

karbohidrat. Bahkan ada perumpamaan yang mengatakan “belum makan jika belum makan nasi”. Pola makan yang berbeda dilakukan oleh orang-orang di

negara maju. Mereka lebih banyak mengkonsumsi protein dan lemak dibanding

karbohidrat (Fitria, 2009).

Di rumah sakit ”X” kota Cimahi pasien penderita DM yang tercatat di

tahun 2010 sampai april 2011 terdapat kurang lebih 339 pasien penderita DM.

Penderita DM tipe satu sebanyak 100 dan penderita DM tipe dua sebanyak 239.

Rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum yang di dalamnya terdapat

perawatan penyakit dalam dan salah satunya menangani masalah penyakit DM.

Rumah sakit ini juga memiliki pelayanan rawat jalan dan rawat inap bagi para

penderita DM.

Umumnya DM tipe satu menyerang anak-anak dan remaja. DM tipe ini

muncul secara tiba-tiba, sebagai akibat dari adanya kelainan genetika. Saat ini DM

tipe satu tidak dapat dicegah. Diet dan olahraga tidak dapat menyembuhkan DM

tipe satu. Pengobatan dasar DM tipe ini, bahkan untuk tahap awal sekalipun

adalah penggantian insulin sehingga tipe ini tergantung asupan insulin yang

(13)

3

Universitas Kristen Maranatha

dapat diberikan per-oral (ditelan). Tanpa insulin bisa menyebabkan koma bahkan

bisa mengakibatkan kematian (Fitria, 2009).

Seperti halnya DM tipe satu, pada DM tipe dua juga dapat menyerang

anak-anak dan remaja, tetapi lebih banyak menyerang usia di atas 30 tahun.

Penderita DM tipe dua, lebih dari 90 persen mengalami kelebihan berat badan

atau obesitas. Hal tersebut karena pola hidup dan pola makan yang tidak teratur.

Obesitas adalah faktor resiko terpenting penyebab penyakit DM tipe dua karena

seiring pertambahan berat badan, tubuh semakin kurang sensitif terhadap efek

insulin. Akibatnya, pankreas akan memproduksi insulin lebih banyak lagi. Ketika

kemampuan pankreas akan memproduksi insulin tak bisa mengimbangi resistensi

insulin, terjadi DM tipe dua yang ditandai tingginya kadar gula darah (Fitria,

2009)

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada penderita DM di RS ”X” kota Cimahi sebanyak 20 orang, dapat diketahui bahwa penderita DM tipe satu

dituntut untuk selalu menyuntikan insulin pada tubuhnya setiap hari seumur

hidupnya. Penderita harus belajar menyuntikan karena penyuntikan dilakukan

oleh diri sendiri. Setiap penderita sebelum makan terlebih dahulu harus

melakukan penyuntikan insulin. Apabila penderita lupa atau terlalu banyak

menyuntikan insulin, maka dapat terjadi hipoglikemia atau hiperglikemia.

Hipoglikemia adalah penurunan kadar glukosa dalam darah dan hiperglikemia

adalah tingginya kadar glukosa dalam darah, yang akan mengakibatkan penderita

merasakan pusing bahkan pingsan. Keadaan tersebut membuat penderita merasa

(14)

4

Universitas Kristen Maranatha

pengobatan dengan baik dan disiplin. Hal tersebut juga yang mambuat penderita

merasa berbeda dengan orang-orang pada umumnya.

Pada penderita DM tipe dua juga memiliki tuntutan seperti penderita DM

tipe satu, hanya saja tuntutannya berbeda. Penderita DM tipe dua dituntut untuk

dapat menurunkan berat badan hingga batas normal. Dengan menurunkan berat

badan dan meningkatkan massa otot, akan mengurangi jumlah lemak sehingga

membantu tubuh memanfaatkan insulin dengan lebih baik. Penderita juga dituntut

untuk melakukan diet yang teratur. Diet ini lebih berupa diet kesehatan, yang

berupa keseimbangan antara asupan karbohidrat, lemak dan protein. Penderita

harus menaati diet secara terus-menerus, selain itu waktu makan juga harus diatur.

