• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KOMUNIKASI DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH, KOMUNIKASI DAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PENGESAHAN ………... ii

PERNYATAAN KEASLIAN ………... iii

KATA PENGANTAR ……….. v

ABSTRAK ………. ix

DAFTAR ISI ………... xi

DAFTAR TABEL ………... xiii

DAFTAR GAMBAR ...………... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ……….... 9

E. Definisi Istilah ………….………... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….. 11

A. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 11

B. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 15

C. Kemampuan Representasi Matematis ... 19

D. Pembelajaran Berbasis Masalah... ... 21

E. Teori Belajar yang Mendukung………... 27

F. Beberapa Hasil Penelitian yang Relevan ... 35

G. Hipotesis Penelitian... 40

BAB III METODE PENELITIAN ..……… 41

A. Desain Penelitian ………..………. 41

B. Populasi dan Sampel Penelitian ………..…... 45

C. Instrumen Penelitian dan Penegembangannya ……..……… 47

(2)

ii

F. Prosedur Penelitian………. 64

G. Kegiatan Pembelajaran ………... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. 67

A. Analisis Data dan Hasil Penelitian ... 67

1. Analisis Data Kemampuan Awal Matematis (KAM) ... 68

2. Pengujian Hipotesis Penelitian... 74

B. Pembahasan Hasil Penelitian….……… 122

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ……...…… 124

2. Kemampuan Komunikasi Matematis ……...………. 131

3. Kemampuan Representasi Matematis ……...……… 137

4. Gambaran Hasil Kerja Siswa …...………. 142

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI ..……. 152

A. Kesimpulan ………... 152

B. Implikasi ..………..……….. 154

C. Rekomendasi ..……….. 155

DAFTAR PUSTAKA .………. 156

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Paradigma baru dalam pembelajaran matematika yaitu perubahan dari pembelajaran yang berorientasi pada guru menjadi pembelajaran yang berorientasi pada siswa. Hal ini sejalan dengan apa yang telah digariskan oleh BSNP (2006) bahwa prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menekankan pada belajar yang berpusat pada siswa, yaitu: belajar dengan melakukan; mengembangkan kemampuan sosial; mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah ber-Tuhan; mengembangkan keterampilan pemecahan masalah; mengembangkan kreativitas siswa; mengembangkan kemampuan ilmu dan teknologi; menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik; belajar sepanjang hayat; perpaduan kompetensi, kerjasama dan solidaritas.

Prinsip-prinsip di atas relevan dengan tujuan pendidikan matematika yang menurut Soedjadi (2004) meliputi (1) tujuan yang bersifat formal, yang memberi tekanan pada penataan nalar siswa serta pembentukan pribadi siswa dan (2) tujuan yang bersifat material yang memberi tekanan pada penerapan matematika serta kemampuan memecahkan masalah matematika. Di samping itu juga sesuai dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan National

Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) yaitu: (1) belajar untuk

(4)

problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections);

(5) belajar untuk merepresentasikan ide-ide (mathematical representation). Kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu kemampuan matematika, sangat penting untuk dikuasai siswa. Branca (1980) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah jantungnya matematika. Sedangkan Ruseffendi (1996) mengemukakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Sovhick (dalam Saragih, 2007) mengemukakan bahwa latihan pemecahan masalah akan dapat menghasilkan individu-individu yang berkompeten dalam matematika, karena memiliki manfaat yang besar bagi penanaman kompetensi matematika siswa.

(5)

3

Keterampilan matematika yang juga penting untuk dikuasai siswa adalah kemampuan komunikasi matematis (mathematical communication). Melalui komunikasi matematis, siswa dapat mengorganisasi dan mengkonsolidasi berpikir matematisnya baik secara lisan maupun tulisan yang akhirnya dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika yang telah dipelajari.

Menurut Baroody (1993) sedikitnya ada dua alasan yang menjadikan komunikasi matematis dalam pembelajaran matematika menjadi penting yaitu: (1) matematika sebagai bahasa, dan (2) pembelajaran matematika sebagai aktivitas sosial. Matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, alat untuk menemukan pola, atau menyelesaikan masalah namun matematika juga sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas dan tepat. Matematika sebagai aktivitas sosial dapat dilihat dari adanya interaksi antar siswa, siswa dengan guru dan lain-lain.

Dalam NCTM (2000), komunikasi diberi makna sebagai cara untuk berbagi (sharing) gagasan dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui komunikasi, gagasan-gagasan menjadi objek-objek refleksi, penghalusan, diskusi, dan perombakan.

(6)

Representasi diwujudkan bisa melalui gambar, grafik, tabel, kata-kata, benda nyata maupun simbol matematika. Dari beberapa bentuk representasi tersebut, siswa dapat memilih bentuk representasi yang sesuai dengan permasalahan yang diberikan atau yang dihadapi.

Sebelumnya kemampuan representasi merupakan bagian dari kemampuan komunikasi. Karena kemampuan ini merupakan salah satu kemampuan yang penting untuk dikuasai dan memerlukan perhatian yang cukup serius, maka selanjutnya dalam NCTM, kemampuan ini dipisahkan dari kemampuan komunikasi. Meskipun demikian antara komunikasi dan representasi tidak bisa dipisahkan secara tegas, karena keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat.

Jones (2000) mengemukakan tiga alasan yang mendasari representasi dijadikan sebagai salah satu dari standar proses, yaitu:

1. kelancaran dalam melakukan translasi di antara berbagai jenis representasi yang berbeda merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki siswa untuk membangun suatu konsep dan berpikir matematika;

2. ide-ide matematika yang disajikan guru melalui berbagai representasi akan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap siswa dalam mempelajari matematika; dan

3. siswa membutuhkan latihan dalam membangun representasinya sendiri sehingga siswa memiliki kemampuan dan pemahaman konsep yang baik dan fleksibel yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah.

(7)

5

dalam pembelajaran matematika perlu diupayakan untuk menggunakan pendekatan atau metode yang dapat memberi peluang dan mendorong siswa untuk melatihkan kemampuan-kemampuan tersebut. Dengan demikian siswa akan menjadi mahir dan terampil dengan berbagai kemampuan matematika yang pada akhirnya diharapkan akan mampu meningkatkan prestasi atau hasil belajarnya.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional cenderung kurang memberikan kesempatan yang cukup untuk menanamkan dan melatih kemampuan-kemampuan matematis yang dibutuhkan siswa seperti kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis. Menurut Baroody (1993), pada pembelajaran matematika dengan pendekatan konvensional, kemampuan komunikasi siswa masih sangat terbatas hanya pada jawaban verbal yang pendek atas berbagai pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Menyikapi permasalahan yang timbul dalam pendidikan matematika sekolah tersebut, terutama yang berkaitan dengan pentingnya pengembangan kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis serta kemampuan matematis lainnya, diperlukan pendekatan pembelajaran yang dapat mengakomodasi peningkatan kemampuan-kemampuan tersebut.

