Kekerasan Di Film Televisi ) SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada FISIP UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
Oleh :
SANTI RACHMAWATI NPM : 1043010008
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
▸ Baca selengkapnya: kumpulan angka hitungan mundur untuk mengawali sebuah tayangan film disebut
(2)(3)(4)KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
petunjuk serta kemudahan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan
SKRIPSI yang berjudul “ “RECEPTION ANALYSIS” IBU RUMAH TANGGA
DALAM MENONTON FILM TELEVISI “SINEMA PINTU TAUBAT SIANG” DI
TELEVISI INDOSIAR.
Dalam penyusunan SKRIPSI ini penulis menggunakan atau mengerahkan
pengetahuan dan kemampuan yang di miliki dalam menulis, akan tetapi tentunya
masih terdapat kesalahan baik besar maupun kecil. Selesainya kegiatan hingga
penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya arahan dan bimbingan dari Ibu Dra.
Herlina Suksmawati,M.Si yang dengan segala perhatian dan kesabarannya rela
meluangkan waktu untuk penulis. Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan.
Pada kesempatan ini penulis juga banyak menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang membantu dan member dukungan penulis dalam
menyelesaikan SKRIPSI, diantaranya :
1. Ibu Hj. SUPARWATI, Dra.MSi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik UPN “Veteran” Jawa Timur
2. Bapak JUWITO S.SOS, MSi selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi
UPN “Veteran” Jawa Timur
3. Ayah, Mama yang selalu mendukung, membantu, mengingatkan dan
4. Nia sahabatku yang ikut memberi Support penulis untuk mengerjakan
skripsi dan selalu setia mengantarkan penulis kemana saja.
5. Sahabat sahabat terbaik, Niken Kumalasari, Quintharia, Mentari, Yunita
Mariana, Roz Dima, Shintanovita, Arinda, Tiara, Noby, Kharin, yang tak
berhenti memberi semangat, masukan untuk kelancaran skripsi ini.
6. Wafi molla yang selalu memberikan support, semangat, dan menghibur
ketika penulis jenuh, serta sodara terbaikku yang selalu memberi semangat
Nia, Ifa,Devita, Kak Toink terima kasih.
7. Ilmiah angkasawati dan mbak indra sahabat satu kamar yang selalu
mengingatkan untuk mengerjakan skripsi dan menemani lembur.
8. Pihak pihak yang tidak dapat disebutkan satu satu oleh penulis,yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua
pihak segala bentuk perbaikan, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi kebaikan Skripsi ini.
Surabaya, 23 juli 2014
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATAPENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
ABSTRAK...viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 9
1.2 Perumusan Masalah ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 9
1.4 Manfaat Penelitian ... 10
BAB II LANDASAN TEORI ... 11
2.1 Penelitian Terdahulu ... 11
2.2 Televisi Dalam Komunikasi ... 14
2.2.1 Komunikasi Massa Dan Khalayak ... 16
2.2.2 Media Massa Televisi ... 19
2.2.3 Khalayak Media Massa ... 21
2.2.4 Televisi Di Indonesia ... 23
2.2.6 Budaya Dan Media ... 29
2.3 Ibu Rumah Tangga Sebagai Khalayak Aktif ... 33
2.4 FTV (Film Televisi) Indonesia ... 36
2.4.1 film televisi sinema pintu taubat ... 38
2.5 Reception Analysis ... 39
2.6 FTV (Film Televisi) Indonesia ... 41
BAB III METODE PENELITIAN ... 44
3.1 Jenis Penelitian ... 44
3.2 Devinisi Penelitian ... 45
3.2.1 Reception Analysis ... 45
3.2.1 Ftv (Sinema Pintu Taubat Siang Indosiar) ... 47
3.3 Kriteria Informan ... 49
3.4 Jenis Sumber Data ... 50
3.5 Metode Pengumpulan Data ... 51
3.6 Metode Analisis Data ... 55
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 58
4.1. Gambaran Umum... 58
4.2 Identitas Informan... 60
4.3 Penyajian Data... 62
4.3.2 Permasalahan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga... . 68
2.3.3 Perilaku Negatif Dalam Film... 69
2.3.4 Perilaku Positif Dalam Film... 71
4.4 Analisis Data ... 72
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 80
1.1. Kesimpulan... 80
1.2. Saran ... 82
DAFTAR PUSTAKA ... 86
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
LAMPIRAN 1. ... 86
LAMPIRAN 2. ... 88
LAMPIRAN 3. ... 89
ABSTRAKSI
“RECEPTION ANALYSIS” HOUSEWIFE IN WATCHING TELEVISION FILM
“SINEMA PINTU TAUBAT SIANG” IN INDOSIAR
Film Televisi mulai banyak diproduksi di Indonesia pada awal tahun 1995 yang dipelopori oleh SCTV. Hal ini dilakukan untuk menjawab kejenuhan masyarakat atas film. Sejak saat itu banyak film televisi yang bermunculan. Hampir semua stasiun TV memiliki plot waktu setiap minggunya untuk penayangan film televisi. Di Indonesia sendiri film televisi sangat digemari terutama film televisi dengan tema percintaan remaja dan film televisi dengan tema religius. Peneliti memilih meneliti bagaimana penerimaan Ibu Rumah Tangga terhadap film televisi religi sinema pintu taubat siang di indosiar atas tayangan kekerasan yang ditampilkan dari isi cerita film ini, dengan mengunakan metode kualitatif dan menggunakan teori Reception Analysis. Ibu rumah tangga dipilih sebagai informan karena ibu rumah tangga domestik merupakan khalayak aktif yang sebagian besar beraktifitas dirumah. Karena film religi ini mengandung cerita kekerasan dalam rumah tangga, peneliti menggunakan teknik in depth interview dan di perkuat oleh teknik focus group discussion guna untuk memperoleh data. Dari penelitian ini peneliti dapat mengkelompokan informan dalam tiga kategori yaitu Dominant-Hegemonic Position, Negotiated Position, oppositional position untuk mengetahui bagaimana khalayak menerima terpaan teks media.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Media menjadi hal yang penting bagi kehidupan manusia untuk mengetahui
informasi apa saja yang sedang terjadi di dalam maupun diluar negeri. Media
dianggap sebagai alat komunikasi yang sangat efektif untuk menyebarkan informasi
secara cepat. Melalui media, manusia mampu belajar tentang dunia. Karena pada
dasarnya media memberikan pendidikan, informasi, maupun hiburan.
Pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media mass
(media cetak dan elektronik). Komunikasi massa berasal dari pengembangan kata
media of mass communication (media komunikasi massa). Jelas bahwa media massa
menunjuk pada hasil produk teknologi modern sebagai saluran dalam komunikasi
massa. Berikut adalah media yang termasuk ke dalam komunikasi massa, antara lain:
televisi, radio, internet, majalah, Koran, tabloid, buku, dan film (film di bioskop).
Perkembangan pertelivisian nasional di Indonesia dimulai sejak pemerintah membuka
TVRI yang pada waktu itu merupakan satu-satunya stasiun televisi bertaraf nasional
di Indonesia. Baru kemudian pada tahun 1989 lahirlah RCTI sebagai stasiun televisi
swasta nasional pertama di Indonesia dan disusul kemudian dengan SCTV, Indosiar,
lima stasiun televisi swasta baru, yaitu Metro, Trans, TV7, Lativi, dan Global.
Kemudian setelah undang-undang penyiaran disahkan oleh pemerintah pada tahun
2002, jumlah televisi baru di Indonesia diperkirakan akan terus bermunculan,
khususnya di daerah.sepuluh stasiun televisi swasta nasional dan puluhan stasiun
televisi swasta lokal telah hadir ditengah masyarakat, belum lagi televisi
berlangganan dan televisi komunitas. Kondisi ini semakin memicu iklim komersial di
industri media televisi. Hal ini mendorong media televisi bekerja lebih keras dalam
membuat suatu program yang kreatif dan inovatif, sehingga memiliki daya tarik yang
tinggi terhadap audiensnya.(httpe-journal.uajy.ac.id228121KOM02023.pdf)
Di zaman seperti ini, bukan mustahil apabila kegiatan manusia tidak lepas dari
media massa. Media memberikan banyak pengetahuan untuk penontonnya. Bahkan
bukan hanya sekedar pengetahuan, manusia juga mendapatkan hiburan yang tak
terbatas.Mulai dari membuka mata sampai kembali memejamkan mata, semuanya
saling berhubungan. Pada pagi hari, biasanya kebanyakan orang membaca koran atau
menonton berita di televisi.
Media elektronik televisi termasuk ke dalam media massa karena sifat
informasinya yang konvergen. Informasi dapat diterima secara bersamaan oleh
reseptor lebih dari satu orang. Menurut Jalaluddin Rakhmat, di dalam buku Psikologi
Komunikasi, definisi komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada
sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media cetak atau
Media massa merupakan dasar bagi apa yang disebut sebagai “industri
budaya” (Max Horkheimer dan Theodore Adorno, “The Culture Industry :
Englightenment as Mass Deception”.) Semua pesan yang dipropagandakan oleh
media massa membentuk kesadaran manusia dan membagi arti pesan tersebut kepada
mereka, sehingga manipulasi pesan dalam media massa merupakan strategi yang
efektif untuk menasehati dan memberikan pengawasan.