Biasanya penderita tidak boleh terlalu banyak makan makanan manis dan harus

makan dalam jadwal yang teratur. Apabila penderita mengkonsumsi asupan

makanan secara berlebihan dapat terjadi hiperglikemia. Begitu pula apabila

penderita kurang makan atau tidak makan pada waktunya maka akan terjadi

hipoglikemia. Jika hal tersebut terjadi maka dapat terjadinya shock atau tidak

sadarkan diri.

Selain itu penderita DM tipe dua dituntut untuk melakukan olahraga.

Olahraga dapat membantu menurunkan jumlah insulin yang dibutuhkan oleh

tubuh. Diet dan olahraga harus dilakukan penderita setiap hari untuk mengurangi

tingginya kadar gula darah karena jika tidak dilakukan dapat memperburuk

keadaan penderita. Bagi penderita DM tipe dua yang memiliki pola hidup dan

pola makan yang tidak teratur, hal ini menjadi tekanan tersendiri bagi dirinya

(15)

5

Universitas Kristen Maranatha

hal tersebut namun sekarang harus dilakukan bagi kesehatannya. Keadaan itu

membuat penderita merasa cemas apabila tidak dapat melakukannya dengan

teratur, serta merasa tidak nyaman dan tidak berdaya karena tuntutan yang harus

dilakukannya. Namun ada kalanya tuntutan-tuntutan tersebut telah dilakukan

dengan disiplin akan tetapi tidak menjamin kadar gula darah tetap konsisten, hal

itu dapat terjadi apabila penderita DM banyak hal-hal yang dipikirkan karena

psikis seseorang juga mempengaruhi tingginya kadar gula darah sehingga

penderita harus dapat mengontrolnya.

Ketika menderita DM, tuntutan-tuntutan yang muncul juga tidak hanya

berkaitan dengan beban pengobatan penyakitnya, masih banyak beban lain yang

muncul misalkan dengan berambahnya usia seseorang. Memasuki tahapan dewasa

awal pada penderita DM memiliki tugas perkembangan untuk bisa mengambil

keputusan dan komitmen untuk memilih pekerjaan (Santrock, 2002). Usia

penderita DM di RS “X” kota Cimahi berada pada kisaran 20 tahun hingga 40

tahun, mereka berada pada tahap perkembangan dewasa awal (Santrock, 2002).

Pada penderita DM pengambilan keputusan dan komitmen untuk memilih

pekerjaan menjadi lebih sulit karena penyakit yang dideritanya. Pekerjaan

terkadang menambah beban penderita dalam menjaga kesehatannya. Beban

tersebut seperti aktivitas pekerjaan dan pikiran yang terlalu berat. Hal itu dapat

meningkatkan kadar gula dalam darah, sehingga akan mengakibatkan penderita

DM mengalami hiperglikemia.

Menurut Santrock (2002), masa dewasa awal merupakan usia produktif

(16)

6

Universitas Kristen Maranatha

rentang kehidupan. Pada usia ini penderita DM memiliki kesehatan yang tidak

baik karena penyakit yang dideritanya. Dalam usia produktif seperti ini, penderita

DM tidak dapat melakukan segala aktivitas yang terlalu padat karena mereka

harus memikirkan pengobatan yang tidak boleh terlewatkan.

Menurut informasi yang diterima dari salah satu perawat yang merawat

penderita DM di RS “X” kota Cimahi, penderita DM diminta untuk

memperhatikan kondisi fisiknya. Mereka dapat melakukan berbagai macam

aktivitas namun tetap harus disiplin dalam melakukan pengobatan, bila hal

tersebut tidak dilakukan maka akan mempengaruhi keadaannya seperti kondisi

fisik akan menurun sehingga aktivitas yang biasa dilakukannya harus dikurangi

demi kesehatannya. Selain itu penderita DM banyak yang merasa hidupnya tidak

tenang dan cemas terhadap jiwanya yang terancam oleh penyakit yang

dideritanya, bahkan merasa frustrasi karena pengobatan yang dijalaninya tidak

dapat menyembuhkan penyakitnya. Mereka juga mengeluhkan rasa takut apabila

dirinya tidak dapat disiplin dalam menjalani pengobatan.