(8)

Dengan PBM, baik secara individu maupun kelompok, siswa dituntut untuk dapat mengemukakan solusi-solusi dari masalah yang diajukan/diberikan melalui berbagai representasi yang mungkin. Mereka juga dituntut untuk dapat mengkomunikasikan gagasan-gagasan mereka dengan baik melalui representasi yang mereka buat.

Di Sekolah Menengah Pertama (SMP) siswa sudah mulai belajar dan dilatih untuk berpikir dari hal yang sifatnya konkret menuju ke hal yang lebih abstrak. Hal ini bertujuan agar siswa dapat belajar memahami konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak tersebut secara perlahan namun dapat masuk dalam jangkauan pemahaman mereka. Pada akhirnya siswa diharapkan mampu memecahkan masalah-masalah matematika baik yang terkait dengan pelajarannya maupun yang terkait dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

(9)

7

Representasi matematis yang telah dibuat siswa perlu dikomunikasikan baik antara sesama siswa maupun dengan guru. Komunikasi matematis berguna untuk mengetahui apakah representasi yang dibuat telah sesuai atau belum dengan yang diinginkan. Komunikasi matematis bisa dilihat dari kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa matematis untuk mengungkapkan ide atau gagasannya terkait dengan representasi yang ia buat. Kedua kemampuan ini sangat berperan penting bagi kemampuan siswa dalam proses pemecahan masalah yang menjadi tujuan utama dalam pembelajaran matematika.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis merasa perlu untuk melakukan sebuah penelitian yang mampu mengungkapkan bagaimana kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis melalui pembelajaran berbasis masalah.

B. Rumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis antara siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) dengan yang belajar melalui pembelajaran matematika konvensional (PMK) dilihat dari (1) keseluruhan siswa, (2) level sekolah (tinggi dan sedang) dan (3) kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah)?

(10)

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis secara menyeluruh tentang perbedaan kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis antara siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) dengan yang belajar melalui pembelajaran matematika konvensional (PMK) dilihat dari (1) keseluruhan siswa, (2) level sekolah (tinggi dan sedang) dan (3) kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah)?

2. Menganalisis secara menyeluruh tentang pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan level sekolah terhadap kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis?

(11)

9

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan pertimbangan untuk merancang model atau strategi pembelajaran yang bertujuan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis siswa.

2. Sebagai acuan atau patokan dalam menilai kemampuan pemecahan masalah, komunikasi dan representasi matematis siswa.

E. Definisi Istilah

1. Pembelajaran berbasis masalah (PBM) adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana masalah dijadikan sebagai titik awal pembelajaran sehingga siswa aktif bekerja secara kooperatif untuk membangun pengetahuannya.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematis (PM) adalah kemampuan siswa untuk memahami masalah (mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan masalah dan membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari); menyelesaikan masalah (meliputi kemampuan memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan model atau masalah yang

diberikan) dan menjawab masalah (menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai masalah yang diberikan dan menuliskan/memeriksa kebenaran hasil atau jawaban).

(12)

memberikan penjelasan secara tertulis berdasarkan data atau bukti yang relevan.

4. Kemampuan representasi matematis (RM) adalah kemampuan menggunakan representasi simbolik (model matematis) untuk menjelaskan masalah matematis.; kemampuan melakukan translasi dari representasi visual (gambar) ke bentuk representasi simbolik (model matematis); dan kemampuan melakukan translasi dari representasi visual (grafik) ke bentuk representasi simbolik (model matematis).

(13)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen karena peneliti melakukan pemberian perlakuan kepada subjek penelitian untuk selanjutnya ingin diketahui pengaruh perlakuan tersebut. Perlakuan yang diberikan adalah pembelajaran berbasis masalah (PBM) pada kelas eksperimen dan pembelajaran matematika konvensional (PMK) pada kelas kontrol.

Desain penelitian yang digunakan adalah desain kelompok kontrol hanya postes (posttest-only control group design) yang digabung dengan desain faktorial

2×2×3. Unit-unit penelitian ditentukan berdasarkan kategori pembelajaran matematika (PBM dan PMK), level sekolah (tinggi dan sedang), dan kategori kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Desain penelitiannya adalah sebagai berikut:

X O O Keterangan:

O = pemberian tes kemampuan pemecahan masalah matematis, tes kemampuan komunikasi matematis, tes kemampuan representasi matematis.

(14)

Karena tidak dimungkinkannya untuk melakukan pengacakan murni, maka pengelompokan subjek penelitian dilakukan secara acak kelas. Kelompok eksperimen diberi perlakukan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan kelompok kontrol diberi perlakuan pembelajaran matematika konvensional (PMK). Masing-masing subjek penelitian diberikan postes (O).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan pembelajaran matematika konvensional (PMK). Kelas eksperimen diberikan PBM, sedangkan kelas kontrol diberikan PMK. Variabel terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah matematis (PM), kemampuan komunikasi matematis (KM), dan kemampuan representasi matematis (RM). Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah kemampuan awal matematis siswa (KAM) dengan kategori (tinggi, sedang dan rendah), dan level sekolah (LS) dengan kategori (tinggi dan sedang).

Level sekolah ditentukan berdasarkan data peringkat sekolah dari hasil ujian nasional (UN) tahun 2009. Relevansi penggunaan level sekolah pada penelitian ini adalah bahwa level sekolah diperkirakan memberikan dampak yang berbeda terhadap kemampuan matematika siswa setelah mereka mendapat PBM. Level sekolah yang akan diteliti adalah level sekolah tinggi dan sedang.

(15)

43

belajarnya akan kurang (jelek) dan kurangnya (jelek) itu bisa terjadi bukan akibat kurang baiknya pembelajaran yang dilakukan. Di samping itu jika dikaitkan dengan karakteristik dari PBM yang digunakan, sekolah level rendah cenderung kurang cocok jika diberikan pembelajaran berbasis masalah. Oleh karena itu dalam penelitian ini, sekolah dengan level rendah tidak dipilih sebagai subyek penelitian.