Televisi merupakan media komunikasi paling efektif untuk menyampaikan
pesan dan mempengaruhi orang lain. Jika mengamati setiap keluarga yang ada, maka
salah satu barang pokok yang ada di setiap keluarga adalah televisi. Saat ini, hampir
seluruh keluarga memiliki televisi. Dengan kata lain, akses informasi melalui televisi
mampu diterima oleh hampir setiap keluarga yang memiliki televisi.
Film merupakan komunikasi melalui media massa modern. Film hadir sebagai
bagian kebudayaan massa yang muncul seiring dengan perkembangan masyarakat
perkotaan dan industri, sebagai bagian dari budaya massa yang populer. Sebagai
media, film tidak bersifat netral, pasti ada pihak-pihak yang mendominasi atau
terwakili kepentingannya dalam film tersebut. Film adalah seni yang sering dikemas
untuk dijadikan komoditi dagang, karena film adalah potret dari masyarakat dimana
film itu dibuat. Sebagai bagian dari media massa, film seringkali dicurigai sebagai
agen perubahan sosial. Akibat dampak pemutaran sebuah film menyebakan
perubahan dalam masyarakat misalnya, secara serentak masyarakat mengikuti gaya
menontonnya, sehingga terjadi sebuah trend baru karena digemari banyak orang pada
waktu tertentu. Film Indonesia dilihat dari berbagai segi belum mampu menghasilkan
keseluruhan nilai yang ada. Film nasional cenderung terbatas, mengacu pada selera
pasar, dan belum mampu menghadirkan nilai perenungan dan pembelajaran bagi
penikmatnya. Film nasional cenderung mengarah pada mengejar keuntungan
financial daripada tanggung jawab moral. Kondisi ini dapat saja terjadi karena
orientasi film Indonesia masih mengarah pada selera rendah pasar, daripada
menggugah kesadaran atau pencerahan batin.memang sebuah film bersifat menghibur
namun tentu lebih baik apabila sifat hiburan itu mengarah pada rekreatif (penciptaan
kembali), daripada sekedar rekreasi. Untuk mengembangkan budaya intelektual
dalam film, memerlukan proses. Proses itu melibatkan sumber daya manusia, sumber
dana, dan penguasaan teknologi di luar proses pembuatan film itu sendiri. Hal ini bisa
terwujud dalam sebuah tema yang diangkat oleh para insan film dan bagaimana
mewujudkan tema itu sebagai sebuah film yang bermutu, sehingga penikmat film bisa
mendapatkan nilai budaya dan sosial yang tersirat didalamnya.
( http://id.wikipedia.org/wiki/perempuanberkalungsorban)
Salah satu program yang selalu bisa menarik banyak audiens adalah program
hiburan. Maka tidak heran jika program hiburan selalu menjadi senjata bagi stasiun
televisi swasta. Program jenis ini selalu mendapat porsi yang lebih dibanding
program televisi lainnya. Berkaitan dengan hal tersebut, berbagai jenis program
hiburan telah dibuat. Seperti tren mode pada dunia fashion, media televisi pun
yang merupakan acara unggulan favorit pemirsa pada awal perkembangan
pertelevisian nasional, hingga film televisi yang perolehan ratingnya dari dulu hingga
sekarang masih tetap stabil. Film televisi adalah film feature yang didanai stasiun
televisi atau jaringan TV yang sejak awal dimaksudkan untuk tayang di televisi
bukan bioskop.Film televisi sangat berbeda dengan film layar lebar. Jika
dibandingkan dengan layar lebar, biaya produksi film televisi relatif lebih kecil.
Proses produksinya pun jauh lebih mudah dibanding dengan proses produksi layar
lebar, karena dalam pembuatan film televisi tidak memerlukan teknologi yang terlalu
canggih seperti dalam produksi film layar lebar. Film jenis ini biasanya diproduksi
pada pita film 35 mm sehingga tidak terlalu banyak efek film yang bisa dimasukan.
Kebanyakan film televisi memang diproduksi dengan biaya rendah dan berorientasi
pada profit sehingga secara teknis penggarapannya kurang maksimal. Oleh karena itu,
untuk menarik perhatian, alur cerita dan judul dalam film televisi biasanya dibuat
seunik mungkin. (httpeprints.uns.ac.id4.pdf)
FTV adalah FILM TELEVISI, tayangan yang berupa film atau sebuah
program yang digambarkan melalui visual media massa dengan teknologi untuk
menceritakan sebuah cerita yang telah dibuat dan diolah oleh penulis cerita tersebut.
Film is a term that encompasses individual motion pictures, the field of film as an art
form, and the motion picture industry 5. Film merupakan sebuah karya dari olahan
gambar visual dan audio yang digabungkan untuk membantuk suatu jalinan cerita
dari naskah yang telah dibuat. Film Televisi merupakan sebuah program yang dibuat
dari pembuatan dan proses tersebut ditayangkan dalam sebuah stasiun televisi
tertentu. Walaupun FTV bukan merupakan sebuah hal yang baru dalam Trans TV,
karena sebelumnya Divisi Drama juga telah membuat format FTV Religi Hikayah.
Namun dengan tampilan FTV dan konsep yang benar-benar baru, strategi
pengembangan program dan cara yang dipergunakan serta proses didalam
produksinya merupakan hal-hal yang sangat menarik untuk diteliti.
Berbagai macam program acara terlahir dari beberapa stasiun televisi yang
saling bersaing dalam merebut hati pemirsanya, seperti Trans TV dengan progam
pemutaran film-film produksi Hollywood serta program film Oh Ternyata lebih
memerankan tayangan horor dan drama percintaan , SCTV dengan FTV nya yang
melantunkan gelora asmara anak muda dalam biasan cerita film yang menceritakan
kisah anak remaja yang romantis, ada juga yang menggambarkan anak muda yang
kaya dan ganteng, memiliki kecanggihan gadget terbaru di era terkini begitu juga
dengan FTV RCTI, Pada dasarnya film remaja banyak menampilkan remaja yang
hidup di kalangan kelas atas dan selalu mempunyai konflik utama yang sama yaitu
problema cinta. Tayangan film remaja di televisi swasta kita banyak mengambarkan
gaya hidup metropolitan, sedangkan MNCTV jua menayangkan sinema religi ,yang
mengambarkan manusia ketika berbuat jahat akan mendapat azab ketika ajal atau
akan meninggal, Begitu juga Indosiar juga menampilkan sinema religi yaitu sinema
pagi dan sinema pintu taubat.
Beberapa jenis film yang ada di TV Indonesia saat ini membawa dampak bagi
resepsi ibu rumah tangga tentang kekerasan dalam rumah tangga (keluarga) film
televisi Indosiar “ SINEMA PINTU TAUBAT SIANG ” Film tersebut
menggambarkan peran religi dan menampilkan adegan kekerasan di dalam rumah
tangga, peran seorang muslimah yang tertindas,teraniyaya,didzalimi, peran wanita
dan laki-laki yang bukan mukhrim dan balasan terhadap orang-orang yang telah
berbuat kemungkaran di dunia. Artinya apa yang terjadi di dunia merupakan ujian
dan azab dan tidak azab tersebut tidak selalu sebuah hubungan sebab akibat.
Sinema Pintu Taubat siang salah satu progam film televisi Indosiar siang yang
tergolong film bernuansa religi yang merangkup kehidupan di dalam rumah tangga
yang menggambarkan kisah anak-anak, sampai film yang seringkali menggambarkan
tindakan kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga. Seringkali tayangan
film yang menggambarkan tentang kekerasan menjadi perdebatan di kalangan
masyarakat yang menontonnya. Apalagi tayangan kekerasan tersebut adalah
kekerasan yang terjadi dalam keluarga (Rumah Tangga). Karena ini bisa saja
berdampak positif atau bahkan berdampak negatif terhadap yang menontonnya. Pesan
dari kisah-kisah yang diangkat. Bagi saya, yang diperlihatkan hanya perkelahian,
pertengkaran, saling rebut hak asuh anak, rebutan suami, pembunuhan, Ceritanya
selalu, ada mertua yang jahat, menantu yang jahat, istri yang jahat atau suami yang
jahat. Dan, semuanya selalu jahatnya menggunakan kekerasan dan adu mulut. Jahat
yang jahat sekali ,dan banyak kisah aneh lainnya. Film merupakan perwujudan dari
seluruh realitas kehidupan dunia yang begitu luas dalam masyarakat, oleh karenanya,
khalayak penonton, seolah mereka ikut merasakan dan menjadi bagian dari cerita film
tersebut. Selain itu isi pesan film dapat menimbulkan aspek kritik sosial, pendidikan,
ilmu pengetahuan, norma kehidupan dan hiburan bagi khalayak penonton. Dalam
penelitian berjudul “receptions analysis ibu rumah tangga dalam film sinema pintu
taubat siang di indosiar ” bertujuan untuk mengetahui bagaimana resepsi penonton
terhadap konstruksi dan representasi identitas kultural yang dibangun dalam film
televisi sinema pintu taubat.