Ketika penderita DM menjalani kehidupannya, ada saatnya mereka

dihadapkan pada situasi yang menuntut. Tuntutan-tuntutan yang harus mereka

jalani setiap hari seumur hidupnya diantaranya adalah penyutikan insulin, diet,

olahraga dan penurunan berat badan. Situasi tersebut dapat menyebabkan individu

merasa terancam kesejahteraannya karena tuntutan yang mereka harus jalani

melebihi kemampuannya, menurut Lazarus kondisi tersebut dinamakan sebagai

stress (1984: 19). Adapun peristiwa yang menyebabkan stress tersebut dinamakan

(17)

7

Universitas Kristen Maranatha

Pada saat mengalami stress, penderita DM akan merasa terancam, baik

secara psikis maupun fisik. Stress yang dialami penderita DM tipe satu dan tipe

dua akan membawa dampak dalam menghadapi kehidupan sehari-harinya. Tom

Cox (1978: 92) mengemukakan dampak dari stres, yakni dampak subyektif

(ditandai oleh kecemasan, agresi, kejenuhan, kehilangan kesabaran, keletihan,

frustrasi, gugup, merasa takut), dampak tingkah laku (ditandai oleh meningkatnya

luapan emosi, salah tingkah, makan berlebihan, dan perilaku impulsif). Ada pula

dampak kognitif (ditandai oleh sulit mengambil keputusan, sulit berkonsentrasi,

sensitif terhadap kritik), dampak fisiologis (ditandai oleh meningkatnya kadar

gula darah, meningkatnya tekanan darah dan denyut jantung, demam dan

berkeringat berlebihan), serta dampak kesehatan (ditandai oleh insomnia, sakit

kepala, mimpi buruk, migren, gangguan pada kulit), serta dampak organisasi

(ditandai oleh meningkatnya absensi, produktivitas rendah, ketidakpuasan dalam

bekerja).

Ketika individu dihadapkan pada kondisi stress, maka mereka akan

berusaha mencoba untuk mengurangi bahkan menghilangkan perasaan stress yang

dialaminya itu dengan melakukan bermacam-macam cara dalam istilah psikologi

disebut coping stress. Istilah coping disini adalah segala usaha atau proses yang

dilakukan oleh seseorang untuk menguasai perasaan stress yang dialaminya

dengan cara mengolah adanya tuntutan-tuntutan atau mengurangi dan bertoleransi

dengan tuntutan-tuntutan tersebut.

Menurut Richard Lazarus penanganan stress atau coping terdiri dari 2

(18)

8

Universitas Kristen Maranatha

coping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping). Problem focused

coping adalah istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stress atau

coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan berusaha

menyelesaikannya. Sedangkan emotion focused coping adalah istilah Lazarus

untuk strategi penanganan stress dimana individu memberikan respon terhadap

situasi stress dengan cara emosional.

Berdasarkan wawancara mengenai beban pengobatan yang dilakukan

kepada 20 penderita DM, sebanyak 80% menghayati pengobatan yang harus

selalu dilakukan oleh penderita DM sebagai hal yang tidak mudah. Bagi mereka

pengobatannya tersebut terkadang menimbulkan tekanan, misalnya ketika

penderita DM tipe satu sebelum makan, mereka harus menyuntikan insulin. Kadar

makanan yang akan dimakan harus sesuai dengan kadar insulin yang sudah

ditentukan sehingga tidak boleh salah dalam menentukan kadar makanan yang

akan dimakan. Selain itu, mereka menyatakan bahwa mereka merasa tidak

nyaman dengan keadaan dirinya sekarang. Mereka menganggap bahwa dirinya

berbeda dengan orang lain karena penyakit yang dideritanya. Selanjutnya pada

penderita DM tipe dua, mereka harus melakukan diet, penurunan berat badan, dan

olahraga setiap harinya. Kebanyakan dari mereka tidak biasa melakukan hal-hal

tersebut namun sekarang hal itu harus dilakukannya karena tuntutan bagi

kesehatannya. Penderita DM juga merasa frustrasi karena pengobatan yang

dilakukannya ini tidak dapat menyembuhkan penyakitnya. Kemudian merasakan

adanya ancaman karena penyakitnya ini dapat merenggut nyawanya. Selain itu

(19)

9

Universitas Kristen Maranatha

dapat bekerja optimal dan sulit berkonsentrasi sehubungan dengan penyakitnya.

Pada penderita DM yang belum bekerja, mereka mengatakan bahwa dirinya

memiliki kepercayaan diri yag kurang untuk bersaing dengan orang lain.