Kemampuan awal matematis (KAM) siswa adalah kemampuan matematika yang dimiliki siswa sebelum penelitian ini dilaksanakan. KAM siswa ditentukan berdasarkan tes kemampuan awal matematika. Keterkaitan antar variabel bebas, terikat, dan kontrol disajikan pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Keterkaitan antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis

Pemecahan Masalah Matematis (PM)

Pembelajaran PBM PMK

(16)

Tabel 3.2

Keterkaitan antara Kemampuan Komunikasi Matematis,

Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis

Komunikasi Matematis (KM)

Pembelajaran PBM PMK

Level sekolah (LS) Tinggi (T)

Keterkaitan antara Kemampuan Representasi Matematis,

Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis

Representasi Matematis (RM)

Pembelajaran PBM PMK

Level sekolah (LS) Tinggi (T)

(17)

45

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Kelas VIII SMP Negeri di kota Banjarmasin yang berada pada level sekolah dengan kategori tinggi dan sedang. Teknik pengambilan sampel menggunakan gabungan teknik strata (stratified random sampling) dan teknik kelompok (cluster random sampling). Melalui teknik strata, peneliti mengambil secara acak masing-masing satu sekolah dari setiap level SMP yang diteliti, yaitu sekolah level tinggi dan sekolah level rendah. Sedangkan melalui teknik sampel kelompok, peneliti mengambil secara acak dua kelas VIII pada setiap level sekolah yang terpilih. Jadi, pada setiap level sekolah terdapat satu kelas eksperimen yang mendapat pendekatan PBM dan satu kelas kontrol yang mendapat pendekatan PMK.

Pemilihan siswa SMP sebagai subyek penelitian didasarkan pada pertimbangan tingkat perkembangan kognitif siswa SMP sudah berada pada tahap peralihan dari operasi kongkrit ke operasi formal sehingga sesuai untuk diterapkannya pendekatan berbasis masalah.

(18)

dikembangkan. Tidak dipilihnya siswa kelas IX karena dikhawatirkan akan mengganggu persiapan mereka dalam mengikuti ujian nasional.

Langkah-langkah penentuan sampel penelitian sebagai berikut:

1. Menentukan peringkat sekolah berdasarkan rata-rata nilai ujian nasional (UN) SMP tahun pelajaran 2009/2010.

2. Menentukan kategori level sekolah berdasarkan rata-rata nilai UN ( X ) dan simpangan baku (s) dengan kriteria:

a. sekolah level tinggi : rata-rata nilai UN ≥ X + 0,5 s.

b. sekolah level sedang: X – 0,5 s rata-rata nilai UN < X + 0,5 s c. sekolah level rendah : rata-rata nilai UN < X – 0,5 s.

3. Menentukan level SMP di Banjarmasin berdasarkan kategori di atas. 4. Mengambil secara acak satu SMP level tinggi dan satu SMP level sedang. 5. Mengambil secara acak dua kelas VIII pada masing-masing SMP terpilih. 6. Menentukan secara acak kelas yang mendapat PBM (kelas eksperimen) dan

kelas yang mendapat PMK (kelas kontrol).

Prosedur di atas disajikan pada Gambar 3.1. berikut ini:

(19)

47

Berdasarkan data UN SMP tahun pelajaran 2009/20010 diperoleh bahwa rata-rata nilai UN ( X ) SMP Negeri di kota Banjarmasin sebesar 28,79 dengan standar deviasi 1,66. (Lampiran C2). Dengan demikian, kategori level sekolah yang digunakan adalah:

1. sekolah level tinggi : rata-rata nilai UN ≥ 29,62 2. sekolah level sedang : 27,96 ≤ total nilai UN < 29,62 3. sekolah level rendah : total nilai UN < 27,96.

Melalui pemilihan secara acak, diperoleh SMP Negeri 7 mewakili sekolah level tinggi dan SMP Negeri 31 mewakili sekolah level sedang. Pada SMP Negeri 7 terpilih kelas VIIIA dengan jumlah siswa 33 sebagai kelas eksperimen dan VIIIB dengan jumlah siswa 35 sebagai kelas kontrol. Sedangkan pada SMPN Negeri 31 terpilih kelas VIIIB dengan jumlah siswa 31 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIIC dengan jumlah siswa 30 sebagai kelas kontrol. Jadi, secara keseluruhan banyak sampel penelitian adalah 129 siswa.

Berdasarkan hasil pengujian (lampiran) tidak ada perbedaan kemampuan awal matematika yang signifikan antara kelas eksperimen dan kelas kontrol sebelum pemberian perlakuan, baik di SMP Negeri 7 (sekolah level tinggi) maupun di SMP Negeri 31 (sekolah level sedang).

C. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

(20)

1. Tes Kemampuan Awal Matematis (KAM)

Pemberian tes kemampuan awal matematis bertujuan untuk mengetahui kemampuan siswa secara umum sebelum pembelajaran berlangsung, mengetahui kesetaraan rata-rata kelompok eksperimen dan kontrol, dan untuk mengelompokkan siswa berdasarkan kemampuan awal matematisnya.

Untuk keperluan tersebut, peneliti mengadopsi 20 butir soal Ujian Nasional (UN) yang memuat materi yang telah dipelajari oleh siswa kelas VIII. Pertimbangannya adalah karena soal-soal UN sudah memenuhi standar nasional sebagai alat ukur yang baik. Soal berbentuk pilihan banyak dengan 4 pilihan jawaban.

Berdasarkan skor kemampuan awal matematis, siswa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu siswa kelompok tinggi, siswa kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah. Kriteria pengelompokkan berdasarkan skor rata-rata ( X ) dan simpangan baku (s) sebagai berikut:

KAM ≥X + s : Siswa kelompok tinggi X – s KAM < X + s : Siswa kelompok sedang

KAM < X – s : Siswa kelompok rendah

2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Komunikasi Matematis dan Representasi Matematis

(21)

49

Tabel 3.5.

Indikator dari Aspek Kemampuan Matematis pada Soal Tes

Aspek Indikator yang diukur Nomor

Soal

Pemecahan Masalah Matematis

1. memahami masalah, meliputi kemampuan mengidentifikasi kecukupan data dan membuat model matematis dari suatu situasi atau masalah sehari-hari.

2. menyelesaikan masalah, meliputi kemampuan memilih dan menerapkan strategi untuk menyelesaikan model atau masalah yang diberikan

3. menjawab masalah, meliputi kemampuan menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai masalah yang diberikan , dan menuliskan/ memeriksa kebenaran hasil atau jawaban

1, 2, 5

Komunikasi Matematis

1. kemampuan menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik secara tertulis.

2. kemampuan mengungkapkan kembali suatu masalah matematika dalam bahasa sendiri secara tertulis

3. kemampuan menyusun argumen atau mengungkapkan pendapat dan memberikan penjelasan secara tertulis berdasarkan data atau bukti yang relevan.

1. kemampuan menggunakan representasi simbolik (model matematis) untuk menjelaskan masalah matematis.