Film televisi sinema pintu taubat ini jenis film indosiar bertema religi dengan
judul berbagai macam sebagian misalkan, suami cacat teraniyaya, anak korban harta
gono gini, mantuku budakku, suami istri yang tak tu diri, merebut suami majikan,
akibat merebut suami kakak tiri, ayah”maafkan anakmu, dll. Semua tema dalam film
tersebut mencangkup kehidupan rumah tangga yang bermasalah ataupun memiliki
konflik negatif dan positif . dalam semua judul film televisi tersebut sesorang yang
berbuat jahat pasti akan mendapatkan balasan setimpal sesuai perbuatannya (azab)
dan sebaliknya yang berbuat baik akan mendapatkan hikma dan anugerah yang
digambarkan dalam film tersebut.
Berdasarkan latar belakang diatas timbul ketertarikan peneliti untuk
mengetahui bagaimana penerimaan ibu rumah tangga terhadap adanya film religi
yang menceritakan kehidupan sehari-hari yang terdapat hal positif dan negatif di
dalam rumah tangga. Peneliti memilih responden ibu-ibu rumah tangga dikarenakan
film sinema pintu taubat tersebut tayang pada pukul 12.00 WIB siang yang pasti
tersebut dianggap mampu bercerita dan menjelaskan tentang penerimaan isi film
sinema pintu taubat guna mendapat data sesuai tujuan dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif pendekatan analisis resepsi.
Teori dasar yang digunakan teori encoding – decoding yang di kemukakan oleh
Stuart Hall tentang bagaimana khalayak memproduksi sebuah pesan dari suatu teks
media. Proses tersebut akan menghasilkan makna yang tidak selalu sama karena di
pengaruhi oleh kapasitas setiap penonton. Data dieproleh dari in-depth interview
terhadap ibu rumah tangga dengan latar belakang berbeda.
1.2 Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti menetapkan suatu
perumusan masalah, yaitu : “ bagaimana penerimaan khalayak (ibu rumah tangga)
dalam menonton film televisi “sinema pintu taubat siang? ” di Indosiar.
1.3 Tujuan Penelitian
Dari latar belakang permasalahan dan perumusan masalah diatas, tujuan
penelitin ini adalah untuk melihat bagaimana penerimaan khalayak mengenai
kehidupan antarumat beragama didalam kehidupan sehari-hari rumah tangga yang
1.4 Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dari penelitian ini di harapkan dapat memberi andil dalam upaya
memperkaya sumber ilmu pengetahuan pada umumnya.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan wawasan pada
perkembangan dan pendalaman ilmu Komunikasi dalam bidang Komunikasi
Massa dan penelitian ini juga dapat dijadikan masukan bagi mahasiswa yang
mengadakan penelitian serupa di masa akan datang.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian sebagai
masukan dalam perencanaan, evaluasi dan mengetahui tingkat penerimaan ibu
2.1 Penelitian Terdahulu
Untuk menunjang penelitian, penulis mencari jurnal penelitian ilmu
komunikasi yang relevan dengan penelitian. Dengan adanya jurnal tersebut
diharapkan dapat digunakan dalam referensi penyusunan penelitian. Jurnal penelitian
pertama ditulis oleh Ido Prijana Hadi , dengan judul “ Penelitian Khalayak Dalam
Perspektif reception analysis ”. Penelitian ini di terbitkan oleh jurusan Ilmu
Komunikasi, Universitas Kristen Petra Surabaya.
Dalam penelitian ini membahas tentang bagaimana penelitian reception
analysis. Saat ini salah satu standart untuk mengukur khalayak media adalah
menggunakan reception analysis, yang mana analysis ini mencoba memberikan
sebuah makna atas teks media atau pemahaman teks media (cetak, elektronik,
internet) dengan memahami bagaimana karakter teks media dibaca oleh khalayak.
Dalam jurnal penelitian ini, juga di sampaikan bahwa teori reception
mempunyai mempunyai argumen bahwa faktor kontekstual mempengaruhi cara
khalayak memirsa atau membaca media, misalnya film atau program televisi. Faktor
kontekstual termasuk elemen identitas khalayak, persepsi penonton atas film atau
genre program televisi dan produksi, bahkan termasuk latarbelakang sosial, sejarah
dan isu politik. Singkatnya, teori reception menempatkan penonton/ pembaca dalam
konteks berbagai macam faktor yang turut mempengaruhi bagaimana menonton atau
mengkonsumsi media dalam berbagai cara dan kebutuhan. Artikel ini merujuk pada
pemikiran interpretif yang menekankan pada pengalaman subyektif
(meaning-contruction) seseorang dalam memahami suatu fenomena. Dalam konteks ini, melihat
lebih dekat apa yang sebenarnya terjadi pada individu sebagai pengonsumsi teks
media dan bagaimana mereka memandang dan memahami teks media ketika
berhubungan dengan media.
Metode yang digunakan oleh penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan
dan menjadi poin penting dalam studi media dn budaya. Selin itu dijelaskan bahwa
Secara metodologi, reception analysis termasuk dalam paradigma interpretive
konstruktivis. Dijelaskan juga teknik pengumpulan data yang bisa digunakan yakni
In depth interview dan juga yang jadi pertimbangan oleh peneliti sebelumnya yakni
melakukan Focus Group Discussion (FGD/ Diskusi Kelompok Terarah) untuk
mendapatkan kedalaman data. Sehingga lewat FGD dapat diketahui alasan, motivasi
argumentasi atau dasar dari pendapat seseorang. Kesimpulan dari peneliti terdahulu
ini adalah yang terpenting dalam melakukan penelitian khalayak dengan pendekatan
kualitatif menggunakan reception analysis. Jurnal ilmiah yang menjadi penelitian
terdahulu bagi peneliti adalah jurnal dari Universitas Putera Batam oleh Desliana
Dwita yang berjudul “RESEPSI MASYARAKAT TERHADAP SIARAN
TELEVISI ASING ” (Analisis Resepsi Khalayak di Batam Tentang Isi Siaran
Televisi Singapura dan Malaysia).
Dalam jurnal ini mengkaji tentang bagaimana resepsi khalayak di Batam
tentang isi siaran televisi Singapura dan Malaysia Dalam penelitian ini akan digali
Analisis resepsi merujuk pada sebuah komparasi antara analisis tekstual wacana
media dan wacana khalayak, yang hasil interpretasinya merujuk pada konteks seperti
cultural setting dan context atas isi media lain.
Paradigma yang mendasari penelitian ini adalah paradigma konstruktivis.
Konstruktivis menempatkan ilmu sosial sebagai analis sistematis terhadap socially
meaningfull action melalui pengamatan langsung, alamiah, penafsiran tentang pelaku
sosial dalam mengelola dunia sosial mereka. Pendekatan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Analisis Resepsi (Reception Analysis). Dimana dalam penelitian
ini informan mempunyai kesempatan yang terbuka dalam menentukan dan
mendefinisikan batasan-batasan konsep yang akan dipakai dalam menginterpretasi
teks media. Dalam penelitian ini dibutuhkan kedalaman penerimaan yang subyektif
dari para informan atas teks media berdasarkan konteks.
Dalam penelitian ini sumber data utama ialah kata-kata yang didapat dari
sumber informasi yaitu informan. Pemilihan informan dalam penelitian ini dilakukan
dengan memilih secara purposive berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan
penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan Analisis Resepsi Model Encoding/Decoding Stuart Hall.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lainnya. Fenomena ini kemudian ditulis dalam suatu
konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah, dengan
Peneliti terdahulu menggunakan model encoding/decoding Struart Hall karena
penulis terdahulu karena penulis ingin mengungkap fenomena tentang keberagaman
penerimaan khalayak di Batam terhadap isi siaran televisi Singapura dan Malaysia.
Dikarenakan keberagaman khalayak, model encoding/decoding Stuart Hall terbagi
menjadi tiga bagian yang mungkin timbul dari proses decoding, yaitu posisi
hegemoni dominan, posisi oposisi dan posisi dinegosiasikan.
Kedua peneliti terdahulu diatas sama-sama membahas tentang reception
analysis. Namun jurnal “ Penelitian Khalayak Dalam Perspektif Reception
Analysis” membahas secara konseptual teori dan penggunaan reception analysis.
Sedangkan penelitian yang kedua “ Resepsi Masyarakat Terhadap Siaran Televisi
Asing (Analisis Resepsi Khalayak di Batam Tentang Isi Siaran Televisi Singapura
dan Malaysia)” membahas implikasi dari penggunaan reception analysis. Hal
tersebut yang menjadi alasan peneliti saat ini mengambil reception analysis. Karena
sesuai dengan permasalahan yang dibahas yakni teks media dalam tayangan FTV
(Sinema Pintu Taubat di Indosiar).