Sebanyak 20% mengatakan tuntutan pengobatannya tersebut sebagai konsekuensi

yang harus mereka terima dan jalani, walaupun berat dirinya tetap menjalani

dengan disiplin.

Sebanyak 100% dari 20 penderita DM yang diwawancarai menghayati

adanya hal positif dan negatif yang dirasakan ketika menjalani pengobatan. Hal

positif yang dirasakan antara lain menjadi lebih dekat dengan Tuhan YME, belajar

untuk lebih bersabar, menemukan solusi masalah, keluarga dan orang-orang

terdekat menjadi penyemangat untuk melakukan pengobatan. Hal negatif yang

diarasakan antara lain menjadi mudah marah, cemas, frustrasi, sulit

berkonsentrasi, kurang maksimal dalam menjalani aktivitas. Hal-hal negatif yang

dirasakan tersebut merupakan dampak stress yang dialaminya saat menjalani

pengobatan. Berdasarkan fenomena tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian guna mengetahui coping stress yang digunakan oleh

penderita DM di RS “X” kota Cimahi.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah, maka

penelitian ini ingin mengetahui coping stress yang digunakan oleh penderita

(20)

10

Universitas Kristen Maranatha

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1. 3. 1 Maksud Penelitan

Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran secara empirik

mengenai coping stress pada penderita Diabetes Mellitus di RS ”X” kota Cimahi.

1. 3.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang

lebih rinci mengenai coping stress yang digunakan penderita Diabetes

Mellitus di RS ”X” kota Cimahi, beserta faktor-faktor yang mempengaruhi.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis

 Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu

Psikologi khususnya dalam bidang Psikologi Klinis, mengenai gambaran

coping stress pada penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi.  Memberikan masukan berupa informasi bagi peneliti lain yang berminat

meneliti lebih lanjut mengenai coping stress.

1.4.2 Kegunaan Praktis

 Memberikan informasi dan gambaran kepada penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi mengenai coping stress yang digunakan. Informasi

(21)

11

Universitas Kristen Maranatha

memahami bentuk coping stress yang digunakan dalam upaya

menanggulangi stres yang dirasakan ketika menjalani kehidupan dan

pengobatannya.

 Memberikan informasi dan gambaran kepada dokter dan perawat penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi mengenai coping stress.

Informasi ini dapat membantu penderita dalam menanggulangi stress yang

dihadapinya.

 Memberikan informasi dan gambaran kepada keluarga dan rekan-rekan penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi mengenai coping stress

yang digunakan penderita. Informasi ini dapat membantu penderita dalam

menanggulangi stress yang dihadapi.

1.5 Kerangka Pikir

Penderita DM mempunyai tanggungjawab yang lebih besar pada

kesehatannya jika dibandingkan dengan orang lain pada umumnya. Mereka harus

melakukan berbagai macam pengobatan setiap hari seumur hidupnya untuk

menjaga kesehatannya.

Pada saat penderita DM menjalani pengobatannya banyak

tuntutan-tuntutan yang harus dilakukannya. Namun tuntutan-tuntutan-tuntutan-tuntutan yang muncul tidak

hanya berkaitan dengan beban pengobatannya tetapi juga bertambahnya usia

memasuki tahapan dewasa awal, dimana rentang usia pada dewasa awal ini

merupakan usia produktif yang dapat melakukan berbagai macam aktivitas

(22)

12

Universitas Kristen Maranatha

pengobatan, mereka diharapkan dapat menyesuaikan diri, namun hal tersebut

tidak selamanya berhasil. Pada saat penderita DM tidak dapat menyesuaikan diri

dengan tuntutan dan tanggung jawab ketika menjalani pengobatannya dan menilai

sebagai suatu beban yang berat serta melebihi kemampuan yang ada untuk bisa

menyelesaikannya, maka para penderita DM tersebut akan mengalami stres.

Menurut Lazaruz dan Folkman (1984: 19), stres adalah hubungan spesifik antara

individu dengan lingkungan yang dinilai individu sebagai tuntutan yang melebihi

sumber dayanya dan membahayakan keberadaannya dan kesejahteraannya.