2. kemampuan melakukan translasi dari representasi visual (gambar) ke bentuk representasi simbolik (model matematis). 3. kemampuan melakukan translasi dari

representasi visual (grafik) ke bentuk representasi simbolik (model matematis).

5,

4b,

6

(22)

kurikulum matematika SMP. Sebelum soal tes tes kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, dan representasi matematis digunakan, terlebih dahulu divalidasi untuk melihat validitas isi dan validitas muka.

Validitas muka yang dimaksudkan adalah kejelasan bahasa/redaksional dan gambar/representasi dari setiap butir tes yang diberikan. Sedangkan validitas isi yang dimaksudkan adalah kesesuaian materi tes dengan kisi-kisi tes, tujuan yang ingin dicapai, indikator kemampuan matematik yang diukur, dan tingkat kesukaran untuk siswa semester 1 kelas VIII SMP.

Pemeriksaan validitas isi dilakukan oleh lima orang yang dipandang ahli, yaitu dari rekan-rekan mahasiswa S3 pendidikan matematika.

Hasil pertimbangan mengenai validitas muka dan validitas isi dari kelima orang ahli disajikan pada lampiran. Keragaman hasil validasi kelima penimbang diuji dengan menggunakan statistik Q-Cochran. Hipotesis keragaman pertimbangan setiap butir tes kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis yang diuji adalah:

H0 : Kelima penimbang memberikan pertimbangan yang seragam.

H1 : Kelima penimbang memberikan pertimbangan yang tidak seragam.

Kriteria pengujian hipotesis yang digunakan adalah: jika nilai probabilitas (sig.) lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima; dalam hal lainnya, H0 ditolak.

(23)

51

Tabel 3.6

Hasil Uji Q-Cochran Validitas Muka Perangkat Soal Test Statistics

5 6.000a

6 .423 N

Cochran's Q df

Asymp. Sig.

1 is treated as a success. a.

Tabel 3.6 memperlihatkan bahwa nilai Asymp. Sig. sebesar 0,423 yang lebih besar dari nilai probabilitas 0,05. Hal ini berarti bahwa H0 diterima pada

taraf signifikansi α = 0,05. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kelima penimbang memberikan pertimbangan yang seragam terhadap validitas muka setiap butir tes kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis

Hasil perhitungan terhadap validitas isi dengan menggunakan uji Q-Cochran disajikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7

Hasil Uji Q-Cochran Validitas Isi Perangkat Soal

Test Statistics

5 5.000a

6 .544 N

Cochran's Q df

Asymp. Sig.

1 is treated as a success. a.

Tabel 3.7 memperlihatkan bahwa nilai Asymp. Sig. sebesar 0,544 yang lebih besar dari nilai probabilitas 0,05. Hal ini berarti bahwa H0 diterima pada

(24)

memberikan pertimbangan yang seragam terhadap validitas isi setiap butir tes kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis.

Setelah instrumen kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis dinyatakan memenuhi validitas muka dan validitas isi, kemudian perangkat soal ini diujicobakan terhadap 33 siswa kelas VIIIA SMPN 24 Banjarmasin. Data hasil ujicoba serta perhitungan validitas dan reliabilitas tes kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis selengkapnya dapat dilihat lampiran.

Perhitungan validitas butir soal dan reliabilitas tes tersebut menggunakan perangkat lunak SPSS-11.5 for Windows. Untuk validitas butir soal digunakan korelasi product moment dari Pearson antara skor butir dengan skor total. Sedangkan untuk reliabilitas tes digunakan Cronbach-Alpha.

2.1. Analisis Validitas Butir Soal

Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan skor setiap butir soal terhadap skor total. Semakin besar dukungan skor butir soal terhadap skor total, maka semakin tinggi validitas butir soal tersebut. Dengan demikian, untuk menguji validitas setiap butir soal, maka skor setiap butir soal dikorelasikan dengan skor total. Untuk mengukur koefisien korelasi antara skor butir soal dengan skor total ini digunakan rumus korelasi product moment dari Pearson.

(25)

53

Interpretasi besarnya koefisien korelasi rxy didasarkan pada pendapat

Arikunto (2005: 75) sebagaimana Tabel 3.8 berikut. Tabel 3.8

Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi rxy

Koefisien Korelasi Interpretasi 0,80 < rxy≤ 1,00 Sangat Tinggi

0,60 < rxy≤ 0,80 Tinggi

0,40 < rxy≤ 0,60 Cukup

0,20 < rxy≤ 0,40 Rendah

rxy≤ 0,20 Sangat Rendah

2.2. Analisis Reliabilitas Tes

Analisis reliabilitas tes diukur berdasarkan koefisien reliabilitas dan digunakan untuk mengetahui tingkat keterandalan suatu tes. Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut berulang kali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg (stabil).

Untuk menghitung koefisien reliabilitas tes berbentuk essay digunakan rumus alpha Cronbach berikut:

(26)

Keterangan:

11

r = koefisien reliabilitas tes

n = banyak butir soal

2

i

s = jumlah varian skor setiap butir soal

2

t

s = varians skor total.

Varians skor setiap butir soal dan varians skor total dihitung dengan rumus:

2

s =

( )

N

X NX

2

2 − ∑

(Sudijono, 2005: 208).

Interpretasi koefisien reliabilitas tes yang digunakan adalah interpretasi derajat keterandalan instrumen yang dibuat oleh J.P. Guilford (Ruseffendi, 2005: 197) sebagaimana ditampilkan pada Tabel 3.9.

Tabel 3.9

Interpretasi Koefisien Reliabilitas Koefisien Reliabilitas Interpretasi

0,90 ≤ r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,70≤ r11 < 0,90 Tinggi

0,40 ≤ r11 < 0,70 Sedang

0,20 ≤ r11 < 0,40 Rendah

r11 < 0,20 Sangat Rendah

2.3. Validitas dan Reliabilitas Tes Pemecahan Masalah Matematis

(27)

55

Tabel 3.10

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Tes Pemecahan Masalah Matematis

Nomor Soal

Validitas Reliabilitas

rxy Interpretasi Nilai

sig. Ket. r11 Ket. 1 0,906 Sangat Tinggi 0,000 Valid

0.8025 Reliabilitas Tinggi 2 0,881 Sangat Tinggi 0,000 Valid

5 0,752 Tinggi 0,000 Valid

Pada Tabel 3.10 terlihat bahwa ketiga butir soal valid untuk digunakan sebagai instrumen pengukuran kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VIII SMP. Pada tabel juga terlihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas r11 =

0,8025. Menurut Guilford (Ruseffendi, 2005: 197), instrumen dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,8025 termasuk instrumen dengan reliabilitas tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa soal kemampuan kemampuan pemecahan masalah matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan pada penelitian ini.