2.2 Televisi dalam komunikasi
Komunikasi dapat dikategorikan dalam tiga konseptual yaitu: (1) Komunikasi
Sebagai Tindakan Satu Arah, yaitu suatu pemahaman komunikasi sebagai
penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang
(sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka) ataupun melalui
media, seperti surat (selebaran), surat kabar, majalah, radio, atau televisi. Dalam
menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan
sesuatu sesuatu kepada orang lain atau membujuk untuk melakukan sesuatu.
(2) Komunikasi Sebagai Interaksi, dalam pandangan ini menyetarakan komunikasi
dengan suatu proses sebab-akibat atau aksireaksi,yang arahnya bergantian. Seseorang
menyampaikan pesan, baik verbal atau nonverbal, seorang penerima bereaksi dengan
memberi jawaban verbal atau nonverbal, kemudian orang pertama bereaksi lagi
setelah menerima respon atau umpan balik dari orang kedua, dan begitu seterusnya.
(3) Komunikasi Sebagai Transaksi, pandangan ini menyatakan bahwa komunikasi
adalah proses yang dinamis yang secara berkesinambungan mengubah pihak-pihak
yang berkomunikasi.
Menurut Janowitz, 1968, komunikasi massa terdiri dari atas lembaga dan
teknik dari kelompok tertentu yang menggunakan alat teknologi (pers, film, dan
sebaginya) untuk menyebarkan konten simbolis kepada khalayak besar, heterogen,
dan sangat tersebar. Dalam definisi ini kata komunikasi sering disamakan dengan
Transmisi(Transmission) seperti pandangan pengirim dari pada makna utuh yang
mencakup pengertian respons, berbagi, dan interaksi. Definisi komunikasi massa juga
dibatasi oleh penyamaan dari peroses komunikasi massa dengan alat penyiaran. Kita
juga melihat media massa yang sesungguhunya juga memiliki fungsi yang tidak bisa
disamakan dengan komunikasi massa (sebaga alat untuk mengisi waktu, sebagi
teman, dan sebaginya).
Televisi merupakan salah satu media massa yang paling dikenal oleh masyarakat. Di
televisi, masyarakat bisa melihat dan memilih beraneka ragam tayangan dan program
semenarik mungkin oleh stasiun TV supaya mendapatkan perhatian dari masyarakat.
Dari sinilah lahir berbagai macam jenis program yang menjadi unggulan di setiap
stasiun televisi. Setiap stasiun televisi memaksimalkan setiap perkembangan
teknologi yang ada untuk meningkatkan tayangan dan programnya, sehingga nantinya
program itu akan menarik dan bermanfaat bagi masyarakat. Di sinilah timbul adanya
persaingan antar stasiun televisi di Indonesia yang menuntut penampilan yang bagus
dan layak dari setiap tayangan dan program stasiun televisi itu sendiri. Lahirnya
puluhan stasiun televisi baru membuat persaingan bisnis televisi menuntut strategi
kompetisi yang dibangun berdasarkan pemahaman selera pasar dan idealisme
masing-masing stasiun TV. Bisnis televisi ini cukup menjanjikan, walaupun sekarang setiap
stasiun TV harus berebutan iklan dengan stasiun TV lain. Televisi sendiri merupakan
alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata Tele dan Vision, yang
mempunyai arti jauh (tele) dan tampak (vision). Televisi berarti melihat dari jarak
jauh1. Kemajuan dan perkembangan pertelevisian terkait dengan kebutuhan manusia
akan hiburan, informasi dan pendidikan. Dengan keberadaannya sekarang, TV
menjadi salah satu bentuk dari media massa yang paling efektif dibandingkan dengan
media massa yang lain. Dengan televisi, manusia mampu mempersingkat ruang dan
waktu dalam menyampaikan informasi.( http://id.wikipedia.org/wiki/NTSC )
2.2.1. Komunikasi massa dan khalayak
Komunikasi dalam konteks massa tersebut dilakukan dengan atau tanpa
media. Namun, seperti dikatakan Littlejohn, biasanya ini dilakukan dengan
elektronik (televisi,radio), cetak (press, misal suratkabar,majalah) dan belakangan ada
yang melalui media on line. Komunikasi dalam konteks massa, atau lazim dikenal
dengan komunikasi massa, telah banyak didefinisikan akademisi. Diantaranya
dikemukakan Bittner, bahwa komunikasi massa yaitu pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah besar orang (dalam Rakhmat 1985,176). Definisi
ini menyiratkan makna bahwa komunikasi massa pada hakikatnya adalah sebuah
proses komunikasi yang dilakukan oleh suatu organisasi media massa kepada
khalayak luas yang anonim. Littlejohn menyebut proses komunikasi yang demikian
dengan konsep media encoding, yaitu proses dimana organisasi media memediakan
pesannya kepada khalayak.
Komunikasi merupakan salah satu topik diantara sekian banyak topik lainnya
dalam ilmu sosial. Komunikasi massa merupakan bagian dari ilmu komunikasi yang
lebih luas, yaitu komunikasi manusia (human communication). Berger dan Chaffe
(1987:17) mendefinisikan ilmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan yang berupa
memahami produksi, proses dan efek dari sistem simbol dan tanda dengan
mengembangkan teori-teori yang dapat diuji, berisi generalisasi hukum yang
menjelaskan gejala-gejala yang berhubungan dengan produksi, proses dan efek.
(McQuail 2000 : 9)
Efek komunikasi massa terhadap khlayak terdiri dari tiga macam, yaitu
pertama, komunikasi massa akan mempengaruhi kognisi dari khalayak yang berupa
pengetahuan. Efek kedua, adalah afeksi yang meliputi perasaan seseorang mengenai
sesuatu. Efek ketiga, adalah konasi yang meliputi kecenderungan atau keinginan
Mar’at ( dalam Effendy, 1986: 209) menyatakan bahwa cara televisi pada
umumnya mempengaruhi sikap ,pandangan, persepsi, dan perasaan penonton, sikap
menurut Mar’at (1981 : 21 ) merupakan suatu predisposisi kecenderungan, kesedihan
seseorang untuk bereaksi atau bertingkah laku terhadap suatu objek di lingkungan
sebagai suatu penghayatan terhadap suatu objek tersebut oleh karena itu, dalam
Mar’at ( 1981: 13) menjelaskan bahwa komponen sikap terdiri dar aspek
kognisi,afektif dan konasi.
Pemahaman tentang konsep dasar “the act of communication” dan
“communication research” sangat dibantu oleh “rangkaian pertanyaan klasik” dari
Harold D. Lasswell yang kemudian menjadi tersohor dengan sebutan Model Lasswell
(1948). Model Lasswell meliput lima buah pertanyaan sebagai berikut yaitu:
2. Who, yakni berkenan dengan siapa yang mengatakannya
3. Say What, yakni berkenaan dengan menyatakan apa
4. In Which Channel, yakni berkenaan dengan saluran apa
5. To Whom, yakni berkenaan dengan ditujukan kepada siapa
Tabel 2.2.1 Proses Komunikasi Massa
Who Say what In which
channel
To whom With what effect
Siapa Berkata apa Melalui
saluran apa
Kepada siapa Dengan efek apa
Komunikator Pesan Media Penerima Efek
Control studies Analisis pesan Analisis media Analisi
khalayak
Analisis efek
Model Transmisi memiliki pandangan bahwa komunikasi adalah proses
pengiriman atau transmisi sejumlah informasi atau pesan kepada penerima,dalam hal
ini pesan sangat ditentukan oleh pengirim atau sumber pesan,model seperti ini
menggunakan definisi sederhana seringkali mengikuti pengamatan Lasswell(1948).
( McQuail 2000 : 52)
2.2.2 Media massa “Televisi”
Pada dasarnya media massa merupakan sesuatu yang dapat digunakan oleh
segala bentuk komunikasi, baik komunikasi personal, komunikasi kelompok dan
komunikasi massa. Pada saat ini media masa telah menjadi suatu kebutuhan hampir
pada seluruh masyarakat berbagai lapisan baik pada lapisan atas, tengah, dan bawah.
Kebutuhan tersebut bertambah seiring dengan perkembangan informasi yang sedang
salah satu sarana untuk menyampaikan berita (pesan) yang paling diminati
masyarakat pada umumnya. Penyampaian pesan yang disampaikan kepada penerima
pesan (penonton) dengan cara yang lebih menarik yaitu dengan adanya tampilan
audio visual sehingga terasa lebih hidup dan dapat menjangkau ruang lingkup yang
sangat luas, sehingga hal ini merupakan salah satu nilai positif yang dimiliki media
masa televisi.
Akan tetapi, hal tersebut tidak hannya memberikan dampak yang positif
terhadap masyarakat (penonton). Jika pesan-pesan yang disampaikan oleh media
masa televisi tidak sesuai dengan aturan-atuaran penyiaran yang telah ditetapkan dan
dikemas dengan baik, maka hal tersebut akan memberikan implikasi yang negatif
terhadap kehidupan masyarakat. Salah satu dampak yang ditimbulkan adalah
peningkatan tindak kriminalitas yang terjadi di masyarakat.