Tuntutan-tuntutan yang dapat menyebabkan penderita DM mengalami

stress disebut stressor. Hal-hal yang dapat menjadi stressor bagi para penderita

DM, antara lain adalah tuntutan yang berkaitan dengan pengobatan, misalnya

penyuntikan insulin, diet, olahraga, dan penurunan berat badan. Disamping itu,

mereka juga masih tetap melakukan berbagai macam aktivitas yang biasanya

dilakukan tanpa melupakan pengobatannya yang harus dilakukan seumur hidup.

Dalam menghadapi stressor tersebut para penderita DM akan menghayati

stress secara berbeda antara satu dengan yang lainnya walaupun stressor yang

dihadapi sama. Hal tersebut bergantung pada penilaian subjektif yang dilakukan

oleh mereka terhadap stressor. Penilaian tersebut oleh Lazarus disebut sebagai

penilaian kognitif (cognitive appraisal).

Menurut Lazarus (1984:19) penilaian kognitif adalah suatu proses

evaluatif yang menentukan mengapa suatu interaksi antara manusia dan

lingkungannya bisa menimbulkan stress. Penilaian kognitif diawali dengan

(23)

13

Universitas Kristen Maranatha

dengan aktifitas evaluasi terhadap situasi yang dihadapi. Penyakit DM membuat

penderita mengalami stress. Stress yang dialami penderita DM memiliki derajat

yang bervariasi, semua itu tergantung dari bagaimana penderita DM tersebut

memaknakan situasi atau tuntutan-tuntutan yang dihadapinya.

Ketika berada dalam kondisi stress, penderita DM tersebut akan masuk

dalam penilaian sekunder (secondary appraisal) yaitu proses yang dapat

digunakan untuk menentukan apa yang dapat atau harus dilakukan untuk

meredakan keadaan stress. Pada tahap inilah penderita DM akan memilih cara apa

yang terbaik dan bisa dilakukan untuk meredakan stress yang mereka alami.

Mereka memiliki cara yang berbeda untuk mengatasi situasi stress tersebut yang

disebut sebagai strategi penanggulangan stress atau coping stress (Lazarus &

Folkman, 1984: 141).

Penilaian kognitif primer dan sekunder yang dilakukan penderita DM

akan menentukan strategi penanggulangan stress yang akan digunakan. Apabila

strategi yang digunakan tersebut dirasa tidak sesuai atau mengalami kegagalan,

maka penderita DM akan melakukan penilaian kembali (reappraisal) terhadap

stressor dan menentukan peggunaan strategi yang dianggap lebih sesuai,tepat dan

efektif.

Strategi penanggulangan stress atau coping stress dikemukakan oleh

Lazarus sebagai perubahan kognitif dan tingkah laku yang berlangsung secara

terus-menerus, untuk mengatasi tuntutan eksternal dan internal yang dinilai

sebagai beban atau melampaui sumber daya individu atau membahayakan

(24)

14

Universitas Kristen Maranatha

stress dipandang sebagai faktor penyeimbang yang membantu penderita DM

untuk menyesuaikan diri terhadap tekanan yang dialami. Pada dasarnya coping

stress ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan stress yang ditimbulkan

oleh stressor yang dihadapi. Menurut Lazarus dan Folkman (1986) terdapat dua

bentuk coping stress yaitu coping stress dapat berpusat pada masalah (problem

focused form of coping) dan berpusat pada emosi (emotion focused form of

coping).

Coping stress yang berpusat pada masalah (problem focused form of

coping) diarahkan pada usaha aktif untuk memecahkan masalah yang ada,

mencari berbagai alternatif yang digunakan sebagai cara untuk mengatasi atau

menghadapi stress. Coping stress yang berpusat pada masalah dibagi menjadi dua

jenis. Pertama, planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah keadaan

yang dianggap menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, dan disertai

analisis. Usaha yang dilakukan penderita DM adalah menganalisis situasi,

memikirkan jalan terbaik dan konsekuensinya yang mungkin terjadi, menyusun

rencana agar dapat menjalani pengobatan dengan baik. Kedua, confrontative

coping yaitu individu aktif mencari cara untuk mengatasi keadaan yang menekan

dirinya. Usaha yang dilakukan penderita DM adalah mencari tahu mengenai

informasi penyakit DM dan pengobatan penyakitnya.