(28)

Tabel 3.11

Pedoman Penskoran Butir Soal

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Skor

Skala I. Memahami

masalah

II. Menyelesaikan

Masalah III. Menjawab Masalah 0 Tidak ada usaha. Tidak ada usaha.

Tidak ada jawaban atau jawaban salah berdasar pada rencana yang tidak tepat. 1

4 Memahami masalah dengan lengkap. Jadi skor maksimum setiap butir soal adalah 10 dan minimum adalah 0.

2.4. Validitas dan Reliabilitas Tes Komunikasi Matematis

(29)

57

Tabel 3.12

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Tes Komunikasi Matematis

Nomor Soal

Validitas Reliabilitas

rxy Interpretasi Nilai

sig. Ket. r11 Ket. 3 0,809 Sangat Tinggi 0,000 Valid

0.5602 Reliabilitas Sedang 4a 0,701 Tinggi 0,000 Valid

5 0,677 Tinggi 0,000 Valid

Pada Tabel 3.11 terlihat bahwa ketiga butir soal valid untuk digunakan sebagai instrumen pengukuran kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII SMP. Pada juga terlihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas r11 = 0,5602.

Menurut Guilford (Ruseffendi, 2005: 197), instrumen dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,5602 termasuk instrumen dengan reliabilitas sedang.

Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa soal kemampuan komunikasi matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan pada penelitian ini.

(30)

Tabel 3.13

Pedoman Penskoran Butir Soal Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Jawaban Siswa

4 Argumen atau penjelasan yang diberikan jelas/lengkap; menggunakan bahasa matematika (model, simbol, atau tanda dll) dengan sangat efektif, tepat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep, dan proses; menggunakan bahasa tertulis dengan sangat baik untuk menjelaskan masalah yang diberikan.

3 Argumen atau penjelasan yang diberikan cukup jelas/lengkap; menggunakan bahasa matematika (model, simbol, atau tanda dll) dengan cukup efektif, tepat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep, dan proses; menggunakan bahasa tertulis dengan cukup baik untuk menjelaskan masalah yang diberikan.

2 Argumen atau penjelasan yang diberikan kurang jelas/lengkap; Menggunakan bahasa matematika (model, simbol, tanda, dan/atau representasi) dengan kurang efektif, tepat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep, dan proses; menggunakan bahasa tertulis yang kurang baik untuk menjelaskan masalah yang diberikan. 1 Argumen atau penjelasan yang diberikan tidak jelas/lengkap; Ada

usaha tapi respon yang diberikan salah.

0 Tidak ada usaha, kosong atau tidak cukup untuk diberikan skor.

2.5. Validitas dan Reliabilitas Tes Representasi Matematis

Hasil perhitungan validitas butir soal dan reliabilitas tes kemampuan komunikasi matematis disajikan pada Tabel 3.14.

Tabel 3.14

Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Tes Representasi Matematis

Nomor Soal

Validitas Reliabilitas

rxy Interpretasi Nilai

sig. Ket. r11 Ket. 4b 0,682 Tinggi 0,000 Valid

0.4849 Reliabilitas Sedang

5 0,718 Tinggi 0,000 Valid

(31)

59

Pada Tabel 3.14 terlihat bahwa ketiga butir soal valid untuk digunakan sebagai instrumen pengukuran kemampuan representasi matematis siswa kelas VIII SMP. Pada juga terlihat bahwa besarnya koefisien reliabilitas r11 = 0,4849.

Menurut Guilford (Ruseffendi, 2005: 197), instrumen dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,4849 termasuk instrumen dengan reliabilitas sedang.

Hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan bahwa soal kemampuan representasi matematis telah memenuhi karakteristik yang memadai untuk digunakan pada penelitian ini.

Untuk memperoleh data kemampuan pemecahan masalah matematis, dilakukan penskoran terhadap jawaban siswa untuk tiap butir soal. Kriteria penskoran yang digunakan diadaptasi dari Maryland Math Communication Rubric (Maryland State Department of Education, 1991) seperti pada tabel 3.15 berikut.

Tabel 3.15

Pedoman Penskoran Butir Soal Kemampuan Representasi Matematis

Skor Jawaban Siswa

4 Representasi matematis yang dibuat (visual, verbal, atau simbolik) sangat efektif, tepat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep, dan proses.

3 Representasi matematis yang dibuat (visual, verbal, atau simbolik) cukup efektif, tepat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep, dan proses.

2 Representasi matematis yang dibuat (visual, verbal, atau simbolik) kurang efektif, tepat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep, dan proses.

1 Representasi matematis yang dibuat (visual, verbal, atau simbolik) tidak efektif, tepat, dan teliti, untuk menjelaskan operasi, konsep, dan proses. Ada usaha tapi representasi yang dibuat salah.

(32)

3. Lembar Observasi

Lembar observasi aktivitas siswa dalam pembelajaran ketika guru mengajar dilakukan sejak awal kegiatan sampai guru menutup pelajaran. Aktivitas siswa yang diamati meliputi: Mendengarkan, memperhatikan penjelasan guru/teman, membaca dan menelaah (teks, LKS), bertanya antara siswa dengan guru, berdiskusi antara siswa dengan siswa, menjawab pertanyaan, perilaku yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar.

4. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap beberapa orang siswa yang melakukan kekeliruan dalam mengerjakan soal-soal. Setiap kelas dipilih 3 orang siswa.

Beberapa hal yang menjadi pertimbangan sebagai pedoman peneliti dalam wawancara adalah:

a. Memilih siswa yang diwawancarai berdasarkan jawabannya. b. Memperlihatkan jawaban tes akhir.

c. Meminta siswa agar mencermati kembali soal-soal yang tidak tuntas dijawab, atau jawaban akhir yang salah.

(33)

61

D. Bahan Ajar

Dalam penelitian ini dikembangkan bahan ajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Materi bahan ajar disusun mengacu pada silabus dalam kurikulum SMP. Bahan ajar disusun dalam bentuk lembar kerja siswa (LKS) yang meliputi materi pokok Sistem Persamaan Linier Dua Variabel (SPLDV). Pengambilan materi pokok tersebut dengan pertimbangan bahwa materi tersebut dipelajari bertepatan dengan saat melakukan penelitian. Pertimbangan lainnya adalah materi tersebut cocok disajikan dalam bentuk pembelajaran berbasis masalah untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis.