Dengan bertambah banyaknya stasiun televisi, pihak-pihak pengusaha televisi
menganggap tentunya hal ini akan memunculkan persaingan dan situasi yang
kompetitif antar media elektronik untuk dapat merebut perhatian pemirsa dengan cara
menyuguhkan acara-acara yang diperhitungkan akan disenangi oleh pemirsa. Untuk
dapat menarik perhatian khalayak, paket acara yang ditawarkan dikemas semenarik
mungkin. Berbagai paket acara yang disajikan diproduksi dengan memperhatikan
unsur informasi, pendidikan serta hiburan. Namun, ketatnya persaingan justru
menggeser paradigma pihak pengelola stasiun untuk menyajikan program acara yang
hannya mementingkan ratting. Program acara-acara yang sering muncul di layar kaca
justru kurang memperhatikan unsur informasi, pendidikan, sosial budaya bahkan
berbagai jenis tayangan yang dikemas dalam film, film, dan berita. Salah satu bentuk
pemberitaannya adalah pemberitaan kasus kriminalitas seperti Patroli, Buser, Sergap,
dan sejenisnnya. Penayangan adegan kekerasan semacam ini disinyalir termasuk
kekerasan media (media violence).
Teori kultivasi (cultivation) dikembangkan untuk menjelaskan dampak
menyaksikan televisi pada persepsi, sikap, dan nilai-nilai orang. Teori ini berasal dari
program riset jangka panjang dan ekstensif yang dilakukan oleh George Gerbner
beserta para koleganya di Annenberg School of Communication di University of
Pennsylvania (Gerbner, Gross, Morgan, dan Signorielli, 1980). Menurut Gabner
dalam penelitiannya bahwa masyarakat terbagi menjadi dua yaitu pemirsa penonton
TV “berat” dan “ringan”. Pemirsa berat adalah mereka yang menonton TV lebih dari
4 jam dalam sehari, sedangkan pemirsa penonton TV ringan adalah mereka yang
menonton TV kurang dari satu hari. Riset awal yang mendukung teori kultivasi
didasarkan pada perbandingan antar pemirsa “berat” televisi dan pemirsa “ringan”
televisi. Tim Gerbner menganalisis jawaban-jawaban atas pertanyaan yang diajukan
dalam survey dan menemukan bahwa pemirsa “berat” televisi dan pemirsa “ringan”
televisi pada umumnya memberikan jawaban yang berbeda. Selanjutnya, pemirsa
“berat” televisi sering memberikan jawaban yang lebih dekat dengan dunia yang
digambarkan dalam televisi. (http://Eprint.undip.ac.id )
2.2.3 Khalayak Media Massa
kalayak media berlaku universal dan secara sederhana diartikan sekumpulan
disebut sebagai khalayak dalam bentuk yang paling dikenalidan versi yag diterapkan
dalam hampir seluruh penelitian media itu sendiri. Calusse (1968) menunjukkan
beberapa kerumitan untuk membedakan beberapa kadar keikutsertaan dan
keterlibatan khalayak.
1. Khalayak pertama dan tersebar adalah populasi yang tersedia untuk menerima
tawaran komunikasi tertentu. Dengan demikian semua yang memiliki pesawat
televisi adalah audiens televisi dalam artian tertentu.
2. Khalayak kedua merupakan khalayak yang menerima hal-hal yang ditawarkan
dengan kadar yang berbeda-beda seperti pemirsa televisi reguler. Pembeli surat
kabar dan sebagainya.
3. Khalayak ketiga adalah khalayak yang mencatat penerimaan isi pesan masih
dalam bagian lebih kecil yang mengedepankan pesan yang ditawarkan .
Teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan bahwa khalayak
tergantung pada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka memenuhi
kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi
media massa. Namun perlu digaris bawahi bahwa khalayak tidak memiliki
ketergantungan yang sama terhadap semua media .
Menyimak bagaimana organisasi media berhubungan melalui proses encoding
media dengan khalayak berdasarkan penjelasan teori agenda setting di atas, kiranya
memberikan pengertian bahwa khalayak media diasumsikan organisasi media
sebagai individu pasif dalam proses komunikasi massa; dengan kepasifannya individu
public dengan sendirinya terarahkan mengkonsumsi pada isi media tertentu yang
mencerminkan penjelasan mengenai bagaimana fenomena tentang the relationship
between audience and text dalam keterkaitannya dengan organisasi redaksi media.
2.2.4 Televisi di Indonesia
Media massa merupakan salah satu alat pendukung masyarakat dalam
mendapatkan informasi, edukasi, opini hiburan dan ilmu pengetahuan. Dalam
mencukupi kebutuhan khalayak tersebut, media massa umumnya selalu aktif dalam
memproduksi informasi yang cepat, hangat dan orisinil.
Melalui komunikasi massa, pesan-pesan komunikasi dapat disampaikan
kepada orang banyak di tempat yang berbeda-beda dan pada waktu yang bersamaan.
Untuk sampai ke khalayak, pesan-pesan komunikasi tersebut harus melalui
saluran-saluran yang disebut dengan istilah media massa. Media massa dibagi menjadi dua
bagian yaitu media cetak dan media elektronik (Ardiyanto&Erdiana, 2005:98).
Media massa cetak terdiri dari surat kabar, tabloid dan lain-lain. Sedangkan
media massa elektronik terdiri dari radio, film, televisi dan lain-lain. Dari berbagai
jenis media massa di atas, media televisi yang menjadi media massa yang sangat
berpengaruh bagi masyarakat Indonesia. Dewasa ini industri penyiaran
(Broadcasting) televisi di Indonesia menunjukan perkembangan yang sangat pesat.
Saat ini sudah banyak perusahaan televisi yang ada di Indonesia yaitu pada tahun
2011 sebanyak 11 stasiun televisi swasta nasional dan 157 stasiun televisi swasta
lokal. Hal tersebut membuat Industri penyiaran televisi di Indonesia telah mencapai
memenangkan persaingan. Keberhasilan dan kesuksesan media penyiaran ditopang
oleh tiga pilar utama yaitu program, pemasaran dan teknik produksi.
Kehadiran televisi telah membawa dampak yang besar bagi masyarakat.
Televisi merupakan salah satu media yang memiliki kecepatan yang tinggi dalam
menyebarkan pesan dan informasi Televisi saat ini digunakan untuk menyampaikan
pesan kepada semua kalangan masyarakat. Setiap masyarakat secara langsung akan
mendapatkan informasi yang dibutuhkan tanpa membutuhkan waktu yang lama. Di
sinilah peranan televisi demikian penting dan dibutuhkan oleh masyarakat.
Televisi merupakan konsumsi masyarakat luas, baik kalangan atas, menegah
hingga bawah sekalipun. Media ini bersifat adaptif, yang artinya program yang
ditayangkan di televisi selalu mengadaptasi dengan kondisi dan keinginan
masyarakat. Tidak dipungkiri program yang ditayangkan memiliki dampak yang
cepat dan besar bagi kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari besarnya
konsumsi masyarakat akan media ini setiap harinya. Segala jenis program yang dicari
oleh masyarakat ada dalam setiap tayangan televisi setiap harinya. Saat ini televisi
bukan hanya merupakan alat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tetapi
masyarakat itu sendiri yang membutuhkan televisi untuk memenuhi kebutuhanya
setiap hari. Setiap orang seperti “terhipnotis” seketika untuk menyaksiksan program
yang ada di televisi. Bahkan hal ini berdampak pada kebiasaan ibu rumah tangga
menonton televisi yang tidak dapat dilepaskan dari kegiatan sehari-harinya.
Perkembangan dunia pertelevisian di Indonesia saat ini semakin berkembang
pesat. Dunia pertelevisian telah memberikan pengaruh terhadap system kehidupan
memiliki sebelas stasiun televisi nasional yang terdiri dari, Rajawali Citra Televisi
Indonesia(RCTI), Surya Citra Televisi (SCTV), Televisi Pendidikan Indonesia (TPI)
yang sekarang menjadi MNCTV, Cakrawala Andalas Televisi (ANTV), Indosiar
Visual Mandiri (Indosiar), Televisi Transformasi Indonesia (Trans TV), Global TV,
Trans7, Metro TV, Tv One dan Televisi Republik Indonesia (TVRI). Selain televisi
nasional, saat ini hampir setiap daerah (terutama kota-kota besar) di Indonesia telah
memiliki stasiun televisi lokal.
Televisi merupakan salah satu media yang menampilkan audio dan visual
yang merupakan salah satu kelebihan dari media ini menjadi lebih mudah dipahami
setiap program yang ditampilkann. Selain mempunyai unsur visual berupa gambar
hidup yang mampu menimbulkan kesan yang mendalam pada pemirsanya yang
sehingga seolah-olah khalayak berada ditempat peristiwa yang disiarkan oleh
pemancar televisi itu.