Apabila penderita DM menggunakan coping stress yang berpusat pada

masalah maka para penderita DM tersebut dapat merumuskan masalah ketika

menjalani tugas-tugasnya secara objektif. Penderita DM juga memikirkan

(25)

15

Universitas Kristen Maranatha

masalah yang dialami ketika menjalani pengobatan. Strategi ini digunakan untuk

mengubah tekanan lingkungan agar bisa menyelesaikan masalah juga lebih

memahami masalah secara objektif, mengurangi keterlibatan emosi serta

mengembangkan keterampilan diri untuk menyelesaikan masalah (Lazarus &

Folkman, 1984:152).

Coping stress yang berpusat pada emosi (emotion focused coping)

diarahkan untuk mengatur respon emosi yang ditimbulkan oleh stres, terdiri dari

enam jenis. Pertama, distancing yaitu usaha untuk tidak terlibat dalam

permasalahan, seperti menciptakan pandangan-pandangan positif seolah-olah

tidak terjadi apa-apa. Usaha penderita DM untuk tidak melibatkan diri dalam

permasalahan seperti menghindari memikirkan penyakit DM yang dideritanya.

Kedua, self control adalah usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi

situasi yang menekan. Hal tersebut ditunjukkan dengan usaha penderita DM lebih

mengintrospeksi diri sendiri tentang apa yang dilakukanya benar atau tidak dalam

merespon suatu masalah. Ketiga, seeking social support yaitu usaha untuk

mendapatkan kenyamanan emosional dan bantuan informasi dari orang lain.

Penderita DM berbagi cerita dan mencurahkan isi hati kepada orang lain.

Keempat yaitu accepting responsibility, usaha untuk menyadari tanggung

jawab diri sendiri dalam permasalahan yang dihadapinya, dan mencoba

menerimanya utuk membuat semuanya menjadi lebih baik. Dalam hal ini,

penderita DM berusaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri sebagai

penderita DM dan mencoba menerima penyakitnya untuk membuat semuanya

(26)

16

Universitas Kristen Maranatha

menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih

pada hal lain. Escape avoidance dapat ditunjukkan melalui berusaha untuk

mengatasi situasi menekan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindarinya

dengan beralih pada hal lain seperti melakukan hobi atau kegemarannya. Keenam,

positive reappraisal yaitu usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan

fokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang bersifat

religius. Hal ini ditunjukkan dengan berusaha mencari makna positif dari

penyakitnya dengan lebih medekatkan dirinya dengan Tuhan YME.

Lazarus dan Folkman (1984) mengemukakan coping stress yang berpusat

pada emosi digunakan untuk memelihara harapan dan optimisme, menyangkal

fakta dan akibat yang mungkin dihadapi, menolak untuk mengakui hal terburuk

dan bereaksi seolah-olah apa yang terjadi tidak menimbulkan masalah dan

sebagainya. Penderita DM menggunakan coping stress yang berpusat pada emosi

ketika menghadapi suatu masalah ditunjukkan untuk mengurangi tekanan

emosional yang timbul akibat masalah yang dihadapi, tanpa menyelesaikan

masalah yang menjadi sumber stres secara tuntas. Perubahan yang terjadi dalam

diri mereka apabila mereka dapat mengatasi stressnya adalah akibat perubahan

kondisi perasaan mereka terhadap masalah yang dihadapi. Perlakuan secara terus

menerus terhadap sumber masalah dengan memusatkan diri pada perubahan

perasaan menjadi lebih menyenangkan untuk menyelesaikan sumber masalah

melalui tindakan nyata, akan menyebabkan penumpukan masalah sekaligus

(27)

17

Universitas Kristen Maranatha

Penderita DM akan menggunakan coping stress yang berpusat pada

masalah dan coping stress yang berpusat pada emosi dalam menghadapi tuntutan

internal dan eksternal dalam kehidupan nyata (Lazarus & Folkman, 1984: 157).