Penyusunan bahan ajar mengikuti langkah-langkah:

1. Menyusun bahan ajar dalam bentuk LKS yang digunakan dalam pembelajaran dan dikonsultasikan dengan dosen pembimbing.

2. Meminta pertimbangan lima mahasiswa S3 Pendidikan Matematika UPI untuk

melihat apakah masalah dan tugas yang ada pada LKS telah sesuai dengan tujuan yang akan dicapai; apakah tuntunan dalam LKS sudah sesuai dengan tingkat perkembangan siswa; apakah masalah, gambar, bahasa yang digunakan sudah tepat dan jelas.

(34)

E. Analisis Data

Soal tes yang digunakan, sebelumnya diujicobakan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran, dan daya pembeda soal. Uji coba dilakukan pada kelas lain yang bukan kelas sampel dalam penelitian.

Data yang diperoleh dari penelitian, yakni skor kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, representasi matematis dan sikap siswa terhadap PBM dikelompokkan menurut kelompok pembelajaran yakni PBM dan PMK, level sekolah (tinggi dan sedang) dan kelompok kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang, dan rendah).

Pengolahan data diawali dengan menguji persyaratan statistik yang diperlukan sebagai dasar dalam pengujian hipotesis antara lain uji normalitas dan homogenitas. Selain dilakukan analisis secara kuantitatif, peneliti juga akan melakukan analisis secara kualitatif terhadap jawaban setiap butir soal, data hasil observasi, dan data hasil wawancara. Hal ini bertujuan untuk mengkaji lebih jauh tentang kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, representasi matematis dan sikap positif terhadap matematika serta untuk mengetahui apakah pelaksanaan pembelajaran sesuai dengan ketentuan-ketentuan pembelajaran yang ditetapkan pada kedua pembelajaran.

(35)

63

Tabel 3.16.

Keterkaitan Permasalahan, Hipotesis, dan Jenis Uji Statistik

Permasalahan Penelitian Hipotesis Jenis Uji Statistik 1. Perbedaan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan siswa yang belajar melalui pembelajaran matematika konvensional (PMK).

1. Uji-t

2. Perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan siswa yang belajar melalui pembelajaran matematika konvensional (PMK).

2. Uji-t

3. Perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) dan siswa yang belajar melalui pembelajaran matematika konvensional (PMK).

3. Uji-t

4. Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM)

berdasarkan level sekolah (tinggi dan sedang).

4. Uji-t

5. Perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) berdasarkan level sekolah (tinggi dan sedang).

5. Uji-t

6. Perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM)

berdasarkan level sekolah (tinggi dan sedang).

6. Uji-t

7. Perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) berdasarkan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

7. ANAVA satu jalur dan Uji Lanjut.

8. Perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) berdasarkan

kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

8. ANAVA satu jalur dan Uji Lanjut.

9. Perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM) berdasarkan kemampuan awal matematis (tinggi, sedang, rendah).

(36)

10.Pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan level sekolah terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematis.

10. ANAVA Dua Jalur dan Uji

lanjut 11.Pengaruh interaksi antara pembelajaran yang

digunakan dan level sekolah terhadap kemampuan komunikasi matematis.

11. ANAVA Dua

Jalur dan Uji lanjut

12.Pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan level sekolah terhadap

kemampuan representasi matematis.

12. ANAVA Dua

Jalur dan Uji lanjut

13.Pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.

13. ANAVA Dua

Jalur dan Uji lanjut

14.Pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan komunikasi matematis.

14. ANAVA Dua

Jalur dan Uji lanjut

15.Pengaruh interaksi antara pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal matematis terhadap kemampuan representasi matematis.

15. ANAVA Dua

Jalur dan Uji lanjut

F. Prosedur Penelitian

(37)

65

pembelajaran matematika konvensional di kelas kontrol. Setelah pembelajaran selesai, memberikan tes akhir (post-test), menyebarkan angket dan melakukan wawancara. Setelah semua data terkumpul, kemudian diolah dan dianalisis, selanjutnya menulis laporan hasil penelitian.

G. Kegiatan Pembelajaran

Penelitian ini difokuskan pada efektivitas PBM pada siswa kelas VIII SMP dalam rangka meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis, dan representasi matematis. Untuk mengetahuinya digunakan pendekatan lain sebagai pembanding, yakni PMK. Berikut ini adalah perbandingan PBM dengan PMK.

Tabel 3.17.

Perbandingan PBM dan PMK

Pembelajaran Berbasis Masalah Pembelajaran Matematika Konvensional Bahan Ajar disajikan dalam bentuk

masalah-masalah yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Siswa menelaah situasi/masalah yang disajikan, dan menggunakan aktivitas mentalnya untuk membangun konsep, prosedur, prinsip, menyatakan formula atau rumus.

Bahan ajar disajikan dalam bentuk buku ajar (buku paket). Konsep, prosedur, prinsip, formula atau rumus dijelaskan oleh guru. Contoh soal diberikan guru. Siswa kemudian disuruh menyelesaikan soal.

Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan pembimbing, mengarahkan siswa untuk terlibat

aktif dalam diskusi,

mengorganisasikan kelompok dan mendorong siswa untuk memecahkan masalah.

Guru berperan aktif sebagai sumber belajar dan pemecah masalah yang dihadapi siswa, memberikan contoh soal dan solusinya, serta mengevaluasi hasil belajar siswa.

Siswa berperan sebagai pemecah masalah, menyusun strategi sendiri dan kelompok dalam menyelesaikan masalah, dan mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya melalui proses pemecahan masalah.

Siswa berperan sebagai pemecah masalah, menyusun strategi sendiri dan kelompok dalam menyelesaikan masalah, dan mengkonstruksi pemahaman dan pengetahuannya melalui proses pemecahan masalah. Interaksi dalam setiap pembelajaran

bersifat multi arah

(38)

Sebagai fasilitator, guru mengamati kegiatan setiap kelompok dan memberikan dorongan, atau bantuan seperlunya. Guru memberikan intervensi jika terjadi stagnasi dalam proses diskusi. Intervensi yang diberikan guru tidak dalam bentuk menyelesaikan masalah tetapi intervensi dalam mempertinggi kualitas proses. Brodie (dalam Dekker dan Mohr, 2004) menekankan kebutuhan intervensi, karena siswa seringkali kesulitan untuk saling berkomunikasi dan mungkin mendorong kesalahan konsepsi matematika satu sama lainnya.

(39)

BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. a. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar melalui PBM lebih baik daripada siswa siswa yang belajar melalui PMK.

b. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang belajar melalui PBM berdasarkan level sekolah, yaitu untuk level sekolah tinggi dan sedang.

c. Terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang siswa yang belajar melalui PBM berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa, yaitu untuk KAM siswa tinggi dengan KAM siswa sedang, KAM siswa tinggi dengan KAM siswa rendah, dan untuk KAM siswa sedang dengan KAM siswa rendah.

d. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan level sekolah terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.

e. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan KAM siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis.