Tingginya minat masyarakat Indonesia untuk menonton program-program
acara televisi merupakan salah satu factor utama setiap stasiun televisi
berlomba-lomba memberikan sebuah tayangan yang dapat menarik masyarakat untuk
menonton. Setiap harinya, masyarakat Indonesia dapat melihat berbagai macam
program acara yang ditawarkan oleh stasiun-stasiun televisi swasta tersebut. Berbagai
macam program acara televisi telah ditayangkan oleh stasiun televisi bagi
pemirsanya, mulai dari film, kuis, talkshow, variety show, komedi situasi (sitkom),
program berita, program olahraga, infotainment sampai reality show. Program-
terus menerus di depan televisi menunggu program kesayangannya.
(http://eprints.undip.ac.id)
2.2.5 Dampak kehadiran televisi
Perkembangan teknologi telah membawa kita pada era komunikasi massa
sejak ditemukannya mesin cetak Guttenberg efefyang memungkinkan diproduksinya
buku-buku secara massal sampai mencapai puncaknya setelah ditemukannya internet.
Penemuan Guttenberg mendorong terbitnya surat kabar pertama. Setelah revolusi
industri dan teknologi, listrik yang memacu energi pabrik dan transportasi, melandasi
muncul dan berkembangnya radio, film, dan televisi yang pada perkembangan
selanjutnya menciptakan teknologi informasi yang multimedia seperti jaringan
internet.
Sejak tahun 1964 komunikasi massa telah mencapai publik dunia secara
langsung dan serentak. Melalui satelit komunikasi sekarang ini kita dimungkinkan
untuk menyampaikan informasi (pesan) berupa data, gambar, maupun suara kepada
jutaan manusia di seluruh dunia secara serentak. Perkembangan teknologi
komunikasi/informasi yang bergerak cepat membawa kita menuju era masyarakat
informasi, dimana hampir segala aspek kehidupan dipengaruhi oleh keberadaan
media yang semakin jauh memasuki ruang kehidupan manusia.
Wilbur Schramm menyatakan bahwa luas sempitnya ruang kehidupan
seseorang, yang awalnya ditentukan pada kemampuan baca tulis, selanjutnya
ditentukan oleh seberapa banyak ia bergaul dengan media massa. Artinya media
Sejauh mana dampak media terhadap khalayaknya memang masih menjadi
bahan perdebatan. Elisabeth Noelle-Neumann adalah salah satu sarjana yang
menganut konsep efek perkasa media massa. Ia menyebutkan bahwa media massa
bersifat ubiquity, artinya serba ada. Media massa mampu mendominasi lingkungan
informasi dan berada di mana-mana. Karena sifatnya yang serba ada, agak sulit orang
menghindari pesan media massa. Sementara Richard T. La Pierre berpendapat bahwa
media massa baru akan benar-benar berpengaruh jika sebelumnya ia berhasil
menjalin kedekatan dengan khalayaknya.
Untuk itu diperlukan pendekatan lain dalam melihat efek (dampak) media
massa. Selain berkaitan dengan pesan dan media itu sendiri, menurut Steven M.
Chaffee, pendekatan kedua ialah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri
khalayak komunikasi massa – penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap,
dan perubahan perilaku; atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan
behavioral. Pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek
komunikasi massa – individu, kelompok, organisasi, masyarakat, atau bangsa.
Mahasiswa sebagai bagian dari kalangan muda dan terpelajar pada umumnya
dianggap memiliki akses terhadap media lebih banyak dibandingkan masyarakat
biasa. Berbagai studi juga berkesimpulan bahwa secara umum orang berpendidikan
lebih banyak menggunakan media, meskipun ada variasi untuk media tertentu.
Penggunaan koran berbanding lurus dengan tingkat pendidikan, demikian pula
dengan majalah dan buku. Meskipun demikian, tingkat pendidikan ternyata tidak
Namun harus diakui bahwa budaya minat baca di Indonesia masih tergolong
rendah, apalagi buku lebih mahal dibandingkan media jenis lainnya. Media elektronik
lebih dekat dengan masyarakat kita, tak terkecuali mahasiswa, yang menyebabkan
pengaruhnya jauh lebih besar dibandingkan media cetak.
Fakta yang telah disebutkan di atas menunjukkan bahwa khalayak tidaklah
pasif. Khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi kebutuhannya
(uses and gratification).
Temuan lain yang tak kalah menarik adalah di pedesaan dengan penerimaan
sinyal televisi yang lebih bagus menunjukkan adanya tingkat partisipasi kegiatan
sosial yang lebih rendah. Artinya, orang lebih suka menonton televisi daripada
terlibat dalam kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Lebih dari itu, di pedesaan tersebut
juga terlihat adanya tingkat ketidakpercayaan yang lebih tinggi di antara penduduk
yang berakibat pada lesunya kerjasama perekonomian dan perdagangan.
Rumah produksi ingin membuat acara berbiaya rendah tapi laku keras.
Orientasi komersial jadi prioritas ketimbang kualitas acara. Karenanya wajar jika film
dan (un)reality show masih menjadi primadona. Sekali film digemari, sekuelnya
segera dibuat—-karena risikonya lebih kecil daripada harus membuat judul baru.
Ketika Playboy Kabel dianggap sukses, maka Katakan Cinta, Truk Cinta, Cinta
Monyet, Mak Comblang, Cinta Lokasi, Backstreet, Pacar Pertama, Harap-harap
Cemas, Termehek-mehek, dan sebagainya langsung mencuat.
Jadilah kemudian lingkaran setan yang susah diputus. Produser membuat
acara berdasar rating. Rating dibuat karena basis jumlah penonton. Rating acara-acara
Indonesia yang “bandel” menonton acara semacam itu. Kalau acara-acara semacam
itu masih menjamur, artinya harus diakui bahwa selera mayoritas masyarakat kita
masih begitu rendah.
Sebaliknya, mungkin ada juga orang-orang dunia hiburan yang ingin membuat
tayangan berkualitas namun lagi-lagi terbentur rating. Serial Arisan atau Jomblo
mungkin cukup seru dan bermutu, namun harus bubar jalan. Barangkali ada yang
pernah berniat membuat acara seperti Animal Planet atau National Geography namun
terbentur biaya tinggi dan rating yang rendah.
Ini memang sudah menjadi pembodohan terselubung yang dilakukan secara
berjamaah. Kalau sudah begini, solusinya cuma dua. Pertama, sebisa mungkin
minimalkan waktu Anda dan keluarga untuk menonton televisi dan batasi hanya
untuk program-program tertentu saja. Kedua, pemerintah mustinya lebih keras
membatasi tayangan televisi. Misal, 40% tayangan televisi harus bersifat edukatif dan
film dan infotainment masing-masing hanya boleh 20% dan 5% saja.
( http://pran/media/470-kehadiran-mediadampaknya.htmlomosinet.com/hiburan )
2.2.6 Budaya Dan Media
Ada sejumlah besar karya dalam kajian budaya dan media yang teoretis dan
tidak empiris. Teori dipahami sebagai narasi yang bertujuan memilah-milah dan
menguraikan ciri-ciri umum yang mendeskripsikan, mendefinisikan dan menjelaskan
kejadian-kejadian yang terus-menerus muncul. Teori tidak bisa memotret dunia
realitas secara akurat,teori hanyalah sebuah alat, instrumen atau logika untuk
Konstruksi teori adalah usaha diskursif yang sadar-diri (self-reflexive) yang bertujuan
menafsirkan dan mengintervensi dunia realitas. Konstruksi teori melibatkan
pengkajian konsep dan argumen-argumen, seringkali juga pendefinisian-ulang dan
mengkritik hasil kerja sebelumnya, untuk mencari alat-alat baru yang digunakan
untuk berpikir/memahami dunia realitas. Hal ini mendapat tempat yang tinggi dalam
kajian budaya dan media.
Studi kultural atau cultural studies merupakan kelompok pemikiran yang
memberikan perhatian pada cara-cara bagaimana budaya dihasilkan melalui
perjuangan di antara berbagai ideologi (littlejohn, 2005:324 ). Studi kultural
memberikan perhatiannya pula pada bagaimana budaya dipengaruhi oleh berbagai
kelompokdominan dan berkuasa.
Tradisi pemikiran cultural studies bermula berkarya Richard Hoggrat dan juga
Raymond Williams pada tahun 1950-an, yang meneliti kaum pekerja di ingris usai
perang Dunia II (Richard, 1957). Namun, dewasa ini, nama Stuart Hall adalah adalah
yang paling sering diasosiasikan dengan aliran pemikiran ini (Hall, 1981). Menurut
Hall, media adalah instrumen kekuasaan kelompok elit dan media berfungsi
menyampaikan pemikiran kelompok yang mendominasi masyarakat, terlepas apakah
pemikiran itu efektif atau tidak. Studi kultural menekankan pada gagasan bahwa
media menjaga kelompok yang berkuasa untuk tetap memegang kontrol atas
masyarakat, sementara mereka yang kurang berkuasa menerima apa saja yang
disisakan kepada merfeka oleh kelompok yang berkuasa.