Apabila penderita DM dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi saat

menjalani pengobatannya tidak memperhatikan perasaan yang dirasakan maka

dikatakan tidak efektif, demikian juga dengan penderita DM yang berhasil

meredakan ketegangan emosinya namun tidak menyelesaikan sumber

permasalahannya. Untuk mencapai strategi penanggulangan yang efektif

diperlukan penggunakan kedua fungsi strategi penanggulangan tersebut (Lazarus

& Folkman, 1984: 188)

Strategi penanggulangan stres yang digunakan penderita DM dapat

berhasil mengurangi atau bahkan menghilangkan stres yang dialami, namun

strategi tersebut bisa saja tidak berhasil digunakan untuk mengatasi stres. Menurut

Lazarus, keberhasilan penggunaan strategi penanggulangan stres dapat

dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut, yaitu kesehatan dan energi,

keterampilan untuk memecahkan masalah, keyakinan positif, keterampilan sosial,

dukungan sosial, dan sumber-sumber material. Faktor kesehatan dan energi, yaitu

kondisi fisik penderita DM saat menghadapi stres, mereka akan lebih mudah

menanggulangi masalah secara efektif dalam keadaan sehat dan memiliki energi

yang cukup. Keyakinan diri yang positif yaitu sikap optimis, pandangan positif

terhadap kemampuan diri dalam menanggulangi masalah ketika menjalani

(28)

18

Universitas Kristen Maranatha

Faktor lainnya yang mempengaruhi adalah keterampilan untuk

memecahkan masalah yaitu, kemampuan penderita DM untuk mencari informasi,

mengidentifikasi masalah dan mencari pemecahan yang efektif. Faktor

keterampilan sosial, yaitu kemampuan penderita DM untuk mencari pemecahan

masalah bersama dengan orang lain dan kemungkinan untuk bekerja sama dengan

orang lain. Faktor dukungan sosial, yaitu bantuan atau dukungan yang diperoleh

penderita DM dari orang lain baik berupa informasi maupun dukungan emosional.

Selain itu, adanya sumber-sumber material yang dapat berupa uang, barang atau

fasilitas lain yang dapat mendukung penderita DM untuk melakukan pengobatan

secara lebih efektif.

Penderita DM menggunakan kedua jenis srategi penanggulangan stress

untuk mencapai strategi penanggulangan yang efektif, yang membedakan adalah

frekuensi penggunaan dari kedua jenis coping stress tersebut. Coping stress yang

digunakan penderita DM dikategorikan berpusat pada masalah (problem-focused

coping) apabila frekuensi penggunaan coping stress yang berpusat pada masalah

lebih tinggi dibanding penggunaan coping stress yang berpusat pada emosi

(emotion-focused coping). Apabila penderita DM menunjukkan frekuensi

penggunaan coping stress yang sama pada kedua jenis strategi tersebut maka akan

dikategorikan seimbang. Sedangkan apabila frekuensi penggunaan coping stress

yang berpusat pada emosi (emotion-focused coping) dalam mengatasi stres yang

(29)

19

kota Cimahi. Penilaian kognitif Stress

(30)

20

Universitas Kristen Maranatha

1.6 Asumsi Penelitian

 Penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi mengalami stres.

 Penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi melakukan penilaian

kognitif terhadap situasi yang dihadapinya.

Coping stress yang digunakan penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota

Cimahi dapat berpusat pada masalah (problem focused form of coping),

berpusat pada emosi (emotion focused form of coping), atau seimbang.

 Kedua strategi tersebut akan digunakan untuk mencapai penanggulangan

yang efektif, yang membedakan adalah frekuensi penggunaan dari kedua

(31)

84 Universitas Kristen Maranatha

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap penderita Diabetes

Mellitus di RS “X” kota Cimahi, dapat disimpulkan bahwa:

 Hampir setengah dari keseluruhan penderita Diabetes Mellitus di RS “X”

kota Cimahi menggunakan kedua bentuk coping stress secara seimbang.

Jenis coping stress yang paling sering digunakan adalah planfull problem

solving, positive reappraisal dan seeking social support.

 Pada penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi yang menggunakan

coping stress secara seimbang ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan penggunaan coping stress yaitu, kesehatan, keyakinan diri yang

positif, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial yang

adekuat, dukungan sosial, dan sumber-sumber material.

5.2 Saran

Dari hasil penelitian tersebut, peneliti mengajukan saran yang diharapkan

dapat berguna, yaitu sebagai berikut:

5.2.1 Saran Teoretis

 Pada penelitian ini ditemukan bahwa ada indikasi keterkaitan antara coping

stress dengan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan penggunaan

(32)

85

Universitas Kristen Maranatha

korelasional antara coping stress dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

keberhasilan penggunaan coping stress, sehingga dapat diketahui pula

efektifitas penggunaan bentuk coping stress.