(40)

b. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar melalui PBM berdasarkan level sekolah, yaitu untuk level sekolah tinggi dengan level sekolah sedang.

c. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis siswa yang siswa yang belajar melalui PBM berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa, yaitu untuk KAM siswa tinggi dengan KAM siswa sedang, dan KAM siswa tinggi dengan KAM siswa rendah, sedangkan untuk KAM siswa sedang dengan KAM siswa rendah tidak terdapat perbedaan. d. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan level sekolah

terhadap kemampuan komunikasi matematis.

e. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan KAM siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis.

3. a. Kemampuan representasi matematis siswa yang belajar melalui PBM lebih baik daripada siswa siswa yang belajar melalui PMK

b. Terdapat perbedaan kmampuan representasi matematis siswa yang belajar melalui PBM berdasarkan level sekolah, yaitu untuk level sekolah tinggi dengan level sekolah sedang.

c. Terdapat perbedaan kemampuan representasi matematis siswa yang siswa yang belajar melalui PBM berdasarkan kemampuan awal matematis (KAM) siswa, yaitu untuk KAM siswa tinggi dengan KAM siswa sedang, dan KAM siswa tinggi dengan KAM siswa rendah, sedangkan untuk KAM siswa sedang dengan KAM siswa rendah tidak terdapat perbedaan. d. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan level sekolah

(41)

154

e. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara pembelajaran dan KAM siswa terhadap kemampuan representasi matematis.

B. Implikasi

Implikasi dari kesimpulan penelitian ini adalah:

1. Pembelajaran berbasis masalah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam pembelajaran matematika.

2. Pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan pada sekolah level tinggi dan sedang dan pada kategori kemampuan awal matematis tinggi, sedang dan rendah untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis siswa.

3. Pembelajaran berbasis masalah dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih kondusif, meningkatkan aktivitas siswa serta pembelajaran lebih berpusat pada siswa.

4. Pembelajaran berbasis masalah yang dikaitkan dengan masalah kehidupan sehari-hari yang kontekstual dapat menarik minat siswa dalam belajar dan memudahkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan.

(42)

C. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, selanjutnya dikemukakan rekomendasi sebagai berikut:

1. Pembelajaran berbasis masalah hendaknya digunakan sebagai salah satu alternatif pendekatan pembelajaran matematika bagi guru untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis, komunikasi matematis dan representasi matematis siswa baik pada sekolah level tinggi maupun sedang. 2. Karena dalam pembelajaran berbasis masalah memerlukan waktu yang relatif

lama, siswa perlu dipersiapkan lebih awal dengan memberi tugas mempelajari materi yang akan dibahas di rumah sehingga waktu yang telah ditetapkan dapat digunakan seefektif mungkin.

3. Perlu diteliti bagaimana pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap sekolah level rendah.

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan

Komunikasi Matematik Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write.

Disertasi Doktor pada PPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan. Arends, R.I. (2004). Learning to Teach. New York. McGraw-Hill.

Arikunto, S. (2005). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta: Bumi Aksara.

Badan Standar Nasional Pendidikan (2006). Panduan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP). Jakarta: BSNP.

Baroody, A.J. (1993). Problem Solving, Reasoning, and Communicating, K-8.

Helping Children Think Mathematically. New York: Macmillan

Publishing Company.

Bell, F. (1981). Teaching and Learning Mathematics (in Secondary School). Dubuque, Iowa: Wm. C Brown Company Publishers.

Bern, R.G. dan Erickson, P.M. (2001). Contextual Teaching and learning. http://www.nccte.org/publications/infosyntesis/highlight05/index.asp?dir id=145&dspid=1.[15 April 2009]

Branca, N.A. (1980) Problem Solving as A Goal, Process and Basic Skill. Dalam Krulik, S dan Reys, R.E. (Ed). Problem Solving in School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Cai, Lane, Jacabcsin (1996). Assesing Students’ mathematical communication.

Official Journal of Science and Mathematics. 96(5).

Dahar, Ratna W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Darhim (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil

Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Kelas Awal dalam Matematika.

Disertasi Doktor pada SPs UPI.: Tidak Diterbitkan.

Darta. (2004). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Mengembangkan

Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematik Mahasiswa Calon Guru. Tesis PPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

(44)

Dewanto, S.P. (2008). Meningkatkan Kemampuan Multipel Representasi

Mahasiswa melalui Problem-based Learning. Disertasi Doktor pada SPs

UPI.: Tidak Diterbitkan.

Ester, R. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik

Think-Pair-Square terhadap Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa SMK (Studi Eksperimen di SMK Negeri 1 Cimahi). Tesis Magister SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Fadillah, S. (2010). Meningkatkan Kemampuan Representasi Multipel Matematis,

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, dan Self Esteem Siswa SMP melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Open Ended. Disertasi

Doktor pada SPs UPI.: Tidak Diterbitkan.

Fogarty, R. (1997). Problem-Based Learning and the Other Curriculum Models

for Multiple Intelegences Classroom. Hawker Brownlow Education.

Gijselaers, W.H.(1996). Connecting Problem-Based Practice with Educational Theory. Dalam Wilkerson, L.(Ed). New Direction for Theaching and

Learning. No.68. Josey-Bass Publisher.

Helmaheri. (2004). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa SLTP melalui Strategi Think-Talk-Write dalam Kelompok Kecil. Tesis Magister pada PPS UPI Bandung: Tidak

Diterbitkan.

Herman, T (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan

Kemampuan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa Sekolah Menengah Pertama. Bandung:PPS UPI .Disertasi tidak diterbitkan.

Henningsen, M. & Stein, M.K. (1997). Mathematical Task and Student Cognition: Classroom-Based Factors that Support and Inhibit High-Level Mathematical Thinking and Reasoning, JRME, 28, 524-549. NCTM. Hudoyo, H (2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal Matematika

atau Pembelajarannya. ISSN: 085-7792. Tahun VIII, edisi khusus.

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan

Masalah Matematika Siswa SMP melalui Pembelajaran Generatif.

Disertasi Doktor pada SPs UPI Bandung. Tidak Diterbitkan.

Hwang, W.-Y., Chen, N.-S., Dung, J.-J., & Yang, Y.-L. (2007). Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving using a Multimedia Whiteboard System. Educational

(45)

158

Ibrahim, M. & Nur, M. (2000). Pembelajaran Berbasis Masalah. Suarabaya: UNESA University Press.

Jones, A.D. (2000) The fifth process standard: An argument to include

representation in standar 2000. [on-line]. Available: http://www.math.umd.edu/~dac/650/jonespaper.html . [15 April 2009] Jones, B.F., & Knuth, R.A. (1991). What does research ay about mathematics?