Kajian budaya dan media dalam ranah efistimologi masih bersifat umum.Ia
ini berupaya menggabungkan teori-teori budaya dan media secara kritis. Membahas
media dalam perspektif budaya, adalah memahami cara-cara produksi budaya dalam
pertarungan ideologi. Sebagai kajian lintas disiplin dan bertolak dari perspektif
ideologis, maka kajian budaya dan media (cultural studies and media) secara kritis
akan mengkaji proses-proses budaya alternatif pada media dalam menghadapi arus
budaya. Secara lebih spesifik adalah untuk memahami apa yang menyebabkan
budaya alternatif itu tumbuh atau atas ketidak berdayaan dalam menerima arus
budaya global, dari kemajuan teknologi informasi.
Kajian budaya dan media (cultural studies and media) sering disebut sebagai
wilayah kajian multi-disiplin. Artinya kajian yang dimaksud lebih mengakar pada
lintas disiplin ilmu humaniora. Kajian tersebut merupakan sebuah fenomena
pascamodern dalam dunia akademis tentang mengaburnya batas-batas antar-disiplin
ilmu.Jika dilihat dari sudut pandang nominalis disiplin’sebenarnya konsep ini
hanyalah merupakan istilah untuk melegitimasi metode dan teori-teori dalam kajian
yang bersangkutan.Kajian ini lebih melihat berbagai persoalan media dari perspektif
budaya. Relasi kajian budaya dan media dengan kekuasaan dan politik, dengan
keinginan akan perubahan lebih banyak merepresentasikan kondisi
kelompok-kelompok sosial masyarakat yang terpinggirkan. Terutama kelompok-kelompok kelas, gender
dan ras (tapi juga kelompok usia, kecacatan, kebangsaan, dsb) pada kultur tertentu.
Kajian budaya dan media (cultural studies and media) merupakan sebuah bangunan
teori yang dihasilkan para pemikir yang menganggap produksi pengetahuan teoritis
sebagai suatu praktik politis. Pada konstelasi ini pengetahuan tidak pernah dipandang
senantiasa di lihat sebagai persoalan posisional, yaitu persoalan dari mana, kepada
siapa dan dengan tujuan apa seseorang bicara. Ciri kajian budaya dan media yang di
anggap menonjol, di antaranya persoalan diskursif yang selalu mengedepan di
lingkungan masyarakat kontemporer. Apa yang dimaksud dengan kajian budaya dan
media adalah sebuah medan nyata di mana praktik dan representasi ”media” selalu di
lihat dari sudut pandang perspektif budaya popular. Budaya itu sendiri merupakan
bentukbentuk kontradiktif akal sehat yang sudah mengakar pada dan ikut membentuk
kehidupan sehari-hari (Hall, 1996: 439). Budaya berkaitan dengan makna-makna
sosial, yaitu beragam cara yang lazim di gunakan untuk memahami dunia. Meski
demikian, maknamakna sosial itu tidak dengan sendirinya berada di luar konteksnya.
Melainkan makna-makna itu muncul lewat tanda,maupun petanda dalam bahasa.
Dalam kajian budaya dan media selalu berargumen bahwa bahasa bukan
sebuah medium yang netral tempat dibentuknya makna yang bersifat objektif dan
independen. Bahasa justru terlibat dalam pembentukan makna dan pengetahuan
tersebut. Bahasa memberi makna pada objek-objek material dan praktik-praktik sosial
yang dibuat menjadi tampak. Dari bahasa tersebut bisa kita pahami berbagai
istilah-istilah dan simbol simbol lainnya guna mereproduksi makna makna. Proses-proses
produksi makna ini disebut praktik-praktik penandaan (signifying practices),
mempelajari kajian budaya dan media sama halnya dengan meneliti bagaimana
makna diproduksi secara simbolik dalam bahasa sebagai ‘sistem penandaan’ dalam
budaya popular. Media sebagai sebuah industri budaya modern yang di dalamnya
mengandung makna komodifikasi ekonomi komersial sudah memenuhi katagori
perhatian lebih dalam kajian budaya dan media, maka ”media” merupakan salah satu
medan di mana budaya popular itu terbentuk. Untuk memahami kekuasaan dan
kesadaran terbentuknya budaya media, ada dua konsep yang sering digunakan dalam
teksteks kajian budaya dan media.
2.3 Ibu Rumah Tangga Sebagai Khalayak Aktif
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ibu rumah tangga dapat diartikan
sebagai seorang wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan
rumah tangga, atau dengan pengetian lain ibu rumah tangga merupakan seorang istri
(ibu) yang hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di
kantor). Ibu Rumah Tangga memiliki lebih banyak waktu di rumah sambil
mengerjakan pekerjaan rumahnya. Ibu rumah tangga merupakan pendidik pertama
dan utama dalam keluarga. Sekarang ini di tiap rumah hampir selalu ada minimal satu
unit televisi. Bisa diletakkan di kamar, ruang keluarga, bahkan di dapur. Televisi juga
menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari audiensnya. Konten atau tayangan televisi
juga seringkali menjadi bahan obrolan di saat audiens sedang berkumpul dengan
keluarga juga dalam lingkungan lainnya.
Hal yang sangat berbeda dengan saat ini. Sekarang, televisi bukanlah hal yang
mahal lagi. Setiap orang mampu membelinya. Hampir di setiap rumah saat ini
terdapat televisi di dalamnya. Bahkan tak hanya satu. Beberapa darinya memiliki dua
hingga tiga televisi di dalamnya, atau mungkin ada yang memiliki lebih dari jumlah
Manusia sebagai makhluk sosial diciptakan dalam dua jenis kelamin yaitu
laki-laki dan perempuan. Dikatakan laki-laki karena secara struktur fisik lebih kuat
dibandingkan dengan perempuan sedangkan perempuan karena secara struktur fisik
lebih lemah.
Perempuan dalam struktur fisik mempunyai ciri seksual tertentu yang paling
utama adalah bahwa perempuan mengalami haid, mengandung dan melahirkan anak.
Karena adanya faktor fisik inilah pada akhirnya seorang perem,puan akan menjadi
seorang ibu bagi anak-anaknya. Di dalam suatu keluarga masing-masing anggota
keluarga mempunyai peran masing-masing. Peran-peran dalam keluarga ini terdiri
dari bapak,ibu dan anak.
Salah satu peran dari anggota keluarga sebagai ibu rumah tangga dan ibu bagi
anak-anak. Ibu merupakan sebutan bagi p;erempuan yang telah melahirkan seorang
anak. Peran ibu merupakan salah satu dari peran seorang perempuan dalam
kehidupan. Ibu dalam suatu keluarga mempunyai tugas membesarkan, mendidik
seorang anak. Ibu adalah sosok yang berinteraksi dan berhubungan dengan seorang
anak kedunia. Kata-kata pertama kali bahkan kebiasaan-kebiasaan atau tingkah laku
yang dilakukan oleh seorang anak dalah cerminan dari ajaran seorang ibu.
Sebagai perempuan seorang ibu dalam kehidupan rumah tangga mempunyai
peran sebagai ibu rumah tangga yang tugas pokoknya adalah mengurus rumah tangga
saja, dimana secara umum ibu mempunyai fungsi sebagai pengasuh dan mendidik
anak-anaknya. Menurut Mulyana (1997 : 115). Ibu rumah tangga adalah wanita yang
sudah bersuami (menikah) yang mengatur penyelenggaraan rumah tangga. Pekerjaan
lain sebagainya. Dapat disimpulakan bahwa ibu rumah tangga dapat berjalan secara
baik dan harmonis.
Pada setiap proses komunikasi selalu ditunjukan kepada pihak tertentu sebagai
penerima pesan disampaikan oleh komunikator. Komunikator atau penerima
merupakan kumpulan anggota masyarakat yang terlibat dalam proses komunikasi
massa sebagai sasaran yang dituju komunikator bersifat heterogen. Dalam
keberadaannya secara terpencar-pencar, dimana satu sama lainnya tidak saling
mengenal dan tidak memiliki kontrak pribadi, masing-masing berbeda dalam
berbagai jenis, anatara lain : jenis kelamin, usia, agama, ideology, pekerjaan,
pendidikan, pengalaman, pandangan hidup, keinginan, cita-cita, dan lain
sebagainnya.(effendy, 1993 : 25)
Ibu rumah tangga dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Ibu rumah tangga biasa, tidak memiliki kesibukan selain kegiatan rumah tangga.
2. Ibu rumah tangga yang bekerja paruh waktu dan/atau aktif dalam kegiatan lain
(sosial).
3. Ibu rumah tangga yang bekerja full-time dan/atau aktif dalam kegiatan lain (sosial).
Ibu rumah tangga masih merupakan khalayak potensial terbesar bagi televisi.
Sebelumnya khalayak ini dibidik karena posisinya sebagai penentu pembelian produk
yang diiklankan televisi dan lebih banyak di rumah mengerjakan pekerjaan domestik
sambil ‘menonton’ televisi (Nielsen Media Research, Media Index 2004). 50 Saat ini
ibu rumah tangga yang aktif di luar rumah juga dianggap berpotensi. Kebutuhan
mereka akan hiburan dan informasi sepulang beraktivitas menjadi potensi tersendiri
Konteks sosial khalayak berperan penting dalam proses penerimaan. Dalam
hal ini perempuan dalam kondisi sosial yang mengabdi pada suami dan keluarga
merasa bahwa dengan membaca novel maka mereka memiliki ruang tersendiri.
Mereka membaca novel roman sebagai pengakuan atas hak-hak dan harga diri
mereka, sehingga mendapatkan kepercayaan diri agar lebih berani dalam menghadapi
tuntutan suami (keluarga) dan mengemukakan keinginannya atas posisi yang
seimbang dalam perkawinan maupun keluarga.
Komunikasi dapat berjalan efektif apabila ibu rumah tangga terpikat
perhatianya, tertarik minatnya , dan mengerti apa yang ingin disampaikan oleh
komunikator. Dalam hal ini juga tidak lepas dari keaktifan komunikator dalam
memilih media sebagai acuan alternatifnya.
2.4 FTV (Film Televisi) Indonesia
Dunia pertelevisian di Indonesia, dalam dua dasawarsa terakhir mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Dimulai oleh RCTI sebagai stasiun televise swasta
pertama di Indonesia (24 Agustus 1989) mendampingi stasiun pemerintah TVRI yang
sudah ada sejak 17 Agustus 1962, hingga kini Indonesia memiliki 10 stasiun telivisi
swasta nasional serta tidak menutup kemungkinan munculnya TV-TV swasta baru di
masa yang akan datang. Munculnya TV-TV swasta baru juga berimbas pada semakin
menjamurnya rumah-rumah Produksi (Production House) yang menjadi pemasok
acara bagi TV swasta tersebut. Setidaknya terdapat 500 Rumah Produksi tersebar di
seluruh Indonesia, dimana 317 diantaranya tergabung dalam Asosiasi Rumah
Film Televisi mulai banyak diproduksi di Indonesia pada awal tahun 1995
yang dipelopori oleh SCTV. Hal ini dilakukan untuk menjawab kejenuhan
masyarakat atas film. Sejak saat itu banyak film televisi yang bermunculan. Hampir
semua stasiun TV memiliki plot waktu setiap minggunya untuk penayangan film
televisi. Contohnya di SCTV terdapat plot acara Gala sinema, di Trans TV ada plot
Bioskop Trans TV dalam negeri dan masih banyak plot acara lain yang sejenis di
stasiun televisi di Indonesia. Di Indonesia sendiri film televisi sangat digemari
terutama film televisi dengan tema percintaan remaja dan film televisi dengan tema
religius.
Perbedaan film televisi (FTV) dengan film layar lebar adalah:
1. Film televisi diproduksi oleh stasiun televisi ataupun rumah produsi untuk
disiarkan melalui televisi, film bioskop dibuat untuk ditayangkan di bioskop.
2. Proses pembuatan film televisi lebih singkat daripada film layar lebar.
3. Biaya pembuatan film televisi lebih murah daripada film layar lebar.
4. Cara menonton film televisi berbeda dengan film layar lebar karena saat
menonton film layar lebar tidak terdapat iklan seperti halnya saat menonton
film televisi.
Di Indonesia telah diproduksi banyak film televisi (FTV) yang diproduksi
dalam kurun waktu tahun 1995 sampai sekarang. Kebanyakan tema yang diangkat
2.4.1 Film Televisi Sinema Pintu Taubat
Sebuah film bertajuk FTV selama 2 jam ini merupakan drama tentang
kehidupan kisah nyata dari sebuah keluarga dimana didalamnya penuh dengan pesan
moral yang disuguhkan dengan tema religi nya yang kental , menemani istirahat
pemirsa indosiar "Sinema Pintu Taubat" dengan episode episodenya yang setiap
harinya berganti judul dan tayang pada pukul 12.00 WIB.
Sinema pintu taubat siang ini banyak menceritakan kehidupan rumah tangga
yang penuh konflik dan menciptakan dampak. Dimana judul-judul tersebut bertema
religi , penganiyayaan dan kekerasan dalam rumah tangga seperti sebagian judul
sebagai berikut :
Dan ada juga, Anakku Ditukar Anak Cacat, Tukang Odong-Odong Naik Haji,
Ibu, Kenapa Benci Aku,Ayah, Jangan Ajari Aku Mencuri, Aku Pembantu Ayahku,
Anakku Musuhku, Suami Cacat Yang Teraniaya, Menantuku Budakku, dll.
Singkat cerita, film televisi ini bernilai religi yang menggambarkan kehidupan
dalam sehari-hari rumah tangga contohnya poligami, selingkuh, hamil diluar nikah,
perceraian, kekerasan, kriminal, pembunuhan, penganiyayaan. Dan juga adanya
perbandingan duniawi atau materi dimana perbedaan kehidupan orang kaya dan
orang miskin sangat terlihat perbedaannya.
Dalam cerita film ini setiap harinya berbeda judul namun isi alur ceritanya
terkadang sama dimana dari akhir cerita dalam perannya sesorang akan
mempertanggung jawabkan atas semua perbuatannya,maka seseorang yang berbuat
dan baik akan mendapatkan hikma dan balasan yang baik pula. Banyak pesan moral
yang terkandung di dalam film sinema pintu taubat siang.
2.5 Reception Analysis
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah RECEPTION ANALYSIS
Meskipun teori uses and gratification menyimpulkan bahwa khalayak bukan hanya
aktif namun teori ini mengabaikan fakta tentang masyarakat memilih media sesuai
dengan kebutuhan, tetapi juga aktif memberi makna pada seluruh isi materi pesan
media (meaning making). Akibat terabaikannya fakta tentang pemberian makna
terhadap isi pesan media, maka pendekatan baru terhadap menganalisa masyarakat.
Reception Analysis adalah sebuah istilah untuk melingkupi beragam bentukdari studi
kualitatif dari penelitian khalayak, yang menyatukan ilmu sosial dan perspektif
kemanusiaan pada penerimaan. Analisis resepsi merupakan sebuah “pendekatan
kulturalis” dimana makna media dinegosiasikan oleh individual berdasarkan
pengalaman hidup mereka. Dengan kata lain pesan-pesan media secara subjektif
dikonstruksikan khalayak secara individual.
Penelitian resepsi merupakan perbandingan antara diskursus media dengan
diskursus khalayak. Penelitian ini mempertimbangkan setting “context” historis dan
kultural yang mempengaruhi penerimaan. Sebagai respon dari studi tekstual,
penelitian resepsi berpendapat bahwa khalayak media massa harus diteliti sebagai
suatu kondisi sosial yang spesifik untuk dianalisis.
Reception Analysis digunakan untuk memaknai pendapat khalayak media.
media(cetak,elektronik,internet), dengan mengetahui dan memahami apa sebenarnya
karakter dari teks media yang dibaca masyarakat itu sendiri.
Menurut reception analysis, khalayak adalah partisipan aktif dalam
membangun dan menginterprestasikan makna atas apa yang mereka baca, dengar dan
lihat sesuai dengan konteks budaya. Isi media dipahami sebagai bagian dari sebuah
proses. Menurut riset khalayak dari struart Hall (1973) seperti yang dikutip oleh
Baran (2003 ; 269) reception analysis ini memiliki perhatian secara langsung dalam
analisi konteks sosial dan politik dimana encoding serta decoding merupakan
kehidupan sehari-hari. Analisis ini mengfokuskan terhadap proses ini seorang
individu mencoba memaknai dan memahami makna atas text media dan
menginterprestasikan isi medianya.
Teks media biasanya mengarahkan penerimaan khalayak ke arah yang
diinginkan. Untuk mengetahui makna dominan yang ditawarkan oleh media, kita bisa
melakukan analisis struktur internal dari teks. Khalayak mungkin melakukan
pembacaan alternatif yang berbeda dengan penerimaan yang ditawarkan oleh media.
Biasanya perbedaan penerimaan muncul karena perbedaan posisi sosial dan/atau
pengalaman budaya antara pembaca dan produsen media. Menurut Hall (di dalam
O’sullivan et al. 1994), terdapat tiga tipe utama dari penerimaan atau pembacaan
khalayak terhadap teks media:
1. The dominant-hegemonic; terjadi jika seseorang atau sekelompok orang
melakukan penerimaan sesuai dengan makna dominan (preferred reading)
Pembaca dikatakan the dominant-hegemonic apabila pemakna program
acara tersebut sejalan dengan kode-kode program (yang didalamnya
terkandung nilai-nilai, sikap, keyakinan dan asumsi) dan secara penuh
menerima makna yang disodorkan dan dikehendaki oleh si pembuat
peogram.
2. The negotiated reading; mengakui legitimasi dari kode dominan, tapi
mengadaptasi pembacaan sesuai kondisi sosial mereka.
Pembaca dikatakan negotiated reading a