 Pada penelitian ini hanya meneliti mengenai coping stress tetapi tidak

meneliti mengenai derajat stres. Oleh karena itu disarankan bagi peneliti

yang akan melakukan penelitian mengenai coping stress untuk meneliti pula

mengenai derajat stres, sehingga dapat diketahui bagaimana hubungan

antara derajat stres dengan penggunaan jenis coping stress.

5.2.3. Saran Praktis

 Kepada penderita Diabetes Mellitus di RS “X” kota Cimahi diharapkan

mempertahankan penggunaan coping stress secara seimbang, dan juga

memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan coping

stress. Faktor tersebut adalah memiliki keyakinan diri yang positif,

keterampilan memecahkan masalah, keterampilan sosial yang adekuat,

menjaga kondisi kesehatan, menerima dukungan sosial, dan sumber-sumber

material. Dengan demikian diharapkan penderita DM dapat menjalani

pengobatan maupun kehidupannya dengan baik.

 Kepada Dokter dan perawat di RS “X” kota Cimahi diharapkan untuk

mempertahankan dalam memberikan informasi dan bantuan yang sudah

dijalankan kepada penderita DM dalam melakukan pengobatan. Informasi

dan bantuan tersebut dapat membantu penderita DM dalam melakukan

(33)

86

Universitas Kristen Maranatha

 Kepada keluarga dan rekan-rekan penderita Diabetes Mellitus di RS “X”

kota Cimahi diharapkan untuk mempertahankan dukungan yang sudah

diberikan. Dukungan tersebut dapat membantu penderita DM dalam

(34)

87 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA

Cox, Tom. 1978. Stress. London: The Macmillan Press LTD.

Fitria, Ana. 2009. Diabetes Tips Pencegahan Preventif dan penanganan. Yogyakarta: Venus.

Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Lazarus, R.S., & Susan Folkman. 1984. Stress, Appraisal and Coping. New York: Springer Publishing Company.

Monat, Alan., & Richard Lazarus. 1991. Stress & Coping An Anthology. New York: Columbia University Press.

Santrock, John. W. 2002. Life Span Developmental : Perkembangan masa hidup, edisi 2, jilid 2. Jakarta: MC Erlangga.

(35)

88 Universitas Kristen Maranatha DAFTAR RUJUKAN

Diabetes Mellitus. (http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus, diakses pada tanggal 18 Maret 2010)

Jumlah Penderita di Indonesia Keempat Dunia. (www.freelist.org/post/ppiindia-Jumlah-Penderita-di-Indonesia-Keempat-Dunia, diakses pada tanggal 5 November 2010)

Penerimaan Diri Pada Penderita Diabetes Mellitus.

(http://pustaka.net/penerimaan.diri.stress.pada.penderita.diabetes.mellitus. htm, diakses pada tanggal 2 Maret 2011)

Referensi

Dokumen terkait

Pembentukan kata tidak baku dalam bahasa Indonesia dapat berupa pemendekan, singkatan, penggunaan dari serapan bahasa asing, penggunaan istilah lain, pengaruh bahasa

Saran untuk muhammadiyah ranting Tanjung adalah agar lebih meningkatkan tingkat solidaritas antar masyarakat sehingga masjid yang digunakan tak hanya berasal dari jamaah

Bagian ini berisi hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang spesifik, mengarah kepada diagnosis penyakit ( pathognomonis ). Meskipun tidak memuat rangkaian pemeriksaan

Analisa teknikal memfokuskan dalam melihat arah pergerakan dengan mempertimbangkan indikator-indikator pasar yang berbeda dengan analisa fundamental, sehingga rekomendasi yang

Dengan sistem informasi gudang pencarian yang sebelumnya membutuhkan waktu lama menjadi lebih cepat karena lokasi setiap obat terdata dengan rapi dan dengan adanya sistem

[r]

EFEK EKSTRAK HERBA SAMBILOTO (Andrographis paniculata Ness) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI ULKUS GASTER PADA MENCIT SWISS WEBSTER JANTAN YANG DIINDUKSI ASETOSAL..

Menurut Fayol terdapat beberapa fungsi manajemen yang harus.. diperhatikan untuk dapat mengembangkan manajemen