[on-line].Available:http://www.ncrl.org/sdrs/areas/stw_esys/2math.html. [23 April 2009].

Kadir, (2010). Penerapan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Potensi Pesisir

sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik, Komunikasi Matematik, dan Keterampilan Sosial Siswa SMP. Disertasi pada PPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Kusumah, Y.S. (2008). Konsep, Pengembangan, dan Implementasi

Computer-Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Pidato Pengukuhan Guru Besar [22 oktober

2008] Bandung: UPI.

Lawson, M.J. & Chinnapan. (2000). “Knowledge Connectedness in Geometry Problem Solving”. Journal for Research in Mathematics Education”: NCTM. 31 (1)., 26-43.

Luitel, B.C. (2001). Multiple Representations of Mathematical Learning. [on-line]. Available: http://www. matedu.cinvestav.mx/adalira.pdf . [15 April 2009]

Maryland State Department of Education. (1991). Sample Activities, Students’

Responses and Maryland Teachers' Comments on a Sample Task: Mathematics Grade 8, February 1991. [Online]. Tersedia: http://www.intranet.cps.k12.il.us/Assessments/Ideas_and_Rubrics/Rubri c_Bank/MathRubrics.pdf. [6 Oktober 2009]

National Council of Teachers of Mathematics. (1989). Curriculum and Evaluation

Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles and Standards

for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Ngeow, K.K. dan San, Y. (1997). Learning to learn: Preparing Teachers and

Student for Problem-Based Learning . [On-Line], Tersedia : http//www.

(46)

Piaget, J. (1980). Adaptation and Intelligence: Organic Selection and Phenocopy. Chicago: University of Chicago Press.

Polya, G. (1985). How to Solve It. A New Aspect of Mathematical Methods. USA: Princeton University Press.

Putri, H. E. (2006). Pembelajaran Kontekstual dalam Upaya Meningkatkan

Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematik Siswa SMP (Penelitian Eksperimen di SMP Negeri 3 Tanjungpandan Kabupaten Belitung Propinsi Kepulauan Bangka Belitung). Tesis Magister pada SPs UPI

Bandung. Tidak Diterbitkan.

Ratnaningsih, N. (2003). Pengembangan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa

SMU melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis SPs-UPI. Tidak

Diterbitkan.

Ruseffendi, E.T. (2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang

Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis Dan Komunikasi

Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik . Disertasi SPs-UPI. Tidak Diterbitkan.

Savery, J.R. dan Duffy, T.M. (1996). Problem-Based Learning: An Instructional

Model and Its Constructivist Framework. [Online], Tersedia:

http//www.Soe.ecu.edu/Itdi/colaric/KB/PBL.[23 April 2009]

Senduk, A.G. (1985). Teori Perkembangan Intelektual Jean Piaget. Bandung: FPS IKIP Bandung.

Slavin, R.E (1994) Educational Psychology Theory: Theory and Practice. Massachusettts: Allyn and Bacon Publiser.

Soedjadi, R. (2004). PMRI dan KBK dalam Era Otonomi Pendidikan. Buletin

PMRI. Edisi III, Jan 2004. Bandung: KPPMT ITB.

Sudijono, A. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

(47)

160

Suhendra, (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Kelompok Belajar

Kecil Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA Pada Aspek Problem Solving Matematik (Studi Eksprimen Pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Belinyu). Tesis SPs-UPI. Tidak Diterbitkan.

Suhendri. (2006). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Siswa SMA melalui Problem-Centered Learning (PCL) (Studi Eksperimen di SMA Negeri 1 Ukui Kab. Pelalawan). Tesis Magister

pada SPs UPI. Bandung: Tidak Diterbitkan.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pengajaran Matematika. Bandung: UPI.

Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa

SLTP dan SMU serta Mahasiswa Strata Satu (S1) melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran. Laporan Penelitian Lemlit UPI.: Tidak

Diterbitkan.

Sujono (1988), Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah, Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pengembangan LPTK.

Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu

Strategi Pengembangan Diri menuju Guru Matematika Profesional.

Pidato Pengukuhan Guru Besar [22 oktober 2008] Bandung: UPI.

Szetela, W. & Nicol, C. (1992). Evaluating Problem Solving in Mathematics.

Educational Leadership, May 1992, pp. 42-45. [Online]. Tersedia:

http://www.intranet.cps.k12.il.us/Assessments/Ideas_and_Rubrics/Rubri c_ Bank/MathRubrics.pdf. [6 Oktober 2009]

Tan, Oon-Seng (2003). Enhancing Thinking Through Problem-based Learning;

International Perspectives. Thomson: Singapore.

Torp, L. dan Sage, S. (1998). Problem as Posibilities: Problem-Based Learning

for K-12 Education. Aurora. IL: ASCD.

Vygotsky , L.S. 1978. Mind in Society: The Development of Higher Psychological

Processes. Editor: Michael Cole, Vera John-Steiner, Sylvia Scribner,

Ellen Souberman . Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press. Widjajanti, Dj.B. (2010). Analisis Implementasi Strategi Perkuliahan Kolaboratif

Berbasis Masalah dalam Mengembangkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Kemampuan Komunikasi Matematis, dan Keyakinan terhadap Pembelajaran Matematika. Disertasi Doktor pada

Gambar

Keterkaitan antara Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Tabel 3.1 Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis
Keterkaitan antara Kemampuan Representasi Matematis, Tabel 3.3 Kelompok Pembelajaran, Level Sekolah, dan Kemampuan Awal Matematis
Gambar 3.1    Prosedur Pengambilan Sampel
Tabel 3.5. Indikator dari Aspek Kemampuan Matematis pada Soal Tes
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Judul : Tata Cara Permohonan dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat.. Ketua Program Studi Diploma III Dosen Pembimbing

Adapun permasalahan yang dibahas pada penelitian ini adalah bagaimana kedudukan hukum daftar piutang sebagai jaminan fidusia, perlindungan hukum terhadap kreditur penerima

PENGEMBANGAN SIKAP BERTANGGUNG JAWAB SISWA MELALUI MODEL HELLISON DAN CANTER ASSERTIVE.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

karena metode kualitatif sesuai untuk digunakan pada masalah-masalah yang bertujuan untuk mengeksplorasi ii kehidupan seseorang atau tingkah laku seseorang dalam kehidupannya

Penelitian dalam menulis puisi bebas cukup umum, untuk menghindari penafsiran dan pertanyaan yang terlalu meluas, maka peneliti membatasi masalah ini mengenai pemanfaatan

Atas dasar tersebut penulis mengangkat judul Pembuatan Website Informasi Dunia Wanita Menggunakan Joomla 1.0.15. Dimana website ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai